• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI A. Peran Guru Dalam Pembentukan Karakter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI A. Peran Guru Dalam Pembentukan Karakter"

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Peran Guru Dalam Pembentukan Karakter

Robbin menyampaikan pendapatnya mengenai peran. Dalam penjelasannya ia menyampaikan bahwa peran merupakan “A set of expected behaviour patterns attributed to someone ocupying a given position in a social unit” yang memiliki

arti yaitu sebagai suatu rangakaian pola perilaku yang diinginkan serta disambungkan kepada seseorang yang menduduki tidak sembarangan posisi sosialnya.1 Sedangkan disamping itu menurut Katz, Khan dan Banton yang menyampaikan bahwa peran merupakan suatu hambatan yang tersematkan pada bakal pemangku jabatan yang dalam hal ini ia memiliki suatu peran yang baik dalam susunan organisasi baik ketika tengah beralangsung ataupun tidak. Peran dalam teori-teori yang telah dikemukakan diatas penulis dapat memahami bahawa peran merupakan suatu yang ditanggungkan pada seseorang yang dinilai mampu dan memiliki kemampuan untuk menerima kepercayaan dari pihak lain, dalam hal ini peran dapat berada pada bidang manapun termasuk kedalamnya adalah bidang penidikan.

Menurut Frederick Y. Mc Donald (1995:4) membuat suatu batasan penjabaran mengenai bagaimana Pendidikan tersebut, yang disampaikan sebagai berikut: “Education is the process or an activity which is directed at producing

1 Robbins Sthephen, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi Jilid 1 (Jakarta:

Prenhallindo, 2001), hlm 227.

(2)

desirable in the behaviour of human being” pendidikan merupakan suatu proses

atupun aktivitas yang berjala guna menghasilkan suatu perubahan yang dibutuhkan pada perilaku seorang individu” guru sebagai bagian dari pendidikan harus mewujudkan bagimana Pendidikan itu sendiri, yaitu berupaya untuk membuat suatu karakter seorang individu yang tentu dalam hal ini adalah karakter-karakter yang baik. Kemudian ditemukan teori mengenai karakter dari pendapat F.W. Foerster yang dikutip oleh Sutarjo Adisusilo dia mengemukakan mengenai karakter yaitu merupakan suatu keahlian khusus yang membentuk seorang individu, karakter dapat menjadi suatu identitas, menjadi ciri khas yang dimiliki oleh seorang individu yang dapat mengatasi masalah kelompok yang dinamis.2

Pada penelitian yang dilakukan oleh Puji Rahayu dan Maisaroh pada tahun 2008 memberikan suatu kesimpulan bahwa guru memiliki peran sebagai pemberi kasih sayang, model pembelajaran serta mentor dalam membentuk karakter siswa, karena ketika ditinjau dari berbagai aspek tetap saja pada akhirnya guru bertanggung jawab atas bagaimna karakter seorang siswa tersebut terbentuk.3 Guru yang terus menerus memberikan pembelajarannya kepada siswa tentu sangat berdampak bagi perkembangan kongnitif maupun afektif seorang siswa, guru bertangung jawab dalam pembentukkan karakter yang merupakan suatu bagian dari pendidikan serta ilmu pengetahuan. Untuk kemudian peneliti menemukan

2 Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter (Jakarta: PR Raja Grafindo Persada, 2013), hlm 77.

3 Maisaroh Puji Rahayu, “Peran Guru Dalam Membentuk Karakter Siswa,” Journal of Chemical Information and Modeling 9, no. 53 (2008): hlm 24.

(3)

beberapa definisi yang dapat melengkapi kajian teori pada pembahasan di bab ini yang dirumuskan sebagai berikut.

a. Peran Guru

Peran dalam tinjauan bahasa Inggris dapat dimaknai sebagai Role yang merupakan suatu kegiatan oleh seorang aktor pada panggung pertunjukan, kemudian pada kajian sosiologi peran merupakan suatu aktivitas yang dijalani oleh orang pada kehidupannya.4 Pada sisi lain menurut pakar dari Inggris, Gross, Mason dan Mceachern yang kemudian dikutip oleh Khoiriyah pada bukunya menyatakan bahwa peran merupakan beberapa rangkaian harapan yang disematkan pada manusia sebagai individu yang memiliki posisi sosial tertentu yang berkaitan dengan pekerjaan atau beberapa kewajiban lain.5

Peran dalam pelaksanaanya hendaknya dijalankan sesuai dengan bagaimana semestinya peran tersebut dijalankan, bagaimana harapan serta keinginan masyarakat terhadap suatu peran tersebut selagi dalam ranah baik dan norma-norma yang ada maka tidak akan menjadi suatu masalah jika dijalankan dengan sungguh-sungguh. Peran juga dapat mengidentifikasi bahwa seseorang tersebut telah mendapatkan banyak kepercayaan dari masyarakat luas dan dipercayai dapat memenuhi peran tersebut, sehingga harapan masyarakat dapat terwujud.

4 Gede Sedana Suci, Pengantar Sosiologi Pendidikan (Pasuruan: CV. Penerbit Qiara Media, 2020), hlm 27.

5 Khoiriyah, Menggagas Sosiologi, Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm 377.

(4)

Sedangkan definisi guru yang peneliti temukan adalah pendapat dari Novan Ardy Wiyani, dia menyatakan bahwa guru merupakan satu kata yang berasal dari bahasa Arab yakni Ustadz yang memiliki suatu makna secara harfiah yaitu seorang yang melakukan kegiatan mentransfer ilmu baik itu ilmu pengetahuan secara kognitif maupun afektif juga psikomotorik serta beberapa pengalaman empiris seorang tersebut.6 Dari pendapat Novan peneliti dapat memahami bahwa sejatinya guru merupakan pelaku utama dalam proses pendidikan karena dialah yang melaksanakan kegiatan pembelajaran yang dalam hal ini harus memenuhi peran sebagai pendidik secara baik.

Guru merupakan seorang pendidik yang telah mencapai tingkatan sebagai orang dewasa yang dengan demikian memiliki tanggung jawab untuk membimbing seorang peserta didik, pembimbingan terhadap peserta didik ini adalah memperhatikan beberapa aspek yang mendasari seorang peserta didik seperti aspek internal jiwanya dan apa yang terlihat diluar yaitu fisiknya, seorang pendidik harus memastikan peserta didik tersebut dapat bergerak mandiri dan bertanggung jawab atas kehidupannya.7 Pembimbingan yang diberikan oleh guru sejatinya dapat kita tinjau Bersama aspek pemenuhan pendidikannya dimana pendidikan tidak hanya berkaitan dengan ilmu secara pengetahuan namun juga perkembangan kejiwaan seorang siswa.

6 Novan Ardy Wiyani, Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Taqwa (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm 99.

7 Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), hlm 139.

(5)

Kemudian dapat dijelaskan dengan tidak rumit bahwa seorang guru merupakan pelaku yang melakukan kegiatan mentransfer ilmu pengetahuan terhadap para peserta didik, dalam sudut pandang masyarakat luas seorang guru menjalankan suatu kegiatan pentransferan ilmu pada suatu tempat yang tidak sembarangan, yang dalam hal ini termasuk didalamnya adalah lembaga pendidikan seperti sekolah yang merupakan pendidikan formal juga beberapa lokasi tempat pembelajaran non formal seperti TPA dan lain sebagainya.8

Dalam hal ini setelah menilai dari beberapa sumber diatas peneliti memahami bahwa seorang guru merupakan suatu individu yang memiliki banyak peran penting dalam proses pembelajaran seorang peserta didik baik itu memberikan pelajaran secara materi juga memberikan pendidikan yang membentuk moral serta karakteristik seorang peserta didik. Dalam hal ini guru memiliki tanggung jawab yang besar kepada masyarakat dimana masyarakat sangat mengharapkan keprofesionalan seorang guru dalam mendidik peserta didik.

b. Peran Guru Pendamping

Guru pendamping merupakan bagian dari pendidikan. Hal ini karena pendidikan jika dilihat dari sudut pandang sebagai suatu proses maka dapat ditinjau melalui kegiatan belajar mengajar yang merupakan suatu proses yang mengharuskan adanya interaksi antar beberapa unsur paling penting pada

8 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hlm 31.

(6)

proses tersebut yaitu guru dan siswa itu sendiri.9 Guru pendamping memiliki sejumlah kewajiban dan juga peran yang serupa dengan guru pada kebiasaan yang diketahui secara umum namun dalam pelaksanaanya guru pendamping lebih terfokus dalam mendampingi seorang siswa.10 Guru pendamping juga termasuk kedalam unsur-unsur penting dalam setiap kegiatan pendid ikan yang memiliki tujuan untuk memberikan ilmu juga membentuk karakter seorang siswa, memiliki peran yang hampir sama namun dalam hal ini guru pendamping lebih fokus menda mpingi dengan terus berada di samping siswa berkebutuhan khusus.

Secara lebih spesifik peneliti menemukan dari beberapa sumber mengenai guru pendamping ini, seperti yang dikemukakan oleh utami mengemukakan pendapatnya bahwa guru pendamping merupakan seorang yang melaksanakan tugas mendampingi dengan terfokus terkhusus kepada siswa berkebutuhan khusus yang dalam hal ini memiliki tujuan agar suatu pembelajaran yang diadakan oleh sekolah dapat berjalan dengan tidak adanya hambatan kehadiran guru pendamping ini memberikan dampak baik dimana seorang guru kelas dapat memaksimalkan pembelajaran tanpa ada satupun siswa yang tidak mendapatkan penanganan yang sama maksimalnya.11

9 Abdurrahmansyah, dkk“Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Terhadap Motivasi Belajar Siswa Kelas VII Pada Materi Klasifikasi Makhluk Hidup,”

Bioilmi 4, no. 1 (2018), hlm 1.

10 Asrie Sekar Kinasih “ Sri Marwiyanti, “Shadow Teacher dalam Proses Pembelajaran Anak Usia Dini di Lembaga Raudhatul Athfal,” Journal of Early Childhood and Character Education 1 (2022): hlm 2.

11 Tri Rahayu, “Burnout dan Coping Stres Pada Guru Pendamping (Shadow Teacher) Anak Berkebutuhan Khusus yang Sedang Mengerjakan Skripsi,” Psikoborneo 5, no. 2 (2017): hlm 195.

(7)

Kesetaraan pendidikan merupakan suatu bahasan yang telah menjadi perhatian khusus pengamat pendidikan di indonesia, kesetaraan pendidikan merupakan suatu upaya agar setiap warga negara indonesia mendapatkan hak yang sama besar antara satu dengan yang lainnya, dan upaya penyetaraan pendidikan antara siswa umum dengan siswa berkebutuhan khusus yang dilakukan di SDIT Fathonah palembang ini adalah dengan memberikan pendampingan khusus melalui guru pendamping.

Shadow Teacher merupakan istilah lain dari guru pendamping yang cukup

populer digunakan di sekolah-sekolah yang memiliki kelas inklusif di dalamnya, guru pendamping tentu harus mengetahui dan memahami bagaimana ciri khas dan aspek yang berbeda dari anak-anak pada umumnya yang dimiliki oleh siswa berkebutuhan khusus, serta guru pendamping dalam hal ini mengetahui bagaimana menangani siswa berkebutuhan khusus dengan cara yang sesuai dan seharusnya, ternilai baik dan efektif dalam membantu siswa berkebutuhan khusus di kelas.12 Dalam pelaksanaanya guru pendamping menurut Oemar Hamalik hendaknya dapat memenuhi beberapa persyaratan personal serta pemahaman kognitif mengenai suatu ilmu guru pendamping dapat melakukan pendampingan dengan baik jika memiliki emosi yang baik dimana ia dapat mengontrol emosi yang ia miliki, karena guru pendamping juga berperan dalam membentuk karakter seorang anak.13

12 Desi Ekawati Mimpi Haryono, “Peran Guru Pendamping Dalam Membantu Pembelajaran Paud Di Gugus Mawar Kec. Sukaraja Kab. Seluma,” Genta Mulia 9, no. 2 (2022): hlm 44.

13 Oemar hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi (Bandung: PT Bumi Aksara, 2002), hlm 43.

(8)

Istilah yang digunakan di SDIT Fathonah Palembang untuk menyebutkan guru pendamping adalah guru Shadow yaitu guru yang membantu proses pembelajaran yang dilakukan guru utama di kelas dengan memberikan pendampingan secara khusus kepada siswa berkebutuhan khusus, yang dalam hal ini tentu guru pendamping harus dapat memenuhi aspek pendampingan baik itu secara kognitif maupun afektif seorang siswa.

Guru pendamping dalam menjalankan tugasnya senantiasa turun tangan langsung menghadapi siswa yang dalam hal ini pada durasi waktu mulai siswa berkebutuhan khusus tersebut masuk kelas hingga pulang sekolah, dalam hal ini guru pendamping merupakan seorang guru yang dapat memahami apa saja kendala yang dimiliki oleh siswa berkebutuhan khusus tersebut. Guru pendamping merupakan seorang guru yang memiliki

kewajiban agar siswa

berkebutuhan khusus yang ia bina dapat berkomunikasi dengan baik.14 Dalam pelaksanaan seorang guru pendamping senantiasa fokus pada tugas pokoknya yaitu memberikan pendampingan kepada siswa berkebutuhan khusus, pendampingan ini dilaksanakan sejak masuk kelas hingga pulang kerumah masing-masing, dengan adanya pendampingan secara khusus ini maka guru pendamping dapat memahami apa saja yang menghambat pembelajaran serta menemukan solusi atas permasalahan yang ada.

14 Setianingrum Yulianarti, Guru Shadow (Medan, Sumatera Utara: Bookies Indonesia, 2019), hlm 4.

(9)

Peran guru pendamping yang dalam hal ini kita harus mengetahui terkebih dahulu pengertian dasar dari Guru pendamping itu sendiri dan dalam pengertiannya merupakan seorang civitas akademika serta seorang pengajar yang memiliki peran dalam membantu guru kelas dalam mengoptimalkan kegiatan pembelajaran yang dalam hal ini Skjorten dan kawan kawan menyampaikan bahwa tugas utama seorang guru pendamping dalam dirumuskan sebagai berikut diantaranya:15

a) Ikut serta dalam mempersiapkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru yang dalam hal ini termasuk di dalamnya adalah materi pembelajaran yang telah dirumuskan.

b) Memberikan pendampingan secara khusus kepada siswa berkebutuhan khusus ketika berusaha menyelesaikan beberapa tugas yang diberikan dengan memberikan petunjuk yang cukup jelas serta efektif.

c) Membuat teman seumurannya terlibat pada kegiatannya bersosialisasi d) Menjadwalkan sejumlah kegiatan yang dapat dilaksanakan baik di

luar kelas ataupun di dalam kelas.

e) Membantu anak dengan mempersiapkannya untuk dapat siap pada sebuah rutinitas yang berubah dalam hal ini hal yang positif.

f) Memberikan hadiah yang sesuai ketika siswa dapat mencapai tujuan tertentu dan memberikan hukuman yang cukup dan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya

15 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm 28.

(10)

g) Berupaya memperkecil kemungkinan ketidak berhasilan siswa berkebutuhan khusus

h) Mengupayakan pembelajaran yang tidak monoton dan terkesan menyenangkan bagi siswa berkebutuhan khusus

i) Berupaya untuk memastikan siswa berkebutuhan khusus merealisasikan suatu program pembelajaran yang dijadwalkan secara individual.

Kemudian selain hal yang dipaparkan di atas peneliti juga menemukan dari beberapa sumber bahwa peranan guru pendamping antara lain juga adalah sebagai berikut:16

a) Guru pendamping sebagai fasilitator

Dalam hal ini guru pendamping yang berperan sebagai fasilitator adalah bagaimana seorang guru pendamping memiliki peran yang cukup penting dalam mengupayakan pelayanan yang memiliki tujuan untuk memberikan kemudahan kepada siswa berkebutuhan khusus.

b) Guru sebagai inspirator

Guru dalam hal ini harus dapat memberikan suatu arahan yang cukup baik agar seorang peserta didik dapat menentukan kemajuan belajar dengan memberikan bagaimana contoh agar terus termotivasi dalam belajar serta menemukan model belajar yang sesuai dengan peserta didik.

16 Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis, ed. oleh Rineka Cipta (Jakarta, 2010), hlm 44.

(11)

c) Guru sebagai informator

Dalam hal ini guru harus memberikan atau menyalurkan suatu informasi yang berkembang saat ini, seorang guru dalam hal ini tentu harus mengetahui bagaimana update dalam dunia per telekomunikasian yang berkaitan dengan keajuan teknologi sehingga guru dapat terus memberikan informasi yang aktual kepada para siswa berkebutuhan khusus.

Maka peneliti dapat mendapatkan pemahaman dari beberapa sumber yang telah dipaparkan di atas bahwa guru pendamping memiliki peran yang cukup besar dalam proses pendampingan siswa berkebutuhan khusus.

Sejalan dengan hal tersebut guru pendamping dapat dikatakan sebagai komponen yang penting dimana guru pendamping tidak hanya mendampingi dalam akademik secara kognitif namun juga membimbing pada bidang non- akademik yang termasuk didalamnya adalah mengenai bagaimana karakter serta psikis seorang siswa berkebutuhan khusus tersebut.17 Jelas dijabarkan diatas dari sumber yang ditemukan oleh peneliti bahwa guru pendamping dalam tugasnya memberikan pendampingan pendidikan secara menyeluruh baik dalam aspek kognitif maupun afektif siswa yang berkaitan dengan bagaimana perkembangan pendidikan seorang siswa.

17 Pinanti, “Peran Guru Pendamping Dalam Pembelajaran Anak Usia Dini di Taman Kanak- Kanak Mutiara Bunda Pesawaran” (Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2021), hlm 18.

(12)

c. Karakter

Karakter dapat diperhatikan bahwa kata tersebut merupakan kata yang berasal dari bahasa arab yang memiliki arti ‘Khulu, thabi'i, sajiyyah,’ yang dalam hal ini dalam bahasa indonesianya yaitu budi pekerti, watak, tabiat.

Dapat juga diartikan berasal dari kata syakhsiyah yang memiliki arti tidak jauh dengan kepribadian seseorang.18 Juga dapat juga ditinjau dari bahasa lain yaitu bahasa latin yang merupakan dasar kata kharakter, Kharassein, dan kharax. kemudian dapat ditinjau juga dari bahasa yunani yaitu bermuara pada

satu kata charassein yang memiliki arti secara harfiah yaitu membentuk suatu yang tajam kemudian membuatnya menjadi tidak dangkal.19 Pengertian karakter dalam sudut bahasa di atas tentu dapat menambah khazanah keilmuan peneliti serta dapat dipahami bahwa karakter dalam definisi sederhananya merupakan serangkaian kata dari beberapa bahasa asing dan dalam intinya memiliki makna yang sama yaitu sesuatu yang berada di dalam jiwa seseorang yang tertampil melalui perbuatannya.

Kemudian dapat diperhatikan bahwa secara terminologi karakter dapat dimaknai sebagai suatu upaya untuk mengolah pikiran serta bertindak yang berbeda dari individu yang lain yang berjalan secara terus menerus dalam hal ini pada beberapa lingkup selain lingkup keluarga seperti lingkup masyarakat,

18 Agus Zaenul Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Etika di Sekolah (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm 20.

19 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm 1.

(13)

negara yang berbangsa.20 Karakter dalam hal ini dapat dipahami bahwa karakter apa yang melekat pada diri seorang yang dapat terbentuk karena beberapa kebiasan-kebiasaan yang juga terpengaruh oleh ruang lingkup dimana individu itu berada.

Karakter merupakan suatu yang dapat menciptakan sebuah nasib dan suatu kebiasaan yang membentuk karakter, yang dalam hal ini kebiasaan tersebut merupakan suatu kegiatan yang dilakukan lebih dari satu kali dan terus menerus berulang kegiatan yang terus menerus berulang ini tentu senantiasa muncul dari pikiran yang kemudian dimaknasi melalui rasa yang diidentifikasi oleh perasaan yang dalam hal ini berkaitan dan dapat dipengaruhi oleh kondisi spiritual seseorang.21 Dengan begitu dapat kita pahami bahwa karakter dalam kehidupan sehari-hari seseorang dapat terlihat dari bagaimana perilakunya, perilaku yang terbentuk dari kebiasaan- kebiasaan yang dapat dipengaruhi oleh apa yang ada di dalam diri seseorang yaitu pikiran serta keimanan seseorang.

d. Karakter Religius

Kata religius dapat dipahami melalui beberapa kata yang dalam hal ini berarti secara etimologi, dalam hal ini menurut dari sumber yang didapatkan oleh peneliti kata ini berasal dari bahasa latin dan bahasa inggris, dalam bahasa latin yaitu religare sedangkan dalam bahasa inggris yaitu religi dalam

20 Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm 41.

21 Abdurrahmansyah, dkk “Spiritual Meter Perspektif Nasrullah Sebagai Penguatan Pendidikan Karakter Religius,” PAI Raden Fatah 4, no. 2 (2022), hlm 164-165.

(14)

bahasa yunani kata religius memiliki arti sebagai suatu yang mengikat atau dalam kata lain yaitu menambatkan. Sedang dalam bahasa inggris memiliki arti yaitu sebagai agama. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa agama memiliki sifat mengikat, yang dalam hal ini mengatur hubungan antara makhluk dengan tuhan sebagai penciptanya yang secara lebih terperinci dalam agama islam tidak hanya membahas mengenai bagaimana makhluk kepada sang pencipta namun juga bagaimana interaksi makhluk dengan sesama makhluk.22

Untuk kemudian dapat dijadikan perbandingan juga bahwa pada ruang lingkup bahasan pendidikan agama islam kata religius memiliki dua sifat yang dalam hal ini adalah vertikal dan horizontal. Yang dimaksud vertikal disini adalah bagaimana hubungan manusia dengan warga sekolah seperti kegiatan peribadatan yang dikerjakan langsung yaitu berdoa, sholat, puasa serta beberapa kegiatan keagamaan lainnya. ataupun suatu sekolah. Kemudian secara horizontal yaitu bagaimana hubungan seorang makhluk dengan sesama makhluk yang dalam hal ini berhubungan dengan alam sekitar.23 Maka dengan begitu dapat dipahami bahwa religius bukan hanya bagaimana seorang hamba bertanggung jawab dengan tuhannya namun juga bagaimana ia melakukan kegiatan muamalah dengan sesama manusia juga, sehingga

22 Yusran Asmuni, Dirasah Islamiah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2017), hlm 2.

23 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam (Surabaya: Rajawali Pers, 2012), 61.

(15)

religius disini bukan hanya suatu yang bersifat teoritis individual namun juga dapat menyebar nilai-nilai religiusnya kepada sesama makhluk.

Kemudian dapat dilihat dari pendapat Ngainun Naim yang menyatakan bahwa religius merupakan penghayatan serta penerapan nilai ajaran agama pada kehidupan normal yang berjalan sehari-hari. Religius juga merupakan suatu nilai karakter yang memiliki hubungan dengan tuhan yang dalam hal ini apa yang terdapat di dalam pikiran, apa yang terucap di lisan, serta yang tercermin melalui tindakan yang diusahakan senantiasa berlandaskan dengan nilai-nilai ajaran agamanya yang terkoneksi langsung dengan tuhannya.24 Nilai religius dalam pemaparan sumber diatas merupakan cerminan sebetulnya tentang tindakan apa yang seharusnya diambil untuk mewujudkan nilai nilai religius itu sendiri yang dalam hal ini adalah dimana nilai religius itu terwujud dalam keseluruhan aspek hidup yaitu melalui pikiran, perbuatan sehari-hari serta apa yang terucap melalui lisan.

Untuk kemudian pengertian karakter religius Alivermana menyatakan bahwa karakter religius merupakan suatu karakter seorang manusia yang senantiasa menisbatkan keseluruhan sisi dalam hidupnya terhadap apa yang telah ditetapkan agama, yang dalam hal ini merupakan panutuan yang senantiasa diterapkannya dalam keseluruhan baik melalui lisan maupun tingkah lakunya yang senantiasa memastikan dirinya tetap menjalankan syariat yang sesuai dengan yang diajarkan di agamanya, hal ini juga selaras

24 Ngainun Naim, Character Building (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm 124.

(16)

dengan dasar negara yaitu pancasila pada nomor satu yang memiliki makna bahwa setiap warga indonesia harus mengimani tuhannya.25

Menurut Heri Gunawan ia menyatakan bahwa karakter religius merupakan karakter yang berkaitan langsung dengan penciptanya yang dalam hal ini termasuk apa yang ada pada lisan seorang, pikiran seseorang tersebut yang tercerminkan melalui kegiatan yang dilakukannya yang dalam hal ini tentu senantiasa berusaha agar sesuai dan berdasarkan ajaran penciptanya.26

Dapat dipahami bersama juga bahwa karakter religius sebenarnya tanpa disengaja akan menampilkan apa yang terdapat didalam jiwa seseorang tersebut, yang dalam hal ini setiap perkataan serta perilakunya senantiasa berlandaskan dengan nilai-nilai religius yang diajarkan agamanya. Dalam sudut pandang islam karakter religius dapat menjadi upaya untuk membentuk suatu kepribadian seseorang yaitu seorang yang berkarakter mulia dengan kata lain berakhlakul karimah. kemudian dalam hal ini akhlak merupakan yang menentukan kekuatan dari sebuah karakter yang dimiliki seseorang, akhlak lah yang menjadikan seseorang berbeda dengan makhluk yang kurang sempurna lainnya dan dapat dipahami bahwa tanpa adanya akhlak seorang akan tidak memiliki derajat yang baik sebagai seorang hamba Allah SWT.27

Menurut beberapa sumber yang didapat peneliti dapat memahami bahwa karakter religius merupakan suatu karakter yang terbentuk pada seseorang 25 Wiguna Alivermana, Isu-Isu Kontemporer Pendidikan Islam, ed. oleh Deepublish (Yogyakarta, 2014), hlm 157.

26 Heri Gunawan, op. cit., hlm 93.

27 Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an (Jakarta: Grafindo Persada, 2012), hlm 67.

(17)

yang nilai-nilai kehidupanya berasal dari nilai-nilai keagamaan yang menuntut seseorang untuk patuh kepada nilai keagamaan itu dengan tujuan agar orang tersebut memiliki akhlakul karimah, akhlak yang baik yang tentunya tercermin melalui apa yang dikatakannya, bagaimana perbuatannya serta kebiasaan yang akan membentuk karakternya.

B. Siswa Berkebutuhan Khusus a. Siswa Berkebutuhan Khusus

Siswa berkebutuhan khusus dapat didefinisikan sebagai anak-anak yang memiliki suatu keperluan Kesehatan yang berbeda dari anak pada umumnya dalam hal ini mereka memerlukan pelayanan Kesehatan yang khusus yang pada hal tersebut anak-anaknya mengalami beberapa kondisi fisik maupun psikis yang melampaui kebutuhan daripada anak pada umumnya. 28 Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan seorang anak yang mendapatkan kondisi yang berbeda yang dalam hal ini anak tersebut mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, emosional) yang terjadi pada proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak- anak lain yang berada dalam jangkauan usia yang sama dan dengan begitu melatar belakangi seorang anak berkebutuhan khusus tersebut memerlukan pelayanan pendidikan khusus. ABK juga mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh dan mendapatkan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhannya dengan anak normal sebaya lainnya. Karena, pendidikan pun 28 Erika Yunia Wardah, “Peran Guru Pembimbing Khusus Lulusan Pendidikan Non-Luar Biasa (PLB) Terhadap Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi Kabupaten Lumajang,” Jurnal Pendidikan Inklusi 2, no. 2 (2019): hlm 96.

(18)

sangat penting diberikan kepada anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan diri dan melangsungkan kehidupan secara layak.29 Dalam ciri khas seorang anak berkebutuhan khusus tentu dapat dilihat secara kasat mata dimana anak tersebut memiliki suatu kondisi yang berbeda dengan anak pada umumnya baik itu secara fisik maupun psikis serta intelektualnya yang tergambar melalui perbuatan yang tampil dari diri seorang anak berkebutuhan khusus, meskipun anak dengan berkebutuhan khusus tersebut memiliki kondisi yang berbeda dengan anak pada umumnya namun tetap saja anak berkebutuhan khusus ini harus mendapatkan layanan pendidikan yang sama.

Anak-anak tersebut merupakan anak-anak yang memiliki hambatan pada fisik mereka kemudian kondisi psikis nya juga yang terkena termasuk juga di dalamnya bagian sosial di anak tersebut, dalam hal ini efendi menyampaikan bahwa anak dengan kebutuhan khusus ini merupakan anak yang tidak sama dengan anak-anak pada umumnya yang dalam hal ini adalah faktor mental, sensoriknya, beberapa perilaku sosial nya yang berkaitan langsung dengan bagaimana kemampuan menyampaikan keinginan apa yang dipikirkannya ataupun pada hal yang Nampak secara langsung yaitu fisiknya.30seperti yang telah dipahami pada sumber sebelumnya bahwa siswa berkebutuhan khusus dapat diidentifikasi secara kasat mata dimana kondisi fisik dan psikis mereka berbeda dengan anak pada umumnya, mereka memiliki perbedaan dengan 29 Titis Ema Nurmaya Sofia Syifa Ul Azmi, “Peran Guru Pendamping Khusus dalam Pembelajaran Terhadap Perilaku Inatensi Pada Anak ADHD di SD Budi Mulia Dua Panjen Yogyakarta,” Saliha, Jurnal Pendidikan dan Agama Islam. 3, no. 1 (2020), hlm 4.

30 Mohammad Efendi, No Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm 26.

(19)

anak pada umumnya, dalam penerapanya untuk mengidentifikasi kebutuhan khusus siswa secara fisik memang bisa dilihat langsung oleh mata namun pada aspek internal anak tersebut tidak bisa dilihat secara langsung namun dapat diidentifikasikan melalui perilaku yang ditampilkan.

Pada aspek Pendidikan siswa berkebutuhan khusus merupakan anak yang membutuhkan pelayanan secara khusus dan terperinci kepalanya hari ini adalah karena ia memiliki kondisi yang berbeda dengan anak pada umumnya, yang pada hal ini data dipahami bahwa siswa berkebutuhan khusus memiliki hambatan yang menjadikannya tidak dapat menjalankan proses kegiatan belajar mengajar seperti siswa pada umumnya dengan begitu maka siswa berkebutuhan khusus memerlukan sejumlah penyediaan kebutuhan Pendidikan yang berbeda dengan siswa pada umumnya.31 Pelayanan khusus ini perlu diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus adalah dengan tujuan agar siswa berkebutuhan khusus itu dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sama dengan siswa pada umumnya, yang tentu telah dipahami bahwa memang anak berkebutuhan khusus ini memiliki kondisi yang berbeda dengan anak umum sehingga pelayanan pendidikannya pun tidak dapat disamaratakan.

Dengan begitu siswa berkebutuhan khusus dapat didefinisikan sebagai anak yang memiliki keadaan yang berbeda dengan anak pada umumnya, dari beberapa sumber yang peneliti temukan peneliti dapat memahami bahwa

31 Ibid., hlm 89.

(20)

siswa berkebutuhan khusus memanglah benar siswa yang memiliki kondisi yang berbeda dengan siswa pada umumnya baik hal yang terlihat seperti fisik mereka yang termasuk di dalamnya adalah ke-5 indra yang dimiliki manusia, ataupun kondisi yang tidak terlihat seperti psikis siswa tersebut.

b. Klasifikasi Siswa Berkebutuhan Khusus

Menurut sumber yang peneliti temukan secara garis besar klasifikasi siswa berkebutuhan khusus terbagi menjadi delapan lingkup yang kemudian memiliki bidang kajian bahasa nya masing-masing dan diantaranya adalah siswa yang mengalami kesulitan belajar, Tunarungu Wicara, tunanetra (buta), ADHD (Attention Deficit Disorder With Hyperactivity) , Autism, Tuna Daksa, Tuna Ganda, Anak Berbakat dan berkebutuhan. Untuk kemudian dapat dijabarkan sebagai berikut:32

a. Learning Disorder

klasifikasi siswa berkebutuhan yang satu ini memiliki kata lain sebagai gangguan belajar, gangguan belajar ini merupakan suatu kondisi yang terkait dengan kondisi yang dialami oleh seorang individu yang berkaitan dengan kemampuan paling dasar psikologis yang ada, yang dalam hal ini termasuk didalamnya adalah kemampuan otak, memahami setiap huruf dan merangkainya menjadi kata, menyampaikan komunikasi secara verbal, serta menuliskan huruf-huruf dengan benar. Kemudian

32 Zaitun, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2017), 53–63.

(21)

kondisi yang mengalami gangguan dapat berupa bagaimana sistem motoriknya bergerak kemudian bagaimana ia dapat mengkoordinasikan suatu gerak ada tubuhnya, dan kekurangan dalam memahami suatu konsep.

b. Tunarungu Wicara

Merupakan suatu gangguan yang dimiliki oleh seorang individu yang dalam hal ini berkaitan pada hambatan yang dialaminya yaitu dalam bagian indera pendengaran tidak berfungsi secara tidak permanen, dalam hal ini tunarungu memiliki klasifikasinya sendiri dimana terbagi dalam beberapa tingkatan yaitu tingkatan sangat ringan berkisar antara 27-40 dB, kemudian gangguan pendengaran ringan yang berkisaran antara 41-55 dB, kemudian gangguan pendengaran medium yaitu berkisar antara 56-70 dB, dan klasifikasi paling tinggi yaitu tuli berkisar antara 91 dB.

c. ADHD (Attention Deficit Disorder With Hyperactive)

Menurut badshah ia memberikan opininya bahwa hiperaktif bukan merupakan suatu penyakit namun suatu gejala gangguan dari anak hiperaktif dan diantaranya adalah kondisi, hiperaktivitas serta impulsif, secara kasat mata dapat dilihat bahwa anak hiperaktif ini sering melakukan perpindahan lokasi secara cepat berpindah dari satu tempat ketempat lain secara aktif dan tidak bisa diam.

(22)

Anak dengan gangguan ADHD termasuk kedalam salah satu bahasan anak berkebutuhan khusus yang memiliki hambatan pada perkembangan otak yang dalam hal ini mengakibatkan seorang anak memiliki gejala hiperaktif, inatensi, impulsif yang berkaitan dengan bagaimana seorang anak memiliki kemampuan untuk memusatkan perhatiannya kepada satu hal, yang pada hal ini anak dengan kebutuhan khusus ADHD tidak memiliki kemampuan tersebut akibat kelainan kondisi otaknya. Anak dengan ADHD tidak menyukai jika kegiatannya diatur oleh seorang anak dengan ADHD lebih senang jika melakukan setiap kegiatannya atas kehendak diri sendiri.33 d. Tunanetra

Tunanetra dalam hal ini merupakan kondisi yang dialami oleh seorang individu dimana ia kehilangan fungsi penglihatannya, kondisi tunanetra ini dibagi pada dua golongan diantaranya adalah buta sempurna dalam hal ini kondisi buta yang dialami adalah buta total, kemudian yaitu low vision.

e. Tunalaras

Tuna laras merupakan kondisi dimana siswa tersebut memiliki hambatan emosional yang berkaitan dengan ketidaknormalan perilaku seorang individu, adapun komponen yang menjadikan

33 Sofia Syifa Ul Azmi, op. cit., hlm 18.

(23)

seorang individu secara nyata dikatakan sebagai tunalaras adalah diantaranya, tidak mampu melakukan kegiatan pembelajaran dengan faktor kecerdasan intelektualnya, tidak dapat memiliki pola komunikasi yang baik dengan manusia disekitarnya, memiliki perilaku yang tidak sesuai dengan tempat dimana ia berada, menunjukkan keadaan yang depresi dan tidak bersemangat, terarah pada kelainan fisik yang dapat bereaksi akibat pergerakan dari luar.

f. Autis

Dalam hal ini kondisi secara umum yang dimiliki anak dengan gejala autis adalah suka bermalas-malasan seperti tidak bergairah dan jika mendapatkan suatu pertanyaan dari orang lain maka ia akan menjawabnya dengan nata yang tidak interaktif, kemudian ia tidak pernah bertanya atau menunjukkan emosi-emosi yang umumnya ditunjukkan oleh seorang anak, ia juga tidak memiliki kecerdasan emosional yang baik yang menyebabkan ia seringkali tidak peduli dengan sekitar.

g. Tuna Ganda

Tuna daksa sendiri merupakan kondisi yang dimiliki oleh individu dimana kelainan yang mencakup beberapa aspek kelainan yang berkaitan dengan beberapa fungsi yaitu fungsi adaptif yang berkaitan

(24)

dengan perkembangannya, dalam hal ini disampaikan pula bahwasannya tuna ganda merupakan suatu kelainan yang keduanya saling berkaitan misalnya, buta total dengan tunagrahita.

h. Tunadaksa

Tunadaksa merupakan seorang individu yang memiliki sejumlah kelainan yang berkaitan dengan bagaimana perkembangan neurologis yang juga digabungkan dengan batasan intelegensi, motorik, linguistik dan beberapa yang berhubungan dengan masyarakat sekitar.

i. Anak berbakat dan berkebutuhan khusus

Kata berbakat disini maksudnya adalah individu yang melakukan suatu perubahan yang telah dialaminya yang berkaitan dengan kondisi intelektualnya sebagai seorang individu termasuk juga di dalamnya adalah kemampuan intelektual khusus yang mengarah pada suku mata pelajaran yang tentu berbeda.

Referensi

Dokumen terkait

Faktor kesehatan ibu adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi ibu yang menyebabkan ibu memberikan makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan, misalnya

Pada sub bab kedua konsekuensi yuridis penetapan DIY sebagai kawasan berbudaya hak kekayaan inteletual yaitu, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai kawasan berbudaya HKI, upaya

07 Jumlah Kelembagaan Pemerintah di Bidang SDM Pertanian yang Meningkat Kualitasnya (Unit) 08 Jumlah Ketenagaan Penyuluhan di Sektor Pertanian yang Meningkat Kinerjanya (Orang)

penyelenggaraan pemilu yang tepat waktu dan akuntabel (sesuai dengan peraturan perundangan) 1 Terselenggaranya penyiapan penyusunan rancangan peraturan KPU, advokasi,

Muutoksella haluttiin paikata aikaisemman asetuksen jättämiä sääntelyaukkoja. 6 Aiemman asetuksen aikana epäselvyyttä herättikin kysymys siitä, mitä luetaan käsitteen

Perilaku masyarakat yang perlu diubah tentunya perilaku yang merugikan masyarakat atau yang menghambat peningkatan kesejahteraan masyarakat.  Pengorganisasian masyarakat

Tembikar bermotif hias cord-marked di Ceruk Landai telah mewakili fase hunian awal neolitik di Sumatra dan sekaligus mendukung hipotesis adanya ekspansi budaya neolitik dari

Hasil penelitian menunjukan bahwa perbedaan bubu bambu dan bubu paralon pada penelitian ini berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan lobster (Cherax quadricarinatus) dimana