• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (CO-60) PADA SISTEM PENGAWETAN MAKANAN STUDI KASUS PADA SERBUK CABAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (CO-60) PADA SISTEM PENGAWETAN MAKANAN STUDI KASUS PADA SERBUK CABAI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (CO-60)

PADA SISTEM PENGAWETAN MAKANAN

STUDI KASUS PADA SERBUK CABAI

Rini Safitri

1

,dan Lenni Fitri

2

1Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Syiah Kuala. e-mail address: rsafitri@unsyiah.net 2Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Syiah Kuala

Kopelma Darussalam, Banda Aceh, Indonesia 23111

Abstrak

Research on the application of gamma-rays radiation from Co-60 in order to preserve foods have been performed. In this research, we use chili powder with parameters: distance variations and irradiation time. The research results showed that I gram of irradiated sample with 25 cm in distance from radiation source and irradiation time 15 minutes, 60 minutes, and 120 minutes can reduce 35 %, 70 %, and 90 % microbe concentration respectively. For 45 cm in distance from gamma-rays source with irradiation time 15 minutes, 60 minutes, and 120 minutes can reduce microbe concentration 6 %, 29 %, and 89 % respectively.

Keywords:

Irradiation, radiation flux, dose rate, absorption dose, microbe,

gamma-ray

1. Pendahuluan

Pengawetan pada bahan makanan dikenal sebagai upaya yang dilakukan untuk memperpanjang masa simpan dari bahan makanan, sehingga makanan dapat dikomsumsi dalam waktu yang lebih lama. Berbagai teknik pengawetan bahan makanan seperti pengeringan, pembekuan, dan penambahan bahan kimia telah dilakukan. Teknik-teknik pengawetan bahan makanan tersebut tidak dikatakan jelek namun dianggap masih bisa disempurnakan. Sejak saat ini teknologi pengawetan makanan masih terus dikembangkan salah satunya dengan menggunakan metode irradiasi.

Metode Irradiasi merupakan salah satu jenis pengawetan bahan makanan yang menggunakan gelombang elektromagnetik. Irradiasi bertujuan mengurangi hilangnya mikroba pembusuk serta membasmi mikroba dan organisme lain yang menimbulkan penyakit terbawa pada makanan. Tetapi pada prinsip pengolahan, dosis, teknik penyinaran dan peralatan, persyaratan kesehatan keselamatan serta pengaruh irradiasi terhadap pangan harus diperhatikan. Berdasarkan data tentang pengelohan bahan pangan yang ada, FAO (Organisasi

Pangan Sedunia), IAEA (Badan Tenaga Atom Internasional) dan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) menyimpulkan, bahwa makanan yang diradiasi hingga dosis 10 kGy aman untuk

dikonsumsi sehingga sampai saat ini penelitian dan pengembangan metode ini untuk industri terus dilakukan.

Pada penelitian ini bahan makanan yang diuji untuk diiradiasikan adalah serbuk cabai. Serbuk cabai dipilih karena serbuk cabai merupakan bahan makanan yang mudah diperoleh dan sering digunakan oleh ibu rumah tangga.

Irradiasi yang dilakukan bertujuan untuk menghambat atau mencegah terjadinya kerusakan pada bahan makanan, mempertahankan kualitas bahan, menghindari terjadinya keracunan dan mempermudah penanganan serta penyimpanan, bubuk cabai yang awet ditandai dengan berkurangnyajumlah mikroba yang ada pada bubuk cabai tersebut.

Selama proses irradiasi, bahan makanan tersebut akan menyerap radiasi sinar gamma. Radiasi akan memecah ikatan kimia pada DNA dari mikroba atau serangga kontaminan. Sehingga organisme kontaminan tidak mampu memperbaiki DNA-nya yang rusak sehingga pertumbuhannya akan terhambat. Pada irradiasi bahan makanan ini, dosis irradiasi tidak cukup besar untuk menyebabkan bahan makanan menjadi radioaktif. Dalam penelitian ini akan diuji pengaruh jarak terhadap fluks radiasi laju dosis dan dosis serap serta pengaruh waktu paparan

(2)

mikroba pada bubuk cabai yang ada dipasar akan menjadikan serbuk cabai terbebas dari bakteri dan jamur yang mungkin tumbuh.

2. Irradiasi Makanan

Irradiasi makanan adalah suatu teknik pengawetan makanan dengan menggunakan radiasi ionisasi secara terkontrol untuk membunuh serangga, kapang, bakteri, parasit atau untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan. Sinar gamma yang digunakan memiliki energi yang tinggi untuk menyebabkan ionisasi. Penyinaran atau irradiasi disebut proses dingin karena dalam penggunaannya, bahan irradiasi disebut juga dengan sterilisasi dingin (cold sterilitization) (Hudaya, 2008).

2.1 Teknik irradiasi

Irradiasi adalah proses aplikasi radiasi pada suatu sasaran, seperti makanan. Menurut (Maha 1985, Henrique et al,2008) irradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian energi radiasi secara sengaja dan terarah. Sedangkan menurut Winarno et al (1980), irradiasi adalah teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber irradiasi buatan.

Jenis irradiasi makanan yang dapat digunakan untuk pengawetan bahan pangan adalah elektromagnetik yaitu radiasi yang menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang dilaluinya. Jenis irradiasi ini dinamakan radiasi pengion, gelombang elektromagnetik

γ

.adalah radiasi pengion yang paling banyak digunakan. (Henrique et al,2008) Apabila suatu zat dilalui radiasi pengion, energi yang melewatinya akan diserap dan menghasilkan pasangan ion. Energi yang diserap oleh tumbukan radiasi dengan partikel bahan makanan akan menjadi eksitansi dan ionisasi beribu-ribu atom dalam lintasannya yang akan terjadi dalam waktu kurang dari 0,0001 detik.(Alighourchi, 2008 dan Henrique et al 2008))

2.2 Sumber irradiasi

Dua jenis pengion yang umum digunakan untuk pengawetan makanan adalah sinar

γ

, yang dipancarkan oleh radionuklida Co-60 (Cobalt-60) dan Cs-137 (Cesium-137) dan berkas elektron dari partikel-partikel bermuatan listrik. Kedua jenis radiasi pengion ini memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan yaitu makanan yang disinari suhunya tidak berubah atau tidak terjadi kenaikan suhu yang nyata suhunya sekitar 40C. Perbedaan keduanya adalah

pada daya tembusnya. Sinar gamma mengeluarkan energi sebesar 1 MeV untuk dapat menembus air dengan kedalamam 20-30 cm sedangkan berkas elektron mengeluarkan energi sebesar 10 MeV untuk dapat menembus air sedalam 3,5 cm.

2.3 Dosis radiasi

Menurut Herman (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap kedalam material dan merupakan faktor utama pada irradiasi makanan sering kali untuk tiap jenis makanan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kalau jumlah radiasi yang digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan tercapai. Sebaliknya menurut (Winarno, et al,1991). jika dosis berlebihan, makanan mungkin akan rusak sehingga tidak dapat diterima konsumen. Besarnya dosis radiasi yang dipakai dalam pengawetan makanan tergantung dari jenis bahan makanan dan tujuan irradiasi persyaratan dosis yang dibutuhkan untuk mengirradiasi jenis pangan tertentu dapat dilihat pada tabel 1.

(3)

Tabel 1. Penerapan dosis dalam berbagai irradiasi pangan

Tujuan Dosis (KGy) Produk

Dosis rendah (s/d 1 KGy) Pencegahan pertunasan

Pembasmi seragga dan penyakit Perlambatan proses fisiologis

0,05-0,15 0,15-0,50 0,50-1,00

Kentang, bawang putih, bawang Bombay, jahe.

Serealia, kacang-kacangan, buah segar dan kering, ikan, daging kering.

Buah dan sayur segar. Dosis sedang (1-10 KGy)

Perpanjang masa simpang Pembasmi mikroorganisme perusak dan pathogen

Perbaikan sifat teknologi pangan

1,00-3,00 1,00-7,00 2,00-7,00

Ikan, arbei segar

Hasil laut segar dan beku, daging unggas segar/beku

Anggur (meningkat sari), sayuran kering (mengurangi waktu pemasakan).

Dosis tinggi (10-50 KGy)

Pensterilan industri, pensterilan bahan tambahan makanan

tertentu dan komponennya 10-50

Daging, daging unggas, hasil laut, makanan siap hidang, dan makanan steril.

Tabel 1 di atas hanya digunakan untuk tujuan khusus. Dari Komisi Codex Alimentarius Gabungan FAO/WHO belum menyetujui penggunaan dosis ini. Pengukuran dosis agar bahan pangan dapat menerima dosis irradiasi secara tepat dilakukan dengan menggunakan suatu sistem dosimetri-dosimetri merupakan suatu metode pengukuran dosis serap (absorbsi) radiasi terhadap produk dengan teknik pengukuran yang didasarkan pada pengukuran ionisasi yang disebabkan oleh radiasi menggunakan dosimetri. (Bryun, 2002)

2.2.1 Dosis serap

Dosis serap merupakan jumlah energi yang diserahkan radiasi atau banyaknya energi yang diserap oleh bahan permassa bahan itu jadi dosis serap merupakan banyaknya energi yang diberikan oleh radiasi pengion kepada medium. (Akhadi,2000) Secara matematis dosis serap dituliskan dalam rumus:

dE D

dm

= (2.1) keterangan:

dE : Energi yang diserap oleh medium

(

joule

)

dm : Massa

( )

Kg

D

: Dosis serap

(

j.Kg−1

)

Turunan dosis serap terhadap waktu disebut laju dosis serap dan dirumuskan dengan persamaan:

Ď dD

dt

= (2.2) keterangan:

Ď : Laju dosis serap (Gy/s-1)

dD : Dosis Serap

(

1

)

.

Kg

j

dt : Waktu pada saat penyerapan (s-1) (Akhadi,2000)

(4)

Suatu medium yang berada dalam suatu medan radiasi akan menerima dosis radiasi yang besarnya sebanding dengan lamanya penyinaran, semakin lama penyinaran, akan semakin besar dosis radiasi yang diterima, demikian sebaliknya secara matematis dirumuskan sebagai berikut

D : Ď.t (2.3)

Dimana:

D : Dosis akumulasi (Ci) Ď : Laju dosis (Ci/jam) t : Waktu (Jam)

Jarak radiasi

Jarak pada suatu radiasi berkaitan dengan fluks (ф) radiasi, fluks radiasi pada suatu titik akan berkurang berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara titik tersebut dengan sumber radiasi. Untuk mengetahui pengaruh jarak terhadap fluks radiasi sumber yang memancarkan radiasi dengan jumlah pancaran S (radiasi/S). Fluks radiasi didefinisikan sebagai jumlah radiasi yang menembus luas permukaan masing-masing adalah:

Φ 2 4 : R S π (2.4) Dimana: Φ : Fluks radiasi (S/cm2)

S : Pancaran radiasi (Ci) R : Jari-jari bola

Laju dosis serap pada jarak

Dengan mengetahui laju paparan dari sumber yang beraktivitas 1 Ci pada jarak 1 meter, sumber pancaran sinar gamma dengan energi gamma dipancarkan E (MeV) akan menghasilkan laju paparan (Ҳ) pada titik berjarak 1 meter dari sumber dirumuskan

Ҳ(1m) : 0,52 ∑niEi ( R/Jam)/Ci (2.5)

Dengan ni adalah fraksi sinar-γ ke-i terhadap jumlah seluruh sinar-γ yang dipancarkan

sumber. Dan Ei adalah energi sinar-γ ke-i yang dipancarkan sumber.

3. Metodologi

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk cabai yang banyak dijual dipasar tradisional, namun dalam penggunaannya belum diketahui apakah ada mikroba atau tidak dalam serbuk cabai tersebut.

3.1 Pengujian mikroba

Sampel yang telah dibeli dipasar kemudian diuji dengan menggunakan metode ALT (angka lempeng total) yang dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA UNSYIAH.

Sumber radiasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah radiasi berenergi tinggi yang dikenal dengan nama radiasi pengion (sinar gamma (Co-60)) yang telah tersedia dilaboratorium Material Jurusan Fisika FMIPA UNSYIAH.

3.2 Proses penyinaran

Sebelum melakukan penyinaran dengan menggunakan sampel terlebih dahulu ditentukan latar belakangnya yaitu perhitungan tanpa ada sampel prosesnya sebagai berikut sinar gamma ditempatkan kearah yang terlindungi misalnya kearah dinding, selanjutnya dicacah dengan menggunakan detektor selama 15 menit, 60 menit dan 120 menit dengan jarak 25 cm, diulangi sebanyak 3 kali sampai dianggap stabil. Demikian pula pada jarak 45 cm.

Setelah detektor dan sumber radiasi dianggap stabil, bungkus plastik kosong diletakkan diantara detektor dengan sumber radiasi kemudian disinari selama 15 menit, 60 menit dan 120 menit pada jarak 25 cm untuk mendapatkan hasil cacahan tanpa ada sampel, setiap bungkusan diulangi sampai 3 kali, demikian pula pada jarak 45 cm.

(5)

Setelah semua rancangan peralatan dianggap stabil sampel (serbuk cabai) dimasukkan kedalam bungkusan plastik, kemudian disinari dengan menggunakan sinar gamma. Selama 15 menit, 60 menit, dan 120 menit pada jarak 25 cm, setiap sampel diulangi sampai 3 kali. Demikian pula pada jarak 45 cm pada perlakuan yang sama.

Adapun proses penyinaran dapat dilihat pada gambar di bawah:

Gambar 3.2. Proses Penyinaran 3.3 Pegujian sampel

Pengambilan data untuk jarak penyinaran adalah dengan variasi jarak sumber radiasi dengan sampel yaitu pada jarak 25 cm, dan 45 cm. Data yang didapatkan dilihat pada hasil cacahan. Setiap sampel disinari selama 15 menit, 60 menit, dan 2 jam dan dicatat hasil cacahannya. Perhitungan mikroba dilakukan sebelum dan sesudah penyinaran, sebelum melakukan perhitungan mikroba dilakukan proses pengenceran. Pengenceran dilakukan dengan menggunakan pipet volume steril, 1 gr serbuk cabai dimasukkan kedalam tabung reaksi steril yang berisi 9 ml aquades steril, lalu dikocok sampai homogen dan diberi tanda 10-1 diambil 1 ml sampel dari tabung pertama dan dimasukkan kedalam 9 ml aquades yang lain diberi tanda 10-2 dan dilakukan sampai didapatkan pengenceran 10-5.

Setelah dilakukan proses pengenceran selanjutnya dilakukan proses penanaman mikroba Sebelum melakukan penanaman mikroba ruangan dan tempat penanamannya harus steril. Dari setiap pengenceran diambil 1 ml dan dimasukkan kedalam cawan petri serta dibuat duplo diantara lampu bunsen, selanjutnya ditambahkan media dan diratakan dengan membentuk angka 8 sampai media mengeras, diinkubasi pada suhu 250C selama 24 jam dengan posisi terbalik.

Setelah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya dilakukan perhitungan mikroba, perhitungan mikroba dilakukan dengan cara menggunakan metode hitung cawan petri. (plate cawan metode) (Fardiaz,1993). Hasil pengamatan dari mikroba disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.

4. Hasil dan Pembahasan

Hubungan waktu paparan radiasi dan jarak terhadap jumlah mikroba.

Gambar 4.1 merupakan data hasil perhitungan jumlah mikroba setelah penyinaran dan sebelum penyinaran dengan variasi jarak dan waktu paparan radiasi. Maka didapatkan grafik hasil perhitungan jumlah mikroba dapat dilihat pada gambar berikut:

(6)

0 15 30 45 60 75 90 105 0 50 100 150 Waktu (menit) Ju m lah m ikr o b a ya n g m at i ( % ) Jarak 25 cm Jarak 45 cm

Gambar 4.1. Grafik hubungan jumlah mikroba terhadap waktu variasi jarak

Pada Gambar 4.1 menunjukkan, hubungan antara jarak terhadap jumlah mikroba setelah penyinaran dan sebelum penyinaran, teramati dengan jelas bahwa pada jarak 25 cm selama 15 menit waktu penyinaran jumlah mikroba yang terbunuh sebanyak 35 % dari jumlah mikroba sebelum penyinaran. Dalam waktu penyinaran 60 menit untuk jarak yang sama maka terbunuh mikroba sebanyak 70% dari sebelum penyinaran, sedangkan dalam waktu 120 menit terbunuh jumlah mikroba sebanyak 90%. Sedangkan pada jarak 45 cm dari sumber jumlah mikroba yang terbunuh selama 15 menit waktu penyinaran yaitu hanya sekitar 6% dari sebelum penyinaran, untuk waktu penyinaran 60 menit terbunuh sekitar 29% dan pada waktu penyinaran 120 menit terbunuh sebanyak 89%.

Jumlah mikroba yang terbunuh itu sangat tergantung dari jarak dan lamanya waktu penyinaran sehingga akan diperoleh fluks radiasi yang berkesesuaian dan juga laju dosis dan dosis serap yang sesuai untuk mengurangi jumlah mikroba pembusuk yang ada pada sampel yang disinari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Akhadi, (2000) yang menyatakan bahwa dosis radiasi sebanding dengan lamanya penyinaran semakin lama penyinaran akan semakin besar dosis yang diterima.

Irradiasi yang dilakukan pada sampel ini menunjukkan telah terjadi pengurangan jumlah mikroba pembusuk secara signifikan pada saat sebelum dan sesudah pennyinaran sehingga metode irradiasi ini dapat menjadi salah satu alternatif proses pengawetan bahan makanan. Karena dengan terbebasnya sampel dari mikroba pembusuk maka masa simpan bahan makanan tersebut relatif lebih lama. Untuk menghasilkan sampel yang terbebas dari jamur atau bakteri pembusuk maka dapat disinari pada sampel makanan yang akan diawetkan. Begitu juga dengan pengamatan terhadap jumlah mikroba yang hilang setelah penyinaran dengan fluks, laju dosis dan dosis serap yang dihasilkan sumber pada jarak penyinaran 25 cm dan 45 cm dengan lama waktu penyinaran 15 menit. 60 menit dan 120 menit.

Pada gambar 4.2 menunjukkan pada jarak 25 cm dengan sampel 1 gr dan dosis serap 27 μGy jumlah mikroba yang mati lebih sedikit yaitu dengan jumlah mikroba 3020 dari 4746 mikroba yang ada dan ketika dosis radiasi ditingkatkan menjadi 108 μGy jumlah mikroba yang mati pun akan semakin meningkat yaitu sebesar 2138 dari 7308 mikroba, dan ketika dosis serap ditingkatkan lebih besar yaitu sekitar 216 μGy maka jumlah mikroba yang mati hampir semuanya yaitu 937 dari 9537 mikroba yang terdapat dalam serbuk cabai tersebut.

(7)

0 600 1200 1800 2400 3000 3600 0 50 100 150 200 250

Dosis Serap (μGy)

Ju m lah M ik ro b a/ m l Pada jarak 25 cm

Gambar 4.2. Grafik hubungan dosis serap terhadap jumlah mikroba dengan variasi jarak 25 cm

Pada Gambar 4.3 Ketika jarak sampel dengan sumber radiasi menjadi 45 cm dosis serap yang diterima sampel akan semakin kecil yaitu sebesar 8.30 μGy maka jumlah mikroba yang matipun sebesar 5047 dari 5370 mikroba yang ada, dan ketika waktu penyinaran ditingkatkan maka dosis serap yang dihasilkan juga meningkat sebesar 33,21 μGy maka jumlah mikroba menjadi 2813 dari 4004 mikroba sebelum penyinaran, selanjutnya peningkatan waktu penyinaran menghasilkan laju dosis serap ditingkatkan menjadi 66,42 μGy maka jumlah mikroba yang mati sebanyak 126 dari

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 0 10 20 30 40 50 60 70

Dosis Serap (μGy)

Ju m lah M ikr o b a/ m l Pada jarak 45 cm

Gambar 4.3. Grafik hubungan dosis serap terhadap jumlah mikroba dengan variasi jarak 45 cm

Hal ini disebabkan semakin dekat sampel dengan sumber radiasi akan semakin besar dosis serapan yang diterima sampel sehingga jumlah mikroba yang matipun semakin banyak. Begitu pula pada jarak 45 cm semakin jauh sampel dengan sumber radiasi akan semakin kecil dosis serap yang diterima sampel dan jumlah mikroba yang matipun semakin sedikit.

5. Kesimpulan

Metode irradiasi makanan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam system pengawetan makanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian 1 gr sampel dengan

(8)

terbunuh sebesar 35 %. Sedangkan untuk penyinaran selama 60 dan 120 menit, mikroba yang terbunuh masing-masing 70 % dan 90 %. Untuk pengujian dengan jarak sampel terhadap sumber 45 cm dan lama penyinaran 15, 60, dan 120 menit, mikroba yang terbunuh adalah masing-masing 6 %, 29 % dan 89 % dan didapati pengurangan jumlah mikroba 90 % untuk penyinaran 120 menit pada jarak 25 cm. Berdasarkan hasil ini, dapat disimpulkan penggunaan Co-60 dalam kondisi aman dapat dipakai sebagai suatu teknik pengawetan makanan.

Ucapan terimakasih

Penulis menghaturkan penghargaan dan terimakasih kepada Nova Andalia yang telah membantu proses penelitian yang dilakukan.

Kepustakaan

Alighourchi. A, et al. 2008. “Effect of gamma irradiation on the stability of anthocyanins and shelf-life of various pomegranate juices.” Food Chemistry, 110 1036–1040

Anon. 1992. “Irradiation Of Poultry Prouducts Dept. of Agriculture Food Safety and Inspection Service 9 CFR part 381final rule.” Fed, Regist, 57: 435888-43600

Henrique, J.S. et al. 2008. “Effects of gamma-irradiation on caprolactam level from multilayer PA-6films for food packaging: Development and validation of a gas chromatographic metho.” Radiation Physics and Chemistry, 77, 913– 917

Bryun, I, et al. 2002, Dosimetery for Food Irradiation, International Atomic Energy Agency Technical Report Series no. 409

Doyle, M. E. 2008. FoodIrradiation; Food Research Institute Briefings, UW-Madison

Rifda_naufalin. 2002. “Aplikasi Irradiasi Dalam Teknik Pengawetan Makanan.” http://www.

Tumoutou.net/visited, 22 desember 2008.

Hudaya, S. 2008. ”Pelatihan Teknologi Hasil Pertanian dan Pengawetan pangan.”

http://www.pengawetanpangandenganirradiasi/, 15 januari 2009.

Akhadi, M,.1997. Pengantar Teknologi Nuklir. Jakarta: Rineka Cipta. Akhadi, M. 2000. Dasar-Dasar Proteksi Radiasi. Jakarta: Rineka Cipta.

PELCZar, M. J. dan Chan, E. C. S dengan bantuan Merna, F. P, 2005. Dasar-dasar

Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press).

Pranjnanta, F. 2007. Agribisnis Cabai Hibrida. Anggota IKAP, Jakarta. Suwarno, W. 1995. Mengenal Asas Proteksi Radiasi. ITB Bandung.

Wiyatno. 2006. Pengantar Reactor Nuklir Dan Telaah Ilmu Klasik dan Kuantum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gambar

Gambar 3.2. Proses Penyinaran  3.3 Pegujian sampel
Gambar 4.1. Grafik hubungan jumlah mikroba terhadap waktu variasi jarak
Gambar 4.2. Grafik hubungan dosis serap terhadap jumlah mikroba dengan variasi jarak 25 cm   Pada Gambar 4.3  Ketika jarak sampel dengan sumber radiasi menjadi 45 cm dosis  serap yang diterima sampel akan semakin kecil yaitu sebesar 8.30 μGy maka jumlah mi

Referensi

Dokumen terkait

Angka acuan sasaran ( target reference points ) yang merupakan nilai estimasi kompromi optimal terhadap beragam sasaran ideal yang saling bertentangan pada pengelolaan perikanan

Doakan ibadah Natal yang akan dilaksanakan pada tanggal 16 Januari 2010, supaya panitia dapat mengerjakan setiap bagiannya dengan setia dan maksimal.. Doakan juga persiapan

M Haulussy Ambon periode Januari 2012–Juni 2013 adalah sebagai berikut: Insiden kanker kolorektal meningkat menjadi 29 kasus dibandingkan dengan periode 2010–2011 yang hanya

Faktor guru dan cara mengajarnya merupakan faktor penting, bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh guru, dan

Sedangkan dalam bahasa Indonesia ‘pergi’ merupakan verba yang tidak memiliki penanda atau imbuhan karena hanya merupakan kata dasar bentuk tanya, jadi dari dua pola bentuk

Dermaga PLTU di Kotabaru Kalimantan Selatan untuk menambatnya barge 270 feet yang akan ditingkatkan menjadi kapasitas barge 330 feet merupakan suatu permasalahan

Surya Pratama adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang wood packaging dimana dalam operasionalnya memerlukan perencanaan bahan baku untuk