GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT PEREDA NYERI PADA PASIEN OSTEOARTHRITIS RAWAT ALAN DIRUMAH SAKIT UMUM DAERAH
(RSUD) BUDHI ASIH JAKARTA TAHUN 2010 Roslina Elisabeth
Program Studi Farmasi, FMIPA, ISTN, Jl. Moh. Kahfi II, Jagakarsa 12620, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Osteoarthritis sering dipandang sebagai akibat suatu proses ketuaan yang tidak dapat dihindari dan dikenal sebagai kelompok penyakit yang bertumpang tindih, dengan etiologi yang berbeda – beda namun dengan hasil akhir yang sama dalam perubahan biologis, morfologis, dan klinis. Faktor resiko terjadinya osteoarthritis diantaranya : usia, jenis kelamin, ras, dan etnik, genetik, nutrisi, obesitas, hormonal, aktivitas fisik, trauma, kelainan kongenital, dan kelemahan otot. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui demografi pasien osteoarthritis, jenis obat dan kombinasi jenis osteoarthritis berdasarkan gejala klinis pada pasien rawan jalan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih Jakarta Tahun 2010. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengambilan data sekunder rekam medik dari 107 pasien. Metode pengolahan data medik dengan menggunakan presentase dari masing – masing data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa demografi pasien osteoarthritis terbanyak adalah usia 51–60 tahun (37,38%) dengan jenis kelamin perempuan (85,05%). Gejala Klinis yang sering ditemukan yakni dengan kriteria : nyeri, kaku, sakit, baal, kebas, bengkak, kram, pegal, kesemutan, panas pada kedua lutut, (38,32%) dengan hasil diagnosa terbanyak yaitu ostheoarthritis genu bilateral (38,31%). Jenis penyakit penyerta dalam riwayat pasien osteoarthritis yang sering ditemukan adalah penyakit hipertensi (13,95%). Jenis pereda nyeri non – opioid yang sering digunakan adalah meloksikam 7,5 mg dan 15 mg (50,45%), sedangkan untuk pereda nyeri opioid yang sering digunakan adalah tramadol 25 mg (5,60%). Kombinasi antar golongan non – opioid yang sering diresepkan yaitu antara Meloksikam dan Glucosamine Sulfat (22,34%), sedangkan kombinasi antar golongan non – opioid dan opioid yaitu antara Tramadol dan Eperisone HCl (3,74%), kombinasi 3 golongan antara Meloxicam, Na Diklofenac dan Glucosamine Sulfat (3,74%). Bentuk sediaan obat pereda nyeri tunggal (77,57%), kombinasi antara 2 bentuk sediaan yaitu tablet dan tablet (12,14%) dan kombinasi 3 bentuk sediaan antar sesama tablet (0,93%).
1. PENDAHULUAN
Arthritis secara umum berarti inflamasi pada sendi, sedangkan osteoarthritis
adalah salah satu tipe arthritis yang paling sering dijumpai dan dapat menyerang setiap bangsa tanpa kecuali.
sering disebut penyakit sendi degeneratif karena umumnya terjadi pada lansia dan komplikasi yang ditakuti adalah disability associated with arthritis. Osteoarthritis sering dipandang sebagai akibat suatu proses ketuaan yang tidak dapat dihindari. Para pakar akhir-akhir ini
berpendapat bahwa
osteoarthritis merupakan
penyakit gangguan
homeostasis metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya multifaktorial.(1)
Osteoarthritis saat ini dikenal sebagai kelompok penyakit yang bertumpang tindih, dengan etiologi yang berbeda-beda namun dengan hasil akhir yang sama dalam
perubahan biologis,
morfologis dan klinis. Prosesnya tidak hanya mengenai rawan sendi
melainkan melibatkan
seluruh sendi, termasuk tulang subkhondral, ligamen,
kapsul, membran synovial dan otot-otot periartikuler.(1)
Prevalensi terjadinya osteoarthritis pada populasi di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 40 juta orang atau sekitar 15% dari keseluruhan populasi di Amerika. Kasus kejadian osteoarthritis ditemukan 49,4% pada usia lebih dari 65 tahun dan lebih banyak pada wanita. Ras Afrika-Amerika memiliki kecenderungan prevalensi
tertinggi terjadinya
osteoarthritis lutut
dibandingkan ras lain di
Amerika. Prevalensi
osteoarthritis lutut di Indonesia secara radiologis cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita yang berumur antara 40-60 tahun. Sekitar 1-2 juta orang lanjut usia di Indonesia diperkirakan menderita kecacatan karena osteoarthritis. Secara lebih
spesifik, prevalensi
osteoarthritis pada lokasi-lokasi yang berbeda pada
tubuh, akan menunjukkan angka yang berbeda pada tiap kelompok, umur dan jenis kelamin. Khusus untuk angka kejadian osteoarthritis, di bandung telah dilakukan
penelitian di Poli
Rheumatologi RSHS
Bandung antara bulan Juli 2003 sampai Juli 2005. Kasus osteoarthritis didapatkan pada 69% dari 3025 kunjungan pasien ke poliklinik Rheumatologi RSHS. Lokasi anatomis osteoarthritis tersering pada penelitian ini adalah pada genu (62,86%). Urutan berikutnya adalah
lumbal (19,82%),
generalisata (6,81%), manus (4,10%) dan glenohumerale (3,40%). Kelompok umur terbanyak pada pasien-pasien poliklinik ini adalah usia 61-70 tahun (31,50%), dan kelompok usia 51-60 tahun (33,10%).(1,2,3)
Faktor risiko
terjadinya osteoarthritis diantaranya: usia, jenis kelamin, ras dan etnik,
genetik, nutrisi, obesitas, hormonal, aktivitas fisik, trauma, kelainan kongenital, dan kelemahan otot. Osteoarthritis pada umumnya memberikan tanda-tanda yang khas, yaitu menyerang kelompok usia tua atau setengah tua dengan keluhan nyeri dan kaku pada persendian dan sekitarnya disertai dengan gerak sendi yang terbatas.(2)
Penderita biasanya telah mencoba terlebih dahulu dengan obat-obatan yang dapat dibeli secara bebas untuk mengatasi rasa nyeri tersebut, dan apabila dengan obat-obatan tersebut, tidak memberikan hasil yang diharapkan, barulah mereka datang ke dokter.(1)
Walaupun saat ini osteoarthritis tidak lagi
dianggap penyakit
degeneratif, namun karena usia merupakan salah satu faktor risikonya, maka dapat dipahami jika makin bertambah usia, makin tinggi kemungkinan untuk terkena
osteoarthritis, dengan demikian penting dipahami bahwa walaupun belum ada
obat yang dapat
menyembuhkan osteoarthritis saat ini, namun terdapat berbagai cara untuk mengurangi nyeri dengan memperhatikan kemungkinan
sumber nyerinya,
memperbaiki mobilitas dan meningkatkan kualitas hidup. (3)
Penggunaan obat yang rasional mensyaratkan bahwa pasien menerima obat-obatan yang sesuai dengan keadaan klinik dan dalam dosis yamg memenuhi keperluan individu mereka sendiri, untuk suatu periode waktu yang memadai , dan dengan harga terendah bagi mereka serta komunitas mereka.(5)
Obat-obatan yang tergolong dalam OAINS telah lebih banyak dipilih dalam
menangani nyeri
muskuloskeletal, oleh karena obat tersebut disamping dapat mengurangi rasa nyeri juga
dapat mengurangi
pembengkakan yang terjadi, sehingga dapat diketahui bahwa penggunaan pereda nyeri yang rasional pada penyakit osteoarthritis tidak boleh disepelekan dan cukup penting, untuk itulah peneliti perlu melakukan penelitian terkait hal itu. Oleh karena itu timbul masalah untuk diteliti:
1. Bagaimana data
demografi pasien
osteoarthritis (usia dan jenis kelamin) dan
kondisi pasien
osteoarthritis (gejala klinis)?
2. Bagaimana gambaran penggunaan obat pereda nyeri (dosis, frekuensi, lama pemberian) pada pasien osteoarthritis? Dilakukan pemelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui data
demografi pasien
osteoarthritis (usia dan jenis kelamin) dan kondisi pasien osteoarthritis (gejala klinis).
2. Untuk mengetahui gambaran penggunaan obat pereda nyeri (dosis,
frekuensi, lama
pemberian) pada pasien osteoarthritis.
Penelitian bermanfaat sebagai
bahan pertimbangan
penggunaan pereda nyeri pada penderita osteoarthritis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih Jakarta dan memberikan
pengetahuan kepada
masyarakat mengenai
gambaran penggunaan obat pereda nyeri pada pasien osteoarthritis.
2. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian survei secara deskriptif dengan mengambil data sekunder secara retrospektif yang diambil dari rekam medik pasien osteoarthritis Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih Jakarta tahun 2010.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua data rekam medik pasien osteoarthritis yang menjalani
rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih Jakarta selama tahun 2010 sebanyak 120 pasien.
Sampel dari penelitian ini adalah semua data rekam medik pasien osteoarthritis yang menggunakan pereda nyeri yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih tahun 2010 sebanyak 107 pasien.
Kriteria Inklusi :
Sampel diperoleh dari semua data rekam medik pasien yang didiagnosis osteoarthritis yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih Jakarta yang terbaca secara jelas dan lengkap serta menggunakan pereda nyeri selama tahun 2010.
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih Jakarta Timur. Pengambilan data ini berlangsung selama dua bulan yaitu dari bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2011.
Proses pengambilan data yang dilakukan adalah pengambilan data sekunder, langkah pertama
dalam pengambilan data ini adalah dimulai dari mengajukan surat permohonan izin penelitian yang ditujukan kepada Direktur RSUD Budhi Asih serta kepada Biro Kesatuan Bangsa Jakarta Timur dan disetujui dan serta disaksikan oleh bagian-bagian pihak terkait dalam penelitian ini. Setelah mendapat izin, dilakukan penelusuran dan permintaan data pasien osteoarthritis untuk mengetahui nomor rekam medik yang akan diteliti di bagian Rekam Medik. Kemudian data dikumpulkan dan dicatat dalam lembar pengambilan data, lalu data yang diperoleh diolah dan dianalisis.
Analisis data dilakukan dengan
menggunakan perhitungan
persentase. Dimana data yang sudah dikumpulkan masing-masing dibagi dengan jumlah total data yang ada kemudian dikalikan seratus.
3. HASIL PENELITIAN III.A. Demografi Pasien Osteoarthritis
Data sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi pada pasien dengan osteoarthritis yang menjalani
rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih Jakarta adalah 107 data rekam medik. Data tersebut diambil dari bagian instalasi rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih Jakarta periode tahun 2010.
III.A.1 Distribusi Pasien Osteoarthritis
Berdasarkan Usia
Hasil penelitian menyatakan bahwa distribusi pasien osteoarthritis berdasarkan usia, persentase tertinggi terdapat pada usia 51 – 60 tahun sebanyak 40 pasien atau 37,8% dan terendah terdapat pada usia < 40 tahun yakni sebanyak 4
pasien atau 3,74%.
Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel III.1
Tabel III.1
Distribusi Pasien Osteoarthritis Berdasarkan
III.A.2. Distribusi Pasien Osteoarthritis Berdasarkan Jenis Kelamin
Hasil penelitian menyatakan bahwa distribusi pasien osteoarthritis berdasarkan jenis kelamin, persentase tertinggi terdapat
pada jenis kelamin
perempuan sebanyak 91 pasien atau 85,05% dan persentase terendah terdapat pada jenis kelamin laki-laki yakni sebanyak 16 pasien atau 14,95%. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel III.2
Tabel III.2 Distribusi Pasien Osteoarthritis Berdasarkan
Jenis Kelamin
Jenis Jumlah Rekam
Kelamin Medik
n %
Laki-laki 16 14,95
Perempuan 91 85,05
Total 107 100
III.B Kondisi Pasien
Osteoarthritis
III.B.1. Distribusi Gejala Klinis
Pada Pasien
Osteoarthritis
Dari hasil penelitian berdasarkan gejala/kondisi klinis diperoleh data gejala klinis dengan kriteria nyeri kaku, sakit, baal, kebas, bengkak, kram, pegal, kesemutan, panas pada kedua lutut sampai ke kedua kaki adalah yang tertinggi ditemukan yaitu sebanyak 41 pasien atau 38,32% dan gejala klinis dengan kriteria nyeri, ngilu, kebal, kesemutan, kaku, kram pada tangan kanan dan kiri, baal, kebas, pegal pada lutut kiri sampai kaki kiri adalah yang terendah diderita yaitu sebanyak 1 pasien atau hanya 0,93%. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel IV.3
Distribusi Gejala Klinis Pada Pasien Osteoarthritis
III.B.2 Distribusi Klasifikasi dan Pola
Kombinasi Penyakit Osteoarthritis Dari hasil penelitian berdasarkan data klasifikasi dan pola kombinasi penyakit Osteoarthritis
diperoleh data pasien dengan diagnosa OA Genu Bilateral adalah yang tertinggi yaitu sebanyak 41 pasien atau 38,31%, sedangakan pasien dengan diagnosa kombinasi OA Lumbal-OA Genu Bilateral dan OA Genu Dextra-OA Manus adalah yang terendah yaitu masing-masing sebanyak 1 pasien atau 0,93%. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel III.4
Tabel III.4
Distribusi Klasifikasi dan Pola Kombinasi Penyakit
Osteoarthritis
III.C Distribusi Jenis Penyakit Penyerta Dalam Riwayat Pasien Osteoarthritis
Dari hasil penelitian berdasarkan data jenis penyakit
penyerta dalam riwayat pasien osteoarthritis diperoleh data pasien dengan diagnosa hipertensi adalah yang tertinggi yaitu sebanyak 6 pasien atau 13,95%. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel III.5
Tabel III.5 Distribusi Jenis Penyakit Penyerta Dalam Riwayat
Pasien Osteoarthritis
Lanjutan Tabel III.5
1 6 Hipertensi, CVD, jantung, stroke 1 2,3 2 1 7 Hipertensi, Diabetes Mellitus, Dispepsia 1 2,3 2 1 8 Hipertensi, Pruritus 1 2,3 2 1 Hipertensi, Gastritis 1 2,3 9 2 Total 43 40,1 8 Yang tidak terdapat
penyakit lain 64 59,8 1 Total Seluruhnya 10 7 100
IV.D Distribusi Gambaran Pengunaan Jenis Pereda Nyeri Non – Opioid Dan Opioid Pasien Osteoarthritis
Hasil penelitian menyatakan bahwa distribusi penggunaan obat pereda nyeri non opioid pada pederita osteoarthritis yang paling banyak digunakan/diresepkan oleh dokter ialah Meloxicam 7,5 mg dan 15 mg yakni sebanyak 54 pasien atau 50,45%, untuk pereda nyeri/analgetik opioid yang sering digunakan yaitu Tramadol 25 mg sebanyak 6 pasien atau 5,60%. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel IV.6 dibawah ini.
Tabel III.6
Gambaran Pengunaan Jenis Pereda Nyeri Non – Opioid Dan
IV.F Distribusi Frekuensi Penggunaan Obat-obat Lain Selain Pereda Nyeri (Non
Opioid dan Opioid) Pasien Osteoarthritis.
Hasil penelitian menyatakan bahwa distribusi frekuensi penggunaan obat-obat lain selain pereda nyeri (non opioid dan opioid) pada pasien osteoarthritis menunjukkan bahwa tertinggi yaitu Vitami B Complex sebanyak 38 pasien sedangkan penggunaan yang terendah yaitu Kaptopril,
Allopurinol dan
Gingkobiloba yang hanya digunakan sebanyak 2 pasien. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel IV.9 dibawah ini.
Tabel IV.8 Distribusi Frekuensi Penggunaan Kombinasi
Obat-obat lain Selain Pereda Nyeri (Non Opioid dan Opioid) Pasien
4. PEMBAHASAN
Usia yang paling banyak mengalami osteoarthritis adalah usia 51-60 tahun sebanyak 40 pasien atau 37,8% dan hasil penelitian yang paling banyak menderita osteoarthritis adalah perempuan yakni sebanyak 91 pasien atau 85,05%.
Hal ini disebabkan
osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif pada rawan sendi yang mengenai penderita berusia antara 40 dan 65 tahun, dengan peningkatan angka kejadian pada usia diatas 50 tahun (prevalensi meningkat dengan cepat bersama dengan meningkatnya umur) karena pada usia demikian, kebanyakan pasien masih produktif dengan aktivitas yang masih cukup tinggi.(1)
Penderita wanita dua kali lebih banyak daripada laki-laki, khususnya osteoarthritis lutut dan tangan yang berhubungan
erat dengan wanita dan lebih sering pada ras hitam daripada ras putih.(1)
Kondisi pasien osteoarthritis meliputi gejala klinis dan
klasifikasi penyakit
osteoarthritis, dimana tahap diagnosa sangatlah penting
dalam menentukan
jenis/klasifikasi penyakit osteoarthritis melalui anamnesa (gejala klinis) dan pemeriksaan fisik.
Anamnesa : penderita osteoarthritis pada umumnya datang ke dokter dengan keluhan nyeri pada sendi, dan nyeri ini merupakan keluhan utama pada penderita osteoarthritis. Pada awalnya nyeri dirasakan pada waktu sendi tersebut dipakai dan menghilang dengan istirahat. Kaku sendi tersebut berlangsung dalam waktu yang singkat dan sangat jarang lebih lama dari 30 menit. Pada kasus yang berat, penderita mengeluh dan merasakan adanya crepitus atau
cracking apabila sendi
digerakkan.(1)
Pemeriksaan fisik : sangat tergantung dari beratnya
penyakit dan stadiumnya dari sendi yang terserang. Pada stadium awal tidak ditemukan adanya nyeri tekan pada sendi.
Dalam perkembangan
penyakitnya akan ditemukan nyeri pada pergerakan aktif maupun pasif. Kemudian dijumpai adanya cracking atau crepitus pada sendi waktu digerakkan, dan hal ini dapat terdengar atau diraba walaupun kadang-kadang penderita tidak mengeluh sama sekali. Crepitus terjadi oleh karena permukaan rawan sendi sudah tidak rata lagi. Pembengkakan sendi timbul oleh karena terjadinya proliferasi rawan sendi atau tulangnya dengan pembentukan osteofit.(1)
Berdasarkan hasil penelitian pasien yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih Jakarta untuk jenis penyakit penyerta yang sering ditemukan dalam riwayat penderita osteoarthritis adalah penyakit hipertensi sebanyak 6 pasien atau 5,3%. Terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan lansia sangat rentan terhadap terjadinya hipertensi yaitu peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium, terjadi penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses menua dan penurunan elastisitas pembuluh darah perifer sehingga meningkatkan resistensi pembuluh dara perifer yang pada akhirnya akan menyebabkan hipertensi sistolik saja.(17,18)
Hasil penelitian yang dilakukan pada pasien osteoarthritis yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Umum (RSUD) Budhi Asih Jakarta Tahun 2010 berdasarkan Penggunaan Kombinasi obat pereda nyeri (Non – opioid dan opioid) oral dan topikal pada pasien osteoarthritis, pasien terbanyak adalah pasien yang diberi pengobatan pereda nyeri secara tunggal yakni meloxicam sebanyak 25 pasien atau 23,36%, seperti yang telah diuraikan pada tabel sebelumnya bahwa meloxicam tergolong dalam generasi terbaru obat –
obatan non steroid Anti – Inflatory Drug (NSAID) yang efektif mengobati nyeri dan inflamasi atau rematik (osteoarthritis dan rheumatoid arthritis) dengan efek samping yang minimum. Keadaan yang sama untuk penggunaan pereda nyeri opioid, penggunaan terbanyak yaitu tramadol sebanyak 5 pasien (4,67%) karena tramadol merupakan suatu analgetika oral yang
berperan sentral, dan
mempunyai mekanisme ganda
yang unik mencakup aksi μ agonist lemah dan juga inhibisi re-uptake noradre-nalin dan serotonin.(2,12)
Penggunaan terapi pereda nyeri tunggal bagi pasien osteoarthritis dirasa memang lebih baik dibandingkan dengan (2) terapi kombinasi karena pada kondisi penggunaan beberapa macam obat penghilang nyeri diperlukan dalam rangka untuk mendapatkan efek yang diinginkan pada kondisi penyakit tertentu. Hal ini beralasan untuk mendapatkan
efek terapeutik yang diharapkan. Namun demikian akan terjadi interaksi obat baik secara
farmakokinetik maupun
farmakodimik obat – obatan tersebut yang pada akhirnya
akan mempengaruhi
bioavailabilitas masing – masing obat bahkan dapat juga memperkuat efek samping yang terjadi.(2)
Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemakaian OAINS lebih satu macam atau pemakaian OAINS dengan steroid akan meningkatkan resiko terjadinya pendarahan atau perforasi lambung. Disamping pemakaian OAINS sendiri akan meningkatkan resiko pendarahan dibandingkan dengan placebo, penderita yang
menggunakan ibuprofen
(OAINS) dan aspirin akan mempunyai 3 resiko 3,36 kali untuk terjadinya komplikasi ulkus, pendarahan atau perforasi dibandingkan dengan penderita yang hanya minum OAINS satu macam saja (tanpa aspirin). Penelitian lain menunjukkan
pula selain kombinasi dengan obat – obatan anti inflamasi lainnya, peningkatan dosis, jenis dari anti inflamasi yang di pakai, lamanya pemakaian secara infeksi H.pylori termasuk diantaranya faktor gaya hidup kan juga meningkatkan kejadian efek samping pemakaian OAINS. Akhir – akhir ini ditemukan kombinasi 2 macam obat anti nyeri dosis kecil yang dapat meningkatkan efek anti nyerinya tanpa menambah efek samping yang tidak di harapkan.
(Contoh kombinasi
paracetamol : 37,5 mg dan tramadol 325 mg). kombinasi obat analgetik tramadol dan paracetamol ini sudah diketahui manfaat dan direkomedasikan dalam penatalaksanaan nyeri.(2)
Dari hasil yang dilakukan pada pasien osteoarthritis yang mejalani rawat jalan di Rumah Sakit Umum (RSUD) Budhi Asih Jakarta Tahun 2010 berdasarkan Penggunaan obat selain obat pereda nyeri (Non – opioid dan opioid) pada pasien osteoarthritis. Pasien terbanyak
adalah pasien yang diberikan Vitamin B Kompleks sebanyak 38 pasien, dimana Vitamin B Kompleks diperlukan untuk
membantu metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein menjadi energy dan memelihara fungsi normal dari saraf perifer, serta meredakan pegal, kram dan kesemutan sehingga sangat berguna bila diberikan pada pasien usia lanjut untuk mencegah terjadinya degenerasi sel saraf.(17,18)
5. KESIMPULAN DAN SARAN
VI.A Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Demografi pasien yang menggunakan obat pereda nyeri pada panderita osteoarthritis periode tahun 2010 yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih Jakarta terbanyak pada usia
51-60 tahun sebanyak 40 pasien atau 37,38% dengan jenis kelamin
perempuan yakni
sebanyak 91 pasien atau 85,05%.
2. Gejala klinis yang sering ditemukan pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih Jakarta dengan kriteria nyeri, kaku, sakit, baal, kebas, bengkak, kram, pegal, kesemutan, panas pada kedua lutut sebanyak 41 pasien atau 38,32%, dengan hasil diagnosa
terbanyak yakni
osteoarthritis (OA)
Genu Bilateral
sebanyak 41 pasien atau 38,31%.
3. Jenis penyakit penyerta dalam riwayat penderita osteoarthritis yang sering diderita pasien yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih Jakarta
adalah penyakit
hipertensi sebanyak 6 pasien atau 13,95%.
4. Jenis pereda
nyeri/analgetik non opioid yang sering diresepkan adalah meloxicam 7,5 mg dan 15 mg sebanyak 54 pasien atau 50,45% dan
untuk pereda
nyeri/analgetik opioid yang sering digunakan yaitu Tramadol 25 mg sebanyak 6 pasien atau 5,60%.
5. Jenis obat lain selain obat pereda nyeri yang sering diresepkan yakni Vitamin B Complex sebanyak 38 pasien. VI.B Saran
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efektifitas penggunaan obat pereda nyeri pada penderita osteoarthritis. 2. Perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai hubungan antara pemeriksaan tekana darah, hasil laboratorium,
serta hasil pemeriksaan radiologi terhadap efektifitas terapi yang diberikan. DAFTAR PUSTAKA 1. Wachjudi G. Rachmat, dkk. Himpunan Makalah Rheumatologi Klinik. FK UNPAD/RSUP Dr. Hasan Sadikin. Bandung. 2009. Halaman 12 – 166. 2. Wachjudi G. Rachmat, dkk. Kapita Selekta Rheumatologi Klinik. Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bag. Ilmu Penyakit Dalam FK. UNPAD./RSUP Dr. Hasan Sadikin. Bandung. 2009. Halaman 45 – 96.
3. Ikatan Reumatologi Indonesia (IRA). Panduan Diagnosis dan Pengelolaan Osteoarthritis (Buku Saku). Penerbit Ikatan Reumatologi Indonesia. Jakarta. 2006. Halaman 5 – 17.
4. Departemen Kesehatan RI Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Arthritis Rematik. Jakarta. 2006. Halaman 7 – 58.
5. Siregar CJP, Endang Kumolosasi Farmasi Klinik: Teori & Penerapan. Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004 Halaman 289 – 295.
6. Siswandono, Bambang
Soekardjo (editor), Kimia Medisinal Jilid 2, Penerbit Airlangga University Press, Surabaya, 2000. Halaman 283-307.
7. Katzung, B. G. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Diterjemahkan oleh Bagian
Farmakologi Fakultas
Kedokteran Airlangga; Salemba Medika; Jakarta; 2002. Halaman 559 – 569.
8. Riyanto, A. Aplikasi
Metodologi Penelitian Kesehatan, Penerbit Nufia Medika, Bandung, 2010. Halaman 1 – 101.
9. Tim Penyusun ISFI, Iso Farmakoterapi, Penerbit PT. ISFI Penerbitan, Jakarta, 2008. Halaman 629 – 644.
10. Priyanto, Farmakoterapi & Terminologi Medis, Penerbit LESKONFI: Jakarta. 2008. Halaman 117 – 124.
11. Joenoes, Narizar Zaman. ARS PRESCRIBENSI Resep Yang Rasional Jilid I, Penerbit
Airlangga University
Press.Surabaya.2009
12.Sediaan Farmasi Solida & Semi Solida Teori Analisis. Penerbit ISTN. Halaman 1 – 2. 13. Maslim Rusdi, Panduan
Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psycotropic Medication) Edisi Ketiga. FKUI Press. Jakarta. 2001. Halaman 3 – 22.
14. Dypiro, Joseph.
Pharmacotherapy Handbook Fifth Edition. Medical
Publishing Division.
Mississippi, USA. 2000. Halaman 13 – 20.
15. M.E.D.I.K.A. Obat Aman Bagi Penderita Rematik. Jatim–Bali
http://multiline-jatimbali.blogspot.com/search/la bel/meloxicam.2009
16. Maharani, Eka Pratiwi. Tesis Faktor-faktor Risiko Osteoartritis Lutut (Studi Kasus di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang).
http://eprints.undip.ac.id/17308/ 1/Eka_Pratiwi_Maharani.pdf. 2007
17. Kirana, Naura Nitti. ASESMEN GERIATRI. Semarang. 2009. http://www.scribd.com/doc/7116 6846/ASESMEN-GERIATRI 18. Sukmawidjaja, Riyanie. BAHAN-PRESENTASI-SIDANG. Jakarta. 2009. http://www.scribd.com/doc/BA HAN-PRESENTASI-SIDANG-5-8-11