6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Pelayanan Obstetri Emergensi
Intervensi teknis untuk menurunkan kematian maternal telah diketahui dengan baik. Suatu paket penyelamatan hidup ibu dan bayi antara lain kombinasi dari penolong persalinan terlatih, pelayanan obstetrik emergensi, dan sistem rujukan emergensi. Pelayanan obstetrik emergensi dan penolong persalinan terlatih telah menggeser fokus kesehatan dari dekade lalu yaitu pelayanan antenatal. Mayoritas komplikasi obstetrik tidak dapat diprediksi sehingga semua ibu hamil harus dinilai berisiko mengalami komplikasi yang memerlukan akses cepat terhadap pelayanan obstetrik emergensi. Diperkirakan 73% kematian maternal dapat dicegah dengan meningkatkan cakupan dari tiga intervensi kunci ini hingga 99%,(2)
a. Pelayanan Obstetrik Emergensi
Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kesakitan yang berat, bahkan kematian maternal dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab langsung kematian maternal, janin, dan bayi baru lahir. Dari sisi obstetri, empat penyebab utama kematian maternal, janin, dan bayi baru lahir adalah perdarahan, infeksi dan sepsis, hipertensi dan preeklampsia/eklampsia, serta persalinan macet (distosia). Persalinan macet hanya terjadi pada saat persalinan berlangsung, sedangkan ketiga penyebab lain dapat terjadi dalam kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Yang dimaksudkan dengan kasus perdarahan di sini termasuk kasus perdarahan yang diakibatkan oleh perlukaan jalan lahir dan ruptura uteri. Selain keempat penyebab kematian utama tersebut, masih banyak jenis kasus gawat darurat obstetri baik yang terkait langsung dengan kehamilan dan persalinan, misalnya emboli air ketuban,
7
maupun yang tidak terkait langsung dengan kehamilan dan persalinan, misalnya luka bakar, syok anafilaktik karena obat, dan cedera akibat kecelakaan lalu lintas. (10)
Manifestasi klinik kasus gawat darurat tersebut berbeda-beda dalam rentang yang cukup luas.
1) Kasus perdarahan dapat bermanifestasi mulai dari perdarahan berwujud bercak, merembes, profus, sampai syok.
2) Kasus infeksi dan sepsis dapat bermanifestasi mulai dari pengeluaran cairan pervaginam yang berbau, air ketuban hijau, demam, sampai syok.
3) Kasus hipertensi dan preeklampsia/eklampsia dapat bermanifestasi mulai dari keluhan pusing atau nyeri kepala, bengkak, penglihatan kabur, kejang-kejang, sampai koma, pingsan atau tidak sadar. 4) Kasus persalinan macet lebih mudah dikenal yaitu apabila kemajuan
persalinan tidak berlangsung sesuai dengan batas waktu yang normal. Kasus persalinan macet ini dapat merupakan manifestasi ruptura uteri.
5) Kasus gawat darurat yang lain bermanifestasi klinik sesuai dengan penyebabnya.(10)
Mengenal kasus gawat darurat obstetri secara dini sangat penting agar pertolongan yang cepat dan tepat dapat dilakukan. Mengingat manifestasi klinik kasus gawat darurat obstetri yang berbeda-beda dalam rentang yang cukup luas, mengenal kasus gawat darurat obstetri tidak selalu mudah dilakukan. Hal tersebut bergantung pada pengetahuan, kemampuan daya pikir dan daya analisis, serta pengalaman tenaga penolong. Kesalahan atau kelambatan dalam menentukan kasus dapat berakibat fatal. Prinsipnya adalah setiap kasus yang dihadapi harus dianggap sebagai gawat darurat atau setidaknya dianggap berpotensi gawat darurat sampai setelah penatalaksanaan selesai kasus itu ternyata bukan kasus gawat darurat. (10)
8
Diperkirakan 15% ibu mengalami komplikasi yang memerlukan intervensi, sedangkan kurang lebih 7% ibu mengalami komplikasi serius yang memerlukan rujukan ke level pelayanan kesehatan lanjutan. Waktu rata-rata kejadian hingga dapat terjadinya kematian pada perdarahan postpartum, yang merupakan sebab tersering kematian maternal, hanya dua jam. Pelayanan emergensi dasar harus tersedia pada setiap persalinan sesegera mungkin. Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar
(Basic Emergency Obstetric Care/EmOC) meliputi pemberian
antibiotik parenteral, pemberian magnesium sulfat untuk kasus eklampsia, pemberian oksitosin parenteral, manual plasenta, pengambilan retensi sisa hasil konsepsi, dan persalinan tindakan. Di sisi lain, Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar komprehensif
(comprehensive EmOC) meliputi SC dan pemberian transfusi darah.
Sebaiknya pada setiap 500.000 penduduk terdapat empat fasilitas kesehatan dengan pelayanan obstetri emergensi dasar dan satu fasilitas kesehatan dengan pelayanan obstetri emergensi komprehensif. (2)
Di Indonesia EmOC diselenggarakan dalam bentuk Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas yang didukung dengan keberadaan Rumah Sakit dengan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) dalam suatu
Collaborative Improvement PONED-PONEK. Komplikasi yang
membutuhkan pelayanan di rumah sakit memerlukan penanganan yang berkesinambungan (continuum of care), yaitu dari pelayanan di tingkat dasar sampai di rumah sakit. Sebagian besar komplikasi dapat dicegah dan ditangani bila: 1) ibu segera mencari pertolongan ke tenaga kesehatan; 2) tenaga kesehatan melakukan prosedur penanganan yang sesuai, antara lain penggunaan partograf untuk memantau perkembangan persalinan, dan pelaksanaan manajemen aktif kala III (MAK III) untuk mencegah perdarahan pascasalin; 3) tenaga kesehatan mampu melakukan identifi kasi dini komplikasi; 4) apabila komplikasi terjadi, tenaga kesehatan dapat memberikan pertolongan pertama dan
9
melakukan tindakan stabilisasi pasien sebelum melakukan rujukan; 5) proses rujukan efektif; 6) pelayanan di rumah sakit yang cepat dan tepat guna. Langkah 1 sampai dengan 5 diatas tidak akan bermanfaat bila langkah ke-6 tidak adekuat. Sebaliknya, adanya pelayanan di rumah sakit yang adekuat tidak akan bermanfaat bila pasien yang mengalami komplikasi tidak dirujuk. (8)
Rumah Sakit PONEK 24 Jam merupakan bagian dari sistem rujukan dalam pelayanan kedaruratan dalam maternal dan neonatal yang sangat berperan dalam menurunkan AKI. Kunci keberhasilan PONEK adalah ketersediaan tenaga kesehatan yang sesuai kompetensi, prasarana, sarana, dan manajemen yang handal. (11)
Terdapat tiga fungsi Rumah Sakit PONEK 24 Jam, yaitu fungsi pelayanan, fungsi pendidikan, dan fungsi penelitian. Fungsi pelayanan Rumah Sakit PONEK 24 Jam adalah harus dapat melayanani kasus rujukan yang tidak mampu ditangani oleh petugas kesehatan di tingkat pelayanan primer (dokter, bidan, perawat). (11)
Upaya pelayanan yang dilakukan di Rumah Sakit PONEK 24 Jam antara lain stabilisasi di unit gawat darurat dan persiapan untuk pengobatan definitif, penanganan kasus gawat darurat oleh tim PONEK rumah sakit di ruang tindakan, penanganan operatif cepat dan tepat meliputi laparotomi, dan SC, perawatan intensif ibu dan bayi, serta yang terakhir pelayanan asuhan antenatal risiko tinggi. (11)
Ruang lingkup pelayanan kesehatan maternal dan neonatal pada PONEK terbagi atas dua kelas, yaitu PONEK Rumah Sakit Kelas B dan PONEK Rumah Sakit Kelas C.
a) PONEK Rumah Sakit Kelas B
Pelayanan Obstetri dan Neonatus Emergensi Komprehensif Rumah Sakit Kelas B terdiri dari pelayanan kesehatan maternal fisiologis, pelayanan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal dengan risiko tinggi, pelayanan kesehatan neonatal, pelayanan ginekologis, serta perawatan intensif neonatal. Berikut akan dibahas
10
mengenai pelayanan kesehatan maternal fisiologis serta pelayanan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal dengan risiko tinggi. (1) Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Fisiologis
Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal fisiologis meliputi pelayanan kehamilan, pelayanan persalinan normal dan persalinan dengan tindakan operatif, pelayanan nifas, asuhan bayi baru lahir (level 2), dan imunisasi serta Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK), Intensive Care
Unit (ICU), Neonatal Intensive Care Unit (NICU), dan
endoskopi.
(2) Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal dengan Risiko Tinggi
Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal dengan risiko tinggi meliputi masa antenatal, masa intranatal, dan masa postnatal. Pelayanan yang dilakukan selama masa antenatal antara lain perdarahan pada kehamilan muda atau abortus, nyeri perut dalam kehamilan muda dan lanjut, kehamilan ektopik dan kehamilan ektopik terganggu, hipertensi-preeklampsia-eklampsia, perdarahan pada masa kehamilan, kehamilan metabolik, dan kelainan vaskuler atau jantung.
Pelayanan yang dilakukan pada masa intranatal antara lain persalinan dengan parut uterus, persalinan dengan distensi uterus, gawat janin dalam persalinan, pelayanan terhadap syok, ketuban pecah dini, persalinan macet, induksi dan akselerasi persalinan, aspirasi vakum manual, ekstrasi cunam, SC, episiotomi, kraniotomi dan kraniosentesis, malpresentasi dan malposisi, distosia bahu, prolapsus tali pusat, plasenta manual, perbaikan robekan serviks, perbaikan robekan vagina dan perineum, perbaikan robekan dinding uterus, reposisi invertio
uteri, histerektomi, sukar bernapas, kompresi bimanual dan
11
umum dan lokal untuk SC, anesthesia spinal, ketamine, blok pudendal.(11)
Pelayanan yang dilaksanakan pada masa postnatal antara lain masa nifas, demam pasca persalinan, perdarahan pasca persalinan, nyeri perut pasca persalinan, keluarga berencana, asuhan bayi baru lahir sakit (level 2). (11)
b) PONEK Rumah Sakit Kelas C
Pelayanan Obstetri dan Neonatus Emergensi Komprehensif Rumah Sakit Kelas C terdiri dari pelayanan kesehatan maternal dan neonatal fisiologis, pelayanan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal dengan risiko tinggi, pelayanan kesehatan neonatal, pelayanan ginekologis, serta perawatan khusus (High Care Unit dan transfusi darah). Pada dasarnya, tidak banyak yang membedakan pelayanan emergensi yang dilakukan di rumah sakit kelas B dan kelas C. Penambahan layanan yang dilakukan di rumah sakit kelas B antara lain, pada pelayanan kesehatan maternal dan neonatal fisiologis, pelayanan persalinan dapat ditangani secara normal maupun dengan tindakan operatif, asuhan bayi baru lahir dengan level 2, adanya Intensive Care Unit (ICU) serta Neonatal Intensive
Care Unit (NICU), dan endoskopi. Pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal dengan risiko tinggi juga mengalami penambahan layanan, yaitu adanya pelayanan perdarahan pada masa kehamilan, kehamilan metabolik, dan kelainan vaskuler atau jantung. (11) Rumah Sakit PONEK 24 Jam juga memberikan pelayanan penunjang medik seperti pelayanan darah, perawatan intensif (meliputi pemantauan terapi cairan, pengawasan gawat napas atau ventilator, perawatan sepsis), pencitraan (meliputi radiologi dan ultrasonografi), dan pemeriksaan laboratorium. (11)
Monitor dan evaluasi kerja dari Rumah Sakit PONEK 24 Jam dinilai dari fasilitas fisik, kinerja kelompok kerja di unit gawat darurat, kamar bersalin, kamar operasi (harus mampu dilakukan operasi dalam
12
waktu kurang dari 30 menit setelah diputuskan) dan kamar neonatal,
Case Fatality Rate atau angka kematian penyakit yang harus menurun
setiap tahun dengan percepatan 20%, dan AKI harus < 200/100.000 kelahiran hidup. Target AKI untuk wilayah kerja kabupaten/kota adalah AKI < 100/100.000 kelahiran hidup. Pencegahan kesakitan dan kematian maternal harus diupayakan dengan kegiatan pendukung juga, diantaranya adalah dengan perluasan cakupan peserta KB mencapai 75%. (11)
Penyelenggaraan rumah sakit PONEK 24 Jam juga dapat dinilai berdasarkan instrumen akreditasi rumah sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit, yaitu standar akreditasi versi 2012. Standar Akreditasi Versi 2012 menyebutkan bahwa elemen penilaian untuk akreditasi rumah sakit ponek meliputi Pimpinan Rumah Sakit berpartisipasi dalam menyusun program PONEK, Pimpinan Rumah Sakit berpartisipasi dalam menetapkan keseluruhan proses/mekanisme adalam program PONEK termasuk pelaporannya, Adanya kebijakan rumah sakit dan dukungan penuh manajemen dalam pelayanan PONEK, terbentuk dan berfungsinya Tim PONEK Rumah Sakit, terlaksananya pelatihan untuk meningkatkan kemampuan teknis Tim PONEK sesuai standar, dan Terlaksananya fungsi rujukan PONEK pada rumah sakit sesuai dengan kebijakan yang berlaku. (12)
Deborah Maine bersama para ahli lainnya menyusun serangkaian indikator yang dapat digunakan untuk mengawasi dan mengevaluasi ketersediaan, penggunaan, dan kualitas dari pelayanan obstetri emergensi. Indikator tersebut antara lain ketersediaan pelayanan obstetri emergensi, distribusi geografis fasilitas kesehatan dengan pelayanan obstetri emergensi, proporsi persalinan di fasilitas kesehatan dengan pelayanan obstetri emergensi, met need pelayanan obstetri emergensi,
13 Tabel 2. Delapan Indikator yang digunakan untuk Evaluasi Pelayanan Obstetri Emergensi menurut WHO
Indikator Deskripsi Pembilang Penyebut Target
1,2 Ketersediaan pelayanan obstetri emergensi
(cakupan nasional atau provinsi)
Rasio fasilitas kesehatan dengan pelayanan obstetri emergensi terhadap populasi dan distribusi geografisnya
Jumlah PONED/PONEK di suatu wilayah
Jumlah penduduk di suatu wilayah yang sama dibagi 500.000
≥ 5
PONED/PONEK per 500.000 penduduk Jumlah PONEK di suatu wilayah Perkiraan jumlah penduduk di
suatu wilayah yang sama dibagi 500.000 ≥ 1 PONEK per 500.000 penduduk 3 Proporsi persalinan di fasilitas kesehatan dengan pelayanan obstetri emergensi
Proporsi semua persalinan di fasilitas kesehatan dengan pelayanan obstetri emergensi
Jumlah ibu yang bersalin di PONED/PONEK dalam kurun waktu tertentu
Perkiraan jumlah seluruh persalinan di wilayah yang sama pada kurun waktu yang sama
Target
ditetapkan oleh kebijakan setempat
4 Met need untuk pelayanan obstetri emergensi
Proporsi ibu dengan komplikasi obstetri langsung mayor yang ditangani di fasilitas kesehatan dengan pelayanan obstetri emergensi
Jumlah ibu dengan komplikasi obstetri langsung mayor yang ditangani di fasilitas kesehatan dengan pelayanan obstetri emergensi dalam kurun waktu tertentu
Perkiraan jumlah ibu dengan komplikasi obstetri langsung yang parah di wilayah yang sama pada kurun waktu yang sama
100%
5 Proporsi SC
terhadap seluruh persalinan
Proporsi persalinan SC terhadap semua persalinan di fasilitas kesehatan dengan pelayanan obstetri emergensi
Jumlah SC di PONEK di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu
Perkiraan jumlah persalinan hidup di wilayah yang sama pada kurun waktu yang sama
14
6 CFR komplikasi obstetri langsung
Proporsi ibu dengan komplikasi obstetri langsung mayor yang meninggal di fasilitas kesehatan dengan pelayanan obstetri emergensi
Jumlah kematian maternal karena komplikasi obstetri di PONED/PONEK dalam kurun waktu tertentu
Jumlah ibu yang ditangani sebagai kompilkasi obstetri di PONED/PONEK pada kurun waktu yang sama
<1%
7 Laju kematian intrapartum dan neonatal dini
Proporsi persalinan yang berakibat kematian intrapartum atau neonatal dini dalam 24 jam pertama kehidupannya di fasilitas kesehatan dengan pelayanan obstetri emergensi
Jumlah kematian intrapartum (fresh still birth ≥ 2,5 kg) dan kematian neonatal dini (≤ 24 jam, ≥2,5 kg) di PONED/PONEK pada kurun waktu tertentu
Jumlah ibu bersalin di PONED/PONEK dalam kurun waktu yang sama
Sedang diperhitungkan oleh para ahli
8 Proporsi kematian maternal akibat komplikasi tidak langsung
Persentase semua kematian maternal di fasilitas kesehatan dengan pelayanan obstetri emergensi akibat komplikasi tidak langsung
Jumlah kematian maternal akibat komplikasi tidak langsung di PONED/PONEK dalam kurun waktu tertentu
Semua kematian maternal (akibat komplikasi langsung maupun tidak langsung) di PONED/PONEK pada kurun waktu yang sama
Belum diputuskan
Proporsi SC terhadap seluruh persalinan, Case Fatality Rate (CFR) komplikasi obstetri langsung, laju kematian intrapartum dan neonatal dini, proporsi kematian maternal akibat komplikasi tidak langsung. (13)
b. Persalinan oleh Penolong Persalinan Terlatih
Diperkirakan 13 hingga 33 persen kematian maternal dapat dicegah dengan adanya penolong persalinan terlatih. Keberadaan penolong persalinan terlatih saat persalinan merupakan prosedur penting untuk menyelamatkan nyawa ibu dan membuat rujukan tepat waktu. Definisi penolong persalinan terlatih menurut World Health Organization (WHO),
International Confederation of Midwives (ICM), dan International Federation of Gynecolog and Obstetrician (FIGO)
15 keterampilan untuk memberikan asuhan pada kehamilan normal (tidak mengalami komplikasi), persalinan, dan periode post natal serta dapat melakukan identifikasi, penatalaksanaan, dan rujukan komplikasi pada ibu dan bayi.” Tabel 3 menjabarkan kompetensi penolong persalinan terlatih.
Partograf merupakan alat yang penting bagi penolong persalinan terlatih untuk mendeteksi partus lama dan manajemen aktif kala III guna menurunkan angka kejadian perdarahan postpartum seperti halnya dengan manajemen perdarahan postpartum dan eklampsia. Direkomendasikan untuk para penolong persalinan untuk mengikuti pelatihan selama minimum 18 bulan untuk mencapai komptensi tersebut. (2)
15
Tabel 3. Kompetensi yang harus dimiliki Penolong Persalinan Terlatih
Seorang penolong persalinan terlatih dapat melakukan fungsi di bawah ini di rumah atau di fasilitas kesehatan:
1. Menolong persalinan normal dengan aman menggunakan teknik aseptic 2. Menggunakan partograf untuk mendeteksi partus macet
3. Melakukan penatalaksanaan manajemen aktif kala 3
4. Melakukan asuhan segera pada bayi baru lahir termasuk resusitasi 5. Melakukan manajemen awal perdarahan postpartum dengan penggunaan
oksitosin parenteral dan masase abdomen
6. Melakukan manajemen awal preeclampsia dan eklampsia dengan menggunakan magnesium suflat
7. Dapat mengenali dan menatalaksana infeksi postpartum dengan penggunaan antibiotik parenteral
8. Mengetahui bagaimana dan kapan merujuk ibu ke pelayanan kesehatan di atasnya dan stabilisasi selama perjalanan
Di fasilitas kesehatan seorang penolong persalinan terlatih harus dapat melakukan semua hal tersebut di atas ditambah:
9. Penjahitan luka robekan vagina dan perineum 10. Melakukan manual plasenta
11. Melakukan persalinan pervaginam tindakan dengan menggunakan ekstraksi vakum.
12. Menatalaksana abortus inkomplet dengan menggunakan manual vacuum aspiration (MVA)
Penolong persalinan terlatih perlu bekerja dalam lingkungan yang menyediakan sarana dan prasarana untuk penatalaksanaan kegawatdaruratan dan sistem rujukan ke fasilitas kesehatan dengan pelayanan obstetri komprehensif. Kehadiran penolong persalinan terlatih mengindikasikan bahwa suatu persalinan ditolong oleh petugas yang mampu memberikan pelayanan dalam suatu lingkungan yang memadai.(10)
Penolong persalinan yang terlatih tidak bisa bekerja dalam suatu lingkungan yang terisolasi dan memerlukan dukungan supervisi dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilannya. Saat ini sistem kesehatan di berbagai area tidak mampu menyediakan pelatihan dasar dan dukungan sarana untuk menyelesaikan permasalahan ini. (2) c. Sistem Rujukan Emergensi
Upaya untuk menurunkan kematian maternal menekankan pada pentingnya menurunkan tiga terlambat: terlambat mengambil keputusan merujuk, terlambat mengakses fasilitas kesehatan yang tepat, dan
16
terlambat memperoleh pelayanan dari tenaga kesehatan yang tepat/ kompeten. Memastikan adanya penolong persalinan terlatih dengan 24 jam pelayanan obstetri emergensi dapat menyelesaikan terlambat jenis pertama dan jenis ketiga, namun timbul masalah transportasi dari tempat persalinan asal ke fasilitas kesehatan rujukan. Keterlibatan masyarakat setempat penting karena sistem kesehatan tidak dapat menyediakan transportasi dalam keadaan emergensi di tingkat desa dan masyarakat perlu kendaraan sendiri bila ada ibu yang dirujuk ke fasilitas kesehatan. Bila rujukan emergensi sulit dilaksanakan akibat keterbatasan akses geografis, rumah tunggu maternitas bisa menjadi solusi. (2)
2. Kematian Maternal
Kematian maternal atau kematian ibu adalah kematian seorang ibu sewaktu hamil atau dalam waktu 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak bergantung pada tempat atau usia kehamilan. Indikator yang umum digunakan dalam kematian maternal adalah AKI (Maternal Mortality Ratio) yaitu jumlah kematian maternal dalam 100.000 kelahiran hidup. Angka ini mencerminkan risiko obstetrik yang dihadapi seorang wanita sewaktu ia hamil. Jika wanita tersebut hamil beberapa kali, risikonya meningkat dan digambarkan sebagai risiko kematian maternal sepanjang hidupnya, yaitu probabilitas menjadi hamil dan probabilitas kematian karena kehamilan sepanjang masa reproduksi. (10)
World Health Organization (WHO) berdasarkan International
Statistical Classification of Diseases Health Problems revisi ke-10
(ICD-10) mendefinisikan kematian maternal sebagai kematian seorang wanita ketika sedang hamil hingga setelah 42 hari setelah terminasi kehamilan tanpa melihat usia dan tempat kehamilan dari semua penyebab yang ditimbulkan atau diperburuk oleh adanya kehamilan atau asuhan kehamilan, tetapi tidak disebabkan oleh kecelakaan. Definisi ini membuat identifikasi kemati an maternal didasarkan pada penyebabnya, yaitu langsung dan tidak langsung. Kematian maternal langsung disebabkan oleh karena komplikasi obstetrik dari suatu kosekuensi adanya kehamilan (sebagai contoh hamil,
17
bersalin, dan nifas), intervensi di dalamnya, omissions, penatalaksanaan yang tidak benar, atau serangkaian kejadian yang diakibatkan oleh salah satu hal di atas. Kematian yang disebabkan oleh, misalnya, perdarahan obstetrik atau gangguan tekanan darah kehamilan, atau karena komplikasi anastesia, atau SC diklasifikasikan dalam kematian maternal langsung. Kematian maternal tidak langsung adalah kematian yang disebabkan oleh penyakit yang telah ada sebelum kehamilan terjadi atau dari penyakit yang berkembang selama kehamilan dan tidak ada kaitannya dengan penyebab obstetrik namun diperburuk oleh efek fisiologi yang timbul akibat kehamilan, contohnya adalah kematian akibat penyakit jantung atau ginjal. (14) Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002 menyebutkan bahwa sebanyak 22.5% kematian maternal disebabkan oleh penyebab tidak langsung kematian maternal yang terdiri dari faktor-faktor yang memperberat keadaan ibu hamil seperti Empat Terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan dan terlalu dekat jarak kelahiran, maupun yang mempersulit proses penanganan kedaruratan kehamilan, persalinan dan nifas seperti Tiga Terlambat (terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan dan terlambat dalam penanganan kegawatdaruratan). Faktor yang berpengaruh lainnya adalah ibu hamil yang menderita penyakit menular seperti Malaria, HIV/AIDS, Tuberkulosis, Sifilis; penyakit tidak menular seperti Hipertensi, Diabetes Mellitus, gangguan jiwa; maupun yang mengalami kekurangan gizi.(15) Wanita yang mengalami kematian maternal cenderung memiliki riwayat kesehatan yang kurang baik sebelumnya. Hal tersebut didukung oleh Penelitian Berliana pada tahun 2013 yang menyebutkan bahwa adanya faktor risiko dalam kehamilan memiliki hubungan bermakna dengan cara persalinan (PR: 5,428; p = 0,000; 95% CI 3,304 – 8,916). Dapat diambil kesimpulan dari penelitian tersebut bahwa adanya faktor risiko dapat menimbulkan komplikasi sehingga perlu dilakukan persalinan tindakan seperti ekstraksi vakum, forsep, atau SC untuk menyelamatkan jiwa ibu dan bayi. (16)
18
Tabel 4. Definisi Istilah yang Berkaitan dengan Kematian Maternal Menurut ICD-10
Kematian Maternal
Kematian seorang wanita ketika sedang hamil hingga setelah 42 hari setelah terminasi kehamilan tanpa melihat usia dan tempat kehamilan dari semua penyebab yang ditimbulkan atau diperburuk oleh adanya kehamilan atau asuhan kehamilan, tetapi tidak disebabkan oleh kecelakaan.
Kematian yang Berhubungan dengan Kehamilan
Kematian seorang wanita saat hamil hingga 42 hari setelah terminasi kehamilan tanpa melihat penyebab kematian.
Kematian Maternal Lambat (Late Maternal Death)
Kematian seorang wanita akibat penyebab obstetrik langsung maupun tidak langsung lebih dari 42 hari, namun kurang dari satu tahun setelah terminasi kehamilan.
Semua konsep kematian selama hamil, bersalin, dan nifas masuk dalam ICD-10. Definisi alternatif dari semua kasus diatas dikenal sebagai semua kematian yang terjadi selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas termasuk akibat kecelakaan (sebelumnya dikenal dengan kematian yang berhubungan dengan kehamilan). Definisi alternatif ini membuat kematian maternal dapat diukur dari kematian yang berhubungan dengan kehamilan, meskipun kematian tersebut tidak persis sesuai dengan konsep standar kematian maternal pada saat informasi akurat mengenai penyebab kematian berdasarkan keterangan medis tidak tersedia. (14)
McCarthy dan Maine menyusun suatu skema yang terdiri dari tiga komponen yang mempengaruhi kematian maternal, yaitu determinan jauh
(distant determinants), determinan tengah (intermediate determinants), dan
hasil (outcomes). Faktor-faktor yang paling dekat dengan kejadian kematian maternal merupakan hasil akhir dari serangkaian proses yang dapat menimbulkan kesakitan atau kematian maternal. Hasil akhir tersebut antara lain kehamilan dan komplikasi yang berkaitan dengan kehamilan. Seorang
19
ibu harus dalam kondisi hamil dan mengalami komplikasi yang berkaitan dengan kehamilan atau persalinan, atau mengidap suatu gangguan kesehatan yang dapat dipengaruhi oleh kehamilan supaya kematiannya dapat dikategorikan sebagai kematian maternal. Hasil akhir tersebut banyak dipengaruhi secara langsung oleh lima hal yang tercantum dalam determinan tengah, yaitu satus kesehatan wanita, status reproduksi wanita, akses wanita terhadap pelayanan kesehatan, perilaku wanita dalam menggunakan pelayanan kesehatan. dan sekelompok faktor yang belum diketahui. Yang terakhir adalah determinan jauh yang meliputi faktor sosioekonomi dan latar belakang budaya tempat wanita tersebut tinggal. (7) Gambar 1 menjelaskan semua faktor yang dapat mempengaruhi kematian maternal dalam suatu mekanisme umum yang meliputi serangkaian faktor yang saling berhubungan. Tiap faktor dalam masing-masing determinan mencakup berbagai variabel di dalamnya. Berikut akan dijabarkan masing-masing faktor, dimulai dari yang paling dekat dengan terjadinya kematian hingga faktor yang paling jauh.(7)
a. Hasil Keluaran (outcome) 1)Kehamilan
Kehamilan merupakan prekondisi yang harus ada dalam suatu kematian maternal. Kondisi ini merupakan kondisi biologis yang fisiologis. Namun, berbagai hal dapat terjadi sehingga terjadilah kematian maternal. Kehamilan merupakan awal mula terjadinya serangkaian proses menuju suatu kematian maternal. Kematian maternal dapat terjadi selama kehamilan karena adanya pengaruh dari berbagai risiko yang bervariasi dari wanita satu dengan yang lain dan tingginya angka fertilitas yang bervariasi dari berbagai golongan wanita.(7)
Poedji Rochjati membagi risiko kesehatan yang dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi obstetri menjadi tiga kelompok, yaitu Ada Potensi Gawat Obstetri (Faktor Risiko Kelompok I), Kategori Ada Gawat Obstetri (Faktor Risiko
20
Kelompok II), dan Kategori Ada Gawat Darurat Obstetri (Faktor Risiko Kelompok III). Ada Potensi Gawat Obstetri (Faktor Risiko Kelompok I) antara lain usia ibu pertema hamil terlalu muda (≤16 tahun), primi tua (kehamilan pertama terlalu tua), usia ibu terlalu tua (≥35 tahun), jarak kehamilan terlalu dekat (<2 tahun), jarak kehamilan terlalu jauh (≥10 tahun), jumlah anak terlalu banyak (≥4 anak), ibu dengan tinggi badan 145 cm atau kurang (terlalu pendek), riwayat obstetri yang meliputi persalinan dengan tindakan (induksi persalinan, sectio sesarea, ekstraksi forcep dan vakum), abortus, manual plasenta, adanya bekas operasi SC. Kategori Ada Gawat Obstetri (Faktor Risiko Kelompok II) meliputi penyakit pada ibu hamil, gemelli, hydramnion, intrauterine fetal death, serotinus, Kategori Ada Gawat Darurat Obstetri (Faktor Risiko Kelompok III) terdiri dari perdarahan pada kehamilan dan preeclampsia berat/ekampsia, (17)
2)Komplikasi
Kematian maternal dapat disebabkan secara langsung maupun tidak langsung. Kematian maternal secara langsung disebabkan oleh komplikasi dalam kehamilan, persalinan, atau masa nifas, dan segala intervensi atau penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut termasuk komplikasi aborsi. Kematian maternal tidak langsung dapat disebabkan oleh adanya kondisi kesehatan yang diperburuk oleh adanya kehamilan atau persalinan, misalnya malaria, anemia, HIV/AIDS, dan penyakit kardiovaskuler. (10) Sekitar tiga perempat kematian maternal di negara berkembang disebabkan oleh penyebab langsung dan seperempatnya disebabkan oleh penyebab tidak langsung. Sejumlah komplikasi diketahui dapat menyebabkan banyak kematian terjadi, sebagai contoh pada penyebab kematian langsung, diketahui bahwa perdarahan, infeksi, dan sekuel abortus provokatus, hipertensi akibat kehamilan, dan partus lama atau ruptur uterus merupakan penyebab terbanyak yang dapat menimbulkan
21
kematian maternal. Dapat terjadi tumpang tindih di antara sebab-sebab tersebut di atas, misalnya perdarahan dapat terjadi karena adanya ruptur uteri, atau infeksi serius bisa jadi merupakan sekuel dari partus lama. (7) Komplikasi tersebut di atas tidak dapat diprediksi dan pada umumnya terjadi dalam hitungan beberapa jam atau hari setelah persalinan. (2) Asuhan terstandar selama periode
21
Gambar 1. Skema Analisis Determinan Kesakitan dan Kematian Maternal
Determinan Jauh Determinan Tengah Hasil Keluaran
Status Wanita dalam Keluarga dan Masyarakat
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Autonomi sosial dan legal Status Keluarga dalam Masyarakat
Penghasilan keluarga
Kepemilikan tempat tinggal
Pendidikan anggota keluarga
Pekerjaan anggota keluarga Satus Masyarakat
Kesejahteraan kolektif
Sumber daya di masyarakat (dokter, klinik, ambulans, dan lain-lain)
Status Kesehatan Wanita
Status gizi (anemia, tinggi badan, berat badan)
Infeksi dan penyakit parasite (malaria, hepatitis, tuberkulosis)
Kondisi kronis lain (diabetes, hipertensi)
Riwayat komplikasi obstetri sebelumnya Status Kesehatan Reproduksi
Usia, paritas, status pernikahan
Akses terhadap Fasilitas Kesehatan
Lokasi fasilitas kesehatan untuk
Layanan keluarga berencana
Pemeriksaan kehamilan
Pelayanan primer lainnya
Pelayanan obstetri emergensi
Rerata fasilitas kesehatan yang tersedia
Kualitas pelayanan
Akses informasi terhadap pelayanan
Perilaku Mencari Pelayanan Kesehatan atau Penggunaan Fasilitas Kesehatan
Penggunaan kontrasepsi
Pelayanan prenatal
Pelayanan persalinan dan kelahiran modern
Pelayanan praktik tradisional yang membahayakan
Pelayanan abortus provocatus criminalis
Faktor yang Tidak Dapat Diprediksi atau Tidak Diketahui
Kehamilan
Komplikasi
22
antenatal, intranatal, dan postnatal dapat menyelamatkan kehidupan ibu dan anak. (1)
Kategori "komplikasi" pada kerangka konsep kematian maternal pada gambar 1 menunjukkan berbagai jenis gangguan yang dapat menyebabkan kematian maternal. Kondisi yang dapat menimbulkan kematian maternal secara tidak langsung dimasukkan dalam komponen status kesehatan ibu, salah satu determinan tengah dari kematian maternal. (7)
3)Kesakitan atau Kematian
Hasil akhir dari kerangka konsep kematian maternal menurut McCarthy dan Maine pada tahun 1992 adalah kesakitan atau kematian. Kemungkinan hanya terdapat beberapa keadaan yang tidak fatal dari kebanyakan kesakitan serius yang terjadi. Hal tersebut antara lain infeksi traktus urinarius kronis, prolaps uteri, dan fistula vagina. Kasus tersebut merupakan kondisi serius dan kronis yang dapat mempengaruhi kondisi fisik dan sosial seorang wanita. (7)
b. Determinan Tengah (Intermediate Determinants) 1) Status Kesehatan
Status kesehatan personal seorang wanita sebelum dan selama kehamilan memiliki pengaruh penting akan ada atau tidaknya risiko terjadinya komplikasi. Riwayat kesehatan yang sebelumnya telah ada yang diperburuk oleh kehamilan dan persalinan sehingga menyebabkan seperempat kematian maternal di negara berkembang adalah malaria, hepatitis, anemia, dan malnutrisi. Adanya beberapa kondisi tersebut membuat risiko kematian seorang wanita lebih tinggi daripada adanya satu komplikasi langsung kehamilan. Saat seorang wanita mengidap malaria, sebagai contohnya, ia akan mengalami kehamilan yang lebih berat dan terjadi anemia yang dapat meningkatkan peluang terjadinya perdarahan. (7)
23
2) Status Reproduksi
Hubungan antara kematian maternal dan karakteristik reproduksi tertentu diketahui dengan baik. Karakteristik tersebut antara lain usia dan paritas yang kemudian disebut dengan hubungan "bentuk U" (“U shaped” relation) terhadap kematian maternal. Maksud dari hubungan "bentuk U" adalah risiko kematian tinggi pada wanita dengan usia terlalu muda, terlalu tua, belum pernah melahirkan, dan yang memiliki banyak anak, tetapi risikonya rendah bagi wanita usia reproduksi dan dengan paritas menengah. Usia yang terlalu muda juga berhubungan dengan angka kesakitan yang disebabkan dari kehamilan dan persalinan, misalnya fistula
vesico-vagina sangat umum terjadi pada wanita usia terlalu muda yang
cenderung lebih rentan mengalami partus lama sebagai hasil dari pelvis yang imatur. Paritas tinggi dapat mempengaruhi terjadinya salah satu jenis kesakitan yang sering terjadi pada wanita dengan paritas tinggi, yaitu prolaps uteri. (7)
Kehamilan yang diinginkan juga merupakan variabel yang penting, terutama jika wanita tersebut mengalami kehamilan yang tidak diinginkan sehingga cenderung melakukan abortus provocatus yang tidak aman. Abortus provocatus criminalis dapat meningkatkan risiko kematian dan kesakitan secara mengejutkan.(7)
Terdapat penelitian yang menyebutkan adanya hubungan yang kuat antara pengaturan jarak persalinan seorang wanita dengan kemampuan hidup bayinya. Pengaturan jarak kelahiran anak dipengaruhi oleh penggunaan alat kontrasepsi, status menyusui, atau abstinensi selama periode postpartum. Banyak variabel status reproduksi yang mempengaruhi kemampuan hidup bayi yang juga mempengaruhi tingkat keselamatan ibu, sebagai contoh usia dan paritas.(7)
24
Teknologi kedokteran mencegah hampir semua kematian dari bentuk umum komplikasi obstetri sejak lama. Teknologi tersebut dapat dibagi menjadi dua kategori tindakan, yaitu untuk wanita yang ingin mendapatkan persalinan yang aman dan untuk wanita yang ingin menghindari kehamilan dan persalinan. Kategori pertama mencakup transfusi darah, pemberian antibiotik atau obat lain, dan SC. Kategori yang kedua meliputi alat kontrasepsi dan pelaksanaan
abortus provocatus yang aman. Akses terhadap pelayanan preventif
dan kuratif di fasilitas kesehatan yang memiliki teknologi seperti ini sayangnya terbatas di negara berkembang. Jarak fisik antara fasilitas kesehatan dengan rumah wanita yang memerlukan pelayanan kesehatan reproduksi cukup jauh. Jarak fisik fasilitas kesehatan tersebut dalam suatu penelitian disebutkan memiliki hubungan dengan kematian maternal. (7)
Akses terhadap fasilitas kesehatan sebenarnya memiliki konsep yang lebih luas dari sekedar jarak fisik. Yang disebut dengan akses tersebut meliputi akses finansial dan akses terhadap pelayanan yang adekuat. Masing-masing variabel tersebut selanjutnya dapat dibagi menjadi berbagai definisi operasional. World Health Organization mengidentifikasi sejumlah pelayanan spesifik yang esensial terhadap pelayanan kehamilan. Terdapat cukup banyak bukti bahwa halangan finansial, kurangnya petugas yang terlatih dan terampil, terutama di daerah terpencil, dapat menimbulkan tingkat kematian maternal yang lebih tinggi di negara berkembang. (7)
4) Perilaku Mencari Pelayanan Kesehatan atau Penggunaan Fasilitas Kesehatan
Seorang wanita harus menggunakan suatu pelayanan kesehatan supaya tujuan pelayanan tersebut tercapai. Penggunaan pelayanan prenatal dan pelayanan selama hingga setelah bersalin sangat penting perannya dalam kasus kematian maternal. Pelayanan prenatal diperlukan untuk mendiagnosis adanya gangguan kesehatan yang
25
mendasari atau mendeteksi komplikasi tertentu. Indikator yang digunakan untuk menggambarkan akses ibu hamil terhadap pelayanan antenatal adalah cakupan K1 (kontak pertama), K4 (kontak 4 kali dengan tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi, sesuai standar), dan PK (penanganan komplikasi kebidanan, penyakit menular maupun tidak menular serta masalah gizi yang terjadi pada waktu hamil, bersalin dan nifas). (15) Angka cakupan pelayanan antenatal pada tahun 2013 sudah tinggi secara nasional, K1 mencapai 95,25%, K4 86,85%, dan PK 73,31%. (3) Yang masih menjadi masalah adalah masih terdapat disparitas antar provinsi dan antar kabupaten/kota yang variasinya cukup besar. Selain adanya kesenjangan, juga ditemukan ibu hamil yang tidak menerima pelayanan yang seharusnya diberikan pada saat kontak dengan tenaga kesehatan (missed opportunity).(15; 18; 18) Permasalahan tersebut di atas membuat pelayanan obstetri emergensi penting karena skrining kasus berisiko tinggi dan peningkatan status kesehatan ibu sebelum dan selama hamil tidak akan menghilangkan komplikasi yang mungkin terjadi secara total. Pelayanan kesehatan selama dan setelah bersalin oleh karena itu ditujukan untuk menangani komplikasi yang dapat muncul kemudian. (7) Perilaku mencari pelayanan kesehatan lainnya juga dapat memperikan pengaruh penting untuk hasil akhir dari suatu kehamilan.
5) Faktor yang Tidak Diketahui atau Tidak Diprediksi
Seorang wanita yang tidak memiliki riwayat penyakit sebelum dan selama persalinan, memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan berkualitas tinggi, dapat mengalami komplikasi obstetri serius oleh sebab yang tidak dapat dijelaskan maupun tidak dapat diprediksi. Suatu penelitian di Amerika Serikat memaparkan bahwa 15% dari 12.000 wanita yang melakukan pemeriksaan prenatal dirujuk ke rumah sakit karena memiliki risiko tinggi mengalami komplikasi. Sisanya menjalani persalinan di fasilitas kesehatan primer dan
26
merupakan wanita yang dikategorikan sebagai risiko rendah dan memiliki rata-rata kunjungan antenatal 11 kali. Hampir 8% kelompok wanita ini kemudian mengalami komplikasi maternal atau fetal yang serius. Memprediksi komplikasi obstetri di negara berkembang cukup sulit. Riwayat obstetri yang buruk meskipun telah diketahui sebagai faktor risiko terjadinya persalinan lama, hanya 29% kasus persalinan lama yang dapat diprediksi berdasarkan riwayat obstetri tersebut. Tujuh puluh satu persen sisanya terjadi pada wanita tanpa faktor risiko. (7)
c. Determinan Jauh (Distant Determinants)
Risiko terjadinya kematian sangat dipengaruhi oleh posisi seseorang dalam kehidupan sosial. di banyak lingkungan dan untuk sebagian besar kasus, termasuk kematian maternal, orang yang miskin dan kurang beruntung lebih cenderung untuk mengalami kematian daripada orang yang secara finansial mampu. Perbedaan kematian maternal berdasarkan status sosioekonomi terjadi antarneg ara maupun di dalam suatu negara itu sendiri. Status sosioekonomi merupakan hal yang kompleks karena menyangkut masalah tingkat individu, keluarga, maupun masyarakat. (7) Gambar 1 menggambarkan variabel yang dapat menjadi indikator status sosioekonomi. Status sosioekonomi wanita di dalam keluarga dan masyarakat dapat dikaitkan dengan tingkat pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan individu atau kesejahteraan, dan otonominya (kemandirian untuk memutuskan sesuatu, termasuk memutuskan untuk menggunakan fasilitas kesehatan tertentu). Di tingkat keluarga status sosioekonomi dihubungkan dengan jumlah pemasukan keluarga, pekerjaan, dan pendidikan anggota keluarga. Sumber daya dan kesejahteraan masyarakat lokal juga merupakan dimensi penting dari status sosioekonomi yang dapat mempengaruhi kesehatan anggota masyarakatnya. (7)
Pengaruh sosioekonomi tidak secara langsung menyebabkan kematian maternal. Pengaruhnya berproses dengan menimbulkan suatu
27
determinan tengah yang kemudian menyebabkan suatu hasil keluaran yang ada pada skema (kehamilan, komplikasi kehamilan, kesakitan atau kematian). (7)
Negara dengan kematian maternal yang rendah telah membuktikan bahwa kematian maternal dapat ditekan dengan mencegah kehamilan, menurunkan kejadian beberapa jenis komplikasi, dan menyediakan fasilitas dan penolong persalinan terlatih untuk mengatasi komplikasi yang muncul. Negara yang masih memiliki kematian maternal yang tinggi, program-programnya harus dikembangkan untuk meningkatkan pencegahan dan tata laksana. (7)
Program kesehatan ibu selama ini berfokus pada program keluarga berencana dan pencegahan komplikasi pada wanita hamil. Perlu diingat bahwa pencegahan tidaklah cukup. Upaya pencegahan ibu risiko tinggi dan peningkatan substansial status kesehatan ibu tidak akan menghilangkan secara total komplikasi yang mungkin terjadi. Program komprehensif untuk mencegah kematian maternal harus meliputi deteksi dan tata laksana komplikasi selama kehamilan, persalinan, dan nifas. Program-program tersebut harus dapat menyediakan pelayanan yang adekuat untuk mengatasi komplikasi yang dapat dideteksi sejak awal kehamilan dan juga menyediakan pelayanan emergensi untuk komplikasi yang tidak dapat diprediksi sejak awal kehamilan. Beberapa komplikasi sulit untuk diprediksi dan juga banyak kasus yang baru muncul pada saat persalinan. Pelayanan obstetri emergensi akan secara langsung menurunkan kematian maternal dengan meningkatkan penyelamatan ibu yang mengalami komplikasi. Tahap penatalaksanaan yang dibutuhkan tidak selalu memerlukan penanganan fasilitas kesehatan tersier dengan teknologi tinggi di rumah sakit besar. Sistem rujukan akan membawa keuntungan besar dengan adanya fasilitas dan meningkatnya akses rujukan ke pelayanan kesehatan primer yang dapat memberikan pelayanan obstetri esensial sehingga dapat memberi pengaruh baik pada kematian maternal (7)
28
B. Kerangka Teori
Gambar 2. Kerangka Teori Penelitian Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Obstetri Emergensi dan Kejadian Kematian Maternal di RSUD Tugurejo
Determinan Jauh Determinan Tengah Hasil Keluaran
Status Wanita dalam Keluarga dan Masyarakat Status Keluarga dalam Masyarakat
Satus Masyarakat
Faktor yang Tidak Dapat Diprediksi atau Tidak Diketahui
Kehamilan
Komplikasi
Kesakitan / Kematian Maternal Status Kesehatan Wanita
Status Kesehatan Reproduksi Akses terhadap Fasilitas Kesehatan
Perilaku Mencari Pelayanan Kesehatan atau Penggunaan Fasilitas Kesehatan
Penggunaan kontrasepsi
Pelayanan prenatal
Pelayanan persalinan dan kelahiran modern
Penolong persalinan terlatih
Pelayanan obstetri emergensi (Pelayanan Kesehatan Maternal dengan Risiko Tinggi)
Pelayanan Masa Antenatal
Pelayanan Masa Intranatal
Pelayanan Masa Postnatal
Pelayanan praktik tradisional yang membahayakan
29
28
C. Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini akan dilakukan penggambaran pelayanan obstetri emergensi yang meliputi pelayanan pada masa antenatal (yang meliputi kasus perdarahan pada kehamilan muda atau abortus, nyeri perut dalam kehamilan muda dan lanjut, kehamilan ektopik dan kehamilan ektopik terganggu, hipertensi-preeklampsia-eklampsia, perdarahan pada masa kehamilan, kehamilan metabolik, dan kelainan vaskuler atau jantung), pelayanan pada masa intranatal (yang meliputi kasus persalinan dengan parut uterus, persalinan dengan distensi uterus, gawat janin dalam persalinan, pelayanan terhadap syok, ketuban pecah dini, persalinan macet, induksi dan akselerasi persalinan, aspirasi vakum manual, ekstrasi cunam, SC, episiotomi, kraniotomi dan kraniosentesis, malpresentasi dan malposisi, distosia bahu, prolapsus tali pusat, plasenta manual, perbaikan robekan serviks, perbaikan robekan vagina dan perineum, perbaikan robekan dinding uterus, reposisi invertio uteri, histerektomi, sukar bernapas, kompresi bimanual dan aorta, dilatasi dan kuretase, ligase arteri uterina, anesthesia umum dan lokal untuk SC, anesthesia spinal, ketamine, blok pudendal), pelayanan pada masa postnatal (yang meliputi kasus demam pasca persalinan, perdarahan pasca persalinan, nyeri perut pasca persalinan) dalam kaitannya dengan kejadian kematian maternal.