• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN AGROEKOWISATA DI KABUPATEN ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN AGROEKOWISATA DI KABUPATEN ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR."

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1 Perbedaan Modal Manusia dan Modal Sosial ………. ..………. 33

2.2 Bentuk, Tipe Partisipasi, dan Peran Masyarakat Lokal ..………. 60

4.1 Distribusi Populasi dan Sampel ……….. 106

4.2 Ringkasan Rule of Thumb Uji Validitas Convergent dan Discriminant …………. 118

4.3 Rule of Thumb Uji Reliabilitas Konstruk ……… 118

4.4 Rule of Thumb Evaluasi Model Struktural ……….. 119

5.1 Tingkat Kemiringan Lahan di Kecamatan Maurole ……… 123

5.2 Kondisi Tanaman Pangan di Kecamatan Maurole …..………... 124

5.3 Luas Lahan dan Produksi Padi Sawah Tadah Hujan dan Lahan Irigasi di Kecamatan Maurole Tahun 2015 ……….. 125

5.4 Produksi Sayuran dan Buah di Kecamatan Maurole ………... 126

5.5 Produksi Tanaman Perkebunan di Kecamatan Maurole ……….. 126

5.6 Kondisi Ternak di Kecamatan Maurole ………... 127

5.7 Sarana Perikanan di Kecamatan Maurole ……… 127

5.8 Rute, Jadwal, Jenis, dan Jumlah Kendaraan antarkota di Kecamatan Maurole…… 132

5.9 Penginapan dan Rumah Makan di Kecamatan Maurole ………... 135

5.10 Fasilitas Pendukung (Amenitas) di Kecamatan Maurole ……… 136

5.11 Unsur Ancilliary Services dalam Kegiatan Sail Indonesia di Destinasi Singgah Maurole ……… 137

5.12 Data Kunjungan Wisatawan ke Danau Kelimutu Tahun 2012 s.d. 2014 ………… 145

5.13 Komposisi Warga Maurole Menurut Mata Pencaharian ………. 145

5.14 Identifikasi Modal Sosial pada Atraksi dalam Pengembangan Agroekowisata di Kabupaten Ende ……….. 147

5.15 Convergent Validity Konstruk dan Nilai Indikator Tertinggi ……….. 149

5.16 Average Variance External (AVE) dan Akar Ave pada Atraksi di Kabupaten Ende………... 152

5.17 Laten Variabel Corelation dan Akar Average Variance External (AVE) ………... 153

5.18 Nilai Composite Reliabilty dan Cronbachs Alpha pada Atraksi Wisata di Kabupaten Ende ………... 154

5.19 Inner Model sebagai Pengujian Hipotesis ….. ………...………. 155

5.20 Nilai Koefisien Determinasi dan Kategori Penilaian ………...……… 161

5.21 Goodness of Fit (GoF) Index sebagai Pengukuran untuk Keseluruhan dari Prediksi Model ……… 165

5.22 Hubungan antara Tingkat Masyarakat, Dimensi Waktu dan Elemen Modal Sosial yang Mungkin Diubah dan Dikuatkan Melalui Percepatan Transformasi Sosial di Kecamatan Maurole ………... 192

(2)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Level Modal Sosial ... ………..……….. 24

2.2 Interrelasi Modal Sosial dengan Berbagai Faktor .……… 27

2.3 Konsep Aset Berbasis Model Sistem Pertanian .…….………..… 37

2.4 Aset Penghidupan Berkelanjutan …………..…. .……….. 38

2.5 Model Hubungan antara Budaya dan Tata Nilai, serta Penguatan Modal Sosial dalam Pengembangan Agroekowisata di Kabupaten Ende ……… 71

3.2 Kerangka Berpikir Modal Sosial dalam Pengembangan Agroekowisata di Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur ……… 95

3.3 Kerangka Konsep Modal Sosial dalam Pengembangan Agroekowisata di Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur …………..………. 101 4.1 Peta Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur ……… 4.2 Model Modal Sosial dalam Pengembangan Agroekowisata di Kab. Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur……….

103 115 5.1 Hasil Output Analisis Bentuk Path Diagram ……….. 5.2 Perumusan Model Modal Sosial dalam Pengembangan Agroekowisata ………. …

160 212

(3)

DAFTAR ISTILAH

Istilah Arti

Adversity Ketabahan

Agrotourism Pariwisata pertanian

Alienasi Hilang, tergerus

Altruism Semangat untuk membantu dan mementingkan

kepentingan orang lain

Amenitas Pendukung

Ancylary Service Pelayanan tambahan

Anomie Kekacauan tanpa aturan

Application Penerapan

Artefact Kebendaan

Ascendance Kecenderungan menampilkan keyakinan diri,

dengan arah berlawanan

Asset-based sustainable development Pembangunan pertanian berkelanjutan

Ata mai Orang / penduduk pendatang

Ata mera Orang / penduduk asli

Attitude Sikap

Basic needs Kebutuhan-kebutuhan dasar

Belief Kepercayaan

Bottom-up Dari bawah ke atas

Bounding social capital Modal sosial yang mengikat Bridging social capital Modal sosial yang menjembatani

Charity Pemberian

Civic engagement Warga negara

Civility Keadaban

Collective sence of belonging Milik bersama

Comprehension Pemahaman

Cultural capital Modal budaya

Dependenability Keteguhan

(4)

Enabling Berkembang

Ende Lio Sare pawe Ende Lio yang sejahtera

Empowerment Pemberdayaan

Empowerment index atau Indeks pemberdayaan

Equality Kesamaan

Exit port Pelabuhan keluar

Expression disposition Kecendrungan ekspressi

Financial capital Modal finansial

Freedom Kebebasan

Gawi Tarian persaudaraan dan persahabatan budaya

Ende

Good governance Pemerintahan yang baik

Group collaboration Kelompok kerja sama

Gula aren, dan arak Gula dari nira enau dan minuman alkohol yang berbahan baku dari nira yang diberi ramuan

High trust Kepercayaan tinggi

Human capital Modal manusia

Untuk bebas dari pengaruh orang lain, dengan arah berlawanannya

Kecenderungan untuk bergantung pada orang lain

Indigenous knowledge Teknologi lokal

Interpersonal Relasi antarpribadi

Klen Kelompok masyarakat yang terbentuk karena

kesamaan etnis, suku, dan ras yang ditransmisikan dari generasi ke generasi

Knowledge Pengetahuan

Landscape bentangan

Lembaga indipenden Pihak luar

(5)

Local distinctiveness Kekhasan lokal Local economic development (LED)

agricultural sector

pengembangan ekonomi lokal dalam sektor pertanian

Low cost production Produksi biaya rendah

Low trust Kepercayaan rendah

Mindset Pola pikir

Mosalaki Tokoh adat pada masyarakat Ende Lio

Mosalaki pu’u Koordinator atau ketua tokoh adat

Mosalaki ulu beu eko bewa Tamu yang dinobatkan Mutual understanding Kesalingpengertian

Natural features Alam

Necessary condition Syarat keharusan

Nira enau Air yang disadap dari pohon enau

Opportunities Peluang

Participatory Partisipastif

Particularfashion Kebiasaaan-kebiasaan khas

People centred Berpusat pada masyarakat

Pire te’u Budaya untuk menghalau hama tikus dalam

aktivitas pertanian

Power kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan

Public action Kegiatan umum

Receiving Menerima

Reciprocity transaction Transaksi timbal balik Re-newable natural capital Modal alam yang terbarukan

(6)

Self mobilization Mandiri

Self-reinforcing Bertambah dengan sendirinya

Shallow participation Partisipasi yang dangkal

Shared value Nilai-nilai bersama

Simetrical interdependency Saling bahu-membahu

Social bridging Menjembatani

Social capital Modal sosial yakni kemampuan sesorang

untuk bekerja sama dalam suatu komunitas atau kelompok yang menekankan terbangunnya relasi yang harmonis antar semua pihak yang terlibat untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan bersama.

Social order Keteraturan dalam masyarakat

Socialtimidity Takut dan malu bila bergaul dengan orang lain, terutama yang belum dikenal

Social glue perekat sosial

Social linking Menghubungkan (merupakan modal sosial

yang bergerak pada tataran lebih luas, yang tidak membedakan kelas dan status sosialnya).

Social virtue Kebajikan sosial

Sociometricdisposition Kecenderungan sosiometrik

Spectrum Lingkup

Spectrum of trust Lingkup kepercayaan

Stakeholder Pihak terkait dalam kelompok kerja

Sustainable Berkelanjutan

Taxonomy Klasifikasi

The norms and networks Norma dan jaringan

The Sustainable Livelihoods Framework Kerangka penghidupan berkelanjutan

Topdown Kebijakan dari atas ke bawah

Trial and error Cara coba salah

Universalisme Tentang persamaan, kebebasan, nilai-nilai kemajemukan dan kemanusiaan

Valuing Menghargai

Voluntary Kesukarelaan

Way of life Pandangan hidup

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman 1. Peta Kecamatan Maurole dan Kelimutu ……….……… 2. Data Primer dan Sekunder dalam Pengembangan Atraksi Wisata………..

228 229 3. Variabel Independen X (Modal Sosial) Indikator dari X1 ……….……… 232 4. Variabel independen X (Modal Sosial) dari Indikator dari X2………..…… 234 5. Variabel Independen X (Modal Sosial) dari Indikator dari X3 ……… 235 6. Variabel Dependen Y2 (Agroekowisata) dari Indikator dari Y2.1 s.d. Y2.3 ……. 237 7. Variabel Dependen Y1 (Perilaku) dari Indikator dari Y1.1 ……… ..……….. 239 8. Variabel Dependen Y1 (Perilaku) dari Indikator dari Y1.2 ………..………

9. Variabel Dependen Y1 (Perilaku) dari Indikator dari Y1.3 ……… 10.Identifikasi Modal Sosial dan Nilai Loading Factor SmarthPLS.……….……

241 243 245 11.Nilai Cross Loading………...………..………..

12.Nilai Outer Loadings (Means, STDEV, T-Values) ……… 13.Total Effects (Mean, STDEV, T-values) pada Setiap Atraksi...

249 252 253

(8)

DAFTAR ISI

No. Judul Halaman

SAMPUL DALAM ……… i

PRASYARAT GELAR ……… ii

LEMBAR PERSETUJUAN ……… iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ………..… iv

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ……… v

UCAPAN TERIMA KASIH ……….. vi

ABSTRAK ……… viii

ABSTRACT ……… ix

RINGKASAN ……….. x

DAFTAR ISI ……… xii

DAFTAR TABEL ……….. xv

DAFTAR GAMBAR ………. xvi

DAFTAR ISTILAH ……… xvii

DAFTAR LAMPIRAN ………. xxi

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Rumusan Masalah ……… 12

1.3 Tujuan Penelitian ……….. 12

1.4 Manfaat Penelitian ……… 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… 14

2.1 Modal Sosial ………... 14

2.1.1 Definisi modal sosial ……… 17

2.1.2 Unsur pokok modal sosial ……… 20

2.1.3 Bentuk modal sosial ………. 23

2.1.4 Peran dan fungsi modal sosial ……….. 28

2.1.5 Tiga tipe modal sosial ………. 28

(9)

2.2 Agroekowisata, Partisipasi, Pengetahuan, dan Sikap……….. 39

2.2.1 Agroekowisata ………..……….. 39

2.2.3 Pemberdayaan dan partisipasi masyarakat tani ………..……… 47

2.2.4 Kelembagaan dan kelompok ……… 61

2.2.5 Model modal sosial dalam pengembangan agroekowisata di Kabupaten Ende Provinsi NTT ……… 69 4.7.1 Metode analisis kualitatif (deskriptif) …..……….. 4.7.2 Metode analisis kuantitatif ………. 110 110 111 4.8 Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian ………... 120

(10)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 122

5.1 Gambaran Umum Kecamatan Maurole ……….……... 122

5.1.1 Kondisi geografis ………... 122

5.1.3 Sumber daya atraksi wisata di Kecamatan Maurole………….... 128

5.1.4 Aksesibilitas …...……….. 131

5.1.5 Amenitas ……….………. 134

5.1.6 Anciliary service (pelayanan tambahan) ……..………. 136

5.1.7 Letak, luas, kondisi geografis, demografis, sosial, dan ekonomi pada desa atraksi wisata ………... 139 5.1.8 Atraksi-atraksi wisata pada lokasi penelitian di Kabupaten Ende 140

5.1.9 Route perjalanan dari dan ke lokasi atraksi wisata ……….. 144

5.2 Identifikasi Modal Sosial dalam Pengembangan Agroekowisata………. 146

5.3 Analisis Pengaruh Modal Sosial dalam Pengembangan Agroekowisata 147

5.4 Konversi Diagram Jalur ke Persamaan Struktural (Outer Model ) ……. 160

5.5 Deskripsi Pengaruh Modal Sosial Terhadap Perilaku ……….. 166

5.6 Deskripsi Pengaruh Perilaku dalam Pengembangan Agroekowisata…… 168

5.7 Deskripsi Pengaruh Modal Sosial dalam Pengembangan Agroekowisata di Kabupaten Ende ………... 182

5.8 Modal Sosial pada Atraksi Wisata di Kabupaten Ende ……… 194

5.9 Hubungan Modal Sosial, Perilaku, dan Agroekowisata ………... 203

5.10 Rumusan Model Modal Sosial dalam Pengembangan Agroekowisata … 208 5.11 Kebaruan Penelitian ………. ………... 213

BAB VI Simpulan dan Saran ………... 215

6.1 Simpulan …..………... 215

6.2 Saran ……..……… 215

DAFTAR PUSTAKA ……….….. 217

LAMPIRAN-LAMPIRAN ……… 228

(11)
(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian sebagian besar penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Laporan bulanan data sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Mei 2012, menunjukkan penduduk Indonesia yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama masih didominasi sektor pertanian. Pada Februari 2012 pekerja di sektor pertanian berjumlah 41,20 juta jiwa. Mengikuti sektor pertanian, lapangan pekerjaan utama lainnya adalah perdagangan, jasa kemasyarakatan, dan sektor industri yang secara berurutan masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja.

Data BPS (2012) menunjukkan, jika dibandingkan dengan keadaan Agustus 2011, jumlah penduduk yang bekerja mengalami kenaikan terutama di sektor pertanian sebesar 1,9 juta orang (4,76%), sektor jasa kemasyarakatan sebesar 720 ribu orang (4,32%), serta sektor perdagangan sekitar 620 ribu orang (2,65%). Sedangkan sektor yang mengalami penurunan adalah sektor industri sebesar 330 ribu (2,27%) dan sektor konstruksi sebesar 240 ribu orang (3,78% ). Mencermati data tersebut, berarti sampai saat ini sektor pertanian masih menjadi tumpuan harapan, tidak hanya dalam upaya menjaga ketahanan pangan nasional tetapi juga dalam penyediaan lapangan kerja, penyumbang devisa bagi negara dan sumber pendapatan masyarakat.

(13)

Di sisi lain, pembangunan pertanian merupakan salah satu upaya mengatasi masalah kemiskinan. Terutama pada kelompok masyarakat petani yang termarginalkan. Arifin (2005) mengatakan bahwa pembangunan pertanian Indonesia mempunyai beberapa agenda pokok, yang berkaitan dengan kontribusinya terhadap pengentasan kemiskinan.Terutama terhadap kelompok petani miskin yang dengan melakukan pemberdayaan dan pengefektifan jaringan kerja pada sentra produksi pertanian dan pusat-pusat pasar di perkotaan dan daerah lain. Agenda pokok yang dikemukakan tersebut mencerminkan bahwa ketersediaan kebutuhan pangan dan gizi yang cukup di dalam negeri, serta perbaikan kualitas hidup masyarakat pada umumnya dan petani khususnya, merupakan pertimbangan yang sangat penting.

Selanjutnya, tujuan pembangunan pertanian yang ingin dicapai Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014 adalah mewujudkan sistem pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal, meningkatkan dan memantapkan swasembada berkelanjutan, menumbuh-kembangkan ketahanan pangan dan gizi termasuk diversifikasi pangan, meningkatkan nilai tambah, daya saing, dan ekspor produk pertanian, serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani (Kementrian Pertanian, 2014).

Namun realitas menunjukkan bahwa pembangunan pertanian dan pedesaan

(14)

masih diarahkan untuk menggunakan pupuk, pestisida, insektisida kimia yang cenderung berlebihan.

Arah pembangunan yang demikian berdampak pada hal-hal berikut: (1) secara tak langsung telah menanamkan pola pikir petani bahwa bertani adalah

(15)

Kemampuan petani untuk membiayai usaha taninya sangat terbatas sehingga produktivitas yang dicapai masih di bawah produktivitas potensial.

Mengingat keterbatasan petani dalam permodalan dan rendahnya aksesibilitas terhadap sumber permodalan formal, maka dilakukan pengembangan dan mempertahankan beberapa penyerapan input produksi biaya rendah (low cost production) yang sudah berjalan ditingkat petani. Selain itu, penanganan pasca panen dan pemberian kredit lunak serta bantuan langsung kepada para petani sebagai pembiayaan usaha tani cakupannya diperluas. Sebenarnya, pemerintah telah menyediakan anggaran sampai 20 triliun untuk bisa diserap melalui tim kredit usaha rakyat (KUR) dan Bank BRI khusus kredit bidang pangan dan energi. Berdasarkan hal tersebut, maka hal penting yang perlu diperhatikan adalah merubah pola pikir masyarakat mengenai potret petani Indonesia, merubah pola pikir para petani bahwa bertani dan meningkatkan hasil pertanian tidak harus menggunakan pupuk kimia produksi perusahaan, serta membangun sikap mental kemandirian sebagai keseharian dalam bertani.

(16)

percaya bahwa masyarakat lokal (petani) tersebut adalah sumber ilmu dan teknologi. Oleh karena itu, pandangan yang keliru tersebut harus dihilangkan, dan sebaliknya segala bentuk ketradisionalan seperti sosial, adat-budaya desa dan masyarakat harus diberdayakan guna mencapai tujuan pembangunan pertanian dan pedesaan (Elizabeth, 2010).

Widodo (2010) mengemukakan modernisasi pembangunan pedesaan dengan prespektif modernisasi berasumsi pada dua kutub yang saling berbeda, yaitu pemerintah dalam posisi superior (pusat) dan masyarakat pedesaan sebagai posisi inferior (periferi). Kebijakan pembangunan selalu topdown dan didominasi oleh pemerintah karena anggapan masyarakat desa belum mampu memberdayakan dirinya serta adanya hambatan budaya tradisional dan nilai-nilai lokal sehingga diganti dengan budaya modern yang lebih produktif. Konsep ini justru mengakibatkan tergerusnya budaya dan nilai-nilai lokal yang telah ada dalam kehidupan masyarakat desa sejak dahulu kala.

Fakta menunjukkan bahwa dalam pembangunan, modal merupakan salah satu faktor produksi penting. Adapun modal yang dimaksud adalah modal budaya, modal manusia, modal alam, dan modal sosial. Seperti halnya modal fisik atau modal manusia yang dapat meningkatkan produktivitas individu dan kelompok maka modal sosial pun demikian.

Modal sosial m erupakan konsep sosiologi yang digunakan dalam beragam ilm u

(17)

atau potensial terkait dengan kepemilikan jaringan hubungan yang tahan lama dan dilembagakan karena saling kenal dan adanya pengakuan.

Sementara itu Coleman (1999) berpendapat modal sosial secara fungsi adalah berbagai entitas dengan dua elemen yang sama: semua itu terdiri dari beberapa aspek struktur sosial, dan memfasilitasi tindakan tertentu. Jadi modal sosial memfasilitasi kegiatan individu dan kelompok yang dikembangkan oleh jaringan, hubungan timbal balik, kepercayaan dan norma sosial. Modal sosial, merupakan sumberdaya yang netral dan memfasilitasi setiap kegiatan di mana masyarakat bisa menjadi lebih baik dan bergantung pada pemanfaatan modal sosial oleh setiap individu.

Menurut Putnam (2006) modal sosial sebagai nilai kolektif dari semua jaringan sosial dan kecenderungan untuk melakukan peningkatan hubungan satu sama lain. Putnam percaya modal sosial dapat diukur dari besarnya kepercayaan

(18)

agricultural sector atau pengembangan ekonomi lokal dalam sektor pertanian.

LED di Indonesia, terutama pada wilayah perdesaan yang dominasi kegiatannya adalah pertanian, modal sosial menjadi hal yang perlu ditemukenali untuk menopang kegiatan ekonomi lokal berbasis pertanian.

Pertanian di Kabupaten Ende memiliki sejumlah potensi dan kendala dalam pengembangan ekonomi lokal wilayahnya terutama pada Kecamatan Maurole dan Kecamatan Kelimutu yang menjadi fokus penelitian. Pertanian merupakan aktivitas ekonomi dengan rentang kegiatan produksi dan pemasaran pada jangka waktu yang relatif pendek. Hal ini tidak dapat terlepas dari karakteristik hasil pertanian tersebut dengan usia masa penggunaan yang pendek, yakni masa kesegaran produk pertaniannya relatif singkat setelah dipanen sehingga harus cepat dipasarkan. Kegiatan pertanian di Kecamatan Maurole Kabupaten Ende memiliki peluang dalam akses pemasaran karena berada pada lokasi yang strategis. Dikatakan strategis karena lokasi aktivitas pertanian berada dekat pantai yang tenang dan indah serta mudah diakses baik laut, udara dan darat. Berdasarkan pertimbangan tersebut juga pantai Kecamatan Maurole ditetapkan sebagai salah satu destinasi singgah wisata layar yang diikuti beberapa negara. Selain itu, Kecamatan Kelimutu juga memiliki karakteristik sebagai wilayah pertanian di daerah pegunungan yang memiliki daya tarik yang ditunjang dengan keberadaan Danau Tiga Warna Kelimutu.

(19)

Indonesia (Deptan, 2011). Sehubungan dengan potensi tersebut, preferensi dan motivasi wisatawan berkembang secara dinamis. Kecenderungan pemenuhan kebutuhan untuk menikmati objek-objek spesifik seperti udara yang segar, pemandangan yang indah, pengolahan produk secara tradisional, maupun produk-produk pertanian modern dan spesifik menunjukkan peningkatan yang pesat. Hal ini merupakan signal tingginya permintaan akan agroekowisata dan sekaligus membuka peluang bagi pengembangan produk agribisnis baik dalam bentuk kawasan ataupun produk yang mempunyai daya tarik spesifik (Deptan, 2011).

Salah satu usaha bisnis dibidang pertanian yang menekankan kepada penjualan jasa kepada konsumen adalah agroekowisata. Bentuk jasa tersebut dapat berupa keindahan, kenyamanan, ketentraman, dan pendidikan. Pengembangan usaha agroekowisata membutuhkan manajemen yang prima diantara subsistem, yaitu antara ketersediaan sarana dan prasarana wisata, objek yang dijual promosi dan pelayanannya (Deptan, 2011)

Objek agroekowisata tidak hanya terbatas kepada objek dengan skala hamparan yang luas seperti yang terdapat pada areal perkebunan, tetapi juga dalam skala kecil karena keunikannya dapat menjadi objek wisata yang menarik. Dengan adanya wisatawan mendatangi objek wisata telah membuka peluang pasar tidak hanya bagi produk dan objek agroekowisata, tetapi juga pasar dan semua keperluan yang dibutuhkan masyarakat.

(20)

dengan Kecamatan Kelimutu merupakan sentra pertanian hortikultura bagi masyarakat Kabupaten Ende.

Terkait dengan penelitian ini, potensi yang diteliti di Keamatan Maurole mencakup pertanian padi sawah, pengambilan nira enau untuk pembuatan gula aren, dan arak, serta atraksi pantai. Atraksi padi sawah yang ditampilkan selama ini adalah dalam bentuk aktivitas pengolahan lahan secara manual dengan tenaga hewan atau membajak, menanam, memanen ,dan menanak dengan bambu. Sedangkan atraksi pengambilan nira enau yang ditampilkan adalah cara menyayat tandan enau, mengambil nira, alat yang digunakan, bahan pembuat minuman dari nira, dan alat penampung nira. Atraksi pembuatan gula aren dengan atraksi yang ditampilkan adalah alat, tungku memasak nira, alat cetak dan cara mencetak gula aren, kemasan, dan menjual gula aren. Atraksi pantai adalah keadaan pantai yang indah, tenang, bersih, dan telah menjadi destinasi singgah wisata layar dunia. Selanjutnya potensi yang diteliti di Kecamatan Kelimutu khususnya di Desa Waturaka, adalah yang berkaitan dengan potensi agrowisata tanaman hortikultura dan telah menjadi tempat tujuan wisata bagi wisatawan wisata layar.

(21)

Selain itu, usaha perkebunan dan peternakan dapat juga dijadikan atraksi agrowisata. Hasil penelitian Sujono (2010) menyatakan bahwa budidaya ternak kelinci dapat dijadikan sebagai atraksi wisata. Hal ini telah dibuktikan bahwa di Agrowisata Kota Batu para kelompok ternak kelinci telah menjadikan kelinci yang diolah menjadi bakso sebagai pendukung wisata. Manfaat bagi peternak yakni terjadinya peningkatan pendapatan.

(22)

Komunikasi pribadi, 2013). Namun dengan adanya kegiatan sail Indonesia, Kecamatan Maurole dijadikan sebagai destinasi singgah. Terkait dengan itu, pihak pemerintah Kabupaten Ende berkoordinasi dengan masyarakat setempat dalam mempersiapkan kondisi di lokasi untuk menerima peserta sail dari berbagai negara.

Selain itu, skala usaha pertanian yang dikembangkan masih bersifat semi komersial sehingga pendapatan atau income masih kecil. Di sisi lain, konversi usaha dan produk pertanian di Kecamatan Maurole juga disebabkan oleh aspek eksternal yang tidak dapat dihindari petani seperti harga pupuk yang meningkat drastis sehingga biaya tambah meningkat, sementara produksi pertanian menurun dan harga jual tidak mengalami kenaikan. Dengan demikian, salah satu alternatif pertimbangan petani dalam aktivitas pertanian adalah pengembangan agroeko-wisata sebagai salah satu bentuk mekanisme survival masyarakat agraris.

(23)

dengan demikian modal sosial masyarakatpun belum dapat diimplementasikan secara baik. Berdasarkan penjabaran tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang Modal Sosial dalam Pengembangan Agroekowisata di Kabupaten Ende Flores Provinsi Nusa Tenggara Timur.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, secara umum dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah pengaruh modal sosial terhadap perilaku dalam pengembangan agroekowisata di Kabupaten Ende?

2. Bagaimanakah pengaruh modal sosial dalam pengembangan agroekowisata di Kabupaten Ende?

3. Bagaimanakah pengaruh perilaku dalam pengembangan agroekowisata di Kabupaten Ende?

4. Bagaimanakah perumusan model modal sosial dalam pengembangan agroekowisata di Kabupaten Ende?

1.3 Tujuan Penelitian

Memperhatikan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut.

1. Untuk menganalisis pengaruh modal sosial terhadap perilaku dalam pengembangan agroekowisata di Kabupaten Ende.

2. Untuk menganalisis pengaruh modal sosial dalam pengembangan agro-ekowisata di Kabupaten Ende.

(24)

4. Untuk merumuskan model modal sosial dalam pengembangan agroekowisata di Kabupaten Ende.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan manfaat praktis yang berkaitan dengan pengembangan agroekowisata berbasiskan modal sosial di Kabupaten Ende. Pada aspek teoritis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Mampu menambah kasanah pengetahuan tentang modal sosial dalam pengembangan agroekowisata di Kabupaten Ende.

2. Dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan agroekowisata berbasis modal sosial.

Sedangkan manfaat secara praktis yang diharapkan adalah sebagai berikut. 1. Dapat mengungkapkan pendekatan-pendekatan yang perlu diambil dalam

memberdayakan masyarakat dalam pengembangan agroekowisata dengan memanfaatkan modal sosial.

2. Dirumuskannya model pengembangan agroekowisata berbasis modal sosial. 3. Dapat menjadi bahan masukan dan saran bagi para pelaku pengembangan

agroekowisata serta pengambil kebijakan (pemerintah), untuk memberdayakan dan merumuskan penyesuaian kelembagaan sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dengan tetap memperhatikan kearifan lokal sebagai bagian dari modal sosial.

(25)
(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Modal Sosial

Modal sosial adalah merupakan hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dalam spectrum yang luas, yaitu sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan anggota masyarakat (bangsa) secara bersama-sama. Modal sosial ditransmisikan melalui mekanisme-mekanisme kultural, seperti agama, tradisi, atau kebiasaan sejarah (Fukuyama, 1996).

Modal sosial dibutuhkan guna menciptakan jenis komunitas moral yang tidak bias diperoleh seperti dalam kasus bentuk-bentuk human capital. Akuisisi modal sosial memerlukan pembiasaan terhadap norma-norma moral sebuah komunitas masyarakat dan dalam konteksnya sekaligus mengadopsi kebajikan-kebajikan seperti kesetiaan, kejujuran, dan keteguhan hati (dependability). Modal sosial lebih didasarkan pada kebajikan-kebajikan sosial umum, dimana merupakan tempat meleburnya kepercayaan dan faktor yang penting bagi kesehatan ekonomi sebuah negara, yang bersandar pada akar-akar kultural (Fukyama,1996). Modal sosial merupakan energi kolektif masyarakat (atau bangsa) guna mengatasi problem bersama dan merupakan sumber motivasi untuk mencapai kemajuan ekonomi bagi masyarakat atau bangsa tersebut (Durkheim, 1973). Secara umum modal sosial adalah merupakan hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dalam spektrum yang luas, yaitu sebagai perekat sosial

(27)

(social glue) yang menjaga kesatuan anggota masyarakat secara bersama-sama. Unsur utama dan terpenting dari modal sosial adalah kepercayaan (trust). Atau dapat dikatakan bahwa trust dapat dipandang sebagai syarat keharusan (necessary condition) dari terbentuk dan terbangunnya modal sosial yang kuat (atau lemah) dari suatu masyarakat. Pada masyarakat memiliki kapabilitas trust yang tinggi (high trust), atau memiliki spectrum of trust yang lebar (panjang), maka akan memiliki potensi modal sosial yang kuat. Sebaliknya pada masyarakat yang memiliki kapabilitas trust yang rendah (low trust), atau memiliki spectrum of trust yang sempit (pendek), akan memiliki potensi modal sosial yang lemah.

(28)

Menurut Putnam (1993) modal sosial adalah kemampuan warga untuk mengatasi masalah publik dalam iklim demokratis. Schaft dan Brown (2002) menyatakan bahwa modal sosial adalah norma dan jaringan yang melancarkan interaksi dan transaksi sosial sehingga segala urusan bersama masyarakat dapat diselenggarakan dengan mudah. Modal sosial menurut Fukuyama ( 1991) adalah serangkaian nilai atau norma sosial yang dihayati oleh anggota kelompok, yang memungkinkan terjadinya kerja sama diantara para anggota. Salah satu modal sosial yang terpenting adalah trust atau kepercayaan. Pendapat tersebut didukung oleh Paldam (2000) bahwa kepercayaan adalah keyakinan para anggota masyarakat dan dapat diandalkan karena saling berlaku jujur. Kepercayaan bagaikan minyak pelumas yang akan membuat kelompok masyarakat atau organisasi dapat bertahan.

(29)

Coleman (1990) mengemukakan

k

onsep modern tentang modal sosial.

Modal sosial menjadi fokus diskusi dan penelitian serta pengembangannya dalam berbagai kebijakan pembangunan terutama banyak diilhami oleh karya-karya Robert D Putnam seperti; (1) making democracy work: civic transition in modern Italy, 1993, dan bowling alone: america’s declining social capital,1995. Begitu juga dengan Fukuyama dengan karyanya; (1) the end of history and the last man, 1992; (2) trust, the social virtues and the creation of prosperity, 1995; (3) the great disruption, human nature and the reconciliation of human order, 1999; (4) social

capital and civil society, 1999; (5) social capital and development: the coming, 2002, dan karyanya yang lain. Bordieu (1983, 1986) dengan teori sosialnya. Coleman (1998) yang mengkhususkan bahasannya pada dimensi modal sosial dan pendidikan serta masih banyak lagi para pemikir modal sosial yang lainnya.

Berdasarkan teori yang dikemukakan tersebut, modal sosial merupakan kemampuan seseorang untuk bekerja sama dalam kelompoknya. Kemampuan tersebut terlaksana karena adanya kepercayaan yang kuat untuk membangun kerja sama melalui jaringan interaksi dan komunikasi yang harmonis dan kondusif. Intensitas komunikasi yang tinggi dan dalam waktu yang lama memungkinkan hubungan tersebut diikat dengan norma aturan yang belaku.

2.1.1 Definisi modal sosial

(30)

dikonsumsi, disimpan dan diinvestasikan. Sumberdaya yang digunakan untuk investasi disebut sebagai modal.

Modal sosial berbeda dengan istilah populer lainnya yaitu modal manusia (human capital). Pada modal manusia segala sesuatunya lebih merujuk ke dimensi individual yaitu daya dan keahlian yang dimiliki oleh seorang individu. Modal sosial juga sangat dekat dengan terminologi sosial lainnya seperti yang dikenal sebagai kebajikan sosial (social virtue). Perbedaan keduanya terletak pada dimensi jaringan. Kebajikan sosial akan sangat kuat dan berpengaruh jika di dalamnya melekat perasaan keterikatan untuk saling berhubungan yang bersifat timbal balik dalam suatu bentuk hubungan sosial.

Putnam (2000) memberikan proposisi bahwa suatu entitas masyarakat yang memiliki kebajikan sosial yang tinggi, tetapi hidup secara sosial terisolasi akan dipandang sebagai masyarakat yang memiliki tingkat modal sosial rendah. Collin (1981) melakukan kajian tentang apa yang dia sebut sebagai phenomena mikro dan interaksi sosial yaitu norma dan jaringan (the norms and networks) yang sangat berpengaruh pada kehidupan organisasi sosial. Norma yang terbentuk dan berulangnya pola pergaulan keseharian akan menciptakan aturan-aturan tersendiri dalam suatu masyarakat.

(31)

dalam melakukan interaksi antar kelompok akan terbentuk. Pada akhirnya mempermudah upaya mencapai kemajuan bersama.

Bank Dunia (1999) mendefinisikan modal sosial sebagai sesuatu yang merujuk ke dimensi institusional, hubungan- hubungan yang tercipta, dan norma norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Cohen dan Prusak (2001) memberikan pengertian bahwa modal sosial sebagai stok dan hubungan yang aktif antarmasyarakat. Setiap pola hubungan yang terjadi diikat oleh kepercayaan (trust) kesalingpengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared value) yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif.

Berdasarkan berbagai definisi yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa modal sosial adalah modal yang dalam prakteknya telah lahir sejak manusia membentuk komunitas dalam kurun waktu yang cukup lama. Kebersamaan tersebut melahirkan rasa saling percaya, saling terbuka, saling memperhatikan atau saling memberi dan menerima tanpa pamrih. Kepercayaan yang melekat pada setiap individu dalam komunitas tersebut memberi ruang untuk selalu melakukan interaksi dan membangun relasi yang intim, serta jaringan yang lebih luas dalam memenuhi kebutuhan baik individu maupun kelompok yang dibingkai oleh norma aturan yang dibuat bersama.

(32)

oleh kinerja yang nyata dapat diukur melalui kemampuan pengetahuan, sikap, keterampilan, dan lain-lain.

2.1.2 Unsur pokok modal sosial

1. Partisipasi dalam suatu jaringan. Salah satu kunci keberhasilan membangun modal sosial terletak pula pada kemampuan sekelompok orang dalam suatu asosiasi atau perkumpulan dalam melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial. Masyarakat selalu berhubungan sosial dengan masyarakat yang lain melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas prinsip kesukarelaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom), dan keadaban (civility). Kemampuan anggota anggota kelompok/masyarakat untuk selalu menyatukan diri dalam suatu pola hubungan yang sinergetis akan sangat besar pengaruhnya dalam menentukan kuat tidaknya modal sosial suatu kelompok.

(33)

lain, masyarakat tersebut akan lebih mudah membangun diri, kelompok, lingkungan sosial, dan fisik secara hebat.

3. Trust. Trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa orang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling kurang yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Putnam, 1993, 1995, dan 2002). Dalam pandangan Fukuyama (1996), kepercayaan adalah sikap saling mempercayai di masya-rakat, memungkinkan masyarakat tersebut bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial.

4. Norma sosial. Norma-norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Pengertian norma itu sendiri adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma-norma ini biasanya terinstusionalisasi dan mengandung sangsi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dan kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya. Aturan-aturan kolektif tersebut biasanya tidak tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota masyarakatnya dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial.

(34)

6. Tindakan proaktif. Salah satu unsur penting modal sosial adalah keinginan

yang kuat dari anggota kelompok untuk tidak saja berpartisipasi tetapi senantiasa mencari jalan bagi keterlibatan mereka dalam suatu kegiatan masyarakat. Ide dasar dan premis ini, bahwa seseorang atau kelompok senantiasa kreatif dan aktif. Mereka melibatkan diri dan mencari kesempatan kesempatan yang dapat memperkaya, tidak saja dan sisi material tapi juga kekayaan hubungan sosial, dan menguntungkan kelompok, tanpa merugikan orang lain, secara bersama-sama. Mereka cenderung tidak menyukai bantuan bantuan yang sifatnya dilayani, melainkan lebih memberi pilihan untuk lebih banyak melayani secara proaktif.

7. Modal sosial yang menjembatani (bridging social capital). Bentuk modal sosial ini atau biasa juga disebut bentuk modern dan suatu pengelompokan, group, asosiasi atau masyarakat. Prinsip-prinsip pengorganisasian yang dianut didasarkan pada prinsip universalisme tentang persamaan, kebebasan, nilai-nilai kemajemukan dan kemanusiaan (humanitarian), terbuka, dan mandiri.

(35)

dan orang lain merupakan prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan asosiasi, group, kelompok atau melalui masyarakat tertentu.

2.1.3 Bentuk modal sosial

Memperhatikan berbagai pengertian modal sosial yang sudah dikemukakan, maka pengertian modal sosial yang lebih luas adalah berupa jaringan sosial, atau sekelompok orang yang dihubungkan oleh perasaan simpati dan kewajiban serta oleh norma pertukaran dan civic engagement. Jaringan terbentuk karena berasal dari daerah yang sama, kesamaan kepercayaan politik atau agama, hubungan genealogis, dan lain-lain. Namun pembentukan jaringan masyarakat untuk mendapatkan modal sosial perlu diorganisasikan dalam suatu institusi dengan perlakuan khusus. Mekanisme modal sosial yang dapat dilakukan adalah dengan cara kerjasama.

Kerjasama merupakan salah satu upaya penyesuaian dan koordinasi tingkah laku dalam mengatasi konflik. Konflik tersebut timbul karena tingkah laku seseorang atau kelompok yang dianggap menjadi penghambat bagi orang atau kelompok lain dan berdampak pada ketidakharmonisan. Dengan demikian ciri modal sosial sebagai sebuah modal yang bersifat sosial, dapat membentuk relasi sosial yang mampu bersinergi dan berkompetisi untuk mencapai kemenangan.

(36)

sosial, yakni pada level nilai, kultur, persepsi, dan institusi, serta mekanisme, sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Level Modal Sosial

Sumber : Diadaptasi dari Praktikno, dkk. (2001)

Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan, dalam pengertian yang luas, modal sosial bisa berbentuk jaringan sosial atau sekelompok orang yang dihubungkan oleh perasaan simpati, kewajiban, norma pertukaran, dan civic engagement yang kemudian diorganisasikan menjadi sebuah institusi yang memberikan perlakuan khsusus terhadap mereka yang dibentuk oleh jaringan untuk mendapatkan modal sosial dari jaringan tersebut. Dalam level mekanis-menya, modal sosial dapat mengambil bentuk kerjasama sebagai upaya penye-suaian dan koordinasi tingkah laku yang diperlukan untuk mengatasi konflik.

Kahne dan Baeily (1999) membingkai modal sosial dengan kebersamaan yaitu modal sosial dengan karakteristik adanya ikatan yang kuat (adanya perekat sosial) dalam suatu sistem kemasyarakatan. Misalnya, kebanyakan anggota keluarga mempunyai hubungan kekerabatan dengan keluarga yang lain yang mungkin masih berada dalam satu etnis. Disini masih berlaku sistem kekerabatan

Nilai, Kultur, Persepsi : Simpati, kewajiban, kepercayaan,

norma pertukaran

Institusi:

Ikatan antar dan dalam institusi, jaringan

Mekanisme :

(37)

berdasarkan klen. Hubungan kekerabatan ini bisa menyebabkan adanya rasa empati/kebersamaan, mewujudkan rasa simpati, rasa berkewajiban, rasa percaya, resiprositas, pengakuan timbal balik nilai kebudayaan yang mereka percaya.

Dalam komunitas ini, rule of law/aturan main merupakan aturan atau kesepakatan bersama dalam masyarakat, bentuk aturan ini bisa formal dengan sanksi yang jelas seperti aturan Undang-Undang. Namun ada juga sanksi non formal yang akan diberikan masyarakat kepada anggota masyarakatnya berupa pengucilan, rasa tidak hormat bahkan dianggap tidak ada dalam suatu lingkungan komunitasnya. Ini menimbulkan ketakutan dari setiap anggota masyarakat yang tidak melaksanakan bagian dari tanggung jawabnya ( Kahne dan Bailey, 1999).

Hal ini berakibat akan adanya social order/keteraturan dalam masyarakat. Selanjutnya, adalah tipe perikatan, merupakan suatu ikatan sosial yang timbul sebagai reaksi atas berbagai macam karakteristik kelompoknya. Hal ini muncul karena berbagai macam kelemahan yang ada di sekitarnya sehingga kelompok masyarakat tersebut memutuskan untuk membangun suatu kekuatan dari kelemahan yang ada.

Aldridge (2001) menggambarkannya sebagai “pelumas sosial”, yaitu pelancar dari roda-roda penghambat jalannya modal sosial dalam sebuah komunitas. Wilayah kerjanya lebih luas dari pada tipe yang pertama.

(38)

Kalimantan, sampai dengan Papua. Keanggotaannya lebih luas dan tidak hanya berbasis pada kelompok tertentu (Tempo Interaktif Kamis 20 September 2001).

Sementara itu secara lebih jelas, Woolcock (2002) mencoba membedakan tiga macam tipe modal sosial yaitu: ( 1) Modal Sosial: karakteristik karena adanya

ikatan yang kuat (atau "perekat sosial") seperti antara anggota atau antara anggota keluarga dari kelompok etnis; (2) hubungan yang menjembatani; dan (3) hubungan sosial yakni menghubungkan karakteristik sosial melalui hubungan antara orang dengan tingkat kekuasaan yang berbeda atau seperti hubungan status sosial antara elit politik dan masyarakat atau antara individu dari kelas sosial yang berbeda.

Ketiga pandangan tersebut sebenarnya merupakan prinsip yang menjadi dasar pengelompokan modal sosial, seperti yang sudah dibahas sebelumnya. Modal sosial yang mengikat (bounding social capital) merupakan jenis modal sosial lebih banyak bekerja secara internal dan solidaritas yang dibangun karenanya menimbulkan kohesi sosial yang lebih bersifat mikro dan komunal karena itu hubungan yang terjalin di dalamnya lebih bersifat eksklusif. Sedangkan modal sosial yang menjembatani) sebaliknya, ia lebih bersifat inklusif dengan lebih banyak menjalin jaringan dengan potensi eksternal yang melekat padanya. Modal sosial yang menghubungkan (social linking) merupakan modal sosial yang bergerak pada tataran lebih luas, karena mereka tidak membedakan kelas dan status sosialnya.

(39)

kemiskinan, menciptakan angkatan kerja yang produktif, dan meningkatkan integrasi sosial (Raharjo, 2001). Gambar 2.2 menunjukkan bahwa modal sosial pada praktiknya tidak hanya membawa dampak positif tapi juga dampak negatif aktivitas agroekowisata, bila tidak dikelola dengan baik. Munculnya dampak negatif ini, disebabkan oleh keterbatasan dalam modal sosial, antara lain akibat dari pendekatan, unit analisis, rentang cakupan, dan orientasi analisis yang masih sangat luas dan multidimensional, sehingga menyulitkan dalam pengukuran dan pengembangan kapasitas modal sosial untuk berperan aktif dalam memberdayakan masyarakat pada segala bidang, termasuk dalam pengembangan agroekowisata.

Gambar 2.2

Interrelasi Modal Sosial dengan Berbagai Faktor Sumber: diadaptasi dari Hasbullah ( 2006) Faktor Luar Komunitas

1. Agama 2. Globalisasi 3. Urbanisasi

4. Politik dan pemerintahan 5. Kebijakan pemerintah

2.Identitas Kolektif: Norma / nilai; trust reciprocity, partisipasi dan proactivity 3. Tujuan bersama

4. Kerja sama kelompok (group

collaboration)

Faktor Dalam Komunitas 1. Organisasi sosial dalam

Jaringan Sosial (Group and Social Network) 1. Typology jaringan (Network type : bonding, bridging & lingking)

2. Struktur jaringan ( relasi kekuasaan, rentang, & besaran, orientasi hubungan, dll)

3.Spektrum transaksi jaringan & kualitas jaringan (network transaction and network qualities: support strukture, kualitas interaksi)

Hasil/Dampak Positif Social Capital 1. Kohesifitas kelompok

2. Memperluas jaringan eskternalitas positif 3. Sikap toleran dan inklusif

4. Meningkatnya ketahanan sosial dan komu-nitas, mampu mengatasi kerawanan sosial. 5. Lebih mengoptimalkan pd pembangunan 6. Meningkatnya pengetahuan, ide baru dan

kesejahteraan masyarakat

Hasil/Dampak Negatif Social Capital 1. Eksklusifisme sosial, kesukuan, & sektarian 2. Sikap intoleran pada perbedaan & pihak lain 3. Hancurnya kesatuan

(40)

2.1.4 Peran dan fungsi modal sosial

Modal sosial mempunyai peran dan fungsi sebagai berikut: (1) alat untuk menyelesaikan konflik yang ada di dalam masyarakat; (2) memberikan kontribusi tersendiri bagi terjadinya integrasi sosial; (3) membentuk solidaritas sosial masyarakat dengan pilar kesukarelaan; (4) membangun partisipasi masyarakat; (5) sebagai pilar demokrasi; dan (6) menjadi alat tawar menawar pemerintah

Disintegrasi sosial terjadi karena potensi konflik sosial yang tidak dikelola secara efektif dan optimal, sehingga termanifest dengan kekerasan. Sebagai alat untuk mengatasi konflik yang ada di dalam masyarakat dapat dilihat dari adanya hubungan antara individu atau kelompok yang ada di dalam masyarakat yang bisa menghasilkan trust, norma pertukaran serta civic engagement yang berfungsi sebagai perekat sosial yang mampu mencegah adanya kekerasan.

Namun demikian, perlu dicatat bahwa dalam kehidupan yang positif diperlukan adanya perubahan di dalam masyarakat. Dari modal sosial yang eksklusif dalam suatu kelompok menjadi modal sosial yang inklusif yang merupakan esensi penting dalam sebuah masyarakat yang demokratis.

2.1.5 Tiga tipe modal sosial

Woolcock (2001) menyebutkan tiga tipe modal sosial sebagai berikut.

(41)

Hubungan kekerabatan ini bisa menyebabkan adanya rasa empati /kebersamaan. Bisa juga menwujudkan rasa simpati, rasa berkewajiban, rasa percaya, resiprositas, pengakuan timbal balik nilai kebudayaan yg mereka percaya. Rule of law/aturan main merupakan aturan atau kesepakatan bersama dalam masyarakat, bentuk aturan ini bisa formal dengan sanksi yang jelas seperti aturan Undang-Undang. Namun ada juga sangsi non-formal yang akan diberikan masyarakat kepada anggota masyarakatnya berupa pengucilan, rasa tidak hormat bahkan dianggap tidak ada dalam suatu lingkungan komuni-tasnya. Ini menimbulkan ketakutan dari setiap anggota masyarakat yang tidak melaksanakan bagian dari tanggung jawabnya. Hal ini berakibat akan adanya sosial order/ keteraturan dalam masyarakat.

2. Social bridging (jembatan sosial), bisa berupa institusi maupun mekanisme. Social bridging merupakan suatu ikatan sosial yang timbul sebagai reaksi atas berbagai macam karakteristik kelompoknya. Ia bisa muncul karena adanya berbagai macam kelemahan yang ada di sekitarnya, sehingga mereka memutuskan untuk membangun kekuatan dari kelemahan.

Social bridging bisa juga dilihat dengan adanya keterlibatan umum sebagai warga negara (civic engagement), asosiasi, dan jaringan. Tujuannya adalah mengembangkan potensi yang ada dalam masyarakat agar masyarakat mampu menggali dan memaksimalkan kekuatan yang mereka miliki baik SDM (sumber daya manusia) dan SDA (sumber daya alam) dapat dicapai.

(42)

menjadi arena dalam hubungan antarwarga, antarkelompok yang berasal dari latar belakang berbeda, baik dari sudut etnis, agama, maupun tingkatan sosial ekonomi. Ketidakmampuan untuk membangun nilai, institusi, dan mekanisme bersifat lintas kelompok akan membuat masyarakat yang bersangkutan tidak mampu mengembangkan modal sosial untuk membangun integrasi sosial. 3. Social linking (hubungan/jaringan sosial). Merupakan hubungan sosial yang

dikarakteristikkan dengan adanya hubungan di antara beberapa level dari kekuatan sosial maupun status sosial yang ada dalam masyarakat. Misalnya: Hubungan antara elite politik dengan masyarakat umum. (Dalam hal ini elite politik yang dipandang khalayak sebagai public figure/tokoh, dan mempunyai status sosial dari pada masyarakat kebanyakan. Namun mereka sama-sama mempunyai kepentingan untuk mengadakan hubungan.

Pada dasarnya ketiga tipe modal sosial ini dapat bekerja tergantung dari keadaannya. Ia dapat bekerja dalam kelemahan maupun kelebihan dalam suatu masyarakat. Ia dapat digunakan dan dijadikan pendukung sekaligus penghambat dalam ikatan sosial tergantung bagaimana individu dan masyarakat memaknainya.

2.1.6 Parameter dan indikator modal sosial

(43)

Namun demikian, pada masyarakat dikenal beberapa jenis modal, yaitu modal budaya (cultural capital), modal manusia (human capital), modal keuangan (financial capital) dan modal fisik.

Modal budaya lebih menekankan pada kemampuan yang dimiliki seseorang, yang diperoleh dari lingkungan keluarga atau lingkungan sekitarnya Modal keuangan merupakan uang tunai yang dimiliki, tabungan pada bank, investasi, fasilitas kredit dan lainya yang bisa dihitung dan memiliki nilai nominal. Modal fisik dikaitkan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan material atau fisik. (Putnam, 1993).

Modal manusia lebih merujuk pada kemampuan, keahlian yang dimiliki individu. Manusia adalah komponen yang sangat penting di dalam organisasi. Manusia dengan segala kemampuannya bila dikerahkan keseluruhannya akan menghasilkan kinerja yang luar biasa. Ada enam komponen dari modal manusia, yakni: modal intelektual, modal emosional, modal sosial, modal ketabahan (adversity), modal moral, dan modal kesehatan (Ancok, 2007). Jadi modal sosial berbeda dengan modal lain tersebut, karena modal sosial bersifat kumulatif dan berkembang dengan sendirinya (Putnam, 1993). Karenanya, modal sosial tidak akan habis jika dipergunakan, melainkan semakin meningkat. Rusaknya modal sosial lebih sering disebabkan bukan karena dipakai, melainkan karena ia tidak dipergunakan.

(44)

melalui dua potensi modal yang melekat padanya yakni modal manusia dan modal sosial. Pembangunan ekonomi suatu wilayah sepantasnya diawali dengan pembangunan komponen modal sosial dan modal manusia. Modal sosial sendiri diukur melalui partisipasi dalam kegiatan sosial sehingga dapat mengurangi kemiskinan. Penekanan tingkat kemiskinan ini dilaksanakan melalui eksternalitas positif (transfer pengetahuan dan teknologi) yang memengaruhi produktivitas rumah tangga (Alesina dan Ferrara, 1999).

Setiap program pengembangan pembangunan diperlukan sumberdaya manusia berkualitas untuk mencapai tujuannya. Sumber daya manusia yang dimaksud mencakup modal manusia yang ditekankan pada kualitasnya, dan modal sosial untuk memercepat proses dan mutu hasil pengembangan pembangunan. Mengacu pada norma-norma dan nilai-nilai bersama, asosiasi antarmanusia tersebut menghasilkan kepercayaan dan memiliki nilai ekonomi yang besar dan terukur (Fukuyama, 1996).

(45)

Tabel 2.1

Perbedaan Modal Manusia dan Modal Sosial

No. Faktor pembeda

Modal

Manusia Sosial

1. Fokus terletak pada potensi perorangan

misalnya dalam hal mutu sumberdaya manusia

terletak pada hubungannya dengan jejaring sosial yang dibentuk organisasi. Basisnya adalah saling percaya di antara individu. Hal ini menjadi modal dalam membangun kerjasama dan solidaritas.

2. Pengukuran Jauh lebih mudah, bisa dilihat dari lamanya sekolah, kualifi-kasi, dan kompetensinya. Terma-yaan. Dan sering dilihat dari gambaran sejauh mana modal sosial, misalnya kekuatan jeja-ring sosial ekonomi mampu mengembangkan program pengembangan organisasi.

3. Output Pendapatan dan produktifitas;

dan tak langsung berupa kese-hatan dan kegiatan sosial di lingkungan organisasi

4. Model Sangat terkait dengan

(46)

Merujuk pada Ridell (1997), ada tiga parameter modal sosial, yaitu kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan jaringan-jaringan (networks).

1. Kepercayaan. Sebagaimana dijelaskan Fukuyama (1996), kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Kepercayaan sosial merupakan penerapan terhadap pemahaman ini. Cox (1995) kemudian mencatat bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan sosial cenderung bersifat positif; hubungan-hubungan juga bersifat kerjasama. Menurutnya kita mengharapkan orang lain untuk mewujudkan niat baik, dan percaya kepada sesama manusia. Kita cenderung untuk bekerja sama, untuk berkolaborasi dengan orang lain dalam hubungan kolegial / kekerabatan. (Cox, 1995). Kepercayaan sosial pada dasarnya merupakan produk dari modal sosial yang baik. Adanya modal sosial yang baik ditandai oleh adanya lembaga-lembaga sosial yang kokoh; modal sosial melahirkan kehidupan sosial yang harmonis (Putnam, 1995). Kerusakan modal sosial akan menimbulkan anomie (kekacauan tanpa aturan) dan perilaku anti sosial (Cox, 1995).

(47)

Fukuyama, 1995). Norma-norma dapat merupakan pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial.

3. Jaringan sosial. Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud jaringan-jaringan kerjasama antar manusia (Putnam, 1993). Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki jaringan-jaringan sosial yang kokoh. Orang mengetahui dan bertemu dengan orang lain, mereka kemudian membangun inter-relasi yang kental, baik bersifat formal maupun informal (Onyx, 1996). Putnam (1995) berargumen bahwa jaringan-jaringan sosial yang erat akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta manfaat-manfaat dari partisipasinya itu.

(48)

Modal sosial dapat dikatakan lahir dari bawah (bottom-up), tidak hierarkis dan berdasar pada interaksi yang saling menguntungkan. Oleh karena itu, modal sosial bukan merupakan produk dari inisiatif dan kebijakan pemerintah. Namun demikian, modal sosial dapat ditingkatkan atau dihancurkan oleh negara melalui kebijakan publik (Cox, 1995; Onyx, 1996).

Kaitannya dengan agroekowisata bahwa modal sosial yang bersifat bottom-up lebih menekankan pada pemberdayaan berbasis masyarakat. Kepercayaan pemerintah kepada masyarakat untuk membangun diri sendiri dapat membang-kitkan semangat kemandirian yang tinggi. Sebaliknya pengembangan agroeko-wisata berbasis investasi, sarat dengan berbagai kebijakan publik yang cenderung mengikat dan memaksa. Jika kebijakan tersebut tidak mempertimbangkan modal sosial, dapat mematikan kreativitas masyarakat dan menjurus pada kehancuran. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pretty menampilkan posisi strategis dalam pengentasan kemiskinan dan pembanguan pertanian.

(49)

yag

Kerangka penghidupan berkelanjutan merupakan aset penghidupan berkelanjutan yang ditunjukkan pada Gambar 2.4, mencakup modal alam, modal sosial, modal manusia, modal finansial, dan modal fisik yang dijabarkan berikut. (1) Modal alam : tanah dan penghasilan, sumber air dan air, pohon dan hasil hutan, margasatwa, makanan liar dan serat, keanekaragaman hayati, jasa lingkungan; (2) Modal sosial: jaringan dan koneksi, perlindungan, lingkungan, kekerabatan, hubungan kepercayaan dan saling mendukung, kelompok formal dan informal, aturan umum dan sanksi representasi kolektif, mekanisme partisipasi dalam pengambilan keputusan, kepemimpinan; (3) Modal manusia: kesehatan, makanan, pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, kapasitas untuk bekerja, kapasitas untuk beradaptasi; (4) Modal fisik : infrastruktur; transportasi - jalan, kendaraan, Faktor konstektual:

(50)

penampungan aman dan bangunan; pasokan air dan sanitasi; energi; komunikasi; alat dan teknologi; alat dan peralatan untuk produksi; benih, pupuk, pestisida; teknologi tradisional; (5) Modal finansial : tabungan, kredit / utang - formal, informal, LSM , pengiriman uang, pensiun, dan upah (IFAD, 2014).

Mengacu pada paparan tentang modal sosial yang telah dikemukakan, maka parameter modal sosial yang digunakan untuk kajian dalam penelitian ini adalah kepercayaan, norma, dan jaringan sosial. Pretty (1999), Dharmawan (2007), IFAD (2014)

Gambar 2.4

Aset Penghidupan Berkelanjutan Sumber: Dharmawan (2007), IFAD (2014)

Modal manusia

Modal alam Modal

sosial

Modal fisik

(51)

2.2 Agroekowisata, Partisipasi, Pengetahuan, dan Sikap

2.2.1 Agroekowisata

Sebelum memahami agroekowisata, perlu diulas tentang agrowisata. Dalam istilah sederhana, agrowisata atau agritourism didefinisikan sebagai perpaduan antara pariwisata dan pertanian dimana pengunjung dapat mengunjungi kebun, peternakan atau kilang anggur untuk membeli produk, menikmati pertunjukan, mengambil bagian aktivitas, dan makan suatu makanan atau melewatkan malam bersama di suatu areal perkebunan atau taman.

Agrowisata atau agritourism adalah sebuah alternatif untuk meningkatkan pendapatan dan kelangsungan hidup, menggali potensi ekonomi petani kecil dan masyarakat pedesaan (Farmstop, 2013). Di Indonesia, agrowisata atau agroturisme didefinisikan sebagai sebuah bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agro (agribisnis) sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian. Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata dan bertujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian.

(52)

Pada saat ini pandangan tentang pertanian tampaknya dilihat dari dua kutub yang berbeda. Saragih (2001) melihat sektor pertanian sebagai suatu kegiatan bisnis (agribisnis), dan Mubyarto (1975 dan 2002) memandang kegiatan sektor pertanian sebagai pandangan hidup (way of life) dari masyarakat. Makna aktivitas pertanian berdasarkan pendapat kedua pakar tersebut adalah aktivitas pertanian sebagai bisnis dan sebagai pandangan hidup. Dengan demikian aktivitas pertanian merupakan integrasi antarabisnis danpandangan hidup. Hal ini berarti merupakan bagian dari budaya yang melekat pada petani. Karenanya, bahasan tentang sektor pertanian dalam konteks apapun (termasuk dalam konteks pariwisata, dalam rangka pengembangan agroekowisata) haruslah dipandang pertanian itu sebagai bagian dari budaya masyarakat.

Selanjutnya, berbicara tentang budaya/kebudayaan sebagai suatu sistem, maka pengembangan agroekowisata haruslah meliput aspek konsep /pola-pikir, aspek sosial, dan aspek artefact/kebendaan (Koentjaraningrat,1993).

Penelitian Windia (2003) mengemukakan elemen pada berbagai aspek dalam pengembangan agrowisata adalah sebagai berikut.

(53)

(5) ada inisiatif dari pihak luar (lembaga indipenden) untuk mendorong masyarakat setempat untuk mengembangan potensinya, dalam rangka konsep keberlanjutan, (6) ada kesepakatan dengan masyarakat disekitarnya yang terkait/tersentuh dalam pengembangan potensi tersebut, untuk mengembangkan potensi agrowisata itu, khususnya yang berkait dengan hak dan kewajibannya masing-masing, (7) ada kesepakatan antara masyarakat setempat dengan pihak komponen kepariwisataan (biro perjalanan) bahwa potensi agrowisata itu memang relevan untuk dikembangkan, (8) ada kesepakatan dengan pemerintah setempat untuk membantu pengembangan potensi agrowisata, (9) ada kesepakatan dengan semua stakeholder tentang visi dari pengembangan

agrowisata, dan (10) secara tradisional, kawasan itu memang sudah menarik bagi masyarakat setempat dan kalangan wisatawan-nusantara.

(54)

komoditas yang dihasilkan di kawasan itu, (6) ada kesepakatan dari masyarakat setempat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam proses peningkatan nilai tambah komoditas yang dihasilkan, serta dalam pengelolaan agroekowisata, (7) mempersiapkan berbagai paket kegiatan di kawasan agroekowisata itu, dan menyepakati biaya yang harus dibayar oleh wisatawan, (8) mempersiapkan awig-awig (aturan tertulis) tentang apa-apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan/dibangun di kawasan agroekowisata tersebut, (9) mempersiapkan masyarakat setempat untuk mampu menjadi pemandu-wisata di kawasan agroekopemandu-wisata itu, (10) melakukan penyuluhan yang dilaksanakan oleh PEMDA setempat agar masyarakat bisa memperlakukan wisatawan dengan sikap yang sopan, dan (11) melakukan studi-banding ke kawasan lain yang kegiatan agroekowisatanya sudah operasional.

3. Aspek artefact (kebendaan). Elemen-elemen aspek artefact meliputi: (1) memperbaiki prasarana (jalan, tempat berteduh bagi kalangan wisatawan,

lokasi bagi wisatawan untuk menikmati pemandangan alam, toilet, dan lain-lain), (2) menyiapkan lokasi kawasan parkir, (3) mempersiapkan peta/sketsa untuk setiap paket-perjalanan di kawasan tersebut, (4) mempersiapkan rumah-rumah penduduk sebagai tempat penginapan bagi wisatawan yang ingin bermalam, (5) mempersiapkan masyarakat setempat untuk mampu membuat cendramata yang khas dari kawasan itu, dan (6) mempersiapkan lokasi untuk menjual cendramata bagi wisatawan.

(55)

pula perubahan pola kegiatan industri pariwisata dari kegiatan wisata massal (mass tourism) ke wisata minat (nice tourism). Salah satu kegiatan wisata minat khusus yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini, bahkan telah menjadi isu global yaitu dengan berkembangnya ekowisata (ecotourism) sebagai kegiatan wisata alam yang berdampak ringan.

Kehadiran ekowisata dalam era pembangunan berwawasan lingkungan merupakan suatu misi pengembangan pariwisata alternatif yang tidak banyak menimbulkan dampak negatif, baik terhadap lingkungan maupun terhadap sosial budaya dan daya tarik wisata lainnya. Kegiatannya lebih berorientasi pada pemanfaatan sumberdaya alami, asli dan belum tercemar.

(56)

Ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik dan atau psikologis wisatawan. Ekowisata bukan menjual destinasi tetapi menjual filosofi (Fandeli, 2007). Dalam pemanfaatan areal alam untuk ekowisata mempergunakan pendekatan pelestarian dan pemanfaatan. Kedua pendekatan ini dilaksanakan dengan menitikberatkan pelestarian dibanding pemanfaatan. Kemudian pendekatan lainnya adalah pendekatan pada keberpihakan kepada masyarakat setempat agar mampu mempertahankan budaya lokal dan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya.

Agroekowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian. Melalui pengembangan agroekowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan, diharapkan bisa meningkatkan pendapatan petani sambil melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal (indigenous knowledge) yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya. (Deptan, 2011).

(57)

menghargai, dan mempelajari alam, lingkungan, dan budaya pertanian pada suatu daerah/areal pertanian dengan tujuan untuk melestarikan/ mengkonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Berdasarkan uraian di atas, agroekowisata dimaksudkan sebagai salah satu bentuk kegitan pariwisata yang obyeknya adalah usahatani dengan aktivitas-aktivitas yang terkait dengannya, dan dalam pelaksanaannya tetap memperhatikan pelestarian lingkungan agar dapat mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata. Di samping itu, juga memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal. Pemberdayaan bagi masyarakat setempat dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan

agroekowisata. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh masyarakat setempat antara lain: (1) mengelola pengusahaan agroekowisata melalui badan usaha bersama

(58)

2.2.2 Agroekowisata berbasis modal dan berbasis masyarakat

Pola agroekowisata berbasis modal adalah pola pengembangan di mana swasta lebih berperan dalam pelaksanaan kegiatan agroekowisata terutama pemasaran, penyediaan jasa dan opersional kegiatan, di sini karena peran swasta melengkapi sektor publik. Oleh karena itu, kedua stakeholder tersebut harus bekerjasama dan berkoordinasi agar kegiatan agroekowisata dapat berjalan baik (Sutawan, 2009).

(59)

besar bagi masyarakat setempat khususnya, sebagaimana konsep pengembangan kawasan agroekowisata (Sutawan, 2009).

Selanjutnya agroekowisata berbasis masyarakat merupakan pola pengembangan agroekowisata yang memberikan peluang seluas-luasnya kepada masyarakat lokal mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan usaha, dan pengawasan, serta evaluasi terhadap seluruh aktivitas agroekowisata. Agroeko-wisata berbasis masyarakat merupakan aktivitas agroekoAgroeko-wisata yang lebih mengutamakan pada partisipasi aktif masyarakat lokal. Dengan demikian, agroekowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal dan meminimalisir kemiskinan yang diperoleh dari pelayanan jasa wisatawan melalui jasa penginapan, restoran, transportasi, kerajianan, dan jasa pemandu wisata, dan lain-lain (Sutawan, 2009).

Mengacu pada landasan teori dan tinjauan pustaka tentang agroekowisata yang telah dikemukakan, maka fokus kajian dalam penelitian ini adalah aspek pola pikir, aspek sosial dan aspek kebendaan.

2.2.3 Pemberdayaan dan partisipasi masyarakat tani

(60)

1996) mengatakan bahwa pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil sehingga meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan pada kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap ”proses dan hasil-hasil pembangunan.”Sedangkan konsep pemberdayaan menurut Friedman (1992) dalam hal ini pembangunan alternatif menekankan keutamaan politik melalui otonomi pengambilan keputusan untuk melindungi kepentingan rakyat yang berlandaskan pada sumberdaya pribadi, langsung melalui partisipasi, demokrasi dan pembelajaran sosial melalui pengamatan langsung.

Jika dilihat dari proses operasionalisasinya, maka ide pemberdayaan memiliki dua kecenderungan, antara lain : pertama, kecenderungan primer, yaitu kecenderungan proses yang memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan (power) kepada masyarakat atau individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi; dan kedua, kecenderungan sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada proses memberikan stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Dua kecenderungan tersebut memberikan (pada titik ekstrem) seolah berseberangan, namun seringkali untuk mewujudkan kecenderungan primer harus melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu (Gunawan,2002) .

(61)

mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people centred, participatory, empowering, and sustainable”, dan lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net ), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu.

Gunawan (2002) mengemukakan bahwa upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu. Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena jika demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasikan, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya mengembangkannya.

Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering).

Gambar

Gambar 2.1 Level Modal Sosial
Gambar 2.2
gambaran sejauh mana modal
 Gambar 2.3 Konsep Aset Berbasis Model Sistem Pertanian  ( Pretty, 1999)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Disetujui dengan perbaikan (jangka waktu perbaikan ... hari) dan seminar ulang 4.. Mahasiswa

Etika merupakan suatu ilmu yang membahas perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.Dan etika profesi terdapat suatu kesadaran

HR is able to deliver individual abilities (talent), organizational capabilities (culture), and leadership to their organization in ways that serve stakeholders and respond to

Jika david sedang bermain di kolam maka david tidak sedang tidak sedang mengerjakan PR atau Jika david ada di dalam rumah maka david sedang mendengarkan radio.. Jika saya

Waktu Tunggu di IGD : Total waktu yang dihabiskan oleh pasien mulai datang di IGD hingga masuk ke rawat inap (standar waktu tunggu: <3 jam tanpa ada

Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Kadar Hdl (High Density Lipoprotein) Pada Tikus Putih Hiperlipidemia..

Khazanah Arsip adalah kumpulan arsip atau jumlah keseluruhan arsip yang berasal dari berbagai pencipta arsip dan disimpan di lembaga kearsipan.. Akses Arsip

Guru Bidang Pendidikan Agama Islam Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Syaiful Afifudin, S.Ag selaku guru PAI di SMK Widya Dharma Turen Malang, beliau menjelaskan