ABSTRAK
PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA MATERI PERKALIAN UNTUK SISWA DENGAN LAMBAT BELAJAR
DI SD MUHAMADIYAH SAGAN YOGYAKARTA
Witanti Wiyantari Universitas Sanata Dharma
2017
Alat peraga adalah suatu benda konkret yang dapat membantu siswa pada umumnya dalam memahami setiap pembelajaran, terutama siswa berkebutuhan khusus yang mengalami lambat belajar. Berdasarkan analisis kebutuhan yang dilakukan bersama kepala sekolah dan guru kelas III di SD Muhammadiyah Sagan Yogayakarta menyatakan, bahwa mengalami keterbatasaan dalam menyediakan alat peraga untuk membantu siswa yang mengalami lambat belajar pada kelas III dalam memahami konsep dasar perkalian. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan alat peraga papan perkalian untuk siswa dengan lambat belajar dengan kualitas baik.
Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan Research and
Develompment (R&D). Prosedur pengembangan penelitian ini menggunakan
prosedur yang diungkapkan oleh Sugiyono dengan memodifikasi dari sepuluh langkah menjadi tujuh langkah yaitu: (1) Potensi dan Masalah, (2) Pengumpulaan Data, (3) Desain Produk, (4) Validasi Desain, (5) Revisi Desain, (6) Uji Coba Produk, (7) Revisi Produk. Subyek dalam penelitian ini yaitu dua siswa yang mengalami lambat belajar kelas III di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta.
Alat peraga Matematika Papan Perkalian untuk siswa dengan Lambat Belajar terbukti memiliki kualitas baik. Hal ini ditandai dengan adanya pemahaman konsep serta penyelesaian soal perkalian yang lebih cepat. Alat peraga papan perkalian dan album penggunaan alat peraga divalidasikan produk dengan tiga validator yaitu ahli matematika, ahli psikolog anak dan guru kelas III. Alat peraga memperoleh nilai rata-rata 3,6 dengan skala 4 katagori “sangat baik” dan album penggunaan papan perkalian diperoleh nilai rata-rata 3,75 dengan skala
4 katagori “sangat baik”. Hasil akhir penelitian ini berupa prototipe alat peraga Matematika papan perkalian untuk siswa dengan lambat belajar di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta beserta album penggunaan alat peraga papan perkalian.
ABSTRACT
DEVELOPMENT OF MATHEMATICS VISUAL AID OF MULTIPLICATION MATERIALS FOR STUDENTS WITH SLOW
LEARNING IN SD MUHAMMADIYAH SAGAN YOGYAKARTA
Witanti Wiyantari Universitas Sanata Dharma
2017
The visual aid is a concrete object which can help student in general in understanding lessons, especially students with special needs, who have learning difficulty. Based on needs analysis with the headmaster and third grade teacher of SD Muhammadiyah Sagan Yogayakarta, there was limitation in providing visual aid to help students with learning difficulty in the third grade in understanding basic multiplication concept. The purpose of this study was to develop high quality multiplication board visual aid for students with learning difficulty.
The research type is Research and Develompment (R&D). The research development procedure was the procedure visual aidosed by Sugiyono by modifying ten steps into seven steps such as: (1) Potential and Problem, (2) Data Collection, (3) Product Design, (4) Design Validation, (5) Design Revision, (6) Product Trial, (7) Product Revision. The research subjects were two students with learning difficulty in third grade in SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta.
The Multiplication Board Mathematics Visual aid for students with learning difficulty proved to have good quality. This was indicated by understanding of concept and faster completion of multiplication questions. Multiplication board visual aid and visual aid manual album were validated by three validators, i.e. mathematician, child psychologist, and third grade teacher. The average score of the visual aid was 3,6 with 4 categorized as “very good” and the average score of multiplication board manual album was 3,75 with 4 categorized as “very good”. The outcome of this research is a multiplication board mathematics visual aid prototype for students with learning difficulty in SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta, as well as multiplication board visual aid manual album.
PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA MATERI
PERKALIAN UNTUK SISWA DENGAN LAMBAT BELAJAR
SD MUHAMADIYAH SAGAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Witanti Wiyantari NIM: 131134089
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA MATERI
PERKALIAN UNTUK SISWA DENGAN LAMBAT BELAJAR
DI SD MUHAMADIYAH SAGAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Witanti Wiyantari NIM: 131134089
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iii
iv
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan untuk:
Allah SWT yang telah memberikan kemudaan, rahmat serta hidayahnya dalam
penyusunan skripsi ini.
Kedua orang tuaku, Papa Dwi Heryanto dan Mama Surnia Adha yang telah
mendidik dan membesarkanku dengan penuh kasih sayang serta yang selalu
memberikan dukungan, doa dan semangatnya.
Mbak dan Adik-adikku (Mbak Nita Damayanti, Adiku Astri Kurnia Bintari, Adiku
Tia Sinta Marta Sari) terima kasih atas suport, waktunya untuk menghibur dan
semangatnya selama ini.
Dosen pembimbing I Ibu Christiyanti Aprinastuti S.Si., M.Pd dan Dosen
pembimbing II Ibu Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi yang telah
bersedia memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan skripsi dengan
penuh perhatian, semangat dan kesabaran.
Teman-teman satu payung dan seperjuangan, Rahmawati Suharno, Mariyah yang
telah memberikan dukungan dan motivasi dalam pengerjaan skripsi.
Teman-teman terdekatku, Priska, Intan, Atika, Dhea, Aisyah, Reni, Assa, Okta,
Yolla, Cundi, dan Voo yang telah memberikan dukungan serta semangat dalam
mengerjakan skripsi.
Kk Edi Irawan, mas Biliy dan dek Bila yang telah memberikan semangat,
dukungan, yang selalu ada buat menghiburku selama pengerjaan skripsi.
Teman-teman PGSD angkatan 2013, terima kasih atas kebersamaan selama
belajar di PGSD USD.
v
MOTTO
“... Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum
mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”
(Terjemahan Q.S. Ar-Ra’d:11)
“ Selalu berusaha dalam menghadapi suatu rintangan dan yakinalah pada diri kita
sendiri dan Allah SWT bahwa kita bisa melalui semuanya”
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya
ilmiah.
Yogyakarta, 13 Juni 2017
Peneliti
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Witanti Wiyantari
Nomor Mahasiswa : 131134089
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA MATERI PERKALIAN UNTUK SISWA DENGAN LAMBAT BELAJAR
DI SD MUHAMADIYAH SAGAN YOGYAKARTA
beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya mengizinkan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian penrnyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 13 Juni 2017 Yang menyatakan
viii ABSTRAK
PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA MATERI PERKALIAN UNTUK SISWA DENGAN LAMBAT BELAJAR
DI SD MUHAMADIYAH SAGAN YOGYAKARTA
Witanti Wiyantari Universitas Sanata Dharma
2017
Alat peraga adalah suatu benda konkret yang dapat membantu siswa pada umumnya dalam memahami setiap pembelajaran, terutama siswa berkebutuhan khusus yang mengalami lambat belajar. Berdasarkan analisis kebutuhan yang dilakukan bersama kepala sekolah dan guru kelas III di SD Muhammadiyah Sagan Yogayakarta menyatakan, bahwa mengalami keterbatasaan dalam menyediakan alat peraga untuk membantu siswa yang mengalami lambat belajar pada kelas III dalam memahami konsep dasar perkalian. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan alat peraga papan perkalian untuk siswa dengan lambat belajar dengan kualitas baik.
Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan Research and
Develompment (R&D). Prosedur pengembangan penelitian ini menggunakan
prosedur yang diungkapkan oleh Sugiyono dengan memodifikasi dari sepuluh langkah menjadi tujuh langkah yaitu: (1) Potensi dan Masalah, (2) Pengumpulaan Data, (3) Desain Produk, (4) Validasi Desain, (5) Revisi Desain, (6) Uji Coba Produk, (7) Revisi Produk. Subyek dalam penelitian ini yaitu dua siswa yang mengalami lambat belajar kelas III di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta.
Alat peraga Matematika Papan Perkalian untuk siswa dengan Lambat Belajar terbukti memiliki kualitas baik. Hal ini ditandai dengan adanya pemahaman konsep serta penyelesaian soal perkalian yang lebih cepat. Alat peraga papan perkalian dan album penggunaan alat peraga divalidasikan produk dengan tiga validator yaitu ahli matematika, ahli psikolog anak dan guru kelas III. Alat peraga memperoleh nilai rata-rata 3,6 dengan skala 4 katagori “sangat baik” dan album penggunaan papan perkalian diperoleh nilai rata-rata 3,75 dengan skala 4 katagori “sangat baik”. Hasil akhir penelitian ini berupa prototipe alat peraga Matematika papan perkalian untuk siswa dengan lambat belajar di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta beserta album penggunaan alat peraga papan perkalian.
ix ABSTRACT
DEVELOPMENT OF MATHEMATICS VISUAL AID OF MULTIPLICATION MATERIALS FOR STUDENTS WITH SLOW
LEARNING IN SD MUHAMMADIYAH SAGAN YOGYAKARTA
Witanti Wiyantari Universitas Sanata Dharma
2017
The visual aid is a concrete object which can help student in general in understanding lessons, especially students with special needs, who have learning difficulty. Based on needs analysis with the headmaster and third grade teacher of SD Muhammadiyah Sagan Yogayakarta, there was limitation in providing visual aid to help students with learning difficulty in the third grade in understanding basic multiplication concept. The purpose of this study was to develop high quality multiplication board visual aid for students with learning difficulty.
The research type is Research and Develompment (R&D). The research development procedure was the procedure visual aidosed by Sugiyono by modifying ten steps into seven steps such as: (1) Potential and Problem, (2) Data Collection, (3) Product Design, (4) Design Validation, (5) Design Revision, (6) Product Trial, (7) Product Revision. The research subjects were two students with learning difficulty in third grade in SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta.
The Multiplication Board Mathematics Visual aid for students with learning difficulty proved to have good quality. This was indicated by understanding of concept and faster completion of multiplication questions. Multiplication board visual aid and visual aid manual album were validated by three validators, i.e. mathematician, child psychologist, and third grade teacher. The average score of the visual aid was 3,6 with 4 categorized as “very good” and the average score of multiplication board manual album was 3,75 with 4 categorized as “very good”. The outcome of this research is a multiplication board mathematics visual aid prototype for students with learning difficulty in SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta, as well as multiplication board visual aid manual album.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Pengembangan alat peraga matematika materi perkalian untuk siswa dengan lambat belajar di SD Muhamadiyah Sagan Yogyakarta dapat peneliti selesaikan dengan tepat waktunya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidika Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bawah tanpa bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagi pihak maka skripsi ini tidak akan terwujud seperti adanya sekarang ini. Penulis menyampaikan rasa terima kasih untuk segala bantuan yang diberikan, kepada yang terhormat:
1. Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Christiyanti Aprinastuti S.Si., M.Pd., Ketua program studi Pendidikan Guru sekolah Dasar dan dosen pembimbing skripsi I yang telah memberikan bimbingan, motivasi, arahan dan dukungan dalam penyusunan laporan skripsi.
3. Apri Damai Sagita Krissandi S.S., M.Pd., Wakil ketua program studi pendidikan guru sekolah Dasar.
4. Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi., Dosen pembimbing skripsi II yang berkenan memberikan bimbingan, arahan, dukungan, dan motivasi dalam penyusunan laporan skripsi.
5. Sekretariat PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan bantuan dan pelayanan peneliti dengan baik.
xi
7. Keluarga besar SD Muhammadiyah Sagan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian sehingga dapat menambah ilmu dan pengalaman banyak bagi penulis.
8. Seluruh Dosen yang mengajar di Pendidikan Guru Sekolah dasar Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi penulis.
9. Kedua orang tuaku, Papa Dwi Heryanto dan Mama Surnia Adha yang selalu memberikan semangat, doa dan dukungan yang sangat luar biasa. 10.Mbak Nita Damayanti, Adek Astri Kurnia Bintari, dan Adek Tia Sinta
Marta Sari, Atas suport, waktunya untuk menghibur dan semangatnya selama ini.
11.Teman-teman terdekatku yang telah memberikan semangat dan waktunya. 12.Teman-teman satu payung yang selalu memberikan bantuan, nasehat serta
stand bye 24 jam buatku.
13.Semua pihak yang telah mendukung dan tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat untuk penelitian selanjutnya dan mohon maaf jika ada kesalahan dalam penyusunan skripsi.
Yogyakarta, 13 Juni 2017 Peneliti
xii
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .. viii
ABSTRAK ... x
1.1Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2Batasan Masalah ... 5
1.3 Rumusan Masalah ... 5
1.4 Tujuan Penelitian ... 6
1.5 Manfaat Penelitian ... 6
1.6 Definisi Operasional ... 7
1.7 Spesifikasi Produk ... 8
BAB II LANDASAN TEORI ... 13
2.1 Kajian Pustaka ... 13
2.1.1 Alat Peraga ... 13
2.1.2 Anak Berkebutuhan Khusus ... 18
2.1.3 Anak Lambat Belajar ... 21
2.1.4 Matematika ... 27
2.1.5 Pembelajaran dan Belajar ... 30
2.1.6 Perkembangan Anak ... 32
xiii
2.3 Kerangka Berpikir ... 37
2.4 Pertanyaan Penelitian ... 40
BAB III METODE PENELITIAN ... 41
3.1 Jenis Penelitian ... 41
3.2 Setting Penelitian ... 45
3.3 Prosedur Pengembangan ... 47
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 52
3.5 Instrument Penelitian ... 55
3.6 Teknik Analisis Data ... 57
BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61
4.1 Hasil Penelitian ... 61
4.2.1 Kelebihan alat peraga papan perkalian ... 102
4.2.2 Kekurangan alat peraga papan perkalian ... 102
BAB V PENUTUP ... 103
5.1 Kesimpulan ... 103
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 105
5.3 Saran ... 105
DAFTAR PUSTAKA ... 106
LAMPIRAN ... 109
LAMPIRAN ... 109
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Literature map hasil penelitian yang relevan ... 37
Bagan 3.1 Langkah Research and Development (R&D) ... 42
Bagan 3.2 Prosedur Pengembangan Prorotipe Papan perkalian ... 48
Rumus 3.1 Menghitung Rata-rata ... 59
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Garis besar wawancara kepada Kepala Sekolah ... 55
Tabel 3.2 Garis besar wawancara pertama kepada Guru kelas III. ... 55
Tabel 3.3 Garis besar wawancara kedua kepada Guru kelas III. ... 55
Tabel 3.4 Garis Besar wawancara kepada dua siswa lambat belajar kelas III. . .... 56
Tabel 3.5 Rambu-rambu pengamatan terhadap anak lambat belajar di kelas III. .. 56
Tabel 3.6 Skala bertingkat... 56
Tabel 3.7 Kisi-kisi Kuesioner Validasi Alat peraga. ... 57
Tabel 3.8 Kisi-kisi Kuesioner Validasi Album Penggunaan Alat peraga. ... 57
Tabel 3.9 Tabel Klasifikasi Hasil Penelitian ... 59
Tabel 3.10 Tabel Kategorisasi Data Kuantitatif ke Kualitatif... 59
Tabel 4.1 Hasil wawancara bersama kepala sekolah. . ... 61
Tabel 4.2 Hasil wawancara bersama Guru kelas III. ... 62
Tabel 4.3 Hasil Observasi Dua Siswa lambat Belajar pada saat pembelajaran Matematika di kelas III. . ... 64
Tabel 4.4 Hasil Observasi Dua Siswa lambat Belajar pada saat pembelajaran IPA di kelas III. . ... 65
Tabel 4.5 Hasil wawancara bersama siswa pertama Lambat belajar. . ... 67
Tabel 4.6 Hasil wawancara bersama siswa kedua Lambat belajar.. ... 67
Tabel 4.7 Hasil wawancara kedua bersama Guru kelas III. . ... 67
Tabel 4.8 Perubahan sebelum dan sesudah perubahan pada album penggunaan alat peraga papan perkalian untuk siswa dengan lambat belajar di kelas III SD Muhammadiyah Sagan ... 83
xvi
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kelompok objek sama. ... 28
Gambar 2.2 Penjumlahan berulang. ... 29
Gambar 2.3 Garis Bilangan. ... 29
Gambar 2.4 Barisan objek dalam kolom. ... 29
Gambar 4.1 Gambar desain papan perkalian. ... 69
Gambar 4.2 Desain Kotak Isi. ... 69
Gambar 4.3 Papan perkalian, Kotak Isi dan Kotak soal. ... 71
Gambar 4.4 Desain kotak Butiran Perkalian Sebelum diberi masukan. ... 71
Gambar 4.5 Desain kotak Butiran Perkalian Sesudah diberi masukan. ... 71
Gambar 4.6 Replika Papan perkalian jika terisi dengan Kotak butiran perkalian. 72 Gambar 4.7 Desain kotak butiran Perkalian setelah revisi. ... 73
Gambar 4.8 Replika papan perkalian yang sudah direvisi. ... 74
Gambar 4.9 Papan perkalian yang sudah direvisi. ... 75
Gambar 4.10 Kotak butiran perkalian sebelum revisi. ... 80
Gambar 4.11 Kotak butiran perkalian sesudah revisi. ... 80
Gambar 4.12 Hasil kerja pertama Bunga (disamarkan) . ... 87
Gambar 4.13 Hasil kerja pertama Roso(disamarkan) . ... 88
Gambar 4.14 Hasil Kerja Roso saat menggunakan Papan perkalian. ... 92
Gambar 4.15 Hasil Kerja Bunga saat menggunakan Papan perkalian. ... 92
Gambar 4.16 Hasil Kerja Roso setelah menggunakan Papan perkalian. ... 93
Gambar 4.17 Hasil Kerja Bunga setelah menggunakan Papan perkalian ... 93
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Melakukan ... 110
Lampiran 2 Surat keterangan telah melakukan Penelitian ... 111
Lampiran 3 Garis besar pertanyaan wawancara Potensi dan Masalah ... 112
Lampiran 4 Garis besar pertanyaan wawancara Pengumpulan Data ... 113
Lampiran 5 Pedoman Observasi ... 114
Lampiran 6 Kisi-Kisi Penilaian Validasi Prototipe Alat Peraga Dan Album Pengguanaan Alat Peraga ... 115
Lampiran 7 Hasil Validasi Alat Peraga oleh Ahli Psikolog Anak ... 117
Lampiran 8 Hasil Validasi Alat Peraga oleh Ahli Matematika ... 120
Lampiran 9 Hasil Validasi Alat Peraga oleh Guru kelas III ... 126
Lampiran 10 Hasil Validasi Album Penggunaan Alat Peraga oleh Ahli Psikolog Anak ... 129
Lampiran 11 Hasil Validasi Album Penggunaan Alat Peraga oleh Ahli Matematika ... 135
Lampiran 12 Hasil Validasi Album Penggunaan Alat Peraga oleh Guru kelas III ... 141
Lampiran 13 Album Penggunaan Alat Peraga ... 144
1 BAB I PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang penelitian, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk yang
dikembangkan, dan definisi operasional.
1.1 Latar Belakang Penelitain
Belajar merupakan salah satu kegiatan untuk menambah pengetahuan atau
ilmu. Dalam ranah pendidikan, belajar merupakan suatu kegiatan yang penting
bagi setiap orang. Abdillah (dalam Aunurrahman, 2011:35) mendefinisikan
belajar sebagai suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan
tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu. Di bidang
pendidikan, Aunurrahman (2011:34) menambahkan bahwa pembelajaran
berupaya mengubah masukan berupa siswa yang belum terdidik, menjadi siswa
yang terdidik, siswa yang belum memiliki pengetahuan sesuatu, menjadi siswa
yang memiliki pengetahuan. Pembelajaran dalam ranah pendidikan kemudian
dikelompokkan berdasarkan bidang-bidang tertentu yang kerap disebut sebagai
mata pelajaran, dan salah satunya adalah Matematika.
Matematika merupakan mata pelajaran yang penting bagi setiap orang.
Ismail, dkk. (dalam Hamzah & Muhlisraini, 2014:48) mendefiniskan Matematika
sebagai ilmu yang membahas angka-angka dan perhitunganya, membahas
masalah-masalah numerik, mengenai kuantitas dan besaran, mempelajari
dan alat. Matematika adalah suatu ilmu yang pasti atau konkret. Ada baiknya
siswa sudah dikenalkan matematika sejak dini, banyak cara untuk membantu
siswa dalam mengenal pelajaran matematika, seperti penggunaan alat peraga yang
sederhana. Ali (dalam Sundayana, 2015:7) mengungkapkan bahwa alat peraga
adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang
merangsang pikiran, perasaan serta perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat
belajar. Alat peraga dapat digunakan untuk membantu kesulitan siswa dalam
memahami suatu materi tertentu, terutama pada pembelajaran Matematika, bukan
hanya itu saja alat peraga juga dapat membantu guru dalam penyampaian materi
kepada siswa yang memiliki kebutuhan khusus, seperti siswa lambat belajar.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Ningrum, 2013:29) kata
lambat artinya tidak tangkas atau tidak cekatan dalam bekerja, jadi anak lambat
belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar sehingga membutuhkan
waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan tugas. Marliyn & Bursuck (2015:53)
menjelaskan bahwa teknologi dapat digunakan untuk membantu disabilitas baik
yang ringan ataupun yang berat dalam banyak hal, misalnya untuk berkomunikasi,
mengakses pembelajaran, menyelesaikan tugas, dan berpartisipasi secara penuh di
sekolah dan juga di masyarakat. Siswa penyandang disabilitas dibolehkan untuk
menggunakan teknologi bantu yang sesuai dengan kebutuhan. Teknologi bantu
merujuk pada perangkat apa pun, baik itu suatu alat, produk, atau barang lainnya
yang dapat digunakan untuk menaikkan, mempertahankan, atau meningkatkan
kemampuan fungsional individu penyandang disabilitas. Desiningrum (2016:14)
menyatakan siswa lambat belajar dalam memahami suatu materi harus dengan
penejelasan materi yang banyak secara lisan karena hanya dapat membingungkan
siswa lambat belajar itu sendiri.
Peneliti melaksanakan wawancara dengan kepala sekolah dan guru kelas III
SD Muhammadiyah Sagan pada 8 November 2017. Berdasarkan hasil wawancara
dengan Kepala SD Muhammadiyah Sagan, peneliti mendapatkan informasi bahwa
di sekolah ini ada dua siswa yang mengalami lambat belajar dalam pembelajaran
Matematika kelas III, serta kurangnya penggunaan benda-benda konkret seperti
alat peraga untuk membantu siswa dalam memahami materi yang disampaikan
gurunya. Pada hari yang sama peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas
III tahun ajaran 2016/2017, dimana kelas ini memiliki dua siswa yang mengalami
lambat belajar. Dalam wawancara dengan guru kelas III tersebut, peneliti
mendapatkan informasi bahwa kedua siswa lambat belajar memiliki keterbatasan
kemampuan akademik jika dibandingkan dengan siswa-siswi lainnya di kelas
yang sama. Dua siswa lambat belajar tersebut kerap kali tertinggal dalam
mengerjakan tugas dan menerima penjelasan yang diberikan guru selama
pembelajaran berlangsung. Dua siswa lambat belajar mengalami lambat pada
mata pelajaran lainnya seperti Bahasa Indonesia, IPA, dan IPS. Akan tetapi, Pada
pembelajaran Matematika dua siswa lambat belajar mengalami permasalahan
yang menojol.
Hasil wawancara dan obsevasi. Wawancara kedua dilakukan bersama guru
kelas III dan kedua siswa lambat belajar. Observasi dilakukan pada kedua siswa
lambat belajar. Wawancara dan observasi dilakukan pada tanggal 17 November
2016. Hasil wawancara kedua bersama guru kelas III dan dua siswa lambat belajar
masih belum memahami konsep dasar perkalian dikarenakan mereka memerlukan
waktu yang lama dalam memahami konsep dasar perkalian dan kurangnya
penggunaan benda-benda konkret seperti alat peraga menjadi hambatan dalam
membantu dua siswa lambat belajar dalam memahami konsep dasar perkalian.
Selain itu, guru juga meminta peneliti medesain alat peraga untuk mengajarkan
konsep dasar perkalian untuk siswa dengan lambat belajar. Observasi dilakukan
sebanyak dua pertemuan pada pembelajaran yang berbeda, yaitu pada
pembelajaran Matematika dan IPA. Hasil observasi dua siswa lambat belajar pada
pembelajaran Matematika dan IPA, dari hasil observasi yaitu bahwa dua siswa
lambat belajar mengalami keterlambatan dalam memahami materi yang
disampaikan oleh guru serta dalam mengerjakan soal yang diberikan. Pada saat
observasi terlihat pada pembelajaran Matematika dua siswa lambat belajar ini
mengalami kesulitan yang menojol dalam menerima pembelajaran yang
diberikan.
Berdasarkan masalah dan kendala yang dialami oleh siswa dan pihak
sekolah, peneliti memutuskan untuk melakukan pembuatan alat peraga
Matematika yang dapat digunakan untuk membantu pemahaman siswa lambat
belajar dalam materi perkalian. Peneliti memutuskan untuk membuat suatu papan
perkalian dengan perkalian dasar 1-10. Alat peraga dalam penelitian ini
menggunakan lima ciri-ciri Montessori. Alat peraga Montessori merupakan alat
peraga yang dirancangan untuk membantu siswa dalam belajar dan memahami
materi pembelajaran. Lima ciri-ciri alat peraga Montessori yaitu menarik dengan
memberikan warna, bentuk, tekstur yang menarik serta berat yang ideal.
manusia seperti indra pengelihatan, dan indra peraba. Memiliki pengendali
kesalahan yang dapat mengetahui kesalahanya sendiri ketika belajar dengan
menggunakan alat peraga. Kemandirian, siswa dapat belajar secara mandiri
dengan menggunakan alat peraga ini tanpa didampingi oleh guru. Kontekstual,
alat peraga dibuat dengan menggunakan bahan-bahan yang dapat dijumpai
dilingkungan sekitar, awet dan tahan lama. Peneliti berharap alat peraga ini akan
membantu siswa-siswi lambat belajar dapat memahami konsep dasar perkalian
dengan mudah. Selain itu pembuatan papan perkalian ini bertujuan untuk
membantu guru dalam menjelaskan materi perkalian pada siswa lainnya secara
konkret.
1.2 Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi pada masalah kompleks di atas maka peneliti
membatasi masalah pengembangan Alat Peraga Matematika Papan Perkalian
untuk Siswa dengan Lambat Belajar. Penelitian ini dibatasi hanya untuk dua siswa
berkebutuhan khusus jenis lambat belajar kelas III di SD Muhammdiyah Sagan
Yogyakarta. Peneliti mengambil dua siswa yang mengalami lambat belajar di
kelas tersebut, dengan pertimbangan antara lain: kedua siswa tersebut berada di
kelas yang sama dan mengalami lambat belajar dengan kesulitan materi yang
sama.
1.3 Rumusan Masalah
1.3.1 Bagaimana pengembangan alat peraga matematika papan perkalian
untuk siswa dengan lambat belajar di SD Muhammadiyah Sagan
1.3.2 Bagaimana kualitas alat peraga matematika papan perkalian untuk
siswa dengan lambat belajar di SD Muhammadiyah Sagan
Yogyakarta?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Mengetahui bagaimana pengembangan alat peraga matematika papan
perkalian untuk siswa dengan lambat belajar di SD Muhammadiyah
Sagan Yogyakarta.
1.4.2 Mengetahui bagaimana kualitas alat peraga matematika papan
perkalian untuk siswa dengan lambat belajar di SD Muhammadiyah
Sagan Yogyakarta.
1.5 Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.5.1 Bagi Siswa
Dapat membantu anak lambat belajar dalam memahami mata
pelajaran Matematika dengan mudah pada materi perkalian, dengan
penggunaan alat peraga papan perkalian yang disediakan.
1.5.2 Bagi Guru
Guru lebih memahami tahapan penggunaan alat peraga,
mendapatkan pengalaman, dan pengembangan Alat Peraga Papan
Perkalian untuk siswa dengan lambat belajar yang dapat membantu
guru dalam menjelaskan materi perkalian dengan mudah.
Sekolah mendapatkan wawasan baru tentang penggunaan Alat
Peraga Papan Perkalian bagi siswa dengan lambat belajar yang dapat
mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar.
1.5.4 Bagi Peneliti
Peneliti memperoleh pengetahuan dan pengelaman baru dalam
mengembangkan Alat Peraga Papan Perkalian untuk siswa dengan
lambat belajar. Produk yang dikembangkan dapat memberikan
motivasi bagi peneliti dalam mengembangkan alat peraga
pembelajaran Matematika.
1.6 Definisi Operasional
1.6.1 Alat peraga adalah sebuah suatu alat bantu konkret yang digunakan
sebagai sarana untuk menyampaikan pesan dan menarik kemauan siswa
sehingga dapat belajar serta membantu siswa agar lebih mudah dalam
memahami suatu materi pembelajaran.
1.6.2 Anak berkebutuhan khusus ialah anak yang mengalami gangguan
terhadap pertumbuhan dan perkembangan serta memiliki kelainan atau
penyimpangan fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional maka
dari itu anak berekebutuhan khusus memerlukan penangan yang lebih
baik dari guru maupun orang tua.
1.6.3 Anak lambat belajar adalah anak yang lambat dalam menangkap suatu
proses pembelajaran karena ia memiliki kemampunan daya tangkap
yang terbatas. Anak lambat belajar memiliki prestasi belajar rendah
sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam memahami suatu
materi.
1.6.4 Matematika adalah pengetahuan yang terstruktur dimana di dalam
matematika itu dapat membahasa angka-angka dan perhitungan,
membahas masalah-masalah numerik, mengenai kuantitas dan besaran,
mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, sarana berpikir,
kumpulan sistem, struktur dan alat.
1.6.5 Perkalian adalah penambahan berulang dengan sekelompok bilangan
dengan cara yang berbeda-beda yaitu kelompok objek yang sama,
penjumlahan berulang, garis bilangan dan barisan objek (baris dan
kolom)
1.6.6 Belajar merupakan suatu aktivitas dari diri seseorang baik disengaja
maupun tidak disengaja, dengan dipengaruhi oleh lingkungan
sekitarnya yang memungkinkan seseorang mendapatkan pengetahuan
serta pengalaman yang berharga.
1.7 Spesifikasi Produk
Alat peraga yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa Alat Peraga
Papan Perkalian 1-10 dengan mata pelajaran Matematika beserta Album
Penggunaan Alat Peraga Papan Perkalian. Pengembangan alat peraga ini
menggunakan ciri-ciri alat peraga Montessori. Lima ciri-ciri yang dikembangkan
oleh Maria Montessori yaitu menarik, bergradasi, correcation,
auto-education dan kontekstual. Melihat kesulitan yang dihadapi siswa lambat belajar
maka peneliti membuat alat peraga yang dapat membantu anak berkebutuhan
pembelajaran Matematika. Alat peraga yang dibuat ini diberi nama Papan Perkalian atau bila disingkat “PAPE”. Pape ini dapat membantu siswa lambat
belajar dalam memahami konsep dasar perkalian dari 1-10. Alat peraga papan
perkalian dibuat dengan menggunakan bahan kayu jenis teak wood. Pape
memiliki ukuran 60 cm x 44,5 cm. Ukuran ini terbilang cukup besar sehingga
Pape ini didesain seperti papan catur yang dapat dilipat menjadi dua. Pape terdiri
dari dua bagian, yaitu papan perkalian “PAPE” serta kotak isi. Bagian pertama “PAPE” terdiri dari enam komponen diantaranya:
Gambar 1.1 Desain PAPE
1. Judul alat peraga: Papan Perkalian (bila disingkat menjadi “PAPE”), warna
huruf pada judul adalah hijau.
2. Kotak geser berukuran 3 cm x 3 cm. Kotak ini dapat bergeser. Kotak
berwarna merah dapat bergeser ke kiri dan kanan, sedangkan kotak berwarna
biru dapat bergeser ke atas dan bawah. Kotak geser ini memiliki lubang di
1
2
3
4
5
tengahnya dengan ukuran 2 cm x 2 cm. Lubang ini berfungsi untuk
memberitahukan sampai mana angka yang akan dituju.
3. Kotak deret penjumlah berukuran 40 cm x 4 cm. Kotak mendatar dan
memiliki warna merah, kemudian terdapat angka satu sampai sepuluh yang
berfungsi sebagai penjumlah dari angka perkalian pada soal.
4. Kotak deret pengali 4 cm x 40 cm kotak menurun ini memiliki warna biru
dan terdapat angka satu sampai sepuluh yang berfungsi sebagai pengali dari
angka perkalian pada soal.
5. Kotak-kotak yang terdapat di tengah papan perkalian, berjumlah sebanyak
100 kotak kosong dengan ukuran 3 cm x 3 cm memiliki batasan 1 cm yang
berfungsi untuk meletakan butiran perkalian sebagai langkah untuk
mendapatkan jawaban.
6. Gantungan yang terletak di bawah kotak-kotak perkalian ada sebanyak 10
gantungan yang berfungsi untuk meletakan angka hasil perkalian dengan
ukuran 6,5 cm x 40 cm.
Bagian kedua dari Pape adalah kotak isi. Kotak isi berukuran 15 cm x 22 cm
dengan dilengkapi tutup kotak. Kotak isi terdiri dari delapan komponen
Gambar 1.2 Kotak Isi
1. Kotak butiran perkalian: kotak-kotak berbentuk persegi dan di tengahnya
terdapat gambar lingkaran berwarna hijau. Kotak perkalian ini berfungsi
untuk mengetahui hasil perkalian pada soal yang akan dikerjakan. Kotak
perkalian ini berjumlah 100 buah dengan ukuran 3 cm x 3 cm.
2. Kotak hasil: kotak berbentuk persegi panjang dengan ukuran 3 cm x 4 cm,
dan memiliki lubang di bagian atasnya. Lubang ini berfungsi untuk
menggantungkan hasil perkalian pada Pape. Di tengah kotak hasil terdapat
deretan angka berwarna biru. Pada kolom pertama terdapat angka dari 1
sampai 20.
3. Kotak hasil kolom kedua: terdapat angka dari 21 sampai 40.
4. Kotak hasil kolom kedua: terdapat angka dari 41 sampai 60.
5. Kotak hasil kolom kedua: terdapat angka dari 61 sampai 80.
7. Soal perkalian berukuran 3 cm x 7 cm. Soal ini digunakan untuk memainkan
Pape. Siswa harus menyelesaikan soal yang di ambil dari kotak isi ini. Di
balik kartu soal ini terdapat jawaban sebagai pengendali kesalahan (auto
correction) berwarna biru.
8. Tongkat Pencongkel berfungsi untuk melepaskan kotak butiran perkalian
13 BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan diuraikan kajian pustaka, penelitian yang relevan, dan
kerangka berpikir.
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Alat Peraga
Pada subbab ini dipaparkan pengertian alat peraga, fungsi alat peraga,
kriteria alat peraga dan ciri-ciri alat peraga.
2.1.1.1 Pengertian Alat Peraga
Alat peraga adalah alat bantu dalam pengajaran untuk
memeragakan sesuatu supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti anak
didik (Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, 2008:37).
Ali (dalam Sundayana, 2015:7) mengungkapkan bahwa alat peraga adalah
segala sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang
merangsang pikiran, perasaan serta perhatian dan kemauan siswa sehingga
dapat belajar. Anitah (2010: 4) mengatakan bahwa alat peraga merupakan
sarana yang dapat membawakan pesan dari pemberi kepada penerima.
Prastowo (2015: 297) mengungkapkan bahwa alat peraga sebagai media
yang menggambarkan atau mengilustrasikan konsep atau materi yang
diajarkan sehingga siswa lebih muda dalam mempelajari materi yang
diajarkan.
Berdasarkan pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
alat peraga adalah suatu alat bantu konkret yang digunakan sebagai sarana
belajar serta membantu siswa agar lebih mudah dalam memahami suatu
materi pembelajaran.
Adapun pengertian alat peraga Matematika sebagai berikut,
Pramudjono (dalam Sundayana, 2014:7) mengemukakan bahwa alat peraga
adalah benda konkret yang dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja
digunakan untuk membantu menamkan atau mengembangkan konsep
matematika. Berdasarkan pengertian alat peraga matematika di atas
menyatakan bahwa alat peraga matematika adalah sebuah alat yang diracang
secara sengaja untuk menerapkan konsep dasar Matematika
2.1.1.2 Fungsi Alat Peraga
Sastradiradja (1971: 1-3) mengemukakan fungsi alat peraga dalam
pembelajaran, antara lain:
1) Membantu murid belajar lebih banyak;
2) Membantu murid mengingat lebih lama;
3) Memperlengkap rangsangan yang efektif untuk belajar;
4) Menjadikan belajar yang lebih konkret (nyata);
5) Membawa dunia ke dalam kelas;
6) Memberikan pendekatan-pendekatan bayangan yang
tajam-tajam dari satu subyek yang sama.
2.1.1.3 Kriteria Alat Peraga
Syarat dan kriteria alat peraga menurut Rusefendi (dalam
Sundayana, 2015: 8) antara lain:
1. Tahan lama;
3. Sederhana dan mudah dikelola;
4. Ukuran sesuai;
5. Dapat menyajikan konsep matematika baik bentuk real,
gambar, atau diagram;
6. Sesuai dengan konsep matematika;
7. Dapat memperjelas konsep matematika dan bukan sebaliknya;
8. Peragaan itu supaya menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep
abstrak bagi siswa;
9. Menjadikan belajar aktif dan mendiri dengan manipulasi alat
peraga;
10. Bila mungkin alat peraga tersebut bisa berfaedah lipat
(banyak).
2.1.1.4 Ciri-ciri pengembangan Alat peraga
Dalam penelitian ini, pengembangan alat peraga Matematika ini
mengacu pada Ciri-ciri alat peraga metode Montessori. Metode Montessori
(2002:171-175) dikembangkan oleh Maria Montessori yang lahir pada
tanggal 31 Agustus 1870 di Chiaravalle, kota bukit dengan pemandangan
Laut Adriatik, Provinsi Ancona di Italia. Dalam Alat peraga yang
dikembakan Montessori memiliki lima ciri-ciri. Berikut adalah lima ciri-ciri
menurut (Montessori, 2002:171-175) sebagai berikut:
1) Ciri yang pertama adalah menarik. Menarik dalam pembelajaran
menurut Montessori (2002: 74-75) ialah ketika menarik perhatian
anak secara spontan terhadap suatu pembelajaran yang ia alami. Alat
tertarik menggunakan alat peraga tersebut. Seperti dalam hal
pemilihan warna, Montessori melakukan penelitian terhadap
warna-warna yang digunakan pada alat peraganya, warna-warna-warna-warna tersebut
digunakan berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak.
Warna-warna yang digunakan dalam alat peraga Montessori disesuaikan
dengan krakteristik anak pada warna tersebut. Alat peraga Motessori
dibuat dan didesain dengan memperhatikan warna, kontur
permukaan yang lembut dan beratnya.
2) Ciri yang kedua adalah bergadasi, bergadasi dalam alat peraga
adalah konsistensi. Penggunaan alat peraga Montessori sebagian
besar menggunakan indera yang ada pada tubuh manusia. Setiap alat
peraga terdapat suatu tingkatan yang terus-menerus dan konsisten
yang dapat merangsang indera untuk menjadi semakin peka.
Montessori menyebutkan bahwa ada dua jenis gradasi yaitu gradasi
umur dan gradasi rangsangan rasional. Gradasi umur dapat dilihat
dari penggunaan alat untuk jenjang kelas sebelumnya maupun
jenjang kelas selajutnya. Gradasi rangsangan rasional dapat terlihat
pada penggunaan alat yang melibatkan beberapa indera. Penggunaan
alat peraga Montessori sebagian besar menggunakan indera yang ada
pada tubuh manusia.
3) Ciri yang ketiga adalah memiliki pengendali kesalahan (auto
correction). Alat peraga Montessori dibuat dengan memperhatikan
melakukan kesalahan dalam menggunakan alat peraga, meskipun
tanpa arahan dari guru maupun orang lain.
4) Ciri yang keempat adalah kemandirian (auto education). Alat peraga
Montessori dibuat dengan memperhatikan kemandirian yang
memungkinkan anak belajar secara mandiri dalam penggunaan alat
tersebut. Alat peraga disesuaikan dengan tingkatan perkembangan
anak, membantunya untuk tidak mengalami kesulitan dalam
membawa dan menggunakannya secara mandiri.
5) Ciri yang kelima yaitu kontekstual. Montessori mengisi kelas dengan
bahan-bahan pembelajaran yang dekat dengan lingkungan anak.
Menurut Lillard (2005:32) proses belajar seharusnya disesuaikan
dengan konteks yang ada. Konteks menurut ( Johnson, 2010:34)
berarti pola hubungan dalam lingkungan langsung seseorang. Hal
tersebut memiliki tujuan menurut (Hainstock, 1997:83) untuk
memberikan pengalaman langsung kepada siswa tentang lingkungan
sekitar. Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa alat
peraga Montessori dengan ciri kontekstual merupakan alat peraga
yang dirancangan untuk membantu anak belajar dan memahami
materi pembelajaran.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa alat peraga
Montessori merupakan alat peraga yang dirancangan untuk membantu siswa
dalam belajar dan memahami materi pembelajaran. Dalam penelitian
pengembangan alat peraga mengacu pada ciri-ciri alat peraga Montessori
serta berat yang ideal. Bergadasi, memiliki tekstur pada alat peraga yang
dapat dirasakan oleh indra manusia seperti indra pengelihatan, dan indra
peraba. Memiliki pengendali kesalahan yang dapat mengetahui kesalahanya
sendiri ketika belajar dengan menggunakan alat peraga. Kemandirian, siswa
dapat belajar secara mandiri dengan menggunakan alat peraga ini tanpa
didampingi oleh guru. Kontekstual, Alat peraga dibuat dengan
menggunakan bahan-bahan yang dapat dijumpai dilingkungan sekitar, awet
dan tahan lama.
2.1.2 Anak Berkebutuhan Khusus
2.1.2.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan
penanganan khusus karena adanya gangguan perkembangan dan kelainan
yang dialami anak menurut (Desinigrum, 2016:1). Menurut Directgov
(dalam Thompson, 2010:2), mengemukakan bawah anak berkebutuhan
khusus ialah merujuk pada anak yang memilik kesulitan atau
ketidakmampuan belajar yang membuatnya lebih sulit untuk belajar atau
mengakses pendidikan dibandingkan kebanyakan anak seusianya.
Sedangkan menurut Jannah, dkk (2014:15) anak berkebutuhan khusus
adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangan
mengalami kelainan atau penyimpangan fisik, mental-intelektual, sosial
dan atau emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya, sehingga
mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Berdasarkan pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan dan perkembangan serta memiliki kelainan atau
penyimpangan fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional maka dari
itu anak berekebutuhan khusus memerlukan penangan yang lebih baik dari
guru maupun orang tua.
2.1.2.2 Klasifikasi anak berkebutuhan khusus
Menurut IDEA (individuals with Disabilities Education Act
Amandements) dalam (Desinigrum, 2016:7) mengemukakan secara umum
klasifikasi dari anak berkebutuhan khusus anatara lain:
A) Anak dengan gangguan Fisik
1. Tunanetra, yaitu anak yang indera pengelihatannya tidak berfungsi
(blind/low vision) sebagai saluran peneriman informasi dalam
kegiatan sehari-hari seperti orang awas.
2. Tunarungu, yaitu anak kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarnya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi
secara verbal.
3. Tunadaksa, yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat yang
menetap pada alat gerak (tulang, sendi dan otot).
B) Anak dengan gangguan emosi dan perilaku
1. Tuanlaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian
diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang
berlaku.
2. Anak dengan gangguan komunikasi bisa disebut tunawicara, yaitu
kelancaran bicara, yang mengakibatkan terjadinya penyimpangan
bentuk bahasa, isi bahasa, atau fungsi bahasa.
3. Hiperaktif, secara piskologis hiperaktif adalah gangguan tingkah
laku yang tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan
gejala utama tidak mampu mengendalikan gerakan dan memusatkan
perhatian.
C) Anak dengan gangguan intelektual
1. Tunagrahita, yaitu anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterbelakangan perkembangan mental intelektual jahu di bawah
rata-rata sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik,
komunikasi maupun sosial.
2. Anak Lambat Belajar yaitu anak yang memiliki potensi intelektual
sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita (biasanya
memiliki IQ sekitar 70-90).
3. Anak berkesulitan belajar khusus yaitu anak yang secara nyata
mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus, terutama
dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau
matematika.
4. Anak berbakat adalah anak yang memiliki bakat atau kemampuan
dan kecerdasan luar biasa yaitu anak yang memiliki potensi
kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap
tugas (task commitment) di atas anak-anak seusianya (anak pada
umumnya), sehingga untuk mewujudkan potensinya menjadi
5. Autisme yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh
adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan
gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
6. Indigo adalah manusia yang sejak lahir mempunyai kelebihan
khusus yang tidak dimiliki manusia pada umunya.
Dari pengertian klasifikasi anak berkebutuhan khusus di atas dapat
dibedakan menjadi tiga bagian yaitu anak dengan gangguan fisik, anak
dengan gangguan emosi dan perilaku, serta anak dengan gangguan
intelektual. Anak dengan gangguan fisik yaitu Tunanetra, Tunarungu dan
Tunadaksa. Kedua anak dengan gangguan emosi dan perilaku yaitu
Tuanlaras, Anak dengan gangguan komunikasi bisa disebut tunawicara dan
Hiperaktif. Ketiga anak dengan gangguan intelektual yaitu Tunagrahita,
Anak Lambat Belajar, Anak berkesulitan belajar khusus, Anak berbakat,
Autisme, dan Indigo.
2.1.3 Anak Lambat Belajar
2.1.3.1 Pengertian anak lambat belajar
Menurut Desinigrum (2016:12) anak lambat belajar adalah
mereka yang memiliki prestasi belajar rendah (di bawah rata-rata anak
pada umumnya). Skors tes IQ menujukkan skor anatara 70-90 (Cooter
dalam Desinigrum, 2016:12). Menurut kamus besar bahasa Indonesia
kata lambat artinya tidak tangkas, tidak cekatan dalam bekerja, jadi anak
lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan tugas
lambat belajar adalah anak yang memiliki prestasi belajar rendah atau
sedikit di bawah rata-rata dari anak pada umumnya, pada salah satu atau
seluruh area akademik.
Berdasarkan pengertian dan definisi para ahli di atas dapat
disimpulkan bawah anak lambat belajar adalah anak yang lambat dalam
menangkap suatu proses pembelajaran karena ia memiliki kemampunan
daya tangkap yang terbatas. Anak lambat belajar memiliki prestasi
belajar rendah karena memiliki daya tangkap yang terbatas, IQ yang
rendah membuat mereka membutuhkan waktu yang lebih lama dalam
memahami suatu materi
Menurut Desiningrum (2016:12) gejala-gejala yang dapat
terlihat dari anak lambat belajar tidak hanya kemampuan akademiknya
yang terbatas, tapi juga pada kemampuan-kemampuan lain.
Kamampuan-kemampuan itu diantaranya, Kamampuan-kemampuan koordinasi (kesulitan
menggunakan alat tulis, olaraga, atau mengenakan pakaian). Dari sisi
perilaku, anak lambat belajar ini cenderung pendiam, pemalu, dan sulit
untuk berteman. Anak-anak lambat belajar ini juga cenderung kurang
percaya diri
Menurut Setiawan (2013:30) ciri-ciri yang dapat diamati pada
anak lambat belajar adalah sebagai berikut:
a) Rata-rata prestasi belajarnya rendah.
b) Menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan
teman-teman sebayanya.
d) Pernah tidak naik kelas.
Menurut pengertian ciri-ciri anak lambat belajar di atas yaitu
anak lambat belajar bukan hanya kemampuan akademiknya yang terbatas
tetapi juga pada kemampuan-kemampuan lain, diantaranya kemampuan
koordinasi (kesulitan menggunakan alat tulis, olahraga, atau mengenakan
pakaian) cara menerima pembelajaran yang sangat lambat dan
menyelesaikan tugas-tugas akademiknya sering terlambat dibandingkan
dengan teman lainnya serta dari sisi perilaku, anak lambat belajar ini
cenderung pendiam, pemalu, sulit untuk berteman serta cenderung
kurang percaya diri.
2.1.3.2 Faktor-faktor penyebab anak lambat belajar
Setiawan (2013:30) menyatakan bahwa Anak lambat belajar
pada anak bisa terjadi karena beberapa faktor diantaranya adalah faktor
internal dan faktor eksternal sebagai berikut:
1. Faktor internal atau dari dalam yaitu faktor genetik, biokimia yang
dapat merusak otak misalnya: zat perwarna pada makanan,
pencemaran lingkungan, gizi yang tidak memadai dan
pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembengan anak.
Beberapa alasan penyebab anak lambat belajar dari faktor internal
sebagai berikut:
a) Faktor keturunan
Di sewedia, Hallgren 1950 dalam buku (Setiawan, 2013:30)
rata-rata anggota keluarga tersebut mengalami kesulitan dalam
membaca, menulis, dan mengeja.
b) Disfungsi minimal otak (DMO)
Anak yang lambat belajar mengalami permasalahan pada saraf
otaknya. Pendapat ini masih menjadi perdebatan dari beberapa
ahli. Para penelitian menganggap bahwa ada kesamasan
karakteristik pada perilaku anak lambat belajar dengan anak
abnormal. Anak yang lambat belajar memiliki adanya
tanda-tanda cedera otak. Maka para ahli tidak terlalu menganggap
cedera otak sebagai penybabnya, kecuali ahli saraf
membuktikan masalah ini. Mereka menyebutnya sebagai “disfungsi minimal otak” bukan “cedera otak” karena untuk
memastikan penyebabnya cedera otak sangatlah sulit.
c) Pengorganisasi cara berpikir
Anak lambat belajar mengalami kesulitan dalam menerima
penjelasan tentang sesuatu yang sifatnya abstrak. Mereka kurang
mampu berpikir secara baik. Misalnya anak yang sulit membaca
akan mengalami kesulitan untuk menyimpulkan dari yang
dilihatnya. Anak lambat belajar perlu mendapat pengulangan
dalam latihan, dengan tujuan untuk mengikatkan kemampuan
belajarnya.
d) Kekurangan gizi
Gizi merepukan faktor penting dalam proses pertumbuhan dan
membutuhkan gizi yang cukup untuk mendorong perkembangan
otaknya. Para penelitian terhadap tumbuh kembang anak
menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara anak
lambat belajar dengan kekurangan gizi. Walau pendapat tersebut
tidak seluruhnya benar, tetapi banyak bukti menyatakan pada
awal pertumbuhan sesorang anak kekurangan gizi dapat
memengaruhi perkembangan saraf utamanya sehingga akan
membawa dampak yang kurang baik dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan belajar anak.
e) Faktor lingkungan
Keluarga merupakan faktor utama awal pendidikan bagi anak.
Maka baik buruknya perkembangan anak sangat dipengaruhi
oleh pendidikan dalam keluarga. Pengaruh faktor lingkungan,
gangguan nalar, dan emosi. Ketiganya mempunyai dampak yang
dapat mengakibatkan kesulitan belajar. Yang dimaksud dengan
faktor lingkungan ialah perlaku yang dapat menggangu
perkembangan mental anak. Misalnya lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
2. Faktor Ekstrnal adalah penyebab utama problem anak lambat belajar
yang berupa strategi pembelajaran yang salah satunya tidak tepat,
pengelolaan kegiatan pembelajaran yang tidak membangkitkan
motivasi belajar anak dan pemberian ulangan penguatan yang tidak
Kesimpulan anak lambat belajar bisa terjadi dengan beberapa
faktor yang dijelaskan di atas semuanya dapat mempengaruhi anak.
Meskipun faktor genetik memiliki pengaruh yang kuat, namun
lingkungan juga merupakan faktor yang penting mempengaruhi anak
lambat belajar. Lingkungan dapat mempengaruhi inteligensi, kondisi
lingkungan ini meliputi nutrsi, kesehatan, kualitas stimulasi, iklim
emosional keluarga dan tipe umpan balik yang diperoleh melalui
perilaku. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Beyley bahwa status
sosial-ekonomi keluarga mempengaruhi IQ anak (Atikson, dkk dalam
Sntrock dalam Desinigrum, 2016:13).
2.1.3.3 Krakteristik anak lambat belajar
Anak yang mengalami lambat belajar mempunyai
karakteristik, seperti tidak matang dalam hubungan interpersonal, Selain
itu anak-anak ini juga menujukan kesulitan dalam mengikuti
petunjuk-petunjuk yang memiliki banyak langkah, hanya memiliki sedikit strategi
internal, seperti kemampuan organisasional, kesulitan dalam belajar dan
menggeneralisasikan informasi (Desinigrum, 2016:13). Anak-anak
lambat belajar memiliki nilai-nilai yang biasanya buruk dalam tes
prestasi belajar. Namun begitu sebagian dari mereka dapat memahami
materi yang sudah dipersingkat dan diberikan pada anak, seperti kegiatan
di laboratorium dan kegiatan manipulatif.
Dampak dari kertebatasan seperti dijelaskan di atas dapat
membentuk anak lambat belajar memiliki image yang buruk, meski
beberapa kemampuan bahkan sama sekali tidak dapat dikuasai, dan daya
ingat yang tergolong lambat. Ciri lain yang dimiliki anak lambat belajar
adalah rata-rata prestasi belajarnya yang selalu rendah, sering terlambat
dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dibandingkan dengan
teman-teman seusianya, dan memiliki daya tangkap yang cenderung
lambat dalam menerima pelajaran (Desinigrum, 2016:13).
2.1.4 Matematika
2.1.4.1Pengertian Matematika
Ismail, dkk. mendefinisikan Matematika (dalam Hamzah,dkk.,
2014:48) sebagai ilmu yang membahas angka-angka dan perhitunganya,
membahas masalah-masalah numerik, mengenai kuantitas dan besaran,
mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, sarana berpikir, kumpulan
sistem, serta struktur dan alat. Beth & Piaget 1956 (dalam Runtuhkhu,dkk.,
2014:28) mengemukakan bahwa matematika adalah pengetahuan yang
berkaitan dengan berbagai struktur abstrak dan hubungan antar-struktur
tersebut sehingga terorganisasi dengan baik. Johnson & Rising 1972 (dalam
Runtuhkhu, 2014:28) mengatakan Matematika ialah bahasa simbol tentang
berbagai gagasan dengan menggunakan istilah-istilah yang didefinisikan
secara cermat, jelas, dan akurat.
Berdasarkan pengertian menurut para ahli di atas, matematika adalah
pengetahuan yang terstruktur dimana dalam matematika membahas tentang
angka-angka dan perhitungan, masalah-masalah numerik, mengenai
2.1.4.2Perkalian
Materi perkalian sudah diajarkan di kelas II SD dan lebih di
perdalam di kelas III SD. Soesilowati (2011:35) mendefinisikan perkalian
adalah bentuk lain dari penjumlahan berulang. Penjumlahan merupakan
penambahan sekelompok bilangan atau lebih menjadi suatu bilangan yang
merupakan jumlah (Supariadi, 2013:30). Menurut Runtuhkhu, dkk.
(2014:117) operasi perkalian seperti operasi bilangan lainnya, perkalian
berguna untuk memecahkan masalah dalam dunia nyata. Oleh karena itu,
pengenalan operasi perkalian sebaiknya dimulai dari situasi dalam
kehidupan sehari-hari. Contoh soal, “ ada tiga orang memancing ikan,
masing-masing mendapatkan 4 ekor, berapa ekor ikan semuanya?”. Untuk
menyelesaikan soal tersebut dapat menggunakan model-model seperti:
kelompok objek yang sama, penjumlahan berulang, garis bilangan, dan
barisan objek (baris dan kolom). Berikut akan dijelaskan setiap modelnya:
1. Kelompok objek yang sama
simbol tersebut menujukan kelompok objek yang memiliki bentuk
sama atau perolehan ikan dari hasil pancingan. Baris pertama adalah
hasil pancingan orang pertama yang memperoleh 4 ekor ikan. Baris
ikan. Baris ketiga adalah hasil pancingan orang ketiga memperoleh 4
ekor ikan. Seluruh ikan yang di peroleh ada 12 ekor.
2. Penjumlahan Berulang
4 + 4 + 4 “3 x 4”= 12
Gambar 2.2 Penjumlahan berulang
Pada gambar 2.2 dapat diketahui bahwa perkalian diartikan sebagai
penjumlahan berulang, 4 ikan ditambah 4 ikan ditambah 4 ikan. Ikan
seluruhnya 12 ekor.
3. Garis Bilangan
0 4 8 12
3 x 4 =12
Gambar 2.3 Garis Bilangan
Pada gambar 2.3 merupakan garis bilangan kelipatan dari empat.
Garis bilangan tersebut dimulai dari angka 0, kemudian angka 4, angka 8
dan angka 12.
4. Barisan objek dalam Kolom
Gambar 2.4 Barisan objek dalam kolom
Pada gambar 2.4 terdapat sebuah tabel yang terdiri dari barisan dan
kolom. Pada setiap baris tabel tersebut terdapat 4 kolom. Tabel tersebut
terdiri dari 3 baris dan 4 kolom jadi jika ikan dimasukan kedalam tabel
Menurut pengertian dari para ahli di atas dapat di simpulkan bahwa
perkalian adalah penambahan berulang dengan sekelompok bilangan
dengan cara yang berbeda-beda yaitu kelompok objek yang sama,
penjumlahan berulang, garis bilangan dan barisan objek (baris dan kolom)
Menurut Simanjuntak, dkk. (1993:121) Perkalian terdiri dari
multiplicand dan mulitiplier. Multiplicad adalah bilangan yang dijumlakan
sebanyak bilangan pengali. Sedangkan multiplir adalah bilangan pengali
itu sendiri. Hasil kali antara multiplicand dan mulitiplier disebut product.
Perkalian bahwa penyesuaiannya sama dengan operasi hitung penjumlahan
berulang. Contoh, 2 x 4= 4 + 4 = 8. Angka dua adalah pengalih sedangkan
angka empat sebagai penjumalah dan angka delapan sebagai hasil atau
produknya.
2.1.5 Pembelajaran dan belajar
Belajar merupakan salah satu kegiatan untuk menambah
pengetahuan atau ilmu. Dalam pendidikan, belajar merupakan suatu
kegiatan yang penting bagi setiap orang. Belajar adalah suatu usaha sadar
yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui
latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan
psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu menurut Abdillah 2002
(dalam Aunurrahman, 2011:35). Di bidang pendidikan, pembelajaran
berupaya mengubah masukan berupa siswa yang belum terdidik, menjadi
siswa yang terdidik, siswa yang belum memiliki pengetahuan sesuatu,
menjadi siswa yang memiliki pengetahuan (Aunurrahman, 2011:34).
tentang ciri umum kegiatan belajar. Adapun kesimpulannya adalah sebagai
berikut:
1) Belajar menujukan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari
atau sengaja. Oleh sebab itu, kegiatan belajar merupakan kegiatan
yang disengaja atau direncanakan oleh pembelajar sendiri dalam
bentuk suatu aktivitas tertentu. Aktivitas ini menujukan pada
keefektivan seseorang dalam melakukan sesuatu kegiatan tertentu,
baik pada aspek-aspek jasmaniah maupun aspek mental yang
memungkinkan terjadinya perubahan pada dirinya.
2) Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya.
Lingkungan dalam hal ini dapat berupa manusia atau objek-objek
lain yang memungkinkan individu memperoleh
pengalaman-pengalaman atau pengetahuan, baik pengalaman-pengalaman atau pengetahuan
baru maupun sesuatu yang pernah diperoleh atau ditemukan
sebelumnya. Akan tetapi, hal itu menimbulkan perhatian kembali
bagi individu tersebut sehingga memungkinkan terjadinya interaksi.
3) Hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku. Meskipun
tidak semua perubahan tingkah laku merupakan hasil belajar akan
tetapi, aktivitas belajar umumnya disertai perubahan tingkah laku.
Perubahan tingkah laku pada kebanyakan hal merupakan suatu
perubahan yang diamati (observable). Akan tetapi juga, tidak selalu
perubahan tingkah laku yang dimaksudkan sebagai hasil belajar
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan suatu aktivitas dari diri seseorang baik disengaja maupun tidak
disengaja, dengan dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya yang
memungkinkan seseorang mendapatkan pengetahuan serta pengalaman
yang berharga.
2.1.6 Perkembangan Anak
Teori perkembangan kognitif piaget adalah salah satu teori yang
menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dengan menginterprestasikan objek
dan kejadian-kejadian di sekitarnya. Dimana anak dapat mempelajari ciri-ciri
dan fungsi dari objek-objek seperti mainan, perabot, dan makanan, serta
objek-objek sosial seperti diri, orang tua dan teman. Piaget memandang
bahwa anak-anak memainkan peran aktif di dalam menyusun pengetahuannya
mengenai realitas di dalam mendapatkan informasi anak tidak pasif
menerimanya. Menurut Hetherington & Parke (dalam Desmati, 2009:46),
dalam mendapatkan informasi anak tidak pasif menerimanya, walaupun
proses berpikir dan konsepsi anak mengenai realitas yang dimodifikasi oleh
pengalamanya dengan dunia sekitar dia, namun anak juga beperan aktif dalam
menginterprestasikan informasi yang ia peroleh dari pengalaman serta dalam
mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi mengenai dunia yang
telah ia punyai.
Piaget percaya bahwa pemikiran anak-anak berkembangn menurut
tahap-tahap atau periode-periode yang terus bertambah dan kompleks.
Berikut adalah tahap-tahap perkembangan kognitif menurut piaget (dalam
2.1.6.1Sensorimotor
Tahapan ini berlangsung pada usia anak 0-2 tahun. Pada tahap ini
bayi bergerak dari tindakan refleks pada saat lahir sampai permulaan
pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia
melalui pengkoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan
fisik.
2.1.6.2Preoperational
Tahapan ini berlangsung pada usia anak 2-7 tahun. Tahap ini anak
mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar.
Kata-kata dan gambar-gambar ini menujukan adanya peningKata-katan pemikiran
simbolis dan melampaui hubungan informasi sensor dan tindak fisik.
2.1.6.3Concrete operational
Tahap ini berlangsung pada usia anak 7-11 tahun. Pada tahap ini
anak-anak dapat berpikir logis mengenai pristiwa-pristiwa yang konkret dan
mengklasifikasikan benda-benda kedalam bentuk-bentuk yang berbeda.
Anak menggunakan operasi mental untuk memecahkan masalah-masalah
aktual, anak mampu menggunakan kemampuan mentalnya untuk
memecahkan masalah yang bersifat konkret (Izzati dkk, 2008:105-106).
2.1.6.4Formal operational
Tahap ini berlansung pada usia anak 11- 15 tahun. Tahap ini biasa
ditandai dengan anak remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak dan