• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Interaksi Siswa dalam Proses Belajar Mengajar

Interaksi adalah suatu pertukaran ide secara verbal atau timbal balik lainnya antara orang perseorangan, perseorangan dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok untuk saling mempengaruhi dalam proses belajar mengajar (Surakhmad, 2003). Proses belajar mengajar merupakan proses interaksi komunikasi aktif antara siswa dengan guru dalam kegiatan pendidikan (Arifin, 2003). Interaksi dalam proses belajar mengajar tidak hanya menyatakan hubungan guru dengan siswa atau siswa dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Interaksi edukatif merupakan proses interaksi yang disengaja, sadar akan tujuan untuk mengantarkan siswa ke arah kedewasaanya (Surakhmad, 2003). Interaksi dalam proses belajar mengajar melibatkan metode kerja kelompok. Metode ini bertujuan agar siswa dapat bekerjasama membahas dan memecahkan masalah.

Agar terjadi interaksi belajar mengajar yang baik, ada beberapa faktor yang harus dipenuhi, yaitu dasar-dasar interaksi belajar mengajar yang terdiri dari: 1. Interaksi bersifat edukatif.

2. Dalam interaksi terjadi perubahan tingkah laku pada siswa sebagai hasil belajar mengajar.

3. Peranan dan kedudukan yang tepat dalam proses interaksi belajar mengajar. 4. Interaksi sebagai proses belajar mengajar.

(2)

5. Sarana kegiatan proses belajar mengajar yang tersedia, yang membantu tercapainya interaksi belajar mengajar secara efektif dan efisien.

Menurut Piaget (Dahar, 1988) peranan guru dalam interaksi belajar mengajar antara lain:

1. Sebagai fasilitator, yaitu menyediakan situasi-situasi yang dibutuhkan individu untuk belajar.

2. Sebagai pembimbing, yaitu memberikan bimbingan siswa dalam interaksi belajar, agar siswa mampu belajar dengan lancar dan berhasil secara efektif dan efisien.

3. Sebagai motivator, yaitu memberikan dorongan semangat agar siswa mau dan giat belajar.

4. Sebagai organisatoris, yaitu mengorganisasikan kegiatan belajar siswa maupun guru.

Interaksi belajar mengajar ditandai pula oleh adanya aktifitas siswa, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar jika tidak ada aktifitas. Itulah sebabnya aktifitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaksi belajar-mengajar (Sardiman, 2009).

Lingren (Usman, 1995) menggambarkan pola keaktifan siswa dalam interaksi antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa lainnya. Beliau mengemukakan lima jenis interaksi antara guru dan siswa (Gambar 2.1), antara lain:

(3)

a. Pola Guru-Murid

Pola guru-murid menggambarkan komunikasi sebagai aksi (satu arah). Artinya, kegiatan belajar mengajar didominasi oleh guru.

b. Pola Guru-Murid-Guru

Pola guru-murid-guru menggambarkan komunikasi sebagai interaksi. Pada pola ini ada balikan (feedback) bagi guru, tetapi tidak ada interaksi antar siswa.

c. Pola Guru-Murid-Murid

Pada pola guru-murid-murid, ada balikan bagi guru dan siswa saling belajar satu sama lain.

d. Pola Guru-Murid, Murid-Guru, Murid-Murid

Pola guru-murid, murid-guru, murid-murid menggambarkan komunikasi sebagai transaksi (multi arah). Pada pola ini terjadi interaksi optimal antara guru dengan murid, dan antara murid dengan murid.

e. Pola Melingkar

Pada pola melingkar, setiap siswa mendapat giliran untuk mengemukakan jawaban atau pendapat, tidak diperkenankan berbicara dua kali apabila setiap siswa belum mendapat giliran.

(4)

(1) (2)

(3) (4) (5)

Keterangan:

(1) Pola guru-murid

(2) Pola guru-murid-guru = Guru

(3) Pola guru-murid-murid

(4) Pola melingkar = siswa

(5) Pola guru-murid, murid-guru, murid-murid

Gambar 2.1 Jenis-jenis Interaksi Belajar Mengajar

Hasil belajar pola guru-murid, murid-guru, murid-murid (Gambar 2.1 bagian 5) diperoleh dari saling berbagi informasi antar teman dan antar kelompok. Siswa belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Seseorang yang

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

G

G

G

G

G

G

S

(5)

terlibat dalam kegiatan belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Pola interaksi antar siswa dalam kelompok digambarkan oleh Hamner (Indrawijaya, 1986). Hamner mengemukakan lima jenis interaksi tersebut seperti yang tampak pada Gambar 2.2.

(1) (2) (3) (4) (5) Keterangan: (1) Pola Lingkaran (2) Pola Y (3) Pola Roda (4) Pola All Channel (5) Pola Rantai

Gambar 2.2 Jenis-jenis Interaksi antar Siswa dalam Kelompok

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

S

(6)

Pola-pola interaksi siswa dengan kelompoknya sesuai dengan pola interaksi menurut Hamner (Indrawijaya, 1986) yang mengelompokkan pola komunikasi terpusat dan pola komunikasi tersebar. Pola roda, pola rantai, dan pola Y dikategorikan ke dalam pola komunikasi terpusat, sedangkan pola lingkaran dan pola all channel dikategorikan ke dalam pola tersebar.

B. Peranan Interaksi Belajar dalam Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)

Model pembelajaran TSTS dikembangkan oleh Kagan (1992) dan dapat digunakan dengan teknik kepala bernomor. Teknik ini dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik (Lie,2002). Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, dan karakter), ada kontrol dan fasilitasi, dan meminta tanggungjawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.

Sehubungan dengan pengertian tersebut, Slavin (1990) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Potensi siswa di kelas muncul akibat adanya kondisi dimana siswa bisa bertanya tidak hanya pada guru tetapi juga pada teman sekelompok maupun lintas kelompok. Sehingga siswa dapat terbantu lewat interaksi dengan teman sejawat, sebagai output dari adanya ketergantungan positif yang menjadi salah satu konsep

(7)

dasar pembelajaran kooperatif. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka (Lie, 2002).

Johnson dan Johnson (1975) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif menuntut siswa lebih dekat secara psikologis dengan siswa lain, mendiskusikan bahan pelajaran dengan siswa lain atau berbagi bahan pelajaran diantara siswa. Model pembelajaran TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Metode ini pun memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertukar pikiran dan membangun keterampilan sosial seperti mengajukan pertanyaan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar melalui mengajar. Sehingga siswa dilatih untuk berbagi dan tidak hanya mampu bekerja secara individu. Adapun tahap-tahap pada model pembelajaran TSTS adalah :

a. Siswa bekerja sama dalam kelompok (empat orang).

b. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya masing-masing dan bertamu ke dua kelompok lainnya sesuai dengan alur pada Gambar 2.3.

c. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas untuk membagikan hasil diskusi dan informasi kelompok mereka kepada tamu mereka.

d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok asalnya dan melaporkan temuan mereka dari kelompok yang dikunjunginya.

(8)

Gambar 2.3

Alur Kunjungan Siswa Tamu pada Model Pembelajaran TSTS

Menjelaskan merupakan pemberian informasi secara lisan yang diorganisasi secara sistematis untuk menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara yang sudah dialami dan yang belum dialami, antara generalisasi dengan konsep, antara konsep dengan data, atau sebaliknya (Djamarah, 2005). Berdasarkan tahapan pembelajaran TSTS dapat ditemukan pola interaksi yang menggambarkan pola keaktifan siswa dalam interaksi siswa dengan guru dan siswa dengan siswa yang lainnya menurut Usman (1995), dan pola komunikasi yang terjadi antara siswa dalam kelompoknya menurut Hamner (Indrawijaya, 1986).

Melalui model pembelajaran TSTS, siswa dikondisikan aktif mempelajari bahan diskusi atau hal yang akan dilaporkan karena setiap siswa memiliki peran dan tanggung jawab untuk mempelajari bahan tersebut bersama kelompok ketika menjadi ‘tamu’ maupun ‘tuan rumah’. Dengan demikian, pengetahuan dan wawasan siswa berkembang, siswa lebih menguasai topik diskusi itu sehingga kemampuan berinteraksi siswa dapat ditingkatkan (Rizal, 2011).

A

1

A

2

A

3

A

4

B

1

B

2

B

3

B

4

C

1

C

2

C

3

C

4 A4 A3 B3 B4 C4 C3

(9)

C. Metode Pembelajaran Ekspositori

Metode pembelajaran ekspositori adalah metode pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Killen (Sanjaya, 2006) menanamkan strategi ekspositori ini dengan istilah strategi pembelajaran langsung, karena dalam strategi ini materi disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut menemukan materi. Sanjaya (2006) juga mengungkapkan bahwa strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach).

Terdapat beberapa karakteristik strategi ekspositori. Pertama, strategi ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi secara verbal. Artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini, oleh karena itu sering orang mengidentikannya dengan ceramah. Kedua, biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi yang tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang. Ketiga, tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan (Sanjaya, 2006). Salah satu kelemahan metode ceramah adalah membuat suasana kelas monoton (Munthe, 2009).

(10)

D. Tinjauan Materi Senyawa Hidrokarbon

Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa yang hanya tersusun atas unsur karbon dan hidrogen. Berdasarkan jenis ikatan antara karbon dengan karbon lain yang terdapat pada rantai karbon, senyawa hidrokarbon dibagi menjadi dua yaitu hidrokarbon jenuh dan hidrokarbon tak jenuh. Hidrokarbon jenuh adalah hidrokarbon yang memiliki ikatan tunggal pada rantai karbonnya, misalnya senyawa-senyawa alkana. Hidrokarbon tidak jenuh adalah hidrokarbon yang memiliki ikatan rangkap pada rantai karbonnya, misalnya senyawa-senyawa alkena dan alkuna. Atom karbon dapat membentuk tiga jenis ikatan, yaitu:

a. Ikatan tunggal

Kelompok senyawa hidrokarbon yang hanya memiliki ikatan tunggal dinamakan alkana.

Contoh: C2H6

b. Ikatan rangkap dua

Kelompok senyawa hidrokarbon yang memiliki ikatan rangkap dua dinamakan alkena.

Contoh: C2H4

c. Ikatan rangkap tiga

Kelompok senyawa hidrokarbon yang memiliki ikatan rangkap tiga dinamakan alkuna.

Contoh: C2H2

C

C

C

C

(11)

1. Alkana

Alkana adalah hidrokarbon alifatik jenuh. Alkana merupakan senyawa hidrokarbon jenuh yang seluruh ikatannya tunggal. Sebagai hidrokarbon jenuh, alkana memiliki jumlah atom H yang maksimum. Alkana mempunyai rumus umum CnH2n+2, adapun deret homolog alkana berdasarkan jumlah atom C dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Deret Homolog Alkana

Jumlahatom C (n) Rumus molekul Nama Alkana

1 CH4 Metana 2 C2H6 Etana 3 C3H8 Propana 4 C4H10 Butana 5 C5H12 Pentana 6 C6H14 Heksana 7 C7H16 Heptana 8 C8H18 Oktana 9 C9H20 Nonana 10 C10H22 Dekana 11 C11H24 Undekana 12 C12H26 Dodekana

a. Tata nama Alkana

1. Tentukan rantai C terpanjang sebagai rantai utama. Bila terdapat dua atau lebih rantai terpanjang harus dipilih yang mempunyai cabang terbanyak. 2. Beri nomor rantai utama. Atom C ujung yang paling dekat alkil (cabang)

diberi nomor terkecil 1,2,3 dan seterusnya.

3. Lingkari cabang-cabang yang terikat pada rantai utama sebagai alkil (metil, etil, propil, dan seterusnya) dengan simbol R.

(12)

4. Jika penomoran sama sehingga cabang/ terkecil.

5. Jika terdapat dua atau lebih alkil yang sama, cukup ditulis satu diberi awalan (di=2

6. Alkil-alkil ditulis menurut urutan alfabetis (butil metil-propil-sekunderbutil

b. Penulisan Nama A

(posisi + nama cabang/alkil Contoh :

Contoh :

Cara penulisan nama IUPAC Chemistry) suatu senyawa

1.

CH3 CH CH

CH3 C2H5

Jika penomoran sama dari kedua ujung rantai utama, maka harus dipilih sehingga cabang/ alkil yang harus ditulis terlebih dahulu mendapat nomor

Jika terdapat dua atau lebih alkil yang sama, cukup ditulis satu diberi awalan (di=2, tri=3, tetra=4, penta=5 dan seterusnya).

alkil ditulis menurut urutan alfabetis (butil-etil-isobutil sekunderbutil-tersierbutil).

Alkana

(posisi + nama cabang/alkil (urut abjad)) + nama rantai utama

Contoh : 3-etil-2,5-dimetil

Warna merah : posisi

Warna hijau : nama alkil

Warna biru : jumlah alkil

Warna hitam : rantai utama

Cara penulisan nama IUPAC (International Union Of Pure suatu senyawa

2,2,4-trimetilheksana

CH2 CH CH2 CH3

CH3

dari kedua ujung rantai utama, maka harus dipilih alkil yang harus ditulis terlebih dahulu mendapat nomor

Jika terdapat dua atau lebih alkil yang sama, cukup ditulis satu kali dengan an seterusnya).

isobutil-isopropil-) + nama rantai utama

metilheptana Warna merah : posisi

Warna hijau : nama alkil

Warna biru : jumlah alkil

Warna hitam : rantai utama

(13)

2.

3-etil-4-metilheksana 3-etil-4-metilheksana

Penomoran sama dari kedua ujung, tetapi karena etil ditulis lebih dulu dari metil, maka penomoran harus dimulai dari ujung kiri.

c. Gugus Alkil

Gugus alkil adalah alkana yang telah kehilangan satu atom H. Gugus alkil mempunyai rumus umum CnH2n+1. Beberapa rumus struktur gugus alkil dapat

dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Beberapa Rumus Struktur dan Nama Gugus Alkil

Gugus alkil Nama alkil

Metil Atau Etil Atau Propil atau Butil

2. Alkena

Alkena merupakan hidrokarbon alifatik tak jenuh dengan ikatan rangkap dua (-C=C-). Kelompok alkena mempunyai rumus umum CnH2n, adapun deret homolog alkena berdasarkan jumlah atom C yang dimilikinya dapat dilihat pada Tabel 2.3.

CH

3

CH

2

CH

CH

CH

3

CH

2

CH

3

CH

3

CH

2 1 2 3 4 5 6 CH3 CH3 CH2 C2H5 CH3 CH2 CH2 C3H7 CH2 CH3 CH 2 CH2 C4H9

(14)

a. Tata nama Alkena

1. Tentukan rantai C terpanjang

rantai utama. Bila terdapat dua atau lebih rantai terpanjang harus dipilih yang mempunyai cabang terbanyak.

2. Beri nomor rantai rangkap diberi nomor

3. Posisi ikatan rangkap ditunjukan dengan angka didepan rantai alkena 4. Lingkari cabang

(metil, etil, propil

5. Jika penomoran sama dari kedua ujung rantai utama, maka harus dipilih sehingga cabang/

terkecil.

6. Jika terdapat dua atau lebih alkil yang sama, cukup ditulis satu kali diberi awalan (di=2

Tabel 2.3 Deret Homolog Alkena.

lkena

rantai C terpanjang yang mengandung ikatan rangkap sebagai rantai utama. Bila terdapat dua atau lebih rantai terpanjang harus dipilih yang mempunyai cabang terbanyak.

rantai utama. Atom C ujung yang paling dekat beri nomor terkecil, 1,2,3 dan seterusnya.

Posisi ikatan rangkap ditunjukan dengan angka didepan rantai alkena Lingkari cabang-cabang yang terikat pada rantai utama sebagai alkil

propil, dan seterusnya) dengan simbol R.

Jika penomoran sama dari kedua ujung rantai utama, maka harus dipilih sehingga cabang/ alkil yang harus ditulis terlebih dahulu mendapat nomor

Jika terdapat dua atau lebih alkil yang sama, cukup ditulis satu kali diberi awalan (di=2, tri=3, tetra=4, penta=5 dan seterusnya).

mengandung ikatan rangkap sebagai rantai utama. Bila terdapat dua atau lebih rantai terpanjang harus dipilih

Atom C ujung yang paling dekat dengan ikatan

Posisi ikatan rangkap ditunjukan dengan angka didepan rantai alkena. cabang yang terikat pada rantai utama sebagai alkil

Jika penomoran sama dari kedua ujung rantai utama, maka harus dipilih alkil yang harus ditulis terlebih dahulu mendapat nomor

Jika terdapat dua atau lebih alkil yang sama, cukup ditulis satu kali dengan penta=5 dan seterusnya).

(15)

7. Alkil-alkil ditulis menurut urutan alfabetis (butil metil-propil-sekunderbutil

b. Penulisan Nama Alkena

( posisi + nama alkil (urut abjad)) +

3. Alkuna Alkuna merupakan rangkap tiga (-C≡C-). akhiran –ana menjadi

deret homolog alkuna berdasarkan jumlah atom C yang dimilikinya dapat dilihat pada Tabel 2.4.

CH3 C C

CH3 C2H5

Deret Alkuna

alkil ditulis menurut urutan alfabetis (butil-etil-isobutil sekunderbutil-tersierbutil).

Nama Alkena:

( posisi + nama alkil (urut abjad)) + posisi ikatan rangkap + nama alkena 3-etil-2,5-dimetil

Warna merah : posisi

Warna hijau : nama alkil

Warna biru : jumlah alkil

Warna hitam :

Alkuna merupakan hidrokarbon alifatik tak jenuh yang memiliki satu ikatan ). Nama alkuna sesuai dengan nama alkana dengan

menjadi –una. Alkuna mempunyai rumus umum C

na berdasarkan jumlah atom C yang dimilikinya dapat dilihat

Tabel 2.4 Deret Homolog Alkuna

CH2 CH CH2 CH3

CH3 5

isobutil-isopropil-posisi ikatan rangkap + nama alkena

metil-2-heptena Warna merah : posisi

Warna hijau : nama alkil

Warna biru : jumlah alkil

Warna hitam : rantai utama

hidrokarbon alifatik tak jenuh yang memiliki satu ikatan dengan mengganti Alkuna mempunyai rumus umum CnH2n-2, adapun

(16)

a. Tata nama Alkuna

Aturan tata nama alkuna menurut aturan IUPAC sama seperti pada alkana atau alkena. Nama alkuna diturunkan dari nama alkana yang sesuai dengan mengganti akhiran -ana menjadi -una. Tata nama alkuna bercabang sama seperti pemberian nama alkena.

1. Tentukan rantai C terpanjang yang mengandung ikatan rangkap sebagai rantai utama. Bila terdapat dua atau lebih rantai terpanjang harus dipilih yang mempunyai cabang terbanyak.

2. Beri nomor rantai utama. Atom C ujung yang paling dekat dengan ikatan rangkap diberi nomor terkecil, 1,2,3 dan seterusnya.

3. Posisi ikatan rangkap ditunjukan dengan angka didepan rantai alkuna. 4. Lingkari cabang-cabang yang terikat pada rantai utama sebagai alkil (metil,

etil, propil) dan seterusnya dengan simbol R.

5. Jika penomoran sama dari kedua ujung rantai utama, maka harus dipilih sehingga cabang/ alkil yang harus ditulis terlebih dahulu mendapat nomor terkecil.

6. Jika terdapat dua atau lebih alkil yang sama, cukup ditulis satu kali dengan diberi awalan (di=2, tri=3, tetra=4, penta=5 dan seterusnya).

7. Alkil-alkil ditulis menurut urutan alfabetis (butil-etil-isobutil-isopropil-metil-propil-sekunderbutil-tersierbutil).

b. Penulisan Nama Alkuna:

(17)

5-etil-6-metil-3-heptuna

Warna merah : posisi

Warna hijau : nama alkil

Warna biru : jumlah alkil

Warna hitam : rantai utama

CH3 CH CH C C CH2 CH3

C2H5

Gambar

Gambar 2.1 Jenis-jenis Interaksi Belajar Mengajar
Gambar 2.2 Jenis-jenis Interaksi antar Siswa dalam Kelompok
Tabel 2.1 Deret Homolog Alkana
Tabel 2.2 Beberapa Rumus Struktur dan Nama Gugus Alkil
+3

Referensi

Dokumen terkait

Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang

Adalah fakta yang tidak dapat disangkal bahwa wacana feminisme di Indonesia, terutama dalam kaitannya dengan pandangan Islam, lebih banyak disuarakan oleh kalangan aktifis NU,

Ada autoresponse yang tampil di website dan dikirim ke email pengunjung ketika pengunjung menghubungi berupa ucapan terimakasih, waktu response yang dibutuhkan untuk menjawab

Dengan demikian, digunakannya jaminan fidusia pada lembaga pembiayaan tersebut menggerakan penulis untuk melakukan penelitian tentang eksekusi benda sebagai obyek

EKONOMI DAN NON-EKONOMI TERHADAP KUALITAS RUMAH DERET KEPRABON KELURAHAN KEPRABON KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Selanjutnya, subjek LFI juga melakukan translasi pada ukuran jari-jari lingkaran, dimana subjek LFI mengungkapkan bahwa jarak antara titik pusat lingkaran ke sisi

Kawasan lindung lainnya di Kabupaten Donggala meliputi kawasan terumbu karang dan padang lamun. Kawasan ini merupakan bagian dari ekosistem Laut dan

Perhitungan kadar protein dalam sampel Data perhitungan % protein pada Sampel Telur Ayam