• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan alat peraga matematika materi perkalian untuk siswa dengan lambat belajar di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan alat peraga matematika materi perkalian untuk siswa dengan lambat belajar di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta."

Copied!
202
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA MATERI PERKALIAN UNTUK SISWA DENGAN LAMBAT BELAJAR

DI SD MUHAMADIYAH SAGAN YOGYAKARTA

Witanti Wiyantari Universitas Sanata Dharma

2017

Alat peraga adalah suatu benda konkret yang dapat membantu siswa pada umumnya dalam memahami setiap pembelajaran, terutama siswa berkebutuhan khusus yang mengalami lambat belajar. Berdasarkan analisis kebutuhan yang dilakukan bersama kepala sekolah dan guru kelas III di SD Muhammadiyah Sagan Yogayakarta menyatakan, bahwa mengalami keterbatasaan dalam menyediakan alat peraga untuk membantu siswa yang mengalami lambat belajar pada kelas III dalam memahami konsep dasar perkalian. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan alat peraga papan perkalian untuk siswa dengan lambat belajar dengan kualitas baik.

Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan Research and

Develompment (R&D). Prosedur pengembangan penelitian ini menggunakan

prosedur yang diungkapkan oleh Sugiyono dengan memodifikasi dari sepuluh langkah menjadi tujuh langkah yaitu: (1) Potensi dan Masalah, (2) Pengumpulaan Data, (3) Desain Produk, (4) Validasi Desain, (5) Revisi Desain, (6) Uji Coba Produk, (7) Revisi Produk. Subyek dalam penelitian ini yaitu dua siswa yang mengalami lambat belajar kelas III di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta.

Alat peraga Matematika Papan Perkalian untuk siswa dengan Lambat Belajar terbukti memiliki kualitas baik. Hal ini ditandai dengan adanya pemahaman konsep serta penyelesaian soal perkalian yang lebih cepat. Alat peraga papan perkalian dan album penggunaan alat peraga divalidasikan produk dengan tiga validator yaitu ahli matematika, ahli psikolog anak dan guru kelas III. Alat peraga memperoleh nilai rata-rata 3,6 dengan skala 4 katagori “sangat baik” dan album penggunaan papan perkalian diperoleh nilai rata-rata 3,75 dengan skala

4 katagori “sangat baik”. Hasil akhir penelitian ini berupa prototipe alat peraga Matematika papan perkalian untuk siswa dengan lambat belajar di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta beserta album penggunaan alat peraga papan perkalian.

(2)

ABSTRACT

DEVELOPMENT OF MATHEMATICS VISUAL AID OF MULTIPLICATION MATERIALS FOR STUDENTS WITH SLOW

LEARNING IN SD MUHAMMADIYAH SAGAN YOGYAKARTA

Witanti Wiyantari Universitas Sanata Dharma

2017

The visual aid is a concrete object which can help student in general in understanding lessons, especially students with special needs, who have learning difficulty. Based on needs analysis with the headmaster and third grade teacher of SD Muhammadiyah Sagan Yogayakarta, there was limitation in providing visual aid to help students with learning difficulty in the third grade in understanding basic multiplication concept. The purpose of this study was to develop high quality multiplication board visual aid for students with learning difficulty.

The research type is Research and Develompment (R&D). The research development procedure was the procedure visual aidosed by Sugiyono by modifying ten steps into seven steps such as: (1) Potential and Problem, (2) Data Collection, (3) Product Design, (4) Design Validation, (5) Design Revision, (6) Product Trial, (7) Product Revision. The research subjects were two students with learning difficulty in third grade in SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta.

The Multiplication Board Mathematics Visual aid for students with learning difficulty proved to have good quality. This was indicated by understanding of concept and faster completion of multiplication questions. Multiplication board visual aid and visual aid manual album were validated by three validators, i.e. mathematician, child psychologist, and third grade teacher. The average score of the visual aid was 3,6 with 4 categorized as “very good” and the average score of multiplication board manual album was 3,75 with 4 categorized as “very good”. The outcome of this research is a multiplication board mathematics visual aid prototype for students with learning difficulty in SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta, as well as multiplication board visual aid manual album.

(3)

PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA MATERI

PERKALIAN UNTUK SISWA DENGAN LAMBAT BELAJAR

SD MUHAMADIYAH SAGAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Witanti Wiyantari NIM: 131134089

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA MATERI

PERKALIAN UNTUK SISWA DENGAN LAMBAT BELAJAR

DI SD MUHAMADIYAH SAGAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Witanti Wiyantari NIM: 131134089

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)

iii

(7)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan untuk:

Allah SWT yang telah memberikan kemudaan, rahmat serta hidayahnya dalam

penyusunan skripsi ini.

Kedua orang tuaku, Papa Dwi Heryanto dan Mama Surnia Adha yang telah

mendidik dan membesarkanku dengan penuh kasih sayang serta yang selalu

memberikan dukungan, doa dan semangatnya.

Mbak dan Adik-adikku (Mbak Nita Damayanti, Adiku Astri Kurnia Bintari, Adiku

Tia Sinta Marta Sari) terima kasih atas suport, waktunya untuk menghibur dan

semangatnya selama ini.

Dosen pembimbing I Ibu Christiyanti Aprinastuti S.Si., M.Pd dan Dosen

pembimbing II Ibu Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi yang telah

bersedia memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan skripsi dengan

penuh perhatian, semangat dan kesabaran.

Teman-teman satu payung dan seperjuangan, Rahmawati Suharno, Mariyah yang

telah memberikan dukungan dan motivasi dalam pengerjaan skripsi.

Teman-teman terdekatku, Priska, Intan, Atika, Dhea, Aisyah, Reni, Assa, Okta,

Yolla, Cundi, dan Voo yang telah memberikan dukungan serta semangat dalam

mengerjakan skripsi.

Kk Edi Irawan, mas Biliy dan dek Bila yang telah memberikan semangat,

dukungan, yang selalu ada buat menghiburku selama pengerjaan skripsi.

Teman-teman PGSD angkatan 2013, terima kasih atas kebersamaan selama

belajar di PGSD USD.

(8)

v

MOTTO

“... Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum

mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”

(Terjemahan Q.S. Ar-Ra’d:11)

“ Selalu berusaha dalam menghadapi suatu rintangan dan yakinalah pada diri kita

sendiri dan Allah SWT bahwa kita bisa melalui semuanya”

(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya

ilmiah.

Yogyakarta, 13 Juni 2017

Peneliti

(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Witanti Wiyantari

Nomor Mahasiswa : 131134089

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA MATERI PERKALIAN UNTUK SISWA DENGAN LAMBAT BELAJAR

DI SD MUHAMADIYAH SAGAN YOGYAKARTA

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya mengizinkan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian penrnyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 13 Juni 2017 Yang menyatakan

(11)

viii ABSTRAK

PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA MATERI PERKALIAN UNTUK SISWA DENGAN LAMBAT BELAJAR

DI SD MUHAMADIYAH SAGAN YOGYAKARTA

Witanti Wiyantari Universitas Sanata Dharma

2017

Alat peraga adalah suatu benda konkret yang dapat membantu siswa pada umumnya dalam memahami setiap pembelajaran, terutama siswa berkebutuhan khusus yang mengalami lambat belajar. Berdasarkan analisis kebutuhan yang dilakukan bersama kepala sekolah dan guru kelas III di SD Muhammadiyah Sagan Yogayakarta menyatakan, bahwa mengalami keterbatasaan dalam menyediakan alat peraga untuk membantu siswa yang mengalami lambat belajar pada kelas III dalam memahami konsep dasar perkalian. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan alat peraga papan perkalian untuk siswa dengan lambat belajar dengan kualitas baik.

Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan Research and

Develompment (R&D). Prosedur pengembangan penelitian ini menggunakan

prosedur yang diungkapkan oleh Sugiyono dengan memodifikasi dari sepuluh langkah menjadi tujuh langkah yaitu: (1) Potensi dan Masalah, (2) Pengumpulaan Data, (3) Desain Produk, (4) Validasi Desain, (5) Revisi Desain, (6) Uji Coba Produk, (7) Revisi Produk. Subyek dalam penelitian ini yaitu dua siswa yang mengalami lambat belajar kelas III di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta.

Alat peraga Matematika Papan Perkalian untuk siswa dengan Lambat Belajar terbukti memiliki kualitas baik. Hal ini ditandai dengan adanya pemahaman konsep serta penyelesaian soal perkalian yang lebih cepat. Alat peraga papan perkalian dan album penggunaan alat peraga divalidasikan produk dengan tiga validator yaitu ahli matematika, ahli psikolog anak dan guru kelas III. Alat peraga memperoleh nilai rata-rata 3,6 dengan skala 4 katagori “sangat baik” dan album penggunaan papan perkalian diperoleh nilai rata-rata 3,75 dengan skala 4 katagori “sangat baik”. Hasil akhir penelitian ini berupa prototipe alat peraga Matematika papan perkalian untuk siswa dengan lambat belajar di SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta beserta album penggunaan alat peraga papan perkalian.

(12)

ix ABSTRACT

DEVELOPMENT OF MATHEMATICS VISUAL AID OF MULTIPLICATION MATERIALS FOR STUDENTS WITH SLOW

LEARNING IN SD MUHAMMADIYAH SAGAN YOGYAKARTA

Witanti Wiyantari Universitas Sanata Dharma

2017

The visual aid is a concrete object which can help student in general in understanding lessons, especially students with special needs, who have learning difficulty. Based on needs analysis with the headmaster and third grade teacher of SD Muhammadiyah Sagan Yogayakarta, there was limitation in providing visual aid to help students with learning difficulty in the third grade in understanding basic multiplication concept. The purpose of this study was to develop high quality multiplication board visual aid for students with learning difficulty.

The research type is Research and Develompment (R&D). The research development procedure was the procedure visual aidosed by Sugiyono by modifying ten steps into seven steps such as: (1) Potential and Problem, (2) Data Collection, (3) Product Design, (4) Design Validation, (5) Design Revision, (6) Product Trial, (7) Product Revision. The research subjects were two students with learning difficulty in third grade in SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta.

The Multiplication Board Mathematics Visual aid for students with learning difficulty proved to have good quality. This was indicated by understanding of concept and faster completion of multiplication questions. Multiplication board visual aid and visual aid manual album were validated by three validators, i.e. mathematician, child psychologist, and third grade teacher. The average score of the visual aid was 3,6 with 4 categorized as “very good” and the average score of multiplication board manual album was 3,75 with 4 categorized as “very good”. The outcome of this research is a multiplication board mathematics visual aid prototype for students with learning difficulty in SD Muhammadiyah Sagan Yogyakarta, as well as multiplication board visual aid manual album.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Pengembangan alat peraga matematika materi perkalian untuk siswa dengan lambat belajar di SD Muhamadiyah Sagan Yogyakarta dapat peneliti selesaikan dengan tepat waktunya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidika Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bawah tanpa bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagi pihak maka skripsi ini tidak akan terwujud seperti adanya sekarang ini. Penulis menyampaikan rasa terima kasih untuk segala bantuan yang diberikan, kepada yang terhormat:

1. Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Christiyanti Aprinastuti S.Si., M.Pd., Ketua program studi Pendidikan Guru sekolah Dasar dan dosen pembimbing skripsi I yang telah memberikan bimbingan, motivasi, arahan dan dukungan dalam penyusunan laporan skripsi.

3. Apri Damai Sagita Krissandi S.S., M.Pd., Wakil ketua program studi pendidikan guru sekolah Dasar.

4. Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi., Dosen pembimbing skripsi II yang berkenan memberikan bimbingan, arahan, dukungan, dan motivasi dalam penyusunan laporan skripsi.

5. Sekretariat PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan bantuan dan pelayanan peneliti dengan baik.

(14)

xi

7. Keluarga besar SD Muhammadiyah Sagan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian sehingga dapat menambah ilmu dan pengalaman banyak bagi penulis.

8. Seluruh Dosen yang mengajar di Pendidikan Guru Sekolah dasar Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi penulis.

9. Kedua orang tuaku, Papa Dwi Heryanto dan Mama Surnia Adha yang selalu memberikan semangat, doa dan dukungan yang sangat luar biasa. 10.Mbak Nita Damayanti, Adek Astri Kurnia Bintari, dan Adek Tia Sinta

Marta Sari, Atas suport, waktunya untuk menghibur dan semangatnya selama ini.

11.Teman-teman terdekatku yang telah memberikan semangat dan waktunya. 12.Teman-teman satu payung yang selalu memberikan bantuan, nasehat serta

stand bye 24 jam buatku.

13.Semua pihak yang telah mendukung dan tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat untuk penelitian selanjutnya dan mohon maaf jika ada kesalahan dalam penyusunan skripsi.

Yogyakarta, 13 Juni 2017 Peneliti

(15)

xii

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .. viii

ABSTRAK ... x

1.1Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2Batasan Masalah ... 5

1.3 Rumusan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Definisi Operasional ... 7

1.7 Spesifikasi Produk ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

2.1 Kajian Pustaka ... 13

2.1.1 Alat Peraga ... 13

2.1.2 Anak Berkebutuhan Khusus ... 18

2.1.3 Anak Lambat Belajar ... 21

2.1.4 Matematika ... 27

2.1.5 Pembelajaran dan Belajar ... 30

2.1.6 Perkembangan Anak ... 32

(16)

xiii

2.3 Kerangka Berpikir ... 37

2.4 Pertanyaan Penelitian ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

3.1 Jenis Penelitian ... 41

3.2 Setting Penelitian ... 45

3.3 Prosedur Pengembangan ... 47

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.5 Instrument Penelitian ... 55

3.6 Teknik Analisis Data ... 57

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

4.1 Hasil Penelitian ... 61

4.2.1 Kelebihan alat peraga papan perkalian ... 102

4.2.2 Kekurangan alat peraga papan perkalian ... 102

BAB V PENUTUP ... 103

5.1 Kesimpulan ... 103

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 105

5.3 Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 106

LAMPIRAN ... 109

LAMPIRAN ... 109

(17)

xiv

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Literature map hasil penelitian yang relevan ... 37

Bagan 3.1 Langkah Research and Development (R&D) ... 42

Bagan 3.2 Prosedur Pengembangan Prorotipe Papan perkalian ... 48

Rumus 3.1 Menghitung Rata-rata ... 59

(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Garis besar wawancara kepada Kepala Sekolah ... 55

Tabel 3.2 Garis besar wawancara pertama kepada Guru kelas III. ... 55

Tabel 3.3 Garis besar wawancara kedua kepada Guru kelas III. ... 55

Tabel 3.4 Garis Besar wawancara kepada dua siswa lambat belajar kelas III. . .... 56

Tabel 3.5 Rambu-rambu pengamatan terhadap anak lambat belajar di kelas III. .. 56

Tabel 3.6 Skala bertingkat... 56

Tabel 3.7 Kisi-kisi Kuesioner Validasi Alat peraga. ... 57

Tabel 3.8 Kisi-kisi Kuesioner Validasi Album Penggunaan Alat peraga. ... 57

Tabel 3.9 Tabel Klasifikasi Hasil Penelitian ... 59

Tabel 3.10 Tabel Kategorisasi Data Kuantitatif ke Kualitatif... 59

Tabel 4.1 Hasil wawancara bersama kepala sekolah. . ... 61

Tabel 4.2 Hasil wawancara bersama Guru kelas III. ... 62

Tabel 4.3 Hasil Observasi Dua Siswa lambat Belajar pada saat pembelajaran Matematika di kelas III. . ... 64

Tabel 4.4 Hasil Observasi Dua Siswa lambat Belajar pada saat pembelajaran IPA di kelas III. . ... 65

Tabel 4.5 Hasil wawancara bersama siswa pertama Lambat belajar. . ... 67

Tabel 4.6 Hasil wawancara bersama siswa kedua Lambat belajar.. ... 67

Tabel 4.7 Hasil wawancara kedua bersama Guru kelas III. . ... 67

Tabel 4.8 Perubahan sebelum dan sesudah perubahan pada album penggunaan alat peraga papan perkalian untuk siswa dengan lambat belajar di kelas III SD Muhammadiyah Sagan ... 83

(19)

xvi

(20)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kelompok objek sama. ... 28

Gambar 2.2 Penjumlahan berulang. ... 29

Gambar 2.3 Garis Bilangan. ... 29

Gambar 2.4 Barisan objek dalam kolom. ... 29

Gambar 4.1 Gambar desain papan perkalian. ... 69

Gambar 4.2 Desain Kotak Isi. ... 69

Gambar 4.3 Papan perkalian, Kotak Isi dan Kotak soal. ... 71

Gambar 4.4 Desain kotak Butiran Perkalian Sebelum diberi masukan. ... 71

Gambar 4.5 Desain kotak Butiran Perkalian Sesudah diberi masukan. ... 71

Gambar 4.6 Replika Papan perkalian jika terisi dengan Kotak butiran perkalian. 72 Gambar 4.7 Desain kotak butiran Perkalian setelah revisi. ... 73

Gambar 4.8 Replika papan perkalian yang sudah direvisi. ... 74

Gambar 4.9 Papan perkalian yang sudah direvisi. ... 75

Gambar 4.10 Kotak butiran perkalian sebelum revisi. ... 80

Gambar 4.11 Kotak butiran perkalian sesudah revisi. ... 80

Gambar 4.12 Hasil kerja pertama Bunga (disamarkan) . ... 87

Gambar 4.13 Hasil kerja pertama Roso(disamarkan) . ... 88

Gambar 4.14 Hasil Kerja Roso saat menggunakan Papan perkalian. ... 92

Gambar 4.15 Hasil Kerja Bunga saat menggunakan Papan perkalian. ... 92

Gambar 4.16 Hasil Kerja Roso setelah menggunakan Papan perkalian. ... 93

Gambar 4.17 Hasil Kerja Bunga setelah menggunakan Papan perkalian ... 93

(21)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Melakukan ... 110

Lampiran 2 Surat keterangan telah melakukan Penelitian ... 111

Lampiran 3 Garis besar pertanyaan wawancara Potensi dan Masalah ... 112

Lampiran 4 Garis besar pertanyaan wawancara Pengumpulan Data ... 113

Lampiran 5 Pedoman Observasi ... 114

Lampiran 6 Kisi-Kisi Penilaian Validasi Prototipe Alat Peraga Dan Album Pengguanaan Alat Peraga ... 115

Lampiran 7 Hasil Validasi Alat Peraga oleh Ahli Psikolog Anak ... 117

Lampiran 8 Hasil Validasi Alat Peraga oleh Ahli Matematika ... 120

Lampiran 9 Hasil Validasi Alat Peraga oleh Guru kelas III ... 126

Lampiran 10 Hasil Validasi Album Penggunaan Alat Peraga oleh Ahli Psikolog Anak ... 129

Lampiran 11 Hasil Validasi Album Penggunaan Alat Peraga oleh Ahli Matematika ... 135

Lampiran 12 Hasil Validasi Album Penggunaan Alat Peraga oleh Guru kelas III ... 141

Lampiran 13 Album Penggunaan Alat Peraga ... 144

(22)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang penelitian, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk yang

dikembangkan, dan definisi operasional.

1.1 Latar Belakang Penelitain

Belajar merupakan salah satu kegiatan untuk menambah pengetahuan atau

ilmu. Dalam ranah pendidikan, belajar merupakan suatu kegiatan yang penting

bagi setiap orang. Abdillah (dalam Aunurrahman, 2011:35) mendefinisikan

belajar sebagai suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan

tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek

kognitif, afektif, dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu. Di bidang

pendidikan, Aunurrahman (2011:34) menambahkan bahwa pembelajaran

berupaya mengubah masukan berupa siswa yang belum terdidik, menjadi siswa

yang terdidik, siswa yang belum memiliki pengetahuan sesuatu, menjadi siswa

yang memiliki pengetahuan. Pembelajaran dalam ranah pendidikan kemudian

dikelompokkan berdasarkan bidang-bidang tertentu yang kerap disebut sebagai

mata pelajaran, dan salah satunya adalah Matematika.

Matematika merupakan mata pelajaran yang penting bagi setiap orang.

Ismail, dkk. (dalam Hamzah & Muhlisraini, 2014:48) mendefiniskan Matematika

sebagai ilmu yang membahas angka-angka dan perhitunganya, membahas

masalah-masalah numerik, mengenai kuantitas dan besaran, mempelajari

(23)

dan alat. Matematika adalah suatu ilmu yang pasti atau konkret. Ada baiknya

siswa sudah dikenalkan matematika sejak dini, banyak cara untuk membantu

siswa dalam mengenal pelajaran matematika, seperti penggunaan alat peraga yang

sederhana. Ali (dalam Sundayana, 2015:7) mengungkapkan bahwa alat peraga

adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang

merangsang pikiran, perasaan serta perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat

belajar. Alat peraga dapat digunakan untuk membantu kesulitan siswa dalam

memahami suatu materi tertentu, terutama pada pembelajaran Matematika, bukan

hanya itu saja alat peraga juga dapat membantu guru dalam penyampaian materi

kepada siswa yang memiliki kebutuhan khusus, seperti siswa lambat belajar.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Ningrum, 2013:29) kata

lambat artinya tidak tangkas atau tidak cekatan dalam bekerja, jadi anak lambat

belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar sehingga membutuhkan

waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan tugas. Marliyn & Bursuck (2015:53)

menjelaskan bahwa teknologi dapat digunakan untuk membantu disabilitas baik

yang ringan ataupun yang berat dalam banyak hal, misalnya untuk berkomunikasi,

mengakses pembelajaran, menyelesaikan tugas, dan berpartisipasi secara penuh di

sekolah dan juga di masyarakat. Siswa penyandang disabilitas dibolehkan untuk

menggunakan teknologi bantu yang sesuai dengan kebutuhan. Teknologi bantu

merujuk pada perangkat apa pun, baik itu suatu alat, produk, atau barang lainnya

yang dapat digunakan untuk menaikkan, mempertahankan, atau meningkatkan

kemampuan fungsional individu penyandang disabilitas. Desiningrum (2016:14)

menyatakan siswa lambat belajar dalam memahami suatu materi harus dengan

(24)

penejelasan materi yang banyak secara lisan karena hanya dapat membingungkan

siswa lambat belajar itu sendiri.

Peneliti melaksanakan wawancara dengan kepala sekolah dan guru kelas III

SD Muhammadiyah Sagan pada 8 November 2017. Berdasarkan hasil wawancara

dengan Kepala SD Muhammadiyah Sagan, peneliti mendapatkan informasi bahwa

di sekolah ini ada dua siswa yang mengalami lambat belajar dalam pembelajaran

Matematika kelas III, serta kurangnya penggunaan benda-benda konkret seperti

alat peraga untuk membantu siswa dalam memahami materi yang disampaikan

gurunya. Pada hari yang sama peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas

III tahun ajaran 2016/2017, dimana kelas ini memiliki dua siswa yang mengalami

lambat belajar. Dalam wawancara dengan guru kelas III tersebut, peneliti

mendapatkan informasi bahwa kedua siswa lambat belajar memiliki keterbatasan

kemampuan akademik jika dibandingkan dengan siswa-siswi lainnya di kelas

yang sama. Dua siswa lambat belajar tersebut kerap kali tertinggal dalam

mengerjakan tugas dan menerima penjelasan yang diberikan guru selama

pembelajaran berlangsung. Dua siswa lambat belajar mengalami lambat pada

mata pelajaran lainnya seperti Bahasa Indonesia, IPA, dan IPS. Akan tetapi, Pada

pembelajaran Matematika dua siswa lambat belajar mengalami permasalahan

yang menojol.

Hasil wawancara dan obsevasi. Wawancara kedua dilakukan bersama guru

kelas III dan kedua siswa lambat belajar. Observasi dilakukan pada kedua siswa

lambat belajar. Wawancara dan observasi dilakukan pada tanggal 17 November

2016. Hasil wawancara kedua bersama guru kelas III dan dua siswa lambat belajar

(25)

masih belum memahami konsep dasar perkalian dikarenakan mereka memerlukan

waktu yang lama dalam memahami konsep dasar perkalian dan kurangnya

penggunaan benda-benda konkret seperti alat peraga menjadi hambatan dalam

membantu dua siswa lambat belajar dalam memahami konsep dasar perkalian.

Selain itu, guru juga meminta peneliti medesain alat peraga untuk mengajarkan

konsep dasar perkalian untuk siswa dengan lambat belajar. Observasi dilakukan

sebanyak dua pertemuan pada pembelajaran yang berbeda, yaitu pada

pembelajaran Matematika dan IPA. Hasil observasi dua siswa lambat belajar pada

pembelajaran Matematika dan IPA, dari hasil observasi yaitu bahwa dua siswa

lambat belajar mengalami keterlambatan dalam memahami materi yang

disampaikan oleh guru serta dalam mengerjakan soal yang diberikan. Pada saat

observasi terlihat pada pembelajaran Matematika dua siswa lambat belajar ini

mengalami kesulitan yang menojol dalam menerima pembelajaran yang

diberikan.

Berdasarkan masalah dan kendala yang dialami oleh siswa dan pihak

sekolah, peneliti memutuskan untuk melakukan pembuatan alat peraga

Matematika yang dapat digunakan untuk membantu pemahaman siswa lambat

belajar dalam materi perkalian. Peneliti memutuskan untuk membuat suatu papan

perkalian dengan perkalian dasar 1-10. Alat peraga dalam penelitian ini

menggunakan lima ciri-ciri Montessori. Alat peraga Montessori merupakan alat

peraga yang dirancangan untuk membantu siswa dalam belajar dan memahami

materi pembelajaran. Lima ciri-ciri alat peraga Montessori yaitu menarik dengan

memberikan warna, bentuk, tekstur yang menarik serta berat yang ideal.

(26)

manusia seperti indra pengelihatan, dan indra peraba. Memiliki pengendali

kesalahan yang dapat mengetahui kesalahanya sendiri ketika belajar dengan

menggunakan alat peraga. Kemandirian, siswa dapat belajar secara mandiri

dengan menggunakan alat peraga ini tanpa didampingi oleh guru. Kontekstual,

alat peraga dibuat dengan menggunakan bahan-bahan yang dapat dijumpai

dilingkungan sekitar, awet dan tahan lama. Peneliti berharap alat peraga ini akan

membantu siswa-siswi lambat belajar dapat memahami konsep dasar perkalian

dengan mudah. Selain itu pembuatan papan perkalian ini bertujuan untuk

membantu guru dalam menjelaskan materi perkalian pada siswa lainnya secara

konkret.

1.2 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi pada masalah kompleks di atas maka peneliti

membatasi masalah pengembangan Alat Peraga Matematika Papan Perkalian

untuk Siswa dengan Lambat Belajar. Penelitian ini dibatasi hanya untuk dua siswa

berkebutuhan khusus jenis lambat belajar kelas III di SD Muhammdiyah Sagan

Yogyakarta. Peneliti mengambil dua siswa yang mengalami lambat belajar di

kelas tersebut, dengan pertimbangan antara lain: kedua siswa tersebut berada di

kelas yang sama dan mengalami lambat belajar dengan kesulitan materi yang

sama.

1.3 Rumusan Masalah

1.3.1 Bagaimana pengembangan alat peraga matematika papan perkalian

untuk siswa dengan lambat belajar di SD Muhammadiyah Sagan

(27)

1.3.2 Bagaimana kualitas alat peraga matematika papan perkalian untuk

siswa dengan lambat belajar di SD Muhammadiyah Sagan

Yogyakarta?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Mengetahui bagaimana pengembangan alat peraga matematika papan

perkalian untuk siswa dengan lambat belajar di SD Muhammadiyah

Sagan Yogyakarta.

1.4.2 Mengetahui bagaimana kualitas alat peraga matematika papan

perkalian untuk siswa dengan lambat belajar di SD Muhammadiyah

Sagan Yogyakarta.

1.5 Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.5.1 Bagi Siswa

Dapat membantu anak lambat belajar dalam memahami mata

pelajaran Matematika dengan mudah pada materi perkalian, dengan

penggunaan alat peraga papan perkalian yang disediakan.

1.5.2 Bagi Guru

Guru lebih memahami tahapan penggunaan alat peraga,

mendapatkan pengalaman, dan pengembangan Alat Peraga Papan

Perkalian untuk siswa dengan lambat belajar yang dapat membantu

guru dalam menjelaskan materi perkalian dengan mudah.

(28)

Sekolah mendapatkan wawasan baru tentang penggunaan Alat

Peraga Papan Perkalian bagi siswa dengan lambat belajar yang dapat

mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar.

1.5.4 Bagi Peneliti

Peneliti memperoleh pengetahuan dan pengelaman baru dalam

mengembangkan Alat Peraga Papan Perkalian untuk siswa dengan

lambat belajar. Produk yang dikembangkan dapat memberikan

motivasi bagi peneliti dalam mengembangkan alat peraga

pembelajaran Matematika.

1.6 Definisi Operasional

1.6.1 Alat peraga adalah sebuah suatu alat bantu konkret yang digunakan

sebagai sarana untuk menyampaikan pesan dan menarik kemauan siswa

sehingga dapat belajar serta membantu siswa agar lebih mudah dalam

memahami suatu materi pembelajaran.

1.6.2 Anak berkebutuhan khusus ialah anak yang mengalami gangguan

terhadap pertumbuhan dan perkembangan serta memiliki kelainan atau

penyimpangan fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional maka

dari itu anak berekebutuhan khusus memerlukan penangan yang lebih

baik dari guru maupun orang tua.

1.6.3 Anak lambat belajar adalah anak yang lambat dalam menangkap suatu

proses pembelajaran karena ia memiliki kemampunan daya tangkap

yang terbatas. Anak lambat belajar memiliki prestasi belajar rendah

(29)

sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam memahami suatu

materi.

1.6.4 Matematika adalah pengetahuan yang terstruktur dimana di dalam

matematika itu dapat membahasa angka-angka dan perhitungan,

membahas masalah-masalah numerik, mengenai kuantitas dan besaran,

mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, sarana berpikir,

kumpulan sistem, struktur dan alat.

1.6.5 Perkalian adalah penambahan berulang dengan sekelompok bilangan

dengan cara yang berbeda-beda yaitu kelompok objek yang sama,

penjumlahan berulang, garis bilangan dan barisan objek (baris dan

kolom)

1.6.6 Belajar merupakan suatu aktivitas dari diri seseorang baik disengaja

maupun tidak disengaja, dengan dipengaruhi oleh lingkungan

sekitarnya yang memungkinkan seseorang mendapatkan pengetahuan

serta pengalaman yang berharga.

1.7 Spesifikasi Produk

Alat peraga yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa Alat Peraga

Papan Perkalian 1-10 dengan mata pelajaran Matematika beserta Album

Penggunaan Alat Peraga Papan Perkalian. Pengembangan alat peraga ini

menggunakan ciri-ciri alat peraga Montessori. Lima ciri-ciri yang dikembangkan

oleh Maria Montessori yaitu menarik, bergradasi, correcation,

auto-education dan kontekstual. Melihat kesulitan yang dihadapi siswa lambat belajar

maka peneliti membuat alat peraga yang dapat membantu anak berkebutuhan

(30)

pembelajaran Matematika. Alat peraga yang dibuat ini diberi nama Papan Perkalian atau bila disingkat “PAPE”. Pape ini dapat membantu siswa lambat

belajar dalam memahami konsep dasar perkalian dari 1-10. Alat peraga papan

perkalian dibuat dengan menggunakan bahan kayu jenis teak wood. Pape

memiliki ukuran 60 cm x 44,5 cm. Ukuran ini terbilang cukup besar sehingga

Pape ini didesain seperti papan catur yang dapat dilipat menjadi dua. Pape terdiri

dari dua bagian, yaitu papan perkalian “PAPE” serta kotak isi. Bagian pertama “PAPE” terdiri dari enam komponen diantaranya:

Gambar 1.1 Desain PAPE

1. Judul alat peraga: Papan Perkalian (bila disingkat menjadi “PAPE”), warna

huruf pada judul adalah hijau.

2. Kotak geser berukuran 3 cm x 3 cm. Kotak ini dapat bergeser. Kotak

berwarna merah dapat bergeser ke kiri dan kanan, sedangkan kotak berwarna

biru dapat bergeser ke atas dan bawah. Kotak geser ini memiliki lubang di

1

2

3

4

5

(31)

tengahnya dengan ukuran 2 cm x 2 cm. Lubang ini berfungsi untuk

memberitahukan sampai mana angka yang akan dituju.

3. Kotak deret penjumlah berukuran 40 cm x 4 cm. Kotak mendatar dan

memiliki warna merah, kemudian terdapat angka satu sampai sepuluh yang

berfungsi sebagai penjumlah dari angka perkalian pada soal.

4. Kotak deret pengali 4 cm x 40 cm kotak menurun ini memiliki warna biru

dan terdapat angka satu sampai sepuluh yang berfungsi sebagai pengali dari

angka perkalian pada soal.

5. Kotak-kotak yang terdapat di tengah papan perkalian, berjumlah sebanyak

100 kotak kosong dengan ukuran 3 cm x 3 cm memiliki batasan 1 cm yang

berfungsi untuk meletakan butiran perkalian sebagai langkah untuk

mendapatkan jawaban.

6. Gantungan yang terletak di bawah kotak-kotak perkalian ada sebanyak 10

gantungan yang berfungsi untuk meletakan angka hasil perkalian dengan

ukuran 6,5 cm x 40 cm.

Bagian kedua dari Pape adalah kotak isi. Kotak isi berukuran 15 cm x 22 cm

dengan dilengkapi tutup kotak. Kotak isi terdiri dari delapan komponen

(32)

Gambar 1.2 Kotak Isi

1. Kotak butiran perkalian: kotak-kotak berbentuk persegi dan di tengahnya

terdapat gambar lingkaran berwarna hijau. Kotak perkalian ini berfungsi

untuk mengetahui hasil perkalian pada soal yang akan dikerjakan. Kotak

perkalian ini berjumlah 100 buah dengan ukuran 3 cm x 3 cm.

2. Kotak hasil: kotak berbentuk persegi panjang dengan ukuran 3 cm x 4 cm,

dan memiliki lubang di bagian atasnya. Lubang ini berfungsi untuk

menggantungkan hasil perkalian pada Pape. Di tengah kotak hasil terdapat

deretan angka berwarna biru. Pada kolom pertama terdapat angka dari 1

sampai 20.

3. Kotak hasil kolom kedua: terdapat angka dari 21 sampai 40.

4. Kotak hasil kolom kedua: terdapat angka dari 41 sampai 60.

5. Kotak hasil kolom kedua: terdapat angka dari 61 sampai 80.

(33)

7. Soal perkalian berukuran 3 cm x 7 cm. Soal ini digunakan untuk memainkan

Pape. Siswa harus menyelesaikan soal yang di ambil dari kotak isi ini. Di

balik kartu soal ini terdapat jawaban sebagai pengendali kesalahan (auto

correction) berwarna biru.

8. Tongkat Pencongkel berfungsi untuk melepaskan kotak butiran perkalian

(34)

13 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan diuraikan kajian pustaka, penelitian yang relevan, dan

kerangka berpikir.

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Alat Peraga

Pada subbab ini dipaparkan pengertian alat peraga, fungsi alat peraga,

kriteria alat peraga dan ciri-ciri alat peraga.

2.1.1.1 Pengertian Alat Peraga

Alat peraga adalah alat bantu dalam pengajaran untuk

memeragakan sesuatu supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti anak

didik (Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, 2008:37).

Ali (dalam Sundayana, 2015:7) mengungkapkan bahwa alat peraga adalah

segala sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang

merangsang pikiran, perasaan serta perhatian dan kemauan siswa sehingga

dapat belajar. Anitah (2010: 4) mengatakan bahwa alat peraga merupakan

sarana yang dapat membawakan pesan dari pemberi kepada penerima.

Prastowo (2015: 297) mengungkapkan bahwa alat peraga sebagai media

yang menggambarkan atau mengilustrasikan konsep atau materi yang

diajarkan sehingga siswa lebih muda dalam mempelajari materi yang

diajarkan.

Berdasarkan pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

alat peraga adalah suatu alat bantu konkret yang digunakan sebagai sarana

(35)

belajar serta membantu siswa agar lebih mudah dalam memahami suatu

materi pembelajaran.

Adapun pengertian alat peraga Matematika sebagai berikut,

Pramudjono (dalam Sundayana, 2014:7) mengemukakan bahwa alat peraga

adalah benda konkret yang dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja

digunakan untuk membantu menamkan atau mengembangkan konsep

matematika. Berdasarkan pengertian alat peraga matematika di atas

menyatakan bahwa alat peraga matematika adalah sebuah alat yang diracang

secara sengaja untuk menerapkan konsep dasar Matematika

2.1.1.2 Fungsi Alat Peraga

Sastradiradja (1971: 1-3) mengemukakan fungsi alat peraga dalam

pembelajaran, antara lain:

1) Membantu murid belajar lebih banyak;

2) Membantu murid mengingat lebih lama;

3) Memperlengkap rangsangan yang efektif untuk belajar;

4) Menjadikan belajar yang lebih konkret (nyata);

5) Membawa dunia ke dalam kelas;

6) Memberikan pendekatan-pendekatan bayangan yang

tajam-tajam dari satu subyek yang sama.

2.1.1.3 Kriteria Alat Peraga

Syarat dan kriteria alat peraga menurut Rusefendi (dalam

Sundayana, 2015: 8) antara lain:

1. Tahan lama;

(36)

3. Sederhana dan mudah dikelola;

4. Ukuran sesuai;

5. Dapat menyajikan konsep matematika baik bentuk real,

gambar, atau diagram;

6. Sesuai dengan konsep matematika;

7. Dapat memperjelas konsep matematika dan bukan sebaliknya;

8. Peragaan itu supaya menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep

abstrak bagi siswa;

9. Menjadikan belajar aktif dan mendiri dengan manipulasi alat

peraga;

10. Bila mungkin alat peraga tersebut bisa berfaedah lipat

(banyak).

2.1.1.4 Ciri-ciri pengembangan Alat peraga

Dalam penelitian ini, pengembangan alat peraga Matematika ini

mengacu pada Ciri-ciri alat peraga metode Montessori. Metode Montessori

(2002:171-175) dikembangkan oleh Maria Montessori yang lahir pada

tanggal 31 Agustus 1870 di Chiaravalle, kota bukit dengan pemandangan

Laut Adriatik, Provinsi Ancona di Italia. Dalam Alat peraga yang

dikembakan Montessori memiliki lima ciri-ciri. Berikut adalah lima ciri-ciri

menurut (Montessori, 2002:171-175) sebagai berikut:

1) Ciri yang pertama adalah menarik. Menarik dalam pembelajaran

menurut Montessori (2002: 74-75) ialah ketika menarik perhatian

anak secara spontan terhadap suatu pembelajaran yang ia alami. Alat

(37)

tertarik menggunakan alat peraga tersebut. Seperti dalam hal

pemilihan warna, Montessori melakukan penelitian terhadap

warna-warna yang digunakan pada alat peraganya, warna-warna-warna-warna tersebut

digunakan berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak.

Warna-warna yang digunakan dalam alat peraga Montessori disesuaikan

dengan krakteristik anak pada warna tersebut. Alat peraga Motessori

dibuat dan didesain dengan memperhatikan warna, kontur

permukaan yang lembut dan beratnya.

2) Ciri yang kedua adalah bergadasi, bergadasi dalam alat peraga

adalah konsistensi. Penggunaan alat peraga Montessori sebagian

besar menggunakan indera yang ada pada tubuh manusia. Setiap alat

peraga terdapat suatu tingkatan yang terus-menerus dan konsisten

yang dapat merangsang indera untuk menjadi semakin peka.

Montessori menyebutkan bahwa ada dua jenis gradasi yaitu gradasi

umur dan gradasi rangsangan rasional. Gradasi umur dapat dilihat

dari penggunaan alat untuk jenjang kelas sebelumnya maupun

jenjang kelas selajutnya. Gradasi rangsangan rasional dapat terlihat

pada penggunaan alat yang melibatkan beberapa indera. Penggunaan

alat peraga Montessori sebagian besar menggunakan indera yang ada

pada tubuh manusia.

3) Ciri yang ketiga adalah memiliki pengendali kesalahan (auto

correction). Alat peraga Montessori dibuat dengan memperhatikan

(38)

melakukan kesalahan dalam menggunakan alat peraga, meskipun

tanpa arahan dari guru maupun orang lain.

4) Ciri yang keempat adalah kemandirian (auto education). Alat peraga

Montessori dibuat dengan memperhatikan kemandirian yang

memungkinkan anak belajar secara mandiri dalam penggunaan alat

tersebut. Alat peraga disesuaikan dengan tingkatan perkembangan

anak, membantunya untuk tidak mengalami kesulitan dalam

membawa dan menggunakannya secara mandiri.

5) Ciri yang kelima yaitu kontekstual. Montessori mengisi kelas dengan

bahan-bahan pembelajaran yang dekat dengan lingkungan anak.

Menurut Lillard (2005:32) proses belajar seharusnya disesuaikan

dengan konteks yang ada. Konteks menurut ( Johnson, 2010:34)

berarti pola hubungan dalam lingkungan langsung seseorang. Hal

tersebut memiliki tujuan menurut (Hainstock, 1997:83) untuk

memberikan pengalaman langsung kepada siswa tentang lingkungan

sekitar. Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa alat

peraga Montessori dengan ciri kontekstual merupakan alat peraga

yang dirancangan untuk membantu anak belajar dan memahami

materi pembelajaran.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa alat peraga

Montessori merupakan alat peraga yang dirancangan untuk membantu siswa

dalam belajar dan memahami materi pembelajaran. Dalam penelitian

pengembangan alat peraga mengacu pada ciri-ciri alat peraga Montessori

(39)

serta berat yang ideal. Bergadasi, memiliki tekstur pada alat peraga yang

dapat dirasakan oleh indra manusia seperti indra pengelihatan, dan indra

peraba. Memiliki pengendali kesalahan yang dapat mengetahui kesalahanya

sendiri ketika belajar dengan menggunakan alat peraga. Kemandirian, siswa

dapat belajar secara mandiri dengan menggunakan alat peraga ini tanpa

didampingi oleh guru. Kontekstual, Alat peraga dibuat dengan

menggunakan bahan-bahan yang dapat dijumpai dilingkungan sekitar, awet

dan tahan lama.

2.1.2 Anak Berkebutuhan Khusus

2.1.2.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan

penanganan khusus karena adanya gangguan perkembangan dan kelainan

yang dialami anak menurut (Desinigrum, 2016:1). Menurut Directgov

(dalam Thompson, 2010:2), mengemukakan bawah anak berkebutuhan

khusus ialah merujuk pada anak yang memilik kesulitan atau

ketidakmampuan belajar yang membuatnya lebih sulit untuk belajar atau

mengakses pendidikan dibandingkan kebanyakan anak seusianya.

Sedangkan menurut Jannah, dkk (2014:15) anak berkebutuhan khusus

adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangan

mengalami kelainan atau penyimpangan fisik, mental-intelektual, sosial

dan atau emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya, sehingga

mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Berdasarkan pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

(40)

pertumbuhan dan perkembangan serta memiliki kelainan atau

penyimpangan fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional maka dari

itu anak berekebutuhan khusus memerlukan penangan yang lebih baik dari

guru maupun orang tua.

2.1.2.2 Klasifikasi anak berkebutuhan khusus

Menurut IDEA (individuals with Disabilities Education Act

Amandements) dalam (Desinigrum, 2016:7) mengemukakan secara umum

klasifikasi dari anak berkebutuhan khusus anatara lain:

A) Anak dengan gangguan Fisik

1. Tunanetra, yaitu anak yang indera pengelihatannya tidak berfungsi

(blind/low vision) sebagai saluran peneriman informasi dalam

kegiatan sehari-hari seperti orang awas.

2. Tunarungu, yaitu anak kehilangan seluruh atau sebagian daya

pendengarnya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi

secara verbal.

3. Tunadaksa, yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat yang

menetap pada alat gerak (tulang, sendi dan otot).

B) Anak dengan gangguan emosi dan perilaku

1. Tuanlaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian

diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang

berlaku.

2. Anak dengan gangguan komunikasi bisa disebut tunawicara, yaitu

(41)

kelancaran bicara, yang mengakibatkan terjadinya penyimpangan

bentuk bahasa, isi bahasa, atau fungsi bahasa.

3. Hiperaktif, secara piskologis hiperaktif adalah gangguan tingkah

laku yang tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan

gejala utama tidak mampu mengendalikan gerakan dan memusatkan

perhatian.

C) Anak dengan gangguan intelektual

1. Tunagrahita, yaitu anak yang secara nyata mengalami hambatan dan

keterbelakangan perkembangan mental intelektual jahu di bawah

rata-rata sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik,

komunikasi maupun sosial.

2. Anak Lambat Belajar yaitu anak yang memiliki potensi intelektual

sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita (biasanya

memiliki IQ sekitar 70-90).

3. Anak berkesulitan belajar khusus yaitu anak yang secara nyata

mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus, terutama

dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau

matematika.

4. Anak berbakat adalah anak yang memiliki bakat atau kemampuan

dan kecerdasan luar biasa yaitu anak yang memiliki potensi

kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap

tugas (task commitment) di atas anak-anak seusianya (anak pada

umumnya), sehingga untuk mewujudkan potensinya menjadi

(42)

5. Autisme yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh

adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan

gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.

6. Indigo adalah manusia yang sejak lahir mempunyai kelebihan

khusus yang tidak dimiliki manusia pada umunya.

Dari pengertian klasifikasi anak berkebutuhan khusus di atas dapat

dibedakan menjadi tiga bagian yaitu anak dengan gangguan fisik, anak

dengan gangguan emosi dan perilaku, serta anak dengan gangguan

intelektual. Anak dengan gangguan fisik yaitu Tunanetra, Tunarungu dan

Tunadaksa. Kedua anak dengan gangguan emosi dan perilaku yaitu

Tuanlaras, Anak dengan gangguan komunikasi bisa disebut tunawicara dan

Hiperaktif. Ketiga anak dengan gangguan intelektual yaitu Tunagrahita,

Anak Lambat Belajar, Anak berkesulitan belajar khusus, Anak berbakat,

Autisme, dan Indigo.

2.1.3 Anak Lambat Belajar

2.1.3.1 Pengertian anak lambat belajar

Menurut Desinigrum (2016:12) anak lambat belajar adalah

mereka yang memiliki prestasi belajar rendah (di bawah rata-rata anak

pada umumnya). Skors tes IQ menujukkan skor anatara 70-90 (Cooter

dalam Desinigrum, 2016:12). Menurut kamus besar bahasa Indonesia

kata lambat artinya tidak tangkas, tidak cekatan dalam bekerja, jadi anak

lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga

membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan tugas

(43)

lambat belajar adalah anak yang memiliki prestasi belajar rendah atau

sedikit di bawah rata-rata dari anak pada umumnya, pada salah satu atau

seluruh area akademik.

Berdasarkan pengertian dan definisi para ahli di atas dapat

disimpulkan bawah anak lambat belajar adalah anak yang lambat dalam

menangkap suatu proses pembelajaran karena ia memiliki kemampunan

daya tangkap yang terbatas. Anak lambat belajar memiliki prestasi

belajar rendah karena memiliki daya tangkap yang terbatas, IQ yang

rendah membuat mereka membutuhkan waktu yang lebih lama dalam

memahami suatu materi

Menurut Desiningrum (2016:12) gejala-gejala yang dapat

terlihat dari anak lambat belajar tidak hanya kemampuan akademiknya

yang terbatas, tapi juga pada kemampuan-kemampuan lain.

Kamampuan-kemampuan itu diantaranya, Kamampuan-kemampuan koordinasi (kesulitan

menggunakan alat tulis, olaraga, atau mengenakan pakaian). Dari sisi

perilaku, anak lambat belajar ini cenderung pendiam, pemalu, dan sulit

untuk berteman. Anak-anak lambat belajar ini juga cenderung kurang

percaya diri

Menurut Setiawan (2013:30) ciri-ciri yang dapat diamati pada

anak lambat belajar adalah sebagai berikut:

a) Rata-rata prestasi belajarnya rendah.

b) Menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan

teman-teman sebayanya.

(44)

d) Pernah tidak naik kelas.

Menurut pengertian ciri-ciri anak lambat belajar di atas yaitu

anak lambat belajar bukan hanya kemampuan akademiknya yang terbatas

tetapi juga pada kemampuan-kemampuan lain, diantaranya kemampuan

koordinasi (kesulitan menggunakan alat tulis, olahraga, atau mengenakan

pakaian) cara menerima pembelajaran yang sangat lambat dan

menyelesaikan tugas-tugas akademiknya sering terlambat dibandingkan

dengan teman lainnya serta dari sisi perilaku, anak lambat belajar ini

cenderung pendiam, pemalu, sulit untuk berteman serta cenderung

kurang percaya diri.

2.1.3.2 Faktor-faktor penyebab anak lambat belajar

Setiawan (2013:30) menyatakan bahwa Anak lambat belajar

pada anak bisa terjadi karena beberapa faktor diantaranya adalah faktor

internal dan faktor eksternal sebagai berikut:

1. Faktor internal atau dari dalam yaitu faktor genetik, biokimia yang

dapat merusak otak misalnya: zat perwarna pada makanan,

pencemaran lingkungan, gizi yang tidak memadai dan

pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembengan anak.

Beberapa alasan penyebab anak lambat belajar dari faktor internal

sebagai berikut:

a) Faktor keturunan

Di sewedia, Hallgren 1950 dalam buku (Setiawan, 2013:30)

(45)

rata-rata anggota keluarga tersebut mengalami kesulitan dalam

membaca, menulis, dan mengeja.

b) Disfungsi minimal otak (DMO)

Anak yang lambat belajar mengalami permasalahan pada saraf

otaknya. Pendapat ini masih menjadi perdebatan dari beberapa

ahli. Para penelitian menganggap bahwa ada kesamasan

karakteristik pada perilaku anak lambat belajar dengan anak

abnormal. Anak yang lambat belajar memiliki adanya

tanda-tanda cedera otak. Maka para ahli tidak terlalu menganggap

cedera otak sebagai penybabnya, kecuali ahli saraf

membuktikan masalah ini. Mereka menyebutnya sebagai “disfungsi minimal otak” bukan “cedera otak” karena untuk

memastikan penyebabnya cedera otak sangatlah sulit.

c) Pengorganisasi cara berpikir

Anak lambat belajar mengalami kesulitan dalam menerima

penjelasan tentang sesuatu yang sifatnya abstrak. Mereka kurang

mampu berpikir secara baik. Misalnya anak yang sulit membaca

akan mengalami kesulitan untuk menyimpulkan dari yang

dilihatnya. Anak lambat belajar perlu mendapat pengulangan

dalam latihan, dengan tujuan untuk mengikatkan kemampuan

belajarnya.

d) Kekurangan gizi

Gizi merepukan faktor penting dalam proses pertumbuhan dan

(46)

membutuhkan gizi yang cukup untuk mendorong perkembangan

otaknya. Para penelitian terhadap tumbuh kembang anak

menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara anak

lambat belajar dengan kekurangan gizi. Walau pendapat tersebut

tidak seluruhnya benar, tetapi banyak bukti menyatakan pada

awal pertumbuhan sesorang anak kekurangan gizi dapat

memengaruhi perkembangan saraf utamanya sehingga akan

membawa dampak yang kurang baik dalam proses pertumbuhan

dan perkembangan belajar anak.

e) Faktor lingkungan

Keluarga merupakan faktor utama awal pendidikan bagi anak.

Maka baik buruknya perkembangan anak sangat dipengaruhi

oleh pendidikan dalam keluarga. Pengaruh faktor lingkungan,

gangguan nalar, dan emosi. Ketiganya mempunyai dampak yang

dapat mengakibatkan kesulitan belajar. Yang dimaksud dengan

faktor lingkungan ialah perlaku yang dapat menggangu

perkembangan mental anak. Misalnya lingkungan keluarga,

lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

2. Faktor Ekstrnal adalah penyebab utama problem anak lambat belajar

yang berupa strategi pembelajaran yang salah satunya tidak tepat,

pengelolaan kegiatan pembelajaran yang tidak membangkitkan

motivasi belajar anak dan pemberian ulangan penguatan yang tidak

(47)

Kesimpulan anak lambat belajar bisa terjadi dengan beberapa

faktor yang dijelaskan di atas semuanya dapat mempengaruhi anak.

Meskipun faktor genetik memiliki pengaruh yang kuat, namun

lingkungan juga merupakan faktor yang penting mempengaruhi anak

lambat belajar. Lingkungan dapat mempengaruhi inteligensi, kondisi

lingkungan ini meliputi nutrsi, kesehatan, kualitas stimulasi, iklim

emosional keluarga dan tipe umpan balik yang diperoleh melalui

perilaku. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Beyley bahwa status

sosial-ekonomi keluarga mempengaruhi IQ anak (Atikson, dkk dalam

Sntrock dalam Desinigrum, 2016:13).

2.1.3.3 Krakteristik anak lambat belajar

Anak yang mengalami lambat belajar mempunyai

karakteristik, seperti tidak matang dalam hubungan interpersonal, Selain

itu anak-anak ini juga menujukan kesulitan dalam mengikuti

petunjuk-petunjuk yang memiliki banyak langkah, hanya memiliki sedikit strategi

internal, seperti kemampuan organisasional, kesulitan dalam belajar dan

menggeneralisasikan informasi (Desinigrum, 2016:13). Anak-anak

lambat belajar memiliki nilai-nilai yang biasanya buruk dalam tes

prestasi belajar. Namun begitu sebagian dari mereka dapat memahami

materi yang sudah dipersingkat dan diberikan pada anak, seperti kegiatan

di laboratorium dan kegiatan manipulatif.

Dampak dari kertebatasan seperti dijelaskan di atas dapat

membentuk anak lambat belajar memiliki image yang buruk, meski

(48)

beberapa kemampuan bahkan sama sekali tidak dapat dikuasai, dan daya

ingat yang tergolong lambat. Ciri lain yang dimiliki anak lambat belajar

adalah rata-rata prestasi belajarnya yang selalu rendah, sering terlambat

dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dibandingkan dengan

teman-teman seusianya, dan memiliki daya tangkap yang cenderung

lambat dalam menerima pelajaran (Desinigrum, 2016:13).

2.1.4 Matematika

2.1.4.1Pengertian Matematika

Ismail, dkk. mendefinisikan Matematika (dalam Hamzah,dkk.,

2014:48) sebagai ilmu yang membahas angka-angka dan perhitunganya,

membahas masalah-masalah numerik, mengenai kuantitas dan besaran,

mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, sarana berpikir, kumpulan

sistem, serta struktur dan alat. Beth & Piaget 1956 (dalam Runtuhkhu,dkk.,

2014:28) mengemukakan bahwa matematika adalah pengetahuan yang

berkaitan dengan berbagai struktur abstrak dan hubungan antar-struktur

tersebut sehingga terorganisasi dengan baik. Johnson & Rising 1972 (dalam

Runtuhkhu, 2014:28) mengatakan Matematika ialah bahasa simbol tentang

berbagai gagasan dengan menggunakan istilah-istilah yang didefinisikan

secara cermat, jelas, dan akurat.

Berdasarkan pengertian menurut para ahli di atas, matematika adalah

pengetahuan yang terstruktur dimana dalam matematika membahas tentang

angka-angka dan perhitungan, masalah-masalah numerik, mengenai

(49)

2.1.4.2Perkalian

Materi perkalian sudah diajarkan di kelas II SD dan lebih di

perdalam di kelas III SD. Soesilowati (2011:35) mendefinisikan perkalian

adalah bentuk lain dari penjumlahan berulang. Penjumlahan merupakan

penambahan sekelompok bilangan atau lebih menjadi suatu bilangan yang

merupakan jumlah (Supariadi, 2013:30). Menurut Runtuhkhu, dkk.

(2014:117) operasi perkalian seperti operasi bilangan lainnya, perkalian

berguna untuk memecahkan masalah dalam dunia nyata. Oleh karena itu,

pengenalan operasi perkalian sebaiknya dimulai dari situasi dalam

kehidupan sehari-hari. Contoh soal, “ ada tiga orang memancing ikan,

masing-masing mendapatkan 4 ekor, berapa ekor ikan semuanya?”. Untuk

menyelesaikan soal tersebut dapat menggunakan model-model seperti:

kelompok objek yang sama, penjumlahan berulang, garis bilangan, dan

barisan objek (baris dan kolom). Berikut akan dijelaskan setiap modelnya:

1. Kelompok objek yang sama

simbol tersebut menujukan kelompok objek yang memiliki bentuk

sama atau perolehan ikan dari hasil pancingan. Baris pertama adalah

hasil pancingan orang pertama yang memperoleh 4 ekor ikan. Baris

(50)

ikan. Baris ketiga adalah hasil pancingan orang ketiga memperoleh 4

ekor ikan. Seluruh ikan yang di peroleh ada 12 ekor.

2. Penjumlahan Berulang

4 + 4 + 4 “3 x 4”= 12

Gambar 2.2 Penjumlahan berulang

Pada gambar 2.2 dapat diketahui bahwa perkalian diartikan sebagai

penjumlahan berulang, 4 ikan ditambah 4 ikan ditambah 4 ikan. Ikan

seluruhnya 12 ekor.

3. Garis Bilangan

0 4 8 12

3 x 4 =12

Gambar 2.3 Garis Bilangan

Pada gambar 2.3 merupakan garis bilangan kelipatan dari empat.

Garis bilangan tersebut dimulai dari angka 0, kemudian angka 4, angka 8

dan angka 12.

4. Barisan objek dalam Kolom

Gambar 2.4 Barisan objek dalam kolom

Pada gambar 2.4 terdapat sebuah tabel yang terdiri dari barisan dan

kolom. Pada setiap baris tabel tersebut terdapat 4 kolom. Tabel tersebut

terdiri dari 3 baris dan 4 kolom jadi jika ikan dimasukan kedalam tabel

(51)

Menurut pengertian dari para ahli di atas dapat di simpulkan bahwa

perkalian adalah penambahan berulang dengan sekelompok bilangan

dengan cara yang berbeda-beda yaitu kelompok objek yang sama,

penjumlahan berulang, garis bilangan dan barisan objek (baris dan kolom)

Menurut Simanjuntak, dkk. (1993:121) Perkalian terdiri dari

multiplicand dan mulitiplier. Multiplicad adalah bilangan yang dijumlakan

sebanyak bilangan pengali. Sedangkan multiplir adalah bilangan pengali

itu sendiri. Hasil kali antara multiplicand dan mulitiplier disebut product.

Perkalian bahwa penyesuaiannya sama dengan operasi hitung penjumlahan

berulang. Contoh, 2 x 4= 4 + 4 = 8. Angka dua adalah pengalih sedangkan

angka empat sebagai penjumalah dan angka delapan sebagai hasil atau

produknya.

2.1.5 Pembelajaran dan belajar

Belajar merupakan salah satu kegiatan untuk menambah

pengetahuan atau ilmu. Dalam pendidikan, belajar merupakan suatu

kegiatan yang penting bagi setiap orang. Belajar adalah suatu usaha sadar

yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui

latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan

psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu menurut Abdillah 2002

(dalam Aunurrahman, 2011:35). Di bidang pendidikan, pembelajaran

berupaya mengubah masukan berupa siswa yang belum terdidik, menjadi

siswa yang terdidik, siswa yang belum memiliki pengetahuan sesuatu,

menjadi siswa yang memiliki pengetahuan (Aunurrahman, 2011:34).

(52)

tentang ciri umum kegiatan belajar. Adapun kesimpulannya adalah sebagai

berikut:

1) Belajar menujukan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari

atau sengaja. Oleh sebab itu, kegiatan belajar merupakan kegiatan

yang disengaja atau direncanakan oleh pembelajar sendiri dalam

bentuk suatu aktivitas tertentu. Aktivitas ini menujukan pada

keefektivan seseorang dalam melakukan sesuatu kegiatan tertentu,

baik pada aspek-aspek jasmaniah maupun aspek mental yang

memungkinkan terjadinya perubahan pada dirinya.

2) Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya.

Lingkungan dalam hal ini dapat berupa manusia atau objek-objek

lain yang memungkinkan individu memperoleh

pengalaman-pengalaman atau pengetahuan, baik pengalaman-pengalaman atau pengetahuan

baru maupun sesuatu yang pernah diperoleh atau ditemukan

sebelumnya. Akan tetapi, hal itu menimbulkan perhatian kembali

bagi individu tersebut sehingga memungkinkan terjadinya interaksi.

3) Hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku. Meskipun

tidak semua perubahan tingkah laku merupakan hasil belajar akan

tetapi, aktivitas belajar umumnya disertai perubahan tingkah laku.

Perubahan tingkah laku pada kebanyakan hal merupakan suatu

perubahan yang diamati (observable). Akan tetapi juga, tidak selalu

perubahan tingkah laku yang dimaksudkan sebagai hasil belajar

(53)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar

merupakan suatu aktivitas dari diri seseorang baik disengaja maupun tidak

disengaja, dengan dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya yang

memungkinkan seseorang mendapatkan pengetahuan serta pengalaman

yang berharga.

2.1.6 Perkembangan Anak

Teori perkembangan kognitif piaget adalah salah satu teori yang

menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dengan menginterprestasikan objek

dan kejadian-kejadian di sekitarnya. Dimana anak dapat mempelajari ciri-ciri

dan fungsi dari objek-objek seperti mainan, perabot, dan makanan, serta

objek-objek sosial seperti diri, orang tua dan teman. Piaget memandang

bahwa anak-anak memainkan peran aktif di dalam menyusun pengetahuannya

mengenai realitas di dalam mendapatkan informasi anak tidak pasif

menerimanya. Menurut Hetherington & Parke (dalam Desmati, 2009:46),

dalam mendapatkan informasi anak tidak pasif menerimanya, walaupun

proses berpikir dan konsepsi anak mengenai realitas yang dimodifikasi oleh

pengalamanya dengan dunia sekitar dia, namun anak juga beperan aktif dalam

menginterprestasikan informasi yang ia peroleh dari pengalaman serta dalam

mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi mengenai dunia yang

telah ia punyai.

Piaget percaya bahwa pemikiran anak-anak berkembangn menurut

tahap-tahap atau periode-periode yang terus bertambah dan kompleks.

Berikut adalah tahap-tahap perkembangan kognitif menurut piaget (dalam

(54)

2.1.6.1Sensorimotor

Tahapan ini berlangsung pada usia anak 0-2 tahun. Pada tahap ini

bayi bergerak dari tindakan refleks pada saat lahir sampai permulaan

pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia

melalui pengkoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan

fisik.

2.1.6.2Preoperational

Tahapan ini berlangsung pada usia anak 2-7 tahun. Tahap ini anak

mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar.

Kata-kata dan gambar-gambar ini menujukan adanya peningKata-katan pemikiran

simbolis dan melampaui hubungan informasi sensor dan tindak fisik.

2.1.6.3Concrete operational

Tahap ini berlangsung pada usia anak 7-11 tahun. Pada tahap ini

anak-anak dapat berpikir logis mengenai pristiwa-pristiwa yang konkret dan

mengklasifikasikan benda-benda kedalam bentuk-bentuk yang berbeda.

Anak menggunakan operasi mental untuk memecahkan masalah-masalah

aktual, anak mampu menggunakan kemampuan mentalnya untuk

memecahkan masalah yang bersifat konkret (Izzati dkk, 2008:105-106).

2.1.6.4Formal operational

Tahap ini berlansung pada usia anak 11- 15 tahun. Tahap ini biasa

ditandai dengan anak remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak dan

Gambar

Tabel 4.10 Hasil Analisis Pengembangan Album penggunaan Alat Peraga Papan
Gambar 1.2 Kotak Isi
Gambar 2.1 Kelompok objek sama
Gambar 2.3 Garis Bilangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kajian terhadap pertumbuhan ekonomi di negara berkembang menunjukkan bahwa dari 120 negara anggota, 40 negara di kawasan Asia dan Afrika bagian utara

[r]

0 Sistem Informasi Penggajian 1 Pemeliharaan File Master 2 Pemeliharaan File Transaksi 3 Cetak Laporan 1.1 File Master Karyawan 1.2 File Master Absensi 2.1 File Transaksi Penggajian

Mohammad Hasi Madani selaku Kepala Dinas Pasar Kabupaten Jember, Bapak Tri Tjahyono selaku Bagian Bidang Perencanaan, Bapak Abdul Mukti selaku Kepala Bidang

Penelitian ini menganalisis novel Gulliver’s Travels karya Jonathan Swift dengan tujuan untuk menemukan struktur dasar dari perjalanan karakter utama ke beberapa tempat

[r]

Saat ini masih banyak siswa yang tidak mempunyai lingkungan pergaulan/sosial yang kondusif sehingga dalam mempelajari mata pelajaran mereka mengalami hambatan.

Sehubungan dengan maraknya aksi penipuan melalui pesan singkat SMS maupun telepon yang mengatasnamakan Kepala Badan Kepegawaian Daerah atau Pegawai Badan Kepegawaian Daerah,