• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 652008010 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 652008010 Full text"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Evaluasi Mutu Gizi dan Organoleptik ”Butter Cookies” MOCORIN (Modifikasi Tepung Jagung Lokal (Zea mays L.) – Bekatul)

The Nutritional’s Evaluation and Organoleptic of MOCORIN (Modification of Local Corn (Zea mays L.) - Rice Bran Flour) “Butter Cookies”

Frenky Prasetya Wiyono*, Lydia Ninan Lestario**, A. Ign Kristijanto** *) Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

**) Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana

Jalan Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 (fjl_nq@yahoo.com)

ABSTRACT

The objectives of this study were: Firstly, to determine the effect of various rice bran additions in making of MOCORIN based on the nutritional value, secondly, to determine the percentage of MOCORIN additions based on the organoleptic value of butter cookies. The water, ash, protein, carbohydrates, fat content, and crude fiber of MOCORIN were analysed by Randomized Completely Block Design (RCBD), 6 treatments and 4 replications. The treatments were the substitution ratios of rice bran which were : 0 %; 12,5 %; 25 %; 37,5 %; 50 %; and 62,5 % respectively, and as the blocks were time of analysis. The organoleptic values were analysed by RCBD, with 7 treatments and 30 replications as the treatments were mixture of wheat and different substitution ratios of MOCORIN which were 0 %; 12,5 %; 25 %; 37,5 %; 50 %; and 62,5 % respectively. To test the differences between the treatment means, the Honestly Significant Differences (HSD) at 5 % level of significance were used. The results of this study showed that ash content, protein, fat, and crude fiber increased according to the level of rice bran addition, on contrary, carbohydrates content decreased. Butter cookies which were the most panelists like was the butter cookies using MOCORIN with 25 % substitution of rice bran.

Keywords : MOCORIN, rice bran, butter cookies

PENDAHULUAN

Adanya permintaan beras yang terus meningkat ditambah dengan semakin menyempitnya area persawahan akibat konversi lahan pertanian menjadi kawasan industri dan pemukiman, membuat Indonesia semakin banyak mengimpor beras. Namun di sisi lain, Indonesia memiliki jagung yang berfungsi sebagai sumber pangan

(2)

yang mampu tumbuh di lahan-lahan kering. Menurut Prasanna dkk. (2001) dalam Arief dan Asnawi (2009), jagung merupakan hasil palawija pertama yang memegang peranan penting dalam pola menu makanan mayarakat setelah beras. Lebih lanjut menurut Arief dan Asnawi (2009), nilai gizi jagung adalah sebagai berikut: karbohidrat (75,06 -76,3 %), protein (6,51 - 8,4 %), lemak (3,2 - 5,34 %), serat (2,07 - 2,6 %), dan abu (1 - 1,43 %). Komposisi nilai gizi tersebut ditentukan dari beberapa varietas jagung, yaitu Srikandi kuning, Srikandi putih, Bisi-2, dan Lamuru.

Jagung memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi akan tetapi kandungan protein, abu, lemak, dan serat yang terbilang rendah. Salah satu cara untuk meningkatkan kandungan gizi jagung adalah dengan penambahan bekatul. Bekatul merupakan kulit paling luar dari beras dan kulit paling dalam dari sekam yang telah terkelupas melalui proses penggilingan dan penyosohan. Menurut Riswanto dkk. (2009), dalam gabah kering giling terdapat bekatul sebanyak 10 %. Lebih lanjut menurut Hermanianto dkk. (1997), dalam 100 gram tepung bekatul terkandung 14 gram protein, 18 gram lemak, 36 gram karbohidrat, 10 gram abu, dan 12 gram serat kasar.

Menurut Auliana (2011), kandungan protein bekatul lebih rendah dibandingkan telur dan protein hewani, tetapi lebih tinggi dibandingkan kedelai, jagung, dan terigu. Kandungan gizi yang dimiliki bekatul padi, diantaranya adalah vitamin (seperti thiamin, niacin, vitamin B-6), mineral (besi, fosfor, magnesium, kalium), asam lemak esensial, antioksidan, serta dietary fiber (Riswanto dkk., 2009). Hasil samping penggilingan padi ini memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik, namun sampai sejauh ini pemanfaatan bekatul hanya terbatas sebagai pakan ternak.

(3)

TUJUAN

1. Menentukan nilai gizi MOCORIN antar berbagai persentase penambahan bekatul.

2. Menentukan perbandingan MOCORIN yang ideal dalam pembuatan butter cookies ditinjau dari nilai organoleptik.

METODE PENELITIAN

Bahan dan piranti

Bahan yang digunakan adalah jagung putih varietas lokal yang diperoleh dari petani jagung Desa Ngaglik, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, bekatul (Prima Sehat, Yogyakarta), dan ragi tempe (Raprima, LIPI). Sedangkan bahan kimiawi yang digunakan antara lain anthrone, H2SO4, HCl, Na2CO3, (D) Glukosa, CuSO4.5H2O,

NaKTartat, NaOH, BSA (Bovin Serum Albumin) (Merck, Germany), dan eter, etanol (derajat teknis).

Piranti yang digunakan dalam penelitian ini meliputi almari pengering, gilingan, ayakan, neraca (Scout Pro SPS 602F), neraca (Acis A300), neraca (Mettler H80), oven (Memmert U30), waterbath (Smic 5064), pH meter (Hanna HI9812), pompa vakum, corong Buchner, rotary evaporator (Buchi R114), furnace (Vulcan A-550), centrifuge

(Eba 21), spektrofotometer (Optizen 2120 UV).

Pelaksanaan penelitian

Fermentasi Jagung-Bekatul (Alam, 2010 yang dimodifikasi dan Marsono, 1997)

Biji jagung direbus menggunakan air kapur 1 % selama 30 menit kemudian dicuci hingga bersih. Selanjutnya biji jagung direbus lagi dengan air bersih selama 60 menit, ditiriskan kemudian digiling kasar.

(4)

Penepungan Hasil Fermentasi

Jagung dan bekatul yang telah diikubasi selama 31 jam dimasukkan dalam almari pengering pada suhu 500C selama 1 malam. Setelah kering digiling hingga halus kemudian diayak, dan hasil akhir ini disebut MOCORIN.

Pengukuran Kadar Air (Sudarmadji dkk., 1984)

1 gram MOCORIN ditimbang dalam cawan petri yang sudah diketahui bobotnya. MOCORIN dan cawan petri dioven selama 3 - 5 jam pada suhu 1050C. MOCORIN dan cawan petri didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Dipanaskan lagi dalam oven selama 30 - 60 menit hingga diperoleh massa yang konstan.

Pengukuran Kadar Abu (Sudarmadji dkk., 1984)

2 gram MOCORIN ditimbang dalam cawan porselen yang sudah diketahui bobotnya. MOCORIN dan cawan porselen dipijarkan dalam furnace pada suhu 8000C selama 1 jam (diperoleh abu berwarna putih) lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.

Pengukuran Kadar Protein Dengan Metoda Biuret (AOAC, 1995)

0,1 gram MOCORIN ditambah 10 ml akuades dan 1 ml NaOH 1 M, dipanaskan dalam penangas air pada suhu 900C selama 10 menit. Sampel dipindahkan dalam labu ukur 50 ml dan digenapkan dengan akuades. Kemudian dipusingkan selama 10 menit dengan kecepatan 4000 rpm. 0,5 ml supernatan yang diperoleh ditambah dengan 2 ml reagensia biuret, kemudian diinkubasi selama 30 menit dan dilakukan pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.

Pengukuran Kadar Karbohidrat Dengan Metoda Anthrone (Hedge and Hofreiter,

1962)

0,2 gram MOCORIN ditambah 10 ml HCl 2,5 N dan dihidrolisis dalam penangas air pada suhu 800C selama 3 jam, kemudian dinetralkan dengan penambahan Na2CO3 dan

(5)

Pengukuran Lemak (Sudarmadji dkk., 1984)

10 gram MOCORIN diekstrak menggunakan pelarut eter pada suhu 500C selama 5 jam. Sisa pelarut diuapkan menggunakan rotary evaporator, lalu dimasukkan dalam oven hingga tidak ada pelarut yang tersisa. Bobot lemak ditimbang.

Pengukuran Serat Kasar (SNI, 1992)

2 gram MOCORIN diekstraksi lemaknya menggunakan soxhlet kemudian dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambah 100 ml larutan H2SO4 12,5 %

lalu didihkan selama 30 menit kemudian ditambah 200 ml NaOH 3,25 % dan dipanaskan lagi selama 30 menit. Larutan disaring dengan kertas saring kering yang sudah diketahui bobotnya, sambil dicuci berturut-turut dengan air panas, H2SO4 1,25 %,

air panas, dan alkohol 96 %, kemudian kertas saring dengan residu dipindahkan ke dalam cawan yang sudah diketahui bobotnya dan dikeringkan pada 110ºC sampai bobot konstan. Setelah itu cawan dipijarkan dan ditimbang sampai bobot tetap.

Pembuatan Butter Cookies (Anonim, 2012 yang dimodifikasi)

100 g mentega ditambah 100 g gula halus dan 2 butir kuning telur, kemudian dikocok hingga menggembang. Ditambahkan 100 g tepung sampel dan 25 g susu bubuk, kemudian diaduk hingga merata. Adonan dicetak pada loyang yang telah diolesi mentega kemudian dioven selama + 20 menit.

Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)

Uji organoleptik meliputi warna, rasa, aroma, dan tekstur butter cookies dilakukan dengan uji kesukaan. Sampel berupa butter cookies diuji cobakan kepada 30 orang panelis dengan kode tertentu. Skala hedonik untuk warna, rasa, aroma, dan tekstur

butter cookies ditentukan dengan skala sebagai berikut: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka.

Analisa Data (Steel dan Torrie, 1989)

(6)

7 perlakuan dan 30 ulangan. Sebagai perlakuan adalah tepung terigu dan persentase penambahan MOCORIN (0 %; 12,5 %; 25 %; 37,5 %; 50 %; dan 62,5 %). Untuk menguji purata antar perlakuan dilakukan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh penambahan bekatul dalam proses fermentasi jagung ditinjau dari kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar lemak, dan kadar serat kasar tepung MOCORIN yang dihasilkan.

Kadar Air

Rataan kadar air MOCORIN berkisar 7,51 + 1,04 % - 9,11 + 1,17 % dan kadar air MOCORIN sama antar berbagai persentase penambahan bekatul (Tabel 1).

Tabel 1. Kadar Air (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan Bekatul

Kadar Air

% Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN

0 12,5 25 37,5 50 62,5

(x± SE) 7,51 + 1,04 8,10 + 1,21 8,67 + 1,22 9,11 + 1,17 8,93 + 0,67 8,81 + 1,37

W = 2,09 (a) (a) (a) (a) (a) (a)

Keterangan : * W = BNJ 5%

* Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata, sedangkan nilai yang diukur oleh huruf yang tidak sama menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata. Keterangan ini berlaku untuk Tabel 2 sampai dengan Tabel 11.

Kadar air yang relatif kecil akan membuat produk memiliki daya simpan yang lama serta dapat menghambat kerusakannya dari mikroorganisme (Lidiasari dkk., 2006). Lebih lanjut menurut Winarno (1991), kadar air pada bahan yang rendah akan mencapai kestabilan yang optimum, sehingga reaksi-reaksi kimia yang merusak bahan seperti

browning, hidrolisis atau oksidasi lemak dapat dikurangi.

Kadar Abu

(7)

Tabel 2. Kadar Abu (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan Bekatul

Kadar Abu

% Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN

0 12,5 25 37,5 50 62,5

(x± SE) 1,73 + 0,08 3,48 + 0,17 4,87 + 0,36 5,95 + 0,17 7,14 + 0,47 8,14 + 0,47

W = 0,76 (a) (b) (c) (d) (e) (f)

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Sarbini dkk. (2009), semakin banyak penambahan bekatul maka akan meningkatkan kadar abu biskuit tempe-bekatul yang dihasilkan. Lebih lanjut Medikasari dkk. (2009) melaporkan bahwa produk fermentasi pada umumnya memiliki kadar abu yang lebih besar.

Kadar Protein

Rataan kadar protein MOCORIN berkisar antara 5,71 + 0,06 % - 26,63 + 0,28 % dan penambahan bekatul meningkatkan kadar protein MOCORIN sampai 26,63 + 0,28 % (Tabel 3).

Tabel 3. Kadar Protein (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan Bekatul

Kadar Protein

% Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN

0 12,5 25 37,5 50 62,5

(x± SE) 5,71 + 0,06 7,97 + 0,25 11,70 + 0,21 18,99 + 0,25 25,21 + 0,15 26,63 + 0,28

W = 0,68 (a) (b) (c) (d) (e) (f)

Kadar protein bekatul yang lebih besar dari pada jagung mempengaruhi kadar protein yang dihasilkan, sehingga semakin tinggi persentase penambahan bekatul maka semakin tinggi pula kadar protein MOCORIN. Hasil yang sama ditunjukkan dalam penelitian Saputra (2008) yang melaporkan kadar protein cookies dan donat dengan penambahan bekatul mengalami peningkatan jika dibandingkan cookies dan donat tanpa bekatul.

(8)

Kadar Karbohidrat

Rataan kadar karbohidrat MOCORIN berkisar antara 37,22 + 0,41 % - 53,31 + 0,17% (Tabel 4).

Tabel 4. Kadar Karbohidrat (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan Bekatul

Kadar Karbohidrat

% Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN

62,5 50 37,5 25 12,5 0

(x± SE) 37,22 + 0,41 38,77 + 0,24 40,44 + 0,20 43,03 + 0,43 48,26 + 0,74 53,31 + 0,17

W = 1,54 (a) (b) (c) (d) (e) (f)

Kadar karbohidrat bekatul lebih rendah dari pada jagung, sehingga semakin tinggi penambahan bekatul dalam MOCORIN maka kadar karbohidrat akan semakin kecil. Hasil yang sama ditunjukkan pada penelitian Aftasari (2003), kadar karbohidrat semakin menurun seiring dengan pemambahan bekatul dalam pembuatan sponge cake.

Menurut hasil penelitan Wignyanto dan Nurika (2009), kadar karbohidrat jagung fermentasi mengalami penurunan. Tepung jagung yang awalnya mengandung karbohidrat sebesar 73,43 % turun menjadi 38,45 %, dan penurunan kadar tersebut terjadi karena pati jagung dihidrolisis menjadi fruktosa.

Lebih lanjut menurut Hidayat dkk. (2006 dalam Hadinataria 2011), polisakarida akan dirombak atau dipecah menjadi disakarida dengan menggunakan panas. Panas yang dihasilkan berasal dari metabolisme kapang, kemudian disakarida akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa dengan bantuan enzim amilase yang berasal dari kapang. Jika kapang semakin banyak maka enzim amilase juga akan semakin banyak sehingga glukosa dan fruktosa yang dihasilkan juga akan semakin banyak.

Kadar Lemak

Rataan kadar lemak MOCORIN berkisar antara 4,58 + 0,38 % - 9,03 + 0,36 % (Tabel 5).

Tabel 5. Kadar Lemak (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan Bekatul

Kadar Lemak

% Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN

0 12,5 25 37,5 50 62,5

(x± SE) 4,58 + 0,38 6,30 + 0,28 6,88 + 0,36 7,40 + 0,35 8,28 + 0,44 9,03 + 0,36

(9)

Semakin banyak penambahan bekatul, maka kadar lemak MOCORIN juga akan semakin meningkat. Kandungan lemak bekatul lebih tinggi dibandingkan jagung sehingga penambahan bekatul berpengaruh nyata dalam pembuatan MOCORIN.

Mutu minyak bekatul telah dikenal merupakan salah satu minyak makan yang terbaik di antara minyak yang ada, karena minyak bekatul kaya akan asam lemak tidak jenuh cukup tinggi, yaitu 77,42 % (Lichtenstein et al., 1994)

Kadar Serat

Rataan kadar serat kasar MOCORIN berkisar antara 2,01 + 0,92 % - 3,93 + 1,36 %. Semakin tinggi penambahan bekatul dalam MOCORIN maka kadar serat kasar akan mengalami peningkatan dan kadar serat tertinggi diperoleh pada MOCORIN dengan penambahan bekatul 37,5 %, yaitu sebesar 3,93 + 1,36 % (Tabel 6).

Tabel 6. Kadar Serat Kasar (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan Bekatul

Kadar Serat Kasar

% Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN

0 12,5 25 37,5 50 62,5

(x± SE) 2,01 + 0,92 2,40 + 1,67 2,83 + 1,61 3,93 + 1,36 3,68 + 1,71 3,87 + 1,82

W = 1,77 (a) (ab) (ab) (b) (ab) (b)

Adanya peningkatan kadar serat kasar karena pada komposisi 37,5 % diduga kapang dapat tumbuh optimal, sehingga miselium yang terbentuk semakin banyak. Semakin besar jumlah miselium yang terbentuk selama proses fermentasi maka kadar serat kasar juga akan semakin meningkat.

Suzana (1992) melaporkan, semakin tinggi kadar bekatul dalam biskuit maka kadar serat kasar semakin meningkat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2008), menunjukkan dengan adanya penambahan bekatul maka terjadi peningkatan kadar serat kasar cookies dan donat.

Uji Organoleptik

(10)

ini, semua butter cookies dibuat dengan resep yang sama, perbedaan hanya terletak pada tepung yang digunakan dan sebagai kontrol pembanding digunakan tepung terigu.

a. Warna

Pengaruh pengunaan MOCORIN sebagai bahan dasar pembuatan butter cookies

pada berbagai konsentrasi bekatul terhadap uji sensoris warna disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Analisis Warna Butter Cookies Berbahan Dasar MOCORIN Serta

Terigu

Warna % Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN Terigu

50 62,5 37,5 12,5 25 0

x ±SE 2,63+0,55 2,67+0,43 3,19+0,55 3,71+0,53 4,19+0,49 4,74+0,56 5,85+0,50

W=0,86 (a) (a) (ab) (bc) (cd) (d) (e)

Keterangan : * 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak tidak suka; 4 = netral: 5 = agak suka: 6 = suka; 7 = sangat suka. Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 8 sampai dengan Tabel 11.

Butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul lebih disukai panelis dari pada keempat persentase penambahan bekatul dalam MOCORIN lainnya. Hal ini terkait dengan semakin tinggi penambahan bekatul, maka warna pada butter cookies yang dihasilkan semakin berwarna coklat hingga kehitaman (Gambar 1). Bekatul memiliki kandungan gula reduksi yang relatif tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya reaksi

Maillard (Winarno, 1991).

Gambar 1. Macam-macam warna butter cookies yang dibuat antar

Persentase Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN yang berbeda

1 = butter cookies dengan tepung terigu

(11)

Butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul memperoleh skor netral sebesar 4,19 + 0,49 (Tabel 7). Hal ini berarti bahwa butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul dapat diterima oleh panelis.

b. Aroma

Hasil uji organoleptik aroma butter cookies antar MOCORIN dengan berbagai konsentrasi bekatul disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Analisis Aroma Butter Cookies Berbahan Dasar MOCORIN Serta

Terigu

Aroma % Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN Terigu

62,5 50 37,5 12,5 25 0

x ±SE 2,46+0,48 2,96+0,47 2,96+0,40 3,17+0,49 3,38+0,51 4,46+0,68 5,96+0,32

W=0,80 (a) (ab) (ab) (ab) (b) (c) (d)

Dari Tabel 8 terlihat bahwa skor penerimaan aroma butter cookies oleh panelis berkisar antara 2,46 + 0,48 % - 5,96 + 0,32 %. Butter cookies yang dihasilkan memiliki aroma bekatul dan sedikit langu sejalan dengan tingginya persentase bekatul dalam MOCORIN maka aroma bekatul dalam butter cookies akan semakin tercium. Adanya aroma khas bekatul disebabkan oleh adanya minyak tokofenol (komponen volatil) pada bekatul (Sarbini, 2009).

c. Rasa

Skor penerimaan panelis terhadap rasa butter cookies berkisar antara 2,73 + 0,48 – 6,13 + 0,40. Rasa butter cookies yang timbul disebabkan dari pencampuran bahan penyusun kue tersebut dan hasil analisis rasa butter cookies (Tabel 9).

Tabel 9. Analisis Rasa Butter Cookies Berbahan Dasar MOCORIN Serta Terigu

Rasa % Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN Terigu

62,5 37,5 50 12,5 25 0

x ±SE 2,73+0,48 3,13+0,49 3,30+0,49 3,77+0,55 4,27+0,54 5,13+0,47 6,13+0,40

W=0,89 (a) (ab) (ab) (b) (bc) (c) (d)

(12)

MOCORIN lainnya. Semakin besar penambahan bekatul dalam MOCORIN yang diaplikasikan, membuat rasa butter cookies menjadi semakin pahit dan sedikit asam.

d. Tekstur

Hasil uji organoleptik terhadap tekstur butter cookies dengan berbagai konsentrasi bekatul dalam MOCORIN disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Analisis Tekstur Butter Cookies Berbahan Dasar MOCORIN Serta

Terigu

Tekstur % Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN Terigu

12,5 62,5 37,5 50 25 0

x ±SE 3,23+0,47 3,33+0,49 3,33+0,50 3,37+0,49 3,97+0,55 5,60+0,45 5,97+0,40

W=0,84 (a) (a) (a) (a) (a) (b) (b)

Dari Tabel 10 terlihat bahwa tekstur butter cookies yang dihasilkan memperoleh skor penerimaan berkisar antara 3,23 + 0,47 – 5,97 + 0,40. Butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul skor penilaiannya sama dengan keempat persentase penambahan bekatul dalam MOCORIN lainnya yaitu agak tidak suka.

e. Keseluruhan

Hasil uji organoleptik terhadap butter cookies dengan MOCORIN pada berbagai konsentrasi bekatul disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Analisis Secara Keseluruhan Butter Cookies Berbahan Dasar

MOCORIN Serta Terigu

% Penambahan Bekatul Dalam MOCORIN

Terigu

62,5 37,5 50 12,5 25 0

x ±SE 2,90+0,46 3,27+0,47 3,37+0,42 3,63+0,49 4,17+0,44 5,37+0,44 6,17+0,37

W=0,75 (a) (a) (a) (ab) (b) (c) (d)

Secara keseluruhan butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul lebih disukai dengan perolehan skor 4,17 + 0,44. Hal ini berarti bahwa butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul dapat diterima oleh panelis.

(13)

Formula MOCORIN Terbaik

Dari hasil uji organoleptik dapat ditentukan bahwa formula terbaik dalam butter cookies adalah penambahan MOCORIN 25 %. Komposisi dan kadar zat gizi MOCORIN 25 % dibandingkan dengan tepung jagung disajikan pada Tabel 12 berikut ini.

Tabel 12. Komposisi Zat Gizi MOCORIN 25% dan Tepung Jagung

Zat Gizi (%) MOCORIN 25 % TEPUNG

JAGUNG

Air 8,67 9,24 - 10,82

Abu 4,87 0,78 – 1,08

Protein 11,70 6,70 – 7,89

Karbohidrat 43,03 79,51 – 79,98

Lemak 6,88 1,86 – 2,38

Serat Kasar 2,83 1,05 – 1,89

Sumber : Suarni dan Firmansyah (2005 dalam Suarni 2009)

Kadar air MOCORIN 25 % lebih kecil dari pada kadar air tepung jagung. Semakin rendah kadar air tepung akan menjadi nilai positif untuk tepung tersebut, karena kadar air yang tinggi akan menyulitkan dalam penyimpanan. Tepung pada kondisi kadar air tinggi mudah terserang mikroba dan tidak dapat disimpan dalam waktu lama (Lidiasari, 2006).

Nilai kadar abu MOCORIN 25 % yang diperoleh sebesar 4,87 %. Kadar abu ini lebih tinggi dibandingkan kadar abu tepung jagung yaitu sebesar 0,78 % – 1,08 %. Kadar abu menunjukkan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan tersebut.

Telaah lebih lanjut dari Tabel 12, terlihat bahwa kadar protein MOCORIN 25 % adalah 11,70 % dan nilai ini lebih besar dari pada kadar protein tepung jagung. Bahkan kadar protein MOCORIN 25 % ini lebih tinggi dibandingkan kadar protein tepung terigu untuk bahan makanan yang disyaratkan dalam SNI (2006) yaitu minimal 7,0 %.

Kadar karbohidrat MOCORIN 25 % diperoleh sebesar 43,03 % dan nilai ini lebih rendah dari pada kadar karbohidrat tepung jagung. Kadar karbohidrat yang rendah ini terkait dengan hidrolisis pati menjadi glukosa oleh kapang dalam proses fermentasi.

(14)

Kadar serat kasar MOCORIN 25 % sebesar 2,83 %, lebih tinggi dibandingkan kadar serat kasar tepung jagung yang berkisar antara 1,05 % – 1,89 %. Menurut Ngantung (2003), serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan. Serat yang tinggi pada MOCORIN terkait dengan kadar serat bekatul yang tinggi serta jumlah miselium yang terbentuk pada proses fermentasi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Nilai gizi MOCORIN meliputi kadar abu, protein, lemak, dan serat kasar meningkat seiring penambahan bekatul, sebaliknya kadar karbohidrat menurun.

2. Butter cookies dengan MOCORIN + 25 % bekatul dapat diterima secara netral untuk warna, rasa, tekstur dan secara keseluruhan, sedangkan untuk aroma agak tidak disuka.

Saran

Perlu dilakukan analisa lebih lanjut mengenai pemanfaatan MOCORIN ditinjau dari segi lain yang juga berguna bagi kesehatan seperti asam amino atau asam lemak penyusunnya serta penelitian tentang aplikasi MOCORIN untuk bahan dasar pembuatan produk kue atau roti yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Aftasari, F. 2003. Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Sponge Cake Yang Ditambah Tepung Bekatul Rendah Lemak. Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Alam. 2010. Potensi Jagung Di Indonesia. http://alambenzosnesia.blogspot.com/. [27 November 2011]

Anonim. 2012. Resep Coklat Butter Cookies. http://hobimasak.info/resep-coklat-butter-cookies/ [19 Maret 2012]

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists. AOAC, Washington DC.

Arief, R.W. dan R Asnawi. 2009. Kandungan Gizi dan Asam Amino Beberapa Varietas Jagung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 9 (2):61-66.

(15)

Hadinataria, N. 2011. Pemanfaatan Tepung Kedelai (Glycine max L.) Dalam Optimalisasi Pembuatan Tepung Gaplek Berprotein Sebagai Bahan Substitusi Tepung Terigu. Skripsi, Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.

Hedge, J.E. and B.T. Hofreiter. 1962. In Carbohydrate Chemistry, 17 (Eds. Whinstler. R. L. and Be. Miller, J.N.). Academic Press, New York.

Hermanianto J., Z. Wulandari, dan E. Ernawati. 1997. Proses Ekstruksi Untuk Pengolahan Hasil Samping Penggilingan Padi (Menir dan Bekatul). Prosiding Seminar Teknologi Pangan Hal:567-582.

Lichtenstein, A.H., L.M. Ausman, W. Carrasco, L.J. Jenner, J.M. Ordovas, R.J. Nicolosi, B.R. Goldin, and E.J. Schaefer. 1994. Rice Bran Consumption and Plasma Lipid Levels in Moderately Hypercholesterolemic Humans. Journal of the American Heart Association Vol 14 (4):549-559

Lidiasari, E., M.I. Syafutri, dan F. Syaiful. 2006. Pengaruh Perbedaan Suhu Pengeringan Tepung Tapai Ubi Kayu Terhadap Mutu Fisik dan Kimia Yang Dihasilkan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Vol 8 (2):141-146.

Marsono, Y. 1997. Pengaruh Pengukusan Terhadap Kandungan Oryzanol dan Perubahan Sifat Kimia Minyak Bekatul Padi Unggul Selama Penyimpanan.

Argitech Vol 17 (2):6-10

Medikasari, Marniza, dan E. Desiana. 2009. Produksi Tepung Ubi Kayu Berprotein: Suatu Kajian Awal Karakteristik Berdasarkan Lama Fermentasi Dan Jumlah Inokulum Dengan Menggunakan Ragi Tempe. Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung. Lampung.

Ngantung, M. 2003. Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai Pada Tepung Terigu Terhadap Nilai Gizi Mie Basah Yang Dihasilkan. Jurnal Sains dan Teknologi Vol 3 (3):110-118. Pratiwi, W., Erriza A., dan Melati. 2011. Fermentasi Tepung Dedak Menggunakan Ragi

Tape Saccaromyces cerevisiae Untuk Meningkatkan Nutrisi Pakan Ikan.

Program Kreatifitas Mahasiswa, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Riswanto K., Fitriyah, dan N.T. Hendartina. 2009. Pemanfaatan Bekatul Fermentasi Sebagai Pangan Fungsional Dalam Bentuk Bar Yang Memiliki Efek Hipokolesterolemik dan Antistress. Program Kreativitas Mahasiswa, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Saputra, I. 2008. Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Cookies dan Donat Tepung Terigu Yang Disubstitusikan Parsial Dengan Tepung Bekatul. Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sarbini, D., S. Rahmawaty, dan P. Kurnia. 2009. Uji Fisik, Organoleptik, dan Kandungan Zat Gizi Biskuit Tempe-Bekatul Dengan Fortifikasi Fe dan Zn Untuk Anak Kurang Gizi. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi Vol 10 (1):18-26.

SNI. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan Standarisasi Nasional SNI No. 01-2891-1992. Jakarta.

SNI. 2006. Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan. Badan Standarisasi Nasional SNI No. 01-3751-2006. Jakarta.

(16)

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT Gramedia, Jakarta.

Suarni. 2009. Prospek Pemanfaatan Tepung Jagung Untuk Kue Kering (cookies). Jurnal Litbang Pertanian Vol 28 (2):63-71.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Suzana, L. 1992. Memperlajari Substitusi Parsial Dedak Padi (Bekatul) Terhadap Tepung Terigu (Triticum vulgare) Sebagai Sumber Dietary Fiber dan Niasin Dalam Pembuatan Roti Manis dan Biskuit. Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wignyanto dan I. Nurika, 2009. Optimasi Proses Fermentasi Tepung Jagung Pada Pembuatan Bahan Baku Biomassa Jagung Instan (Kajian Lama Inkubasi Dan Konsentrasi Kapang Rhizopus sp.). Argitek Vol. 12 (2):251-257.

Gambar

Tabel 1. Kadar Air (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan Bekatul
Tabel 2. Kadar Abu (%) MOCORIN Berbagai Persentase Penambahan Bekatul
Tabel 7. Analisis Warna Butter Cookies Berbahan Dasar MOCORIN Serta
Tabel 8. Analisis Aroma Terigu
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

sekali digunakan karena strukturnya yang kuat namun memiliki berat yang ringan. Diantaranya sebagai bahan dasar body mobil, bahkan pesawat yang membutuhkan struktur bahan yang

Setelah dilakukan pengamatan kondisi fisik atlet putri taekwondo Unit Sungai Limau Kabupaten Padang Pariaman pada hari kedua menstruasi dan pada saat tidak menstruasi dengan

Hasil perhitungan pada Tabel 8 menunjukkan hasil bahwa faktor promotive voice (ekspresi karyawan tentang ide atau saran untuk meningkatkan fungsi organisasi) dan

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “ APLIKASI BELAJAR DAN

Keratinisasi yang berlangsung baik akan membuat kulit menjadi tampak lebih sehat karena sel-sel kulit yang mati selalu berganti dengan sel kulit yang baru1. Berbeda dengan

Kadar CK- MB pasien PJK yang dirawat-inap di Bagian Penyakit Dalam RSMH Palembang mulai meningkat pada selisih waktu jam ke-3, mencapai kadar puncak pada jam ke-

Menurut Suharsimi Arikunto, (2006: 118) “Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel yang akan diteliti dalam