Universitas Kristen Maranatha ii
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memperoleh gambaran mengenai hubungan antara kecerdasan emosional dan derajat stres kerja pada guru SLB bagian C di Bandung.
Sesuai dengan maksud, tujuan, dan kegunaan penelitian, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan korelasional. Subyek pada penelitian ini adalah guru SLB bagian C yang berusia 28-50 tahun, dengan menggunakan metode purposive sampling maka diperoleh subyek penelitian sebanyak 30 orang.
Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner Kecerdasan Emosional berdasarkan konsep kecerdasan emosional dari Daniel Goleman, dan kuesioner Derajat Stres Kerja yang merupakan modifikasi dari alat ukur Stress Diagnostic Survey dari Ivancevich dan Matteson.
Berdasarkan pengolahan statistik korelasi Spearman dengan menggunakan SPSS, diketahui bahwa terdapat hubungan negatif antara kecerdasan emosional dan derajat stres kerja pada guru SLB bagian C di Bandung. Artinya, semakin tinggi kecerdasan emosional yang dimiliki guru, maka derajat stres kerja yang dihayati guru semakin rendah. Guru dengan kecerdasan emosional tinggi lebih mampu menjaga kestabilan emosinya dan mengarahkan energinya untuk mengatasi berbagai sumber stres kerja, sehingga tugas mengajar dan mendidik yang dapat menjadi sumber stres kerja tidak dinilai sebagai ancaman dan derajat stres kerja guru menjadi rendah. Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 16 guru yang menghayati derajat stres kerja rendah, sebagian besar memiliki aspek-aspek kecerdasan emosional yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa selain tingkat kecerdasan emosional, terdapat faktor-faktor lain yang berkaitan dengan derajat stres kerja guru yang rendah. Faktor-faktor tersebut adalah harapan guru dalam mengajar dan mendidik anak didik, keyakinan dapat mengatasi dan mengoptimalkan kemampuan anak didik, tingkat pendidikan, kemampuan dalam menghadapi kesulitan mengajar dan mendidik, perasaan terbebani oleh tugas mengajar dan mendidik, dan masa kerja.
Universitas Kristen Maranatha iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK……… ii
KATA PENGANTAR……… iii
DAFTAR ISI……….. v
DAFTAR BAGAN………. viii
DAFTAR LAMPIRAN………. ix
DAFTAR TABEL……….. x
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ……….. 1
1.2. Identifikasi Masalah ……… 8
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ……….... 8
1.3.1. Maksud Penelitian ………. 8
1.3.2. Tujuan Penelitian ……….. 9
1.4. Kegunaan Penelitian ………... 9
1.4.1. Kegunaan Ilmiah ………... 9
1.4.2. Kegunaan Praktis ……….. 9
1.5. Kerangka Pemikiran ……… 10
1.6. Asumsi Penelitian ………... 17
1.7. Hipotesis Penelitian ………. 17
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecerdasan Emosional………. 18
2.1.1. Dua Jenis Pikiran ……… 18
2.1.2. Kecerdasan Pribadi Menurut Howard Gardner ……….. 19
2.1.3. Definisi Kecerdasan Emosional……….. 20
2.1.4. Model Kecerdasan Emosional………. 21
2.1.5.Kemampuan Menyadari Emosi ……….. 25
Universitas Kristen Maranatha iv
2.1.7. Kemampuan Memotivasi Diri ……… 27
2.1.8. Kemampuan Mengenali Emosi Orang Lain / Empati … 28 2.1.9. Kemampuan Membina Hubungan dengan Orang Lain 29 2.1.10. IQ dan Kecerdasan Emosional……….. 30
2.2. Teori Stres………. 31
2.2.1. Definisi Stres………... 31
2.2.2. Sumber-Sumber Stres………. 32
2.2.3.Teori Tentang Penilaian Kognitif……… 34
2.2.4. Bentuk-bentuk Dasar dari Penilaian Kognitif…………. 35
2.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Appraisal…………. 36
2.2.6. Emosi dan Appraisal………... 38
2.2.7. Stres Dalam Pekerjaan………. 40
2.2.7.1. Pengertian Stres Dalam Pekerjaan……….. 40
2.2.7.2. Moderator Stress………. 41
2.2.7.3. Sumber-sumber Stres dalam Pekerjaan………... 43
2.3. Teori Perkembangan………. 46
2.4. Profesi Guru……….. 48
2.4.1. Karakteristik Tunagrahita 48 2.4.2 Persyaratan Guru SLB Bagian C……….. 51
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian………... 54
3.2. Variabel Penelitian………... 54
3.3. Definisi Operasional………. 55
3.4. Alat Ukur………. 56
3.4.1. Kuesioner Kecerdasan Emosional………... 56
3.4.2. Kuesioner Derajat Stres………... 58
3.4.3. Data Penunjang……… 60
3.5. Pengujian Alat Ukur………. 61
3.5.1. Validitas Alat Ukur………. 61
3.5.2. Reliabilitas Alat Ukur……….. 62
Universitas Kristen Maranatha v
3.6.1 Teknik Pengambilan Sampel……… 63
3.6.2.Karakteristik Populasi……….. 63
3.7 Teknik Analisis……….. 63
3.8. Hipotesis Statistik………. 65
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Sampel………. 66
4.1.1. Usia... 66
4.1.2. Jenis Kelamin... 66
4.1.3. Pendidikan... 66
4.1.4. Masa Kerja... 66
4.2. Hasil Penelitian……… 67
4.3. Pembahasan……….. 67
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………... 77
5.2. Saran………. 78
5.2.1. Saran Teoritis……….. 78
5.2.2. Saran Praktis……… 78
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RUJUKAN
Universitas Kristen Maranatha vi
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1. Kerangka Alur Pikir……… 16
Universitas Kristen Maranatha vii
DAFTAR TABEL
TABEL 3.1 :Rancangan Alat Ukur Kecerdasan Emosional……….. 56
TABEL 3.2 : Rancangan Alat Ukur Derajat Stres Kerja……… 59
TABEL 4.1 : Usia………... 66
TABEL 4.2 : Jenis Kelamin……… 66
TABEL 4.3 : Pendidikan………. 66
Universitas Kristen Maranatha viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data Penunjang
Lampiran 2 : Alat Ukur Kecerdasan Emosional Lampiran 3 : Alat Ukur Derajat Stres Kerja
Lampiran 4 : Validitas Hasil Try Out Kuesioner Kecerdasan Emosional Lampiran 5 : Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Kecerdasan Emosional Lampiran 6 : Validitas Hasil Try Out Kuesioner Derajat Stres Kerja Lampiran 7 : Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Derajat Stres Kerja Lampiran 8 : Data Pribadi Guru SLB bagian C di Bandung
Lampiran 9 : Analisis Korelasi Kecerdasan Emosional dan Derajat Stres Kerja Lampiran 10 : Gambaran Hasil Penelitian
Lampiran 11 : Aspek Stres Kerja
Lampiran 12 : Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja dengan Aspek-aspek Kecerdasan Emosional
Lampiran 13 : Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja dengan Data Penunjang Keseluruhan
Lampiran 14 : Tabulasi Silang antara Kecerdasan Emosional Sedang dan Derajat Stres Kerja Rendah dengan Data Penunjang
RAHASIA
Lampiran 1
DATA PRIBADI
1. Usia :
2. Jenis kelamin : L / P
3. Latar belakang pendidikan :
4. Status marital : menikah/ belum menikah
5. Lokasi kerja :
6. Lama menjabat sebagai Guru SLB/C : 7. Tugas-tugas Saya di SLB bagian C ini :
……… ……… ………
8. Apakah Saudara merasa kesulitan dalam mengajar dan mendidik anak didik terkait dengan berbagai karakteristik khas yang dimiliki anak didik?
A. Sangat kesulitan B. Sedikit kesulitan C. Tidak merasa kesulitan
9. Apakah Saudara merasa terbebani oleh tugas Saudara sebagai guru SLB C khususnya dalam mengajar dan mendidik anak didik terkait dengan berbagai karakteristik khas yang dimiliki anak didik?
A. Sangat terbebani B. Sedikit terbebani C. Tidak merasa terbebani
10. Apa harapan Saudara sebagai guru SLB bagian C terhadap anak didik? ……… ……… ………
11. Sejauhmana harapan tersebut sudah terwujud?
RAHASIA
12. Menurut Saudara, Saudara………. bahwa Saudara dapat mengatasi semua perilaku khas anak didik selama Saudara mengajar dan mendidik mereka. A. Yakin B. Kurang Yakin C. Tidak Yakin
13. Menurut Saudara, Saudara………. bahwa Saudara dapat mengajar dan mendidik anak didik ke arah yang lebih optimal
A. Yakin B. Kurang Yakin C. Tidak Yakin
14. Apakah Saudara merasa pengetahuan yang Saudara miliki saat ini mengenai pendidikan luar biasa sudah cukup untuk bisa mengoptimalkan kemampuan anak didik?
A. Lebih dari cukup B. Cukup C. Masih kurang
15. Apakah Saudara merasa pengalaman mengajar Saudara selama ini sudah cukup untuk dapat mengatasi semua perilaku khas anak didik selama Saudara mengajar dan mendidik mereka?
RAHASIA
Lampiran 2
KUESIONER KECERDASAN EMOSIONAL
Petunjuk pengisian :
Pernyataan-pernyataan ini membantu Saudara untuk mengenali perasaan,
sebagaimana Saudara melihat diri sendiri. Jawablah pernyataan ini seakan-akan
Saudara sedang menggambarkan diri Saudara sebagaimana adanya. Jawablah
dengan respom Saudara. Jangan ada yang terlewati. Bacalah setiap pernyataan
baik-baik, lalu pilihlah salah satu dari 4 alternatif jawaban yang tersedia dengan
memberikan tanda (X) pada kotak yang menggambarkan diri Saudara. Arti
keempat pilihan tersebut adalah sebagai berikut :
(SS) Sangat sesuai : untuk pernyataan yang sepenuhnya sesuai dengan
gambaran diri Saya
: untuk jawaban sebagian besar sesuai dengan
gambaran diri Saya
: untuk jawaban sebagian besar tidak sesuai
dengan gambaran diri Saya
sama sekali tidak sesuai dengan
gambaran diri Saya
Perlu diperhatikan bahwa semua jawaban Saudara tidak ada yang salah, semuanya
benar. Terima kasih atas kesediaan Saudara untuk mengisi angket ini.
RAHASIA
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Saya tahu hal apa yang membuat saya marah saat mengajar 2. Saya merasa bangga bisa menjadi guru di SLB C
3. Saya mampu memahami sudut pandang yang berbeda dari rekan kerja saya mengenai anak didik
4. Saya menghindari terlibat dalam kegiatan-kegiatan di luar jam pelajaran di sekolah tempat saya mengajar
5. Saya tidak tahan berlama-lama mendengarkan keluh kesah rekan kerja saya mengenai kesulitannya dalam mengajar 6. Saat tahun ajaran baru dimulai, saya merasa sulit
menyesuaikan diri dengan para anak didik di kelas baru 7. Saya kurang begitu menghiraukan perasaan anak didik saya
ketika saya tegur di hadapan teman-temannya 8. Saya tidak tahu mengapa saya merasa bingung saat
menghadapi anak didik
9. Jika saya merasa bosan mengajarkan materi yang sama, saya tetap bersemangat mengajarkan materi tersebut hingga anak didik mengerti
10. Saya mengerti bagaimana sulitnya orangtua anak didik mengajar dan mendidik anaknya di rumah
11. Saya senang bertemu dengan kenalan-kenalan baru di lingkungan sekolah tempat saya mengajar
12. Saat mengajar anak didik, saya dapat menyadari bahwa saya kesal
13 Jika saya merasa kesal pada seorang anak didik, saya akan lampiaskan saat itu juga dengan cara memarahinya di hadapan teman-temannya
14. Walaupun kemampuan daya ingat anak didik saya kurang, saya tidak merasa putus asa untuk terus berusaha
mengajarkan mereka dengan berbagai cara.
15. Saya membutuhkan waktu yang lama untuk bisa menerima pendapat rekan kerja saya
16. Saya sudah berkali-kali mengajarkan materi yang sama kepada anak didik, sehingga saya tidak dapat mentolerir anak didik yang masih salah mengerjakan tugasnya
17. Menurut saya menyelesaikan masalah anak didik yang saling menyerang dengan cara kompromi dengan orang tua anak didik, hanya membesar-besarkan masalah
18. Saya mampu mengurangi kegelisahan saya selama mengajar 19. Saya merasa sangat bosan sehingga terasa sulit
meningkatkan keterampilan mengajar saya
20. Saya tidak merasa keberatan mendengarkan keluh kesah anak didik, rekan kerja atau orangtua anak didik
21. Saya lebih baik menghindari rekan kerja yang meminta bantuan saya terkait dengan masalah anak didik
22. Jika anak didik yang telah saya tegur jadi menjauhi saya, maka tidak sulit bagi saya untuk mendekatinya kembali
RAHASIA
No. Pernyataan SS S TS STS
24. Walaupun saya sedang marah saat mengajar di kelas, saya berusaha untuk tetap objektif dalam memandang masalah 25. Saya cukup mampu mengendalikan kekesalan saya dalam
setiap kejadian yang saya hadapi saat mengajar
26. Saya mampu mengungkapkan kemarahan saya kepada anak didik yang tidak mau diam di kelas dengan cara yang lebih bijaksana
27. Saya tidak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi antara saya dan rekan kerja
28. Saya merasa sulit berdiskusi dengan rekan kerja mengenai masalah yang sama yang kami hadapi saat mengajar
29. Saat mengajar saya terkadang tidak sadar bahwa saya sedang marah
30. Saya menjadi tegang setiap kali dihadapkan pada anak didik yang tiba-tiba menyerang temannya
31. Saya mampu bekerja sama dengan guru-guru yang lain dalam menentukan materi yang akan diajarkan
32. Saya memilih untuk merundingkan jalan keluar untuk menyelesaikan masalah yang terjadi diantara anak didik 33. Saya berusaha sebaik mungkin membantu rekan kerja yang
meminta bantuan saya
34. Bila saya jengkel saat mengajar, saya tahu apa yang harus saya lakukan
35. Saya merasa sulit mengendalikan ucapan saya saat di kelas sehingga anak didik cenderung menjauhi saya
36. Saat saya marah kepada anak didik, sulit bagi saya untuk menahannya
37. Jika saya dikecewakan rekan kerja, maka sulit bagi saya untuk memaafkannya
38. Jika saya marah saat mengajar, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan
39. Saya merasa bingung dengan apa yang harus saya lakukan saat berada diantara rekan-rekan kerja saya
40. Saya sulit menerima kritikan dari rekan kerja saya 41. Saya tidak segera menyadari bahwa saya sedang merasa
bosan ketika saya sedang mengajar
42. Saat saya merasa kesal selama berada di sekolah, saya secara tidak sengaja memarahi rekan kerja saya tanpa alasan
43. Kegiatan mengajar saya seringkali terganggu jika suasana hati saya sedang sedih
44. Saya tidak peduli menanggung akibat dari teguran yang saya sampaikan kepada anak didik saat anak didik tersebut melakukan kesalahan di kelas
45. Saya merasa keluarga saya mendukung pekerjaan saya sebagai guru SLB C
46. Saya dapat mengetahui hal apa saja yang perlu diperhatikan agar dapat menjadi guru sekaligus teman bagi anak didik saya
RAHASIA
No. Pernyataan SS S TS STS
48. Saat saya mengalami masalah di luar pekerjaan saya, sulit bagi saya untuk berpikir jernih selama mengajar di kelas 49. Saya mampu mengontrol ucapan saya saat mengajar,
sehingga anak didik tidak merasa tersinggung
50. Saya tidak segera menyadari saat saya merasa tegang ketika mengajar
51. Saya lebih baik menghindari anak didik yang sedang bertikai di luar kelas
52. Saya mampu memahami perasaan anak didik yang begitu kesulitan menulis suatu huruf
53. Saat mengajar, saya merasa pekerjaan saya menjadi kacau jika saya harus bekerja sama dengan guru lain
54. Saya mengerti mengapa saya merasa cemas ketika mengajar anak didik
55. Saat saya menghadapi hambatan dalam mengajar, saya tidak menjadi mudah marah
56. Saat di kelas, saya mampu mengatasi rasa kesal yang saya hadapi saat mengajar anak didik yang tidak mau memperhatikan
57. Saya merasa sulit meredam kemarahan saya ketika menghadapi anak didik yang sulit diatur
58. Saya mampu menenangkan diri saya selama mengajar anak didik saya yang sulit diatur
59. Walaupun saya sedang marah dengan urusan sekolah, saya masih berusaha menjaga diri
60. Saya merasa bahagia bisa menolong anak tunagrahita dengan menjadi guru di SLB C ini
61. Saya merasa sulit mengatasi kecemasan saya selama berhadapan dengan orangtua anak didik
62. Sebagai guru SLB C, saya akan terus berusaha semaksimal mungkin mengoptimalkan kemampuan anak didik walaupun akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mewujudkannya
63. Sulit bagi saya memusatkan pikiran saat mengajar anak didik jika saya sedang merasa bosan
64. Saya mampu mengatasi kekhawatiran saya saat mengajar agar saya tidak menjadi panik
65. Ketika saya mengalami kesulitan saat mengajar anak didik, hal ini justru meningkatkan semangat saya dalam mencari cara baru untuk dapat meningkatkan kemampuan anak didik 66. Saya segera mengetahui jika anak didik saya sedang merasa
sedih
67. Saya menghindari rekan kerja saya yang akan mengungkapkan keluh kesahnya
68. Saya mampu menyelesaikan perkelahian yang terjadi di antara anak didik saya di kelas dengan mudah
69. Tidak mudah bagi saya menyelesaikan masalah yang timbul antara saya dan rekan kerja saya
RAHASIA
Lampiran 3
Kuesioner Stres Kerja
Berikut ini terdapat beberapa pernyataan yang menggambarkan apa yang
Saudara alami saat Saudara melaksanakan beberapa tugas mengajar dan mendidik.
Saudara diminta untuk menjawab setiap pernyataan tersebut dengan seberapa
sering (frekuensi) Saudara mengalami kondisi-kondisi berikut ini yang Saudara
alami saat Saudara menghadapi berbagai sumber stres dalam melaksanakan tugas
mengajar dan mendidik di sekolah.
Bacalah setiap pernyataan, lalu pilihlah salah satu dari 5 alternatif jawaban
yang tersedia dengan memberikan tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang
tersedia. Arti kelima pilihan jawaban tersebut adalah :
SL : Jika kondisi tersebut selalu dirasakan
SR : Jika kondisi tersebut sering dirasakan
K : Jika kondisi tersebut kadang-kadang dirasakan
P : Jika kondisi tersebut pernah dirasakan
TP : Jika kondisi tersebut tidak pernah dirasakan
Tidak ada jawaban yang salah. Jawaban yang diminta adalah jawaban
yang Saudara anggap paling sesuai dengan apa yang Saudara rasakan. Jika
kategori yang diberikan tidak dapat menggambarkan perasaan Saudara dengan
tepat, pilihlah yang paling mendekati. Terimakasih atas kesedian Saudara untuk
RAHASIA
Petunjuk Jawaban:
SL : Jika kondisi tersebut selalu dirasakan
SR : Jika kondisi tersebut sering dirasakan
K : Jika kondisi tersebut kadang-kadang dirasakan P : Jika kondisi tersebut pernah dirasakan
TP : Jika kondisi tersebut tidak pernah dirasakan
No. Pernyataan SL SR K P TP
1. Saya menjadi lelah harus mengajar sekaligus menjadi teman bermain bagi anak didik saya
2. Saya merasa cemas dalam menjelaskan kepada anak didik, cara menjaga keselamatan dirinya
3. Saya merasa lelah saat harus mengajar di beberapa kelas atau tingkatan
4. Saya merasa sedih karena sulit mengajari anak didik saya untuk merawat diri
5. Saya merasa kecewa dengan beberapa rekan kerja saya karena sulit diajak kerjasama dalam mengajar
6. Saya merasa lelah, karena harus mengatasi sendiri anak didik yang sulit sekali menerima pelajaran tanpa ada yang menolong
7. Saya merasa pusing karena disamping saya harus mengajar, saya juga harus memperhatikan setiap gerak-gerik anak didik saya agar tidak terjadi sesuatu yang mengganggu pelajaran
8. Saya merasa bingung menjelaskan pada anak didik mengenai perilaku yang benar dan salah, yang baik dan buruk
9. Saya merasa pusing harus mengajar kelas yang jumlah anak didiknya lebih dari 5 orang
10. Saya merasa kesal setiap saya kesulitan mengajarkan anak didik saya melakukan penjumlahan sederhana
11. Saya merasa pusing setiap harus mendengar keluhan-keluhan dari orangtua anak didik mengenai perilaku anaknya di rumah
12. Saya merasa kesal cara kerja para rekan saya tidak teratur saat mengurus kegiatan di sekolah
13. Saya merasa pusing tidak memperoleh dorongan dari siapa pun saat berusaha mengatasi kesulitan yang saya hadapi saat mengajar
14. Saya bingung karena di satu sisi anak didik begitu lambat dalam menerima pelajaran, di sisi lain saya harus mengejar target kurikulum yang telah ditetapkan
15. Saya merasa bingung cara mendidik anak didik agar mereka lebih bisa mengendalikan emosi mereka
RAHASIA
No. Pernyataan SL SR K P TP
17. Saya merasa putus asa karena sulit mengajarkan anak didik saya membaca
18. Saya merasa bingung saat harus menginformasikan kegiatan yang berlangsung di sekolah kepada orangtua anak didik
19. Saya merasa sedih tidak dapat berbagi tugas kerja saya bersama rekan kerja saya
20. Saya merasa kecewa dengan rekan kerja yang kurang peduli terhadap kesulitan saya dalam mengajar
21. Saya merasa cemas ketika sewaktu-waktu harus melaksanakan tugas mengajar yang tidak sesuai dengan kurikulum yang berlaku
22. Saya merasa pusing bagaimana mengajarkan anak didik saya agar tidak memboroskan uang jajannya
23. Saya merasa tidak bersemangat karena banyak anak didik saya yang masih belum mengerti materi yang saya ajarkan 24. Badan saya terasa pegal-pegal setiap kali saya merasa
kesulitan mengajarkan anak didik saya untuk menulis huruf atau angka
25. Saya merasa cemas karena apa yang saya ajarkan dapat mempengaruhi masa depan anak didik saya
26. Saya merasa pusing saat kelompok kerja saya yang terdiri dari karyawan dan beberapa guru kurang kompak dalam bekerja sama
27. Saya merasa sedih karena sulit memperoleh rekan seprofesi yang dapat diajak untuk bisa berbagi mengenai kesulitan-kesulitan yang saya hadapi saat mengajar
28. Saya merasa kesal harus menahan amarah saya saat mengajar anak didik yang sulit agar dia masih mau meneruskan pelajarannya
29. Saya merasa lelah karena tidak tahu pasti bagaimana mengajarkan anak didik agar menjadi individu yang siap kerja sekaligus disiplin
30. Saya merasa kesal harus berkali-kali menyuruh anak didik menjawab pertanyaan yang saya ajukan
31. Saya merasa lelah karena sulit mengajarkan keterampilan pada anak didik saya
32. Saya merasa bosan terus-menerus menegur anak didik yang seringkali melakukan perbuatan yang tidak baik 33. Saya merasa lelah menghadapi para rekan kerja saya yang
kurang peduli terhadap kegiatan yang berlangsung di sekolah
34. Saya kesal, dalam rapat, kepala sekolah kurang membahas mengenai kasus-kasus atau kesulitan yang saya dan rekan kerja saya hadapi saat mengajar
35. Tubuh saya mejadi mudah sakit ketika materi yang saya ajarkan menjadi terhambat karena adanya salah satu anak didik yang sulit sekali mengerti dibandingkan teman-teman sekelasnya.
RAHASIA
No. Pernyataan SL SR K P TP
37. Saya merasa lebih berkeringat saat harus mendidik anak didik saya untuk lebih bisa mengendalikan dorongan biologisnya.
38 Saya merasa lebih berkeringat setelah berkali-kali harus mengajarkan beberapa anak didik memahami materi yang saya ajarkan tetapi mereka tetap belum mengerti
39. Saya merasa tidak bersemangat harus mengajarkan materi yang sama dengan yang kemarin saya ajarkan
40. Saya merasa pusing saat kesulitan menemukan cara lain agar anak didik saya lebih cepat menangkap materi yang saya ajarkan
41. Saya merasakan keringat dingin jika sewaktu-waktu anak didik saya tidak bisa mengendalikan emosi dan dorongan biologisnya saat di sekolah
42. Saya merasa tidak bersemangat saat harus bertemu dengan orangtua anak didik tentang masalah anaknya di sekolah 43. Saya merasa lebih mudah sakit ketika tidak ada rekan
kerja saya yang menawarkan bantuan saat saya harus menyelesaikan tugas sekolah yang cukup banyak 44. Saya merasa kecewa dengan kurangnya kekompakan
antara rekan kerja saya dalam menyusun acara di sekolah 45. Saya menjadi lebih mudah sakit karena pihak sekolah
kurang menaruh perhatian terhadap keluhan-keluhan yang dialami para guru di sekolah tempat saya mengajar
46. Saya merasa bingung mengatasi kesulitan yang saya hadapi di sekolah sendirian
47. Saya menjadi sulit tidur jika sewaktu-waktu menghadapi anak didik yang sulit mengikuti pelajaran di kelas dibandingkan anak lain di kelasnya.
48. Saya merasa tidak enak badan jika anak didik saya masih tidak memahami pentingnya menjaga diri padahal saya telah menjelaskannya berkali-kali.
49. Saya menjadi mudah sakit jika masih tersisa banyak sekali materi yang belum saya ajarkan
50. Saya merasa tidak bersemangat dalam mengajar jika sudah menemukan anak didik yang sedang sulit untuk ditegur 51. Saya menjadi sulit tidur jika saya menemukan kesulitan
dalam mengajar dan mendidik anak didik saya.
52. Saya menjadi sulit tidur setiap kali harus menghadapi orangtua anak didik untuk memberitahukan keadaan anaknya di sekolah
53. Saya menjadi sulit tidur jika kegiatan sekolah kurang berjalan lancar karena kurangnya kekompakan antar rekan-rekan guru di sekolah saya
54. Saya merasa kesal harus terus-menerus menegur anak didik saya tetapi mereka tetap tidak mengerti
RAHASIA
No. Pernyataan SL SR K P TP
56. Saya menjadi sulit tidur setiap kali memikirkan cara agar anak didik saya bisa bekerja secara mandiri dan disiplin. 57. Saya merasa sulit berkonsentrasi saat harus mengajar
beberapa tingkatan sekaligus
58. Pola makan saya terganggu jika masih banyak tugas mengajar yang belum saya selesaikan.
59. Saya merasa lebih mudah sakit jika mengalami kesulitan dalam menyampaikan materi kepada anak didik saya 60. Saya merasa cemas jika saya tidak bisa mengatasi
kesulitan yang saya hadapi saat mengajar
61. Saya merasa kurang enak badan setiap kali harus menemui orangtua anak didik yang ingin berkonsultasi dengan saya tentang masalah anaknya
62. Persiapan yang kurang kompak antar rekan kerja saya dalam menyusun acara di sekolah membuat saya merasa tidak enak badan
63. Saya merasa bingung bagaimana harus mengajak rekan-rekan kerja saya agar mau bekerjasama dalam menyusun kegiatan di sekolah
64. Pola makan saya menjadi terganggu setiap kali harus menyelesaikan sendiri masalah yang saya hadapi saat mengajar
Lampiran 4
VALIDITAS HASIL TRY OUT
47 0,924 DITERIMA
Self Awareness 9 9 Seluruh item valid
Manage Emotions 21 21 Seluruh item valid
Motivating Oneself 12 10 Dua item dibuang (44,37)
Empathy 9 8 Satu item dibuang (69)
Lampiran 5
Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Kecerdasan Emosional
Aspek dan Konstruk
Jumlah
Item Nilai Reliabilitas Keterangan
Self Awareness 9 0,761 Reliabel
Manage Emotions 21 0,955 Sangat reliabel
Motivating Oneself 10 0,88 Reliabel
Empathy 8 0,818 Reliabel
Lampiran 6
47 0,857 DITERIMA
Konflik Peran 10 10 Seluruh item valid
Kedwiartian Peran 10 9 Satu item dibuang (39)
Beban Tugas 10 10 Seluruh item valid
Beban Kesulitan 10 9 Satu item dibuang (43)
Tanggung Jawab 10 8 Dua item dibuang (5,65)
Kekompakan Kerja 10 10 Seluruh item valid
Dukungan Kerja 10 9 Satu item dibuang (70)
Lampiran 7
Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Derajat Stres Kerja
Aspek dan
Konstruk Jumlah Item Nilai Reliabilitas Keterangan
Konflik Peran 10 0,898 Reliabel
Kedwiartian Peran 9 0,815 Reliabel
Beban Tugas 10 0,888 Reliabel
Beban Kesulitan 9 0,924 Sangat reliabel
Tanggung Jawab 8 0,927 Sangat reliabel
Kekompakan Kerja 10 0,931 Sangat reliabel
Dukungan Kerja 9 0,938 Sangat reliabel
Lampiran 8
Data Pribadi Guru SLB bagian C di Bandung
No. Usia Jenis
kelamin Pendidikan Status Marital Lama Kerja
1 44 P S1 MENIKAH 20
2 37 L SGPLB MENIKAH 10
3 46 P SGPLB MENIKAH 20
4 43 L S1 MENIKAH 22
12 32 L S1 BELUM MENIKAH 10
13 35 P S1 MENIKAH 11
14 35 P S1 MENIKAH 13
15 44 P S1 MENIKAH 20
16 34 L S1 MENIKAH 10
17 35 L S1 MENIKAH 11
18 35 P SGPLB MENIKAH 12
19 38 P S1 MENIKAH 16
26 42 P SGPLB MENIKAH 14
27 39 P D3 MENIKAH 13
28 41 L S1 MENIKAH 16
29 43 P SGPLB MENIKAH 21
Lampiran 9
Lampiran 10
Gambaran Hasil Penelitian
Skor Kecerdasan Emosional dan Derajat Stres Kerja Skor Keterangan Skor Keterangan
1 130 Sedang 163 Cenderung rendah
2 124 Sedang 154 Cenderung rendah
3 148 Tinggi 116 Rendah
4 149 Tinggi 111 Rendah
5 108 Sedang 246 Cenderung tinggi
6 175 Tinggi 163 Cenderung rendah
7 145 Tinggi 133 Cenderung rendah
8 145 Tinggi 128 Rendah
9 187 Tinggi 70 Rendah
10 140 Tinggi 121 Rendah
11 147 Tinggi 97 Rendah
12 175 Tinggi 69 Rendah
13 152 Tinggi 124 Rendah
14 132 Sedang 101 Rendah
15 154 Tinggi 90 Rendah
16 152 Tinggi 81 Rendah
17 151 Tinggi 71 Rendah
18 152 Tinggi 102 Rendah
19 130 Sedang 159 Cenderung rendah
20 163 Tinggi 103 Rendah
21 115 Sedang 178 Cenderung rendah
22 151 Tinggi 121 Rendah
23 141 Tinggi 140 Cenderung rendah
24 125 Sedang 133 Cenderung rendah
25 148 Tinggi 154 Cenderung rendah
26 119 Sedang 87 Rendah
27 138 Sedang 111 Rendah
28 164 Tinggi 96 Rendah
29 143 Tinggi 87 Rendah
30 121 Sedang 104 Rendah
Lampiran 11 Aspek Stres Kerja
11.1. Tabulasi silang antara Derajat Stres Kerja dengan Aspek Stres Kerja
Derajat stres kerja yang bersumber dari dalam diri Derajat stres kerja yang bersumber dari kelompok kerja Aspek
Stres Kerja Derajat
Stres Kerja
Rendah Cenderung Rendah
Cenderung
Tinggi Tinggi Rendah
Cenderung Rendah
Cenderung
Tinggi Tinggi
Rendah 20 66,67% - - - 20 66,67% - - -
-Cenderung
Rendah 8 26,67% 1 3,33% - - - - 8 26,67% 1 3,33% - - -
-Cenderung Tinggi - - 1 3,33% - - - 1 3,33% - - -
-11.2. Tabulasi silang antara Aspek Stres Kerja dengan Kecerdasan Emosional
Kecerdasan Emosional Aspek
Stres Kerja
Rendah Sedang Tinggi
Rendah - - 8 80% 20 100%
Cenderung Rendah - - 2 10% -
-Cenderung Tinggi - - -
-Derajat stres kerja yang bersumber dari dalam diri
Tinggi - - -
-Total - - 10 100% 20 100%
Rendah - - 8 88,89% 20 95%
Cenderung Rendah - - 1 11,11% 1 5%
Cenderung Tinggi - - -
-Derajat stres kerja yang bersumber dari kelompok kerja
Tinggi - - -
Lampiran 12
Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja dengan Aspek-aspek Kecerdasan Emosional
12.1. Tabel Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja dengan Aspek-aspek Kecerdasan Emosional pada Guru yang memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi
Kemampuan Mengenali Emosi Diri
Kemampuan Mengelola Emosi Diri
Kemampuan Memotivasi Diri Kemampuan Mengenali Emosi Orang Lain/ Empati
Kemampuan Membina Hubungan Aspek pada
KE tinggi Derajat Stres Kerja
Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rend
ah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
Rendah 3 15% 13 65% - - - - 1 5% 15 75% - - 2 10% 14 70% - - 3 15% 13 65% - - 2 12,5% 14 87,5%
Cenderung
Rendah - - 4 20% - - - - 1 5% 3 15% - - - - 4 20% - - - - 4 20% - - 1 25% 3 75%
Cenderung
-12.2. Tabel Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja dengan Aspek-aspek Kecerdasan Emosional pada Guru yang memiliki
Kecerdasan Emosional Sedang
Kemampuan Mengenali Emosi Diri
Kemampuan Mengelola Emosi Diri
Kemampuan Memotivasi Diri
Kemampuan Mengenali Emosi Orang Lain/ Empati
Kemampuan Membina Hubungan
Aspek pada KE sedang
Derajat Stres Kerja
Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
Rendah - - 4 40% - - - - 4 40% - - - - 2 20% 2 20% - - 1 10% 3 3% - - 3 30% 1 25%
Cenderung
Rendah - - 5 50% - - - - 5 50% - - - - 5 50% - - - - 3 30% 2 20% - - 5 50% - -Cenderung
-12.3. Tabel Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja dengan Kecerdasan Intrapribadi dan Kecerdasan Antarpribadi
Kecerdasan Emosional Tinggi Kecerdasan Emosional Sedang
Kecerdasan Intrapribadi Kecerdasan Antarpribadi Kecerdasan Intrapribadi Kecerdasan Antarpribadi
Kecerdasan Emosional
Derajat Stres Kerja
Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
Rendah - - 3 15% 13 65% - - 1 5% 15 75% - - 4 40% - - - - 3 30% 1 10%
-Lampiran 13
Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja dengan Data Penunjang Keseluruhan
13.1. Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja Guru dengan Terwujudnya Harapan Guru (Goal) dalam Pengoptimalan Kemampuan Anak Didik (Beliefs)
Keyakinan dalam Pengoptimalan Kemampuan Anak Didik Derajat Stres Kerja
Yakin Kurang Yakin Tidak Yakin
Total
13.3. Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja Guru dengan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Derajat Stres Kerja
SGPLB D3 S1
Rendah 4 80% 3 42,86% 13 72,22%
Cenderung Rendah 1 20% 3 42,86% 5 27,78%
Cenderung Tinggi 1 14,28% - 0%
Tinggi - 0% - 0% - 0%
13.4. Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja Guru dengan Penghayatan terhadap Pengetahuan dan Pengalaman dalam Mengajar
Penghayatan terhadap Pengetahuan dan Pengalaman dalam Mengajar
13.5. Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja Guru dengan Kemampuan dalam menghadapi Kesulitan Mengajar
13.6. Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja Guru dengan Penghayatan terhadap Beban Mengajar
Penghayatan terhadap Beban Mengajar Derajat Stres Kerja Tidak Merasa
Terbebani
13.7. Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja Guru dengan Masa Kerja
Masa Kerja (tahun) Derajat Stres Kerja
10-15 16-20 21-25
Rendah 13 81,25% 4 40% 3 75%
Cenderung Rendah 3 18,75% 5 50% 1 25%
Cenderung Tinggi - 0% 1 10% - 0%
Tinggi - 0% - 0% - 0%
Lampiran 14
Tabulasi Silang antara Kecerdasan Emosional Sedang dan Derajat Stres Kerja Rendah dengan Data Penunjang
14.1. Tabulasi Silang antara Kecerdasan Emosional Sedang dan Derajat Stres Kerja Rendah dengan Terwujudnya Harapan Guru (Goal)
Terwujudnya Harapan Guru
14.2. Tabulasi Silang antara Kecerdasan Emosional Sedang dan Derajat Stres Kerja Rendah dengan Keyakinan dalam Pengoptimalan Kemampuan Anak Didik (Beliefs)
Keyakinan dalam Pengoptimalan Kemampuan Anak Didik Yakin Kurang Yakin Tidak Yakin
Total
14.3. Tabulasi Silang antara Kecerdasan Emosional Sedang dan Derajat Stres Kerja Rendah dengan Penghayatan terhadap Pengetahuan dan Pengalaman dalam Mengajar
14.4. Tabulasi Silang antara Kecerdasan Emosional Sedang dan Derajat Stres Kerja Rendah dengan Kemampuan dalam menghadapi Kesulitan Mengajar
14.5. Tabulasi Silang antara Kecerdasan Emosional Sedang dan Derajat Stres Kerja Rendah dengan Penghayatan terhadap Beban Mengajar
Lampiran 15
Harapan Guru Sekolah Luar Biasa bagian C di Bandung
Anak didik dapat hidup mandiri, bisa menolong dirinya sendiri, mengurus
dirinya sendiri dan mengurus keperluan sehari-hari yang sederhana, menjaga
diri sendiri, tidak bergantung pada orang lain.
Anak didik bisa menyesuaikan diri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan
keluarga, dan masyarakat di lingkungan sekitarnya.
Anak didik dapat mengembangkan keterampilan dengan menggunakan sisa
potensi yang dimiliki anak didik.
Anak didik memiliki keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya. Dapat mengembangkan potensi anak didik seoptimal mungkin
Terdapat perubahan perilaku pada diri anak didik berupa kemajuan atau
perkembangan dalam kemampuannya.
Anak didik dapat bekerja seperti orang pada umumnya. Anak didik memiliki penghasilan sendiri.
Anak didik dapat berguna bagi masyarakat, negara, dan agama. Anak didik bisa merasa bahagia.
Dapat mengembangkan model pembelajaran bagi anak luar biasa. Pemerintah segera memikirkan lapangan kerja kepada alumni SLB.
Adanya peningkatan sarana dan prasarana pendidikan (alat peraga, buku
sumber, dll).
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang Masalah
Pendidikan Luar Biasa (PLB) merupakan bagian terpadu dari sistem
pendidikan nasional yang secara khusus diselenggarakan bagi anak didik yang
menyandang kelainan fisik dan atau mental dan atau kelainan perilaku.
(Mangunsong, 1998). Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa ditujukan untuk
membantu anak didik yang menyandang kelainan fisik dan atau mental agar
mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi
maupun anggota masyarakat serta dapat mengembangkan kemampuan dalam
dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1994:7)
Guru memegang peranan penting dalam pendidikan. Tugas guru sebagai
tenaga profesional meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Pelajaran apapun
yang diberikan hendaknya dapat menjadi motivasi bagi anak didik dalam belajar
(Drs. Moh. Uzer Usman, 2005). Namun lain halnya pada guru-guru Sekolah
Luar Biasa (SLB), disamping tugas tersebut, guru SLB akan memilih bahan
pelajaran dan metoda yang disesuaikan dengan kondisi anak “luar biasa”. Anak
“luar biasa atau berkelainan” adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak
normal dalam hal ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, fisik, dan neuromuscular,
perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, maupun kombinasinya
(Mangunsong, 1998). Kondisi anak luar biasa membuat penyampaian materi
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 2
sekolah biasa, sehingga pendidikan mengenai pengembangan perilaku menjadi
jauh lebih ditekankan oleh guru SLB.
SLB bagian C dikhususkan bagi anak tunagrahita yang mampu didik dan
mampu menerima pendidikan, dengan IQ antara 50-75. Dalam menjalankan
tugasnya di sekolah, guru SLB/C berperan sebagai pengajar sekaligus mendidik
anak tunagrahita. Dalam perannya sebagai pengajar, guru berpegang pada
kurikulum untuk mencapai tujuan kurikuler yang ditargetkan (Natawidjaya,
1996). Sedangkan dalam perannya sebagai pendidik, guru perlu memperhatikan
kebutuhan serta terbatasnya kemampuan yang dimiliki anak didik (Astati, 2001).
Anak tunagrahita memiliki beberapa karakteristik yang khas, antara lain kesulitan
dalam mengarahkan atensi, rendahnya daya ingat, kesulitan dalam mengatur
tingkah lakunya sendiri (self regulation), perkembangan bahasa, sosial, dan
kecakapan motorik yang terhambat, kesulitan dalam mempertimbangkan
konsekuensi dari suatu perbuatan (Mangunsong, 1998). Guru SLB/C diharuskan
dapat memahami keterbatasan anak didik tersebut dan memenuhi kebutuhan anak
didik mereka. Guru perlu berusaha agar anak didik tertarik untuk belajar dan
mendidik anak didik agar minimal dapat memelihara dan menjaga dirinya sendiri,
dengan berusaha tidak menyinggung perasaan anak didik yang sangat peka, agar
proses pengajaran dan pendidikan tidak terganggu.
Berdasarkan wawancara terhadap 5 guru, 80% mengatakan bahwa mereka
terkadang dihadapkan oleh kondisi anak didik yang lambat menerima pelajaran
dibandingkan teman sekelasnya atau adanya kejadian-kejadian yang tidak terduga
di dalam kelas yang membuat mereka mengalami konflik antara mengikuti
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 3
mengajarkan materi sesuai target kurikulum, namun masih ada anak didik yang
belum mengerti dan kurang diperhatikan. Hal ini menurut Ivancevich dan
Matteson (2002) disebut sebagai konflik peran, yang dapat menjadi sumber dari
stres kerja yang berasal dari individu.
Selain itu berdasarkan wawancara terhadap 5 orang guru, 100% guru
tersebut mengatakan dengan kondisi anak didik yang memiliki keterbatasan dalam
mengurus dirinya sendiri dan mempertimbangkan hal yang baik dan yang benar,
terkadang membuat guru mengalami ketidakjelasan mengenai tindakan yang
harus mereka lakukan ketika tengah mengajar karena anak didik bisa dengan
tiba-tiba keluar kelas, mengganggu atau menyerang teman ataupun tidak mau belajar.
Keterbatasan yang dimiliki anak didik membuat pendidikan agar anak didik bisa
disiplin dan mandiri menjadi hal yang jauh lebih penting. Hal ini dapat membuat
guru mengalami ketidakjelasan mengenai perannya pada saat mereka menjalani
tugasnya sebagai pengajar sekaligus pendidik, kondisi ini menurut Ivancevich
dan Matteson disebut sebagai kedwiartian peran, dimana kedwiartian ini pun
merupakan salah satu kondisi yang dapat menimbulkan stres kerja yang
bersumber dari individu.
Berdasarkan wawancara, 80% dari 5 guru diharuskan mengajar beberapa
tingkatan dalam satu kelas, bahkan mengajar anak didik dalam jumlah lebih dari
lima orang, dimana melebihi jumlah seharusnya. Hal ini dapat menjadi beban
kerja yang berlebihan, yang menurut Ivancevich dan Matteson, dapat menjadi
sumber stres kerja. Dari hasil wawancara, 60% dari 5 guru masih mengalami
kesulitan dalam mengajar dan mendidik anak didik walaupun rentang waktu masa
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 4
merupakan beban yang berlebihan pada guru dari adanya kesulitan yang dihadapi
saat mengajar dan mendidik, sehingga dapat menimbulkan stres kerja yang
bersumber dari individu.
Selama di sekolah guru tidak hanya bertanggung jawab atas anak-anak
didiknya, tetapi juga terhadap orang tua anak didik. Berdasarkan wawancara
terhadap 5 orang guru, 60% terkadang merasa bingung pada saat harus
mempertanggungjawabkan kondisi anak didik kepada orang tuanya, apalagi jika
orang tua anak didik tersebut menuntut agar anak didiknya segera mengalami
peningkatan dalam kemampuannya, sedangkan hal tersebut sulit untuk
diwujudkan. Tanggung jawab terhadap orang lain seperti ini juga menurut
Ivancevich dan Matteson bisa menjadi sumber stres kerja yang berasal dari
individu.
Demikian pula berdasarkan wawancara terhadap 5 orang guru mengenai
hubungan guru dengan rekan kerja dan pihak sekolah, yang merupakan kelompok
dimana guru bekerja, 40% orang guru mengatakan antara rekan kerjanya kurang
kompak sehingga sulit diajak bekerjasama. Berdasarkan wawancara pula
diperoleh bahwa 60% dari 5 orang guru merasa kurangnya dukungan dari rekan
kerja pada saat mereka mengalami kesulitan dalam mengajar. Kurangnya
kekompakan dan dukungan dari kelompok kerja menurut Ivancevich dan
Matteson dapat menimbulkan stres kerja yang bersumber dari kelompok kerja
yang dalam hal ini terdiri dari kepala sekolah, rekan kerja dan karyawan sekolah.
Beberapa sumber stres kerja tersebut dapat dinilai guru sebagai kondisi
yang tidak menyenangkan namun tidak memberikan dampak apapun pada guru
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 5
menimbulkan stres kerja. Namun bila kondisi tersebut dinilai guru tidak seimbang
dengan sumber daya yang dimilikinya sehingga mengancam atau membahayakan
kesejahteraan guru, maka guru dapat menghayati adanya stres (Lazarus, 1976).
Dalam menilai kondisi yang dapat menimbulkan stres kerja, guru
dipengaruhi oleh harapan guru untuk bisa mengoptimalkan kemampuan anak
didik dan keyakinan guru terhadap sejauhmana guru merasa mampu mengatasi
setiap kesulitan yang dihadapi selama mengajar dan mendidik. Namun
berdasarkan wawancara, nyatanya saat guru menghadapi anak didik dengan
berbagai karakteristik khasnya, harapan guru tersebut sulit untuk dicapai dan tidak
mungkin dalam waktu yang singkat. Begitupun dengan keterbatasan anak didik
dalam menangkap materi pelajaran membuat guru harus menjalani rutinitas
mengajar materi yang sama berulang kali setiap harinya dalam rentang
pengalaman kerja yang cukup lama, lambatnya kemampuan anak didik dalam
menerima pelajaran dapat membuat target kurikulum yang ditetapkan biasanya
tidak secara tepat waktu dapat terpenuhi, serta kesulitan anak didik dalam
mempertimbangkan konsekuensi dari suatu perbuatan, membuat tugas mengajar
guru terkadang menjadi terhambat karena adanya kejadian-kejadian yang tidak
terduga, sulit diatasi dan sulit dikendalikan. Kondisi ini menuntut guru untuk terus
meningkatkan kemampuan mengajar dan mendidik, sehingga guru lebih yakin
dapat memprediksi, mengatasi dengan segera dan mengendalikan setiap
permasalahan yang terjadi pada anak didik di sekolah.
Saat kondisi diatas menimbulkan stres kerja, guru dapat mengalami respon
fisiologis antara lain kelelahan, pusing, hilangnya nafsu makan, mudah sakit, dan
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 6
Selain itu respon psikologis yang dapat muncul antara lain terganggunya
konsentrasi saat mengajar, dan munculnya reaksi emosi yang negatif seperti
merasa jenuh, bosan, kesal, marah, kecewa, cemas, dan sedih. Berdasarkan
wawancara, guru mengaku bahwa reaksi emosi ini seringkali muncul selama guru
mengajar dan mendidik. Namun ketika di kelas guru menunjukkan emosi yang
sangat berbeda seolah-olah tidak merasakan adanya emosi-emosi yang negatif.
Hal tersebut terjadi karena menurut para guru, perasaan anak didik yang sangat
peka membuat guru sangat berhati-hati mengekspresikan emosinya agar anak
didik mereka tidak merasa tersinggung. Di lain pihak ada pula guru yang tidak
segan-segan memarahi anak didik agar mau menurut, walaupun kemarahan
tersebut tidak berlangsung lama, tetapi hal ini justru terkadang membuat anak
didik menjauhi guru tersebut sehingga mengganggu proses belajar mengajar.
Kemampuan guru untuk mengolah emosi yang ditimbulkan oleh stres
kerja agar dapat mengendalikan emosi dan mengungkapkannya secara tepat
tergantung pada bagaimana tingkat setiap aspek kecerdasan emosional yang
dimiliki guru. Berdasarkan wawancara terhadap 5 orang guru SLB/C diketahui
bahwa 100% guru menyadari munculnya suasana hati yang tidak menyenangkan
saat menilai berbagai sumber stres baik yang berasal dari dalam diri maupun
kelompok kerjanya. Berdasarkan wawancara terhadap 5 orang guru SLB/C
diketahui bahwa 100% guru menyatakan bahwa mereka merasa tidak ada lagi
yang bisa mereka perbuat untuk menghadapi perasaan yang tidak menyenangkan
tersebut, sehingga mereka memilih pasrah. Artinya, ketika emosi yang tidak
menyenangkan tersebut muncul saat mengajar dan mendidik di kelas, guru
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 7
60% dari 5 orang guru yang memandang emosi yang tidak menyenangkan yang
dirasakannya tersebut digunakan sebagai pemicu untuk meningkatkan motivasi
mengajar. Hal ini dapat membuat kondisi yang tidak menyenangkan selama
mengajar dan mendidik, dapat dinilai sebagai tantangan yang dapat memunculkan
emosi yang lebih positif. Selain itu 80% dari 5 orang guru, menyatakan mampu
untuk memahami dan membina hubungan yang baik dengan anak didik dan rekan
kerja selama mereka melakukan tugas mengajar dan mendidik. Hal ini dapat
memudahkan guru untuk memperoleh dukungan sosial saat guru menilai berbagai
sumber stres baik yang berasal dari dalam diri maupun kelompok kerjanya.
sebagai kondisi yang tidak menyenangkan, sehingga dapat mengurangi tekanan
emosional guru sebelum hal ini menimbulkan ketegangan pada guru dan
memudahkan guru untuk melakukan penilaian kembali terhadap kondisi-kondisi
tersebut.
Kemampuan-kemampuan yang tercakup dalam kecerdasan emosional
sangat diperlukan oleh setiap guru ketika menjalankan tugas mengajar dan
mendidik. Sebagaimana menurut Dr. E. Mulyasa, M. Pd., jika guru
mengharapkan pencapaian kualitas pendidikan dan dan pembelajaran di
sekolahnya secara optimal, perlu diupayakan bagaimana membina diri untuk
memiliki kecerdasan emosional yang stabil. Melalui kecerdasan emosional
diharapkan semua unsur yang terdapat dalam pendidikan dan pembelajaran dapat
memahami diri dan lingkungannya secara tepat, memiliki rasa percaya diri, tidak
iri hati, dengki, cemas, takut, murung, tidak mudah putus asa, dan tidak mudah
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 8
Begitupun dalam menilai berbagai sumber stres baik yang berasal dari
dalam diri maupun kelompok kerjanya, kecerdasan emosional guru turut berperan
dalam penghayatan terhadap derajat stres kerjanya. Kemampuan dalam
kecerdasan emosional dapat mengurangi tekanan emosional yang dialami guru
saat menilai setiap kondisi yang dapat menimbukan stres kerja selama mengajar
dan mendidik, yang kemudian dapat menjauhkan guru tersebut dari stres kerja
sehingga dapat berkonsentrasi dan pikirannya tetap jernih.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengkaji apakah
terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dan derajat stres kerja pada guru
sekolah luar biasa bagian C di Bandung.
1.2. Identifikasi masalah
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Seberapa jauh hubungan antara kecerdasan emosional dan derajat stres kerja pada
guru sekolah luar biasa bagian C di Bandung
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
Maksud dalam penelitian ini antara lain untuk memperoleh gambaran
mengenai kecerdasan emosional dan derajat stres kerja pada guru sekolah luar
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 9
1.3.2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk melihat seberapa jauh
hubungan antara kecerdasan emosional dan derajat stres kerja pada guru sekolah
luar biasa bagian C di Bandung.
1.4. Kegunaan
1.4.1. Kegunaan Ilmiah
Penelitian ini dapat digunakan untuk memahami bahasan mengenai
psikologi pendidikan khususnya mengenai pentingnya kecerdasan emosional
dalam menentukan derajat stres kerja dalam pendidikan luar biasa.
1.4.2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada guru
Sekolah Luar Biasa Bagian C mengenai manfaat kecerdasan emosional agar guru
mampu mengendalikan emosi dan mengungkapkan emosinya secara tepat selama
menjalankan tugas mengajar dan mendidik.
Selain itu memberikan informasi yang bermanfaat kepada pihak Sekolah
Luar Biasa Bagian C guna mengantisipasi munculnya stres kerja yang dapat
menghambat keefektifan guru dalam mengajar dan mendidik dengan pemberian
informasi mengenai pentingnya kecerdasan emosional dalam proses pengajaran
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 10
1.5. Kerangka Pemikiran
Pendidikan bagi anak-anak tunagrahita memerlukan suatu keahlian khusus
berupa penyesuaian metoda dan progam pengajaran, terutama bagi guru-guru
yang mengelola proses belajar mengajar (Mangunsong, 1998:121). Dalam
perannya mengajar dan mendidik anak tunagrahita, guru SLB/C perlu memahami
dan mampu menghadapi setiap aspek karakteristik anak didik yang khas, yaitu
kesulitan dalam mengarahkan atensi; daya ingat yang terbatas; kesulitan dalam
mengatur perilakunya sendiri (self regulation); terhambat dalam perkembangan
bahasa, perkembangan sosial, serta kecakapan motorik; lambat dalam
memberikan reaksi; dan kesulitan dalam mempertimbangkan konsekuensi dari
suatu perbuatan (Natawidjaya,1996).
Dalam mengajar, guru SLB/C bertugas mengajarkan keterampilan dasar
belajar, meliputi membaca, menulis, matematika dan mengembangkan
kemampuan keterampilan anak didik (Kirk, 2001). Adanya keterbatasan yang
dimiliki oleh anak tunagrahita, membuat guru perlu memiliki pengetahuan yang
berhubungan dengan pemahaman kebutuhan anak tunagrahita dan kemampuan
dalam menanggapi secara tepat kebutuhan anak tunagrahita dalam mengatasi
persoalan yang dihadapinya, sehingga guru dapat membimbing anak didiknya ke
arah yang positif dan mencapai tingkat kemampuan yang optimal. Di samping
tugas mengajar, guru SLB/C juga bertugas mendidik anak didiknya untuk dapat
mengembangkan kebiasaan hidup sehat, kemampuan bersosialisasi, kemampuan
mengendalikan emosional dan mengembangkan rasa aman di sekolah, serta
kemampuan mendorong diri sendiri untuk dapat melakukan suatu kegiatan yang
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 11
Dalam menjalankan tugas, guru dapat menilai berbagai kondisi yang
dihadapinya selama mengajar dan mendidik sebagai sumber stres kerja. Menurut
Ivancevich & Mattesson (2002), hal-hal yang dinilai dapat menimbulkan stres
kerja bisa bersumber pada individu dan kelompok kerja. Berkaitan dengan tugas
mengajar dan mendidik, kondisi individu yang dapat menjadi sumber stres kerja
bagi guru antara lain, konflik peran yang merupakan konflik yang berasal dari dua
atau lebih tekanan peran sebagai pengajar dan pendidik; kedwiartian peran
khususnya sebagai pendidik; beban kerja yang berlebihan yang dilihat dari
banyaknya tugas mengajar dan mendidik yang harus guru selesaikan; beban yang
berlebihan yang dilihat dari tingkat kesulitan yang dirasakan oleh guru saat
mengajar dan mendidik; serta tanggung jawab guru terhadap anak didik dan
orangtua anak didik. Selain itu kondisi kelompok kerja yang dinilai dapat
menimbulkan sumber stres kerja antara lain kekompakan guru dengan rekan kerja
sesama guru, karyawan, dan kepala sekolah; serta dukungan kelompok kerja
khususnya dari rekan kerja sesama guru, dan pihak sekolah.
Penilaian yang dilakukan guru tersebut terhadap berbagai sumber stres
kerja disebut sebagai penilaian kognitif. Proses penilaian kognitif adalah proses
yang menentukan mengapa dan dalam keadaan apa suatu interaksi antara individu
dengan lingkungan menimbulkan stres (Lazarus & Folkman, 1984). Dalam
menilai berbagai sumber stres kerja, adakalanya penilaian guru dipengaruhi oleh
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain meliputi harapan
guru terhadap anak didik, keyakinan akan kemampuannya mengajar dan mendidik
anak didik, serta sumberdaya yang dimiliki oleh guru yang meliputi intelektual,
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 12
faktor eksternal antara lain seberapa besar tuntutan yang dirasakan oleh guru atas
tugas-tugas mengajar dan mendidik yang dijalaninya, dan sejauhmana tugas
mengajar dan mendidik yang dilakukan guru dapat dikendalikan, diprediksi, dan
diatasi (Lazarus,1999).
Penilaian kognitif yang dilakukan guru tersebut terhadap berbagai sumber
stres kerja merupakan penilaian primer. Pada penilaian primer ini, guru dapat
menilai berbagai sumber stres kerja tidak memberikan implikasi apapun pada guru
(irrelevant) ataupun diartikan secara lebih positif (positive benign), sehingga tidak
dinilai mengancam dan tidak dihayati sebagai stres kerja. Namun jika berbagai
sumber stres kerja tersebut dinilai tidak seimbang dengan sumberdaya yang
dimilikinya dan dapat dinilai guru sebagai ancaman, bahaya, atau tantangan, maka
guru dapat menghayati adanya stres (Lazarus & Folkman, 1984).
Stres kerja merupakan respon adaptif yang ditentukan oleh karakteristik
individual dan atau proses psikologis, yang merupakan konsekuensi dari berbagai
tindakan, situasi, atau kejadian yang berisi tuntutan tertentu baik secara fisik dan
atau psikologis (Ivancevich & Mattesson, 1980). Dengan begitu kondisi di dalam
diri guru dan berbagai kejadian yang dihadapi guru selama menjalankan tugas
mengajar dan mendidik di sekolah dapat menjadi sumber stres kerja bagi guru,
sehingga menimbulkan respon fisiologis dan psikologis yang merupakan respon
adaptif guru terhadap tekanan yang dihadapinya saat mengajar dan mendidik.
Penilaian guru terhadap berbagai sumber stres kerja akan menimbulkan
penghayatan emosi yang berbeda pada setiap guru. Jika kondisi tersebut dinilai
dapat menimbulkan stres, selanjutnya akan menimbulkan tidak hanya respon
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 13
yang negatif (Lazarus, 1999). Stres kerja dapat mempengaruhi stabilitas emosi,
dan akan mendorong seseorang yang mengalaminya untuk berusaha pulih dari
kondisi tersebut (Ivancevich & Mattesson, 2002). Jika emosi yang muncul
adalah emosi yang tidak menyenangkan, maka guru akan berusaha untuk lepas
dari emosi yang tidak menyenangkan tersebut sebelum menimbulkan ketegangan
pada diri guru dan guru akan berusaha pula untuk dapat mengungkapkannya
secara tepat, sehingga tidak mengganggu efektivitas guru dalam mengajar dan
mendidik. Untuk itu dibutuhkan kemampuan untuk mengolah emosi saat guru
menilai berbagai berbagai sumber stres kerja sebagaimana yang diungkapkan oleh
Goleman (2001) sebagai kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan-kemampuan seperti
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi;
mengendalikan dorongan hati; mengatur suasana hati, menjaga agar beban stres
tidak melumpuhkan kemampuan berpikir; berempati dan berharap (Goleman,
2001: 45). Kecerdasan emosional ini diuraikan ke dalam lima ciri kemampuan,
yaitu :
1. Mengenali emosi diri : kesadaran diri—mengenali perasaan sewaktu-waktu
perasaan itu terjadi, yang merupakan dasar dari kecerdasan emosional.
2. Mengelola emosi : menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan
tepat
3. Memotivasi diri sendiri : memimpin emosi untuk mencapai tujuan yang
merupakan hal yang penting untuk menaruh perhatian, untuk memotivasi dan
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 14
4. Mengenali emosi orang lain/empati : kemampuan bergantung pada kesadaran
diri emosional, merupakan dasar “keterampilan bergaul”.
5. Membina hubungan dengan orang lain: keterampilan mengelola emosi orang
lain (Goleman, 2001, hal 58-59)
Seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi
ditandai oleh kecerdasan intrapribadi yang meliputi kemampuan menyadari emosi
diri, kemampuan mengelola emosi diri dan memotivasi diri yang tinggi dan
diimbangi pula oleh kecerdasan antarpribadi yang meliputi kemampuan
mengenali emosi orang lain atau empati dan kemampuan membina hubungan
dengan orang lain yang juga tinggi. Seseorang yang memiliki kecerdasan
emosional tinggi mampu untuk mengungkapkan perasaaan dalam takaran yang
wajar, memandang dirinya secara positif, dan kehidupan memberikan makna pada
mereka, melibatkan diri dengan permasalahan untuk memikul tanggung jawab dan
memiliki pandangan moral, bersikap tegas, mudah bergaul, ramah, dan mampu
menyesuaikan diri dengan beban stres (Goleman, 2001).
Apabila guru cukup mampu menggunakan kecerdasan emosionalnya,
maka ketika guru menilai berbagai kondisi diri dan kelompok kerjanya dapat
menimbulkan stres kerja, guru akan mengevaluasi dirinya atau melakukan
penilaian sekunder dengan menggunakan kecerdasan emosionalnya kemudian
melakukan penilaian kembali (reappraisal) terhadap diri dan kelompok kerja,
sehingga setiap kondisi baik di dalam diri dan kelompok kerja dinilai secara lebih
positif dan tekanan emosi yang dirasakannya pun berkurang. Hal ini membuat
derajat stres kerja menjadi lebih rendah. Sebagaimana yang diungkapkan Silvert
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 15
negatif dinilai sebagai suatu hal yang lebih positif, akan mengakibatkan tingkat
stres lebih rendah. Sebaliknya apabila kecerdasan emosional guru kurang
memadai, maka guru akan akan mengalami kesulitan menggunakan kecerdasan
emosionalnya saat melakukan penilaian sekunder terhadap diri, begitu pun saat
melakukan penilaian kembali terhadap diri dan kelompok kerja sehingga dapat
menambah intensitas tekanan emosi yang dirasakannya. Hal ini dapat membuat
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 16
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 17
1.6. Asumsi Penelitian
Berdasarkan urutan kerangka pemikiran di atas, peneliti mempunyai
asumsi sebagai berikut:
Penghayatan masing-masing guru SLB/C terhadap berbagai tugas mengajar
dan mendidik yang dapat menjadi sumber stres kerja berbeda-beda bergantung
pada penilaian kognitifnya.
Stres kerja menimbulkan berbagai respon fisiologis dan psikologis pada guru Kecerdasan emosional meliputi kecerdasan intrapribadi dan kecerdasan
antarpribadi.
Kecerdasan emosional turut berperan dalam munculnya respon fisiologis dan
psikologis pada guru saat menghadapi berbagai tugas mengajar dan mendidik
yang dapat menjadi sumber stres kerja.
1.7. Hipotesis Penelitian
Terdapat hubungan negatif antara kecerdasan emosional dan derajat stres
Universitas Kristen Maranatha 77
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan negatif
antara kecerdasan emosional dan derajat stres kerja pada guru SLB bagian C
di Bandung. Hal ini berarti semakin tinggi kecerdasan emosional yang
dimiliki guru, maka derajat stres kerja yang dialami guru menjadi semakin
rendah.
2. Guru yang memiliki kecerdasan emosional tinggi seluruhnya menghayati
derajat stres kerja yang bersumber dari dalam diri yang tergolong rendah dan
sebagian besar menghayati derajat stres kerja yang bersumber dari kelompok
kerja yang tergolong rendah.
3. Sebagian besar guru yang menghayati derajat stres kerja yang rendah
menunjukkan aspek-aspek kecerdasan emosional yang sebagian besar
tergolong tinggi.
4. Derajat stres kerja guru yang rendah berkaitan dengan faktor internal dan
eksternal yang dimiliki guru. Faktor-faktor tersebut adalah harapan guru
dalam mengajar dan mendidik anak didik, keyakinan dapat mengatasi dan
mengoptimalkan kemampuan anak didik, tingkat pendidikan, kemampuan
dalam menghadapi kesulitan, perasaan terbebani oleh tugas mengajar dan
Universitas Kristen Maranatha 78
5.2. Saran
Dilihat dari hasil penelitian, peneliti mengajukan beberapa saran yang
diharapkan berguna bagi SLB bagian C yang terkait, penelitian sejenis, maupun
penelitian lebih lanjut. Adapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut :
5.2.1. Saran Teoritis
Melihat pentingnya informasi mengenai manfaat kecerdasan emosional dalam
pengajaran dan pendidikan luar biasa, maka perlu dilakukan penelitian lebih
mendalam mengenai kecerdasan emosional beserta aspek-aspeknya kaitannya
dengan pengajaran dan pendidikan luar biasa. Penelitian tersebut bertujuan
agar memperkaya penelitian mengenai kecerdasan emosional, khususnya bagi
psikologi pendidikan.
Perlunya diadakan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan derajat stres
kerja dengan faktor-faktor lain yang berkaitan dengan stres kerja, agar
diperoleh data yang lebih lengkap mengenai stres kerja.
5.2.2. Saran Praktis
Guru SLB bagian C disarankan untuk lebih banyak menambah pengetahuan
mengenai pentingnya kecerdasan emosional agar setiap guru dapat
menggunakan cara-cara yang lebih efektif dalam mengatur suasana hati yang
tidak menyenangkan yang sewaktu-waktu muncul selama mengajar dan
mendidik dan dapat mengungkapkannya secara lebih tepat..
Setiap Sekolah Luar Biasa Bagian C perlu mengantisipasi munculnya stres
Universitas Kristen Maranatha 79
melalui pemberian informasi mengenai manfaat kecerdasan emosional dalam
proses pengajaran serta pendidikan kepada guru-guru, serta informasi terbaru
mengenai perkembangan pengajaran dan pendidikan anak tunagrahita, selain
itu juga perlunya diberikan informasi bagi guru mengenai bagaimana cara
menghadapi berbagai permasalahan di sekolah yang berpotensi menjadi
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR PUSTAKA
Astati, Dra. M.Pd, 2001, Persiapan Pekerjaan Penyandang Tunagrahita, Bandung: CV. Pendawa
Goleman, D. 1995. Emotional Intelligence : Why it can matter more than IQ. New York : Batam Books
Goleman, D. 2001. Kecerdasan Emosional : Mengapa EI lebih penting daripada IQ. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Ivancevich & Matteson, 2002, Organizational Behavior & Management. Ed.5. Boston : McGraw-Hill
Lazarus, R. S & Folkman, S. 1984. Stress, Appraisal, and Coping. New York : Springer Publishing Co.
Lazarus, R. S. 1999. Stress and Emotion : New Synthesis. New York : Springer Publishing Co.
Mangunsong, Frieda, dkk. 1998. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa, Cetakan 1, Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia
Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Efektif dan Menyenangkan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nasir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia
Natawidjaya, Rochman, DRS. 1982. Pengantar Pendidikan Luar Biasa untuk Sekolah Pendidikan Guru. Jakarta : Departemen P dan K