PERANCANGAN INOVASI MEJA SETRIKA
DALAM
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam memenuhi persyaratan beban studi sesuai dengan kurikulum yang berlaku di Departemen Teknik Industri
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS INDONESIA
PERANCANGAN INOVASI MEJA SETRIKA
DALAM
VIRTUAL ENVIRONMENT
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam memenuhi persyaratan beban studi sesuai dengan kurikulum yang berlaku di Departemen Teknik Industri
FTUI
YUNITA 0706275170
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI DEPOK
JUNI 2011
PERANCANGAN INOVASI MEJA SETRIKA
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam memenuhi persyaratan beban studi sesuai dengan kurikulum yang berlaku di Departemen Teknik Industri
PERANCANGAN INOVASI MEJA SETRIKA
DALAM
Diajukan sebagai salah satu
PROGRAM STUDI TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
PERANCANGAN INOVASI MEJA SETRIKA
DALAM
VIRTUAL ENVIRONMENT
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana T
YUNITA 0706275170
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI DEPOK
JUNI 2011
PERANCANGAN INOVASI MEJA SETRIKA
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Yunita
NPM : 0706275170
Tanda tangan :
Tanggal : 21 Juni 2011
iv
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan kasih karunia-Nya yang berlimpah, penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga sampai pada tahap penyusunan skripsi ini. Adapun penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI). Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
(1) Bapak Dr. Ir. T. Yuri M. Zagloel, M.Eng.Sc, selaku kepala Departemen Teknik Industri FTUI;
(2) Ibu Dr. -Ing. Amalia Suzianti, selaku dosen pembimbing skripsi penulis, yang telah memberikan banyak dukungan berupa saran dan pengarahan selama proses pengerjaan skripsi;
(3) Bapak Ir. Boy Nurtjahyo Moch., MSIE dan Ibu Ir. Erlinda Muslim, MEE., selaku dosen pembimbing ergonomi, atas bimbingan, pengarahan, dan motivasi yang sangat berguna bagi penulis;
(4) seluruh staf pengajar Departemen Teknik Industri FTUI, atas ilmu selama 4 tahun kehidupan perkuliahan penulis, yang sangat berguna dalam penyelesaian skripsi ini.
(5) seluruh karyawan Departemen Teknik Industri, atas kesediaannya membantu dan memfasilitasi penulis dan teman-teman Teknik Industri 2007.
(6) seluruh responden penelitian, atas waktu dan kerja sama selama proses pengumpulan data;
(7) Christian Susanto, Dimas Adityamurthi, Edward, Gregorius Edwin Handoko, Kenfery, Rio Ricardi, dan Yanuarius Alvian Reza, yang telah
v
(8) Andrea Coudillo, Anggraini Oktavianingrum, Anisha Puti, Astriana Gita, Bayu Pramudyo, Chandra Satria Muda, Dela Agung, Evariyani Rizki, Ferdinandus, Fitri Yanthi, Handoyo Handoko, Heny Nopiyanti, Ivan Gunawan, Junita Rosalina, Komara Jaya, Landra Bakri, Malouna Felissa, Melissa Kartika, Muhammad Farouk, Raden Yoga, Radita Tanaya, Regina Prisilia, Satria Utama, Sherly Juanita, dan Valentina Cynthia, sesama rekan penulis dalam penelitian terkait ergonomi.
(9) seluruh anggota Keluarga Umat Katolik Teknik (KUKTEK), atas rajutan doa, pengertian, dan perhatian yang tidak pernah putus;
(10) keluarga penulis, atas semangat, doa, dan dukungan yang terus mengalir selama proses pengerjaan skripsi;
(11) sahabat-sahabat penulis, yang selalu siap dengan untaian kata motivasi penuh pengharapan, solusi, saran, dan masukan berarti saat penulis membutuhkannya;
(12) teman-teman penulis pada Departemen Teknik Industri FTUI, atas semangat saling mendukung selama penyusunan skripsi dan atas kebersamaan tak tergantikan selama 4 tahun masa perkuliahan; serta
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang baik secara langsung maupun tidak langsung, telah membantu penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi banyak pihak yang membacanya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, apabila ada kritik dan saran yang berkenaan dengan isi skripsi ini, penulis akan dengan senang hati membuka diri untuk penyempurnaan lebih lanjut.
Depok, 21 Juni 2011 Penulis
vi
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Yunita
NPM : 0706275170
Program Studi : Teknik Industri Departemen : Teknik Industri Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right)atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Perancangan Inovasi Meja Setrika dalam Virtual Environment
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, Dibuat di : Depok Pada tanggal : 21 Juni 2011
Yang menyatakan
(Yunita)
vii
Nama : Yunita
Program Studi : Teknik Industri
Judul : Perancangan Inovasi Meja Setrika dalam Virtual Environment
Kebutuhan konsumen merupakan aspek penting dalam perancangan produk. Namun, terkadang hal ini dikorbankan oleh produsen karena tuntutan untuk menghasilkan produk dengan harga murah. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi suara konsumen terkait desain meja setrika saat ini sehingga dapat diketahui keluhan-keluhan yang ada untuk diolah menghasilkan desain inovasi meja setrika yang memenuhi tingkat kepuasan yang diharapkan konsumen. Hasil penelitian berupa meja setrika yang dilengkapi kursi dan tempat meletakkan pengharum pakaian, dengan tampilan yang compact dan memiliki
dimensi tinggi meja 80,65 cm, tinggi rak 77,15 cm, dan tinggi kursi 53,85 cm disesuaikan dengan hasil studi ergonomi menggunakan Posture Evaluation Index
(PEI). Kata kunci:
Kebutuhan konsumen, perancangan produk, meja setrika, ergonomi, Posture Evaluation Index (PEI)
ABSTRACT
Name : Yunita
Study Program : Industrial Engineering
Title : Ironing Board Innovation Design in Virtual Environment Customer needs are important in product development. However, this is often compromised by producers due to the demand of producing low-price goods. This research identifies the voice of customer about the design of existing ironing board in pursue of finding of complaints that are to process so that preferred ironing board innovation design can be achieved. The result is the compact design of ironing board equipped with chair and place to put cloth fragrances, which has dimensions of 80,65 cm table height, 77,15 cm shelf height, and 53,85 cm chair height that are in accordance with the result of ergonomic analysis using Posture Evaluation Index (PEI).
Key words:
Customer needs, product development, ironing board, ergonomic, Posture Evaluation Index (PEI)
viii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Diagram Keterkaitan Masalah ... 6
1.3 Rumusan Permasalahan ... 6
1.4 Tujuan Penelitian ... 7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7
1.6 Metodologi Penelitian ... 7 1.7 Sistematika Penulisan ... 11 2. LANDASAN TEORI ... 13 2.1 Ergonomi ... 13 2.2 Antropometri ... 15 2.2.1 Definisi Antropometri ... 15 2.2.2 Data Antropometri ... 15
2.2.3 Aplikasi Data Antropometri dalam Perancangan Fasilitas Kerja ... 17
2.3 Work-Related Musculoskeletal Disorders (WMSD) ... 18
2.4 Pendekatan Ergonomi Dalam Perancangan Stasiun Kerja ... 19
2.4.1 Sikap dan Posisi Kerja ... 19
2.4.2 Antropometri dan Dimensi Ruang ... 20
2.4.3 Kondisi Lingkungan Kerja... 21
2.4.4 Efisiensi Ekonomi Gerakan dan Pengaturan Fasilitas Kerja ... 21
2.4.5 Energi Kerja yang Dikonsumsi ... 21
2.5 Perancangan Stasiun Kerja yang Ergonomis ... 22
2.5.1 Desain Meja Kerja ... 22
2.5.2 Desain Kursi ... 23
2.6 Virtual Environment ... 25
2.7 Software Jack 6.1 ... 25
2.7.1 Static Strength Prediction (SSP)... 27
2.7.2 Low Back Analysis (LBA) ... 29
2.7.3 Ovako Working Posture Analysis (OWAS) ... 30
2.7.4 Rapid Upper Limb Assessment (RULA) ... 32
2.7.5 Posture Evaluation Index (PEI) ... 34
ix
2.8.1.1 Definisi QFD ... 38
2.8.1.2 Perkembangan QFD ... 39
2.8.1.3 Manfaat QFD ... 39
2.8.1.4 Proses QFD ... 40
2.8.1.5 House of Quality (HOQ) ... 41
2.8.2 Tahap-tahap Pengembangan Konsep Produk ... 47
2.9 Pengumpulan Data ... 50 2.9.1 Pembuatan Kuesioner ... 50 2.9.2 Sampling ... 51 2.9.3 Validitas Data ... 52 2.9.4 Reliabilitas Data ... 53 3. PENGUMPULAN DATA ... 55
3.1 Interview untuk Mendapatkan Voice of Customer ... 55
3.2 Penyusunan Kuesioner ... 56
3.2.1 Kuesioner Bagian I ... 56
3.2.2 Kuesioner Bagian II ... 57
3.3 Penentuan Jumlah Sampel Minimum dan Penyebaran Kuesioner ... 58
3.4 Hasil Pengumpulan Data Frekuensi Menyetrika ... 58
3.5 Hasil Pengumpulan Data Terkait Analisis Ergonomi ... 59
3.5.1 Data Keluhan Penyetrika ... 59
3.5.2 Data Dimensi Meja Setrika Aktual ... 60
3.5.3 Data Antropometri ... 61
3.5.4 Data Aktivitas dan Postur Penyetrika ... 62
3.6 Hasil Pengumpulan Data Terkait Pengembangan Produk Baru ... 63
3.6.1 Data Tingkat Kepentingan Konsumen terhadap Kebutuhan ... 63
3.6.2 Data Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Produk yang Sudah Ada... 64
4. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS ... 65
4.1 Studi Ergonomi Kondisi Aktual ... 65
4.1.1 Membuat Virtual Environment ... 66
4.1.2 Membuat Virtual Human ... 66
4.1.3 Menempatkan Virtual Human pada Virtual Environment ... 69
4.1.4 Memberikan Tugas pada Virtual Human... 69
4.1.5 Melakukan Verifikasi dan Validasi Model ... 72
4.1.5.1 Uji Validitas Model Persentil 5 ... 72
4.1.5.2 Uji Validitas Model Persentil 95 ... 75
4.1.6 Menganalisis Hasil Simulasi dengan Jack Task Analysis Toolkit ... 77
4.2 Pengembangan Produk dengan Penerapan QFD ... 86
4.2.1 Mengidentifikasi Kebutuhan Konsumen ... 87
4.2.1.1 Menginterpretasi dan Membuat Daftar Kebutuhan Konsumen .... 87
4.2.1.2 Menyusun Kebutuhan ke dalam Hierarki Kebutuhan Konsumen. 88 4.2.1.3 Mengidentifikasi Tingkat Kepentingan Konsumen untuk Tiap Kebutuhan ... 90
4.2.1.4 Mengidentifikasi Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Produk yang Sudah Ada ... 91
x
4.2.1.7 Menentukan Titik Jual ( ) ... 95
4.2.1.8 Menghitung Raw Weight ... 96
4.2.1.9 Menormalisasi Raw Weight... 97
4.2.2 Menentukan Spesifikasi Target ... 99
4.2.2.1 Mengidentifikasi Respon Teknis untuk Memenuhi Kebutuhan.... 99
4.2.2.2 Menentukan Hubungan antara Respon Teknis dengan Kebutuhan ... 104
4.2.2.3 Menghitung Prioritas Respon Teknis ... 107
4.2.2.4 Menentukan Arah Pengembangan Respon Teknis ... 111
4.2.2.5 Menentukan Hubungan Antarrespon Teknis ... 112
4.2.2.6 Mengumpulkan Informasi Benchmarking yang Kompetitif ... 113
4.2.2.7 Menetapkan Target Awal untuk Tiap Respon Teknis... 114
4.2.2.8 Membuat dan Menganalisis HOQ ... 115
4.2.3 Menggenerasi dan Memilih Konsep ... 118
4.2.3.1 Menggenerasi dan Memilih Konsep Lokasi Rak Pakaian ... 123
4.2.3.2 Menggenerasi dan Memilih Konsep Dimensi Meja Setrika ... 125
4.2.3.3 Menggenerasi dan Memilih Konsep Material yang Digunakan . 168 5. KESIMPULAN ... 174
5.1 Kesimpulan ... 174
5.2 Saran ... 176
DAFTAR REFERENSI ... 177
xi
Tabel 2.1. Postur Kerja yang Diusulkan untuk Beberapa Jenis Pekerjaan ... 19
Tabel 2.2. Rekomendasi Tinggi Meja Kerja Untuk Pekerja dengan Posisi Berdiri ... 23
Tabel 2.3. Pembobotan Nilai pada OWAS ... 30
Tabel 2.4. Pembobotan Nilai pada RULA ... 32
Tabel 3.1. Kebutuhan Konsumen ... 56
Tabel 3.2. Rekapitulasi Data Antropometri berdasarkan Persentil ... 62
Tabel 4.1. Rincian Hasil Analisis Kapabilitas Model Persentil 5 (Atas) dan Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Kondisi Aktual ... 78
Tabel 4.2. Elemen Nilai OWAS pada Simulasi Kondisi Aktual ... 82
Tabel 4.3. Elemen Nilai RULA pada Simulasi Kondisi Aktual ... 83
Tabel 4.4. Rekapitulasi Nilai Analisis Ergonomi Kondisi Aktual ... 84
Tabel 4.5. Hasil Perhitungan PEI Kondisi Aktual ... 84
Tabel 4.6. Pernyataan Misi Produk... 86
Tabel 4.7. Rincian Identifikasi Kebutuhan Konsumen ... 88
Tabel 4.8. Hierarki Kebutuhan Konsumen ... 88
Tabel 4.9. Tingkat Kepentingan Tiap Kebutuhan ... 90
Tabel 4.10. Tingkat Kepuasan terhadap Produk yang Sudah Ada ... 91
Tabel 4.11. Target Tiap Kebutuhan ... 93
Tabel 4.12. Rasio Perbaikan Tiap Kebutuhan ... 94
Tabel 4.13. Titik Jual Tiap Kebutuhan ... 95
Tabel 4.14. Raw Weight Tiap Kebutuhan ... 97
Tabel 4.15. Normalized Raw Weight Tiap Kebutuhan ... 98
Tabel 4.16. Hubungan Respon Teknis dengan Kebutuhan... 105
Tabel 4.17. Prioritas Respon Teknis ... 108
Tabel 4.18. Arah Pengembangan Respon Teknis ... 111
Tabel 4.19. Hubungan Antarrespon Teknis ... 112
Tabel 4.20. Informasi Benchmarking ... 113
Tabel 4.21. Target Respon Teknis ... 114
Tabel 4.22. Kelebihan dan Kekurangan Tiap Konsep Lokasi Rak Pakaian ... 123
Tabel 4.23. Rincian Hasil Analisis Kapabilitas Model Persentil 5 (Atas) dan Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Ketinggian Meja ... 133
Tabel 4.24. Elemen Nilai OWAS pada Simulasi Ketinggian Meja ... 136
Tabel 4.25. Elemen Nilai RULA pada Simulasi Ketinggian Meja... 137
Tabel 4.26. Rekapitulasi Nilai Analisis Ergonomi Simulasi Ketinggian Meja .. 139
Tabel 4.27. Hasil Perhitungan PEI Simulasi Ketinggian Meja ... 139
Tabel 4.28. Dimensi Konsep 1 ... 144
Tabel 4.29. Rincian Hasil Analisis Kapabilitas Model Persentil 5 (Atas) dan Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Konsep 1 ... 149
Tabel 4.30. Elemen Nilai OWAS pada Simulasi Konsep 1 ... 153
Tabel 4.31. Elemen Nilai RULA pada Simulasi Konsep 1 ... 154
Tabel 4.32. Rekapitulasi Nilai Analisis Ergonomi Simulasi Konsep 1 ... 155
Tabel 4.33. Hasil Perhitungan PEI Simulasi Konsep 1 ... 155
Tabel 4.34. Dimensi Konsep 2 ... 155
xii
Tabel 4.36. Elemen Nilai OWAS pada Simulasi Konsep 2 ... 163
Tabel 4.37. Elemen Nilai RULA pada Simulasi Konsep 2 ... 164
Tabel 4.38. Rekapitulasi Nilai Analisis Ergonomi Simulasi Konsep 2 ... 165
Tabel 4.39. Hasil Perhitungan PEI Simulasi Konsep 2 ... 165
Tabel 4.40. Kelebihan dan Kekurangan Tiap Konsep Material ... 169
Tabel 4.41. Concept Scoring Pemilihan Material Penyangga ... 170
Tabel 4.42. Spesifikasi Akhir Produk ... 172
xiii
Gambar 1.1. Meja Setrika ... 2
Gambar 1.2. Tanggapan Responden mengenai Kelelahan dalam Menyetrika .... 3
Gambar 1.3. Tanggapan Kelelahan mengenai Penyebab Kelelahan dalam Menyetrika ... 4
Gambar 1.4. Diagram Keterkaitan Masalah... 6
Gambar 1.5. Diagram Alir Metodologi Penelitian ... 10
Gambar 2.1. Antropometri Tubuh Manusia ... 16
Gambar 2.2. Ketinggian dan Lebar Ideal Bagian Bawah Meja Kerja dalam Kaitannya dengan Penentuan Tinggi Kursi... 23
Gambar 2.3. Contoh Hasil Analisis SSP ... 29
Gambar 2.4. Contoh Hasil Analisis Metode LBA ... 30
Gambar 2.5. Kode Digit dalam OWAS ... 31
Gambar 2.6. Contoh Hasil Analisis Metode OWAS ... 32
Gambar 2.7. Pengelompokan Penilaian Metode RULA ... 33
Gambar 2.8. Contoh Hasil Analisis Metode RULA ... 34
Gambar 2.9. Diagram Alir Penggunaan Metode PEI ... 35
Gambar 2.10. HOQ ... 42
Gambar 2.11. Tahapan dalam Pengembangan Konsep Produk ... 48
Gambar 3.1. Frekuensi Menyetrika Ibu Rumah Tangga ... 59
Gambar 3.2. Bagian Tubuh yang Dirasa Lelah ... 60
Gambar 4.1. Tahap Pembuatan Model Simulasi Jack ... 65
Gambar 4.2. Virtual Environment Simulasi Kondisi Aktual ... 66
Gambar 4.3. Virtual Human Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan) ... 68
Gambar 4.4. Posisi Virtual Human Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan) pada Virtual Environment Simulasi Kondisi Aktual ... 69
Gambar 4.5. Animation Window Simulasi Kondisi Aktual Model Persentil 5 .. 70
Gambar 4.6. Animasi Gerakan Simulasi Kondisi Aktual Model Persentil 5 ... 70
Gambar 4.7. Animation Window Simulasi Kondisi Aktual Model Persentil 95 71 Gambar 4.8. Animasi Gerakan Simulasi Kondisi Aktual Model Persentil 95 ... 71
Gambar 4.9. Penambahan Beban Ekstrem pada Model Persentil 5 ... 72
Gambar 4.10. Perbandingan Nilai SSP Model Persentil 5 Sebelum (Kiri) dan Setelah (Kanan) Penambahan Beban ... 73
Gambar 4.11. Perbandingan Nilai LBA Model Persentil 5 Sebelum (Atas) dan Setelah (Bawah) Penambahan Beban... 74
Gambar 4.12. Penambahan Beban Ekstrem pada Model Persentil 95 ... 75
Gambar 4.13. Perbandingan Nilai SSP Model Persentil 95 Sebelum (Kiri) dan Setelah (Kanan) Penambahan Beban ... 75
Gambar 4.14. Perbandingan Nilai LBA Model Persentil 95 Sebelum (Atas) dan Setelah (Bawah) Penambahan Beban ... 76
Gambar 4.15. Grafik Kapabilitas Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan) pada Simulasi Kondisi Aktual ... 78
Gambar 4.16. Hasil Analisis Nilai LBA Model Persentil 5 (Atas) dan Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Kondisi Aktual ... 79
xiv
Gambar 4.18. Hasil Analisis Nilai OWAS Model Persentil 5 (Atas) dan
Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Kondisi Aktual ... 81
Gambar 4.19. Hasil Analisis Nilai RULA Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan) pada Simulasi Kondisi Aktual... 83
Gambar 4.20. Posisi Tahap Identifikasi Kebutuhan Konsumen pada Langkah-langkah Pengembangan Konsep Produk ... 87
Gambar 4.21. Posisi Tahap Penentuan Spesifikasi Target pada Langkah-langkah Pengembangan Konsep Produk ... 99
Gambar 4.22. Posisi Tahap Penggenerasian dan Pemilihan Konsep pada Langkah-langkah Pengembangan Konsep Produk... 118
Gambar 4.23. Diagram Fungsi Permasalahan ... 119
Gambar 4.24. Diagram Subfungsi Permasalahan ... 120
Gambar 4.25. Alur Proses Penggenerasian dan Pemilihan Konsep ... 121
Gambar 4.26. Pohon Klasifikasi Konsep ... 122
Gambar 4.27. Desain Meja Setrika Baru (Belum Dilengkapi Kursi) ... 126
Gambar 4.28. Ilustrasi Kemiringan Tangan Orang Persentil 95 Saat Meletakkan Pakaian pada Rak ... 127
Gambar 4.29. Virtual Environment Simulasi Ketinggian Meja ... 128
Gambar 4.30. Posisi Virtual Human Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan) pada Virtual Environment Simulasi Ketinggian Meja .. 129
Gambar 4.31. Animation Window Simulasi Ketinggian Meja Model Persentil 5 ... 129
Gambar 4.32. Animasi Gerakan Simulasi Ketinggian Meja Model Persentil 5 ... 130
Gambar 4.33. Animation Window Simulasi Ketinggian Meja Model Persentil 95 ... 131
Gambar 4.34. Animasi Gerakan Simulasi Ketinggian Meja Model Persentil 95 ... 132
Gambar 4.35. Grafik Kapabilitas Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan) pada Simulasi Ketinggian Meja ... 133
Gambar 4.36. Hasil Analisis Nilai LBA Model Persentil 5 (Atas) dan Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Ketinggian Meja ... 134
Gambar 4.37. Postur Penyetrika Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan) Saat LBA Maksimum pada Simulasi Ketinggian Meja ... 135
Gambar 4.38. Hasil Analisis Nilai OWAS Model Persentil 5 (Atas) dan Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Ketinggian Meja ... 135
Gambar 4.39. Hasil Analisis Nilai RULA Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan) pada Simulasi Ketinggian Meja ... 137
Gambar 4.40. Pertimbangan dalam Penentuan Tinggi Kursi... 141
Gambar 4.41. Posisi Paha Penyetrika Persentil 5 Jika Ketinggian Kursi 67,95 cm ... 142
Gambar 4.42. Posisi Paha Penyetrika Persentil 50 Jika Ketinggian Kursi 67,95 cm ... 142
Gambar 4.43. Posisi Paha Penyetrika Persentil 95 Jika Ketinggian Kursi 67,95 cm ... 143
xv
Gambar 4.46. Posisi Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95
(Kanan) pada Virtual Environment Simulasi Konsep 1 ... 146
Gambar 4.47. Animation Window Simulasi Konsep 1 Model Persentil 5 ... 146
Gambar 4.48. Animasi Gerakan Simulasi Konsep 1 Model Persentil 5 ... 147
Gambar 4.49. Animation Window Simulasi Konsep 1 Model Persentil 95 ... 147
Gambar 4.50. Animasi Gerakan Simulasi Konsep 1 Model Persentil 95 ... 148
Gambar 4.51. Grafik Kapabilitas Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan) pada Simulasi Konsep 1 ... 149
Gambar 4.52. Hasil Analisis Nilai LBA Model Persentil 5 (Atas) dan Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Konsep 1 ... 150
Gambar 4.53. Model Persentil 5 saat Meletakkan Setrika pada Simulasi Konsep 1 ... 151
Gambar 4.54. Model Persentil 95 saat Meletakkan Pakaian pada Rak 1 pada Simulasi Konsep 1 ... 151
Gambar 4.55. Hasil Analisis Nilai OWAS Model Persentil 5 (Atas) dan Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Konsep 1 ... 152
Gambar 4.56. Hasil Analisis Nilai RULA Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan) pada Simulasi Konsep 1 ... 153
Gambar 4.57. Desain Konsep 2 ... 156
Gambar 4.58. Virtual Environment Simulasi Konsep 2... 157
Gambar 4.59. Posisi Virtual Human Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan) pada Virtual Environment Simulasi Konsep 2 ... 157
Gambar 4.60. Animation Window Simulasi Konsep 2 Model Persentil 5 ... 158
Gambar 4.61. Animasi Gerakan Simulasi Konsep 2 Model Persentil 5 ... 158
Gambar 4.62. Animation Window Simulasi Konsep 2 Model Persentil 95 ... 159
Gambar 4.63. Animasi Gerakan Simulasi Konsep 2 Model Persentil 95 ... 159
Gambar 4.64. Grafik Kapabilitas Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan) pada Simulasi Konsep 2 ... 160
Gambar 4.65. Hasil Analisis Nilai LBA Model Persentil 5 (Atas) dan Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Konsep 2 ... 161
Gambar 4.66. Postur Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan) Saat Meletakkan Setrika... 162
Gambar 4.67. Hasil Analisis Nilai OWAS Model Persentil 5 (Atas) dan Persentil 95 (Bawah) pada Simulasi Konsep 2 ... 162
Gambar 4.68. Hasil Analisis Nilai RULA Model Persentil 5 (Kiri) dan Persentil 95 (Kanan) pada Simulasi Kondisi Aktual... 164
Gambar 4.69. Rekapitulasi Nilai PEI ... 166
Gambar 4.70. Mekanisme Pelipatan Desain Akhir Meja Setrika ... 173
xvi Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
Lampiran 2. Data Meja Setrika
Lampiran 3. Dimensi Meja Setrika Aktual Lampiran 4. Data Antropometri
Lampiran 5. Hasil Uji Normalitas Data Antropometri Lampiran 6. Data Tingkat Kepentingan
Lampiran 7. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Data Tingkat Kepentingan Lampiran 8. Data Tingkat Kepuasan
Lampiran 9. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Data Tingkat Kepuasan Lampiran 10. House of Quality
Lampiran 11. Desain Akhir Produk
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Tampil rapi dan menarik di depan orang saat beraktivitas menjadi kebutuhan mutlak sejak dulu, khususnya bagi orang-orang yang dinamis dengan banyak aktivitas. Kebutuhan untuk selalu menjaga penampilan tersebut tentu mengharuskan seseorang untuk senantiasa menjaga kerapian busana yang dikenakannya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan ini, diciptakanlah suatu alat yang dengan energi panas yang dihasilkannya mampu merapikan permukaan bahan yang dilaluinya. Alat tersebut yang dikenal luas selama ini dengan sebutan setrika.
Setrika menjadi suatu alat bantu yang eksistensinya telah menjadi kebutuhan mutlak dalam menunjang kebutuhan orang akan pakaian yang rapi. Sejak diciptakan pada abad ke-17, bentuk dan teknologi yang menyertai penggunaan alat ini telah mengalami banyak perubahan, mulai dari yang paling tradisional yang masih menggunakan besi yang dipanaskan (dikenal dengan sadiron), setrika listrik, setrika uap, hingga yang canggih seperti standing steam iron dan mesin press. Di Indonesia, penggunaan jenis setrika yang canggih seperti standing steam iron dan mesin press sendiri masih dapat dikatakan jarang.
Segmen pasar Indonesia yang dituju oleh produsen setrika canggih ini adalah lebih kepada laundry kelas menengah ke atas dengan jumlah pelanggan yang
besar. Hal ini disebabkan karena harganya yang relatif mahal, terlebih jika dibandingkan dengan setrika listrik.
Karena harganya yang relatif lebih murah, setrika listrik merajai segmen pasar setrika di Indonesia dengan menjangkau rumah tangga dan laundry kelas
menengah ke bawah yang frekuensi menyetrikanya lebih jarang dibanding
laundry kelas menengah ke atas yang melayani banyak permintaan jasa pencucian
pakaian dalam waktu singkat. Dalam menunjang kegiatan menyetrika, setrika listrik membutuhkan meja setrika sebagai alas menyetrika yang secara umum terdiri dari 3 komponen utama (badan, kaki, dan tempat meletakkan setrika) serta 1 komponen tambahan (rak pakaian). Sebagai ilustrasi, pada gambar 1.1
ditampilkan meja setrika standar yang biasa ditemukan dan digunakan sebagai papan menyetrika.
Gambar 1.1. Meja Setrika
Sumber: LDSFabric.com, n.d.
Penggunaan setrika listrik dan meja setrika ini secara ekonomi masih lebih murah dibanding penggunaan setrika lain yang lebih canggih. Tuntutan untuk menghasilkan produk dengan harga yang relatif murah untuk dijangkau terkadang menyebabkan produsen mengorbankan beberapa aspek dalam perancangan dan pembuatan produknya. Tidak jarang hal ini mengakibatkan terlontarnya keluhan dari konsumen akan desain produk yang tidak sesuai dengan harapan. Hal ini juga berlaku pada meja setrika standar yang ada di pasar saat ini.
Dari hasil penelitian awal melalui interview dengan 30 responden yang
terdiri atas karyawan laundry, ibu rumah tangga, dan pembantu rumah tangga
yang biasa melakukan kegiatan menyetrika, diketahui banyaknya ketidakpuasan akan desain meja setrika saat ini. Beberapa voice of customer yang berhasil
dikumpulkan adalah sebagai berikut:
• Saya tidak memiliki tempat yang luas untuk menyimpan meja setrika saya. • Saya ingin menyetrika dalam posisi duduk dan berdiri secara bergantian
sehingga tidak mudah pegal.
• Rak pakaian saya kadangkala tidak saya gunakan karena sempit dan malas
membungkuk.
• Saya merasa lelah karena harus berdiri selama menyetrika.
• Meja setrika saya tidak nyaman; mengharuskan saya membungkuk ketika
menyetrika.
• Meja setrika saya berat sehingga sulit dipindahkan.
• Saya ingin meja setrika yang tahan lama sehingga tidak perlu membelinya lagi
dalam jangka waktu beberapa tahun.
• Saya seringkali susah menjangkau pengharum pakaian saya yang s
letakkan di tempat lain.
• Harga meja setrika harus sesuai dengan kualitasnya. Murah tetapi tidak kuat
juga tidak akan saya beli.
• Penyangga meja setrika saya mudah berkarat walaupun baru beberapa tahun
dibeli.
Dari seluruh
ketidaknyamanan yang dirasakan selama menyetrika dengan memanfaatkan meja setrika saat ini sebagai papan setrika merupakan keluhan yang paling sering diungkapkan oleh responden.
meja setrika seperti yang diperlihatkan pada gambar 1.1 menyebabkan penyetrika cepat merasa lelah dalam menyetrika. Dapat dilihat pada gambar 1.2 bahwa 97% atau sekitar 29 responden mengaku cepat merasa lelah saat menyetrika, sementara hanya 3% atau sejumlah
Gambar 1.2. Tanggapan Responden mengenai Kelelahan dalam Menyetrika
Dari 29 responden yang merasa cepat lelah,
mengidentifikasi penyebab kelelahan yang biasa dikeluhkan oleh penyet Dapat dilihat pada gambar 1.3, semua responden yang merasa cepat mengalami kelelahan dalam menyetrika menyebutkan keluhan berdiri terlalu lama sebagai penyebab kelelahan dalam menyetrika. Beb
penelitian juga menyebutkan bahwa terkadang waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses menyetrika semua pakaian mencapai 3
menyetrika. Padahal, menurut
Saya ingin meja setrika yang tahan lama sehingga tidak perlu membelinya lagi dalam jangka waktu beberapa tahun.
Saya seringkali susah menjangkau pengharum pakaian saya yang s letakkan di tempat lain.
Harga meja setrika harus sesuai dengan kualitasnya. Murah tetapi tidak kuat juga tidak akan saya beli.
Penyangga meja setrika saya mudah berkarat walaupun baru beberapa tahun Dari seluruh voice of customer yang ada, keluhan akan kelelahan dan
ketidaknyamanan yang dirasakan selama menyetrika dengan memanfaatkan meja setrika saat ini sebagai papan setrika merupakan keluhan yang paling sering diungkapkan oleh responden. Berdasarkan hasil penelitian awal
a setrika seperti yang diperlihatkan pada gambar 1.1 menyebabkan penyetrika dalam menyetrika. Dapat dilihat pada gambar 1.2 bahwa 97% atau sekitar 29 responden mengaku cepat merasa lelah saat menyetrika, sementara hanya 3% atau sejumlah 1 orang yang merasa tidak cepat lelah saat menyetrika.
Tanggapan Responden mengenai Kelelahan dalam Menyetrika Dari 29 responden yang merasa cepat lelah, peneliti
mengidentifikasi penyebab kelelahan yang biasa dikeluhkan oleh penyet Dapat dilihat pada gambar 1.3, semua responden yang merasa cepat mengalami kelelahan dalam menyetrika menyebutkan keluhan berdiri terlalu lama sebagai penyebab kelelahan dalam menyetrika. Beberapa responden yang menjadi ob penelitian juga menyebutkan bahwa terkadang waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses menyetrika semua pakaian mencapai 3-4 jam per kejadian menyetrika. Padahal, menurut Lafond, Champagne, Descarreaux, Dubois, Prado,
97% 3%
Apakah Anda merasa cepat
lelah dalam menyetrika?
Ya Tidak
Saya ingin meja setrika yang tahan lama sehingga tidak perlu membelinya lagi
Saya seringkali susah menjangkau pengharum pakaian saya yang saya
Harga meja setrika harus sesuai dengan kualitasnya. Murah tetapi tidak kuat
Penyangga meja setrika saya mudah berkarat walaupun baru beberapa tahun uhan akan kelelahan dan ketidaknyamanan yang dirasakan selama menyetrika dengan memanfaatkan meja setrika saat ini sebagai papan setrika merupakan keluhan yang paling sering Berdasarkan hasil penelitian awal tersebut, desain a setrika seperti yang diperlihatkan pada gambar 1.1 menyebabkan penyetrika dalam menyetrika. Dapat dilihat pada gambar 1.2 bahwa 97% atau sekitar 29 responden mengaku cepat merasa lelah saat menyetrika, sementara
1 orang yang merasa tidak cepat lelah saat menyetrika.
Tanggapan Responden mengenai Kelelahan dalam Menyetrika peneliti kemudian mengidentifikasi penyebab kelelahan yang biasa dikeluhkan oleh penyetrika. Dapat dilihat pada gambar 1.3, semua responden yang merasa cepat mengalami kelelahan dalam menyetrika menyebutkan keluhan berdiri terlalu lama sebagai erapa responden yang menjadi obyek penelitian juga menyebutkan bahwa terkadang waktu yang dibutuhkan untuk 4 jam per kejadian Lafond, Champagne, Descarreaux, Dubois, Prado,
& Duarte (2008), Gregory dan Callaghan dalam penelitiannya menyebutkan bahwa sekitar 50% orang dalam kondisi sehat akan merasakan ketidaknyamanan pada area pinggang setelah 2 jam berdiri.
Gambar 1.3. Tanggapan Kelelahan mengenai Penyebab Kelelahan dalam
Menyetrika
Selain itu, dapat dilihat pada gambar 1.3 bahwa penyebab kelelahan lain yang juga dipilih oleh 26 responden adalah terkait dengan keharusan membungkuk selama menyetrika karena desain dan dimensi meja setrika yang tidak sesuai dengan antropometri penyetrika. Keharusan untuk berdiri lama ditambah dengan postur tubuh yang demikian akan membuat penyetrika merasa tidak nyaman dan cepat lelah. Demikian pula dengan keluhan akan keharusan membungkuk untuk meletakkan pakaian hasil setrika pada rak pakaian yang dipilih oleh 9 responden memberikan implikasi yang sama pada kondisi kesehatan penyetrika.
Sementara itu, 18 responden mengeluhkan postur tubuh yang statis dalam menyetrika. Apalagi, kegiatan menyetrika adalah kegiatan yang bersifat repetitif, di mana penyetrika harus memajumundurkan setrika secara berulang-ulang untuk menjangkau seluruh bagian pakaian yang disetrika. Postur tubuh yang statis dalam waktu lama dengan pekerjaan yang repetitif dapat menyebabkan musculoskeletal disorder pada seseorang (Anghel, Argesanu, Niculescu, & Lungeanu, 2007).
0 5 10 15 20 25 30 35
Berdiri lama Harus membungkuk selama menyetrika Postur tubuh statis Harus membungkuk saat meletakkan pakaian Lain-lain Ju m lah P e m il ih Penyebab Kelelahan
Penyebab Kelelahan saat Menyetrika
Keluhan-keluhan kecil dapat mengakibatkan efek dengan skala luas. Gangguan kesehatan berupa ketidaknyamanan pada bagian tubuh seseorang akan berpengaruh terhadap performa kerjanya. Beberapa produsen mungkin menganggap hal ini sebagai aspek yang kurang penting dan dapat dikorbankan sebagai trade-off agar dapat menghasilkan produk dengan harga murah. Terlebih
dengan adanya persepsi bahwa kegiatan menyetrika adalah kegiatan yang mungkin terlihat sederhana dan sepele. Namun demikian, aspek-aspek yang diharapkan oleh konsumen, salah satunya terkait aspek kenyamanan dalam kegiatan ini, juga hendaknya diperhatikan, mengingat kegiatan menyetrika merupakan kegiatan sehari-hari yang sangat dekat dengan kebutuhan sandang manusia. Apalagi, kegiatan menyetrika, walaupun sepele, seringkali dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan repetitif. Berangkat dari latar belakang di atas, maka penulis bermaksud mengangkat topik inovasi meja setrika pada penelitian kali ini. Adapun inovasi yang dilakukan akan diarahkan pada pemenuhan kebutuhan konsumen sesuai dengan voice of customer yang ada.
1.2 Diagram Keterkaitan Masalah
Perlunya rancangan meja setrika yang disesuaikan
dengan kebutuhan konsumen
Meningkatkan produktivitas kerja
Penyetrika tidak cepat lelah Performa yang ditunjukkan penyetrika lebih baik Penyetrika dapat menyetrika lebih banyak pakaian Ketidakpuasan konsumen akan desain
meja setrika saat ini
Postur tubuh tidak nyaman saat menyetrika
Proses menyetrika mengharuskan penyetrika berdiri
Lokasi penempatan baju hasil setrika mengharuskan
penyetrika membungkuk
Penyetrika harus menundukkan kepala
atau membungkuk
Postur penyetrika statis saat menyetrika
Rak pakaian sempit Sulit dipindahkan
Butuh banyak space ketika disimpan
Berat Meningkatkan kepercayaan konsumen
Desain meja setrika yang tidak nyaman bagi
penyetrika
Gambar 1.4. Diagram Keterkaitan Masalah
1.3 Rumusan Permasalahan
Dari diagram keterkaitan masalah yang ditampilkan pada gambar 1.4, dapat dilihat bahwa terdapat ketidakpuasan konsumen terhadap desain meja setrika yang ada saat ini. Oleh karena itu, pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai desain meja setrika yang tidak sesuai dengan harapan konsumen sehingga perlu dilakukan perancangan meja setrika
baru yang inovatif dengan mengutamakan aspek pemenuhan kebutuhan konsumen.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan usulan rancangan meja setrika yang inovatif dengan didasarkan pada kebutuhan konsumen. Tujuan penelitian ini juga diarahkan untuk menghasilkan usulan rancangan yang lebih ergonomis, tidak hanya nyaman melainkan juga sehat, berdasarkan penilaian postur dan disesuaikan dengan antropometri penyetrika.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan pada poin-poin berikut:
• Penelitian dilakukan terhadap ibu rumah tangga di wilayah DKI Jakarta yang
menggunakan meja setrika standar seperti yang ditampilkan pada gambar 1.1.
• Penelitian terkait studi ergonomi dilakukan terhadap responden dengan jenis
kelamin wanita.
• Pemecahan masalah terkait ergonomi dilakukan dengan memanfaatkan ergonomic tools yang terdapat pada software Jack 6.1.
• Pengembangan konsep produk dibatasi hanya sampai pada tahap pemilihan
konsep.
• Benchmarking hanya dilakukan untuk menganalisis respon teknis 3 jenis meja
setrika yang telah ada.
• Analisis biaya hanya meliputi analisis terhadap biaya material yang
digunakan.
• Pemecahan masalah dibatasi hanya sampai pada tahap usulan rancangan 3D
meja setrika dengan memanfaatkan software Autodesk Inventor 2011.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini terbagi ke dalam beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Persiapan penelitian
a. Menentukan topik penelitian.
b. Mencari dan mempelajari referensi terkait topik penelitian.
c. Melakukan penelitian awal dengan menyebarkan kuesioner kepada karyawan laundry, ibu rumah tangga, dan pembantu rumah tangga sebagai
objek penelitian untuk mengetahui keluhan awal dalam menyetrika menggunakan meja setrika biasa.
d. Merumuskan permasalahan.
e. Merumuskan tujuan penelitian dan membatasi permasalahan dalam lingkup yang disesuaikan tujuan penelitian.
f. Menentukan tools yang akan digunakan dalam pemecahan masalah.
g. Mengidentifikasi data dan variabel yang dibutuhkan untuk melakukan pengolahan data.
h. Melakukan brainstorming mengenai cara pengumpulan data.
2. Pengumpulan data kondisi meja setrika saat ini a. Mengukur dimensi meja setrika.
b. Mendata aktivitas yang dilakukan penyetrika dalam kaitannya dengan kegiatan menyetrika.
c. Mendokumentasikan postur penyetrika dalam setiap elemen kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan menyetrika.
d. Mengumpulkan data antropometri penyetrika. 3. Pengolahan dan analisis data meja setrika saat ini
a. Membuat model meja setrika menggunakan software Autodesk Inventor
2011.
b. Membuat virtual environment meja setrika saat ini pada software Jack.
c. Memasukkan data antropometri dan postur tubuh penyetrika pada software
Jack dan mensimulasikan aktivitas kerjanya.
d. Melakukan perhitungan nilai Posture Evaluation Index (PEI) meja setrika
saat ini.
e. Menganalisis hasil simulasi meja setrika saat ini.
4. Pembuatan rancangan desain meja setrika baru yang ergonomis dan inovatif a. Mengidentifikasi kebutuhan konsumen akan meja setrika.
b. Menyusun hierarki kebutuhan konsumen. c. Membuat matriks perencanaan.
d. Membuat matriks informasi teknis.
e. Membuat dan menganalisis House of Quality (HOQ).
f. Menggenerasikan konsep yang akan dikembangkan. g. Melakukan pemilihan konsep.
h. Menetapkan spesifikasi meja setrika baru. 5. Pengolahan dan analisis data meja setrika yang baru
a. Membuat virtual environment meja setrika baru pada software Jack 6.1.
b. Mensimulasikan aktivitas kerja menggunakan meja setrika baru. c. Melakukan perhitungan nilai PEI meja setrika baru.
d. Menganalisis hasil simulasi meja setrika baru. 6. Penarikan kesimpulan
Adapun diagram alir metodologi penelitian dapat dilihat pada gambar 1.5.
Gambar 1.5. Diagram Alir Metodologi Penelitian
Gambar 1.5. Diagram Alir Metodologi Penelitian (Sambungan)
1.7 Sistematika Penulisan
Secara garis besar, sistematika penulisan skripsi ini terbagi dalam 5 bab dengan pendahuluan pada bab 1; landasan teori pada bab 2; pengumpulan data pada bab 3; pengolahan data dan analisis pada bab 4; serta kesimpulan pada bab 5. Bab 1 merupakan bab yang berisi pendahuluan atau pengantar dari seluruh rangkaian penelitian yang dilakukan. Pada bab ini dijelaskan mengenai ringkasan singkat dari proses yang dilakukan dalam penelitian. Adapun isi dari bab pendahuluan adalah mengenai latar belakang pemilihan topik, diagram keterkaitan
permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan, ruang lingkup, dan metodologi penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.
Bab 2 menjelaskan landasan teori yang digunakan terkait dengan penelitian yang dilakukan, yaitu dalam kaitannya dengan studi ergonomi dan tahap-tahap yang dilalui dalam pengembangan konsep produk.
Bab 3 berisi data-data yang didapat melalui proses pengumpulan data yang nantinya akan melalui proses pengolahan data menggunakan software Jack 6.1
dan QFD untuk kemudian menjadi acuan dalam mempertimbangkan usulan perbaikan meja setrika. Data-data yang diambil mencakup dimensi meja setrika yang telah ada sebelumnya, aktivitas penyetrika, antropometri penyetrika, postur tubuh penyetrika, voice of customer, tingkat kepentingan terhadap kebutuhan
konsumen, dan tingkat kepuasan terhadap meja setrika yang sudah ada.
Bab 4 menampilkan hasil pengolahan data menggunakan software Jack 6.1
dan analisis hasil pengolahan data tersebut. Hasil pengolahan data ini digunakan untuk membuktikan secara kuantitatif, asumsi awal mengenai adanya masalah ketidaknyamanan dalam desain meja setrika. Selain itu, pada bab ini juga dibahas mengenai proses pengembangan produk meja setrika baru, mulai dari tahap identifikasi kebutuhan konsumen hingga pemilihan konsep produk yang kemudian akan diuji kembali menggunakan software Jack 6.1 untuk menguji keergonomisan
meja setrika baru. Hasil yang didapatkan akan menjadi usulan perbaikan bagi masalah ketidaknyamanan desain meja setrika baru.
Bab 5 menjelaskan kesimpulan dari seluruh rangkaian penelitian yang dilakukan, serta saran berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai.
13
BAB 2
LANDASAN TEORI 2.1 Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang merupakan penggabungan dua kata, yaitu “ergon” yang berarti kerja dan “nomos” yang berarti hukum. Ergonomi merupakan suatu disiplin ilmu yang mengkaji interaksi antara manusia dengan elemen-elemen lain dalam suatu sistem dengan mengaplikasikan teori, prinsip, data, dan metode dalam perancangan dalam rangka mengoptimasi manusia dan performa sistem secara keseluruhan.
Dalam ergonomi, kecelakaan, rendahnya kualitas, tingginya human error,
dan hal-hal lain terkait permasalahan dipandang sebagai permasalahan pada sistem, bukan pada manusia yang melakukan pekerjaan dalam sistem. Jadi, fokus perbaikan akan diarahkan pada menciptakan sistem yang fit untuk manusia.
Dalam kaitannya dengan upaya menciptakan sistem yang fit bagi manusia ini,
banyak hal yang perlu diperhatikan dan memegang peranan penting (Dull & Weerdmeester, 2008), yaitu:
• postur tubuh beserta pergerakannya (duduk, berdiri, mendorong, menarik,
menahan, dan lain-lain);
• faktor lingkungan (kebisingan, vibrasi, iluminasi, iklim, dan lain-lain); • informasi dan operasi; serta
• organisasi kerja (poin-poin kerja yang cocok, pekerjaan yang menarik, dan
lain-lain).
Implementasi ergonomi pada perancangan suatu sistem akan membuat sistem bekerja lebih baik dengan mengeliminasi aspek-aspek yang tidak diharapkan dalam suatu sistem, seperti:
• inefisiensi; • kelelahan;
• kecelakaan dan kesalahan;
• kesulitan yang dialami manusia dalam melakukan pekerjaannya; serta • moral yang rendah.
Sementara itu, secara umum ada 3 faktor terkait manusia yang menjadi fokus penelitian ergonomi, yaitu:
• anatomi, fisiologi, dan antropometri tubuh manusia;
• psikologi manusia yang berperan penting dalam menentukan tingkah laku
manusia; serta
• kondisi lingkungan kerja.
Ergonomi sering dikaitkan dengan human factors. Namun, pada beberapa
literatur disebutkan bahwa faktor manusia dan ergonomi merupakan satu kesatuan yang dikenal dengan human factors and ergonomics. McCormick (1993), dalam
bukunya, menggunakan istilah human factors untuk mengistilahkan ergonomi,
dan mengatakan bahwa ergonomi dapat didefinisikan berdasarkan hal-hal di bawah ini:
• Fokus dari human factors adalah pada interaksi manusia dengan produk,
perlengkapan, fasilitas, prosedur, dan lingkungan yang digunakannya dalam bekerja dan dalam kehidupan sehari-hari.
• Tujuan dari human factors ada dua, yaitu meningkatkan efektivitas dan
efisiensi di tempat bekerja dan aktivitas lain yang dilakukan, sedangkan tujuan yang lain adalah meningkatkan keselamatan kerja, kepuasan kerja, serta kualitas hidup manusia.
• Pendekatan dari human factors adalah pendekatan aplikasi sistematik dari
informasi yang berhubungan dengan kapasitas manusia, batasan, karakteristik, perilaku, motivasi untuk mendesain benda dan lingkungan yang digunakan oleh manusia. Hal ini termasuk penelitian investigasi untuk melihat informasi antara manusia dengan lingkungan dan benda-benda di sekitarnya.
Menurut The International Ergonomics Association (IEA), ergonomi
dibagi ke dalam 3 jenis, yaitu:
• ergonomi fisik, yaitu jenis ergonomi yang berhubungan dengan respon tubuh
manusia terhadap beban fisik dan psikologis;
• ergonomi kognitif, yaitu jenis ergonomi yang melibatkan proses mental,
seperti persepsi, atensi, kognisi, pengendalian motorik, dan ingatan yang mempengaruhi interaksi antara manusia dan elemen-elemen sistem; serta
• ergonomi organisasi, yaitu jenis ergonomi yang berhubungan dengan optimasi
dari sistem-sistem sosioteknik, meliputi struktur organisasi, kebijakan, dan proses.
2.2 Antropometri
2.2.1 Definisi Antropometri
Dalam bukunya, Wignjosoebroto (2000) mengemukakan bahwa istilah antropometri berasal dari kata “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Secara umum definisi antropometri dapat dinyatakan sebagai suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Data antropometri ini akan digunakan dalam ergonomi untuk menspesifikkan dimensi fisik dari tempat kerja, peralatan, pakaian, dan lain-lain.
Data antropometri akan menentukan bentuk, ukuran dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikan/ menggunakan produk tersebut. Mengingat banyaknya variasi ukuran dan proporsi tubuh manusia, menjadi tantangan tersendiri dalam suatu perancangan produk/ fasilitas kerja untuk dapat menyesuaikan dengan antropometri pekerjanya. Suatu perancangan harus mampu mengakomodasi dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangan tersebut. Secara umum, sekurang-kurangnya 90-95% dari populasi yang menjadi target dalam kelompok pemakai suatu produk haruslah mampu menggunakannya dengan selayaknya.
2.2.2 Data Antropometri
Data antropometri yang digunakan sebagai landasan dalam perancangan suatu sistem kerja umumnya dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu:
• Data struktural, yaitu suatu ukuran dimensi tubuh dari subyek yang sedang
berada dalam posisi statis. Pengukuran dibuat dari satu poin yang jelas ke poin yang lain, misalnya pengukuran tinggi badan dari lantai hingga ujung kepala, pengukuran jarak dari lutut ke lantai, dan lain-lain. Data ini dikenal juga dengan “static anthropometry”.
• Data fungsional, yaitu data antropometri yang dikumpulkan untuk
menjelaskan pergerakan dari bagian tubuh dari suatu titik yang telah
ditetapkan. Data jangkauan maksimum tangan ke depan dari posisi berdiri subjek yang diukur merupakan salah satu contoh data antropometri fungsional. Data ini dikenal juga dengan “dynamic anthropometry”.
Pada gambar 2.1 akan ditampilkan data antropometri yang dibutuhkan dalam perancangan suatu sistem kerja.
Gambar 2.1. Antropometri Tubuh Manusia
Sumber: Chuan, T.K., Hartono, M., & Kumar, N. (2010). Anthropometry of the Singaporean and Indonesian Populations. International Journal of Industrial Ergonomics, 40, 757-766. Telah diolah
kembali
2.2.3 Aplikasi Data Antropometri dalam Perancangan Fasilitas Kerja
Ada beberapa prinsip yang harus dipahami dalam perancangan fasilitas kerja berbasis ergonomi dengan menggunakan data antropometri, yaitu:
1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran ekstrem
Pada prinsip ini, rancangan produk dibuat agar dapat mengakomodasi individu dengan ukuran tubuh yang ekstrem, baik terlalu kecil maupun terlalu besar. Namun demikian, rancangan juga diarahkan untuk dapat mengakomodasi individu dengan ukuran tubuh lain (mayoritas dari populasi yang ada). Adapun agar sasaran yang ada dapat terpenuhi, maka perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini dalam kaitannya dengan penentuan dimensi:
• Untuk penentuan dimensi minimum dari suatu produk, acuan yang
digunakan didasarkan pada antropometri persentil terbesar, yaitu persentil 90, 95, atau 99. Contoh penerapannya adalah pada penentuan ukuran minimum dari tinggi pintu.
• Untuk penentuan dimensi maksimum dari suatu produk, acuan yang
digunakan didasarkan pada antropometri persentil terkecil, yaitu persentil 1, 5, atau 10. Contoh penerapannya adalah pada penentuan jangkauan maksimum pekerja.
2. Prinsip perancangan produk bagi individu yang berada dalam rentang ukuran tertentu
Pada prinsip ini, rancangan dapat diubah-ubah ukurannya sehingga fleksibel dioperasikan oleh individu dengan berbagai variasi ukuran tubuh. Contoh penerapannya adalah pada perancangan kursi mobil yang dapat dimajumundurkan dengan sudut sandaran yang juga dapat disesuaikan dengan keinginan pengemudi. Data antropometri yang umum digunakan dalam perancangan menggunakan prinsip ini berada pada rentang nilai persentil 5 hingga 95.
3. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran rata-rata
Pada prinsip ini, rancangan produk diarahkan untuk mengakomodasi individu dengan ukuran rata-rata, sedangkan bagi individu dengan ukuran ekstrem, akan ada rancangan tersendiri menyesuaikan dengan antropometri
individu tersebut. Namun demikian, permasalahan yang sering terjadi adalah sedikitnya jumlah individu yang diklasifikasikan ke dalam ukuran rata-rata.
2.3 Work-Related Musculoskeletal Disorders (WMSD)
WMSD merupakan gangguan pada sistem muskuloskeletal tubuh manusia yang diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan. Penyebab terjadinya WMSD adalah keharusan untuk melakukan kegiatan berulang secara manual dalam posisi tubuh yang statis dengan pembebanan yang terus-menerus. Secara garis besar, keluhan pada otot muskuloskeletal dikelompokkan menjadi dua (Bakri, Solichul, Sudiajeng, & Lilik, 2004), yaitu:
• Keluhan sementara, yaitu keluhan otot yang terjadi saat otot menerima beban
statis yang akan segera hilang jika pembebanan dihentikan.
• Keluhan menetap, yaitu keluhan otot yang bersifat menetap, di mana rasa sakit
pada otot masih terus berlanjut walaupun pemberian beban kerja telah dihentikan.
WMSD terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Keluhan otot terjadi apabila kontraksi otot melebihi 20% kekuatan otot maksimum sehingga menyebabkan berkurangnya peredaran darah ke otot. Suplai oksigen yang menurun menyebabkan proses metabolisme karbohidrat terhambat. Sebagai akibatnya, terjadi penimbunan asam laktat yang akan menyebabkan timbulnya rasa nyeri pada otot (Suma’mur, 1982).
Secara umum, penyebab WMSD dapat diklasifikasikan ke dalam 3 faktor, yaitu:
• Faktor primer, seperti peregangan otot yang berlebihan, aktivitas berulang,
dan sikap kerja yang tidak alami.
• Faktor sekunder, seperti tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak,
paparan udara panas dan dingin yang tidak sesuai, serta getaran yang dilakukan dengan frekuensi tinggi.
• Faktor kombinasi, seperti usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, tingkat
kesegaran jasmani manusia yang berbeda-beda, kekuatan fisik yang diperlukan untuk melakukan suatu pekerjaan, serta antropometri manusia.
2.4 Pendekatan Ergonomi Dalam Perancangan Stasiun Kerja
Dengan mengacu pada prinsip ergonomi, perancangan stasiun kerja harus disesuaikan peranan dan fungsi pokok dari komponen-komponen sistem kerja yang terlibat, yaitu meliputi manusia, mesin/ peralatan, dan lingkungan fisik kerja. Peranan manusia dalam hal ini akan didasarkan pada kemampuan dan keterbatasannya, terutama yang berkaitan dengan aspek pengamatan, kognitif, fisik, ataupun psikologisnya. Demikian juga peranan atau fungsi mesin/ peralatan seharusnya ikut menunjang manusia dalam melaksanakan tugasnya. Mesin/ peralatan berfungsi menambah kemampuan manusia, tidak menimbulkan stress
tambahan akibat beban kerja, dan membantu melaksanakan kerja tertentu yang dibutuhkan dengan tetap berada di atas kapasitas manusia. Sementara itu, peranan dan fungsi dari lingkungan fisik kerja akan berkaitan dengan usaha untuk menciptakan kondisi kerja yang akan menjamin manusia dan mesin agar dapat berfungsi pada kapasitas maksimalnya.
Berkaitan dengan perancangan area/ stasiun kerja dalam industri, terdapat beberapa aspek ergonomi yang harus dipertimbangkan. Adapun aspek-aspek tersebut akan dibahas secara lebih mendalam pada subbab-subbab di bawah ini. 2.4.1 Sikap dan Posisi Kerja
Postur kerja penting untuk diperhatikan dalam perancangan stasiun kerja karena postur kerja sering kali menjadi penyebab utama timbulnya sakit atau keluhan pada beberapa bagian tubuh manusia. Penentuan postur kerja yang paling baik adalah didasarkan pada pertimbangan mengenai jenis pekerjaan yang dilakukan. Secara umum, terdapat tiga jenis postur dasar, yaitu duduk, berdiri, dan duduk berdiri. Dari ketiga postur dasar tersebut, postur kerja yang diusulkan untuk beberapa tipe pekerjaan dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Postur Kerja yang Diusulkan untuk Beberapa Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan Postur Kerja yang Diusulkan
Mengangkat beban lebih dari 5 kg Berdiri
Bekerja di bawah tinggi siku Berdiri
Menjangkau horizontal Berdiri
Tabel 2.1. Postur Kerja yang Diusulkan untuk Beberapa Jenis Pekerjaan
(Sambungan)
Perakitan ringan dan repetitif Duduk
Pekerjaan yang membutuhkan
ketelitian dan detail Duduk
Inspeksi visual dan monitoring Duduk
Bergerak secara rutin Duduk - berdiri
Sumber: Helander, M. (2006). A Guide to Human Factors and Ergonomics. (2nd ed.). New York: Taylor and Francis Group
Untuk menghindari sikap dan posisi kerja yang kurang nyaman, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perancangan stasiun kerja, yaitu: • Meminimalisasi kemungkinan operator untuk bekerja dalam sikap posisi
membungkuk dengan frekuensi kegiatan sering atau jangka waktu lama. Untuk mengatasi permasalahan ini, maka stasiun kerja harus dirancang dengan memperhatikan fasilitas kerja seperti meja kerja, kursi, dan lain-lain yang sesuai dengan data antropometri agar operator dapat menjaga sikap dan posisi kerjanya tetap tegak dan normal. Ketentuan ini terutama ditekankan jika pekerjaan harus dilaksanakan pada posisi berdiri.
• Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang
bisa dilakukan.
• Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang lama dengan kepala, leher, dada, atau kaki berada pada posisi miring. • Operator tidak seharusnya bekerja dalam frekuensi dan periode waktu yang
lama dengan tangan berada dalam posisi di atas level siku yang normal. 2.4.2 Antropometri dan Dimensi Ruang
Antropometri pada dasarnya akan menyangkut ukuran fisik atau fungsi dari tubuh manusia termasuk disini ukuran linier, berat volume, ruang gerak, dan lainnya. Data antropometri ini akan sangat bermanfaat dalam perencanaan peralatan kerja atau fasilitas kerja. Persyaratan ergonomi mensyaratkan agar peralatan dan fasilitas kerja disesuaikan dengan penggunanya khususnya yang menyangkut dimensi ukuran tubuh. Dalam menentukan ukuran maksimum atau minimum biasanya digunakan data antropometri antara persentil 5% dan 95%.
Dimensi ruang kerja akan dipengaruhi oleh dua hal pokok, yaitu situasi lingkungan dan situasi kerja yang ada. Dalam menentukan dimensi ruang kerja, perlu diperhatikan antara lain jarak jangkauan yang bisa dilakukan oleh operator, batasan-batasan ruang yang cukup memberikan keleluasaan gerak operator dan kebutuhan area minimum yang harus dipenuhi untuk kegiatan-kegiatan tertentu. 2.4.3 Kondisi Lingkungan Kerja
Meskipun operator yang sehat telah diseleksi secara ketat dan diharapkan dapat beradaptasi dengan situasi dan lingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan dan lainnya, akan tetapi stress
akibat kondisi lingkungan kerja akan terus berakumulasi dan secara tiba-tiba dapat menyebabkan hal yang fatal. Adanya lingkungan fisik kerja yang bising, panas, atau atmosfer yang tercemar menyebabkan performa kerja operator menurun. Adalah satu hal yang sangat penting untuk mempertimbangkan seluruh aspek lingkungan fisik kerja yang memiliki potensi bahaya pada saat proses perancangan stasiun kerja dan sistem pengendaliannya. Dengan demikian, kondisi-kondisi bahaya tersebut bisa diantisipasi dan diberi tindakan-tindakan preventif sebelumnya.
2.4.4 Efisiensi Ekonomi Gerakan dan Pengaturan Fasilitas Kerja
Perancangan sistem kerja haruslah memperhatikan prosedur-prosedur untuk tercapainya prinsip ekonomis pada gerakan kerja sehingga dapat memperbaiki efisiensi dan mengurangi kelelahan kerja. Pertimbangan mengenai prinsip-prinsip ekonomi gerakan diberikan selama tahap perancangan sistem kerja dari suatu industri.
2.4.5 Energi Kerja yang Dikonsumsi
Energi kerja yang dikonsumsi saat seseorang melaksanakan kegiatan merupakan faktor yang kurang begitu diperhatikan karena dianggap tidak penting jika dikaitkan dengan performa kerja yang ditunjukkan. Namun demikian, tujuan pokok dari perancangan kerja hendaknya dapat menghemat energi yang harus dikonsumsi untuk penyelesaian suatu kegiatan. Aplikasi prinsip-prinsip ergonomi dan ekonomi gerakan dalam tahap perancangan dan pengembangan sistem kerja
secara umum akan dapat meminimalkan energi yang harus dikonsumsikan dan meningkatkan efisiensi output kerja itu sendiri.
2.5 Perancangan Stasiun Kerja yang Ergonomis
Rancangan suatu stasiun kerja mempunyai kaitan yang erat dengan kesehatan, kenyamanan dan performa kerja pada suatu industri manufaktur. Stasiun kerja yang ergonomis (workplace ergonomic) harus dapat
mengakomodasi karakteristik dari pekerja dan sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja tersebut, baik dalam posisi duduk maupun berdiri.
2.5.1 Desain Meja Kerja
Faktor yang mempengaruhi kenyamanan dalam melakukan pekerjaan di atas meja adalah ketinggian meja. Ketinggian permukaan meja kerja harus disesuaikan dengan antropometri penggunanya, di mana dalam hal ini, posisi tangan bagian atas tergantung natural dan siku terletak pada posisi 90° sehingga tangan bagian bawah paralel dengan tanah. Apabila ketinggian permukaan meja kerja terlalu tinggi, bahu dan lengan atas akan terangkat sehingga menyebabkan kelelahan dan nyeri otot akibat posisi yang tidak nyaman. Sementara itu, apabila ketinggian permukaan meja kerja terlalu rendah, leher dan kepala akan tertunduk sehingga dapat mengakibatkan tulang belakang dan otot menegang.
Beberapa rekomendasi ketinggian meja kerja yang ideal sesuai jenis pekerjaan untuk standing workstation adalah (Pheasant, 2003):
• 50-100 mm di bawah tinggi siku untuk pekerjaan manipulatif yang melibatkan
gaya dan membutuhkan ketelitian pada tingkat moderat;
• 50-100 mm di atas tinggi siku untuk pekerjaan manipulatif ringan (termasuk
menulis);
• 100-250 mm di bawah tinggi siku untuk pekerjaan manipulatif berat, terutama
jika melibatkan tekanan pada benda kerja;
• antara tinggi buku jari dan tinggi siku untuk pekerjaan menangani dan
memindahkan barang; serta
• di bawah tinggi siku dan tinggi bahu untuk pekerjaan yang dioperasikan
dengan tangan (misalnya switch, tuas, dan lain-lain).
Adapun rekomendasi untuk ketinggian meja kerja yang ergonomis bagi pekerja dalam posisi berdiri dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Rekomendasi Tinggi Meja Kerja Untuk Pekerja dengan Posisi Berdiri
Jenis Pekerjaan Pria Wanita
Precision Work 109 – 119 103 - 113
Light Assembly work 99 – 109 87 - 98
Heavy Work 85 - 101 78 - 94
Sumber: Bridger, R.S. (2003). Introduction to Ergonomics. London: Taylor & Francis.
2.5.2 Desain Kursi
Untuk pekerjaan yang dilakukan dalam posisi duduk, maka selain tinggi meja perlu diperhatikan juga tinggi kursi kerja. Ketinggian kursi kerja biasanya disesuaikan dengan ketinggian meja kerja. Perhitungan kursi kerja yang ideal dengan tinggi meja kerja biasanya dilakukan dengan mengurangi tinggi meja kerja yang didapat dengan tinggi siku saat duduk. Namun demikian, perlu diperhatikan adanya faktor tinggi benda kerja sehingga siku dalam posisi duduk juga tetap dapat membentuk sudut 90°. Selain itu, ketinggian kursi juga hendaknya mempertimbangkan adanya ruang untuk meletakkan kaki dan lutut secara nyaman.
Gambar 2.2. Ketinggian dan Lebar Ideal Bagian Bawah Meja Kerja dalam
Kaitannya dengan Penentuan Tinggi Kursi
Selain ketinggian, ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan dalam membuat desain kursi (Gouvali, M.K., & Boudolos, K., 2005), yaitu:
• Kedalaman kursi
Kedalaman kursi hendaknya dirancang dengan mengacu pada ukuran jarak pantat dan sisi belakang betis orang persentil 5. Untuk menghitung kedalaman kursi yang ideal, dapat digunakan formula (2.1).
0,8 PB ≤ SD ≤ 0,99 PB (2.1)
dengan:
PB = popliteal-buttock length (jarak pantat dan sisi belakang betis)
SD = seat depth (kedalaman kursi) • Lebar kursi
Kursi harus cukup lebar untuk dapat mendukung ischial tuberosities dalam
rangka mencapai stabilitas dan mengizinkan adanya ruang untuk perpindahan lateral. Untuk itu, lebar kursi harus cukup lebar untuk dapat mengakomodasi orang dengan lebar pantat terbesar sekalipun. Untuk menghitung lebar kursi yang ideal, dapat digunakan formula (2.2).
1,1 H ≤ SW ≤ 1,3 H (2.2)
dengan:
H = hip breadth (lebar pantat)
SW = seat width (lebar kursi) • Tinggi sandaran
Tinggi sandaran dikatakan sesuai jika berada di bawah tulang belikat untuk memfasilitasi mobilisasi batang tubuh dan lengan. Untuk menghitung tinggi sandaran yang ideal, dapat digunakan formula (2.3).
0,6 S ≤ B ≤ 0,8 S (2.3)
dengan:
S = shoulder height (tinggi bahu)
B = backrest height (tinggi sandaran)
Untuk pekerjaan dengan dimensi kursi yang tinggi, diperlukan adanya
footrest. Adapun acuan yang digunakan dalam penentuan tinggi footrest adalah popliteal orang persentil 5.
2.6 Virtual Environment
Virtual environment merupakan suatu representasi dari sistem fisik yang
dihasilkan oleh komputer yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan lingkungan sintetis yang memiliki kemiripan dengan lingkungan nyata. Simulasi dalam lingkungan virtual harus dapat mensimulasikan bagaimana model manusia berada pada lokasi yang baru, berinteraksi dengan obyek dan lingkungan, serta mendapat respon balik yang tepat dari obyek yang dimanipulasi.
Virtual environment dapat didefinisikan sebagai simulasi tiga dimensi,
yaitu multisensor, realtime, dan interaktif, yang dapat dibuat oleh user melalui
peralatan input atau output tiga dimensi. Definisi lain menyebutkan virtual environment sebagai representasi komputer tiga dimensi dari sebuah ruang, di
mana user dapat memindahkan titik pandang dengan bebas secara realtime.
2.7 Software Jack 6.1
Pembuatan lingkungan virtual membutuhkan penggunaan software dan hardware sehingga lingkungan virtual bergantung pada perkembangan teknologi
informasi. Software Jack 6.1, merupakan salah satu software yang dapat
digunakan dalam pembuatan virtual environment.
Menurut Gironimo, Martorelli, Monacelli, dan Vaudo (2001), Jack adalah produk ergonomi dan faktor manusia yang memungkinkan penggunanya untuk memosisikan model biomekanikal manusia secara akurat dalam virtual environment, memberikan model tersebut sebuah set tugas yang akan dikerjakan,
dan menganalisis kinerja dari pelaksanaan tugas tersebut.
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh software Jack 6.1 dalam
penggunaannya sebagai alat simulasi virtual environment antara lain:
• mengimpor gambar CAD sehingga pengguna dapat mendesain virtual environment sesuai dengan layout dan kompenen lokasi yang diinginkan; • membuat model pria dan wanita digital dengan berbagai ukuran
antropometri;
• memosisikan manusia digital dan membuat postur tubuh sesuai dengan
aktivitas dan stasiun kerja yang terlibat;