• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pemberian jangka pendek 6 jam fraksi heksan etanol dari ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pemberian jangka pendek 6 jam fraksi heksan etanol dari ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida."

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

Dian Ayu Maharani

128114141

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jangka pendek 6 jam fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat peningkatan kadar albumin serta untuk mengetahui ada atau tidaknya kekerabatan dosis pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. pada penggunaan jangka pendek 6 jam dengan peningkatan kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian menggunakan tikus sehat, betina galur Wistar, berumur 2-3 bulan, dan berat 130-170 gram. Tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan. Kelompok I diberikan kontrol CMC-Na 1% dengan dosis 2 mL/kgBB secara p.o. Kelompok II diberikan kontrol karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kg BB secara i.p. Kelompok III adalah kelompok kontrol dosis III yang diberikan fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dosis 137,14 mg/KgBB secara peroral dan setelah 6 jam dilakukan pengambilan darah. Kelompok IV-VI merupakan kelompok perlakuan yang diberikan fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dosis 34,28; 68,57; 137,14 mg/KgBB, kemudian 6 jam setelah pemberian fraksi, diberikan dosis karbon tetraklorida 2 mL/kg BB. Pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida, seluruh kelompok dilakukan pengambilan darah melalui sinus orbitalis mata untuk dilakukan penetapan kadar serum albumin. Analisis kadar albumin dilakukan dengan menggunakan ANOVA pola satu arah dan dilanjutkan dengan uji Scheffe.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jangka pendek 6 jam fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. menaikkan kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dan tidak adanya kekerabatan antara dosis fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dengan peningkatan kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida

(2)

ABSTRACT

This study investigated the 6 hours short-term influence of the hexane-ethanol fraction of methanol extract of Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.’s leaves against carbon tetrachloride induced hepatotoxicity in rats. The albumin level in serum were measured for the evaluation of hepar function. This study also determined the relationship between the dose administration of the hexane-ethanol fraction of methanol extract of Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg..’s leaves on the use of 6 hours short term with increased level of albumin serum in rats induced by carbon tetrachloride

This research was done with purely experimental with a completely randomized design pattern undirectional .This study was carried out in healthy, male Wistar rats, 2-3 month old, and weighing 12-30-170 grams. The rats were divided into six groups of five each. Group I were treated with control of CMC-Na 1% 2 mL/kgBW p.o. The second group were additionally treated with carbon tetrachloride 2 mL/kgBW i.p. The third group (fraction control) received the hexane-ethanol fraction of methanol extract of Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.’s leaves (137.14 mg/kgBW, p.o.) and after six hours later, the blood was collected. The forth until sixth group were given hexane-ethanol fraction of mhexane-ethanol extract of Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.’s leaves (34.28; 68.57; 137.14 mg/kgBW, p.o.), and after six hour all rats in each group were given carbon tetrachloride 2 mL/kgBW intraperitonially. Twenty four hours later, the blood was collected from sinus orbital eye to be measured of albumin level from each group. Analysis of albumin level used one-way ANOVA and then Scheffe test.

The result showed that the 6 hours short-term influence of the hexane-ethanol fraction of methanol extract of Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.’s leaves increase

albumin serum level in rats which induced carbon tetrachloride and there wasn’t

relationship between the three doses of hexane-ethanol fraction methanol extract of Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.’s leaves dose with increased levels of albumin in rats induced by carbon tetrachloride.

(3)

PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PENDEK 6 JAM FRAKSI HEKSAN ETANOL DARI EKSTRAK METANOL Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. TERHADAP KADAR ALBUMIN PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON

TETRAKLORIDA SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

oleh :

Dian Ayu Maharani NIM : 128114141

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PENDEK 6 JAM FRAKSI HEKSAN ETANOL DARI EKSTRAK METANOL Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. TERHADAP KADAR ALBUMIN PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON

TETRAKLORIDA SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

oleh :

Dian Ayu Maharani NIM : 128114141

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)

iii

(7)

iv

Lembar Persembahan

Kupersembahkan karya ini untuk :

Allah SWT yang selalu ada dan tidak pernah tidur untuk

memelukku sangat erat

keluargaku tersayang yang selalu mendoakan dan memberi

kasih sayang yang berlimpah

(8)

v

(9)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

(10)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala perlindungan dan berkat yang telah diberikan sehingga skripsi berjudul “PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PENDEK 6 JAM FRAKSI

HEKSAN ETANOL DARI EKSTRAK METANOL Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. TERHADAP KADAR ALBUMIN PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA”

yang disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S. Farm.) dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimaksih kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengijinkan penulis menjalankan pembelajaran selama masa studi.

2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah membimbing, mendampingi, dan memotivasi penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. yang telah memberikan kritik dan saran demi kemajuan skripsi ini.

4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. yang telah memberikan kritik dan saran demi kemajuan skripsi ini.

(11)

viii

fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.

5. Pak Heru, Pak Kayat, Pak Parjiman, Pak Wagiran, Pak Parlan, Pak Kunto, dan Pak Bimo selaku laboran laboratorium Fakultas Farmasi dan Pak Otok selaku pengelola gudang farmasi yang telah membantu penulis dalam proses pelaksanaan penelitian di laboratorium.

6. Keluargaku tercinta, Bapak Drs. Suwito, Ibu Dra. Sri Adiyanti, Dian Ajeng Maharani dan Dio Aji Mahondri yang telah memberi doa, kasih sayang, motivasi dan dukungan baik moral maupun materil demi kelancaran studi dan penyusunan naskah skripsi penulis.

7. Orang-orang berharga yang selalu ada dan membantu selama kelangsungan skripsi ini yaitu Rianda Ilham yang selalu menyisihkan waktu, Annisa Nur Hasanah yang tak lelah menjadi tempat keluh kesah, Santika Nindya Hapsari Wibowo, Meizar Ferro Sapta Aji, Oktariani Aurelia Jamil, Venny Claudia Hermanto, Penina Kurnia Uly, dan Cinthya Anggarini.

8. Teman-teman baik saya yang selalu menyisihkan waktunya untuk mengisi waktu luang dan memberi motivasi, Yunita Tri Ratna Meliani, Siti Zianadia Amiriliani, Fahmi Fairuzzaman, Ardhian Setya Mulyawan, M. Sri Satrio Ajie Wicaksono, dan Rezha Ramadhika.

9. Teman dekat saya yang juga selalu memberi motivasi serta saran yang membangun yaitu Sacharissa Ayu Desentya, Yoga Ramandika, Antony AW, I Ketut Para Aryana, dan Samuel

10. Farmasi angkatan 2012 yang dengan baik hati mau berdinamika serta memberi semangat yang positif.

(12)

ix dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan sehingga penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak demi kemajuan di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya di bidang ilmu Farmasi.

Yogyakarta, 12 November 2015

(13)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

1. Perumusan masalah ... 6

2. Keaslian penelitian ... 7

3. Manfaat penelitian ... 8

B. Tujuan Penelitian ... 8

1. Tujuan umum ... 8

2. Tujuan khusus ... 9

(14)

xi

A. Anatomi dan Fisiologi Hati ... 10

B. Fungsi dan Metabolik Hati ... 12

C. Kerusakan Hati ... 13

1. Perlemakan hati (steatosis) ... 13

2. Nekrosis hati ... 13

3. Kolestasis ... 14

4. Sirosis ... 14

D. Hepatotoksin ... 14

E. Albumin ... 15

F. Karbon tetraklorida ... 18

G. Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ... 20

1. Taksonomi ... 20

2. Sinonim ... 21

3. Nama daerah... 21

4. Morfologi ... 21

5. Kandungan kimia dan kegunaan ... 21

6. Khasiat dan kegunaan ... 23

H. Ekstraksi ... 24

I. Fraksinasi ... 25

J. Antioksidan ... 26

K. Landasan Teori ... 27

L. Hipotesis ... 30

(15)

xii

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 31

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 31

1. Variabel utama ... 31

2. Variabel pengacau ... 31

3. Definisi operasional ... 32

C. Bahan Penelitian ... 33

1. Bahan utama ... 33

2. Bahan kimia ... 33

D. Alat Penelitian ... 34

E. Tata Cara Penelitian ... 35

1. Determinasi tanaman Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ... 35

2. Pengumpulan bahan uji ... 35

3. Pembuatan serbuk. ... 35

4. Penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ... 35

5. Pembuatan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ... 36

6. Pembuatan fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg ... 37

7. Pembuatan larutan CMC-Na 1% sebagai pelarut ekstrak metanol ... 37

8. Pembuatan Larutan karbon tetraklorida ... 38

9. Pembuatan larutan sediaan fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. (FHEMM) ... 38

(16)

xiii

11. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 39

12. Pembuatan serum ... 40

13. Pengukuran albumin... 41

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 41

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Hasil Determinasi Tanaman ... 42

B. Penyiapan Bahan ... 42

1. Pembuatan serbuk kering daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ... 42

2. Hasil penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ... 43

C. Hasil Penimbangan Bobot Tetap beserta Rendemen Ekstrak dan FHEMM .... 43

D. Uji Pendahuluan ... 44

1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida ... 44

2. Penentuan waktu kehepatotoksikan karbon tetraklorida mencapai maksimal ... 45

3. Penetapan dosis FHEMM ... 50

D. Hasil uji efek Hepatoprotektif jangka pendek 6 jam FHEEM pada tikus betina terinduksi karbon Tetraklorida ... 51

1. Kontrol negatif CMC-Na 1% ... 55

2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida (CCl4) dosis 2ml/kgBB ... 55

3. Kontrol dosis III (137,14 mL/kgBB) FHEMM ... 56

(17)

xiv

E. Rangkuman Pembahasan ... 61

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN ... 71

(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Aktifitas serum ALT setelah pemberian karbon tetraklorida

dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0,24, dan 48 jam ... 45

Tabel II. Perbedaan kenaikan aktivitas serum ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada waktu pencuplikan darah jam ke-0, 24, 48 ... 47 Tabel III. Aktivitas serum AST setelah pemberian karbon tetraklorida

dosis 2ml/KgBB pada selang waktu 0,24, dan 48 ... 48 Tabel IV. Perbedaan kenaikan aktivitas serum AST setelah pemberian

karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada pencuplikan darah jam ke-0, 24, dan 48 ... 50 Tabel V. Purata kadar albumin ± SE pemberian FHEMM secara jangka

pendek 6 jam terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB ... 53 Tabel VI. Hasil uji Mann-Whitney kadar albumin pada tikus setelah

pemberian karbon tetra klorida dosis 2 mL/KgBB antar

kelompok perlakuan ... 54 Tabel VII. Hasil Penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius (L.)

(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi hati ... 11

Gambar 2. Struktur lobulus hati... 12

Gambar 3. Biotransformasi karbon tetraklorida ... 19

Gambar 4. Mekanisme peroksidasi lipid oleh radikal CCl3 ... 20

Gambar 5. Tiga kandungan senyawa baru dari Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ... 22

Gambar 6. Kandungan senyawa ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ... 22

Gambar 7. Kandungan senyawa ekstrak etil asetat Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ... 23

Gambar 8. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT sel hati tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada selang waktu 0,24, dan 48 ... 46

Gambar 9. Diagram batang rata-rata aktivitas serum AST sel hati tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada selang waktu 0,24, dan 48 ... 48

(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ... 72

Lampiran 2. Foto serbuk daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ... 72

Lampiran 3. Ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ... 72

Lampiran 4. Foto FHEMM ... 73

Lampiran 5. Foto alat yang digunakan dalam proses fraksinasi daun Macaranga tanarius L. ... 73

Lampiran 6. Surat determinasi daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ... 74

Lampiran 7. Surat ethical clearance penelitian ... 75

Lampiran 8. Analisis statistik kadar serum ALT pada uji penentuan waktu pencuplikan darah tikus terinduksi karbom tetraklorida dosis 2 mL/KgBB ... 76

Lampiran 9. Analisis statistik kadar serum AST pada uji penentuan waktu pencuplikan darah tikus terinduksi karbon tetra klorida dosis 2 mL/KgBB ... 80

Lampiran 10. Analisis statistik kadar serum albumin kelompok perlakuan FHEMM setelah terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/KgBB ... 83

Lampiran 11. Perhitungan penetapan peringkat dosis FHEMM pada kelompok perlakuan. ... 97

Lampiran 12. Perhitungan konversi dosis untuk manusia ... 98

Lampiran 13. Penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ... 99

(21)

xviii INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jangka pendek 6 jam fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat peningkatan kadar albumin serta untuk mengetahui ada atau tidaknya kekerabatan dosis pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. pada penggunaan jangka pendek 6 jam dengan peningkatan kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian menggunakan tikus sehat, betina galur Wistar, berumur 2-3 bulan, dan berat 130-170 gram. Tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan. Kelompok I diberikan kontrol CMC-Na 1% dengan dosis 2 mL/kgBB secara p.o. Kelompok II diberikan kontrol karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kg BB secara i.p. Kelompok III adalah kelompok kontrol dosis III yang diberikan fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dosis 137,14 mg/KgBB secara peroral dan setelah 6 jam dilakukan pengambilan darah. Kelompok IV-VI merupakan kelompok perlakuan yang diberikan fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dosis 34,28; 68,57; 137,14 mg/KgBB, kemudian 6 jam setelah pemberian fraksi, diberikan dosis karbon tetraklorida 2 mL/kg BB. Pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida, seluruh kelompok dilakukan pengambilan darah melalui sinus orbitalis mata untuk dilakukan penetapan kadar serum albumin. Analisis kadar albumin dilakukan dengan menggunakan ANOVA pola satu arah dan dilanjutkan dengan uji Scheffe. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jangka pendek 6 jam fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. menaikkan kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dan tidak adanya kekerabatan antara dosis fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dengan peningkatan kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida

(22)

xix ABSTRACT

This study investigated the 6 hours short-term influence of the hexane-ethanol fraction of mhexane-ethanol extract of Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.’s leaves against carbon tetrachloride induced hepatotoxicity in rats. The albumin level in serum were measured for the evaluation of hepar function. This study also determined the relationship between the dose administration of the hexane-ethanol fraction of mhexane-ethanol extract of Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg..’s leaves on the use of 6 hours short term with increased level of albumin serum in rats induced by carbon tetrachloride

This research was done with purely experimental with a completely randomized design pattern undirectional .This study was carried out in healthy, male Wistar rats, 2-3 month old, and weighing 130-170 grams. The rats were divided into six groups of five each. Group I were treated with control of CMC-Na 1% 2 mL/kgBW p.o. The second group were additionally treated with carbon tetrachloride 2 mL/kgBW i.p. The third group (fraction control) received the hexane-ethanol fraction of methanol extract of Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.’s leaves (137.14 mg/kgBW, p.o.) and after six hours later, the blood was collected. The forth until sixth group were given hexane-ethanol fraction of methanol extract of Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.’s leaves (34.28; 68.57; 137.14 mg/kgBW, p.o.), and after six hour all rats in each group were given carbon tetrachloride 2 mL/kgBW intraperitonially. Twenty four hours later, the blood was collected from sinus orbital eye to be measured of albumin level from each group. Analysis of albumin level used one-way ANOVA and then Scheffe test.

The result showed that the 6 hours short-term influence of the hexane-ethanol fraction of mhexane-ethanol extract of Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.’s leaves increase albumin serum level in rats which induced carbon tetrachloride and there wasn’t relationship between the three doses of hexane-ethanol fraction methanol extract of Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.’s leaves dose with increased levels of albumin in rats induced by carbon tetrachloride.

(23)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Hati merupakan organ padat terbesar pada tubuh, dengan berat kurang lebih 1500 g untuk ukuran dewasa dan terdiri dari seperlima dari total berat tubuh orang dewasa. Hati terletak pada kuadran kanan di atas rongga perut ditutupi oleh kapsul Glisson, dan dilindungi oleh tulang rusuk. Hati memiliki dua lobus anatomi, dengan lobus kanan enam kali lebih besar daripada lobus kiri. Lobus kanan dan lobus kiri dipisahkan secara anterior oleh falciform ligament dan secara inferior dengan ligamentum teres (Sargent, 2009). Peran utama hati adalah memetabolisme zat-zat asing yang masuk ke dalam tubuh. Zat-zat asing yang dapat menimbulkan ketoksikan antara lain obat-obat tertentu, toksin industri, dan racun tanaman. Tanda klinis hepatotoksik meliputi tanda-tanda awal berupa anoreksia, mual, muntah, dan letargi. Seringkali pasien merasa hanya mengalami tanda-tanda flu. Selanjutnya, timbul ikterik, hepatomegali, dan nyeri tekan pada daerah hati (Baradero, Wilfrid and Siswadi, 2005).

Perubahan morfologis pada hati akan dipengaruhi oleh hepatotoksin tertentu. Misalnya, karbon tetraklorida (CCl4) yang menyebabkan infiltrasi lemak

(24)

Salah satu senyawa yang dapat digunakan sebagai senyawa model yang dapat menimbulkan kerusakan pada hati adalah CCl4. Ketoksikan CCl4 pada umumnya

sekitar 45-100 ppm (284-630 mg) dalam bentuk uap (Kazantzis, Bomford and Oxon, 1960).

Perlemakan hati (steatosis) merupakan salah satu jenis gangguan fungsi hati yang banyak terjadi. Perlemakan hati dibedakan menjadi perlemakan hati yang disebabkan karena alkohol dan perlemakan hati yang tidak disebabkan karena alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD). NAFLD merupakan penyakit hati kronik terbanyak di dalam populasi umum dan diduga akan meningkat pada masa depan sebagai akibat dari populasi yang semakin menua, peningkatan obesitas dan diabetes. Menurut Amarapurkar, Hashimoto, Lesmana, Sollano, Chen dan Goh (2007) berdasarkan studi yang dilakukan di lingkungan urban, angka prevalensi NAFLD di Indonesia sekitar 30%, angka tersebut lebih tinggi dari sebagian besar negara- negara Asia lainnya (Jepang 9– 30%; Cina 5–24%; Korea 18%; India 5–28%; Indonesia 30%; Malaysia 17%; Singapura 5%). Dari data-data tersebut terlihat bahwa angka prevalensi penyakit gangguan fungsi hati pada masyarakat cukup tinggi.

CCl4 terurai menjadi fosgen dan asam klorida. Pada umumnya, CCl4

mengakibatkan kerusakan pada semua organ, khususnya ginjal (edema dan degenerasi lemak yang nyata pada tubuli) dan hati (nekrosis sentrilobular dan degenerasi lemak) (Staf pengajar, 2004). CCl4 adalah salah satu senyawa

(25)

Toksisitas CCl4 muncul ketika adanya proses biotransformasi dengan

peranan sitokrom P-450 menjadi radikal triklorometil (CCl3) dan triklorometil

peroksi (CCl3O2). Radikal triklorometil dari CCl4 ini akan berikatan secara

kovalen dengan lemak dan protein yang kemudian menimbulkan perlemakan hati (steatosis) (Zimmerman, 1999). Uji diagnosis pada penyakit hati yaitu dengan adanya peningkatan alanine transaminase (ALT) dan aspartate aminotransferase (AST) karena nekrosis pada hati. Makin tinggi ALT dan AST berarti semakin luas nekrosisnya. Masa protrombin memanjang, globulin meningkat, dan albumin serum menurun (Baradero et al., 2005).

Kerusakan sel hati yang diakibatkan oleh CCl4 juga dapat memicu

aktivasi sel kupffer. Sel kupffer yang teraktivasi dapat melepaskan berbagai mediator pro-inflamasi yang dapat memperberat kerusakan hepatosit dan mediator antiinflamasi yang memiliki sifat sebagai hepatoprotektor. Selain itu, sel kupffer juga dapat melepaskan reactive oxygen species (ROS) yang juga memperberat kerusakan hepatosit. Bila hepatosit mengalami kerusakan, maka enzim-enzim yang terdapat didalam hepatosit tersebut akan terlepas ke dalam sirkulasi sistemik. Enzim-enzim yang banyak ditemukan dalam hepatosit antara lain serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT), serum glutamic piruvic transaminase (SGPT), glutamil transferase ( - GT) (Panjaitan, Handharyani, Chairul, Masriani, Zakiah dan Manalu, 2007). Adanya CCl4 dapat menyebabkan kerusakan hati yang

ditandai dengan peningkatan kadar ALT yang diikuti dengan penurunan kadar albumin (Nirmala, Girija , Lakshman, dan Divya, 2012). Hal ini disebabkan karena adanya CCl3 radikal yang akan menyebabkan keluarnya berbagai isi

(26)

steatosis. Pada keadaan steatosis ini, struktur retikulum endoplasma mengalami kerusakan, sehingga sintesa albumin menjadi menurun. Salah satu parameter adanya kerusakan pada hati akibat adanya suatu hepatotoksik adalah penurunan kadar albumin. Adanya peningkatan kadar albumin kembali ke normal setelah pemberian senyawa yang mengarah pada proteksi hati menunjukkan adanya stabilisasi retikulum endoplasma yang mengarah pada sintesis protein (Nasir, Abubakar, Shehu, Aliyu and Toge, 2013).

Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. (Euphorbiaceae) merupakan tanaman tropis yang tersebar secara merata di Asia Selatan (Kumazawa, Murase, Momose and Fukumoto, 2013). Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat dan Sutthivaiyakit (2005) melaporkan bahwa Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. mempunyai aktivitas antiinflamasi. Pada penelitian Matsunami, Otsuka, Kondo, Shinzato, Kawahata, Yamaguchi dan Takeda (2006) melaporkan bahwa ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. mempunyai aktivitas antioksidan karena mempunyai macarangiosida A-C dan malofenol B yang dapat menangkap radikal terhadap 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH). Penelitian Silli (2013) melaporkan bahwa praperlakuan jangka pendek 6 jam ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. 1280 mg/kg BB mampu menghasilkan efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi CCl4 2 ml/kg BB dengan waktu ,

(27)

Fraksi heksan dan diklormetan ekstrak daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. mengandung aktivitas antioksidan yang tinggi ketika dibandingkan dengan fraksi pelarut yang lainnya. Fraksi heksan dan metanol ekstrak daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. memiliki kandungan antioksidan tertinggi dibandingkan dengan fraksi pelarut lain. Fraksi dari daun dan kayu spesies Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. (Macaranga denticulate, Macaranga pruinosa, Macaranga gigantean) memiliki potensi sebagai obat dan terapi. (Mazlan, Mediani, Abas, Ahmad, Shaari, Khamis and Lajis, 2013).Dari penelitian Windrawati (2013) dan Tiala (2013) terbukti bahwa daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ekstrak metanol-air baik jangka panjang maupun jangka pendek 6 jam dengan penginduksi CCl4 memiliki efek hepatoprotektif. Hasil dari penelitian

Mazlan et al. (2013), fraksi spesies daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. memiliki potensi sebagai terapi karena memiliki aktivitas antioksidan.

(28)

paling mendekati dengan heksan-etanol adalah chebulagic acid, macatanin A dan macatanin B. Oleh karena itulah pelarut yang digunakan pada fraksi Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. adalah heksan-etanol.

Penelitian Tiala (2013) mengenai efek hepatoprotektif praperlakuan jangka pendek terhadap ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dan penelitian Silli (2013) mengenai efek hepatoprotektif praperlakuan jangka pendek terhadap ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. tidak ditemukan adanya kekerabatan dosis pada penurunan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi CCl4.

Fraksi digunakan di dalam penelitian ini karena dalam bentuk ekstrak dan infusa telah menimbulkan efek hepatoprotektif, oleh karena itu, penelitian ini menarik untuk diteliti lebih lanjut mengenai pemberian fraksi heksan etanol dari ekstrak metanol daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. (FHEMM) dengan penginduksi CCl4 jangka pendek 6 jam pada tikus betina galur Wistar. Sejauh

penelusuran pustaka yang dilakukan, penelitian mengenai efek hepatoprotektif jangka pendek 6 jam FHEMM pada tikus betina galur Wistar yang terinduksi CCl4 berdasarkan aktivitas albumin belum pernah dilakukan.

1. Perumusan Masalah Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

(29)

2. Apakah ada kekerabatan antara dosis pemberian FHEMM pada penggunaan jangka pendek 6 jam dengan peningkatan kadar albumin pada tikus terinduksi CCl4?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. pernah dilakukan oleh Phommart et al. (2005) melaporkan melaporkan bahwa flavonoid dari ekstrak n-heksan dan kloroform daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. mempunyai aktivitas antioksidan terhadap 1,1-diphenyl-2-pycrylhydrazyl (DPPH). Fraksi heksan dan diklorometan ekstrak daun Macaranga denticulate dan Macaranga pruinosa memiliki kandungan aktivitas antioksidan tertinggi (Mazlan et al., 2013).

Penelitian ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. telah dilakukan oleh Silli (2013) dengan dosis efektif 1280 mg/kg BB menghasilkan efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi CCl4 dengan

praperlakuan jangka pendek 6 jam. Penelitian infusa daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. telah dilakukan oleh Nurcahyanti (2013) pada tikus yang terinduksi CCl4 dengan praperlakuan jangka panjang.

Penelitian ekstrak daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. telah dilakukan oleh Rahmamurti (2013) pada tikus yang terinduksi CCl4 dengan

praperlakuan jangka panjang. Penelitian ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. telah dilakukan oleh Windrawati (2013) dengan penginduksi CCl4 praperlakuan jangka panjang dan didapat dosis efektif 3840

(30)

Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. baik jangka panjang maupun jangka pendek 6 jam memiliki efek hepatoprotektif terhadap tikus terinduksi CCl4.

Sejauh studi pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian terkait dengan pengaruh pemberian jangka pendek 6 jam FHEMM terhadap kadar albumin pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan bagi masyarakat, khususnya ilmu kefarmasian mengenai pengaruh pemberian FHEMM yang memiliki efek terhadap kenaikan kadar albumin.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang dapat digunakan sebagai hepatoprotektif yang dapat menaikkan kadar albumin serta kemungkinan adanya hubungan antara kenaikan dosis dan efektifitas FHEMM.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

(31)

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengaruh pemberian jangka pendek 6 jam FHEMM terhadap kenaikan kadar albumin pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.

(32)

10 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Hati

Hati merupakan organ viseral terbesar dalam tubuh manusia yang memiliki berat sekitar 1500 g dan letaknya berada di bawah kerangka iga. Pada kondisi hidup hati bewarna merah tua karena kaya akan persediaan darah (Sloane, 2003). Pada bagian atas hati memiliki bentuk cembung dan terletak di bagian kanan bawah diafragma dan sebagian terletak di sebelah kiri bawah. Bagian bawah hati memiliki bentuk berupa cekung dan melindungi organ lain seperti ginjal kanan, lambung, usus, dan pankreas (Price and Wilson, 1984).

(33)

Gambar 1. Anatomi hati (Watson, 2014).

Hati memiliki lobus yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati. Diantara lempeng-lempeng sel hati tersebut terdapat pembuluh-pembuluh kapiler yang dinamakan sinusoid. Sinusoid merupakan cabang dari antara hepatik dan vena portal. Arteri hepatik memili tugas untuk membawa darah yang mengandung oksigen, vena portal membawa darah dari organ pencernaan dan limpa. Setiap lobulus memiliki vena sentral. Vena sentral dari semua lobulus bergabung menjadi satu untuk membentuk vena hepatika, yang memiliki fungsi untuk mengambil darah dari hati ke vena cava inferior (Scanlon and Tina, 2007).

(34)

Gambar 2. Struktur lobus hati (Stenvall, Larsson, Strand and Jönsson, 2014).

B. Fungsi Metabolik Hati

Hati memiliki tiga fungsi utama di dalam tubuh yaitu sebagai alat ekskresi, sintesis dan metabolisme (Chandrasoma and Taylor, 1995). Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolisme lemak, penimbunan vitamin, besi dan tembaga, konjugasi dan ekskresi steroid adrenalin dan gonad serta detoksifikasi sejumlah zat endogen dan eksogen (Price and Wilson, 2005). Hati berperan dalam mengubah zat buangan dan bahan-bahan yang beracun agar mudah untuk diekskresi dalam urin dan empedu. Selain itu hati memiliki fungsi glikogenik yaitu menghasilkan glikogen dari glukosa yang diambil dari makanan hidrat karbon (Pearce, 2009).

(35)

selama 5 hingga 7 hari pada tikus dimana pada saat ini hepatosit diperkirakan mengalami replikasi sebanyak satu atau dua kali, dan setelah mencapai ukuran yang sebenarnya, hepatosit akan kembali lagi pada keadaan semula (Guyton and Hall, 2006).

C. Kerusakan Hati

Konsekuensi klinis paling parah dari kerusakan hati adalah terjadinya gagal ginjal. Hal ini terjadi akibat kerusakan hati yang mendadak dan sifatnya masif. Gagal hati merupakan titik akhir kerusakan progresif hati sebagai bagian dari penyakit hati kronik. Umumnya sekitar 80%-90% kapasitas fungsional hati sudah rusak sebelum gagal hati timbul (Kumar, Abbas, Fausto and Mitchell, 2007).

Jenis kerusakan sel hati yang dapat ditimbulkan akibat adanya efek toksik antara lain :

1. Perlemakan hati

Perlemakan hati adalah keadaan dimana hati memiliki lemak melebihi 5% dari berat hati itu sendiri. Dalam keadaan normal hati memiliki lemak hanya 5% dari berat hati secara keseluruhan (Soemarto, 1996).

2. Nekrosis hati

(36)

3. Kolestasis

Kolestasis merupakan jenis kerusakan hati yang bersifat akut dan lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan perlemakan hati dan nekrosis. Jenis kerusakan ini sulit diinduksi pada hewan uji, kecuali jika digunakan steroid. Mekanisme utama dari kolestasis adalah berkurangnya aktivitas ekskresi empedu pada membran kanakulus (Lu, 1995).

4. Sirosis

Sirosis hati merupakan penyakit hati yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat diseertai nodul yang terbentuk dari kumpulan hepatosit. Sirosis biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul (Tarigan, 1996).

D. Hepatotoksin

Hepatotoksin diklasifikasikan menjadi dua kelas, yaitu : 1. Hepatotoksin teramalkan (Tipe A)

Tipe A merupakan senyawa yang dapat merusak hati jika diberikan dalam jumlah yang cukup untuk menimbulkan efek toksik. Jadi jenis hepatotoksin ini bergantung dari jumlah dosis pemberian senyawa. CCl4 merupakan contoh

hepatotoksin teramalkan (Forrest, 2006). 2. Hepatotoksin tak teramalkan (Tipe B)

(37)

isoniazid dan clorpromazine (Forrest, 2006). E. Albumin

Albumin adalah protein yang paling banyak ditemukan di dalam darah manusia. Albumin diproduksi oleh hati dan mewakili 50% dari produksi protein hepatik (Atara and Lanza, 2002). Albumin sangat larut di dalam plasma pada konsentrasi normal antara 30 dan 50 g/dL. Albumin mampu mengangkut asam lemak, logam, kolesterol, empedu, pigmen, serta obat-obatan. Albumin adalah elemen kunci dalam regulasi tekanan osmotik dan distribusi cairan antara kompartemen yang berbeda. Konsentrasi plasma albumin mewakili keseimbangan antara sintesis di dalam hati dan katabolisme. Fungsi lain dari albumin ialah kemampuannya untuk mengikat berbagai macam ligan yang mencakup asam lemak bebas, kalsium, hormon steroid tertentu, bilirubin, dan sebagian plama triptofan ( Hutchison, Reilly and Mac,1998)

Berikut adalah nilai normal albumin pada manusia dewasa yaitu sekitar 3,8-5,1 g/dL , anak-anak 4,0-5,8 g/dL, bayi 4,4-5,4 g/dL, dan untuk bayi baru lahir berkisar 2,9-5,4 g/dL (Sutedjo, 2006). Serum albumin normal pada tikus yaitu 3,0-3,5 mg/dL (Triznarizki, 2007). Penurunan albumin dapat dilihat dari kenaikan ALT. Kenaikan ALT pada kondisi hati yang tidak normal, akan diikuti penurunan kadar albumin (Sivakrishnan and Kottaimuthu, 2014).

(38)

acid (mRNA). mRNA disekresikan ke dalam sitoplasma, dimana albumin berikatan dengan ribosom, membentuk polysome yang mensintesis preproalbumin. Preproalbumin adalah molekul albumin dengan asam amino yang disambung pada terminal N. Sambungan asam amino memberi isyarat penempatan preproalbumin ke dalam membran retikulum endoplasma. Ketika berada di dalam lumen retikulum endoplasma, asam amino akan memecah, menyisakan albumin (albumin dengan asam amino yang tersisa). Proalbumin merupakan bentuk intraseluler yang utama dari albumin. Proalbumin kemudian dikirim ke aparatus golgi, dimana 6 sambungan asam amino dipindahkan sebelum albumin disekresi oleh hepatosit. Rentang nilai rujukan bervariasi pada manusia albumin serum kurang dari 2,5 mg/dL disebut abnormal, dan konsentrasi kurang dari 1,5 mg/dL dapat menyebabkan tanda klinis yang bermakna seperti pembentukan asites dan edema (Bangun, 2008).

Penurunan kadar albumin akibat adanya senyawa kimia, seperti CCl4

mengindikasikan terjadinya penurunan fungsi hati dalam hal sintesis protein sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah protein intake dan berkurangnya absorbsi asam amino. Menurunnya level protein total dan albumin akibat CCl4

(39)

al., 2013). Berdasarkan penelitian Sivakrishnan dan Kottaimuthu (2014) menyatakan bahwa kadar albumin mengalami penurunan mencapai 15% nilai normal jika terjadi kerusakan pada senyawa yang dapat menginduksi kerusakan hati seperti CCl4.

(40)

F. Karbon tetraklorida

Karbon tetraklorida memiliki berat molekul 153,82 ; titik didih 77◦C (171 F); titik beku -23◦C (-9 F); gravitasi spesifik: 1,5940; kelarutan dalam air 0,08% pada suhu 20◦C; dapat larut dalam alkohol, benzena, kloroform, eter, karbon disulfida, petroleum eter, naftalena, aseton, dan volatile oils. CCl4 digunakan

untuk senyawa pendingin, fumigasi atau pengasapan di pertanian, pemadam kebakaran, cairan pembersih, penghilang noda, bahan pelarut untuk lemak, minyak, lilin, dan karet (Sentra Informasi Keracunan Nasional, 2010).

Kerusakan hati yang timbul akibat pemberian CCl4 yang sering terjadi

adala steatosis yaitu karena lipid yang terbentuk menghambat sintesis protein sehingga menurunkan produksi lipoprotein sehingga transportasi lipid terganggu. Kondisi ini menyebabkan akumulasi jumlah lipid di hati (Timbrell, 2009). Terjadinya steatosis adalah akibat induksi CCl4 yang akan meningkatan aktivitas

serum ALT mencapai tiga kali lipat dan peningkatan aktivitas serum AST mencapai empat kali lipat dari kondisi normal (Ziemmerman, 1999 ).

Biotransformasi CCl4 (gambar 3) terjadi di hati pada retikulum

endoplasma dan dikatalisis oleh sitokrom p-450 2E1 (CYP2E1). Hasil biotransformasi CCl4 menghasilkan radikal triklorometil (•CCl3) . Radikal

(41)

Gambar 3. Biotransformasi karbon tetraklorida (U.S Environmental Protection Agency, 2010)

Penambahan proton dan elektron pada radikal triklorometil dapat membentuk kloroform (CHCl3), lalu dengan penambahan atom O akan

membentuk triklorometanol. Radikal triklorometil secara lebih lanjut dapat mengalami reduksi dehalogenasi oleh sitokrom P-450 membentuk diklorokarben (CCl2) yang dapat berikatan secara ireversibel pada komponen jaringan atau

bereaksi dengan air membentuk formyl chloride yang kemudian terdekomposisi menjadi monoksida. Triklorometil yang bereaksi dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometil peroksi (COOCl3) dan pada keadaan anaerob,

terdimerisasi membentuk heksakloroetan (U.S Environmental Protection Agency, 2010).

Radikal triklorometil peroksi (COOCl3) menyerang lipid membran

(42)

ALT yang ada di dalam sitoplasma sel akan keluar sehingga meningkatkan jumlah enzim ALT dalam darah (Panjaitan and Masriani, 2014) (Gambar 4).

Gambar 4. Mekanisme peroksidasi lipid oleh radikal CCl3 (Manahan, 2002).

Tubuh sebenarnya mempunyai sistem pertahanan untuk mengatasi radikal bebas, salah satunya yaitu enzim glutation-S-transferase (GST) sebagai enzim yang berperan dalam proses penangkapan radikal bebas (Timbrell, 2008).

G. Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. 1. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Devisio : Spermatophyta (menghasilkan biji) Sub-devisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Classis : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub-classis : Rosidae

Ordo : Euphorbiales Familia : Euphorbiaceae Genus : Macaranga

(43)

2. Sinonim

Ricinus tanarius L., Macaranga molliuscula, Macaranga tanarius var. Glabra F. muell. (Asian Plant, 2012).

3. Nama Daerah

Mara, tutup merah, sapat (Plantamor ,2008). 4. Morfologi

Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. memiliki daun yang berseling dan berbentuk seperti jantung, dengan stipula besar serta luruh. Bunganya dimulai dari ketiak dan ditutupi oleh daun ganggang. Memiliki kelenjar berwarna kekuningan dan bijinya berbentuk bulat (Prosea,2011).

5. Kandungan kimia

(44)

Gambar 5 : Tiga kandungan senyawa baru dari Macaranga tanarius

(L.) Müll. Arg. tanarifuranonol (1) tanariflavanone C (2) tanariflavanone D (3) (Phommart et al., 2005).

Penelitian mengenai Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang dilakukan oleh Matsunami et al. (2006) melaporkan adanya macarangoside A-C dan mallophenol B yang memiliki aktivitas antioksidan terhadap radikal bebas terhadap radikal bebas DPPH. (gambar 6)

(45)

Puteri dan Kawabata (2010) mengisolasi kandungan senyawa antioksidan dari ekstrak etil asetat daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yaitu mallotinic acid, corilagin, macatannin A, chebulagic acid dan macatannin B (Gambar 7)

Gambar 7. Kandungan senyawa ekstrak etil asetat Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.: mallotinic acid (1), corilagin (2), macatannin A (3), chebulagic acid

(4) dan macatannin B (5)(Puteri and Kawabata, 2010). 6. Khasiat dan kegunaan

Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. berdasarkan penelitian Phommart et al.(2005) akarnya digunakan sebagai antipiretik dan antitusif, sedangkan daunnya memiliki efek anti inflamasi. Daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang kaya akan tanin, dapat digunakan sebagai obat diare, luka dan antiseptik (Lin, Nonaka and Nishioka, 1990). Ekstrak Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dimanfaatkan untuk pembuatan pasta gigi dan minuman kesehatan (Grosvenor, Gothard, Mc William, Supriono and Gray, 1995).

(46)

H. Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstrak zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua pelarut diuapkan dan massa yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai cara untuk praperlakukan sampel untuk memisahkan analit-analit dari komponen-komponen matriks yang mungkin mengganggu pada saat pendeteksian analit. Ekstraksi pelarut juga digunakan untuk memekatkan analit yang ada di dalam sampel dengan jumlah kecil sehingga tidak menyulitkan proses pendeteksiannya. Analit-analit yang mudah terekstraksi dalam pelarut organik adalah molekul netral yang memiliki ikatan kovalen dengan subtituen yang sifatnya non polar atau agak polar. Senyawa-senyawa polar dan senyawa-senyawa yang mudah terionisasi akan tertahan di dalam fase air (Sudjadi, 2007) .

(47)

I. Fraksinasi

Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari campuran (padat, cair, terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil (fraksi) komposisi perubahan menurut kelandaian. Pembagian atau pemisahan ini didasarkan pada bobot dari tiap fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada paling dasar sedang fraksi yang lebih ringan akan berada diatas. Fraksinasi bertingkat biasanya menggunakan pelarut organik seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana, atau campuran pelarut tersebut. Asam lemak, asam resin, lilin, tanin, dan zat warna adalah bahan yang penting dan dapat diekstraksi dengan pelarut organik (Harborne,1987).

Fraksinasi bertingkat umumnya diawali dengan pelarut yang kurang polar dan dilanjutkan dengan pelarut yang lebih polar. Tingkat polaritas pelarut dapat ditentukan dari nilai konstanta dielektrik pelarut.

Empat tahapan fraksinasi bertingkat dengan menggunakan empat macam pelarut yaitu (1) ekstraksi aseton, (2) fraksinasi n-heksan, (3) fraksinasi etil eter, dan (4) fraksinasi etil asetat (Lestari dan Pari 1990).

Macam – macam proses fraksinasi: a) Proses fraksinasi kering (Winterization)

(48)

b) Proses fraksinasi basah (Wet Fractination)

Fraksinasi basah adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan zat pembasah (Wetting Agent) atau disebut juga proses Hydrophilization atau detergent process. Hasil fraksi dari proses ini sama dengan proses fraksinasi kering.

c) Proses fraksinasi dengan menggunakan pelarut (Solvent Fractionation)

Adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan pelarut. Proses fraksinasi ini lebih mahal dibandingkan dengan proses fraksinasi lainnya karena menggunakan bahan pelarut.

d) Proses fraksinasi dengan pengembunan (Fractional Condentation)

Proses fraksinasi ini merupakan suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada titik didih dari suatu zat / bahan sehingga dihasilkan suatu produk dengan kemurnian yang tinggi. Fraksinasi pengembunan ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi namun proses produksi lebih cepat dan kemurniannya lebih tinggi (Harborne,1987).

J. Antioksidan

(49)

K. Landasan Teori

Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh (Sloane, 2003). Fungsi utama hati bersangkutan dengan proses metabolisme dalam tubuh serta berfungsi untuk mensekresi empedu, pembentukan ureum, pertahanan suhu tubuh, penyimpanan dan penyebaran berbagai bahan (glikogen, lemak, vitamin, dan zat besi) dan sebagai detoksifikasi (Pearce, 2009 ).

Toksisitas CCl4 timbul ketika mengalami proses biotransformasi oleh

sitokrom P-450 menjadi radikal triklorometil (•CCl3) dan trikloro peroksi

(•CCl3O2). Metabolit ini bersifat toksik karena akan terikat secara kovalen pada

protein dan lemak tak jenuh dan menyebabkan peroksidasi lipid. Terjadinya steatosis akibat induksi CCl4 dapat meningkatan aktivitas serum ALT mencapai

tiga kali lipat dan peningkatan aktivitas serum AST mencapai empat kali lipat dari kondisi normal (Panjaitan and Masriani, 2014). Peningkatan kadar alanine transaminase (ALT) diikuti dengan penurunan kadar albumin (Nirmala et al., 2012). Hal ini disebabkkan karena adanya CCl3 akan menyebabkan keluarnya

berbagai isi sitoplasma seperti ALT sehingga sintesis lipoprotein terhambat dan menyebabkan steatosis. Pada keadaan steatosis ini, struktur retikulum endoplasma mengalami kerusakan, sehingga sintesa albumin menjadi menurun. Salah satu parameter adanya kerusakan pada hati akibat adanya suatu hepatotoksik adalah penurunan kadar albumin.

(50)

yang tidak diinginkan. Adanya induksi senyawa kimia, seperti CCl4 akan

menyebabkan penurunan fungsi hati dalam hal sintesis protein sehingga menyebabkan menurunnya protein uptake (Makni, Chtourou, Garoui, Boudawara and Fetoui, 2011).

Penelitian Tiala (2013) mengenai efek hepatoprotektif praperlakuan jangka pendek terhadap ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dan penelitian Silli (2013) mengenai efek hepatoprotektif praperlakuan jangka pendek terhadap ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. tidak ditemukan adanya kekerabatan dosis pada penurunan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi CCl4.

Senyawa antioksidan diperlukan untuk menghambat terjadinya oksidasi lemak dari pejanan senyawa CCl4. Penelitian ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. telah dilakukan oleh Silli (2013) dengan penginduksi CCl4 praperlakuan jangka pendek 6 jam. Fraksi heksan dan

(51)

jam dengan penginduksi CCl4 memiliki efek hepatoprotektif. Dari penelitian

tersebut terbukti bahwa tanaman ekstrak metanol-air menunjukkan efek hepatoprotektif pada perlakuan jangka panjang maupun jangka pendek 6 jam dengan penginduksi CCl4.

(52)

L. Hipotesis

(53)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel-variabel yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Variabel utama

a. Variabel bebas. Variasi dosis pemberian FHEMM.

b. Variabel tergantung. Kadar albumin serum tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 setelah pemberian jangka pendek 6 jam FHEMM.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Kondisi hewan uji yang digunakan yaitu tikus betina galur Wistar dengan berat badan 130-170 g dan berumur 2-3 bulan, frekuensi pemberian FHEMM satu kali sehari selama enam jam, cara pemberian FHEMM secara per oral dan CCl4

(54)

b. Variabel pengacau tak terkendali. Kondisi patologis dari tikus betina galur Wistar yang digunakan sebagai hewan uji.

3. Definisi operasional

a. Daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. Daun yang diambil adalah daun yang berwarna hijau, segar, dan tidak bercacat yang dipisahkan dari tulang dan tangkai daunnya.

b. Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. Ekstrak daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. adalah ekstrak kental yang diperoleh dengan mengekstraksi serbuk kering daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. seberat 40 gram yang dimaserasi ke dalam campuran 100 mL metanol dan 100 mL air selama 24 jam, menggunakan alat orbital shaker dengan kecepatan 140 rpm. Kemudian disaring dengan corong Buchner yang dilapisi dengan kertas saring, kemudian dievaporasi dan diuapkan di dalam oven selama 24 jam pada suhu 45ºC, hingga bobot tetap.

(55)

d. Kenaikan Kadar albumin. Kemampuan FHEMM pada dosis tertentu untuk meningkatkan kadar albumin secara signifikan dibandingkan dengan kontrol CCl4 pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.

e. Pemberian Jangka pendek 6 jam. Pemberian FHEMM daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. satu kali dalam 6 jam.

f. Efek Hepatoprotektif. Kemampuan FHEMM daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang diberikan secara jangka pendek 6 jam pada dosis tertentu dapat menaikkan kadar albumin pada tikus betina galur Wistar yang terinduksi CCl4.

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

a. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus betina galur Wistar dengan berat badan 130-170 g dan umur 2-3 bulan yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang diperoleh dari daerah Paingan, Depok, Sleman, Yogyakarta.

2. Bahan kimia

a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah CCl4 technical

(56)

b. Kontrol negatif yang digunakan CMC-Na 1% technical chemical-reagent grade yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. c. Pelarut hepatotoksin yang digunakan olive oil (Bertolli®). Diperoleh

dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

d. CMC-Na 1% technical chemical-reagent grade sebagai pelarut FHEMM yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

e. Metanol , etanol, heksan technical chemical-reagent grade dan aquadest technical chemical-reagent grade yang diperoleh dari toko CV General Labora dekat rs. Sardjito Yogyakarta.

f. Reagen serum Albumin BCG (Bromcresol Green) , TRIS , succinic acid analyzed chemical-reagent grade.

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, timbangan analitik, mesin penyerbuk, ayakan, beaker glass, gelas ukur, pengaduk, cawan porselin, waterbath, stopwatch, kain mori, erlenmeyer, orbital shaker, vaccum rotary evaporator, corong, labu ukur, tabung reaksi, pipet tetes, pipet volume, tabung Eppendorf, pipa kapiler, sentrifuge, spuit injeksi per oral dan ip, syringe 3 cc Terumo®, syringe 1 cc Terumo®, syringe 6 cc Terumo®, dan Microlab 200 Merck®.

(57)

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi tanaman Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

Determinasi dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri tanaman Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada buku acuan determinasi dan disesuaikan dengan kunci determinasinya.

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang masih segar dan berwarna hijau, tidak berlubang, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, diperoleh dari daerah Paingan, Depok, Sleman, Yogyakarta pada bulan Februari 2015.

3. Pembuatan serbuk

Daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dicuci bersih dibawah air mengalir. Setelah bersih, daun diangin-anginkan atau dilap dengan lap bersih hingga daun kering kemudian dilakukan pengeringan menggunakan oven. Pengeringan dengan oven dilakukan pada suhu 30ºC selama 72 jam. Setelah kering daun diremas kecil-kecil dan dibuat serbuk lalu diayak dengan ayakan nomor 50.

4. Penetapan kadar air serbuk kering daun Macaranga tanarius (L.) Müll.

Arg.

(58)

menit, dan setelah itu menimbang bobot serbuk setelah pemanasan (bobot b). Selisih bobot a dan b merupakan kadar air dari serbuk daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang diselidiki.

5. Pembuatan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

Sebanyak 40 g serbuk kering daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. diekstraksi secara maserasi mekanik dengan merendam serbuk ke dalam campuran 100 mL metanol dan 100 mL air pada suhu kamar selama 24 jam menggunakan alat orbital shaker dengan kecepatan 140 rpm. Setelah itu hasil maserasi disaring menggunakan corong Buchner dilapisi kertas saring.

Filtrat dipindahkan ke dalam labu alas bulat untuk dievaporasi. Sisa serbuk di dalam erlenmeyer dilarutkan menggunakan campuran 100 mL metanol dan 100 mL air kemudian dilakukan remaserasi. Proses remaserasi yang dilakukan beberapa kali dapat dihentikan ketika warna filtrat menjadi bening.

Hasil evaporasi dituangkan dalam cawan porselin yang telah ditimbang sebelumnya. Cawan porselin yang berisi larutan hasil maserasi dimasukkan dalam oven untuk diuapkan selama 24 jam dengan suhu 45ºC untuk mendapatkan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang kental hingga didapatkan ekstrak dengan bobot tetap.

(59)

Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. 6. Pembuatan FHEMM

Ekstrak pekat ditimbang dan dilarutkan ke dalam pelarut heksan dan etanol 1:1 , volume pelarut disesuaikan dengan bobot ekstrak, perbandingan 1:5. Kemudian dilakukan maserasi mekanik menggunakan alat orbital shaker dengan kecepatan putaran 140 rpm. Hasil maserasi disaring menggunakan kertas saring dan corong Buchner dengan bantuan pompa vakum. Sisa ekstrak yang masih ada di dalam erlenmeyer diremaserasi dengan pelarut heksan dan etanol 1:1 kemudian dilakukan remaserasi. Proses remaserasi dapat dihentikan ketika warna filtrat menjadi bening.

Filtrat dipisahkan dengan penyarinya dengan alat rotary vaccum evaporator. Kemudian filrat dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya. Setelah itu, dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam pada suhu 45°C hingga didapatkan fraksi dengan bobot tetap.

Rendemen fraksi merupakan selisih berat cawan berisi fraksi dan berat cawan kosong. Rata-rata rendemen dihitung dari jumlah bobot fraksi dari semua replikasi per jumlah replikasi. Persentase rendemen FHEMM didapatkan dari total jumlah bobot fraksi per total jumlah bobot ekstrak kental dikalikan 100%.

7. Pembuatan larutan CMC-Na 1% sebagai pelarut ekstrak metanol

(60)

mendidih hingga tanda batas.

8. Pembuatan larutan karbon tetraklorida

Larutan hepatotoksin yang digunakan adalah CCl4, dibuat dalam

konsentrasi 50% dengan perbandingan CCl4 dan olive oil sebagai pelarut 1:1

(Janakat dan Al-Merie, 2002).

9. Pembuatan larutan sediaan FHEMM

FHEMM ditimbang kemudian diujikan kelarutannya terlebih dahulu di dalam CMC-Na 1%. Larutan sediaan FHEMM dibuat dengan melarutkan 600 mg FHEMM dengan 25 mL CMC, hingga diperoleh konsentrasi suspensi FHEMM sebesar 600 mg/25 mL.

10. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis toksin karbon tetraklorida.

Dosis CCl4 sebagai hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini

mengacu pada penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), bahwa dosis 2 mg/kgBB terbukti mampu meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST dan penurunan kadar albumin pada tikus bila diberikan secara intraperitonial.

b. Penetepan dosis FHEMM

(61)

c. Penetapan konsentrasi FHEMM

Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat dimana pada konsentrasi tersebut fraksi dapat dimasukkan serta dikeluarkan dari spuit per oral serta fraksi dapat terlarut sempurna dalam pelarut CMC-Na 1%. Konsentrasi fraksi yang dapat ditetapkan yaitu 600 mg/25 mL.

d. Penetapan waktu pencuplikan darah.

Hewan uji tikus betina galur Wistar berjumlah 5 ekor. Dimana masing-masing tikus diambil darah pada jam ke-0 setelah pemberian CCl4, kemudian

diambil darah pada jam ke-24 dan pada jam ke-48 diambil darahnya kembali. Pengambilan darah dilakukan melalui sinus orbitalis mata.

11. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Hewan uji tikus betina galur Wistar dibagi acak menjadi 6 kelompok, masing-masing 5 ekor. Pengelompokan hewan uji adalah sebagai berikut:

a. Kelompok I (kelompok kontrol CMC-Na 1% ; 2 mL/KgBB ). Perlakuan dilakukan secara peroral dan diberikan CMC-Na 1%. Pada jam ke-6 setelah pemberian FHEMM diambil darahnya untuk penetapan aktivitas albumin.

b. Kelompok II (kelompok kontrol CCl4 ; 2 mL/KgBB). Perlakuan dilakukan

secara peroral dan diberikan larutan CCl4 yang telah dilarutkan olive oil.

Pada jam ke-6, diambil darahnya untuk penetapan aktivitas albumin. c. Kelompok III (kelompok kontrol dosis III tanpa pemberian CCl4 ; 137,14

(62)

Pada jam ke-6 setelah pemberian FHEMM, diambil darahnya untuk penetapan aktivitas albumin.

d. Kelompok IV (kelompok dosis I (34,28 mg/KgBB) FHEMM, diberi CCl4

yang dilarutkan ke dalam olive oil). Perlakuan dilakukan peroral kemudian diberikan CCl4 6 jam setelah pemberian sediaan FHEMM. Pada jam ke-24

setelah pemberian CCl4, semua kelompok diambil darahnya untuk

penetapan aktivitas albumin.

e. Kelompok V (kelompok dosis II (68,57 mg/KgBB) FHEMM, diberi CCl4

yang dilarutkan ke dalam olive oil). Perlakuan dilakukan peroral kemudian diberikan CCl4 6 jam setelah pemberian sediaan FHEMM. Pada jam ke-24

setelah pemberian CCl4, semua kelompok diambil darahnya untuk

penetapan aktivitas albumin.

f. Kelompok VI (kelompok dosis III (137,14 mg/KgBB) FHEMM, diberi CCl4 yang dilarutkan ke dalam olive oil). Perlakuan dilakukan peroral

kemudian diberikan CCl4 6 jam setelah pemberian sediaan FHEMM. Pada

jam ke-24 setelah pemberian CCl4, semua kelompok diambil darahnya

untuk penetapan aktivitas albumin. 12. Pembuatan serum

(63)

13. Pengukuran albumin

Architect c8000 merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar albumin serum dengan metode Brom Cresol Green (BCG) dan reagen albumin adalah BCG (Abbott). Pengukuran albumin dilakukan di Laboratorium Bethesda Yogyakarta.

F. Tata Cara Analisis Hasil

(64)

42 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan adanya efek hepatoprotektif FHEMM serta mengetahui ada tidaknya kekerabatan dosis pemberian jangka pendek 6 jam FHEMM pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4. Pada penelitian ini aktivitas kadar albumin tikus digunakan

sebagai parameter uji kuantitatif.

A. Hasil Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta atas nama Penina Kurnia Uly sebagai ketua tim penelitian. Determinasi tanaman yang dilakukan yaitu hingga tingkat spesies dengan cara mencocokkan ciri makroskopis tanaman dengan bukti acuan. Bagian tanaman yang dideterminasi yaitu batang, daun, bunga, dan buah. Hasil determinasi adalah benar bahwa tanaman tersebut adalah daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

B. Penyiapan Bahan 1. Pembuatan serbuk kering

(65)

2. Hasil penetapan kadar air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. Tujuan dilakukan penetapan kadar air untuk memenuhi persyaratan serbuk yang baik yaitu kurang dari 10% (Dirjen POM, 1995). Penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dilakukan dengan metode gravimetri dengan alat moisture balance dikarenakan tidak adanya senyawa volatile yang terkandung selain air sehingga hasil yang didapat merupakan kadar air dari daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. Hasil pengujian didapatkan bahwa kandungan air dari serbuk kering daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. sebesar 8,76% sehingga dapat dikatakan telah memenuhi persyaratan serbuk simplisia yang baik.

C. Hasil Penimbangan Bobot Tetap beserta Rendemen Ekstrak dan

FHEMM

Untuk menentukan bobot pengeringan ekstrak yang sudah tetap dilakukan dengan cara menimbang ekstrak yang berada dalam cawan setiap waktu tertentu atau hingga berat menjadi konstan. Bobot tetap yang diperoleh selama dua kali penimbangan berturut-turut setelah 24 jam di oven sebesar 0,47% sehingga dapat dikatakan tidak ada sisa dari pelarut ekstrak.

Untuk menentukan bobot pengeringan fraksi yang sudah tetap dilakukan dengan cara menimbang fraksi yang berada dalam cawan setiap waktu tertentu atau hingga berat menjadi konstan. Bobot tetap yang diperoleh selama dua kali penimbangan berturut-turut setelah 24 jam di oven sebesar 0,04% sehingga dapat dikatakan tidak ada sisa dari pelarut fraksi.

(66)

pekat. Pada pembuatan fraksi digunakan 156 gram ekstrak pekat, sehingga dapat dihasilkan 30 gram fraksi. Berdasarkan hasil penimbangan bobot ekstrak, didapatkan rendemen 18,03% sementara dari bobot fraksi, didapatkan rendemen FHEMM sebesar 19,46%.

D. Uji Pendahuluan 1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Tujuan penentuan dosis ini adalah untuk mengetahui kisaran dosis CCl4

yang dapat menyebabkan kerusakan pada hati tikus yang ditandai dengan kenaikan aktivitas serum ALT-AST paling tinggi. Dosis yang digunakan pada percobaan ini yaitu 2 ml/kg BB dalam olive oil (1:1) secara intraperitoneal. Dosis tersebut mengacu pada penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), dimana pada dosis tersebut aktivitas ALT-AST serum menjadi 4 kali lipat serum kontrol negatif.

Peningkatan aktivitas ALT akibat induksi CCl4 diikuti dengan

peningkatan bilirubin pada hati (Yilmaz, Ozbek, Citoglu, Ugras, Bayram and Erdogan, 2006). Menurut Janakat dan Al-Merie (2002), dosis CCl4 sebesar 2

mL/kgBB yang diberikan secara per oral dapat menyebabkan kenaikan aktivitas ALT.

Berdasarkan acuan yang telah disebutkan maka dapat dijadikan sebagai dasar dosis CCl4 yang dapat menyebabkan ketoksikan pada hati, sehingga pada

penelitian ini digunakan dosis toksik CCl4 sebesar 2 mL/kgBB. Pembuatan larutan

(67)

oil adalah 1:1. Pada dosis 2 mL/kg BB sudah dapat menimbulkan efek hepatotoksik yang ditandai dengan menurunnya kadar albumin.

2. Penentuan waktu kehepatotoksikan karbon tetraklorida mencapai maksimal

Penentuan ini dilakukan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan CCl4

2 ml/kg BB untuk dapat menyebabkan kenaikan tertinggi serum ALT-AST (peningkatan ALT 3-4 kali dan AST 4-5 kali). Pencuplikan darah dilakukan melalui sinus orbitalis mata dengan selang waktu tertentu yaitu jam ke-0, 24, dan 48. Berikut merupakan hasil orientasi waktu pencuplikan darah hewan uji yang disajikan dalam bentuk tabel (tabel 1) dan diagram batang (gambar 8).

Tabel I. Aktivitas serum ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/KgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam.

Selang waktu (jam) Purata Aktivitas serum ALT ± SE (U/l)

0 66,8 ± 0,8

24 184,0 ± 16,5

48 62,3 ± 15,6

(68)

Gambar 8. Diagram batang rata-tata aktivitas serum ALT sel hati tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/KgBB pada selang waktu

0, 24, dan 48.

Dari tabel I dan gambar 8 tersebut, terlihat bahwa aktivitas serum ALT yang paling besar terlihat pada jam ke-24 (184,0 ± 16,5U/l) dibandingkan dengan jam ke-0 (66,8 ± 0,8U/l), aktivitas serum ALT mengalami kenaikan 3 kali. Pada pencuplikan darah jam ke-48 aktivitas ALT sebesar (62,3 ± 15,6U/l) mulai mengalami penurunan. Dari pengujian ini kemudian didapatkan waktu terjadinya peningkatan ALT dan AST yang paling besar.

Gambar

Tabel II. Perbedaan kenaikan aktivitas serum ALT setelah pemberian
Gambar 2. Struktur lobus hati (Stenvall, Larsson, Strand and Jönsson, 2014).
Gambar 3. Biotransformasi karbon tetraklorida ,
Gambar 4. Mekanisme peroksidasi lipid oleh radikal CCl3 (Manahan, 2002).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian Febriana dan Suaryana (2011) mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi kebijakan pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan pada perusahaan

kfu*hdhjd{ndsdFliPd!@!.

Terdapat beberapa permasalahan yang teridentifikasi setelah dilakukan observasi pembelajaran di SMP Negeri 4 Kota Magelang yang dirasa perlu adanya pemecahan,

cflb{n€ruP*u$Ld$fuloD!di]ek sdda4LinaPdd.klqdddFogtd@arb.Unqoapdo] 'l'i0,1'l!1Ln!Fb' sqdode^@F*eob4utb&nod d4kl*uhsnFit@ddag\d n{gmb'gls6nnigb*orM. a& &L$4a hLi!r3 najldi

[r]

• Cara ini dapat dilakukan dengan cepat dan sederhana. • Uji didih ini dapat digunakan utk mendeteksi apakah susu sdh disimpan terlalu lama tanpa pendinginan dan sudah

dioFij 6 Pedu &pd nqopt l..

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian lapangan yang bertujuan untuk mendeskripsikan dinamika pembebasan tanah dalam proyek pembangunan jalan MERR II-C Gunung Anyar dan