• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Karyawan Mercure Resort Sanur Denpasar Bali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Karyawan Mercure Resort Sanur Denpasar Bali."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PELATIHAN TERHADAP KINERJA

KARYAWAN MERCURE RESORT SANUR

DENPASAR BALI

GEK EHYANG ASTITI 1112014011

FAKULTAS PARIWISATA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang mengandalkan pariwisata sebagai sumber pemasukan atau devisa, hal ini sesuai dengan pernyataan Sapta Nirwandar (Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) yang dilansir pada okezone.com yang menyatakan pariwisata merupakan industri penyumbang devisa Negara terbesar nomor lima setelah minyak, gas, batu bara, dan kelapa sawit. Salah satu industri yang memegang peranan besar pada pariwisata adalah industri perhotelan. Terlebih bagi Bali yang tidak memiliki kekayaan alam berupa hasil tambang melainkan keindahan alam dan budaya yang eksotis yang menyebabkan pariwisata di Bali berkembang semakin pesat. Hotel merupakan industri hospitaliti yang memiliki produk utama berupa jasa penyewaan kamar. Perkembangan hotel di Provinsi Bali mulai tahun 2010 hingga 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1. 1

Jumlah Hotel Berbintang di Bali Menurut Lokasi dan Kelas Hotel Tahun 2014.

(3)

2

Berdasarkan Tabel 1.1, dapat dilihat bahwa pembangunan hotel di Provinsi Bali selalu bertambah dari tahun 2011 hingga 2014. Pembangun hotel yang selalu bertambah setiap tahunnya, menandakan bahwa masyarakat khususnya di Bali sangat bergantung terhadap industri pariwisata. Semakin banyak jumlah hotel yang dibangun, tentu saja akan meningkatkan permintaan tenaga kerja di bidang perhotelan. Hal ini terjadi karena kepuasan pelanggan atas jasa yang diperoleh sangat tergantung dari employee action (aksi karyawan).

Manajemen hotel menjual jasa penyewaan kamar sebagai fasilitas utamanya dan berbagai fasilitas lain sebagai pendukungnya. Pengelola hotel juga perlu menciptakan kesan feels like home atau seperti sedang di rumah, agar tamu hotel nyaman dan mencapai kepuasan ketika menginap. Kepuasan tamu yang tercapai dengan maksimal secara langsung menyebabkan tujuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya juga dapat dicapai.

Tiga jenis asset atau kekayaan yang dimiliki oleh sebuah organisasi ataupun perusahaan seperti hotel sesuai pernyataan Ruky (2003), yaitu: Financial Resources yaitu sumber daya berbentuk dana/modal finansial yang dimiliki,

Human Resource yaitu sumber daya yang berbentuk dan berasal dari manusia, dan

Informational Resource yaitu sumber daya yang berasal berbagai informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan strategis maupun taktik. Hampir semua pimpinan perusahaan besar dan modern sekarang mengakui bahwa yang paling sulit diperoleh dan dikelola adalah Human Resource yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) yang mempunyai kualitas yang sesuai dengan keinginan perusahaan.

(4)

sehingga, pemberdayaan SDM secara efektif dan efisien mutlak diperlukan agar sebuah hotel menjadi lebih unggul, lebih unik dan menjadi pilihan pertama bagi tamu.

Bentuk umum pemberdayaan SDM yang sudah ada di dalam manajemen perusahaan adalah kegiatan pelatihan dan pengembangan (training and development). Tujuannya adalah agar SDM yang sudah berada dalam organisai mampu menciptakan kepuasan bagi pelanggan dengan baik. Kegiatan pelatihan juga bertujuan untuk menemukan kemampuan potensial seorang karyawan sehingga karyawan dapat memberikan kinerja maksimal. Kinerja karyawan yang maksimal akan membuat perusahaan berkembang lebih cepat dan mencapai tujuan dengan lebih cepat.

ACCOR sebagai chain hotel Internasional, merupakan salah satu manajemen perusahaan yang peduli dengan pelatihan karyawan. Perjalanan ACCOR sebagai manajemen hotel Internasional diawali pada tahun 1967 di Lille Lesquin, Perancis ketika Hotel Novotel pertama dibangun. ACCOR didirikan oleh

Paul Dubrule dan Gėrrad Pėlisson. Kini ACCOR sudah mengurus 4.000 hotel di

100 negara dan mempekerjakan 150.000 orang karyawan diseluruh dunia. ACCOR memiliki modul pelatihan yang lengkap, mulai dari Training Manager

(5)

4

Kegiatan pembelajaran dan pengembangan (learning and development)

merupakan salah satu fokus pengembangan usaha yang dilakukan ACCOR terhadap Mercure Resort Sanur. Hal ini ditunjukkan dari training provision atau anggaran biaya pelatihan yang dihabiskan di tahun 2014 yang akan ditampilkan pada Tabel 1.2.

Sumber: Human Resources Department (HRD) Mercure Resort Sanur, 2015. Tabel 1.2 menunjukkan perbedaan dana yang dianggarkan ataupun yang dipergunakan setiap bulannya. Perbedaan ini dipengaruhi oleh intensitas pelatihan yang dilakukan dalam satu bulan, dan biaya pelatihan yang dilakukan pada bulan tersebut, seperti dana yang digunakan pada bulan Mei adalah sebesar Rp. 72.895.240 karena pada bulan tersebut Mercure Resort Sanur melakukan acara

(6)

Anggaran pelatihan pertahun dibuat sebesar 3 persen dari Annual Payroll

atau total gaji karyawan tahunan. Berdasarkan studi pendahuluan bersama Bapak Adhi selaku Training Manager Mercure Resort Sanur, diketahui bahwa ketika Hotel ini dikelola sendiri secara independen (belum dinaungi oleh ACCOR), kegiatan pembelajaran dan pengembangan karyawan bukan sebuah prioritas sehingga kegiatan pelatihan tidak dilakukan secara rutin. Hal ini berdampak pada kemampuan karyawan yang tidak berkembang, dan hanya melakukan pekerjaan yang biasa dikerjakan, menjadi kurang terbuka terhadap perubahan dan kurang bisa beradaptasi terhadap hal baru seperti trend baru di dunia perhotelan juga teknologi baru yang disebabkan oleh globalisasi.

Intensitas kegiatan pelatihan yang dilakukan oleh Mercure Resort Sanur setelah dinaungi oleh ACCOR, dijabarkan dalam Tabel 1.3.

Tabel 1. 3

Data Monitoring Kegiatan Pelatihan Bulanan Mercure Resort Sanur Tahun2014.

Sumber: HRD Mercure Resort Sanur, 2015.

(7)

6

menghabiskan 36,60 jam per tahun, untuk menerima pelatihan yang terdiri dari 1).

Departmental Training, 2). Corporate Training, 3). Generic Training, 4). Online Academie, 5). Outside Company Training. Target minimal yang harus dituntaskan oleh setiap karyawan untuk melakukan pelatihan adalah 2,5jam/bulan/karyawan dan 30 jam/karyawan/tahun. Seluruh karyawan diwajibkan untuk mengikuti semua jenis pelatihan tersebut, kecuali untuk jenis pelatihan academie online yang hanya bisa diikuti oleh Assistant Head of Department (Asst. HOD) dan Head of Department, (HOD) karena jenis pelatihan tersebut berbayar. Manajemen membayar senilai US$ 40/tahun/user untuk dapat mengikutkan karyawannya dalam academie online. Jenis pelatihan berbayar lainnya adalah outside training

yang pada tahun 2014 menghabiskan training hours tertinggi pada departemen FB

Product kemudian disusul oleh HRD. Outside training biasanya menghadirkan instruktur yang berasal dari luar hotel dan luar manajemen ACCOR, seperti contoh pada HRD yang mengikuti pelatihan mengenai tata cara melakukan PHK yang diadakan oleh badan pelatihan mandiri.

Tabel 1.3 menunjukkan bahwa seluruh karyawan pada masing-masing departemen mendapatkan semua jenis pelatihan namun dengan jumlah jam pelatihan yang berbeda khususnya pada pelatihan yang berbayar. Bapak Adhi selaku narasumber menerangkan bahwa pelatihan-pelatihan khusus seperti

(8)

berdasarkan referensi Supervisor atau HOD pada departemen masing-masing kepada Human Resources Manager. Apabila karyawan mampu menampilkan kinerja yang maksimal dan memiliki potensi peningkatan karir, maka manajemen akan membantu dengan memberikan pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan. Kendala dalam pelatihan selama ini di Mercure Resort Sanur masih sebatas kendala dalam penentuan jadwal pelatihan (schedule) karena anggota pelatihan, diberikan pelatihan pada jam kerja sehingga terganggu aktivitas operasional.

Bapak Adhi menyatakan masih ada karyawan yang memiliki kinerja yang rendah sehingga mengganggu kegiatan operasional. Kinerja karyawan Mercure Resort Sanur tahun 2014 disajikan dalam Tabel 1.4.

Tabel 1. 4

(9)

8

Penilaian kinerja dilakukan sebanyak satu kali dalam satu tahun dengan cara penilaian, dilakukan secara langsung antara karyawan yang dinilai bersama atasan yang berada 1 level lebih tinggi daripada karyawan yang sedang dinilai pada departemen masing-masing. Contohnya apabila seorang karyawan operasional yang akan dinilai, maka yang menilai adalah supervisor pada departemen masing-masing. Nilai pada formulir apprisal diisi oleh karyawan yang akan dinilai terlebih dahulu dengan simbol (O), kemudian formulir yang sudah terisi tersebut akan dinilai oleh atasan dengan simbol (X). Apabila terdapat perbedaan penilaian antara karyawan yang sedang dinilai dengan yang menilai, maka dilakukan diskusi terlebih dahulu untuk menemukan nilai akhir dengan

simbol (√).

Penilaian kinerja karyawan tersebut berpedoman pada 10 objektif penilaian pada appraisal tahunan karyawan di Mercure Resort Sanur yang terdiri dari: 1) orientasi positif, 2) pengembangan & pengelolaan diri, 3) pemecahan masalah & pengambilan keputusan, 4) komunikasi, 5) pemain tim, 6) orientasi kepada tamu, dan 4 objektif yang menilai keterampilan teknis dan profesional yang berkenaan dengan semua tanggung jawab pekerjaan. Terdapat 4 pilihan penilaian yang diberikan pada masing-masing objektif yaitu: 1) Exceptioner Performer (EP), kinerja karyawan mengindikasikan bahwa karyawan dapat dianggap sebagai panutan untuk karyawan lain atau sebagai ahli dibidangnya. 2)

(10)

(N/NP), menunjukkan perlunya peningkatan yang signifikan di area-area kritis pada kompetensi yang diharapkan pada karyawan. Hasil penilaian akhir pada

appraisal karyawan didasarkan pada pertimbangan berikut: Nilai 5 diberikan apabila mayortias nilai pada setiap objektif adalah EP, nilai 4 diberikan apabila mayoritas nilai pada setiap objektif adalah SP, nilai 3 diberikan apabila sebagian besar nilai adalah SP, apabila terdapat nilai DP maka diseimbangkan dengan nilai EP, nilai 2 diberikan apabila sebagian besar objektif mendapatkan nilai DP dengan sejumlah SP tetapi tidak diseimbangkan dengan nilai EP, nilai 1 diberikan apabila pada semua objektif mendapatkan nilai DP atau N/NP. Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan Mercure Resort Sanur memiliki nilai kinerja sesuai harapan (nilai 3) yaitu sebesar 67 persen atau sebanyak 142 orang. Tidak ada karyawan yang mencapai penilaian kinerja sangat baik (nilai 5) pada tahun 2014. Berdasarkan studi pendahuluan, hasil akhir atas kinerja karyawan pada tahun 2014 tidak sesuai dengan harapan pemilik perusahaan yang sudah berinvestasi pada kegiatan pelatihan untuk meningkatkan kinerja karyawan. Kinerja karyawan yang rendah secara langsung berhubungan dengan pelayanan yang diberikan kepada tamu atau konsumen. Nilai 3 pada penilaian kinerja tahunan karyawan Mercure Resort Sanur tahun 2014, bukanlah nilai kinerja yang diharapkan sesuai dengan pernyataan Bapak Adhi. Bapak Adhi menambahkan, bahwa owner memiliki harapan yang tinggi dalam kinerja karyawan sehingga owner melakukan investasi dalam jumlah yang tinggi untuk merealisasikan kegiatan pelatihan yang intensif.

(11)

10

Housekeeping memiliki training hours rata-rata terendah dalam setahun yakni rata-rata 27,14 jam per karyawan per tahun. Pada Tabel 1.4, departemen

Housekeeping merupakan departemen yang karyawannya mendapatkan nilai 2 (Kinerja membutuhkan peningkatan) terbanyak yakni sebanyak 26 orang, hal ini menyebabkan kegiatan pelatihan yang diadakan di Mercure Resort Sanur perlu dianalisis kembali karena berpengaruh secara langsung terhadap kinerja karyawan.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah atas penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bagaimanakah pengaruh pelatihan secara simultan dan parsial terhadap kinerja karyawan Mercure Resort Sanur?

2) Manakah indikator yang memiliki pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan Mercure Resort Sanur?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Untuk menganalisis pengaruh pelatihan secara simultan dan parsial terhadap kinerja karyawan Mercure Resort Sanur.

(12)

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian berfungsi untuk lebih memberi arti pada hasil penelitian, maka berikut merupakan manfaat penelitian secara akademis dan praktis:

1) Manfaat Akademis

Manfaat akademis penelitian adalah untuk mempraktekan ilmu-ilmu teori yang sudah diterima pada bangku kuliah terutama pada mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia dalam upaya untuk meningkatkan pelatihan yang meliputi aspek materi, metode, instruktur, tujuan, lingkungan penunjang dan peserta pelatihan untuk meningkatkan kinerja karyawan hotel. 2) Manfaat Praktis

(13)

12

1.5Sistematika Penyajian

Berikut merupakan sistematika penyajian penelitian yang menjelaskan secara singkat mengenai hal-hal yang akan diuraikan pada penelitian ini:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan akan diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penyajian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab tinjauan pustaka, akan menguraikan konsep yang digunakan sebagai landasan dalam pembahasan yang mencakup tinjauan penelitian sebelumnya, dan tinjauan tentang konsep-konsep yang memuat teori-teori yang mendukung penelitian. Tinjauan yang dimaksud adalah tinjauan tentang pelatihan, materi pelatihan, metode pelatihan, instruktur, peserta pelatihan, kinerja karyawan, penilaian kinerja, tdan tinjauan tentang karyawan.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab metode penelitian, akan diuraikan lokasi penelitian, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik penentuan sampel dan teknik analisis data, yang secara keseluruhan berfungsi untuk membatasi permasalah yang diambil dan mempermudah penyampaian hasil informasi.

(14)

Bab hasil dan pembahasan akan terdapat hasil penelitian serta pembahasannya yang meliputi sejarah hotel, fasilitas hotel, struktur organisasi pada Mercure Resort Sanur. Pada bab ini juga diuraikan hasil analisis dari penelitian yang merupakan jawaban dari permasalahan.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

(15)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya

Telaah hasil penelitian sebelumnya berfungsi sebagai bahan pembanding yang mampu memberikan gambaran mengenai arah penelitian dan batasan hasil yang ingin diperoleh. Terdapat tiga penelitian yang dipergunakan sebagai bahan pembanding yang sesuai dengan penelitian yang akan dibuat.

Penelitian yang digunakan sebagai pembanding pertama adalah penelitian

yang dibuat oleh Halim (2012) yang berjudul “Pengaruh Pelatihan Terhadap

Produktivitas Kerja Karyawan Collage Restaurant di Hotel Pullman Jakarta Central Park.” Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian tersebut adalah: untuk mengetahui pengaruh pelatihan secara simultan dan parsial terhadap kinerja karyawan Collage Restaurant di Hotel Pullman Jakarta. Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode deskriptif-asosiatif dengan pendekatan kuantitatif. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis regresi linear sederhana dengan mempergunakan teknik sampel jenuh atau sensus dengan jumlah sampel sebanyak 31 orang. Variabel penelitian adalah pelatihan dan produktivitas kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan (training)

(16)

Pada penelitian yang dibuat oleh Rispati dkk (2013) yang berjudul

“Pengaruh Pelatihan Kerja dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan (studi kasus pada karyawan hotel Grasia Semarang.” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan kerja, dan motivasi secara simultan maupun parsial terhadap kinerja karyawan hotel Grasia Semarang. Teknik penentuan sampel dilakukan secara jenuh atau sensus dengan jumlah sampel sebanyak 80 orang. Teknik analisis data menggunakan metode uji regresi sederhana dan berganda. Variabel penelitian adalah pelatihan kerja, motivasi dan kinerja karyawan. Hasil penelitian adalah bahwa pelatihan kerja mempunyai pengaruh paling besar terhadap kinerja karyawan yaitu 10,1 persen dibanding motivasi yang hanya sebesar 5 persen. Secara bersama-sama pelatihan kerja dan motivasi mempunyai pengaruh terhadap kinerja karyawan sebesar 13,3 persen.

(17)

15

pelatihan (X1) mempunyai pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan karena mempunyai nilai koefisien beta yang paling tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dimensi pelatihan yaitu, materi pelatihan, sarana pelatihan, instruktur pelatihan, metode pelatihan, dan peserta pelatihan mempunyai pengaruh secara simultan terhadap kinerja karyawan. Dimensi materi pelatihan (X1), sarana pelatihan (X2), metode pelatihan (X4) dan peserta pelatihan (X5) masing masing berpengaruh terhadap kinerja karyawan (Y), sedangkan instruktur pelatihan (X3) terbukti tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan (Y).

(18)

Tabel 2. 1

Persamaan dan Perbedaan Penelitian Sebelumnya Dengan Penelitian Sekarang

NO Persamaan/Perbedaan

Peneliti/Tahun Tujuan Metode Hasil Variabel

1 Halim (2012) Untuk mengetahui

pengaruh pelatihan secara 3 Sekarang (2015) Untuk mengetahui

pengaruh pelatihan secara

(19)

17

karyawan, dan mengetahui variabel pelatihan yang mendominasi kinerja karyawan

Pelatihan (X3), Tujuan Pelatihan (X4), Lingkungan penunjang

Pelatihan (X5).Peserta Pelatihan (X6), Kinerja (Y). Sumber: Hasil Modifikasi, 2015.

(20)

2.2Deskripsi Konsep

2.2.1Tinjauan Tentang Pelatihan

Pengertian training yang disampaikan oleh Hayes dan Jack (2009: 71)

adalah sebagai berikut: “The process of developing a staff member’s knowledge,

skills, and attitudes necessary to perform tasks required for a position.” Apabila diterjemahkan secara bebas kedalam Bahasa Indonesia adalah, pelatihan merupakan proses untuk mengembangkan pengetahuan, keahlian, dan sikap seorang karyawan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas untuk suatu posisi (jabatan).

Menurut Ruky (2001: 163) pelatihan didefinisikan sebagai “usaha untuk meningkatkan atau memperbaiki kinerja karyawan dalam pekerjaannya sekarang dan dalam pekerjaan lain yang terkait dengan yang sekarang dijabatnya, baik secara individu maupun sebagai bagian dari sebuah team kerja.”. Rivai (2014: 226) menyatakan “pelatihan adalah secara sistematis mengubah tingkah laku karyawan untuk mencapai tujuan organisasi.”

Selain itu Soeprihanto (2000:17) menyatakan pelatihan adalah “kegiatan untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan operasional dalam menjalankan suatu pekerjaan.”

(21)

19

tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya.

Berdasarkan pengertian pelatihan tersebut maka dapat ditarik simpulan bahwa pelatihan merupakan aktivitas perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan seluruh karyawan pada perusahaan sehingga dapat melakukan pekerjaan sesuai standar dan mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan efisien.

Banyak orang yang keliru dalam memahami antara pelatihan dan pengembangan (development). Menurut Ruky (2001: 164) pengembangan merujuk pada penyediaan kesempatan belajar kepada karyawan untuk membantu mereka tumbuh dan berkembang. Dalam konteks pengembangan tersebut, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa seorang karyawan tidak perlu diberikan pelatihan apabila memiliki potensi dan sudah memiliki keahlian dalam satu bidang. Karena pelatihan merupakan fase dimana seorang karyawan mendapatkan suatu keahlian agar dapat menyelesaikan pekerjaan.

Pelatihan berbeda dengan pendidikan. Pada penelitian yang dibuat oleh Sleight (1993: 1), menyatakan bahwa pelatihan (training) mengajarkan bagaimana melakukan suatu hal secara spesifik seperti menjalankan mesin, atau membuat kaos, sedangkan pendidikan merupakan instruksi pada pengetahuan umum dalam masyarakat seperti mempelajari sejarah kemasyarakatan, atau pengetahuan dalam matematika. Sehingga pelatihan bersifat teknis dan menjawab pertanyaan

(22)

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelatihan. Faktor-faktor yang menunjang pelatihan kearah keberhasilan menurut Rivai (20014: 173), antara lain: materi, metode, instruktur, tujuan, lingkungan penunjang dan peserta. Menurut Hasibuan (2005: 75-76) keefektifan pelatihan dipengaruhi beberapa faktor yaitu sarana pelatihan, pelatih, materi pelatihan, metode pelatihan, dan peserta.

Bangun (2012: 205) menyatakan, untuk mencapai hasil pelatihan yang efektif, perlu diperhatikan konsep pembelajaran dalam perancangan pelatihan. Terdapat tiga faktor penting yang perlu diperhatikan dalam merancang pelatihan antara lain, kesiapan peserta pelatihan, kemampuan pelatih, dan materi pelatihan.

Berdasarkan pendapat ahli tersebut dapat ditarik simpulan bahwa terdapat beberapa faktor yang menunjang pelatihan kearah keberhasilan yaitu: materi, metode, instruktur, tujuan, lingkungan penunjang dan peserta pelatihan.

(23)

21

1) Kategori psikomotorik, meliputi pengontrolan otot-otot sehingga orang dapat melakukan gerakan yang tepat. Sasarannya adalah agar orang tersebut memiliki keterampilan fisik tertentu.

2) Kategori afektif, meliputi perasaan, nilai dan sikap. Sasaran pelatihan dalam kategori ini adalah untuk membuat orang mempunyai sikap tertentu.

3) Kategori kognitif, meiliputi proses intelektual seperti mengingat, memahami, dan menganalisis. Sasaran pelatihan pada kategori ini adalah untuk membuat orang mempunyai pengetahuan dan keterampilan berfikir.

Mangkunegara (2006: 67) menyebutkan tujuan pelatihan dan pengembangan antara lain:

1) Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi 2) Meningkatkan produktivitas kerja

3) Meningkatkan kualitas kerja

4) Meningkatkan ketetapan perencanaan sumberdaya manusia 5) Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja

6) Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal 7) Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja

8) Menghindari keusangan (obsolence) 9) Meningkatkan perkembangan karyawan

(24)

keterampilan kerja dan merubah perilaku karyawan yang disebabkan oleh peningkatan ilmu pengetahuan.

2.2.2 Tinjauan Tentang Materi Pelatihan

Menurut Siagian (2008: 190), pelatihan akan berlangsung dengan baik apabila perencanaan pelatihan dilakukan dengan baik pula. Materi pelatihan merupakan hal penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan pelatihan. Materi pelatihan harus disiapkan dan disesuaikan dengan kebuthan pelatihan.

Mangkunegara (2006: 46) mengemukakan bahwa “materi pelatihan Sumber Daya Manusia merupakan materi atau kurikulum yang sesuai dengan tujuan pelatihan Sumber Daya Manusia yang hendak dicapai oleh perusahaan dan materi pelatihan pun harus update agar peserta dapat memahami masalah yang

terjadi pada kondisi yang sekarang.”

Antariksa (2015: 2) menyatakan, secara sederhana proses penyusunan materi pelatihan yang efektif dapat dilakukan mengikuti poin-poin berikut ini:

1) Lakukan pengamatan terlebih dahulu terhadap karyawan atau target pelatihan, untuk menentukan kebutuhan training. Ketahui hal-hal yang menjadi permasalahan dalam kinerja mereka. Langkah ini dapat dilakukan dengan penilaian terhadap pekerjaan karyawan sehari-hari atau melakukan konsultasi langsung dengan mereka.

(25)

23

3) Masukkan ekspetasi-ekspetasi tertentu dari perusahaan terhadap karyawannya dalam materi. Misalnya tentang keahlian khusus yang harus dikuasai oleh karyawan perusahaan tersebut. Maka, materi yang disampaikan juga mengandung pengetahuan yang sesuai.

4) Susun bahan pelatihan yang relevan dengan tujuan kegiatan serta tuntutan perusahaan agar tidak ada waktu yang terbuang sia-sia.

5) Selain penyusunan materi pelatihan yang dilakukan sedemikian rupa agar efektif dan benar-benar bermanfaat, faktor keberhasilan dari program training

tersebut juga ditentukan dari metode penyampaian.

Bangun (2012: 205) menyatakan, materi pelatihan sangat menentukan dalam memperoleh keberhasilan pada proses pelatihan. Materi pelatihan yang disampaikan harus sesuai dengan persyaratan pekerjaan. Perusahaan membuat materi pelatihan yang dapat disampaikan oleh pelatih dan mudah untuk dipahami peserta latihan. Berdasarkan pendapat ahli tersebut, maka dapat ditarik simpulan bahwa materi pelatihan adalah kurikulum yang sesuai dengan tujuan pelatihan.

2.2.3 Tinjauan Tentang Metode Pelatihan

(26)

1) Individual training methods

Metode pelatihan individual training methods terdiri dari 7 jenis pelatihan yaitu on job training, self-study, pengalaman kerja terstruktur, cross training, pengayaan pekerjaan, perluasan pekerjaan, rotasi pekerjaan.

(1). On job training

Merupakan sebuah teknik pelatihan (satu per satu) antara seorang trainer

yang berpengetahuan dan memiliki keahlian, mengajarkan seorang karyawan yang kurang berpengalaman mengenai bagaimana caranya untuk melakukan suatu tugas sesuai dengan jabatannya.

(2). Self-study

Seorang anggota pelatihan dapat mendaftarkan dirinya untuk mengikuti pendidikan yang diberikan oleh institusi atau asosiasi profesional.

(3). Pengalaman kerja terstruktur

Seorang karyawan bisa ditetapkan untuk menangani proyek yang spesifik dengan ditemani oleh seorang pemandu atau oleh seorang karyawan yang lebih berpengalaman untuk melatih dan juga membantu karyawan.

(4). Pelatihan silang (Cross training)

Metode pelatihan ini mengandung aktifitas umum yang mengizinkan karyawan untuk mempelajari tugas dan tanggungjawab pada posisi (jabatan) yang berbeda.

(5). Pengayaan pekerjaan (Job enrichment)

(27)

25

(6). Perluasan pekerjaan

Kesempatan pelatihan ini terjadi ketika ada tambahan pekerjaan yang merupakan bagian dari sebuah jabatan pada satu level organisasi ditambahkan ke posisi lain pada level yang sama.

(7). Rotasi pekerjaan

Jenis pelatihan ini melibatkan seseorang yang ditugaskan sementara ke tugas yang berbeda untuk menyediakan varian kerja atau pengalaman.

2) Group Training

Sebuah metode pelatihan yang melibatkan lebih dari satu orang anggota pelatihan dengan materi yang sama pada waktu yang bersamaan. Dua jenis pelatihan yang terkenal adalah:

(1). Lecture.

Sebuah presentasi lisan atau pidato yang dibuat oleh pelatih (trainer), untuk menginstruksikan sebuah kelompok anggota pelatihan. Pelatih berbicara dan mempergunakan peralatan audiovisual atau handout untuk memfasilitasi kegiatan pelatihan. Kegiatan tanya jawab juga termasuk didalamnya.

(2). Demonstrasi

(28)

Menurut Rachmawati (2008: 114), ada dua metode yang digunakan perusahaan untuk pelatihan, yaitu:

1) On the job training

Pelatihan pada karyawan untuk mempelajari bidang pekerjaannya sambil sambil benar-benar mengerjakannya. Beberapa bentuk pelatihan on the job training yaitu:

(1). Couching/understudy

Bentuk pelatihan dan pengembangan ini dilakukan di tempat kerja oleh atasan atau karyawan yang berpengalaman. Metode ini dilakukan dengan pelatihan secara informal dan tidak terencana dalam melakukan pekerjaan seperti menyelesaikan masalah, partisipasi dengan tim, kekompakan, pembagian pekerjaan, dan hubungan dengan atasan atau teman kerja. (2). Pelatihan magang (Apprenticeship training)

Pelatihan yang mengkombinasikan antara pelajaran di kelas dengan praktik ditempat kerja setelah beberapa teori diberikan pada karyawan. Karyawan akan dibimbing untuk mempraktikkan dan mengaplikasikan semua prinsip belajar pada keadaan pekerjaan sesungguhnya.

2) Off the job training

(29)

27

(1). Lecture

Teknik seperti kuliah dengan presentasi atau ceramah yang diberikan penyelia/pengajar pada kelompok karyawan. Dilanjutkan dengan komunikasi dua arah dan diskusi. Hal ini digunakan untuk memberikan pengetahuan umum pada peserta.

(2). Presentasi dengan video

Teknik ini menggunakan media video, film, atau televisi sebagai sarana presentasi tentang pengetahuan atau bagaimana melakukan suatu pekerjaan. Metode ini dipakai apabila peserta cukup banyak dan masalah yang dikemukakan cukup kompleks.

(3). Vesibule training

Pelatihan dilakukan di tempat yang dibuat seperti tempat kerja yang sesungguhnya dan dilengkapi fasilitas peralatan yang sama dengan pekerjaan sesungguhnya.

(4). Bermain peran (Role playing)

Teknik pelatihan ini dilakukan seperti simulasi dimana peserta memerankan jabatan atau posisi tertentu untuk bertindak dalam situasi yang khusus.

(5). Studi kasus

(30)

(6). Self-study

Merupakan teknik pembelajaran sendiri oleh peserta di mana peserta dituntut untuk proaktif melalui media bacaan, materi, video, dan kaset. (7). Program pembelajaran

Pembelajaran ini seperti self-study, tapi kemudian peserta diharuskan membuat rangkaian pertanyaan dan jawaban dalam materi sehingga dalam pertemuan selanjutnya rangkaian pertanyaan tadi dapat disampaikan pada penyelia atau pengajar untuk diberikan umpan balik.

(8). Laboratory training

Latihan untuk meningkatkan kemampuan melalui berbagai pengalaman, perasaan, pandangan, dan perilaku di antara para peserta.

(9). Action learning

Teknik ini dilakukan dengan membentuk kelompok atau tim kecil dengan memecahkan permasalahan dan dibantu oleh seorang ahli bisnis dari dalam perusahaan atau luar perusahaan.

(31)

29

Bernandin dan Russell (dalam Gomes 2003: 207) membagi metode pelatihan menjadi dua kategori yaitu:

1)Informational methods, yang biasanya menggunakan pendekatan satu arah, melalui mana informasi-informasi disampaikan kepada para peserta oleh para pelatih. Metode jenis ini dipakai untuk mengajarkan hal-hal faktual, keterampilan, atau sikap tertentu. Para peserta biasanya tidak diberi kesempatan untuk mempraktekkan atau untuk melibatkan diri dalam hal-hal yang diajarkan selama pelatihan.

2)Experential methods, adalah metode yang mengutamakan komunikasi yang luwes, fleksibel, dan lebih dinamis, baik dengan instruktur, dengan sesama peserta, dan langsung mempergunakan alat-alat yang tersedia. Metode ini biasanya dipergunakan untuk mengajarkan pengetahuan dan keterampilan, serta kemampuan-kemampuan baik yang bersifat software maupun yang

hardware (fisik).

Gomes (2003: 208) menyatakan, terlepas dari metode yang ada, apapun bentuk metode yang dipilih, harus memenuhi prinsip-prinsip seperti:

(1). Memotivasi para peserta pelatihan untuk belajar keterampilan yang baru (2). Memperhatikan keterampilan-keterampilan yang diinginkan untuk dipelajari (3). Harus konsisten dengan isi (misalnya, menggunakan pendekatan interaktif

untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan interpersonal) (4). Memungkinkan partisipasi aktif

(32)

Berdasarkan metode pelatihan yang sudah disampaikan oleh ahli tersebut, maka dapat ditarik simpulan bahwa tidak ada metode pelatihan yang paling baik. Setiap metode pelatihan memiliki kelemahan dan kekurangan, sehingga manajemen dapat mengkombinasikan satu metode dengan metode lainnya agar dapat saling menutupi kekurangan. Metode melakukan pelatihan terdiri dari berbagai macam jenis tergantung dari materi yang diberikan, waktu dan tempat antara pelatih dan anggotanya, biaya, dan pertimbangan lain yang dilakukan oleh manajer atau supervisor. Metode pelatihan yang biasa dilakukan di Mercure Resort Sanur adalah On The Job Training, Cross Training, Lecture, Role Playing,

dan Studi Kasus.

Kegiatan pelatihan kerja tidak dapat berlangsung dengan baik apabila tidak ditunjang dengan lingkungan yang memungkinkan untuk dilaksanakannya pelatihan. Lingkungan yang menunjang pelatihan akan membawa dampak pada peningkatan kualitas pelatihan, karena lingkungan pelatihan sebagai sumber informasi ditempat untuk melakukan aktivitas, maka lingkungan pelatihan yang baik harus dicapai agar karyawan merasa betah dan nyaman ketika mengikuti atau melakukan pelatihan. Lingkungan kerja, biasanya langsung dijadikan sebagai lingkungan pelatihan karyawan sehingga indikator lingkungan kerja dapat pula dijadikan indikator lingkungan yang menunjang pelatihan.

Menurut Desler (2004: 21) lingkungan kerja dapat diukur dengan indikator-indikator sebagai berikut:

(33)

31

4) Penerangan 5) Kebisingan.

Nitisemito (2001: 102) menyatakan, “lingkungan kerja sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diemban misalnya dengan adanya air conditioner

(AC), penerangan yang memadai, dan sebagainya.” Menurut Mardiana (2005: 78), “lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pegawai melakukan pekerjaannya sehari-hari.”

Berdasarkan pendapat ahli tersebut maka dapat ditarik simpulan bahwa lingkungan pendukung pelatihan merupakan lingkungan kerja yang dipergunakan pegawai melakukan pekerjaannya sehari-hari.

2.2.4 Tinjauan Tentang Kemampuan Instruktur atau Pelatih

Pelatih dapat berupa individu atau kelompok yang memberikan beragam

pelatihan seperti yang diungkapkan oleh Hasibuan (2005:73), bahwa “pelatih atau

instruktur yaitu seseorang atau tim yang memberikan latihan kepada karyawan. Pelatih (trainer) memberikan peranan penting terhadap kemajuan kemampuan para karyawan yang akan dikembangkan.

Analoui (2004: 61) menguraikan pula tentang daftar kemampuan yang perlu dimiliki seorang trainer agar pelatihan lebih efektif, yaitu:

1)Pengetahuan yang up-to-date dan kemampuan teknikal dan sosial 2)Menguasai cara pembelajaran yang sesuai

(34)

4)Kepekaan atas aspek diluar organisasi seperti politik atau kondisi sosial ekonomi

5)Perhatian atas kualitas dan kuantitas materi yang akan ditransfer.

Menurut Poon Teng Fatt (2003: 64) “trainer yang baik adalah trainer yang dapat menciptakan suasana pembelajaran kondusif sehingga peserta termotivasi untuk menyerap informasi yang disampaikan oleh trainer tersebut.” Hasibuan (2005:74) selanjutnya menerangkan mengenai syarat-syarat pelatih sebagai komunikator dalam pelatihan harus memiliki kemampuan sebagai berikut:

1)Kemampuan Mengajar (Teaching Skills)

2)Kemampuan Berkomunikasi (Communication Skills) 3)Kemampuan Mengelola Wewenang (Personality Authority)

4)Kemampuan Sosial (Social Skills)

5)Kompetensi Teknik (Technical Competent) 6)Stabilitas Emosi.

Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, maka indikator trainer atau pelatih dapat dilihat di bawah ini:

1)Pendidikan trainer atau instruktur pelatihan

2)Komunikatif yang dibangun oleh trainer dalam proses pelatihan 3)Personality atau karakter yang dimiliki oleh seorang trainer 4)Humanis dalam kegiatan pelatihan.

(35)

33

dapat memperoleh pengetahuan dan materi yang disampaikan. Pelatih harus dibekali dengan pengetahuan yang sesuai dengan materi pelatihan.

Berdasarkan pendapat ahli tersebut, maka dapat ditarik simpulan bahwa pelatih/instruktur merupakan seseorang yang memiliki kesiapan untuk menyajikan pelatihan secara keseluruhan dengan baik.

2.2.5 Tinjauan Tentang Peserta Pelatihan

Penting untuk memperhitungkan tipe pekerja dan jenis pekerja yang akan dilatih. Umumnya perusahaan memprioritaskan dan mewajibkan setiap karyawan yang baru bergabung pada suatu perusahaan, untuk mengikuti pelatihan dasar (orientasi) di perusahaan barunya. Tujuannya adalah membantu karyawan baru memecahkan masalah-masalah yang dihadapi ketika pertama kali bergabung dengan organisasi. Para pegawai yang sudah berpengalaman pun selalu memerlukan peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan karena selalu ada cara yang lebih baik untuk meningkatkan produktivitas kerja. Satu hal yang sangat krusial dalam suatu pelatihan adalah menentukan siapa yang menjadi peserta pelatihan tersebut.

(36)

format metode pelatihan secara tepat. Selain itu, dengan mengetahui siapa peserta pelatihan, maka perancang program pelatihan akan dapat menggali lebih jauh berbagai informasi seperti:

(1) Persyaratan pendidikan minimal (pendidikan, pengalaman dan ketrampilan) yang harus dipenuhi oleh partisipan untuk dapat mengikuti pelatihan.

(2) Dasar-dasar pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimiliki partisipan, termasuk pelatihan yang pernah diikuti sebelumnya.

(3) Persyaratan yang harus dipenuhi oleh trainer/facilitator untuk dapat menyelenggarakan pelatihan.

(4) Data demography para partisipan pelatihan.

Bangun (2012: 205) berpendapat bahwa para peserta pelatihan yang siap berarti mereka mempunyai keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan, ada motivasi, dan efektivitas diri. Beberapa persyaratan yang mereka harus miliki adalah kemampuan mental dan fisik dalam mengikuti pelatihan. Agar pelaksanaan kegiatan pelatihan efektif, mereka harus mempunyai motivasi belajar. Para peserta latihan mempunyai keinginan yang tinggi untuk dapat berhasil dalam melakukan pekerjaannya. Hal penting lain yang perlu dilakukan adalah efektifitas diri. Keberhasilan dalam kegiatan pelatihan perlu dilihat bagaimana kesiapan para peserta latihan berkeinginan untuk berhasil mempelajari seluruh isi program pelatihan dengan baik.

(37)

35

2.2.6 Tinjauan Tentang Kinerja

Menurut Rivai (2014:309), “kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi

dan kemampuan.” Rivai mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan atau pegawai, yaitu: kuantitas input, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran tempat kerja, dan sikap kooperatif. Cushway (2002: 198) menyatakan, “kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang ditentukan.”

Pengertian kinerja menurut Mangkunegara (2006:67), “kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Kinerja adalah hasil secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.”

Menurut Mathis dan Jackson (2009: 378) mengemukakan bahwa “kinerja (performance) pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan.” Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil, kehadiran, kemampuan bekerja sama.

Simanjuntak (2005: 1) menyatakan, “kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.” Simanjuntak juga mengartikan kinerja individu sebagai tingkat pencapaian atau hasil kerja seseorang dari sasaran yang harus dicapai atau tugas yang harus dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.

(38)

Menurut Mathis dan Jackson (2009: 380) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu:

1) Kemampuan mereka 2) Motivasi

3) Dukungan yang diterima

4) Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan 5) Hubungan mereka dengan organisasi.

Mangkunegara (2006:67) merumuskan faktor-faktor yang memperngaruhi kinerja sebagai berikut:

Human Performance = Ability + Motivation Motivation = Attitude + Situation

Ability = Knowledge + Skill

1) Faktor Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) rata-rata (110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-sehari, maka ia akan mudah mencapai kinerja yang diharapkan.

2) Faktor Motivasi

(39)

37

mencapai prestasi kerja secara maksimal. Seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.

Menurut Mc.Cleland (dalam Mangkunegara, 2006: 67), berpendapat bahwa “ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian

kerja”. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk

melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai kinerja dengan predikat terpuji. Selanjutnya Mc.Clelland, mengemukakan enam karakteristik dari seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu:

1) Memiliki tanggung jawab yang tinggi. 2) Berani mengambil risiko.

3) Memiliki tujuan yang realistis.

4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan.

5) Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan.

6) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.

Nitisemito (2001: 109) menjabarkan terdapat berbagai faktor kinerja karyawan, antara lain:

1) Jumlah dan komposisi dari kompensasi yang diberikan 2) Penempatan kerja yang tepat

(40)

4) Rasa aman di masa depan (dengan adanya pesangon dan sebagainya) 5) Hubungan dengan rekan kerja

6) Hubungan dengan pemimpin

Hasibuan (2005: 94) mengungkapkan bahwa “Kinerja merupakan gabungan tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi kerja.”

Berdasarkan pandangan Henry Simamora (dalam Mangkuenegara 2010: 14) kinerja (performance) di pengaruhi oleh tiga faktor yaitu:

1) Faktor individual yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang, demografi

2) Faktor psikologis, terdiri dari persepsi attitude (sikap), personality, pembelajaran, motivasi

3) Faktor organisasi, terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur job design (disain pekerjaan).

Penilaian kinerja (Performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi.

Sofyandi (2008: 122) mengemukakan bahwa, “penilaian kinerja adalah

(41)

39

pedoman perilakunya di masa datang. Penilaian kinerja pada prinsipnya mencakup baik aspek kualitatif maupun kuantitatif dari pelaksanaan pekerjaan.

Menurut Simamora (2004: 338), “peliaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan.” Wahyudi (2002: 101) menyatakan bahwa “penilaian kinerja adalah suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi kerja atau jabatan seorang tenaga kerja, termasuk potensi pengembangannya.

Menurut Furtwengler (2002: 173) penilaian kinerja merupakan proses berkesinambungan yang mencakup:

1) Evaluasi terhadap kinerja saat ini. 2) Sasaran untuk meningkatkan kinerja.

3) Definisi penghargaan atas pencapaian sasaran di masa mendatang.

4) Sistem umpan balik yang memungkinkan pemimpin dan karyawan memantau kinerjanya.

5) Pertemuan secara periodik antara pemimpin dengan karyawan untuk membahas kemajuan karyawan terhadap sasarannya.

6) Tindakan koreksi ketika karyawan tersebut berusaha mencapai sasarannya.

Simpulan yang dapat ditarik untuk merangkum pendapat ahli tersebut adalah penilaian kinerja merupakan sebuah proses evaluasi atas kualitas dan kuantitas atas hasil pekerjaan pekerja yang dilakukan secara periodik.

(42)

untuk kebutuhan promosi atau demosi karyawan, kenaikan gaji, atau kebutuhan kegiatan pelatihan bagi karyawan.

Menurut Werther dan Davis (1996: 342) tujuan penilaian kinerja secara lebih rinci dikemukakan sebagai berikut:

1) Perbaikan kinerja memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja melalui feedback yang diberikan organisasi.

2) Penyesuaian gaji dapat dipakai sebagai informasi untuk mengkompensasi karyawan secara layak sehingga dapat memotivasi mereka.

3) Keputusan untuk penempatan, yaitu dapat dilakukannya penempatan karyawan sesuai dengan keahliannya.

4) Pelatihan dan pengembangan, yaitu melalui penilaian akan diketahui kelemahan-kelemahan dari karyawan sehingga dapat dilakukan program pelatihan dan pengembangan yang lebih efektif.

5) Perencanaan karier yaitu organisasi dapat memberikan bantuan perencanaan karier bagi karyawan dan menyelaraskannya dengan kepentingan organisasi. 6) Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses penempatan, yaitu

kinerja yang tidak baik menunjukkan adanya kelemahan dalam penempatan sehingga dapat dilakukan perbaikan.

(43)

41

8) Meningkatkan adanya perlakuan kesempatan yang sama pada karyawan, yaitu dengan dilakukannya penilaian yang obyektif berarti meningkatkan perlakuan yang adil bagi karyawan.

9) Dapat membantu karyawan mengatasi masalah yang bersifat eksternal, yaitu dengan penilaian kinerja atasan akan mengetahui apa yang menyebabkan terjadinya kinerja yang jelek, sehingga atasan dapat membantu menyelesaikannya.

Menurut Alwi (2001: 187) secara teoritis tujuan penilaian dikategorikan sebagai suatu yang bersifat evaluation dan development.

Kategori evaluation harus menyelesaikan:

1) Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi. 2) Hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision.

3) Hasil penilaian digunakan sebagai dasar meengevaluasi sistem seleksi. 4) Sedangkan yang bersifat development penilai harus menyelesaikan: 5) Prestasi riil yang dicapai individu.

6) Kelemahan- kelemahan individu yang menghambat kinerja 7) Prestasi- pestasi yang dikembangkan.

Penilaian kinerja merupakan agenda tahunan yang dilakukan oleh organisasi. Menurut Alwi (2001: 187) manfaat penilaian kinerja merupakan suatu yang sangat bermanfaat bagi perencanaan kebijakan organisasi adapun secara terperinci penilaian kinerja bagi organisasi adalah:

1) Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. 2) Perbaikan kinerja.

(44)

4) Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja.

5) Untuk kepentingan penelitian karyawan.

6) Membantu diaknosis terhadap kesalahan desain karyawan

Berbagai metode penilaian kinerja dipraktekkan pada setiap organisasi. Secara praktis banyak metode penilaian yang dilakukan, yang tentunya berbeda-beda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain. Berikut adalah beberapa metode penilaian kinerja karyawan menurut Sofyandi (2008: 122):

1) Rating Scale

Rating scale adalah penilaian yang didasarkan pada suatu skala pada standar-standar kerja. Penilaian ini dilakukan oleh seorang penilai yang biasanya atasan langsung, yang dilakukan secara subyektif.

2) Checklist

Checklist adalah penilaian yang didasarkan pada suatu standar kinerja yang sudah dideskripsikan terlebih dahulu, kemudian penilai memeriksa apakah karyawan sudah memenuhi atau melakukannya.

3) Critical Incident Technique

(45)

43

4) Skala Penilaian Berjangkau Perilaku

Skala penilaian berjangkau Perilaku (behaviorally anchored rating scale) adalah penilaian yang dilakukan dengan menspesifikasikan kinerja dalam dimensi-dimensi tertentu

5) Observasi dan Tes Kinerja

Observasi dan tes kinerja adalah penilaian yang dilakukan melalui tes di lapangan.

6) Metode Perbandingan Kelompok

Metode ini dilakukan dengan membandingkan seseorang karyawan dengan rekan sekerjanya, yang dilakukan oleh atasan dengan beberapa teknik seperti pemeringkatan (ranking method), pengelompokan pada klasifikasi yang sudah ditentukan (force distribution), pemberian poin atau angka (point allocation method), dan metode perbandingan dengan karyawan lain (paired comparison).

7) Penilaian Diri Sendiri

Penilaian diri sendiri adalah penilaian karyawan untuk diri sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.

8) Management By Objective

(46)

9) Penilaian Secara Psikologis

Penilaian secara psikologis adalah proses penilaian yang dilakukan para ahli psikologi untuk mengetahui potensi seseorang yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, seperti kemampuan intelektual, motivasi dll yang bersifat psikologis.

10)Assessment Center

Assessment center atau pusat perhatian adalah penilaian yang dilakukan melalui serangkaian teknik penilaian dan dilakukan oleh sejumlah penilai untuk mengetahui potensi seseorang dalam melakukan tanggung jawab yang lebih besar. Metode ini biasanya dilakukan di suatu tempat yang terpisah dari tempat kerja dan membutuhkan waktu yang lama dan tentu saja biaya yang besar.

Berdasarkan pengamatan, penilaian kinerja yang dilakukan di Mercure Resort Sanur dilakukan dengan cara observasi dan tes kerja.

2.2.7 Tinjauan Tentang Karyawan

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (dalam KBBI versi online, 2015) mendefinisikan karyawan sebagai orang yang bekerja pada suatu lembaga (kantor, perusahaan) dengan mendapat gaji (upah). Menurut Keputusan Menteri No. 102 tahun 2004, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

(47)

45

terlebih dahulu.” Menurut Subri (dalam Manullang, 2002), “karyawan adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduuk dalam suatu negara yang memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.”

Berdasarkan definisi yang disampaikan oleh Hasibuan, Subri, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, dan Keputusan Menteri, maka dapat ditarik simpulan definisi dari karyawan adalah seseorang yang mampu menghasilkan barang/jasa dengan balasan berupa kompensasi yang sudah dibicarakan terlebih dahulu. Dalam penelitian ini, karyawan adalah seluruh pekerja di Mercure Resort Sanur.

2.3 Hipotesis Penelitian

Menurut Kasmadi (2014: 53), hipotesis adalah istilah yang memungkinkan pembuat penelitian menghubungkan teori dengan pengamatan, atau sebaliknya pengamatan dengan teori.

(48)

hipotesis yang diajukan adalah, “bahwa pelatihan berpengaruh signifikan baik

Gambar

Tabel 1. 1
Tabel 1. 2
Tabel 1. 3
Tabel 1. 4
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar karyawan pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Medan tidak dapat mencapai target-target kerja yang sudah ditetapkan karena pekerjaan

Adapun beberapa hal yang dilakukan manajemen di Inna Grand Bali Beach dalam memotivasi karyawan Housekeeping untuk meningkatkan kinerja karyawannya yaitu melalui

INDIRA LULU MARLINDA ANALISIS PENGARUH PELATIHAN DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN... iv

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:1) pengaruh pelatihan terhadap kinerja karyawan Kampoeng Djowo Sekatul, 2) pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan

Walaupun motivasi dan pelatihan yang diberikan perusahaan sudah cukup baik tetapi kinerja dan etos kerja karyawan masih terlihat menurun, hal ini dilihat dari hasil penilaian karya

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh positif secara tidak langsung yang signifikan antara pelatihan X terhadap kinerja karyawan Y dimediasi oleh motivasi

115 Karakteristik Karyawan Berdasarkan Bentuk Komunikasi Dengan Atasan Secara Tidak Langsung Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, komposisi karyawan yang bekerja di Hotel

Hal ini didukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Elizar & Tanjung, 2018 terhadap pengaruh pelatihan yang dihubungkan dengan kinerja karyawan, maka dapat dijelaskan jika