MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA
DAERAH BUDIDAYA
(Suatu konsep untuk mendukung metoda pengelolaan DAS secara terpadu, dengan pertimbangan aspek perubahan iklim dan hidrologi
dalam pengelolaan DAS)
Oleh: Parlindungan Lumbanraja
NIM: 138104002
Program S-3 Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
I.
PENDAHULUAN.
1.1. Latarbelakang.
Pemanfaatan atau pengelolaan suatu wilayah DAS merupakan rangkaian berbagai kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memanfaatkan sumberdaya alam DAS secara rasional guna memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup mereka, sekaligus membina hubungan yang harmonis antara sumberdaya alam dan manusia. Untuk itu maka setiap kegiatan dalam DAS harus juga mampu mendukung tujuan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Artinya mampu mengantisipasi perubahan yang timbul antar waktu pada wilayah tersebut baik oleh perkembangan kemajuan teknologi maupun perubahan alam pada lingkungan tersebut yang secara terus menerus atau kontiniu selalu terjadi. Suatu kegiatan pembangunan dapat dikatakan berkelanjutan apabila pembangunan tersebut setidaknya memiliki ketiga kriteria berikut dalam meningkatkan pendapatan masyarakat pengelolanya antara laian: teknologi yang digunakan tersebut dapat diterima (acceptable), tidak mengakibatkan degradasi lingkungan dan dapat dikembangkan oleh masyarakat (replicable) dengan sumberdaya lokal yang dimiliki (Sinukaban, 2007 dalam Fahmudin, 2007).
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
Dengan demikian untuk pengelolaan DAS, kita perlu memahami kondisi setiap wilayah daerah tersebut sebagai suatu kawasan dengan fungsi tangkapan dan kawasan budidaya sesuai dengan yang diatur dalam undang-undang tata ruang. Untuk pengembangan DAS secara terpadu harus dilakukan secara interdisipliner
sehingga semua stakeholders menyadari atau mengetahui apa yang harus dilakukan di setiap bagian di dalam DAS tersebut agar kelestarian sumber daya lahan dan air dapat terjamin pada saat penggunaannya.
Gambar 1. Kawasan Hulu, Tengah, dan Hilir suatu DAS
Kesadaran yang demikian ini merupakan hal yang mendesak sebagai akibat dari adanya perubahan yang terjadi pada suatu kawasan DAS, seperti perubahan tipe iklim, yang berpengaruh terhadap suhu, evaprtranspirasi, curah hujan dan berbagai faktor lainnya yang akan mempengaruhi kesetimbangan air pada wilayah DAS tersebut.
9
4Kilometers
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
Selain tipe iklim wilayah DAS yang berobah ini dalam pengelolaan suatu DAS sebagaimana halnya pada DAS Deli juga harus disadari adanya berbagai kelompok pola hidrologi tanah. Kondisi pola kelompok hidrologi tanah ini sangat menentukan pola infiltrasi tanah sehingga sangat besar pengaruhnya terhadap besar kecilnya potensi aliran permukaan suatu wilayah tangkapan pada saat terjadinya hujan. Seperti terlihat pada Gambar 3 bahwa semakin kecil air yang berinfiltrasi maka air yang mengalir sebagai run off akan semakin besar dan aliran puncakpun akan meningkat yang berarti terjadi pengaliran air secara langsung dalam waktu yang singkat ke dalam sungai (waktu mencapai aliran puncak tentunya menjadi semakin singkat), sehingga sangat potensil mengakibatkan kejadian banjir.
Gambar 3. Hubungan Antara Aliran Air Permukaan Langsung
dengan Aliran Air Tertunda pada Suatu Wilayah
DAS Kecil.
DAS Deli adalah satu diantara berbagai DAS di Wilayah Sumatera Utara yang harus dipulihkan daya dukungnya (digolongkan kedalam kategori DAS Prioritas I). Menyadari hal tersebut maka dalam tulisan ini penulis bermaksud untuk memaksimalkan fungsi tangkapan air dengan cara menyediakan wilayah resapan agar pada saat ada hujan dengan cara menciptakan daerah tangkapan/resapan pada daerah pemukiman dan daerah pertanaman pada kawasan wilayah DAS Deli yang luas
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0 2 4 6 8 10
Time since start of storm, hours
S tre am flow (m 3 /s) Peak runoff Risi ng lim b Falling lim b Delayed flow Area under curve
= total runoff
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
keduanya menurut survey yang dilakukan oleh USAID (USAID, 2006), mencapai
43.756,69 ha (76,97 %) dari total DAS Deli 56.848,88 ha yang terdiri dari 25.868,81 ha (45,50 %) Pertanaman dan 17.887,88 ha (31,47 %) Pemukiman sebagaimana yang terlihat pada Tabel 1 (USAID, 2006).
Tabel 1. Survai Tutupan Lahan di DAS Deli (Kabupaten Karo dan Deli Serdang, Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara (USAID. 2006).
Penggunaan Lahan Luas (Ha) (%)
Community Forest (Kebgun Campuran) 4.241,47 7,46
Community Forest (Kemiri) 19.48 0.03
Critical Land 1,586.76 2.79
Cultivation 25,868.81 45.50
Fishpond 2,595.74 4.57
Forest (Recreation Forest) + Community Forest 367.96 0.65
Forest (TAHURA) 2,298.65 4.04
Mangrove tree 1,609.43 2.83
Settlement 17,887.88 31.47
Volcano and Rock 205.31 0.36
Water 167.38 0.29
T o t a l
56,848.88 100.00
Pola yang demikian ini menjadi sangat penting dan bahkan suatu saat akan menjadi syarat dalam pembangunan suatu kawasan perumahan suatu daerah DAS melihat penggunaan lahan pada suatu DAS terlihat adanya bahkan sangat besar kecenderungan bahwa kawasan lindung selalu mendapat serangan untuk diubah menjadi kawasan budidaya. Sehingga jika fungsi tangkapan air hanya bergantung kepada wilayah kawasan lindung saja maka tentu suatu saat hal tersebut akan menjadi lumpuh total. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu diberikan penjelasan kepada masyarakat agar setiap orang di lingkungan suatu DAS dapat memberi andil atau partisipasi (yang sering diperkenalkan dengan istilah partisipatory) terhadap pengelolaan terpadu dan lestari yang bertanggungjawab dan pada akhirnya menjadi bagian dari Perda suatu daerah tertentu.
Sebagaimana kita ketahui bahwa ada banyak proses yang mengikuti jatuhnya air dipermukaan tanah suatu wilayah. Sebagian air akan menguap, sebagian menjadi aliran air permukaan secara langsung (direct run off / DRO) yang sering dikenal dengan istilah overland flow maupun surface run off
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
semaksimal mungkin yang dapat dilakukan), sebagian akan berinfiltrasi dan berperkolasi (hal mana perlu dilakukan tindakan tenrtentu untuk memperbesar
jumlah air ini semaksimal mungkin yang dapat dilakukan sehingga air yang
tergolong kepada aliran tunda atau Delayed flow pada Gambar 3 menjadi
besar) , yang berlanjut menjadi bagian dari interflow dan sebagian lagi menjadi bagian dari persediaan air tanah yang akan mengalir sebagai
baseflow seperti yang telihat pada Gambar 10. Bagian air yang menjadi air tanah akan mengalir kemudian dalam waktu yang cukup lama hingga mencapai sungai dan selanjutnya sampai ke laut, demikian secara terus menerus berupa siklus, yang secara keseluruhan proses ini terlihat pada Gambar 4).
Gambar 4. Pergerakan Air pada Suatu Kawasan DAS.
1.2. Pengertian dan Batasan Daerah Aliran Sungai (DAS)
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
titik tertentu (misalnya sungai) dalam DAS tersebut. Dalam Bahasa Inggris pengertian DAS sering diidentikkan dengan watershed, catchment area atau
river basin. Batasan atau pengertian DAS tersebut menggambarkan bahwa DAS adalah suatu wilayah yang mengalirkan air yang jatuh di atasnya beserta sedimen dan bahan terlarut melalui titik yang sama sepanjang suatu aliran atau sungai. Suatu DAS atau watershed dapat terbagi menjadi beberapa sub DAS dan sub-sub DAS, sehingga luas DAS pun akan bervariasi dari beberapa puluh meter persegi sampai ratusan ribu bahkan jutaan hektar sehingga tidak ada batasan luas daerah suatu wilayah DAS.
Jadi jika air hujan yang jatuh di rumah kita mengalir ke selokan dan menuju ke Sungai Deli misalnya, maka kita adalah warga DAS Deli. Itu artinya, jika air sungai Deli meluap dan menggenangi dataran banjir di sekitarnya, maka kita (air hujan dari persil lahan kita) punya kontribusi terhadap terjadinya banjir tersebut. Dengan demikian setiap kita pasti warga dari satu DAS dan setiap warga DAS berpotensi untuk memberikan kontribusi terhadap terjadinya banjir di bagian hilir DAS yang bersangkutan. Dalam perspektif ilmu lingkungan, setiap warga DAS berpotensi menghasilkan eksternalitas negatif dari sisi hidrologi (Sinukaban, 2007 dalam Fahmudin, 2007).
Kita, sebagai warga DAS (pemilik persil lahan), tidak menanggung akibat eksternal dari air hujan yang jatuh di persil lahan kita dan keluar dari persil kita sebagai aliran permukaan (run off). Padahal, kumpulan aliran permukaan dari persil-persil lahan di wilayah DAS itu berakumulasi dan menyebabkan terjadinya banjir. Biaya eksternalitas itu ditanggung oleh warga yang kebanjiran antara lain dalam berbagai bentuk ketidaknyamanan, kerugian harta dan materi, bahkan jiwa. Dari perspektif tersebut, maka setiap warga DAS perlu melakukan apa yang dalam ilmu lingkungan disebut sebagai internalisasi, yaitu melakukan sesuatu tindakan di persil lahan yang dimiliki atau dikuasai, sehingga bagian air hujan yang jatuh di persil lahan kita menimbulkan eksternalitas negatif yang seminimal mungkin (Sinukaban, 2007 dalam Fahmudin. 2007).
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
garis khayal yang tidak bisa dilihat, tetapi dapat digambarkan pada peta. Pada dasarnya Batas DAS tidak dapat dibatasi oleh batas wilayah administratif. Wilayah suatu DAS bisa berada pada lebih dari satu wilayah administrasi, misalnya beberapa wilayah kabupaten seperti DAS Deli yang wilayahnya meliputi wilayah administratif Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan ).
Gambar 5. Skema wilayah daerah aliran sungai (DAS).
(Sumber:
http://banjir
025.files. wordpress.
com/2008/10/das2.jpg. Mei 2014
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
Gambar 6. DAS Amazon
(Sumber:
http://2.bp.blockspot.com.
Amazon+River+basin+map.jpg
. Mei 2014.
Namun untuk keperluan pengelolaan atau penelitian ada yang dikenal dengan DAS Mikro atau tampungan mikro (micro catchment). DAS mikro adalah suatu cekungan pada bentang lahan yang airnya mengalir pada suatu parit. Luas wilayah suatu DAS mikro ≤ 5000 ha. Parit tersebut kemungkinan mempunyai aliran selama dan sesaat sesudah hujan turun (intermitten flow)
atau ada pula yang aliran airnya sepanjang tahun (perennial flow).
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
Gambar 7. DAS Amazon
Sumber: http://2.bp.blockspot.com. Amazon+River+ basin+ map.jpg. Mei 2014
Berbagai kegiatan dalam pengelolaan dan pengembangan DAS yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas air, yang pada gilirannya kualitas seluruh lingkungan hidup, antara lain, penebangan hutan, penambangan, permukiman, lingkungan pabrik, perubahan penggunaan lahan, penerapan teknik konservasi tanah dan air, pengembangan pertanian lahan kering, termasuk tanaman pangan, tanaman perkebunan, seperti tebu, karet, kelapa sawit, dan perubahan agroteknologi. Beberapa proses alami dalam DAS bisa memberikan dampak menguntungkan kepada sebagian kawasan DAS tetapi pada saat yang sama bisa merugikan bagian yang lain. Banjir di satu sisi memberikan tambahan tanah pada dataran banjir tetapi untuk sementara memberikan dampak negatif kepada manusia dan kehidupan lain.
1.3. Komponen Daerah Aliran Sungai (DAS)
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
dibedakan ke dalam 3 kelompok sebagaimanan diutarakan Rauf (2014) yang masing-masing kelompok tersebut adalah:
1. Komponen input atau masukan (meliputi: presipitasi yang dalam hal ini contohnya yang dominan di daerah tangkapan DAS Deli adalah adalah curah hujan),
2. Komponen proses ( meliputi: manusia, vegetasi, batuan, tanah, iklim, topografi, sosekbud), dan
3. Komponen output atau keluaran (meliputi: debit aliran dan polusi/sedimen).
Tentunya agar suatu pengelolaan DAS dapat berlangsung secara serasi dalam pengelolaan yang terpadu tentunya perlu diperhatikan apa yang menjadi pola pemanfaatan yang sesuai untuk mendapatkan bagi kemantapan wilayah DAS tersebut. Seperti yang diutarakan oleh Harahap, (2013) dengan mengambil contoh pengelolaan DAS Asahan Toba, bahwa dalam pengelolaan DAS perlu diperhatikan bagaimana agar setiap kegiatan yang ada pada wilayah DAS tersebut setidaknya mempunyai atau mengandung tujuan yang bersifat:
- mendukung pelestarian fungsi dan potensi DAS,
- membantu untuk perbaikan kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan DAS,
- membantu pengendalian kegiatan yang memberikan dampak negatif terhadap DAS,
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
II.
PENGELOLAAN LAJU INFILTRASI DENGAN
PENGENALAN KELOMPOK HSGs TANAH
Terlihat dari Gambar 8 bahwa pada awalnya infiltrasi besar dan run off kecil, tetapi dengan bertambahnya waktu dengan curah hujan yang tetap infiltrasi akan menurun dan seiring dengan hal tersebut run off meningkat proporsional dengan selisih antara curah hujan dengan infiltrasi. Dalam upaya mempengaruhi atau mengubah besarnya komponen alian permukaan melalui peningkatan infiltrasi maka perlu diperhatikan ketebalan solum tanah dan jarak permukaan air tanah dari permukaan tanah. Upaya untuk meningkatkan besarnya infiltrasi tersebut sangat ditentukan oleh jarak permukaan air tanah dari permukaan tanah (tebalnya solum tanah) bahkan mungkin perlu dilakukan pengkerukan dasar sungai (menurunkan dasar sungai) hanya untuk menurunkan permukaan air tanah tersebut.
Gambar 8. Hubungan Presipitasi, Infiltrasi dan Run off.
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
juga bahwa kondisi pola hidrologi suatu tanah sangat berpengaruh terhadap hal ini.
Gambar 9. Hubungan Run Off, Interflow, Aliran Air Tanah dan Debit Sungai.
Sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3 yang menunjukkan berbagai kelompok hidrologi tanah atau yang lebih dikenal dengan istilah Hydrologic Soil Group (HSGs) yang digolongkan kedalam empat kelompok besar. Pada pembagian ini terlihat jelas bahwa perbedaan HSGs-nya memperlihatkan juga perbedaan dalam potensi infiltrasi dan run off-nya. Sebagai contoh kita perlu membuat rancangan simulasi pola hujan yang mungkin bisa terjadi tergantung keadaan setempat. Kita tentukan suatu tempat yang akan diuji, ditentukan laju infiltrasinya sesuai dengan kelompok hidrologi tanah yang ada. Sekali kita mengetahui ini maka akan dengan mudah sistem yang akan kita kembangkan dapat diterapkan.
Channel Precipitation Overland fl
ow
streamflow
Watertable Interflow
Infiltration
Subsoil Soil
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk Tabel 3. Hubungan Kelompok Hidrologi Tanah, Tekstur, dan Laju
Infiltrasi Tanah
Uraian Hubungan Kelompok Hidrologi Tanah, Tekstur, dan
Laju Infiltrasi Tanah
Kelompok Hidrologi Tanah (Hydrologic Soil Group /HSG) Tekstur
Tanah Uraian
Laju Infiltrasi (In/jam) Laju Infiltrasi (mm/jam) A pasir, pasir berlempun g, atau lempung berpasir
Merupakan kelompok tanah dengan tekstur pasir, pasir berlempung, atau lempung berpasir. Tanah ini mempunyai potensi run off yang kecil dan mempunyai potensi laju infiltrasi yang tinggi sekalipun pada kondisi tanah yang sangat basah. Merupakan tanah yang terdiri dari pasir atau kerikil yang mampu memloloskan air dengan cepat dan juga mempunyai sifat mentransmisikan air dengan cepat.
1,0 – 8,3 25 - 210
B
Lempung berdebu atau Lempung
Merupakan kelompok tasnah dengan tekstur Lempung berdebu atau Lempung. Mempunyai laju infiltrasi sedang pada saat tanah dalam kondisi tanah basah dan sebagian besar terdiri dari sedang hingga dengan kedalaman dari agak dalam sampai dalam,kondisi drainase dari sedang hingga baik dengan tekstur tanah agak halus sampai kasar.
0,5 - 1,0 12,7 - 25
C Lempung
liat berpasir
Merupakan tanah dengan tekstur lempung liat berpasir. Mempunyai laju infiltrasi yang rendah pada saat kondisi tanah basah dan terdiri dari sebagian besar tanah dengan lapisan agak padat sehingga menghalangi aliran air turun karena tanah ini mempunyai struktur tanah yang agak halus sampai halus.
0,17-0,27 4,3 - 6,85
D Lempung berliat, lempung liat berdebu, liat berpasir, liat berdebu dan liat.
Merupakan tanah dengan tekstur lempung berliat, lempung liat berdebu, liat berpasir, liat berdebu dan liat. Tanah-tanah dengan HSG ini merupakan tanah dengan potensi run off tertinggi. Mempunyai laju infiltrasi yang sangat rendah pada saat tanah basah sempurna dan terdiri dari sebagian besar liat dengan potensi mengembang dan mengerut yang tinggi, tanah-tanah dengan kondisi tinggi permukaan air tanah yang tetap tinggi, tanah-tanah dengan lapisan keras liat atau lapisan liat pada atau dekat permukaan tanah dan pada tanah-tanah yang dangkal di atas bahan-bahan yang hampir tidak dapat di tembus air.
0,02 –0,1 0,5 – 2,54
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
III.
SIMULASI PERKIRAAN LUAS DAERAH RESAPAN
PADA DAERAH DENGAN KELOMPOK HSGs TANAH
YANG BERBEDA BAPA BERBAGAI DESIGN CURAH
HUJAN
Dalam pelaksanaan simulasi untuk mendapatkan perkiraan luas areal resapan yang harus tersedia pada setiap bangunan untuk masing-masing kelompok HSGs tanah dapat dilakukan dengan sangat sederhana. Misalnya kita kalikan laju infiltrasi tanah (m/jam) dengan 24 sehingga diperoleh laju infiltrasi dalam satu hari (m/hari) (dengan demikian diperoleh perbandingan terhadap rata-rata curah hujan harian ) jika R = laju infiltrasi (m/jam) dan I = Infiltrasi dalan sehari (m/hari)
R x 24 = I
Lebih lanjut berikut ini penulis mencoba menyajikan berbagai simulasi rancangan curah hujan pada berbagai kelompok hidrologi tanah sebagaimana disajikan pada Box 1 (Curah Hujan 10 mm/hari pada tanah dengan HSGs kelompok C), Box 2 (Curah Hujan 10 mm/hari pada tanah dengan HSGs kelompok D, B, dan A), Box 3 (Curah hujan 50 mm pada tanah dengan kelompok HSGs B), dan Box 4 Curah hujan 100 mm pada tanah dengan kelompok HSG A dan B).
Box 1. Curah Hujan 10 mm/hari pada tanah dengan HSGs kelompok C.
Contoh: untuk laju infiltrasi 5 mm/jam (dari Tabel 3 di atas berarti daerah ini memiliki HSGs tipe C; maka laju infiltrasi dalam satu hari 0,005 m/jam X 24 jam = 0,12 m/hari. Setelah itu kita kalikan besarnya jumlah air yang akan ditangkap dengan laju infiltrasi. Paling baik adalah menggunakan tingkat rata-rata curah hujan terbesar ( Misalnya 10 mm atau 0,01 m) untuk 24 jam pada daerah tertentu, pengandaian yang lebih besar dari sebenarnya akan membantu dalam menahan aliran permukaan langsung saat hujan besar ataupun saat musim hujan .
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk A = luas daerah tangkapan yang diperlukan (m2)
V / I = A
Contoh: jika luas atap rumah pada daerah kajian tersebut misalnya adalah 170 (m2) berarti air yang akan ditangkap pada laju curah hujan di atas (10 mm atau 0,01 m) adalah 1,7 m3. Maka luas daerah tangkapan/resapan yang dibutuhkan adalah: 1,7 m3 / 0,12 m/day = 14,17 m2
Maka , untuk menangkap air dari rumah dengan luas atap rumah sebesar 170m2 pada daerah tertentu yang besarnya curah hujan 0,01 m, dan laju infiltrasinya sebesar 0,005 m/jam atau 0,12 m/hari, diperlukan 14,17 m2. (berarti luas daerah tangkapan yang dibutuhkan hanya sekitar 8,33% dari luas atap bangunan).
Untuk melihat bagaimana hal ini jika diterapkan pada tanah-tanah lain dengan kelompok HSGs yang berbeda dari tanah sampel di atas maka perhitungan untuk rancangan simulasi curah hujan yang sama dilakukan seperti pada Box 2 berikut dan hasilnya adalah:
Box 2. Curah Hujan 10 mm/hari pada tanah dengan HSGs kelompok D, B, dan A.
Jika hal yang sama kita hitung pada tanah dengan HSGs kelompok D
dengan laju infiltrasi 0,5 mm/jam = 0,012 m/hari dan curah hujan yang sama 10 mm misalnya tentunya luas ini akan meningkat menjadi 141,7 m2 (83,3% dari luas atap bangunan) berarti untuk daerah-daerah pemukiman pada wilayah DAS yang memiliki kelompok HSGs tanahnya adalah D cara penyediaan daerah tangkapan ini tidak aplikativ karena memerlukan luas yang sangat besar pada tingkat curah hujan yang relatif masih rendah. Untuk itu berarti fungsi tangkapan daerah tersebut membutuhkan cara tangkapan air yang lebih besar lagi seperti pembuatan rorak atau penampung air lainnya dan lain sebagainya yang berfungsi dapat menampung air aliran permukaan dan lambat laun meresapkannya ke dalam tanah, atau bentuk penampungan lainnya pada permukaan tanah, pembuatan biopori dan lain sebagainya agar air dapat masuk ke dalam tanah sehingga tidak mengalir sebagai aliran air permukaan secara langsung.
Jika untuk tanah dengan kelompok HSGs B dengan laju infiltrasi 12,7
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk berarti hal ini tidak ada masalah.
Jika untuk tanah dengan kelompok HSGs A dengan laju infiltrasi 25 mm/jam atau sama dengan 0,6 m/hari maka dari hasil perhitungan diperoleh bahwa luas daerah tangkapan/resapan yang diperlukan adalah (1,7/0,6) = 2,83 m2 (hanya 1,66% dari luas atap bangunan ).
Untuk mengetahui bagaimana seumpamanya dilakukan rancangan dengan besarnya curah hujan adalah 5 kali dari semula yaitu 50 mm maka hasil simulasinya dapat kita lihat seperti pada Box 3 berikut:
Box 3. Curah hujan 50 mm pada tanah dengan
kelompok HSGs B.
Untiuk tanah dengan kelompok HSGs B dengan curah hujan rancangan lima kali lipat dari semula yaitu 50 mm dan dengan laju infiltrasi 12,7 mm/jam atau sama dengan 0,3 m/hari maka volume air yang harus ditampung adalah sebesar 8,5 m3, maka dengan laju infiltrasi 12,7 mm/jam atau 0,3 m/hari diperoleh ( 8,5 m3/0,3) = 28,33 m2 (16,66% dari luas tutupan atap bangunan ). Terlihat bahwa cara ini masih wajar untuk wilayah yang mempunyai kelompok HSGs tanah B.
Untuk mengetahui bagaimana seumpamanya dilakukan rancangan dengan besarnya curah hujan adalah 10 kali dari semula yaitu 100 mm pada tanah-tanah dengan kelompok HSGs A dan B maka hasil simulasinya dapat kita lihat seperti pada Box 4 berikut:
Box 4. Curah hujan 100 mm pada tanah dengan kelompok
HSG A dan B.
Untuk tanah dengan kelompok HSGs A dan B jika misalnya tingkat curah hujan kita lipatkan sampai 10 kali dari semula misalnya menjadi 100 mm (170 x 0,1 = 17 m3 pada B dibutuhkan luas daerah resapan/tangkapan menjadi 17/0,3 = 56 m2 (32,9% dari luas tutupan atap) dan pada tanah dengan kelompok HSGs A maka luas daerah resapan/tangkapan ini adalah sebesar 17/0,6 = 28,33 m2 (atau kurang lebih 16,66 % dari luas tutupan atap
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
IV.
PERANAN KOEFISIEN KONDUCTIVITAS HYDROULIC
(k) TANAH DALAM PENGELOLAAN DAERAH
ALIRAN SUNGAI (DAS)
Sekali air masuk kedalam tanah (sebagaimana dijelaskan sebelumnya sebagai hasil resapan air ke dalam tanah yang lebih dikenal dengan istilah infiltrasi) maka pola aliran menjadi berubah sangat drastis karena pergerakan air tersebut dari bergerak sangat bebas dipermukaan (sebagai aliran permukaan atau run off yang dapat mencapai sungai dan mengalir ke laut dalam hitungan menit atau jam) menjadi sangat lambat sesuai dengan koefisien permeabilitas atau konduktivitas hidraulik (k) tanah tersebut menjadi demikian lama bahkan dalam waktu tahunan.
Tabel. 4. Koefisien Konduktivitas atau Permeabilitas (k)
Partikel Tanah.
Jenis Partikel
Tanah
Permeabilitas (k) Tingkat
Kerikil > 10-1 cm/det. Tinggi Pasir bersih 10-1 cm/det. - 10-3 cm/det. Sedang
Pasir kotor 10-3 cm/det. - 10-5 cm/det. Rendah Debu 10-5 cm/det. - 10-7 cm/det. Sangat rendah
Liat < 10-7 cm/det. Hampir tidak tembus air
Catatan: Koefisien k untuk kerikil mencapai 1.000.000,- kali k liat
Sumber: http://www.permeability n texture.jpg
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
Jadi seperti kita berkendaraan bahwa konduktivitas hydrolik dari tanah ini berfungsi mengatur sedemikian rupa sehingga aliran air tidak berlangsung cepat seperti pada aliran permukaan, melainkan demikian lambat sehingga tidak terjadi pemborosan air pada suatu kawasan.
Gambar 10. Hubungan Direct Run off, Interflow dan Baseflow
V.
PERLUNYA MENYEDIAKAN LAHAN RESAPAN
KAWASAN BUDIDAYA DALAM MENGANTISIPASI
PERUBAHAN IKLIM PADA WILAYAH DAERAH
ALIRAN (DAS) DELI.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 41 /PRT/M/2007 Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.
Kawasan Lindung merupakan wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya merupakan wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Pemukiman dan pengusahaan lahan lainnya seperti berbagai pola usaha pertanian termasuk didalam kawasan budidaya (Lumbanraja, 2014).
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
tahun 1993 hingga 2009, menurut klasifikasi iklim Oldeman telah terbukti bahwa tipe iklim pada wilayah DAS Deli sudah mengalami perubahan yang sangat drastis. Sebagaimana diutarakan oleh Oldeman (2009) dalam Sudrajat (2009) bahwa pada tahun 1993 iklim daerah Deli Serdang A, C1, D1, D2, E2, E3 , Medan C1, D1, D2, E2, dan Karo C1, D1, D2, E1, E2 sedangkan untuk tahun 2009 tipe iklim Deli Serdang menjadi C1, D1, D2, E2, E3, Medan C1, D1, D2, E2 , dan Karo C1, D1, D2, E1, E2. Jelas terlihat dalam hal ini terjadinya penurunan curah hujan yang diperoleh daerah tangkapan ini, sehingga jika pola pengelolaannya tidak diperbaiki tentunya hal ini akan mengakibatkan terjadinya ketidak selarasan dan yang berdampak kepada kekurangan air pada waktu musim kemarau. Hilangnya tipe iklim A dari wilayah DAS Deli ini sangat memberikan pengaruh yang sangat besar, karena hal ini menandakan ada setidaknya 9 bulan basah (dengan curah hujan 200 mm/bulan) hilang. Hal ini juga memberikan gambaran bahwa dalam satu tahun setidaknya terjadi kehilangan curah hujan sebesar 1800 mm. Jumlah ini sangat besar jika dikalikan luas wilayah tangkapan DAS Deli yang mencapai 56.848,88 Ha atau setara dengan 1,023 milliar m3 air/tahun.
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
didasarkan pada hujan terbesar selama 24 jam deperoleh bahwa untuk tanah dengan HSGs kelompok C pada curah hujan 10 mm memerlukan sekitar 8,33% sajam luas daerah resapan; sedangkan untuk tanah dengan kelompok HSGs B dengan curah hujan rancangan dapat mencapai 50 mm, luas daerah resapan adalah 16,66 % ; dan untuk tanah dengan kelompok HSGs A curah hujan rancangan 100 mm luas daerah resapan adalah 16,66 %.
Mengingat bahwa masalah kekurangan air pada musim kemarau adalah menjadi masalah semua orang maka untuk menyisihkan lahan seluas yang diutarakan diatas sebagai daerah resapan pada setiap bangunan masyarakat hal ini sudah lah merupakan suatu hal yang sangat wajar. Mengingar bahwa agar kekurangan air sebagai akibat perubahan iklim tersebut di atas dapat diatasi satu-satunya jalan adalah dengan memperbesar air tangkapan pada saat hujan sebagai sumber satu-satunya air tawar yang ada.
KESIMPULAN
Sebagai intisari dari paper ini dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Iklim di wilayah DAS Deli telah berubah maka harus dilakukan perubahan dalam pola pengelolaannya.
2. Perubahan iklim pada wilayah DAS Deli mengakibatkan wilayah ini kekurangan pasokan air sebesar kurang lebih 1,023 milliar m3/air pertahun. 3. Perlu adanya penyediaan daerah resapan pada setiap bangunan
masyarakat sesuai dengan tipe iklim dan kelompok HSGs tanah pada wilayah tersebut berkisar antara 8,33 % - 16,66 %.
4. Penyediaan daerah resapan tersebut adalah unutk meningkatkan pasokan air dalam tanah yang kemudian bermanfaat sebagai sumber air disaat musim kemarau.
DAFTAR PUSTAKA
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk Fahmudin, A. dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktik Konservasi Tanah
Pertanian Lahan Kering. Bogor: World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia. Hal 3 – 4
Harahap, E.M. 2013. Pengkajian Teknis Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kawasan Danau Toba; Pengelolaan Tanah Pertanian yang berkelanjutan. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara – Medan.
http://www.2.bp.blockspot.com.Amazon+River+basin+map.jpg. Mei 2014.
http://www.recycleworks.org/kids/water.html. Mei 2014
http://www.banjir 2025.files.wordpress.com/2008/10/d1.jpg. Mei 2014.
http://www.banjir 2025.files.wordpress.com/2008/10/das.jpg. Mei 2014.
http://www.banjir 2025.files.wordpress.com/2008/10/das2.jpg. Mei 2014.
http://www.hSGs hydrologic Soil Groups/HSGs description.detail.html. (----); Mei 2014.
http://www.hSGs hydrologic Soil Groups/HSGs infiltration n potential run off (----); Mei 2014.
http://www. NRCS-USDA (2001); Hydrologic Soil Groups. Mei 2014.
http://www.NRCS-USDA (2005); Hydrologic Soil Groups. Mei 2014.
http://www.permeability n texture.jpg. Mei 2014
http://www.recycleworks.org/kids/water.html. BebasBanjir2015. Juni 2014.
http://www.tools.wmflabs.org/geohack/Amazon_River. Juni 2014.
Lumbanraja, P. 2014. Kesesuaian Lahan dan Tata Ruang; 138104002; SPs-S3; USU-Medan.
Rauf, A. 2014 . Kemantapan dan Kerusakan DAS; Sekolah PascaSarjana; USU-Medan.
Sudrajat, A. 2009. Pemetaan Klasifikasi Iklim Oldeman dan Scmidth-Fergusson sebagai Upaya Pemanfaatan Sumberdaya Iklim dalam Pengelolaan
Sumberdaya Alam di Sumatera Utara.
MENCIPTAKAN FUNGSI RESAPAN AIR PADA DAERAH BUDIDAYA (Suatu konsep untuk
WASWC (World Association of soil dan water Conservation). 1998.
Wocat (World Overview of Conervation Approachs and Technologies). A Frame Work for the Evaluation of Soil and water Conservation. Lang Druck AG, Bern Switzerland.
Soil Infiltration Rates
INFILTRATION rate (In/hr)
INFILTRATION rate (mm/hr) 1,0 – 8,3 in/hour 25 - 210 mm/hour