• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUDAYA SEKOLAH ADIWIYATA (Studi Kasus di SD Muhammadiyah Bodon Bantul Yogyakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BUDAYA SEKOLAH ADIWIYATA (Studi Kasus di SD Muhammadiyah Bodon Bantul Yogyakarta)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus di SD Muhammadiyah Bodon Bantul Yogyakarta)

Hendro Widodo

PGSD FKIP Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta e-mail: hwpgsd1960@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Budaya sekolah adiwiyata di SD Muhammadiyah Bodon Yogyakarata; dan 2) Faktor yang menjadi kendala dalam mewujudkan sekolah adiwiyata di SD Muhammadiyah Bodon Yogyakarata. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Subjek penelitian adalah kepala sekolah, 5 orang guru, 3 orang karyawan, 2 orang komite sekolah, dan 6 orang siswa.Penentuan subjek penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Keabsahan data penelitian ini menggunakan triangulasi.

Analisis data menggunakan model Miles dan Huberman, yaitu yaitu data reduction, data display, dan data conclusion drawing/verification. Hasil penelitian ini menemukan bahwa mewujudkan sekolah adiwiyata harus didukung oleh budaya sekolah, baik budaya artifak maupun nilai yang menjadi dasar keyakinan sekolah dalam mewujudkan dan keterlaksanaan program sekolah adiwiyata. Budaya artifak fisik di SD Muhammadiyah Bodon sebagai sekolah adiwiyata diwujudkan dengan symbol papan nama sekolah yang secara eksplisit mencantumkan sekolah adiwiyata. Di samping itu, lingkungan sekolah yang dikondisikan ramah atau peduli lingkungan, sedangkan artifak non fisik diwujudkan dengan interaksi semua warga sekolah yang baik, mendukung dan memiliki misi yang sama untuk keterlaksanaan sekolah adiwiyata. Terwujudnya sekolah adiwiyata tidak hanya didukung oleh budaya artifak, namun keberlangsungannya juga didukung oleh budaya nilai yang dikembangkan di sekolah. Budaya nilai meliputi nilai kebersihan dan peduli lingkungan, serta budaya kerjasama. Sedangkan hambatan dalam keberlangsungan sekolah adiwiyata di SD Muhammadiyah Bodon meliputi Kendala internal meliputi: a) menanamkan kedisiplinan dan ketertiban serta kesadaran mengenai lingkungan pada anak sekolah dasar masih mengalami kesulitan, b) monitoring keterlaksanaan program

(2)

PENDAHULUAN

Program Sekolah Adiwiyata Na- sional yang dicanangkan Pemerintah Republik Indonesia merupakan bagian dari strategi Pendidikan Lingkung- an Hidup. Pengembangan program Adiwiyata menjangkau semua daerah adalah amanah Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Pasal 65 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 ditegaskan bahwa “Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan ling- kungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.”

Mewujudkan sekolah adiwiyata bukanlah sesuatu yang mudah, perlu penyadaran warga sekolah untuk tu- rut bertanggungjawab dalam upaya menciptakan sekolah yang kondusif sebagai tempat pembelajaran. Apalagi upaya mewujudkan sekolah adiwiyata harus dimulai dengan membuat dan melaksanakan program atau kegiatan pengelolaan hidup di sekolah dengan sungguh-sungguh, termasuk upaya meningkatkan kepedulian dan partisi- pasi seluruh warga sekolah terhadap pengelolaan sekolah. Dalam program adiwiyata ini diharapkan setiap warga sekolah ikut terlibat dalam kegiatan

sekolah menuju lingkungan yang sehat.

Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata pasal 1 bahwa adiwiyata adalah sekolah yang baik dan ideal sebagai tempat memperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup dan cita-cita pem- bangunan berkelanjutan. Program adiwiyata adalah salah satu program Kementerian Negara Lingkungan Hidup dalam rangka mendorong ter- ciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah sehingga menjadi sebuah karakter peduli lingkungan dalam upa- ya pelestarian lingkungan hidup. Pada awalnya program ini dilaksanakan di 10 sekolah di Pulau Jawa sebagai sekolah model dengan melibatkan perguruan tinggi dan LSM yang bergerak di bidang Pendidikan lingkungan hidup (Kerja- sama Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011: 2).

Mewujudkan sekolah adiwiyata atau berwawasan lingkungan meru- pakan komitmen sekolah secara siste- matis yang mengembangkan program- program untuk menginternalisasikan nilai-nilai lingkungan ke dalam seluruh aktifitas sekolah. Hal demikian perlu kurang maksimal dikarenakan bersamaan dengan program lain yang harus berjalan.

Sedangkan kendala eksternal meliputi: a) lingkungan sekolah sebagai tempat bermain masyarakat saat kegiatan belajar mengajar selesai, terkadang fasilitas sekolah pendukung adiwiyata ada yang rusak, b) masih kurangnya kesadaran masyarakat di sekitar sekolah pada kepedulian lingkungan.

Kata Kunci: Budaya Sekolah, Adiwiyata, Sekolah Muhammadiyah

(3)

mendapat perhatian dan dukungan dari semua komponen yang ada di sekolah.

Pemberian pengetahuan dan pemben- tukan kesadaran tentang perilaku hidup bersih dan sehat dirasa sangat efektif ketika dilakukan pada semua warga se- kolah tidak terkecuali pada siswa sejak di bangku sekolah dasar. Lingkungan Sekolah yang kondusif sangat diperlu- kan agar tercipta proses pembelajaran yang bermutu.

Program sekolah adiwiyata akan terintegrasi ke dalam program peng- embangan sekolah. Dengan demikian, warga sekolah perlu memahami ber- sama konsep pengembangan sekolah berwawasan lingkungan. Sekolah di- harapkan turut serta mengambil peran dalam pengelolaan lingkungan terutama sekolah dasar, melalui sekolah dasar di harapkan mampu menanamkan ke- sadaran terhadap lingkungan kepada generasi muda sejak dini. “Penanaman pondasi lingkungan sejak dini menjadi solusi utama yang harus dilakukan, agar generasi muda memiliki pemahaman tentang lingkungan hidup dengan baik dan benar (Sumarmi, 2008: 19).

Menurut Panduan Adiwiyata (2011) terdapat 1.351 sekolah dari 251.415 sekolah (SD, SMP, SMA, SMK) se- Indonesia, yang mendapat Adiwiyata mandiri sebanyak 56 sekolah, Adiwiy- ata sejumlah 113 sekolah, calon Adi- wiyata sebanyak 103 sekolah, atau total yang mendapat penghargaan Adiwiyata mencapai 272 Sekolah (SD, SMP, SMA, SMK) se-Indonesia. Program Adiwiyata ini adalah sebagai salah satu strategi pemberian pendidikan lingkungan yang dilakukan pemerintah dengan maksud agar tercipta sekolah yang peduli dan

berbudaya lingkungan.

SD Muhammadiyah Bodon, Ban- guntapan, Bantul merupakan sekolah dasar Muhammadiyah di wilayah Yogyakarta yang memiliki tekad untuk menjadi sekolah berwawasan lingkung- an, sehingga pada tahun 2013 mendapat penghargaan sebagai sekolah Adiwiya- ta. Hal ini menjadi penting untuk dikaji lebih mendalam di lihat dari budaya sekolah, karena mewujudkan sekolah adiwiyata sangat diperlukan dukung- an dari warga sekolah. Warga sekolah perlu memiliki perilaku yang peduli dalam pengelolaan lingkungan, sadar dan komitmen dalam mewujudkan sekolah berbudaya lingkungan. Hal demikian itu merupakan unsur dalam budaya sekolah. Menurut Anwar Has- nun (2010:90) budaya sekolah adalah karakter atau pandangan hidup yang merefleksikan keyakinan, nilai, norma, simbol dan kebiasaan yang telah diben- tuk dan disepakati bersama oleh warga sekolah. Dengan demikian, keberha- silan sekolah mencapai penghargaan sekolah adiwiyata tentu di dukung oleh budaya sekolah yang positif atau yang mendukung program adiwiyata.

Program tersebut merupakan kegiatan bersama warga sekolah yang dilakukan dan bekerja bersama-sama mengha- silkan kemajuan sekolah baik secara profesional maupun personal dalam upaya mewujudkan sekolah adiwiyata.

Oleh karena itu, penting untuk diketahui lebih mendalam budaya sekolah adi- wiyata sehingga memperoleh gambaran deskripitif tentang: 1) budaya artifak fisik dan non fisik sekolah adiwiyata, 2) budaya nilai sekolah adiwiyata, dan 3) faktor yang menjadi kendala dalam

(4)

mewujudkan sekolah adiwiyata di SD Muhammadiyah Bodon Yogyakarata.

Budaya Sekolah

a. Pengertian Budaya Sekolah

Kata ”budaya” terambil dari kata berbahasa Inggris, culture, yang berarti kesopanan, kebudayaan, atau pemeli- haraan (Echols, M. John dan Hassan Shadily, 1996:159) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya juga diartikan sama, yakni kebudayaan, pemeliharaan, atau pembudidayaan (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2001:611). Kata budaya mulai banyak dipakai untuk me- nyebut kebiasaan yang terjadi, sehingga dikenal istilahbudaya sekolah, budaya kantor, budaya masyarakat, dan lain sebagainya.

Farida Hanum (2013:196) menje- laskan bahwa budaya sekolah memiliki unsur-unsur yang terdiri dari asumsi- asumsi dasar, nilai-nilai, sikap dan norma yang dipegang oleh anggota- anggota sekolah dan kemudian menga- rah pada bagaimana mereka berperilaku serta akan menjadi karakteristik sekolah meraka. Menurut Muhaimin (2009:48) budaya sekolah merupakan sesuatu yang dibangun dari hasil pertemuan an- tara nilai-nilai yang dianut oleh kepala sekolah sebagai pemimpin dengan nilai- nilai yang dianut oleh para guru-guru dan karyawan yang ada dalam sekolah tersebut. Nilai-nilai tersebut dibangun oleh pikiran-pikiran manusia yang ada dalam sekolah.

Sugeng Sulityo Prabowo (2008:34) menjelaskan bahwa nilai-nilai tersebut dibangun oleh pikiran-pikiran manusia yang ada dalam sekolah. Pertemuan pikiran-pikiran manusia dalam sekolah

tersebut kemudian menghasilkan apa yang disebut dengan ”pikiran organi- sasi”. Dari pikiran organisasi tersebut itulah kemudian muncul dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini bersama, dan kemudian nilai-nilai tersebut akan men- jadi bahan utama pembentuk budaya sekolah. Dari budaya tersebut kemudian muncul dalam berbagai simbol-simbol dan tindakan-tindakan yang kasat indera dalam kehidupan sekolah sehari-hari.

Berdasarkan pengertian budaya sekolah di atas maka dapat disimpul- kan bahwa budaya sekolah merupakan keyakinan, nilai, norma, simbol dan kebiasaan yang telah dibentuk dan dise- pakati bersama oleh warga sekolah baik oleh kepala sekolah, guru, karyawan siswa, orang tua maupun masyarakat di sekolah yang menjadi pendoman perilaku warga sekolah dan menjadi karakteristik sekolah.

a. Polarisasi Lapisan Budaya Sekolah Stolp dan Smith (1995: 36-39) membagi budaya sekolah menjadi tiga lapisan yaitu artifak pada lapisan perta- ma, nilai-nilai dan keyakinan di tengah dan asumsi di lapisan dasar.

Asumsi Nilai dan Keyakinan Artifak

Gambar 1. Lapisan Kultur Sekolah Artifak adalah lapisan budaya sekolah yang paling mudah diamati seperti aneka ritual sehari-hari di se- kolah, berbagai upacara, benda-benda

(5)

simbolik di sekolah dan aneka ragam kebiasaan yang berlangsung di sekolah.

Keberadaan budaya ini dengan cepat da- pat dirasakan keika orang mengadakan kontak dengan suatu sekolah.

Menurut Herminarto Sofyan, se- bagaimana dikutip oleh Nuril Furkan (2013: 33) bahwa artifak memiliki dua jenis yaitu: a) artifak yang dapat diamati seperti arsitektur, tata ruang, eksterior dan interior, kebiasaan dan rutinitas, peraturan-peraturan, ritus-ritus, symbol, logo, slogan, bendera, gambar-gambar, tanda-tanda, sopan santun, cara berpa- kaian; b) artifak yang tidak dapat diama- ti berupa norma-norma atau cara-cara tradisional berperilaku yang telah lama dimiliki kelompok.

Lapisan budaya yang ke dua adalah nilai-nilai dan keyakinan yang ada di sekolah yang menjadi ciri utama suatu sekolah. Nilai dan keyakinan yang ada di sekolah dan menjadi cirri utama sekolah, misalnya: a) ungkapan rajin pangkal pandai, b) air beriak tanda tak dalam, dan betbagai penggambaran ni- lai dan keyakinan lain. Lapisan yang ke- tiga adalah asumsi yaitu simbol-simbol, nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan yang tidak dapat diamati tetapi berdam- pak secara terus menerus pada perilaku warga sekolah.

Sergiovanni(1991: 128) mengutip pendapat Lundberg menyebutkan bah- wa budaya organisasi muncul dalam empat tingkatan, yaitu (1) artifacts, (2) perspectives, (3) values, dan (4) assumption. Pada tingkatan artifacts, budaya organisasi terwujud dalam ce- rita/kisah, mitos, ritual, seremoni, serta produk-produk yang merupakan yang merupakan simbolisasi nilai-nilai. Wu-

jud budaya organisasi pada tingkatan perspectives adalah peraturan-peraturan dan norma yang dijadikan acuan dalam menyelesaikan problema yang dihadapi oleh organisasi dan menjadi pedoman bersikap dan berperilaku anggota. Wu- jud budaya organisasi pada tingkatan values adalah nilai yang dijadikan acuan dalam segala keputusan dan tindakan anggota organisasi serta yang mencer- minkan tujuan, identitas, dan standar pe- nilaian terhadap segala sesuatu. Sedang wujud budaya organisasi pada tingkatan assumption merupakan pandangan anggota organisasi mengenai dirinya dan orang lain yang mengarahkan pada hubungan antara dirinya dengan orang lain tempat ia berada.

Melalui lapisan budaya artifak sekolah akan diketahui budaya artifak fisik dan non fisik (interaksi warga se- kolah) dalam mengembangkan sekolah adiwiyata. Melalui lapisan nilai-nilai dan keyakinan akan terwujud dalam norma-norma perilaku warga sekolah dalam mewujudkan sekolah adiwiy- ata, seperti nilai religius, kerjasama, kebersihan dan sebagainya sehingaa akan tampak potret budaya sekolah adiwiyata di SD Muhammadiyah Bodon Yogyakarta.

Adiwiyata

a. Pengertian Adiwiyata

Kata Adiwiyata berasal dari dua kata, yaitu ”Adi” dan ”Wiyata”. Adi memiliki arti besar, agung, baik, ideal, dan sempurna. Wiyata memiliki makna tepat dimana seorang mendapat ilmu pengetahuan, norma da etika dalam berkehidupan sosial. Adiwiyata diar- tikan sebagai “tempat yang baik dan

(6)

ideal dimana dapat diperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejah- teraan hidup kita dan menuju kepada cita-cita pembangunan berkelanjutan”

(Susy, 2011:3). Depdiknas (2002: 675), menyatakan bahwa lingkungan hidup adalah “kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hi- dup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya”. Adiwiyata atau ling- kungan hidup merupakan suatu ruang atau tempat yang ideal dan strategis, karena di dalamnya terjadi interaksi secara kondusif untuk mencapai kehi- dupan yang lebih baik.

Tujuan program Adiwiyata ada- lah mewujudkan warga sekolah yang bertanggung jawab dalam upaya per- lindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui tata kelola sekolah yang baik untuk mendukung pembangunan berkelanjutan (Panduan Adiwiyata, 2012:14). Melalui program Adiwiyata dengan berbagai penghargaannya, membuat sekolah-sekolah berlomba untuk menjadi yang terbaik dalam hal pelestarian lingkungan. Kegiatan ini berdampak baik bagi kelangsungan lingkungan hidup kedepannya. Karena lingkungan sekolah adalah lingkungan yang sangat memberikan pengaruh besar terhadap aplikasi kehidupan manusia.

Dengan menciptakan sekolah ber- wawasan lingkungan tentunya ada korelasi yang jelas dalam menciptakan kondisi lingkungan sekolah yang, hijau, nyaman, sehat, bersih dan lain seba-

ginya dengan kegiatan belajar mengajar yang efektif sehingga pada akhirnya tujuan pendidikan dapat tercapai dengan hasil yang memuaskan dengan kuantitas lulusan yang tinggi seiring dengan kua- litas yang baik. Sekolah berwawasan lingkungan tidak hanya merupakan sekolah yang hijau, nyaman, sehat dan bersih, tetapi lingkungan sekolah ber- fungsi sebagai laboratorium, memiliki nilai estetika, nilai ekonomis, sekolah yang ramah terhadap lingkungan serta sekolah yang mendukung pelestarian dan penyelamatan lingkungan hidup.

Sekolah berwawasan lingkungan me- rupakan sekolah yang memanfaatkan lingkungan sebagai sumber dan tempat kegiatan belajar mengajar juga meme- perhatikan kondisi lingkungan sekolah sehingga menjadi sekolah yang hijau dengan tertata rapi, indah, rindang dan bersih. Selain mendukung pada proses kegiatan belajar mengajar di sekolah berwawasan lingkungan juga menumbuhkan sikap peduli dan tang- gap terhadap permasalahan lingkungan yang kini rentan terjadi (Zaini Mansyur, 2014:2771).

Menciptakan lingkungan yang kon- dusif menjadi tanggung jawab semua elemen yang ada di sekolah tersebut.

Adapun yang ada di sekolah adalah ke- pala sekolah, guru, pegawai tata usaha, maupun pegawai lainnya dan juga siswa. Semuanya bertanggung jawab mewujudkan lingkungan yang kondusif.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sekolah adiwiyata adalah sekolah yang meman- faatkan lingkungan sebagai sumber dan tempat kegiatan belajar mengajar juga memperhatikan kondisi lingkungan

(7)

sekolah sekolah yang ramah terhadap lingkungan serta mendukung pelestari- an dan penyelamatan lingkungan hidup sehingga menjadi sekolah yang hijau dengan tertata rapi, indah, rindang dan bersih.

a. Indikator Program Adiwiyata Susy (2011:3) menjelaskan indi- kator Program Adiwiyata dijabarkan dalam beberapa kriteria yaitu: (1) Peng- embangan Kebijakan Sekolah, untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan maka diperlu- kan beberapa kebijakan sekolah yang mendukung pelaksanaan kegiatan pen- didikan lingkungan hidup oleh semua warga sekolah sesuai dengan prinsip- prinsip dasar Program Adiwiyata yaitu partisipatif dan berkelanjutan; (2) Pengembangan Kurikulum Berbasis Lingkungan, Penyampaian materi ling- kungan hidup kepada para siswa dapat dilakukan melalui kurikulum secara terintegrasi atau monolitik. Pengem- bangan materi, model pembelajaran dan metode belajar yang bervariasi, di- lakukan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang lingkungan hidup yang dikaitkan dengan persoalan ling- kungan sehari-hari; (3) Pengembangan Kegiatan Berbasis Partisipatif, Untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan, warga sekolah perlu dilibatkan dalam berbagai akti- vitas pembelajaran lingkungan hidup.

Selain itu sekolah juga diharapkan melibatkan masyarakat di sekitarnya dalam melakukan berbagai kegiatan yang memberikan manfaat baik bagi warga sekolah, masyarakat maupun lingkungannya. (4) Pengelolaan dan

atau Pengembangan Sarana Pendukung Sekolah, dalam mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan perlu didukung sarana prasarana yang mencerminkan upaya pengelolaan ling- kungan hidup.

Demikian pula Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelak- sanaan Program Adiwiyata pasal 6 me- nyebutkan bahwa sekolah ADIWIYATA yang dinilai, wajib memenuhi kriteria:

1) memiliki kebijakan sekolah yang berwawasan lingkungan; 2) memiliki dan melaksanakan kurikulum sekolah berbasis lingkungan; 3) melaksanakan kegiatan sekolah berbasis partisipatif;

dan 4) memiliki sarana dan prasarana pendukung sekolah yang ramah ling- kungan.

Lebih rinci Nanik Hidayati, Tu- kiman Taruna, Hartuti Purnaweni (2013:150-151) menjelaskan bahwa program adiwiyata diharapkan dapat menciptakan kondisi yang nyaman dalam pembelajaran serta timbulnya tanggung jawab lingkungan dalam rangka pembangunan berkelanjutan.

Sebab lingkungan yang bersih, nyaman akan menambah semangat belajar serta menciptakan kondisi yang tidak mem- bosankan.

Adapun Indikator sekolah Adiwiya- ta meliputi (1) Pengembangan kebijakan sekolah yang berwawasan lingkungan, yang meliputi filosofi, visi misi sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan, kebijakan dalam pengembangan materi, pembelajaran lingkungan hidup, kebi- jakan tentang peningkatan kapasitas SDM, kebijakan penghematan sumber daya alam, kebijakan untuk mengalo-

(8)

kasikan dana bagi kegiatan lingkungan hidup, kebijakan yang mendorong terwujudnya sekolah peduli dan berbu- daya lingkungan; (2) Pengembangan kurikulum berbasis lingkungan yang meliputi pengembangan model pem- belajaran lingkungan hidup (integrasi atau monolitik), penggalian dan peng- embangan materi dan persoalan ling- kungan hidup yang ada di masyarakat sekitar, pengembangan kegiatan kuri- kuler bertema lingkungan hidup, dan pengembangan metode pembelajaran;

(3) Pengembangan kegiatan berbasis pertisipatif yang meliputi penciptaan kegiatan ekstrakurikuler atau kurikuler yang mendukung pengembangan PLH, partisipasi aktif dalam kegiatan aksi lingkungan hidup yang dilakukan pihak luar sekolah, membangun kemitraan dengan pemerintah, swasta dan LSM dalam pengembangan pendidikan ling- kungan hidup; (4) Pengembangan dan pengelolaan sarana pendukung sekolah yang meliputi: pengembangan fungsi kualitas sarana pendukung sekolah yang ada untuk PLH, peningkatan kualitas pengelolaan lingkungan di dalam dan di luar kawasan sekolah, peningkatan upaya penghematan energi, air, alat tulis, pengembangan sistem pengelola- an sampah dan pengembangan apotik hidup serta taman sekolah.

Pendekatan penelitian yang digu- nakan dalam penelitian ini adalah pen- dekatan kualitatif.Alasan penggunaan metode ini karena ingin memahami dan mendeskripsikan budaya sekolah adiwiyata di SD Muhammadiyah Bodon Yogyakarta.

Subjek penelitian adalah kepala se- kolah, 5 orang guru, 2 orang karyawan,

2 orang komite sekolah, dan 6 orang siswa. Dari subjek penelitian ini diha- rapkan memperoleh data yang lengkap mengenai budaya sekolah adiwiyata di SD Muhammadiyah Bodon Yogyakarta.

Penentuan subjek penelitian dilakukan dengan teknik purpose sampling.

Teknik pengumpulan data dilaku- kan dengan menggunakan metode wa- wancara, observasi, dan dokumentasi.

Pertama, wawancara mendalamdengan berpedoman pada interviuw guide dan bersifat tak struktur.Wawancara me- rupakan data primer dalam penelitian ini.Wawancara dimaksudkan untuk memperoleh data dengan jalan meng- ajukan pertanyaan-pertanyaan tentang segala sesuatu kepada informan me- ngenai budaya sekolah adiwiyata di SD Muhammadiyah Bodon Yogyakarta.

Informan yang akan diwawancarai adalah, kepala sekolah, guru dan sis- wa. Kedua, observasi.dilakukan untuk memperoleh kondisi obyektif di sekolah mengenai budaya sekolah adiwiyata di SD Muhammadiyah Bodon Yogyakarta.

Observasi yang akan dilakukan bersifat formal maupun tidak formal. Ketiga, metode dokumentasi. Dokumen yang akan dipelajari adalah teks-teks dan foto-foto kegiatan sekolah adiwiyata di SD Muhammadiyah Bodon Yog- yakarta. Teks-teks berupa arsip profil seklah, dan catatan-catatan lainnya yang berkaitan dengan budaya sekolah adiwiyata.Sedangkan dokumen foto dan rekaman memberikan informasi visual tentang kegiatan sekolah adiwiyata di SD Muhammadiyah Bodon Yogyakarta.

(9)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Mengenal SD Muhammadiyah Bo- don Bantul Yogyakarta

SD Muhammadiyah Bodon terle- tak di kampung Bodon RW 05, Desa Jagalan Kec. Banguntapan Kab. Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis, SD Muhammadiyah Bodon Jagalan masuk dalam wilayah Heritage/

peninggalan sejarah Kotagede, sehing- ga desa Jagalan lebih terkenal sebagai bagian wilayah Kotagede. Oleh karena masuk dalam wilayah Kotagede, maka SD Muhammadiyah Bodon, dibina oleh dua Pimpinan Cabang Muhammadiyah yaitu PCM Kotagede dan PCM bangun- tapan Utara, tetapi secara kedinasan/

administratif SD Muhammadiyah Bo- don di bawah bimbingan UPT Pendi- dikan dan kebudayaan Banguntapan dan Dinas Pendidikan Kab. Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sekolah Dasar Muhammadiyah Bodon didirikan pada Bulan Mei 1924.

Pada awal berdirinya, menempati rumah milik KH. Masyhudi, pendiri GROEP MUHAMMADIYAH Kota- gede tahun 1916. Sekarang bernama Cabang Muhammadiyah Kotagede Kodya Yogyakarta. Sebelum bernama SEKOLAH DASAR MUHAMMAD- IYAH, namanya: 1) HIS (Holand Indie School) atau Sekolah Bumi Putera, 2) Sekolah Rakyat Sempoerna-Jaman Jepang, 3) Sekolah Rakyat/SR 6 Tahun Jaman Kemerdekaan, dan 4) Sekolah dasar/SD, mulai tahun 1960 (memper- oleh subsidi Pemerintah 1951).

Sekolah Dasar Muhammadiyah Bodon sebelum menempati gedung per-

manen (yang sekarang dapat kita lihat) mengalami 6 kali perpindahan lokasi yaitu meliputi: 1) Rumah KH. Masyhu- di Balokan Trunojayan (Wetan Kanthil) ,2) Rumah Bapak Achjar, Citran, 3) Rumah Bapak R. Mandoyo, Kudusan, 4) Pendopo Jurang Bodon (Mbah Diro), 5) Komplek Masjid Perak (sekarang di- pakai SMP Muh. VII), 6) Bodon Jagalan banguntapan, menetap (dan sebagian masih menumpang di Pendopo milik H. Anwar Sodiq dan bapak H. Supardi Atmosudigdo, Celenan), dan 7) Bodon Jagalan Banguntapan (menetap dengan tanah hak milik sendiri).

Pada tahun 1957 Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kotagede periode Pim- pinan Bapak H. Human Siraj membeli rumah milik Bapak RW Projosutrisno diatas tanah seluas 200 m dengan harga Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) atas nama Bapak KH. Duri WSD Kudusan untuk Sekolah Dasar Muhammadiyah Bodon yang sekarang menjadi gedung induk. Namun gedung ini belum dapat menampung jumlah murid atau ruang kelas yang dibutuhkan oleh SD, sehing- ga kelas III dan IV meminjam tempat pendopo milik H. Anwar Sodiq (sebelah Timur Mahad Islamy). Untuk kelas I dan II menempati di pendopo Bapak H.

Sapardi Atmosudigdo. Celenan/ jarak kurang lebih 400 m dari gedung induk ini (arah ke Timur).

Kemudian atas kemurahan dan keikhlasan Bapak Mulyo Prawito pada tahun 1978 dibuatkan Gedung/ruang kelas sebanyak 4 lokal di Komplek Masjid Al-Amin Bodon diatas tanah miliknya, untuk memudahkan kelas III dab IV yang masih menempati di Pendopo H. Anwar Sodiq. Pada Tahun

(10)

1988 atas Prakarsa para alumnus HIS/

SR/SD Muhammadiyah Bodon, yang diketuai oleh dr. Yanto, para alumni dapat menyumbangkan kepada alma- maternya serta dibantu para dermawan dan BP3 membuat lokal Gedung deng- an ukuran 8x16 meter, beserta tempat sepeda untuk guru dan murid. Dibangun dalam waktu 3 bulan dan menelan bia- ya sebesar Rp 7.941.600,- di komplek Masjid Al-Amin Bodon berdekatan dengan gedung/lokal yang dibuatkan Bapak Mulyo Prawito. Gedung ini di- maksudkan untuk memindahkan murid kelas I dan II yang masih menempati di Pendopo milik Bapak H. Sapardi Atmosudigdo. Sejak 17 Juli 1988 SD Muhammadiyah Bodon hanya 2 komp- lek, satu di Gedung Induk dan satu lagi di komplek Masjid Al-Amin Bodon.

Dalam perjalanannya SD Muhammad- iyah Bodon mulai tahun 1990, masuk Pimpinan Cabang Muhammadiyah Banguntapan Daerah Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Periodisasi Pimpinan Sekolah: 1) Bapak Soemindo, Jaman Belanda, 2) Bapak R. Sastrowahono, Jaman Belan- da/Jepang, 3) Bapak Dawam Marzuki, Jaman Jepang, 4) Bapak R. Djoemairi Martokusuma, Jaman Jepang/Kemer- dekaan, 5) Bapak Sudjadi Brotosis- woyo, Jaman Kemerdekaan, 6) Bapak Mardisiswoyo 1949 – 1963, 7) Bapak Sumadji 1963 – 1964, 8) Bapak Djam- zuri 1964 – 1988, 9) Bapak Wilardjo, SH 1988 – 2001, 10) Bapak Drs. H.

Sukemi Tirta, M.Pd 2002 – 2015, dan 11) Bapak Eka Satria Nugroho, S.Pd.Si, 2015- sekarang.

2. Budaya Artifak Sekolah Adiwiyata SD Muhammadiyah Bodon

Artifak adalah lapisan budaya sekolah yang paling mudah diamati.

Keberadaan budaya ini dengan cepat dan mudah dapat dirasakan ketika orang mengadakan kontak dengan suatu seko- lah. Budaya sekolah aspek artifak fisik dalam penelitian ini dikhususkan aspek fisik yang dapat diamati di sekolah seperti arsitektur, tata ruang, kebiasaan dan rutinitas, peraturan, upacara, sim- bol, logo, gambar, sopan santun, cara berpakaian, pemasangan tulisan tulisan semboyan dan penataan lingkungan se- kolah yang rapi dan bersih. Artifak ini merupakan tingkatan budaya sekolah yang ditampilkan dalam keseharian di sekolah yang dapat diamati dan di- rasakan langsung oleh siapa saja yang berada di lingkungan dan melakukan kontak langsung dengan sekolah.

Spradley menegaskan bahwa ada tiga budaya yang perlu dikembangkan dalam memajukan sekolah, yaitu buda- ya perilaku (behavior culture), budaya artifak (artifact culture), dan pesan- pesan verbal (verbal message) (Sprad- ley, J.P, 1979:73). Pendapat Spradley ini membuktikan bahwa budaya artifak merupakan bagian yang perlu dikem- bangan oleh sekolah, karena di dalam budaya artifak baik yang dapat diamati maupun yang tidak teramati mengan- dung unsur yang dapat diperbaiki untuk kemajuan sekolah.

Berdasarkan pengamatan terhadap artifak fisik tampak dari papan nama sekolah yang mencantumkan sekolah adiwiyata. Sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini:

(11)

Gambar 2. Papan Nama SD Muhammadiyah Bodon

Hasil pengamatan pada lingkungan sekolah, terlihat bahwa lingkungan sekolah mendukung keterlaksanaan sekolah adiwiyata.Di lihat dari visi se- kolah visi SD Muhammadiyah Bodon memasukkan peduli lingkunga dalam visi sekolah. Visi SD Muhammadiyah Bodon yaitu; Terdepan dalam berbagai prestasi dilandasi akhlak mulia, kreatif dan berwawasan Islami serta peduli pada lingkungan”. Berdasarkan visi tersebut dan untuk mencapainya, SD Muhammadiyah Bodon melaksanakan misi sekolah yaitu:1) melaksanakan Pembelajaran Aktif Inovatif, Kreatif, Efektif dan menyenangkan (PAIKEM), 2) membiasakan Perilaku Besih dan Sehat, 3) meningkatkan Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana, 4) menanam- kan nilai Islami dalam setiap kegiatan sekolah, 5) melaksanakan Aktualisasi Potensi, Bakat, Minat Olahraga dan Seni dan 6) Melaksanakan kepedulian terhadap lingkungan hidup

Berdasarkan rumusan visi dan misi tersebut di atas maka jelas bahwa SD Muhammadiyah Bodon sebagai sekolah adiwiyata memiliki perhatian yang se- rius dan menjadi orientasi sekolah pada kepedulian terhadap lingkungan hidup.

Keseriusan ini tentu di didukung oleh keterlaksanaan program sekolah. Bebe- rapa program sekolah yang mendukung keterlaksanaan sekolah adiwiyata yaitu:

a. Pengomposan

Pembuatan kompos di SD Muham- madiyah Bodon dilakukan secara ber- gantian oleh para murid.Dari pengum- pulan sampah organik kemudian diolah menjadi kompos dengan menggunakan komposter yang tersedia.

Gambar 3. Pembuatan Komposter b. Semutlis (Sepuluh Menit Untuk

Lingkungan Sekolah)

Semutlis dilaksanakan sepuluh menit pada awal jam pertama.Siswa dibagi beberapa grup bersama-sama pembimbing membersihkan lingkungan sekolah. Beberapa tempat yang perlu mendapatkan perhatian antara lain:

Kamar mandi dan WC, halaman sekolah dan tempat wudhu, lorong lantai atas, ruang gamelan, gudang, garasi, teralis dan kaca ruang kelas, taman sekolah dan pot bunga, dan pmilahan sampah dan pembuatan kompos. Demikian pula dalam kegiatan rutin jum’at bersih yang dilakukan oleh semua warga sekolah pada hari jumat untuk membersihkan

(12)

lingkungan sekolah (halaman sekolah, tempatwudhu, ruang utama masjid, se- rambi masjid, dan apotek hidup).

Gambar 4. Kegiatan Sepuluh Menit Untuk Lingkungan Sekolah) Hal ini terlihat pula ketersediaan tempat sampah di lingkungan sekolah.

Sampah di SD Muhammdiyah Bodon terdiri dari sampah organik dan anorga- nik. Sampah organik berasal dari tum- pukan sampah kering daun-daunan dan buah-buahan busuk, sisa limbah jajanan makanan basah siswa dan sisa limbah makanan basah dari kantin. Sedangkan sampah anorganik berasal dari plastik, pembungkus jajanan makanan instan, sterofoam, kardus, kertas pembungkus, dan lain-lain.

Gambar 5. Tempat Sampah di SD Muhammadiyah Bodon

c. Tanaman Toga

Tanaman Toga di SD Muhammad- iyah Bodon terdapat di unit selatan.

Tanaman toga di sekolah berasal dari swadaya siswa beserta peran serta ma- syarakat. Siswa kelas 1 – 6 dihimbau membawa minimal 1 jenis tanaman toga, misal : cabe, terong, kencur, tomat, jahe kunir dan lain-lain. Masyarakat sekitar yang memiliki tanaman toga dirumahnya lebih dari satu mendukung program toga disekolah dengan mem- berikan sukarela beberapa tanaman mi- liknya untuk dikembangkan di sekolah.

Adanya dukungan dan bantuan dari sis- wa dan lingkungan sekitar menambah variasi tanaman toga sekolah.anak–anak dilibatkan dalam merawatnya sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

Gambar 6. Tanaman Toga SD Mu- hammadiyah Bodon d. Pembuatan Biopori

Pembuatan biopori di sekolah ber- tujuan untuk mengolah sampah organik yang tidak sedikit jumlahnya.Sampah organik dari dedaunan yang berserakan di halaman sekolah dan sisa makanan yang tidak habis dikonsumsi.Penyim- panan sampah organik di biopori di- lakukan selama kurang lebih 3 bulan, dilakukan pengambilan hasil untuk

(13)

dijadikan pupuk bagi tanaman.Biopori di sekolah sejumlah 29.Manfaat biopori bermanfaat bagi pengelolaan sampah dan penyuburan tanaman di sekolah.

e. Daur Ulang

Anak anak belajar mendaur ulang beberapa macam sampah.Baik organik menjadi pupuk kompos dan non organik menjadi beberapa macam kerajinan.

Anak – anak mendaur ulang sampah non organik dilakukan saat pembela- jaran Seni Budaya dan Ketrampilan, seperti membuat kerajinan dari kardus bekas.

Gambar 7. Daur Ulang Sampah Sedangkan budaya artifak non fisik terlihat dalam interaksi warga sekolah diantaranya interaksi kepala sekolah dengan guru, karyawan dan siswa maupun sebaliknya dalam keberhasilan program adiwiyata. Interaksi tersebut terlihat dalam kegiatan sehari-hari di sekolah, bahwa kepala sekolah melak- sanakan koordinasi bersama dengan guru dan karyawan membahas program sekolah adiwiyata, kepala sekolah bekerjasaam dengan para guru dalam kegiatan kepedulian lingkungan sekolah

seperti kebersihan sekolah, khususnya kegiatan Semutlis (Sepuluh Menit Un- tuk Lingkungan Sekolah). Demikian pula interaksi guru dengan siswa dalam mengkondisikan kebersihan sekolah baik di dalam kelas maupun di luar kelas (lingkungan sekolah), guru selalu menegur siswa jika melihat ada siswa yang membuang sampah sembarangan atau tidak membuang sampah pada tempatnya, bahkan jika melihat sampah di lingkungan sekolah, guru dan siswa secara sadar membuang sampah pada tempat sampah yang telah disediakan di lingkungan sekolah, baik tempat sam- pah di dalam kelas maupun di luar kelas.

3. Artifak Nilai

Berdasarkan hasil wawancara deng- an kepala sekolah dan koordinator Tim Adiwiyata sekolah diketahui bahwa kesiapan sekolah atau upaya sekolah dalam mewujudkan sekolah adiwiyata yaitu: 1) membentuk Timadiwiyata sekolah, 2) menyusun program sekolah adiwiyata, 3) penyiapan dan melengka- pi infrastruktur dan fasilitas penunjang, 4) menjalin kerjasama dengan pihak luar sekolah, 5) mengadakan pelatihan- pelatihan sekolah adiwiyata, dan 6) melaksanakan kurikulum berbasis lingkungan.

Kepala sekolah membuat surat ke- putusan tentang sekolah berwawasan lingkungan hidup dengan memutus- kan peraturan tata tertib menjaga dan memelihara lingkungan sekolah SD MuhammadiyahBodon.Di dalam tata tertib tersebut diantaranya menjelaskan pengembangan kurikulum berbasis lingkungan hidup, seperti menegaskan bahwa setiap guru berusaha meng-

(14)

gunakan lingkungan hidup sebagai sumber belajar siswa, setiap guru wajib menambahkan dan mengembangkan materi pendidikan lingkungan hidup isu lingkungan hidup global, setiap guru wajib mengembangkan kurikulum ber- wawasan lingkungan hidup, setiap guru berupaya memahamkan atau mengem- bangkan materi berdasarkan isulokal lingkunganhidupyangadadilingkungan sekolah.

Selain itu, kegiatan lingkungan bersih partisipatif di antaranya melalui kegiatan: a) sekolah melakukan ke- giatan kebersihan lingkungan bersama masyarakat sekitar, b) sekolah menca- risponsor pihak luar untuk mengadakan kegiatan lingkungan hidup, c) sekolah mengadakan kegiatan esktra kurikuler dan ko kurikuler dalam rangkame- mupuk kesadaran siswa berperilaku/

berbudaya peduli lingkungan hidup, d) sekolah mengadakan kegiatan so- sialisasi pemahaman dan kesadaran tentanglingkungan hidup kepada warga sekolah, e) sekolah melarang penjaja makanan yang tidak memenuhi stan- dar kebersihan dankesehatan dan tidak menjaga kebersihan lingkungan hidup sekolah menyelenggarakan kantin se- kolah yang sehat, bersih, dan higienis, f) sekolah menyelenggarakan program langit hijau dan rumah hijiaugreen house, g) sekolah menjalin kerjasama dengan instansi kesehatan, pertanian dan kehutanan untukprogram pelatihan dan penyuluhan mengenai lingkungan hidup, h) sekolah menjalin kerjasama dengan dinas perhutani, wali murid dan masyarakat dalamrangka pemenuhan kebutuhan tanaman.

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menemukan dua budaya nilai pada sekolah adiwiyata yaitu:

a. Nilai Kebersihan dan Peduli Ling- kungan

Budaya lingkungan bersih dan tertib tercermin dalam peraturan se- kolah berwawasan lingkungan yaitu:

1) setiapwargasekolahwajibmenjaga- kebersihandilingkungansekolah, 2) setiapwargasekolahwajibmemeliha- ratanamandantamansekolah, 3) setiap warga sekolah wajib memungut sampah dan memasukkan sampah ke tongsampa hsesuaidenganjenissampah(kertas,plast ikdanorganik), 4)setiap warga sekolah wajib menggunakan air dengan hemat mengecilkan kran danmenutup kran setelah dipakai, 5) setiap warga sekolah wajib menjaga kebersihan (WC), 6) setiap warga sekolah berpakaian bersih, rapi sesuai dengan peraturan seragam yangditentukan sekolah, 7)warga se- kolah dilarang merokok di lingkungan sekolah, 8) warga sekolah dilarang mencorat-corettembok dan fasilitas belajar, 9)secara terjadwal siswa tiap ke- las membersihkan lingkungan sekolah selama 10 menit(Program SEMUTLIS).

Hal inididukung pula dari dokumentasi kegiatan sekolah sebagai berikut:

(15)

Gambar 8. Kegiatan Kerja Bakti Siswa

b. Nilai Kerjasama

Menanamkan rasa kebersamaan dan rasa sosial terhadap sesama melalui kegiatan yang dilakukan bersama.Hu- bungan antar warga sekolah sangat pen- ting bagi terbentuknya budaya sekolah yang positif. Seperti yang diungkapkan oleh Deal & Petterson (2009:11)bahwa sekolah yang baik lebih banyak menye- diakan ruang untuk saling berbagi dan mengedepankan norma kolegialitas dan bekerja kolaboratif para stafnya. Jika hal tersebut masih lemah, maka yang terjadi adalah budaya sekolah juga men- jadi lemah. Artinya hubungan erat dan

hangat dari warga sekolah dalam mem- bangun kerjasama atau kebersamaan menjadi penting untuk menciptakan budaya sekolah yang positif.

Dalam hal ini, budaya kerjasama sekolah meliputikerjasama internal sekolah dan kerjasama eksternal seko- lah.Kerjasama internal sekolah terlihat padainteraksi antar warga sekolah mendukung keterlaksanaan program sekolah adiwiyata. Di antara warga sekolah terjalin interaksi yang baik dan memiliki misi yang sama untuk mewu- judkan budaya sekolah adiwiyata. Hal ini terlihat kerjasamanya dalam kegiat- an kerja bakti dibawah ini:

Gambar 9. Kerja Bakti Warga Sekolah Selain kerjasama internal, kerjasa- ma eksternal dengan pihak luar sekolah dilakukan oleh sekolah. Berdasarkan dokumen MoU dalam mendukung keterlaksanaan sekolah adiwiyata, SD Muhammadiyah Bodon melakukan kerjasama (MoU) dengan pihak luar sebagai berikut: a) Kerjasama dengan Dinas Pertanian dan Kehutanan Ka- bupaten Bantul, b) kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, c) kerjasama dengan Badan Penyelengga- ra Dana Sehat Muhammadiyah DIY, d)

(16)

kerjasama dengan Puskesmas Bangun- tapan II, e) kerjasama dengan pemerin- tah kecamatan Banguntapan Bantul, f) kerjasama dengan SD Muhammadiyah Karangturi Bantul, g) kerjasama dengan Wahana Lingkungan Hidup/Walhi desa Jagalan.

4. Kendalasekolah adiwiyata di SD Muhammadiyah Bodon Yogyaka- rataPermasalahan lingkungan yang dihadapi secara umum berupa perma- salahan sampah, pencemaran air sungai lingkungan sekitar sekolah, penyediaan makanan sehat di koperasi sekolah dan kantin sekolah, ruang terbuka hijau dan keanekaragaman hayati. Dari kelima masalah tersebut, pengelolaan terhadap keanekaragaman hayati di SD muham- madiyah Bodon menjadi fokus utama dalam permasalahan lingkungan yang dihadapi.

Rencana aksi lingkungan yang dilakukan berupa: a)pemberian penyu- luhan kepada warga tentang pentingnya keanekaragaman hayati diwilayah ling- kungan SD Muhammadiyah Bodon oleh sekolah dan dinas terkait yaitu Badan Lingkungan Hidup DIY, b) pembuatan biopori di lingkungan sekolah, c) me- lakukan pembimbingan dan pemberian penyuluhan sejak dini kepada siswa di SDMuhammadiyah Bodon tentang pentingnya keanekaragaman hayati dan potensi yangdimilikinya demikelang- sungan hidup ekosistem secara khusus dan makhluk hidup secara umumnya, d) Program pembimbingan dan pelatihan kepada siswa SD Muhammadiyah Bo- don untuk melakukan usaha pembibitan dan perawatan tanaman, e) pembuatan

sarana dan prasarana yang menunjang program pelestarian keanekaragamn hayati di SD Muhammadiyah Bodon, dan f) pembuatan slogan dan himbauan tentang PLH (Pendidikan Lingkungan Hidup).

Kendala sekolah adiwiyata di SD Muhammadiyah Bodon Yogyakarata dikategorikan dalam dua kendala, yaitu kendala internal sekolah dan eksternal sekolah. Kendala internal meliputi: a) menanamkan kedisiplinan dan keter- tiban serta kesadaran mengenai ling- kungan pada anak sekolah dasar masih mengalami kesulitan, b) monitoring keterlaksanaan program kurang mak- simal dikarenakan bersamaan dengan program lain yang harus berjalan.

Sedangkan kendala eksternal meliputi:

a) lingkungan sekolah sebagai tempat bermain masyarakat saat kegiatan bela- jar mengajar selesai, terkadang fasilitas sekolah pendukung adiwiyata ada yang rusak, b) masih kurangnya kesadaran masyarakat di sekitar sekolah pada kepedulian lingkungan.

PENUTUP

Mewujudkan sekolah adiwiyata harus didukung oleh budaya sekolah, baik budaya artifak maupun nilai yang menjadi dasar keyakinan sekolah dalam mewujudkan dan keterlaksanaan pro- gram sekolah adiwiyata. Budaya artifak fisik di SD Muhammadiyah Bodon sebagai sekolah adiwiyata diwujudkan dengan symbol papan nama sekolah yang secara eksplisit mencantumkan sekolah adiwiyata. Di samping itu, lingkungan sekolah yang dikondisikan ramah atau peduli lingkungan, se-

(17)

dangkan artifak non fisik diwujudkan dengan interaksi semua warga sekolah yang baik, mendukung dan memiliki misi yang sama untuk keterlaksanaan sekolah adiwiyata.

Terwujudnya sekolah adiwiyata tidak hanya didukung oleh budaya artifak, namun keberlangsungannya juga didukung oleh budaya nilai yang dikembangkan di sekolah.Budaya nilai meliputi nilai kebersihan dan peduli lingkungan, serta budaya kerjasama.

Sedangkan hambatan dalam keberlang- sungan sekolah adiwiyata di SD Mu- hammadiyah Bodon meliputiKendala internal meliputi: a) menanamkan kedi- siplinan dan ketertiban serta kesadaran mengenai lingkungan pada anak seko- lah dasar masih mengalami kesulitan, b) monitoring keterlaksanaan program kurang maksimal dikarenakan bersa- maan dengan program lain yang harus berjalan. Sedangkan kendala eksternal meliputi: a) lingkungan sekolah sebagai tempat bermain masyarakat saat kegiat- an belajar mengajar selesai, terkadang fasilitas sekolah pendukung adiwiyata ada yang rusak, b) masih kurangnya kesadaran masyarakat di sekitar sekolah pada kepedulian lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Echols, M. John dan Hassan Shadily.

Kamus Inggris Indonesia: An English- Indonesian Dictionary.

Jakarta: PT Gramedia 1996 Deal, T.E. & Peterson, K.D. Shaping

School Culture: Pitfalls, Parado- xes And Promises. (San Francisco:

Jossey Bass, 2009

Furkan, Nuril, Pendidikan Karakter Melalui Budaya Sekolah, Yog- yakarta: Magnum Pustaka Utama, 2013

Khairi Bintani. 2012. Peranan Warga Sekolah Dalam Menyukseskan Sekolah Peduli Dan Berbudaya Lingkungan (Sekolah Adiwiyata) Di SMP Negeri 2 Ciamis. Skripsi.

Program Studi Bimbingan Konse- ling, Jurusan Psikologi Pendidik- an dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas negeri Yogyakarta.

Mansyur, Zaini. 2014. strategi dari Dinas Pendidikan Kota Samarin- da dalam mewujudkan sekolah berwawasan lingkungan khusus- nya di Kecamatan Sungai Kun- jang. eJournal Ilmu Pemerintahan, 2014, 2 (2) : 2767-2781. ejournal.

ip.fisip-unmul.ac.id

Mastrilli, Thomas. 2005. Environmen- tal Education In Pennsylvania’s ElementaryTeacher Preparation Programs: The Fight To Legiti- mize EE. NewEngland Jurnal Of Enviromental Education . Vol 1 No1. pg: 1-8

Muhaimin, dkk, Manajemen Pendi- dikan, Aplikasinya dalam Penyu- sunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah, Jakarta: Ken- cana, 2009

Simsekli, Yeter. 2010. The Original Ac- tivites For Enviromental Educati- on AndTheir Effect On Students (A Case Study In Bursa). Journal of Elementary Education Online.

Vol 9 No 2. pg:552-560.

(18)

Sumarmi. 2008. Sekolah Hijau Sebagai Alternatif Pendidikan Lingkungan Hidup Dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual. Jurnal Ilmu Pendidikan Jilid 15 Nomor 1 Halaman 19-25. Malang: LPTK (Lembanga Pendidikan dan Te- naga Pendidikan) dan ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia).

Sulityo, Sugeng Prabowo, Manajemen Pengembangan Mutu Sekolah/

Madrasah, Malang: UIN Malang Press, 2008

Susy HR Sadikin, dkk. 2011. Panduan Adiwiyata. Jakarta: Kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Stolp, Stephen and Smith, Stuart C.

Tranforming School Culture Sto- ries. Symbols, Values and Leader Role. Oregon: Eugene OR:ERIC Clearing House on Educational Management. University of Ore- gon, 1995

Yanti Dwi Rahmah, Sjamsiar Sjams- uddin Indradi dan Riyanto. 2014.

Implementasi Program Sekolah Adiwiyata (Studi Pada SDN Ma- nukan Kulon III/540 Kota Sura- baya), Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 4, Hal. 753-757.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Pengantar Karya Tugas Akhir yang berjudul Desain Motif Batik Kontemporer Gaya Doodle dengan Tema Nomophobia, benar-benar

Peneliti sangat menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah menyumbangkan doa, tenaga, bimbingan serta pikirannya, penulis tidak akan dapat

Ovarian follicular cysts were induced in four of the five heifers. day of initial cyst detection was 24. Each follicle that became cystic in these four heifers was present at

reformasi birokrasi dapat dipahami sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan, sistematis dan komprehensif, yang ditujukan untuk mendesain ulang birokrasi yang

Multimedia merupakan salah satu alat bantu yang dapat digunakan dalam suatu. proses pembelajaran, termasuk pembelajaran menyimak dalam

Implikasi dari hal ter- sebut, bahwa formula integrasi numerik yang dibahas, baik untuk orde 4 maupun orde 5, akan lebih akurat kinerjanya jika jumlah titik

- Ontologi berkaitan tentang apa itu tasawuf, seperti apa hakikat tasawuf dan akhlak yang dilakukan dalam pembelajaran tasawuf.. - Epistemologi berkaitan tantang bagaimana