• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suatu Penelitian Mengenai Hubungan Antara Tingkat Kesesuaian Tipe Kepribadian dan Tipe Lingkungan Pekerjaan dengan Sikap Kerja pada Penyiar Radio Remaja di Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Suatu Penelitian Mengenai Hubungan Antara Tingkat Kesesuaian Tipe Kepribadian dan Tipe Lingkungan Pekerjaan dengan Sikap Kerja pada Penyiar Radio Remaja di Bandung."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Kristen Maranatha ii

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memperoleh gambaran mengenai hubungan antara kecerdasan emosional dan derajat stres kerja pada guru SLB bagian C di Bandung.

Sesuai dengan maksud, tujuan, dan kegunaan penelitian, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan korelasional. Subyek pada penelitian ini adalah guru SLB bagian C yang berusia 28-50 tahun, dengan menggunakan metode purposive sampling maka diperoleh subyek penelitian sebanyak 30 orang.

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner Kecerdasan Emosional berdasarkan konsep kecerdasan emosional dari Daniel Goleman, dan kuesioner Derajat Stres Kerja yang merupakan modifikasi dari alat ukur Stress Diagnostic Survey dari Ivancevich dan Matteson.

Berdasarkan pengolahan statistik korelasi Spearman dengan menggunakan SPSS, diketahui bahwa terdapat hubungan negatif antara kecerdasan emosional dan derajat stres kerja pada guru SLB bagian C di Bandung. Artinya, semakin tinggi kecerdasan emosional yang dimiliki guru, maka derajat stres kerja yang dihayati guru semakin rendah. Guru dengan kecerdasan emosional tinggi lebih mampu menjaga kestabilan emosinya dan mengarahkan energinya untuk mengatasi berbagai sumber stres kerja, sehingga tugas mengajar dan mendidik yang dapat menjadi sumber stres kerja tidak dinilai sebagai ancaman dan derajat stres kerja guru menjadi rendah. Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 16 guru yang menghayati derajat stres kerja rendah, sebagian besar memiliki aspek-aspek kecerdasan emosional yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa selain tingkat kecerdasan emosional, terdapat faktor-faktor lain yang berkaitan dengan derajat stres kerja guru yang rendah. Faktor-faktor tersebut adalah harapan guru dalam mengajar dan mendidik anak didik, keyakinan dapat mengatasi dan mengoptimalkan kemampuan anak didik, tingkat pendidikan, kemampuan dalam menghadapi kesulitan mengajar dan mendidik, perasaan terbebani oleh tugas mengajar dan mendidik, dan masa kerja.

(2)

Universitas Kristen Maranatha iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK……… ii

KATA PENGANTAR……… iii

DAFTAR ISI……….. v

DAFTAR BAGAN………. viii

DAFTAR LAMPIRAN………. ix

DAFTAR TABEL……….. x

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2. Identifikasi Masalah ……… 8

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ……….... 8

1.3.1. Maksud Penelitian ………. 8

1.3.2. Tujuan Penelitian ……….. 9

1.4. Kegunaan Penelitian ………... 9

1.4.1. Kegunaan Ilmiah ………... 9

1.4.2. Kegunaan Praktis ……….. 9

1.5. Kerangka Pemikiran ……… 10

1.6. Asumsi Penelitian ………... 17

1.7. Hipotesis Penelitian ………. 17

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecerdasan Emosional………. 18

2.1.1. Dua Jenis Pikiran ……… 18

2.1.2. Kecerdasan Pribadi Menurut Howard Gardner ……….. 19

2.1.3. Definisi Kecerdasan Emosional……….. 20

2.1.4. Model Kecerdasan Emosional………. 21

2.1.5.Kemampuan Menyadari Emosi ……….. 25

(3)

Universitas Kristen Maranatha iv

2.1.7. Kemampuan Memotivasi Diri ……… 27

2.1.8. Kemampuan Mengenali Emosi Orang Lain / Empati … 28 2.1.9. Kemampuan Membina Hubungan dengan Orang Lain 29 2.1.10. IQ dan Kecerdasan Emosional……….. 30

2.2. Teori Stres………. 31

2.2.1. Definisi Stres………... 31

2.2.2. Sumber-Sumber Stres………. 32

2.2.3.Teori Tentang Penilaian Kognitif……… 34

2.2.4. Bentuk-bentuk Dasar dari Penilaian Kognitif…………. 35

2.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Appraisal…………. 36

2.2.6. Emosi dan Appraisal………... 38

2.2.7. Stres Dalam Pekerjaan………. 40

2.2.7.1. Pengertian Stres Dalam Pekerjaan……….. 40

2.2.7.2. Moderator Stress………. 41

2.2.7.3. Sumber-sumber Stres dalam Pekerjaan………... 43

2.3. Teori Perkembangan………. 46

2.4. Profesi Guru……….. 48

2.4.1. Karakteristik Tunagrahita 48 2.4.2 Persyaratan Guru SLB Bagian C……….. 51

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian………... 54

3.2. Variabel Penelitian………... 54

3.3. Definisi Operasional………. 55

3.4. Alat Ukur………. 56

3.4.1. Kuesioner Kecerdasan Emosional………... 56

3.4.2. Kuesioner Derajat Stres………... 58

3.4.3. Data Penunjang……… 60

3.5. Pengujian Alat Ukur………. 61

3.5.1. Validitas Alat Ukur………. 61

3.5.2. Reliabilitas Alat Ukur……….. 62

(4)

Universitas Kristen Maranatha v

3.6.1 Teknik Pengambilan Sampel……… 63

3.6.2.Karakteristik Populasi……….. 63

3.7 Teknik Analisis……….. 63

3.8. Hipotesis Statistik………. 65

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Sampel………. 66

4.1.1. Usia... 66

4.1.2. Jenis Kelamin... 66

4.1.3. Pendidikan... 66

4.1.4. Masa Kerja... 66

4.2. Hasil Penelitian……… 67

4.3. Pembahasan……….. 67

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………... 77

5.2. Saran………. 78

5.2.1. Saran Teoritis……….. 78

5.2.2. Saran Praktis……… 78

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RUJUKAN

(5)

Universitas Kristen Maranatha vi

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1. Kerangka Alur Pikir……… 16

(6)

Universitas Kristen Maranatha vii

DAFTAR TABEL

TABEL 3.1 :Rancangan Alat Ukur Kecerdasan Emosional……….. 56

TABEL 3.2 : Rancangan Alat Ukur Derajat Stres Kerja……… 59

TABEL 4.1 : Usia………... 66

TABEL 4.2 : Jenis Kelamin……… 66

TABEL 4.3 : Pendidikan………. 66

(7)

Universitas Kristen Maranatha viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Data Penunjang

Lampiran 2 : Alat Ukur Kecerdasan Emosional Lampiran 3 : Alat Ukur Derajat Stres Kerja

Lampiran 4 : Validitas Hasil Try Out Kuesioner Kecerdasan Emosional Lampiran 5 : Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Kecerdasan Emosional Lampiran 6 : Validitas Hasil Try Out Kuesioner Derajat Stres Kerja Lampiran 7 : Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Derajat Stres Kerja Lampiran 8 : Data Pribadi Guru SLB bagian C di Bandung

Lampiran 9 : Analisis Korelasi Kecerdasan Emosional dan Derajat Stres Kerja Lampiran 10 : Gambaran Hasil Penelitian

Lampiran 11 : Aspek Stres Kerja

Lampiran 12 : Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja dengan Aspek-aspek Kecerdasan Emosional

Lampiran 13 : Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja dengan Data Penunjang Keseluruhan

Lampiran 14 : Tabulasi Silang antara Kecerdasan Emosional Sedang dan Derajat Stres Kerja Rendah dengan Data Penunjang

(8)

RAHASIA

Lampiran 1

DATA PRIBADI

1. Usia :

2. Jenis kelamin : L / P

3. Latar belakang pendidikan :

4. Status marital : menikah/ belum menikah

5. Lokasi kerja :

6. Lama menjabat sebagai Guru SLB/C : 7. Tugas-tugas Saya di SLB bagian C ini :

……… ……… ………

8. Apakah Saudara merasa kesulitan dalam mengajar dan mendidik anak didik terkait dengan berbagai karakteristik khas yang dimiliki anak didik?

A. Sangat kesulitan B. Sedikit kesulitan C. Tidak merasa kesulitan

9. Apakah Saudara merasa terbebani oleh tugas Saudara sebagai guru SLB C khususnya dalam mengajar dan mendidik anak didik terkait dengan berbagai karakteristik khas yang dimiliki anak didik?

A. Sangat terbebani B. Sedikit terbebani C. Tidak merasa terbebani

10. Apa harapan Saudara sebagai guru SLB bagian C terhadap anak didik? ……… ……… ………

11. Sejauhmana harapan tersebut sudah terwujud?

(9)

RAHASIA

12. Menurut Saudara, Saudara………. bahwa Saudara dapat mengatasi semua perilaku khas anak didik selama Saudara mengajar dan mendidik mereka. A. Yakin B. Kurang Yakin C. Tidak Yakin

13. Menurut Saudara, Saudara………. bahwa Saudara dapat mengajar dan mendidik anak didik ke arah yang lebih optimal

A. Yakin B. Kurang Yakin C. Tidak Yakin

14. Apakah Saudara merasa pengetahuan yang Saudara miliki saat ini mengenai pendidikan luar biasa sudah cukup untuk bisa mengoptimalkan kemampuan anak didik?

A. Lebih dari cukup B. Cukup C. Masih kurang

15. Apakah Saudara merasa pengalaman mengajar Saudara selama ini sudah cukup untuk dapat mengatasi semua perilaku khas anak didik selama Saudara mengajar dan mendidik mereka?

(10)

RAHASIA

Lampiran 2

KUESIONER KECERDASAN EMOSIONAL

Petunjuk pengisian :

Pernyataan-pernyataan ini membantu Saudara untuk mengenali perasaan,

sebagaimana Saudara melihat diri sendiri. Jawablah pernyataan ini seakan-akan

Saudara sedang menggambarkan diri Saudara sebagaimana adanya. Jawablah

dengan respom Saudara. Jangan ada yang terlewati. Bacalah setiap pernyataan

baik-baik, lalu pilihlah salah satu dari 4 alternatif jawaban yang tersedia dengan

memberikan tanda (X) pada kotak yang menggambarkan diri Saudara. Arti

keempat pilihan tersebut adalah sebagai berikut :

(SS) Sangat sesuai : untuk pernyataan yang sepenuhnya sesuai dengan

gambaran diri Saya

: untuk jawaban sebagian besar sesuai dengan

gambaran diri Saya

: untuk jawaban sebagian besar tidak sesuai

dengan gambaran diri Saya

sama sekali tidak sesuai dengan

gambaran diri Saya

Perlu diperhatikan bahwa semua jawaban Saudara tidak ada yang salah, semuanya

benar. Terima kasih atas kesediaan Saudara untuk mengisi angket ini.

(11)

RAHASIA

No. Pernyataan SS S TS STS

1. Saya tahu hal apa yang membuat saya marah saat mengajar 2. Saya merasa bangga bisa menjadi guru di SLB C

3. Saya mampu memahami sudut pandang yang berbeda dari rekan kerja saya mengenai anak didik

4. Saya menghindari terlibat dalam kegiatan-kegiatan di luar jam pelajaran di sekolah tempat saya mengajar

5. Saya tidak tahan berlama-lama mendengarkan keluh kesah rekan kerja saya mengenai kesulitannya dalam mengajar 6. Saat tahun ajaran baru dimulai, saya merasa sulit

menyesuaikan diri dengan para anak didik di kelas baru 7. Saya kurang begitu menghiraukan perasaan anak didik saya

ketika saya tegur di hadapan teman-temannya 8. Saya tidak tahu mengapa saya merasa bingung saat

menghadapi anak didik

9. Jika saya merasa bosan mengajarkan materi yang sama, saya tetap bersemangat mengajarkan materi tersebut hingga anak didik mengerti

10. Saya mengerti bagaimana sulitnya orangtua anak didik mengajar dan mendidik anaknya di rumah

11. Saya senang bertemu dengan kenalan-kenalan baru di lingkungan sekolah tempat saya mengajar

12. Saat mengajar anak didik, saya dapat menyadari bahwa saya kesal

13 Jika saya merasa kesal pada seorang anak didik, saya akan lampiaskan saat itu juga dengan cara memarahinya di hadapan teman-temannya

14. Walaupun kemampuan daya ingat anak didik saya kurang, saya tidak merasa putus asa untuk terus berusaha

mengajarkan mereka dengan berbagai cara.

15. Saya membutuhkan waktu yang lama untuk bisa menerima pendapat rekan kerja saya

16. Saya sudah berkali-kali mengajarkan materi yang sama kepada anak didik, sehingga saya tidak dapat mentolerir anak didik yang masih salah mengerjakan tugasnya

17. Menurut saya menyelesaikan masalah anak didik yang saling menyerang dengan cara kompromi dengan orang tua anak didik, hanya membesar-besarkan masalah

18. Saya mampu mengurangi kegelisahan saya selama mengajar 19. Saya merasa sangat bosan sehingga terasa sulit

meningkatkan keterampilan mengajar saya

20. Saya tidak merasa keberatan mendengarkan keluh kesah anak didik, rekan kerja atau orangtua anak didik

21. Saya lebih baik menghindari rekan kerja yang meminta bantuan saya terkait dengan masalah anak didik

22. Jika anak didik yang telah saya tegur jadi menjauhi saya, maka tidak sulit bagi saya untuk mendekatinya kembali

(12)

RAHASIA

No. Pernyataan SS S TS STS

24. Walaupun saya sedang marah saat mengajar di kelas, saya berusaha untuk tetap objektif dalam memandang masalah 25. Saya cukup mampu mengendalikan kekesalan saya dalam

setiap kejadian yang saya hadapi saat mengajar

26. Saya mampu mengungkapkan kemarahan saya kepada anak didik yang tidak mau diam di kelas dengan cara yang lebih bijaksana

27. Saya tidak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi antara saya dan rekan kerja

28. Saya merasa sulit berdiskusi dengan rekan kerja mengenai masalah yang sama yang kami hadapi saat mengajar

29. Saat mengajar saya terkadang tidak sadar bahwa saya sedang marah

30. Saya menjadi tegang setiap kali dihadapkan pada anak didik yang tiba-tiba menyerang temannya

31. Saya mampu bekerja sama dengan guru-guru yang lain dalam menentukan materi yang akan diajarkan

32. Saya memilih untuk merundingkan jalan keluar untuk menyelesaikan masalah yang terjadi diantara anak didik 33. Saya berusaha sebaik mungkin membantu rekan kerja yang

meminta bantuan saya

34. Bila saya jengkel saat mengajar, saya tahu apa yang harus saya lakukan

35. Saya merasa sulit mengendalikan ucapan saya saat di kelas sehingga anak didik cenderung menjauhi saya

36. Saat saya marah kepada anak didik, sulit bagi saya untuk menahannya

37. Jika saya dikecewakan rekan kerja, maka sulit bagi saya untuk memaafkannya

38. Jika saya marah saat mengajar, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan

39. Saya merasa bingung dengan apa yang harus saya lakukan saat berada diantara rekan-rekan kerja saya

40. Saya sulit menerima kritikan dari rekan kerja saya 41. Saya tidak segera menyadari bahwa saya sedang merasa

bosan ketika saya sedang mengajar

42. Saat saya merasa kesal selama berada di sekolah, saya secara tidak sengaja memarahi rekan kerja saya tanpa alasan

43. Kegiatan mengajar saya seringkali terganggu jika suasana hati saya sedang sedih

44. Saya tidak peduli menanggung akibat dari teguran yang saya sampaikan kepada anak didik saat anak didik tersebut melakukan kesalahan di kelas

45. Saya merasa keluarga saya mendukung pekerjaan saya sebagai guru SLB C

46. Saya dapat mengetahui hal apa saja yang perlu diperhatikan agar dapat menjadi guru sekaligus teman bagi anak didik saya

(13)

RAHASIA

No. Pernyataan SS S TS STS

48. Saat saya mengalami masalah di luar pekerjaan saya, sulit bagi saya untuk berpikir jernih selama mengajar di kelas 49. Saya mampu mengontrol ucapan saya saat mengajar,

sehingga anak didik tidak merasa tersinggung

50. Saya tidak segera menyadari saat saya merasa tegang ketika mengajar

51. Saya lebih baik menghindari anak didik yang sedang bertikai di luar kelas

52. Saya mampu memahami perasaan anak didik yang begitu kesulitan menulis suatu huruf

53. Saat mengajar, saya merasa pekerjaan saya menjadi kacau jika saya harus bekerja sama dengan guru lain

54. Saya mengerti mengapa saya merasa cemas ketika mengajar anak didik

55. Saat saya menghadapi hambatan dalam mengajar, saya tidak menjadi mudah marah

56. Saat di kelas, saya mampu mengatasi rasa kesal yang saya hadapi saat mengajar anak didik yang tidak mau memperhatikan

57. Saya merasa sulit meredam kemarahan saya ketika menghadapi anak didik yang sulit diatur

58. Saya mampu menenangkan diri saya selama mengajar anak didik saya yang sulit diatur

59. Walaupun saya sedang marah dengan urusan sekolah, saya masih berusaha menjaga diri

60. Saya merasa bahagia bisa menolong anak tunagrahita dengan menjadi guru di SLB C ini

61. Saya merasa sulit mengatasi kecemasan saya selama berhadapan dengan orangtua anak didik

62. Sebagai guru SLB C, saya akan terus berusaha semaksimal mungkin mengoptimalkan kemampuan anak didik walaupun akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mewujudkannya

63. Sulit bagi saya memusatkan pikiran saat mengajar anak didik jika saya sedang merasa bosan

64. Saya mampu mengatasi kekhawatiran saya saat mengajar agar saya tidak menjadi panik

65. Ketika saya mengalami kesulitan saat mengajar anak didik, hal ini justru meningkatkan semangat saya dalam mencari cara baru untuk dapat meningkatkan kemampuan anak didik 66. Saya segera mengetahui jika anak didik saya sedang merasa

sedih

67. Saya menghindari rekan kerja saya yang akan mengungkapkan keluh kesahnya

68. Saya mampu menyelesaikan perkelahian yang terjadi di antara anak didik saya di kelas dengan mudah

69. Tidak mudah bagi saya menyelesaikan masalah yang timbul antara saya dan rekan kerja saya

(14)

RAHASIA

Lampiran 3

Kuesioner Stres Kerja

Berikut ini terdapat beberapa pernyataan yang menggambarkan apa yang

Saudara alami saat Saudara melaksanakan beberapa tugas mengajar dan mendidik.

Saudara diminta untuk menjawab setiap pernyataan tersebut dengan seberapa

sering (frekuensi) Saudara mengalami kondisi-kondisi berikut ini yang Saudara

alami saat Saudara menghadapi berbagai sumber stres dalam melaksanakan tugas

mengajar dan mendidik di sekolah.

Bacalah setiap pernyataan, lalu pilihlah salah satu dari 5 alternatif jawaban

yang tersedia dengan memberikan tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang

tersedia. Arti kelima pilihan jawaban tersebut adalah :

SL : Jika kondisi tersebut selalu dirasakan

SR : Jika kondisi tersebut sering dirasakan

K : Jika kondisi tersebut kadang-kadang dirasakan

P : Jika kondisi tersebut pernah dirasakan

TP : Jika kondisi tersebut tidak pernah dirasakan

Tidak ada jawaban yang salah. Jawaban yang diminta adalah jawaban

yang Saudara anggap paling sesuai dengan apa yang Saudara rasakan. Jika

kategori yang diberikan tidak dapat menggambarkan perasaan Saudara dengan

tepat, pilihlah yang paling mendekati. Terimakasih atas kesedian Saudara untuk

(15)

RAHASIA

Petunjuk Jawaban:

SL : Jika kondisi tersebut selalu dirasakan

SR : Jika kondisi tersebut sering dirasakan

K : Jika kondisi tersebut kadang-kadang dirasakan P : Jika kondisi tersebut pernah dirasakan

TP : Jika kondisi tersebut tidak pernah dirasakan

No. Pernyataan SL SR K P TP

1. Saya menjadi lelah harus mengajar sekaligus menjadi teman bermain bagi anak didik saya

2. Saya merasa cemas dalam menjelaskan kepada anak didik, cara menjaga keselamatan dirinya

3. Saya merasa lelah saat harus mengajar di beberapa kelas atau tingkatan

4. Saya merasa sedih karena sulit mengajari anak didik saya untuk merawat diri

5. Saya merasa kecewa dengan beberapa rekan kerja saya karena sulit diajak kerjasama dalam mengajar

6. Saya merasa lelah, karena harus mengatasi sendiri anak didik yang sulit sekali menerima pelajaran tanpa ada yang menolong

7. Saya merasa pusing karena disamping saya harus mengajar, saya juga harus memperhatikan setiap gerak-gerik anak didik saya agar tidak terjadi sesuatu yang mengganggu pelajaran

8. Saya merasa bingung menjelaskan pada anak didik mengenai perilaku yang benar dan salah, yang baik dan buruk

9. Saya merasa pusing harus mengajar kelas yang jumlah anak didiknya lebih dari 5 orang

10. Saya merasa kesal setiap saya kesulitan mengajarkan anak didik saya melakukan penjumlahan sederhana

11. Saya merasa pusing setiap harus mendengar keluhan-keluhan dari orangtua anak didik mengenai perilaku anaknya di rumah

12. Saya merasa kesal cara kerja para rekan saya tidak teratur saat mengurus kegiatan di sekolah

13. Saya merasa pusing tidak memperoleh dorongan dari siapa pun saat berusaha mengatasi kesulitan yang saya hadapi saat mengajar

14. Saya bingung karena di satu sisi anak didik begitu lambat dalam menerima pelajaran, di sisi lain saya harus mengejar target kurikulum yang telah ditetapkan

15. Saya merasa bingung cara mendidik anak didik agar mereka lebih bisa mengendalikan emosi mereka

(16)

RAHASIA

No. Pernyataan SL SR K P TP

17. Saya merasa putus asa karena sulit mengajarkan anak didik saya membaca

18. Saya merasa bingung saat harus menginformasikan kegiatan yang berlangsung di sekolah kepada orangtua anak didik

19. Saya merasa sedih tidak dapat berbagi tugas kerja saya bersama rekan kerja saya

20. Saya merasa kecewa dengan rekan kerja yang kurang peduli terhadap kesulitan saya dalam mengajar

21. Saya merasa cemas ketika sewaktu-waktu harus melaksanakan tugas mengajar yang tidak sesuai dengan kurikulum yang berlaku

22. Saya merasa pusing bagaimana mengajarkan anak didik saya agar tidak memboroskan uang jajannya

23. Saya merasa tidak bersemangat karena banyak anak didik saya yang masih belum mengerti materi yang saya ajarkan 24. Badan saya terasa pegal-pegal setiap kali saya merasa

kesulitan mengajarkan anak didik saya untuk menulis huruf atau angka

25. Saya merasa cemas karena apa yang saya ajarkan dapat mempengaruhi masa depan anak didik saya

26. Saya merasa pusing saat kelompok kerja saya yang terdiri dari karyawan dan beberapa guru kurang kompak dalam bekerja sama

27. Saya merasa sedih karena sulit memperoleh rekan seprofesi yang dapat diajak untuk bisa berbagi mengenai kesulitan-kesulitan yang saya hadapi saat mengajar

28. Saya merasa kesal harus menahan amarah saya saat mengajar anak didik yang sulit agar dia masih mau meneruskan pelajarannya

29. Saya merasa lelah karena tidak tahu pasti bagaimana mengajarkan anak didik agar menjadi individu yang siap kerja sekaligus disiplin

30. Saya merasa kesal harus berkali-kali menyuruh anak didik menjawab pertanyaan yang saya ajukan

31. Saya merasa lelah karena sulit mengajarkan keterampilan pada anak didik saya

32. Saya merasa bosan terus-menerus menegur anak didik yang seringkali melakukan perbuatan yang tidak baik 33. Saya merasa lelah menghadapi para rekan kerja saya yang

kurang peduli terhadap kegiatan yang berlangsung di sekolah

34. Saya kesal, dalam rapat, kepala sekolah kurang membahas mengenai kasus-kasus atau kesulitan yang saya dan rekan kerja saya hadapi saat mengajar

35. Tubuh saya mejadi mudah sakit ketika materi yang saya ajarkan menjadi terhambat karena adanya salah satu anak didik yang sulit sekali mengerti dibandingkan teman-teman sekelasnya.

(17)

RAHASIA

No. Pernyataan SL SR K P TP

37. Saya merasa lebih berkeringat saat harus mendidik anak didik saya untuk lebih bisa mengendalikan dorongan biologisnya.

38 Saya merasa lebih berkeringat setelah berkali-kali harus mengajarkan beberapa anak didik memahami materi yang saya ajarkan tetapi mereka tetap belum mengerti

39. Saya merasa tidak bersemangat harus mengajarkan materi yang sama dengan yang kemarin saya ajarkan

40. Saya merasa pusing saat kesulitan menemukan cara lain agar anak didik saya lebih cepat menangkap materi yang saya ajarkan

41. Saya merasakan keringat dingin jika sewaktu-waktu anak didik saya tidak bisa mengendalikan emosi dan dorongan biologisnya saat di sekolah

42. Saya merasa tidak bersemangat saat harus bertemu dengan orangtua anak didik tentang masalah anaknya di sekolah 43. Saya merasa lebih mudah sakit ketika tidak ada rekan

kerja saya yang menawarkan bantuan saat saya harus menyelesaikan tugas sekolah yang cukup banyak 44. Saya merasa kecewa dengan kurangnya kekompakan

antara rekan kerja saya dalam menyusun acara di sekolah 45. Saya menjadi lebih mudah sakit karena pihak sekolah

kurang menaruh perhatian terhadap keluhan-keluhan yang dialami para guru di sekolah tempat saya mengajar

46. Saya merasa bingung mengatasi kesulitan yang saya hadapi di sekolah sendirian

47. Saya menjadi sulit tidur jika sewaktu-waktu menghadapi anak didik yang sulit mengikuti pelajaran di kelas dibandingkan anak lain di kelasnya.

48. Saya merasa tidak enak badan jika anak didik saya masih tidak memahami pentingnya menjaga diri padahal saya telah menjelaskannya berkali-kali.

49. Saya menjadi mudah sakit jika masih tersisa banyak sekali materi yang belum saya ajarkan

50. Saya merasa tidak bersemangat dalam mengajar jika sudah menemukan anak didik yang sedang sulit untuk ditegur 51. Saya menjadi sulit tidur jika saya menemukan kesulitan

dalam mengajar dan mendidik anak didik saya.

52. Saya menjadi sulit tidur setiap kali harus menghadapi orangtua anak didik untuk memberitahukan keadaan anaknya di sekolah

53. Saya menjadi sulit tidur jika kegiatan sekolah kurang berjalan lancar karena kurangnya kekompakan antar rekan-rekan guru di sekolah saya

54. Saya merasa kesal harus terus-menerus menegur anak didik saya tetapi mereka tetap tidak mengerti

(18)

RAHASIA

No. Pernyataan SL SR K P TP

56. Saya menjadi sulit tidur setiap kali memikirkan cara agar anak didik saya bisa bekerja secara mandiri dan disiplin. 57. Saya merasa sulit berkonsentrasi saat harus mengajar

beberapa tingkatan sekaligus

58. Pola makan saya terganggu jika masih banyak tugas mengajar yang belum saya selesaikan.

59. Saya merasa lebih mudah sakit jika mengalami kesulitan dalam menyampaikan materi kepada anak didik saya 60. Saya merasa cemas jika saya tidak bisa mengatasi

kesulitan yang saya hadapi saat mengajar

61. Saya merasa kurang enak badan setiap kali harus menemui orangtua anak didik yang ingin berkonsultasi dengan saya tentang masalah anaknya

62. Persiapan yang kurang kompak antar rekan kerja saya dalam menyusun acara di sekolah membuat saya merasa tidak enak badan

63. Saya merasa bingung bagaimana harus mengajak rekan-rekan kerja saya agar mau bekerjasama dalam menyusun kegiatan di sekolah

64. Pola makan saya menjadi terganggu setiap kali harus menyelesaikan sendiri masalah yang saya hadapi saat mengajar

(19)

Lampiran 4

VALIDITAS HASIL TRY OUT

(20)

47 0,924 DITERIMA

Self Awareness 9 9 Seluruh item valid

Manage Emotions 21 21 Seluruh item valid

Motivating Oneself 12 10 Dua item dibuang (44,37)

Empathy 9 8 Satu item dibuang (69)

(21)

Lampiran 5

Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Kecerdasan Emosional

Aspek dan Konstruk

Jumlah

Item Nilai Reliabilitas Keterangan

Self Awareness 9 0,761 Reliabel

Manage Emotions 21 0,955 Sangat reliabel

Motivating Oneself 10 0,88 Reliabel

Empathy 8 0,818 Reliabel

(22)

Lampiran 6

(23)

47 0,857 DITERIMA

Konflik Peran 10 10 Seluruh item valid

Kedwiartian Peran 10 9 Satu item dibuang (39)

Beban Tugas 10 10 Seluruh item valid

Beban Kesulitan 10 9 Satu item dibuang (43)

Tanggung Jawab 10 8 Dua item dibuang (5,65)

Kekompakan Kerja 10 10 Seluruh item valid

Dukungan Kerja 10 9 Satu item dibuang (70)

(24)

Lampiran 7

Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Derajat Stres Kerja

Aspek dan

Konstruk Jumlah Item Nilai Reliabilitas Keterangan

Konflik Peran 10 0,898 Reliabel

Kedwiartian Peran 9 0,815 Reliabel

Beban Tugas 10 0,888 Reliabel

Beban Kesulitan 9 0,924 Sangat reliabel

Tanggung Jawab 8 0,927 Sangat reliabel

Kekompakan Kerja 10 0,931 Sangat reliabel

Dukungan Kerja 9 0,938 Sangat reliabel

(25)

Lampiran 8

Data Pribadi Guru SLB bagian C di Bandung

No. Usia Jenis

kelamin Pendidikan Status Marital Lama Kerja

1 44 P S1 MENIKAH 20

2 37 L SGPLB MENIKAH 10

3 46 P SGPLB MENIKAH 20

4 43 L S1 MENIKAH 22

12 32 L S1 BELUM MENIKAH 10

13 35 P S1 MENIKAH 11

14 35 P S1 MENIKAH 13

15 44 P S1 MENIKAH 20

16 34 L S1 MENIKAH 10

17 35 L S1 MENIKAH 11

18 35 P SGPLB MENIKAH 12

19 38 P S1 MENIKAH 16

26 42 P SGPLB MENIKAH 14

27 39 P D3 MENIKAH 13

28 41 L S1 MENIKAH 16

29 43 P SGPLB MENIKAH 21

(26)

Lampiran 9

(27)

Lampiran 10

Gambaran Hasil Penelitian

Skor Kecerdasan Emosional dan Derajat Stres Kerja Skor Keterangan Skor Keterangan

1 130 Sedang 163 Cenderung rendah

2 124 Sedang 154 Cenderung rendah

3 148 Tinggi 116 Rendah

4 149 Tinggi 111 Rendah

5 108 Sedang 246 Cenderung tinggi

6 175 Tinggi 163 Cenderung rendah

7 145 Tinggi 133 Cenderung rendah

8 145 Tinggi 128 Rendah

9 187 Tinggi 70 Rendah

10 140 Tinggi 121 Rendah

11 147 Tinggi 97 Rendah

12 175 Tinggi 69 Rendah

13 152 Tinggi 124 Rendah

14 132 Sedang 101 Rendah

15 154 Tinggi 90 Rendah

16 152 Tinggi 81 Rendah

17 151 Tinggi 71 Rendah

18 152 Tinggi 102 Rendah

19 130 Sedang 159 Cenderung rendah

20 163 Tinggi 103 Rendah

21 115 Sedang 178 Cenderung rendah

22 151 Tinggi 121 Rendah

23 141 Tinggi 140 Cenderung rendah

24 125 Sedang 133 Cenderung rendah

25 148 Tinggi 154 Cenderung rendah

26 119 Sedang 87 Rendah

27 138 Sedang 111 Rendah

28 164 Tinggi 96 Rendah

29 143 Tinggi 87 Rendah

30 121 Sedang 104 Rendah

(28)

Lampiran 11 Aspek Stres Kerja

11.1. Tabulasi silang antara Derajat Stres Kerja dengan Aspek Stres Kerja

Derajat stres kerja yang bersumber dari dalam diri Derajat stres kerja yang bersumber dari kelompok kerja Aspek

Stres Kerja Derajat

Stres Kerja

Rendah Cenderung Rendah

Cenderung

Tinggi Tinggi Rendah

Cenderung Rendah

Cenderung

Tinggi Tinggi

Rendah 20 66,67% - - - 20 66,67% - - -

-Cenderung

Rendah 8 26,67% 1 3,33% - - - - 8 26,67% 1 3,33% - - -

-Cenderung Tinggi - - 1 3,33% - - - 1 3,33% - - -

(29)

-11.2. Tabulasi silang antara Aspek Stres Kerja dengan Kecerdasan Emosional

Kecerdasan Emosional Aspek

Stres Kerja

Rendah Sedang Tinggi

Rendah - - 8 80% 20 100%

Cenderung Rendah - - 2 10% -

-Cenderung Tinggi - - -

-Derajat stres kerja yang bersumber dari dalam diri

Tinggi - - -

-Total - - 10 100% 20 100%

Rendah - - 8 88,89% 20 95%

Cenderung Rendah - - 1 11,11% 1 5%

Cenderung Tinggi - - -

-Derajat stres kerja yang bersumber dari kelompok kerja

Tinggi - - -

(30)

Lampiran 12

Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja dengan Aspek-aspek Kecerdasan Emosional

12.1. Tabel Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja dengan Aspek-aspek Kecerdasan Emosional pada Guru yang memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi

Kemampuan Mengenali Emosi Diri

Kemampuan Mengelola Emosi Diri

Kemampuan Memotivasi Diri Kemampuan Mengenali Emosi Orang Lain/ Empati

Kemampuan Membina Hubungan Aspek pada

KE tinggi Derajat Stres Kerja

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rend

ah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

Rendah 3 15% 13 65% - - - - 1 5% 15 75% - - 2 10% 14 70% - - 3 15% 13 65% - - 2 12,5% 14 87,5%

Cenderung

Rendah - - 4 20% - - - - 1 5% 3 15% - - - - 4 20% - - - - 4 20% - - 1 25% 3 75%

Cenderung

(31)

-12.2. Tabel Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja dengan Aspek-aspek Kecerdasan Emosional pada Guru yang memiliki

Kecerdasan Emosional Sedang

Kemampuan Mengenali Emosi Diri

Kemampuan Mengelola Emosi Diri

Kemampuan Memotivasi Diri

Kemampuan Mengenali Emosi Orang Lain/ Empati

Kemampuan Membina Hubungan

Aspek pada KE sedang

Derajat Stres Kerja

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

Rendah - - 4 40% - - - - 4 40% - - - - 2 20% 2 20% - - 1 10% 3 3% - - 3 30% 1 25%

Cenderung

Rendah - - 5 50% - - - - 5 50% - - - - 5 50% - - - - 3 30% 2 20% - - 5 50% - -Cenderung

(32)

-12.3. Tabel Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja dengan Kecerdasan Intrapribadi dan Kecerdasan Antarpribadi

Kecerdasan Emosional Tinggi Kecerdasan Emosional Sedang

Kecerdasan Intrapribadi Kecerdasan Antarpribadi Kecerdasan Intrapribadi Kecerdasan Antarpribadi

Kecerdasan Emosional

Derajat Stres Kerja

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

Rendah - - 3 15% 13 65% - - 1 5% 15 75% - - 4 40% - - - - 3 30% 1 10%

(33)

-Lampiran 13

Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja dengan Data Penunjang Keseluruhan

13.1. Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja Guru dengan Terwujudnya Harapan Guru (Goal) dalam Pengoptimalan Kemampuan Anak Didik (Beliefs)

Keyakinan dalam Pengoptimalan Kemampuan Anak Didik Derajat Stres Kerja

Yakin Kurang Yakin Tidak Yakin

Total

13.3. Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja Guru dengan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Derajat Stres Kerja

SGPLB D3 S1

Rendah 4 80% 3 42,86% 13 72,22%

Cenderung Rendah 1 20% 3 42,86% 5 27,78%

Cenderung Tinggi 1 14,28% - 0%

Tinggi - 0% - 0% - 0%

(34)

13.4. Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja Guru dengan Penghayatan terhadap Pengetahuan dan Pengalaman dalam Mengajar

Penghayatan terhadap Pengetahuan dan Pengalaman dalam Mengajar

13.5. Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja Guru dengan Kemampuan dalam menghadapi Kesulitan Mengajar

13.6. Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja Guru dengan Penghayatan terhadap Beban Mengajar

Penghayatan terhadap Beban Mengajar Derajat Stres Kerja Tidak Merasa

Terbebani

13.7. Tabulasi Silang antara Derajat Stres Kerja Guru dengan Masa Kerja

Masa Kerja (tahun) Derajat Stres Kerja

10-15 16-20 21-25

Rendah 13 81,25% 4 40% 3 75%

Cenderung Rendah 3 18,75% 5 50% 1 25%

Cenderung Tinggi - 0% 1 10% - 0%

Tinggi - 0% - 0% - 0%

(35)

Lampiran 14

Tabulasi Silang antara Kecerdasan Emosional Sedang dan Derajat Stres Kerja Rendah dengan Data Penunjang

14.1. Tabulasi Silang antara Kecerdasan Emosional Sedang dan Derajat Stres Kerja Rendah dengan Terwujudnya Harapan Guru (Goal)

Terwujudnya Harapan Guru

14.2. Tabulasi Silang antara Kecerdasan Emosional Sedang dan Derajat Stres Kerja Rendah dengan Keyakinan dalam Pengoptimalan Kemampuan Anak Didik (Beliefs)

Keyakinan dalam Pengoptimalan Kemampuan Anak Didik Yakin Kurang Yakin Tidak Yakin

Total

14.3. Tabulasi Silang antara Kecerdasan Emosional Sedang dan Derajat Stres Kerja Rendah dengan Penghayatan terhadap Pengetahuan dan Pengalaman dalam Mengajar

(36)

14.4. Tabulasi Silang antara Kecerdasan Emosional Sedang dan Derajat Stres Kerja Rendah dengan Kemampuan dalam menghadapi Kesulitan Mengajar

14.5. Tabulasi Silang antara Kecerdasan Emosional Sedang dan Derajat Stres Kerja Rendah dengan Penghayatan terhadap Beban Mengajar

(37)

Lampiran 15

Harapan Guru Sekolah Luar Biasa bagian C di Bandung

Anak didik dapat hidup mandiri, bisa menolong dirinya sendiri, mengurus

dirinya sendiri dan mengurus keperluan sehari-hari yang sederhana, menjaga

diri sendiri, tidak bergantung pada orang lain.

Anak didik bisa menyesuaikan diri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan

keluarga, dan masyarakat di lingkungan sekitarnya.

Anak didik dapat mengembangkan keterampilan dengan menggunakan sisa

potensi yang dimiliki anak didik.

Anak didik memiliki keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya. Dapat mengembangkan potensi anak didik seoptimal mungkin

Terdapat perubahan perilaku pada diri anak didik berupa kemajuan atau

perkembangan dalam kemampuannya.

Anak didik dapat bekerja seperti orang pada umumnya. Anak didik memiliki penghasilan sendiri.

Anak didik dapat berguna bagi masyarakat, negara, dan agama.  Anak didik bisa merasa bahagia.

Dapat mengembangkan model pembelajaran bagi anak luar biasa. Pemerintah segera memikirkan lapangan kerja kepada alumni SLB.

Adanya peningkatan sarana dan prasarana pendidikan (alat peraga, buku

sumber, dll).

(38)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 . Latar Belakang Masalah

Pendidikan Luar Biasa (PLB) merupakan bagian terpadu dari sistem

pendidikan nasional yang secara khusus diselenggarakan bagi anak didik yang

menyandang kelainan fisik dan atau mental dan atau kelainan perilaku.

(Mangunsong, 1998). Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa ditujukan untuk

membantu anak didik yang menyandang kelainan fisik dan atau mental agar

mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi

maupun anggota masyarakat serta dapat mengembangkan kemampuan dalam

dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan (Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1994:7)

Guru memegang peranan penting dalam pendidikan. Tugas guru sebagai

tenaga profesional meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Pelajaran apapun

yang diberikan hendaknya dapat menjadi motivasi bagi anak didik dalam belajar

(Drs. Moh. Uzer Usman, 2005). Namun lain halnya pada guru-guru Sekolah

Luar Biasa (SLB), disamping tugas tersebut, guru SLB akan memilih bahan

pelajaran dan metoda yang disesuaikan dengan kondisi anak “luar biasa”. Anak

“luar biasa atau berkelainan” adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak

normal dalam hal ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, fisik, dan neuromuscular,

perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, maupun kombinasinya

(Mangunsong, 1998). Kondisi anak luar biasa membuat penyampaian materi

(39)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 2

sekolah biasa, sehingga pendidikan mengenai pengembangan perilaku menjadi

jauh lebih ditekankan oleh guru SLB.

SLB bagian C dikhususkan bagi anak tunagrahita yang mampu didik dan

mampu menerima pendidikan, dengan IQ antara 50-75. Dalam menjalankan

tugasnya di sekolah, guru SLB/C berperan sebagai pengajar sekaligus mendidik

anak tunagrahita. Dalam perannya sebagai pengajar, guru berpegang pada

kurikulum untuk mencapai tujuan kurikuler yang ditargetkan (Natawidjaya,

1996). Sedangkan dalam perannya sebagai pendidik, guru perlu memperhatikan

kebutuhan serta terbatasnya kemampuan yang dimiliki anak didik (Astati, 2001).

Anak tunagrahita memiliki beberapa karakteristik yang khas, antara lain kesulitan

dalam mengarahkan atensi, rendahnya daya ingat, kesulitan dalam mengatur

tingkah lakunya sendiri (self regulation), perkembangan bahasa, sosial, dan

kecakapan motorik yang terhambat, kesulitan dalam mempertimbangkan

konsekuensi dari suatu perbuatan (Mangunsong, 1998). Guru SLB/C diharuskan

dapat memahami keterbatasan anak didik tersebut dan memenuhi kebutuhan anak

didik mereka. Guru perlu berusaha agar anak didik tertarik untuk belajar dan

mendidik anak didik agar minimal dapat memelihara dan menjaga dirinya sendiri,

dengan berusaha tidak menyinggung perasaan anak didik yang sangat peka, agar

proses pengajaran dan pendidikan tidak terganggu.

Berdasarkan wawancara terhadap 5 guru, 80% mengatakan bahwa mereka

terkadang dihadapkan oleh kondisi anak didik yang lambat menerima pelajaran

dibandingkan teman sekelasnya atau adanya kejadian-kejadian yang tidak terduga

di dalam kelas yang membuat mereka mengalami konflik antara mengikuti

(40)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 3

mengajarkan materi sesuai target kurikulum, namun masih ada anak didik yang

belum mengerti dan kurang diperhatikan. Hal ini menurut Ivancevich dan

Matteson (2002) disebut sebagai konflik peran, yang dapat menjadi sumber dari

stres kerja yang berasal dari individu.

Selain itu berdasarkan wawancara terhadap 5 orang guru, 100% guru

tersebut mengatakan dengan kondisi anak didik yang memiliki keterbatasan dalam

mengurus dirinya sendiri dan mempertimbangkan hal yang baik dan yang benar,

terkadang membuat guru mengalami ketidakjelasan mengenai tindakan yang

harus mereka lakukan ketika tengah mengajar karena anak didik bisa dengan

tiba-tiba keluar kelas, mengganggu atau menyerang teman ataupun tidak mau belajar.

Keterbatasan yang dimiliki anak didik membuat pendidikan agar anak didik bisa

disiplin dan mandiri menjadi hal yang jauh lebih penting. Hal ini dapat membuat

guru mengalami ketidakjelasan mengenai perannya pada saat mereka menjalani

tugasnya sebagai pengajar sekaligus pendidik, kondisi ini menurut Ivancevich

dan Matteson disebut sebagai kedwiartian peran, dimana kedwiartian ini pun

merupakan salah satu kondisi yang dapat menimbulkan stres kerja yang

bersumber dari individu.

Berdasarkan wawancara, 80% dari 5 guru diharuskan mengajar beberapa

tingkatan dalam satu kelas, bahkan mengajar anak didik dalam jumlah lebih dari

lima orang, dimana melebihi jumlah seharusnya. Hal ini dapat menjadi beban

kerja yang berlebihan, yang menurut Ivancevich dan Matteson, dapat menjadi

sumber stres kerja. Dari hasil wawancara, 60% dari 5 guru masih mengalami

kesulitan dalam mengajar dan mendidik anak didik walaupun rentang waktu masa

(41)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 4

merupakan beban yang berlebihan pada guru dari adanya kesulitan yang dihadapi

saat mengajar dan mendidik, sehingga dapat menimbulkan stres kerja yang

bersumber dari individu.

Selama di sekolah guru tidak hanya bertanggung jawab atas anak-anak

didiknya, tetapi juga terhadap orang tua anak didik. Berdasarkan wawancara

terhadap 5 orang guru, 60% terkadang merasa bingung pada saat harus

mempertanggungjawabkan kondisi anak didik kepada orang tuanya, apalagi jika

orang tua anak didik tersebut menuntut agar anak didiknya segera mengalami

peningkatan dalam kemampuannya, sedangkan hal tersebut sulit untuk

diwujudkan. Tanggung jawab terhadap orang lain seperti ini juga menurut

Ivancevich dan Matteson bisa menjadi sumber stres kerja yang berasal dari

individu.

Demikian pula berdasarkan wawancara terhadap 5 orang guru mengenai

hubungan guru dengan rekan kerja dan pihak sekolah, yang merupakan kelompok

dimana guru bekerja, 40% orang guru mengatakan antara rekan kerjanya kurang

kompak sehingga sulit diajak bekerjasama. Berdasarkan wawancara pula

diperoleh bahwa 60% dari 5 orang guru merasa kurangnya dukungan dari rekan

kerja pada saat mereka mengalami kesulitan dalam mengajar. Kurangnya

kekompakan dan dukungan dari kelompok kerja menurut Ivancevich dan

Matteson dapat menimbulkan stres kerja yang bersumber dari kelompok kerja

yang dalam hal ini terdiri dari kepala sekolah, rekan kerja dan karyawan sekolah.

Beberapa sumber stres kerja tersebut dapat dinilai guru sebagai kondisi

yang tidak menyenangkan namun tidak memberikan dampak apapun pada guru

(42)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 5

menimbulkan stres kerja. Namun bila kondisi tersebut dinilai guru tidak seimbang

dengan sumber daya yang dimilikinya sehingga mengancam atau membahayakan

kesejahteraan guru, maka guru dapat menghayati adanya stres (Lazarus, 1976).

Dalam menilai kondisi yang dapat menimbulkan stres kerja, guru

dipengaruhi oleh harapan guru untuk bisa mengoptimalkan kemampuan anak

didik dan keyakinan guru terhadap sejauhmana guru merasa mampu mengatasi

setiap kesulitan yang dihadapi selama mengajar dan mendidik. Namun

berdasarkan wawancara, nyatanya saat guru menghadapi anak didik dengan

berbagai karakteristik khasnya, harapan guru tersebut sulit untuk dicapai dan tidak

mungkin dalam waktu yang singkat. Begitupun dengan keterbatasan anak didik

dalam menangkap materi pelajaran membuat guru harus menjalani rutinitas

mengajar materi yang sama berulang kali setiap harinya dalam rentang

pengalaman kerja yang cukup lama, lambatnya kemampuan anak didik dalam

menerima pelajaran dapat membuat target kurikulum yang ditetapkan biasanya

tidak secara tepat waktu dapat terpenuhi, serta kesulitan anak didik dalam

mempertimbangkan konsekuensi dari suatu perbuatan, membuat tugas mengajar

guru terkadang menjadi terhambat karena adanya kejadian-kejadian yang tidak

terduga, sulit diatasi dan sulit dikendalikan. Kondisi ini menuntut guru untuk terus

meningkatkan kemampuan mengajar dan mendidik, sehingga guru lebih yakin

dapat memprediksi, mengatasi dengan segera dan mengendalikan setiap

permasalahan yang terjadi pada anak didik di sekolah.

Saat kondisi diatas menimbulkan stres kerja, guru dapat mengalami respon

fisiologis antara lain kelelahan, pusing, hilangnya nafsu makan, mudah sakit, dan

(43)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 6

Selain itu respon psikologis yang dapat muncul antara lain terganggunya

konsentrasi saat mengajar, dan munculnya reaksi emosi yang negatif seperti

merasa jenuh, bosan, kesal, marah, kecewa, cemas, dan sedih. Berdasarkan

wawancara, guru mengaku bahwa reaksi emosi ini seringkali muncul selama guru

mengajar dan mendidik. Namun ketika di kelas guru menunjukkan emosi yang

sangat berbeda seolah-olah tidak merasakan adanya emosi-emosi yang negatif.

Hal tersebut terjadi karena menurut para guru, perasaan anak didik yang sangat

peka membuat guru sangat berhati-hati mengekspresikan emosinya agar anak

didik mereka tidak merasa tersinggung. Di lain pihak ada pula guru yang tidak

segan-segan memarahi anak didik agar mau menurut, walaupun kemarahan

tersebut tidak berlangsung lama, tetapi hal ini justru terkadang membuat anak

didik menjauhi guru tersebut sehingga mengganggu proses belajar mengajar.

Kemampuan guru untuk mengolah emosi yang ditimbulkan oleh stres

kerja agar dapat mengendalikan emosi dan mengungkapkannya secara tepat

tergantung pada bagaimana tingkat setiap aspek kecerdasan emosional yang

dimiliki guru. Berdasarkan wawancara terhadap 5 orang guru SLB/C diketahui

bahwa 100% guru menyadari munculnya suasana hati yang tidak menyenangkan

saat menilai berbagai sumber stres baik yang berasal dari dalam diri maupun

kelompok kerjanya. Berdasarkan wawancara terhadap 5 orang guru SLB/C

diketahui bahwa 100% guru menyatakan bahwa mereka merasa tidak ada lagi

yang bisa mereka perbuat untuk menghadapi perasaan yang tidak menyenangkan

tersebut, sehingga mereka memilih pasrah. Artinya, ketika emosi yang tidak

menyenangkan tersebut muncul saat mengajar dan mendidik di kelas, guru

(44)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 7

60% dari 5 orang guru yang memandang emosi yang tidak menyenangkan yang

dirasakannya tersebut digunakan sebagai pemicu untuk meningkatkan motivasi

mengajar. Hal ini dapat membuat kondisi yang tidak menyenangkan selama

mengajar dan mendidik, dapat dinilai sebagai tantangan yang dapat memunculkan

emosi yang lebih positif. Selain itu 80% dari 5 orang guru, menyatakan mampu

untuk memahami dan membina hubungan yang baik dengan anak didik dan rekan

kerja selama mereka melakukan tugas mengajar dan mendidik. Hal ini dapat

memudahkan guru untuk memperoleh dukungan sosial saat guru menilai berbagai

sumber stres baik yang berasal dari dalam diri maupun kelompok kerjanya.

sebagai kondisi yang tidak menyenangkan, sehingga dapat mengurangi tekanan

emosional guru sebelum hal ini menimbulkan ketegangan pada guru dan

memudahkan guru untuk melakukan penilaian kembali terhadap kondisi-kondisi

tersebut.

Kemampuan-kemampuan yang tercakup dalam kecerdasan emosional

sangat diperlukan oleh setiap guru ketika menjalankan tugas mengajar dan

mendidik. Sebagaimana menurut Dr. E. Mulyasa, M. Pd., jika guru

mengharapkan pencapaian kualitas pendidikan dan dan pembelajaran di

sekolahnya secara optimal, perlu diupayakan bagaimana membina diri untuk

memiliki kecerdasan emosional yang stabil. Melalui kecerdasan emosional

diharapkan semua unsur yang terdapat dalam pendidikan dan pembelajaran dapat

memahami diri dan lingkungannya secara tepat, memiliki rasa percaya diri, tidak

iri hati, dengki, cemas, takut, murung, tidak mudah putus asa, dan tidak mudah

(45)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 8

Begitupun dalam menilai berbagai sumber stres baik yang berasal dari

dalam diri maupun kelompok kerjanya, kecerdasan emosional guru turut berperan

dalam penghayatan terhadap derajat stres kerjanya. Kemampuan dalam

kecerdasan emosional dapat mengurangi tekanan emosional yang dialami guru

saat menilai setiap kondisi yang dapat menimbukan stres kerja selama mengajar

dan mendidik, yang kemudian dapat menjauhkan guru tersebut dari stres kerja

sehingga dapat berkonsentrasi dan pikirannya tetap jernih.

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengkaji apakah

terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dan derajat stres kerja pada guru

sekolah luar biasa bagian C di Bandung.

1.2. Identifikasi masalah

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Seberapa jauh hubungan antara kecerdasan emosional dan derajat stres kerja pada

guru sekolah luar biasa bagian C di Bandung

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud dalam penelitian ini antara lain untuk memperoleh gambaran

mengenai kecerdasan emosional dan derajat stres kerja pada guru sekolah luar

(46)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 9

1.3.2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk melihat seberapa jauh

hubungan antara kecerdasan emosional dan derajat stres kerja pada guru sekolah

luar biasa bagian C di Bandung.

1.4. Kegunaan

1.4.1. Kegunaan Ilmiah

Penelitian ini dapat digunakan untuk memahami bahasan mengenai

psikologi pendidikan khususnya mengenai pentingnya kecerdasan emosional

dalam menentukan derajat stres kerja dalam pendidikan luar biasa.

1.4.2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada guru

Sekolah Luar Biasa Bagian C mengenai manfaat kecerdasan emosional agar guru

mampu mengendalikan emosi dan mengungkapkan emosinya secara tepat selama

menjalankan tugas mengajar dan mendidik.

Selain itu memberikan informasi yang bermanfaat kepada pihak Sekolah

Luar Biasa Bagian C guna mengantisipasi munculnya stres kerja yang dapat

menghambat keefektifan guru dalam mengajar dan mendidik dengan pemberian

informasi mengenai pentingnya kecerdasan emosional dalam proses pengajaran

(47)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 10

1.5. Kerangka Pemikiran

Pendidikan bagi anak-anak tunagrahita memerlukan suatu keahlian khusus

berupa penyesuaian metoda dan progam pengajaran, terutama bagi guru-guru

yang mengelola proses belajar mengajar (Mangunsong, 1998:121). Dalam

perannya mengajar dan mendidik anak tunagrahita, guru SLB/C perlu memahami

dan mampu menghadapi setiap aspek karakteristik anak didik yang khas, yaitu

kesulitan dalam mengarahkan atensi; daya ingat yang terbatas; kesulitan dalam

mengatur perilakunya sendiri (self regulation); terhambat dalam perkembangan

bahasa, perkembangan sosial, serta kecakapan motorik; lambat dalam

memberikan reaksi; dan kesulitan dalam mempertimbangkan konsekuensi dari

suatu perbuatan (Natawidjaya,1996).

Dalam mengajar, guru SLB/C bertugas mengajarkan keterampilan dasar

belajar, meliputi membaca, menulis, matematika dan mengembangkan

kemampuan keterampilan anak didik (Kirk, 2001). Adanya keterbatasan yang

dimiliki oleh anak tunagrahita, membuat guru perlu memiliki pengetahuan yang

berhubungan dengan pemahaman kebutuhan anak tunagrahita dan kemampuan

dalam menanggapi secara tepat kebutuhan anak tunagrahita dalam mengatasi

persoalan yang dihadapinya, sehingga guru dapat membimbing anak didiknya ke

arah yang positif dan mencapai tingkat kemampuan yang optimal. Di samping

tugas mengajar, guru SLB/C juga bertugas mendidik anak didiknya untuk dapat

mengembangkan kebiasaan hidup sehat, kemampuan bersosialisasi, kemampuan

mengendalikan emosional dan mengembangkan rasa aman di sekolah, serta

kemampuan mendorong diri sendiri untuk dapat melakukan suatu kegiatan yang

(48)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 11

Dalam menjalankan tugas, guru dapat menilai berbagai kondisi yang

dihadapinya selama mengajar dan mendidik sebagai sumber stres kerja. Menurut

Ivancevich & Mattesson (2002), hal-hal yang dinilai dapat menimbulkan stres

kerja bisa bersumber pada individu dan kelompok kerja. Berkaitan dengan tugas

mengajar dan mendidik, kondisi individu yang dapat menjadi sumber stres kerja

bagi guru antara lain, konflik peran yang merupakan konflik yang berasal dari dua

atau lebih tekanan peran sebagai pengajar dan pendidik; kedwiartian peran

khususnya sebagai pendidik; beban kerja yang berlebihan yang dilihat dari

banyaknya tugas mengajar dan mendidik yang harus guru selesaikan; beban yang

berlebihan yang dilihat dari tingkat kesulitan yang dirasakan oleh guru saat

mengajar dan mendidik; serta tanggung jawab guru terhadap anak didik dan

orangtua anak didik. Selain itu kondisi kelompok kerja yang dinilai dapat

menimbulkan sumber stres kerja antara lain kekompakan guru dengan rekan kerja

sesama guru, karyawan, dan kepala sekolah; serta dukungan kelompok kerja

khususnya dari rekan kerja sesama guru, dan pihak sekolah.

Penilaian yang dilakukan guru tersebut terhadap berbagai sumber stres

kerja disebut sebagai penilaian kognitif. Proses penilaian kognitif adalah proses

yang menentukan mengapa dan dalam keadaan apa suatu interaksi antara individu

dengan lingkungan menimbulkan stres (Lazarus & Folkman, 1984). Dalam

menilai berbagai sumber stres kerja, adakalanya penilaian guru dipengaruhi oleh

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain meliputi harapan

guru terhadap anak didik, keyakinan akan kemampuannya mengajar dan mendidik

anak didik, serta sumberdaya yang dimiliki oleh guru yang meliputi intelektual,

(49)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 12

faktor eksternal antara lain seberapa besar tuntutan yang dirasakan oleh guru atas

tugas-tugas mengajar dan mendidik yang dijalaninya, dan sejauhmana tugas

mengajar dan mendidik yang dilakukan guru dapat dikendalikan, diprediksi, dan

diatasi (Lazarus,1999).

Penilaian kognitif yang dilakukan guru tersebut terhadap berbagai sumber

stres kerja merupakan penilaian primer. Pada penilaian primer ini, guru dapat

menilai berbagai sumber stres kerja tidak memberikan implikasi apapun pada guru

(irrelevant) ataupun diartikan secara lebih positif (positive benign), sehingga tidak

dinilai mengancam dan tidak dihayati sebagai stres kerja. Namun jika berbagai

sumber stres kerja tersebut dinilai tidak seimbang dengan sumberdaya yang

dimilikinya dan dapat dinilai guru sebagai ancaman, bahaya, atau tantangan, maka

guru dapat menghayati adanya stres (Lazarus & Folkman, 1984).

Stres kerja merupakan respon adaptif yang ditentukan oleh karakteristik

individual dan atau proses psikologis, yang merupakan konsekuensi dari berbagai

tindakan, situasi, atau kejadian yang berisi tuntutan tertentu baik secara fisik dan

atau psikologis (Ivancevich & Mattesson, 1980). Dengan begitu kondisi di dalam

diri guru dan berbagai kejadian yang dihadapi guru selama menjalankan tugas

mengajar dan mendidik di sekolah dapat menjadi sumber stres kerja bagi guru,

sehingga menimbulkan respon fisiologis dan psikologis yang merupakan respon

adaptif guru terhadap tekanan yang dihadapinya saat mengajar dan mendidik.

Penilaian guru terhadap berbagai sumber stres kerja akan menimbulkan

penghayatan emosi yang berbeda pada setiap guru. Jika kondisi tersebut dinilai

dapat menimbulkan stres, selanjutnya akan menimbulkan tidak hanya respon

(50)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 13

yang negatif (Lazarus, 1999). Stres kerja dapat mempengaruhi stabilitas emosi,

dan akan mendorong seseorang yang mengalaminya untuk berusaha pulih dari

kondisi tersebut (Ivancevich & Mattesson, 2002). Jika emosi yang muncul

adalah emosi yang tidak menyenangkan, maka guru akan berusaha untuk lepas

dari emosi yang tidak menyenangkan tersebut sebelum menimbulkan ketegangan

pada diri guru dan guru akan berusaha pula untuk dapat mengungkapkannya

secara tepat, sehingga tidak mengganggu efektivitas guru dalam mengajar dan

mendidik. Untuk itu dibutuhkan kemampuan untuk mengolah emosi saat guru

menilai berbagai berbagai sumber stres kerja sebagaimana yang diungkapkan oleh

Goleman (2001) sebagai kecerdasan emosional.

Kecerdasan emosional adalah kemampuan-kemampuan seperti

kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi;

mengendalikan dorongan hati; mengatur suasana hati, menjaga agar beban stres

tidak melumpuhkan kemampuan berpikir; berempati dan berharap (Goleman,

2001: 45). Kecerdasan emosional ini diuraikan ke dalam lima ciri kemampuan,

yaitu :

1. Mengenali emosi diri : kesadaran diri—mengenali perasaan sewaktu-waktu

perasaan itu terjadi, yang merupakan dasar dari kecerdasan emosional.

2. Mengelola emosi : menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan

tepat

3. Memotivasi diri sendiri : memimpin emosi untuk mencapai tujuan yang

merupakan hal yang penting untuk menaruh perhatian, untuk memotivasi dan

(51)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 14

4. Mengenali emosi orang lain/empati : kemampuan bergantung pada kesadaran

diri emosional, merupakan dasar “keterampilan bergaul”.

5. Membina hubungan dengan orang lain: keterampilan mengelola emosi orang

lain (Goleman, 2001, hal 58-59)

Seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi

ditandai oleh kecerdasan intrapribadi yang meliputi kemampuan menyadari emosi

diri, kemampuan mengelola emosi diri dan memotivasi diri yang tinggi dan

diimbangi pula oleh kecerdasan antarpribadi yang meliputi kemampuan

mengenali emosi orang lain atau empati dan kemampuan membina hubungan

dengan orang lain yang juga tinggi. Seseorang yang memiliki kecerdasan

emosional tinggi mampu untuk mengungkapkan perasaaan dalam takaran yang

wajar, memandang dirinya secara positif, dan kehidupan memberikan makna pada

mereka, melibatkan diri dengan permasalahan untuk memikul tanggung jawab dan

memiliki pandangan moral, bersikap tegas, mudah bergaul, ramah, dan mampu

menyesuaikan diri dengan beban stres (Goleman, 2001).

Apabila guru cukup mampu menggunakan kecerdasan emosionalnya,

maka ketika guru menilai berbagai kondisi diri dan kelompok kerjanya dapat

menimbulkan stres kerja, guru akan mengevaluasi dirinya atau melakukan

penilaian sekunder dengan menggunakan kecerdasan emosionalnya kemudian

melakukan penilaian kembali (reappraisal) terhadap diri dan kelompok kerja,

sehingga setiap kondisi baik di dalam diri dan kelompok kerja dinilai secara lebih

positif dan tekanan emosi yang dirasakannya pun berkurang. Hal ini membuat

derajat stres kerja menjadi lebih rendah. Sebagaimana yang diungkapkan Silvert

(52)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 15

negatif dinilai sebagai suatu hal yang lebih positif, akan mengakibatkan tingkat

stres lebih rendah. Sebaliknya apabila kecerdasan emosional guru kurang

memadai, maka guru akan akan mengalami kesulitan menggunakan kecerdasan

emosionalnya saat melakukan penilaian sekunder terhadap diri, begitu pun saat

melakukan penilaian kembali terhadap diri dan kelompok kerja sehingga dapat

menambah intensitas tekanan emosi yang dirasakannya. Hal ini dapat membuat

(53)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 16

(54)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 17

1.6. Asumsi Penelitian

Berdasarkan urutan kerangka pemikiran di atas, peneliti mempunyai

asumsi sebagai berikut:

Penghayatan masing-masing guru SLB/C terhadap berbagai tugas mengajar

dan mendidik yang dapat menjadi sumber stres kerja berbeda-beda bergantung

pada penilaian kognitifnya.

Stres kerja menimbulkan berbagai respon fisiologis dan psikologis pada guru Kecerdasan emosional meliputi kecerdasan intrapribadi dan kecerdasan

antarpribadi.

Kecerdasan emosional turut berperan dalam munculnya respon fisiologis dan

psikologis pada guru saat menghadapi berbagai tugas mengajar dan mendidik

yang dapat menjadi sumber stres kerja.

1.7. Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan negatif antara kecerdasan emosional dan derajat stres

(55)

Universitas Kristen Maranatha 77

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan negatif

antara kecerdasan emosional dan derajat stres kerja pada guru SLB bagian C

di Bandung. Hal ini berarti semakin tinggi kecerdasan emosional yang

dimiliki guru, maka derajat stres kerja yang dialami guru menjadi semakin

rendah.

2. Guru yang memiliki kecerdasan emosional tinggi seluruhnya menghayati

derajat stres kerja yang bersumber dari dalam diri yang tergolong rendah dan

sebagian besar menghayati derajat stres kerja yang bersumber dari kelompok

kerja yang tergolong rendah.

3. Sebagian besar guru yang menghayati derajat stres kerja yang rendah

menunjukkan aspek-aspek kecerdasan emosional yang sebagian besar

tergolong tinggi.

4. Derajat stres kerja guru yang rendah berkaitan dengan faktor internal dan

eksternal yang dimiliki guru. Faktor-faktor tersebut adalah harapan guru

dalam mengajar dan mendidik anak didik, keyakinan dapat mengatasi dan

mengoptimalkan kemampuan anak didik, tingkat pendidikan, kemampuan

dalam menghadapi kesulitan, perasaan terbebani oleh tugas mengajar dan

(56)

Universitas Kristen Maranatha 78

5.2. Saran

Dilihat dari hasil penelitian, peneliti mengajukan beberapa saran yang

diharapkan berguna bagi SLB bagian C yang terkait, penelitian sejenis, maupun

penelitian lebih lanjut. Adapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut :

5.2.1. Saran Teoritis

Melihat pentingnya informasi mengenai manfaat kecerdasan emosional dalam

pengajaran dan pendidikan luar biasa, maka perlu dilakukan penelitian lebih

mendalam mengenai kecerdasan emosional beserta aspek-aspeknya kaitannya

dengan pengajaran dan pendidikan luar biasa. Penelitian tersebut bertujuan

agar memperkaya penelitian mengenai kecerdasan emosional, khususnya bagi

psikologi pendidikan.

Perlunya diadakan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan derajat stres

kerja dengan faktor-faktor lain yang berkaitan dengan stres kerja, agar

diperoleh data yang lebih lengkap mengenai stres kerja.

5.2.2. Saran Praktis

Guru SLB bagian C disarankan untuk lebih banyak menambah pengetahuan

mengenai pentingnya kecerdasan emosional agar setiap guru dapat

menggunakan cara-cara yang lebih efektif dalam mengatur suasana hati yang

tidak menyenangkan yang sewaktu-waktu muncul selama mengajar dan

mendidik dan dapat mengungkapkannya secara lebih tepat..

Setiap Sekolah Luar Biasa Bagian C perlu mengantisipasi munculnya stres

(57)

Universitas Kristen Maranatha 79

melalui pemberian informasi mengenai manfaat kecerdasan emosional dalam

proses pengajaran serta pendidikan kepada guru-guru, serta informasi terbaru

mengenai perkembangan pengajaran dan pendidikan anak tunagrahita, selain

itu juga perlunya diberikan informasi bagi guru mengenai bagaimana cara

menghadapi berbagai permasalahan di sekolah yang berpotensi menjadi

(58)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR PUSTAKA

Astati, Dra. M.Pd, 2001, Persiapan Pekerjaan Penyandang Tunagrahita, Bandung: CV. Pendawa

Goleman, D. 1995. Emotional Intelligence : Why it can matter more than IQ. New York : Batam Books

Goleman, D. 2001. Kecerdasan Emosional : Mengapa EI lebih penting daripada IQ. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Ivancevich & Matteson, 2002, Organizational Behavior & Management. Ed.5. Boston : McGraw-Hill

Lazarus, R. S & Folkman, S. 1984. Stress, Appraisal, and Coping. New York : Springer Publishing Co.

Lazarus, R. S. 1999. Stress and Emotion : New Synthesis. New York : Springer Publishing Co.

Mangunsong, Frieda, dkk. 1998. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa, Cetakan 1, Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia

Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Efektif dan Menyenangkan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nasir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia

Natawidjaya, Rochman, DRS. 1982. Pengantar Pendidikan Luar Biasa untuk Sekolah Pendidikan Guru. Jakarta : Departemen P dan K

Referensi

Dokumen terkait

Broadcast many poems, talks and other programmes from Indore, Bhopal, Gwalior and New Delhi (National Channels) Radio Stations.. Conducted and directed many literary

[r]

Dari posisi awal (semua kaki sejajar) atau dari posisi digonal (kaki tak sejajar/memotong), akan dimulai dengan pengnonaktifan dari lengan hisap dari kaki 1 dan kaki

Selanjutnya, kereta dipercepat ke depan jika gaya yang diberikan asisten lebih besar dari gaya gesekan yang berkerja ke belakang ( yaitu, F SA ketika lebih. besar dari F

Kedudukan TKW di dalam pergaulan sosial digambarkan memiliki rasa solidaritas yang kuat antar TKW dan TKW juga berusaha beradaptasi dengan lingkungan yang ada

6- Keputusan Rckror uni'ersiras Ncgeri yogyakarta Nomor ig tahun 20 t.ntung p"ng.:ngtutui' ;;iu; Fakultas Matematika dau IInlu pengetahuan Alam Universitas Negeri

Selain itu, keluarga sebagai masyarakat, juga disebut sebagai masyarakat patembayan (gameinscahft), yaitu masyarakat yang sifat diantara para anggotanya homogen.

Aturan yang sudah sama adalah : metode akuntansi penggabungan, pencatatan investasi, penyusutan asset, penilaian persediaan, akuntansi kemungkinan kerugian, pajak yang