• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan (Knowledge)

1. Definisi

Menurut Notoatmodjo (2011), pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata).

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2011), pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan, misalnya: apa tanda-tanda anak yang kurang gizi, apa penyebab penyakit tuberkulosis(TBC), bagaimana cara melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), dan sebagainya.

(2)

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Analisis (Analysis)

Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.

e. Sintesis ( Synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu untuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya, terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

(3)

f. Evaluasi ( Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2011).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket (kuisioner) yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden dan dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut (Notoatmodjo, 2011).

B. Sikap 1. Definisi

Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Campbell (1950) mendefenisikan sangat sederhana, yakni : “An individual’s

attitude is syndrome of response consistency with regard to object.” Jadi jelas,

disini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. Sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2011).

2. Komponen- komponen Sikap

Menurut Notoatmodjo (2011), bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:

a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. Sikap orang terhadap penyakit kusta misalnya, berarti begaimana pendapat atau keyakian orang tersebut terhadap penyakit kusta.

(4)

b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. Seperti contoh butir a tersebut, berarti bagaimana orang menilai terhadap penyakit kusta, apakah penyakit yang biasa saja atau penyakit yang membahayakan.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Misalnya, tentang contoh sikap terhadap penyakit kusta diatas, adalah apa yang dilakukan seseorang bila ia menderita penyakit kusta. 3. Tingkat-tingkat Sikap

Menurut Notoatmodjo (2011), sikap mempunyai berbagai tingkatan, yakni: a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap periksa hamil

(ante natal care), dapat diketahui dan diukur dari kehadiran si ibu untuk

mendengarkan penyuluhan tentang ante natal care di lingkungannya. b. Menanggapi (responding)

Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya, seorang ibu yang mengikuti penyuluhan ante natal care tersebut ditanya atau diminta menanggapi oleh penyuluh, kemudian ia menjawab atau menanggapinya. c. Menghargai (valving)

Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak dan mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons. Contoh butir 1 diatas, ibu itu mendiskusikan ante natal

(5)

care (ANC) dengan suaminya, atau bahkan mengajak tetangganya untuk

mendengarkan penyuluhan ante natal care (ANC). d. Bertanggung Jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain. Contoh tersebut diatas, ibu yang sudah mau mengikuti penyuluhan ante natal care

(ANC), ia harus berani mengorbankan waktunya, atau mungkin kehilangan

penghasilannya, atau diomeli oleh mertuanya karena meninggalkan rumah, dan sebagainya.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Misalnya, bagaimana pendapat responden tentang keluarga berencana, dan sebagainya. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju” terhadap pernyataan-pernyataan terhadap objek tertentu, dengan menggunakan skala Lickert. Misalnya: Beri pendapat anda tentang pernyataan-pernyataan dibawah ini dengan memberikan penilaian sebagai berikut, SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju) dan STS (sangat tidak setuju).

Jumlah pertanyaan dengan kategori: Pada pertanyaan yang mendukung atau

favorable maka pada jawaban yang diberikan skor dengan ketentuan, sangat

setuju (skor 4), setuju (skor 3), tidak setuju (skor 2), sangat tidak setuju (skor 1). Pada pertanyan yang tidak mendukung atau unfavorable maka pada jawaban yang diberikan oleh responden akan diberi skor dengan ketentuan, sangat setuju (skor 1), setuju (skor 2), tidak setuju (skor 3), sangat tidak setuju (skor 4).

(6)

Sebelum menentukan sikap mendukung atau tidak mendukung terlebih dahulu menentukan kriteria yang dijadikan tolak ukur sikap yaitu, skor maksimal adalah 4 dan skor minimal adalah 1.

Penilaian responden dikategorikan, menerima apabila mendapat skor ≥ 50%, tidak menerima apabila mendapat skor < 50%, dengan skala ukur ordinal dan cara ukur menggunakan kuesioner.

C. Hipertensi 1. Definisi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari suatu periode. Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole konstriksi. Konstriksi arteriole membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti, 2011).

Hipertensi juga didefinisikan sebagai tekanan darah sisitolik ≥140 mmHg dan atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg yang terjadi pada seorang klien pada tiga kejadian terpisah (Ignatavicius, 1994). Menurut WHO, batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah ≥160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Tekanan darah di antara normotensi dan hipertesni disebut borderline hypertension (garis batas hipertensi). Batasan WHO tersebut tidak membedakan usia dan jenis kelamin (Udjianti, 2011).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi, adalah meningkatnya tekanan darah atau kekuatan menekan darah pada dinding rongga di mana darah itu berada. Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. (Hiper artinya berlebihan,tensi artinya tekanan/ tegangan; jadi,

(7)

hipertensi adalah gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah diatas nilai normal. Hipertensi adalah tekanan darah sisitolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2001).

Kaplan memberikan batasan hipertensi dengan memperhatikan usia dan jenis kelamin (Soeparman tahun 1999; 205 dalam Udjianti tahun 2011).

a. Pria berusia <45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah pada waktu berbaring ≥130/90 mmHg.

b. Pria berusia >45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya > 145/95 mmHg.

c. Wanita, hipertensi bila tekanan darah ≥160/95 mmHg. 2. Mengukur Tekanan Darah

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik, misalnya 120/80 mmHg, dibaca seratus dua puluh per delapan puluh. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah, tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis (Mansjoer, 2001).

Tekanan darah ditulis dengan dua angka, dalam bilangan satuan mmHg (millimeter air raksa) pada alat tekanan darah/ tensi meter, yaitu sistolik dan diastolik. Sistolik adalah angka yang tertinggi ialah tekanan darah pada waktu jantung sedang menguncup atau sedang melakukan kontraksi. Diastolik adalah angka yang terendah pada waktu jantung mengembang berada di dalam akhir relaksasi (Mansjoer, 2001).

(8)

Misalnya tekanan darah 120/80 mmHg artinya tekanan sistolik 120 dan tekanan diastolik 80 mmHg. Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh :

a. Kekuatan kuncup jantung yang mendesak isi bilik kiri untuk memasukkan darah ke dalam batang pembuluh nadi.

b. Tahanan dalam pembuluh nadi terhadap mengalirnya darah.

c. Saraf otonom yang terdiri dari sistem simpatikus dan para simpatikus. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) memilih klasifikasi sesuai world

health organization (WHO)/international society of hypertension (ISH) karena

sederhana dan memenuhi kebutuhan, tidak bertentangan dengan strategi terapi, tidak meragukan karena memiliki sebaran luas dan tidak rumit, serta terdapat pula unsur sistolik yang juga penting dalam penentuan (Mansjoer, 2001).

Tabel 2.1

Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah Sesuai WHO/ISH

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normotensi < 140 < 90

Hipertensi ringan 140-180 90-105

Hipertensi perbatasan 140-160 90-95

Hipertensi sedang dan berat >180 >105 Hipertensi sistolik terisolasi >140 <90 Hipertensi sistolik perbatasan 140-160 <90

(Sumber: Mansjoer, 2001)

Hipertensi sistolik terisolasi adalah hipertensi dengan tekanan sistolik sama atau lebih dari 160 mmHg, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg. Keadaan ini berbahaya dan memiliki peranan sama dengan hipertensi diastolik, sehingga harus di terapi. Klasifikasi pengukuran tekanan darah berdasarkan The Sixth

Report of the Joint National on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, 1997

(9)

Tabel 2.2

Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah Berdasaran The Sixth Report

of the Joint National on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure

Kategori Sistolik

(mmHg) Diastolik(mmHg) Rekomendasi Normal <130 <85 Periksa ulang dalam 2 tahun Perbatasan 130-139 85-89 Periksa ulang dalam 1 tahun Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99 Konfirmasi dalam 1 atau 2 bulan

Anjurkan modifikasi gaya hidup Hipertensi tingkat 2 160-179 100-109 Evaluasi atau rujuk dalam 1 bulan Hipertensi tingkat 3 ≥180 ≥110 Avaluasi atau rujuk segera dalam 1

minggu berdasarkan kondisi klinis Catatan: pasien tidak sedang sakit atau minum obat antihipertensi. Jika tekanan sistolik dan diastolik berada dalam kategori yang berbeda, masukkan dalam kategori yang lbih tinggi (Mansjoer, 2001).

3. Tekanan Darah Normal

Tekanan darah setiap orang bervariasi setiap hari, tergantung pada keadaan dan dipengaruhi oleh aktivitas seseorang, jadi tekanan darah normalpun bervariasi. Orang dewasa bila tekanan darah menunjukkan angka 140/90 mmHg ke atas dianggap tidak normal. Ada anggapan tekanan darah rendah kurang baik, hal tersebut kurang tepat. Sebab data statistik menunjukkan bahwa orang dengan tekanan darah rendah mempunyai umur yang sama dengan yang disebut normal. Yang terbaik adalah menjaga tekanan darah agar normal dan anggapan bahwa semakin bertambah usia tekanan darah lebih tinggi tidak menjadi masalah, adalah anggapan yang perlu diluruskan, karena berdasarkan data statistik orang tua yang tekanan darahnya berkisar di normal, kecenderungan mendapat gangguan stroke rendah. Periksa tekanan darah secara teratur minimal 6 bulan sekali atau setiap kali ke dokter/ fasilitas kesehatan (Mansjoer, 2001).

(10)

Klasifikasi hipertensi (berdasarkan penyebabnya) terdiri dari 2, yaitu :

a. Hipertensi primer (hipertensi idiophatik), dimana penyebabnya tidak diketahui dengan pasti. Dikatakan juga bahwa hipertensi ini adalah dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan.

b. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi akibat dari penyakit dari penyakit lain misalnya kelainan pada ginjal atau keruskanan dari sistem hormon.

WHO mengklasifikasikan hipertensi berdasarkan ada tidaknya kelainan pada

organ tubuh lain, yaitu: (Mansjoer, 2001).

a. Hipertensi tanpa kelainan pada organ tubuh lain. b. Hipertensi dengan pembesaran jantung.

c. Hipertensi dengan kelainan pada organ lain di samping jantung. Klasifikasi hipertensi berdasarkan tingginya tekanan darah yaitu:

a. Hipertensi borderline : tekanan darah antara 140/90 mmHg dan 160/95 mmHg.

b. Hipertensi ringan: tekanan darah antara 160/95 mmHg dan 200/110 mmHg. c. Hipertensi moderate: tekanan darah antara 200/110 mmHg dan 230/120

mmHg.

d. Hipertensi berat: tekanan darah antara 230/120 mmHg dan 280/140 mmHg. 4. Penyebab Hipertensi

Ada 2 macam hipertensi, yaitu esensial dan sekunder.

a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer adalah hipertensi yang sebagian besar tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkat risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Ada 10-16% orang dewasa mengidap takanan darah tinggi.

(11)

b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer dan sindrom Cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain- lain (Udjianti, 2011).

Beberapa penyebab hipertensi, antara lain : a. Keturunan

Faktor ini tidak bisa dikendalikan. Jika seseorang memiliki orang tua atau saudara yang memiliki tekanan darah tinggi, maka kemungkinan ia menderita tekanan darah tinggi lebih besar. Statistik menunjukkan bahwa masalah tekanan darah tinggi lebih tinggi pada kembar identik daripada yang kembar tidak identik. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa ada bukti gen yang diturunkan untuk masalah tekanan darah tinggi.

b. Usia

Faktor ini tidak bisa dikendalikan. Penelitian menunjukkan bahwa seraya usia seseorang bertambah, tekanan darah pun akan meningkat. Anda tidak dapat mengharapkan bahwa tekanan darah anda saat muda akan sama ketika anda bertambah tua. Namun anda dapat mengendalikan agar jangan melewati batas atas yang normal.

c. Garam

Faktor ini bisa dikendalikan. Garam dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada beberapa orang, khususnya bagi penderita diabetes, penderita hipertensi ringan, orang dengan usia tua, dan mereka yang berkulit hitam.

d. Kolesterol

Faktor ini bisa dikendalikan. Kandungan lemak yang berlebih dalam darah anda, dapat menyebabkan timbunan kolesterol pada dinding pembuluh

(12)

darah. Hal ini dapat membuat pembuluh darah menyempit dan akibatnya tekanan darah akan meningkat. Kendalikan kolesterol anda sedini mungkin. e. Obesitas/Kegemukan

Faktor ini bisa dikendalikan. Orang yang memiliki berat badan di atas 30 persen berat badan ideal, memiliki kemungkinan lebih besar menderita tekanan darah tinggi.

f. Stres

Faktor ini bisa dikendalikan. Stres dan kondisi emosi yang tidak stabil juga dapat memicu tekanan darah tinggi.

g. Rokok

Faktor ini bisa dikendalikan. Merokok juga dapat meningkatkan tekanan darah menjadi tinggi. Kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko diabetes, serangan jantung dan stroke. Karena itu, kebiasaan merokok yang terus dilanjutkan ketika memiliki tekanan darah tinggi, merupakan kombinasi yang sangat berbahaya yang akan memicu penyakit-penyakit yang berkaitan dengan jantung dan darah.

h. Kafein

Faktor ini dikendalikan. Kafein yang terdapat pada kopi, teh maupun minuman cola bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah.

i. Alkohol

Faktor ini bisa dikendalikan. Konsumsi alkohol secara berlebihan juga menyebabkan tekanan darah tinggi.

j. Kurang Olahraga

Faktor ini bisa dikendalikan. Kurang olahraga dan bergerak bisa menyebabkan tekanan darah dalam tubuh meningkat. Olahraga teratur

(13)

mampu menurunkan tekanan darah tinggi Anda namun jangan melakukan olahraga yang berat jika Anda menderita tekanan darah tinggi (Udjianti, 2011).

5. Tanda dan Gejala Hipertensi

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sebenarnya tidak ada ). Gejala-gejala hipertensi, yaitu sebagian besar tidak ada gejala, sakit pada bagian belakang kepala, leher terasa kaku, kelelahan, mual, sesak napas, gelisah, muntah, mudah tersinggung, sukar tidur, pandangan jadi kabur karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.

Keluhan tersebut tidak selalu akan dialami oleh seorang penderita hipertensi. Sering juga seseorang dengan keluhan sakit belakang kepala, mudah tersinggung dan sukar tidur, ketika diukur tekanan darahnya menunjukkan angka tekanan darah yang normal. Satu-satunya cara untuk mengetahui ada tidaknya hipertensi hanya dengan mengukur tekanan darah (Udjianti, 2011).

6. Akibat Hipertensi

Komplikasi/bahaya yang dapat ditimbulkan pada penyakit hipertensi:

a. Pada mata: penyempitan pembuluh darah pada mata karena penumpukan kolesterol dapat mengakibatkan retinopati, dan efek yang ditimbulkan pandangan mata kabur.

b. Pada jantung: jika terjadi vasokonstriksi vaskuler pada jantung yang lama dapat menyebabkan sakit lemah pada jantung, sehingga timbul rasa sakit dan bahkan menyebabkan kematian yang mendadak.

c. Pada ginjal: suplai darah vaskuler pada ginjal turun menyebabkan terjadi penumpukan produk sampah yang berlebihan dan bisa menyebabkan sakit pada ginjal.

(14)

d. Pada otak: jika aliran darah pada otak berkurang dan suplai O2 berkurang

bisa menyebabkan pusing. Jika penyempitan pembuluh darah sudah parah mengakibatkan pecahnya pembuluh darah pada otak (stroke) (Mansjoer, 2001).

7. Penatalaksanaan

Menurut Mansjoer, (2001), tujuan deteksi dan penatalasanaan hipertensi adalah menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sisitolik 140 mmHg dan tekanan diastolik di bawah 90 mmHg dan mengontrol faktor resiko. Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja atau dengan obat antihipertensi.

Kelompok resiko dikategorikan menjadi:

a. Pasien dengan tekanan darah perbatasan, atau tingkat 1, 2, atau 3, tanpa gejala penyakit kardiovaskuler, kerusakan organ, atau faktor risiko lainnya. Bila dengan modifikasi gaya hidup tekanan darah belum dapat diturunkan, maka harus diberikan obat antihipertensi.

b. Pasien tanpa penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ lainnya, tapi memiliki satu atau lebih faktor risiko yang tertera di atas, namun bukan diabetes melitus. Jika terdapat beberapa faktor maka harus langsung diberikan obat antihipertensi.

c. Pasien dengan gejala klinis penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ yang jelas.

Faktor risiko: usia lebih dari 60 tahun, merokok, dislipidemia, diabetes melitus, jenis kelamin (pria dan wanita menopause), riwayat penyakit kardivaskuler dalam keluarga. Kerusakan organ atau penyakit kardiovaskuler: penyakit jantung (hipertrofi ventrikel kiri, infark miokard, angina pektoris, gagal jantung, riwayat revaskularisasi koroner, stroke, transient ischemic attack, nefropati, penyakit arteri perifer, dan retinopati).

(15)

Tabel 2.3

Penatalaksanaan Berdasarkan Klasifikasi Risiko

Tekanan Darah Kelompok Risiko A Kelompok Risiko B Kelompok Risiko C 130-139/85-89 Modifikasi gaya hidup Modifikasi gaya hidup Dengan obat 140-159/90-99 Modifikasi gaya hidup Modifikasi gaya hidup Dengan obat

≥160/≥100 Dengan obat Dengan obat Dengan obat

(Sumber : Mansjoer, 2001)

Modifikasi gaya hidup cukup efektif, dapat menurunkan risiko kardiovaskuler dengan biaya sedikit, dan risiko minimal. Tata laksana ini tetap dianjurkan meski harus disertai obat antihipertensi karena dapat menurunkan jumlah dan dosis obat.

Langkah-langkah yang dianjurkan untuk :

a. Menurunkan berat badan bila dapat kelebihan (indeks massa tubuh ≥27). b. Membatasi alkohol.

c. Meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30-45 menit/hari).

d. Mengurangi asupan natrium (<100 mmol Na/2,4 g Na/6 g NaCl/hari). e. Mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90 mmol/hari). f. Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat.

g. Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan.

Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai dengan umur, kebutuhan, dan usia. Terapi yang optimal harus efektif selama 24 jam, dan lebih disukai dalam dosis tunggal karena kepatuhan lebih baik, lebih murah, dapat mengontrol hipertensi terus-menerus dan lancar, dan melindungi pasien terhadap berbagai risiko dari kematian mendadak, serangan jantung, atau stroke akibat peningkatan tekanan darah mendadak saat bangun tidur. Sekarang terdapat pula obat yang berisi kombinasi dosis rendah dua obat dari golongan yang berbeda.

(16)

Kombinasi ini terbukti memberikan efektivitas tambahan dan mengurangi efek samping (Mansjoer, 2001).

Setelah diputuskan untuk memakai obat antihipertensi dan bila tidak terdapat indikasi untuk memilih golongan obat tertentu, diberikan diuretik atau beta bloker. Jika respons tidak baik dengan dosis penuh, dilanjutkan sesuai logaritma. Diuretik biasanya menjadi tambahan karena dapat meningkatkan efek obat yang lain. Jika tambahan obat kedua dapat mengontrol tekanan darah dengan baik minimal stelah 1 tahun, dapat dicoba menghentikan obat pertama melalui penurunan dosis secara perlahan dan progresif (Mansjoer, 2001).

Pada beberapa pasien mungkin dapat dimulai terapi dengan lebih dari satu obat secara langsung. Pasien dengan tekanan darah ≥200/≥120 mmHg harus diberikan terapi dengan segera dan jika terdapat gejala kerusakan organ harus dirawat di rumah sakit (Mansjoer, 2001).

D. Pencegahan Hipertensi 1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer, yaitu tidur yang cukup, antara 6-8 jam per hari, kurangi makanan berkolesterol tinggi dan perbanyak aktifitas fisik untuk mengurangi berat badan, kurangi konsumsi alkohol, konsumsi minyak ikan, suplai kalsium, meskipun hanya menurunkan sedikit tekanan darah tapi kalsium juga cukup membantu (Mansjoer, 2001).

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder, yaitu pola makanam yang sehat, mengurangi garam dan natrium di diet anda, fisik aktif, mengurangi alkohol intake, berhenti merokok (Mansjoer, 2001).

3. Pencegahan Tersier

Pengontrolan darah secara rutin. Olahraga dengan teratur dan di sesuaikan dengan kondisi tubuh (Mansjoer, 2001).

(17)

Menurut Mansjoer, (2001), Modifikasi gaya hidup cukup efektif, dapat menurunkan risiko kardiovaskuler dengan biaya sedikit dan resiko minimal. Tata laksana ini tetap dianjurkan meski harus disertai obat antihipertensi karena dapat menurunkan jumlah dan dosis obat. Langkah- langkah yang dianjurkan untuk: a. Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan (indeks massa tubuh ≥27). b. Membatasi alkohol.

c. Meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30-45 menit/hari).

d. Mengurangi asupan natrium (<100 mmol Na/2,4 g Na/6 g NaCl/hari).

e. Mempertahankan asupan kalium yang adekuat dan magnesium yang adekuat (90 mmol/hari).

f. Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat.

g. Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan.

Resiko seseorang untuk mendapatkan hipertensi (kecuali yang esensial), dapat dikurangi dengan cara: memeriksa tekanan darah secara teratur, menjaga berat badan ideal, mengurangi konsumsi garam, jangan merokok, berolahraga secara teratur, hidup secara teratur, mengurangi stress, jangan terburu-buru, menghindari makanan berlemak.

E. Pengobatan Hipertensi

Pengobatan hipertensi yang paling baik adalah :

1. Selalu mengontrol tekanan darah secara teratur dengan memeriksakan diri ke dokter.

2. Selalu minum obat teratur meskipun tanpa keluhan. 3. Mengurangi konsumsi garam

4. Perbanyak konsumsi sayur dan buah. 5. Mematuhi nasihat dokter (Mansjoer, 2001).

6. Selain obat-obatan yang diijinkan oleh dokter, ada cara lain yang tradisisonal yaitu dengan:

(18)

a. Dua buah belimbing diparut kemudian diperas airnya sehingga menjadi satu gelas belimbing dan diminum setiap pagi.

b. Daun salam 4 lembar + 2 gelas air direbus sampai menjadi 1 gelas, minum 2 gelas/hari.

c. Makan 2 buah ketimun / hari atau dibuat jus (Mansjoer, 2001). F. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Pencegahan Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sisitolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi. Hipertensi adalah salah satu penyakit degeneratif yang banyak terjadi dan yang mempunyai tingkat mortilitas yang cukup tinggi serta mempengaruhi kuatitas hidup dan produktivitas seseorang. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan penyakit yang mematikan dengan prevalansi yang cukup tinggi terutama di negara-negara maju dan di daerah perkotaan di negara-negara berkembang, hipertensi di kenala sebagai sillent killer atau pembunuh terselebung yang tidak menimbulkan gejala, penyakit ini dapat menyerang siapa saja muda maupun orang tua dan penyakit ini dapat memicu timbulnya penyakit lain.

Diseluruh dunia sebannyak 9.4 juta kematian setiap tahun akibat hipertensi dan penyakit terkait. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31.7%, dimana hanya 7.2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0.4% kasus yang minum obat hipertensi.

Berdasarkan penelitian (Syahrul, 2013) yang berjudul Hubungan Pengetahuan dan Sikap Keluarga Tentang Pencegahan Hipertensi Dengan Kejadian Hipertensi menunjukan bahwa dari 67 responden di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Prof.Dr Aloei Saboe didapatkan bahwa responden dengan pengetahuan baik sebanyak 40 responden (59.7%), responden dengan pengetahuan cukup sebanyak 18 responden

(19)

(26.9%) dan sisanya responden dengan pengetahuan kurang sebanyak 9 responden (13.4%) dan hubungan keluarga sikap dengan kejadian hipertensi menunjukkan bahwa dari 67 responden di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Prof Dr. Aloei Saboe didapatkan bahwa responden berpengetahuan baik sebanyak 23 responden (34.3%), responden berpengetahuan cukup sebanyak 33 responden (49.3%) dan responden berpengatahuan kurang sebanyak 11 responden (16.45%). Sedangkan pada pencegahan hipertensi bahwa yang mempengaruhi pencegahan hipertensi adalah pengetahuan dan sikap keluarga, pengetahuan dan sikap dari keluarga tentang hipertensi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dimiliki, agar keluarga bisa menanggulangi penyakit hipertensi didalam keluarga itu sendiri.

Keluarga merupakan faktor pendukung bagi pasien hipertensi dalam mempertahankan kesehatan. Keluarga memegang peranan penting dalam perawatan maupun pencegahan kesehatan pada anggota keluarga lainnya. Oleh sebab itu, keluarga harus memiliki pengetahuan tentang hal tersebut. Kurangnya pengetahuan akan mempengaruhi pasien hipertensi untuk dapat mengatasi pencegahan agar tidak terjadi komplikasi (Notoatmodjo, 2011).

Sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2010). Apabila pengetahuan seseorang semakin baik maka perilakunya pun akan semakin baik, akan tetapi pengetahuan yang baik tidak disertai dengan sikap tidak baik maka pengetahuan itu tidak akan berarti (Notoatmodjo, 2011).

Kurangnya pengetahuan akan mempengaruhi pasien hipertensi untuk dapat mengatasi pencegahan agar tidak terjadi komplikasi. Upaya pencegahan terhadap pasien hipertensi bisa dilakukan melalui mempertahankan berat badan, menurunkan kadar kolesterol, mengurangi konsums garam, diet tinggi serat, mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran serta menjalankan hidup secara sehat (Samsuryanti, 2013).

(20)

Dari paparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan dan sikap keluarga berhubungan dengan pencegahan hipertensi. Karena apabila pengetahuan kurang dan sikap yang tidak menerima (negatif) keluarga tentang pencegahan Hipertensi maka akan semakin tinggi angka kejadian terjadinya hipertensi (Syahrul, 2013).

G. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dari penelitian yang berjudul tentang Hubungan Pengetahuan dan Sikap Keluargadengan Pencegahan Hipertensi Berulang di Poliklinik Penyakit Dalam penelitian Rumah Sakit Horas Insani Pematangsiantar yang akan diteliti yaitu variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen yaitu : pengetahuan dan sikap keluarga pasien, sedangkan variabel dependen yaitu pencegahan hipertensi berulang sebagaiberikut:

Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Skema 2.1 Kerangka Konsep H. Hipotesis Penelitian

Ha: Ada hubungan pengetahuan keluarga denganpencegahan hipertensi berulang di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Horas Insani Pematang Siantar tahun 2014.

Ha: Ada hubungan sikap keluarga denganpencegahan hipertensi berulang di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Horas Insani Pematang Siantar tahun 2014.

Pengetahuan dan Sikap Keluarga Pasien

Pencegahan Hipertensi Berulang

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka yang dapat diambil bahwa taraf signifikan 5% nilai t tertera bilangan 2,000 oleh bilangan yang diperoleh 6,577 lebih besar dari

Untuk memenuhi rasa bebas dalam ruang, pengunjung memerlukan suasana ruang yang fleksibel, tidak terlalu padat dan didukung dengan warna pop art &amp;

Kontur interogatif dibuka oleh kontur datar, lalu ditutup oleh alirnada turun dengan nada akhir yang masih sedikit lebih tinggi daripada nada awal tuturan4. Sayangnya Pané

Dari hasil analisis tinggkat kecelakaan maka didapatkan hasil korban kecelakaan dan kerugian yaitu 1 orang korban luka ringan dengan persentase 11%, luka berat

Tema yang dipergunakan untuk sanggar pelatihan seni tari balet ini adalah arsitektur kontemporer, yang melatarbelakangi pemilihan tema arsitektur kontemporer dikarenakan

Hasil penelitian dapat meningkatkan keterampilan berbicara khususnya dalam pembelajaran menceritakan tokoh idola pada materi Bahasa Indonesia serta dapat memperoleh

Bidang Pembendaharaan dipimpin oleh Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas serta mempunyai tugas melaksanakan

Kemudian, secara parsial dengan melihat nilai Prob(t-Statistic) yang lebih kecil dari taraf nyata sebesar 5 persen maka dapat disimpulkan bahwa FDI, PMTB, dan angkatan