• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN METAKOGNITIF BERORIENTASI TEORI VAN HIELE.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN METAKOGNITIF BERORIENTASI TEORI VAN HIELE."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PERNYATAAN ………. i

KATA PENGANTAR ………. ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

ABSTRAK ………. vi

DAFTAR ISI ………. vii

DAFTAR TABEL ………. x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Rumusan Masalah ………. 9

C. Tujuan Penelitian ………. 10

D. Manfaat Penelitian ………. 11

E. Definisi Operasional ………. 11

F. Hipotesis Penelitian ……… 13

BAB II STUDI LITERATUR ………. 14

A. Pengertian Berpikir Kritis ………. 14

B. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis ………. 17

(2)

F. Hubungan antara Teori Van Hiele

dan Kemampuan Berpikir Kritis ... 32

G. Hubungan antara Metakognitif dan Teori Van Hiele ... 34

H. Pendekatan Metakognitif dalam Mengajarkan Kemampuan Berpikir Kritis ... 36

I. Penelitian yang Relevan ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ……… 40

A. Desain Penelitian ………... …… 40

B. Populasi dan Sampel ……… 41

C. Instrumen Penelitian ……… 41

D. Sistem Penskoran ……… 52

E. Bahan Ajar ……… 54

F. Prosedur Penelitian ………... 55

G. Teknik Pengunpulan Data ………. 57

H. Teknik Analisis Data ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 66

A. Hasil Penelitian ……… 66

B. Pembahasan ……… 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 101

A. Kesimpulan ……… 101

(3)
(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut UU no. 20 tahun 2004, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak didik agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia serta memiliki ketrampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga Negara.

Menyadari pentingnya penguasaan matematika, maka dalam Undang-Undang RI No. 20 Th. 2003 Tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Pasal 37 ditegaskan bahwa mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Namun demikian mutu pendidikan matematika di Indonesia masih rendah. Sebagai contoh, hasil studi Trends in International Mathematics and Sciences Study (TIMSS) yang diselenggarakan International Association for

Evaluation of Educational Achievement (IEA) yang diumumkan secara

(5)

2

Fakta tersebut menunjukan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa diantaranya kemampuan berpikir kritis dalam matematika masih rendah.

Pembelajaran matematika sekarang ini masih belum mampu memberikan kebermaknaan. Siswa belum mampu memahami apa sebenarnya yang sedang dia pelajari, antara konsep dan pemecahan masalah seolah tidak mempunyai hubungan. Padahal siswa diharapkan mampu memecahkan masalah matematis sebagai suatu bentuk konsekuensi bahwa mereka telah belajar matematika.

Geometri merupakan salah satu cabang dari matematika yang diajarkan mulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Bangun-bangun geometri dapat dijumpai dengan mudah di sekitar kita, misalnya bentuk roda, pintu, papan tulis, tegel dan lain-lainnya. Menurut Ruseffendi (1991) kemampuan menyelesaikan soal geometri dengan benar, tepat dan cepat merupakan ciri bahwa seorang anak mempunyai kemampuan lebih untuk studi lanjut.

(6)

Ruseffendi (1991) mengemukakan bahwa bila kita menginginkan siswa belajar geometri secara bermakna, tahap pengajaran kita supaya disesuaikan dengan tahap berpikir siswa. Bukan sebaliknya siswa harus menyesuaikan diri dengan tahap pengajaran kita. Sehingga siswa dapat memahaminya dengan baik, untuk memperkaya pengalaman dan berpikir siswa, juga untuk persiapan meningkatkan berpikirnya kepada tahap yang lebih tinggi. Salah satu upaya untuk menumbuhkan kesadaran pemahaman pada diri siswa agar siswa dapat memonitor kemampuannya mengenai apa yang sedang dipelajari sebagai upaya untuk menumbuhkan kesadaran kognisinya adalah dengan memberikan arahan agar siswa bertanya pada diri sendiri apakah mereka mengenali atau mengetahui apa yang mereka pikirkan.

(7)

4

tahapan yang diloncati, ini berarti bahwa tahapan yang satu merupakan prasyarat bagi tahap-tahap berikutnya.

Seiring dengan perkembangan psikologi kognitif, maka berkembang pula cara guru dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar, terutama untuk domain kognitif. Saat ini, guru dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar hanya memberikan penekanan pada tujuan kognitif tanpa memperhatikan dimensi proses kognitif, seperti memperhatikan apa yang perlu dipelajari, memantau ingatan siswa tentang apa yang sedang dipelajari, merangsang siswa untuk berusaha mengetahui yang mana konsep-konsep yang belum dipahami, akibatnya upaya-upaya untuk melihat kemampuan kognitif dalam menyelesaikan masalah matematika kepada siswa sangat kurang atau bahkan cenderung diabaikan. Proses yang dilakukan siswa untuk menyadari kemampuan kognitifnya merupakan keterampilan metakognitif. Siswa dipandu untuk dapat menyadari apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka tidak ketahui serta bagaimana mereka memikirkan hal tersebut agar dapat diselesaikan. Menurut Nitko (Nindiasari, 2004) metakognitif mencakup kemampuan untuk mengembangkan sebuah cara yang sistematik selama memecahkan masalah dan membayangkan serta mengevaluasi produktivitas dari proses berpikir.

(8)

yang menitikberatkan pada aktivitas belajar, membantu, dan membimbing peserta didik jika menemui kesulitan, dan membantu mengembangkan kesadaran metakognisinya. Sedangkan proses metakognisi menurut Cardele-Elawar (Suzana, 2004) adalah strategi pengaturan diri siswa dalam memilih, mengingat, mengenali kembali, mengorganisasi informasi yang dihadapinya, dan menyelesaikan masalah.

Penulis memandang bahwa pendekatan metakognitif memiliki banyak kelebihan jika digunakan sebagai alternatif pendekatan pembelajaran matematika untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Pandangan ini tentu saja didasarkan pada apa yang telah diuraikan di muka, bahwa dengan mengembangkan kesadaran metakognisinya, siswa terlatih untuk selalu merancang strategi terbaik dalam memilih, mengingat, mengenali kembali, mengorganisasi informasi yang dihadapinya, serta dalam menyelesaikan masalah.

(9)

6

dalam memecahkan permasalahan secara kreatif agar peserta didik dapat bersaing secara adil dan mampu bekerja sama dengan bangsa lain.

Berdasarkan alasan yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa kemampuan berpikir kritis sangat penting untuk dikembangkan. Ironisnya kemampuan berpikir kritis siswa bahkan mahasiswa masih kurang. Hal ini bisa dilihat dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Maulana (2007) yang melaporkan bahwa nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis mahasiswa program D2 PGSD kurang dari 50% dari skor maksimal. Senada dengan pernyataan tersebut Mayadiana (2005) melaporkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa calon guru SD masih rendah, yakni hanya mencapai 36,26% untuk mahasiswa berlatar belakang IPA, 26,62% untuk mahasiswa berlatar belakang non-IPA, serta 34,06% untuk keseluruhan mahasiswa.

Berkenaan dengan berpikir kritis, O’Daffer dan Theonquist (dalam Suryadi, 2005) menyatakan bahwa siswa sekolah menengah kurang menunjukkan hasil yang memuaskan dalam akademik yang menuntut kemampuan berpikir kritis. Hasil penelitian Priatna (2003) menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa SMP di Bandung hanya mencapai sekitar 49% dari skor ideal.

(10)

Ennis (1985), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat.

Kemampuan berpikir kritis merupakan bagian dari kemampuan berpikir matematis yang perlu dimiliki oleh setiap siswa dalam menghadapi berbagai permasalahan. Kusumah (2008) berpendapat bahwa kemampuan berpikir kritis, sebagai bagian dari kemampuan berpikir matematis, amat penting, mengingat dalam kemampuan ini terkandung kemampuan memberikan argumentasi, menggunakan silogisme, melakukan inferensi, melakukan evaluasi, dan kemampuan menciptakan sesuatu dalam bentuk produk atau pengetahuan baru yang memiliki ciri orisinalitas.

(11)

8

yang akan dilakukan? Strategi mana yang paling baik? Apakah langkah-langkah yang telah ditempuh benar? Di bagian mana terdapat kesalahan? Bagaimana upaya memperbaikinya?” Pertanyaan-pertanyaan metakognitif seperti itu merupakan pertanyaan yang mengarahkan siswa terhadap kemampuan untuk memberikan penjelasan dengan memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, bertanya dan menjawab pertanyaan yang membutuhkan penjelasan, mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi dan akhirnya dapat memutuskan suatu tindakan. Ciri-ciri tersebut merupakan indikator dari kemampuan berpikir kritis yang harus dimiliki oleh siswa. Maka pembelajaran dengan pendekatan metakognitif diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik.

(12)

dalam pembelajaran geometri dengan situasi dan kondisi berorientasikan teori Van Hiele, maka pembelajaran yang diterapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Dari uraian di atas, penulis terdorong untuk mengadakan penelitian, dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif Berorientasi Teori Van Hiele”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah penulis uraikan, dapat dikemukakan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah yang belajar melalui pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele?

3. Bagaimana sikap siswa terhadap geometri, proses pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele, dan soal-soal yang mengukur kemampuan berpikir kritis yang diberikan?

(13)

10

5. Bagaimana pandangan guru terhadap pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah penulis uraikan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele dan pembelajaran biasa.

2. Mengkaji perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele.

3. Mengkaji sikap siswa terhadap matematika, proses pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele, dan soal-soal yang mengukur kemampuan berpikir kritis yang diberikan.

4. Mengkaji aktivitas siswa selama pembelajaran dengan pendekatan metkognitif berorientasi teori Van Hiele.

(14)

D. Manfaat Penelitian

Jika hasil penelitian ini dapat mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berbasis teori Van Hiele dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis seluruh siswa dibandingkan dengan pembelajaran biasa bagi siswa SMP, maka:

1. Model pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele untuk siswa SMP dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran geometri dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis seluruh siswa secara klasikal.

2. Mengenalkan mekanisme yang digunakan dalam pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele kepada calon guru dan guru matematika.

3. Dari hasil penelitian ini dapat ditelaah kecenderungan-kecenderungan terhadap matematika dan pembelajaran matematika melalui pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

E. Definisi Operasional

(15)

12

1. Kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini adalah kemampuan memberikan penjelasan sederhana, kemampuan membangun keterampilan dasar dan kemampuan membuat kesimpulan:

a. Kemampuan memberikan penjelasan sederhana yaitu kemampuan memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, dan menjawab pertanyaan yang membutuhkan penjelasan.

b. Kemampuan membangun keterampilan dasar yaitu kemampuan mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi.

c. Kemampuan membuat kesimpulan yaitu kemampuan melakukan dan mempertimbangkan deduksi serta kemampuan membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan.

2. Pendekatan metakognitif adalah pendekatan yang menanamkan kesadaran bagaimana merancang, memonitor, serta mengontrol apa yang dilakukan untuk menentukan solusi dari suatu permasalahan, memfokuskan pertanyaan kepada pemahaman masalah, pengembangan hubungan antara pengetahuan yang lalu dan sekarang, penggunaan strategi penyelesaian permasalahan yang tepat, merefleksikan proses dan solusi; serta membantu siswa untuk mengembangkan konsep dirinya.

3. Teori Van Hiele adalah teori pembelajaran yang didasarkan pada perkembangan kemampuan berpikir dengan melalui tahap-tahap visualisasi, analisis, dan abstraksi:

(16)

b. Tahap analisis (tahap deskriptif): Pada tahap ini, siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing bangun dan siswa sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri.

c. Tahap abstraksi (tahap pengurutan): Pada tahap ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antara ciri yang satu dengan ciri yang lain pada suatu bangun.

4. Pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele adalah pembelajaran yang menanamkan kesadaran bagaimana merancang, memonitor, serta mengontrol apa yang dilakukan, untuk mencapai tahap-tahap perkembangan kemampuan berpikir menurut Van Hiele.

F. Hipotesis Penelitian

Dalam upaya memecahkan masalah dalam penelitian yang dilakukan ini maka penulis menuliskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa.

(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen, menurut Ruseffendi (2005) penelitian eksperimen adalah penelitian yang benar-benar dilakukan untuk melihat hubungan sebab akibat. Disain penelitian ini adalah disain eksperimen berbentuk disain kelompok kontrol pretes-postes dengan menggunakan dua kelompok. Kelompok pertama sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kedua sebagai kelompok kontrol. Semua kelompok diberi pretes dan postes. Kelompok eksperimen memperoleh pembelajaran melalui pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele sedangkan kelompok kontrol memperoleh pembelajaran secara biasa, dengan ilustrasi desain sebagai berikut.

A O X O

A O O

Ruseffendi (2005 ) Keterangan:

A = Pengambilan sampel secara acak menurut kelas O = Pretes = Postes

(18)

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri Standar Nasional (SSN) di Cianjur. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri I Sukaluyu Cianjur, karena SMP Negeri 1 Sukaluyu Cianjur merupakan salah satu sekolah negeri standar nasional dan kondisi SMP Negeri 1 Sukaluyu Cianjur relatif sama dengan kondisi SMP Negeri SSN lainnya di Cianjur. Pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele yang digunakan dalam pembelajaran pada penelitian ini adalah mengenai geometri bidang tentang segitiga dan segiempat. Materi tersebut diberikan di kelas VII semester 2. Dari seluruh kelas VII SMP Negeri 1 Sukaluyu, dipilih dua kelas, sehingga sampelnya adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sukaluyu Cianjur yang dipilih menurut kelas. Satu kelas sebagai kelompok eksperimen yang pembelajarannya dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele. Sedangkan kelas lainnya sebagai kelompok kontrol yang pembelajarannya secara biasa. Alasan pemilihan sampel penelitian berdasarkan pertimbangan biasanya pembagian kelas di sekolah pada awal tahun pelajaran sudah dibagi secara merata menurut prestasi akademis, oleh karena itu penulis menggunakan dua kelas yang sudah terbentuk sebagai kelompok sampel penelitian.

C. Instrumen Penelitian

(19)

42

1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Tes kemampuan berpikir kritis melalui pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele yang digunakan adalah berupa tes berbentuk uraian. Alasan digunakan tes berbentuk uraian, karena dengan menggunakan tes berbentuk uraian, maka proses berpikir dapat dilihat melalui langkah-langkah penyelesaian soal.

Untuk memperoleh soal tes yang baik, maka soal-soal tes tersebut diujicobakan agar dapat diketahui tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Dalam hal ini uji kepatutan soal tersebut dilakukan pada siswa yang pernah memperoleh bahan ajar yang disampaikan dalam penelitian. Sebelum diujicoba, soal tes dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan didiskusikan dengan teman-teman peneliti untuk mengetahui validitas isi materi yang diuji sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus yang yang akan diukur.

a. Validitas Instrumen

(20)

2 2 2 2

r = Koefisien korelasi nilai-nilai X dengan nilai-nilai Y

N = banyaknya sampel data

Y = skor setiap item soal yang diperoleh siswa X = skor total seluruh item soal yang diperoleh siswa

XY

= jumlah kuadrat nilai-nilai X

2

Y

= jumlah kuadrat nilai-nilai Y

Untuk mengadakan Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi menurut Suherman dan Kusumah (1990) adalah sebagai berikut:

(21)

44

Hasil perhitungan validitas tiap item tes uji coba, untuk mengetahui signifikansi korelasi yang didapat, selanjutnya diuji dengan menggunakan rumus uji t, yaitu :

dengan taraf signifikansi 0,05 diperoleh ttabel= 1,70

Tabel 3.1 berikut adalah hasil hasil perhitungan koefisien korelasi rXY

setiap butir soal. Perhitungannya terdapat pada lampiran.

Tabel 3.1

Validitas Butir Soal Hasil Tes Uji Coba

(22)

b. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas adalah tingkat konsistensi suatu tes, yaitu sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang konsisten. Suatu instrumen dikatakan reliabel, jika dalam dua kali atau lebih pengevaluasian dengan dua atau lebih instrumen yang ekivalen hasilnya akan serupa pada masing-masing pengetesan (Ruseffendi, 2005). Uji reliabilitas diperlukan untuk melengkapi syarat validnya sebuah alat evaluasi. Reliabilitas suatu tes dinyatakan dengan koefisien reliabilitas

(r ), yaitu dengan jalan mencari korelasinya.

Adapun cara menghitung reliabilitas yang digunakan adalah cara Cronbach Alpha.dengan rumus sebagai berikut:

2 2

r = koefisien reliabilitas pendekatan b = banyak soal

2 j

(23)

46

Untuk menginterpretasikan harga koefisien reliabilitas digunakan kategori perbaikan dari Guilford dalam Suherman dan Kusumah (1990) dengan kriteria :

Dari hasil perhitungan, diperoleh koefisien reliabilitas r sebesar 0,80. Koefisien ini menurut Guilford tergolong reliabilitas tinggi. Perhitungannya terdapat pada lampiran C.

c. Daya Pembeda

Daya pembeda atau indeks diskriminasi menunjukkan sejauh mana setiap butir soal dapat membedakan siswa yang mampu menguasai materi pembelajaran dengan siswa yang tidak mampu menguasai materi pembelajaran. Untuk menentukan daya pembeda setiap item soal tes bentuk uraian digunakan rumus yang dikemukakan oleh To (1996) sebagai berikut :

D = Indeks daya pembeda

A

(24)

B

S = Jumlah skor kelompok bawah (27% kelompok bawah)

A

I = Jumlah skor ideal kelompok (atas dan bawah)

Menurut To (1996) interpretasi indeks daya pembeda adalah sebagai berikut: butir soal. Perhitungan terdapat pada lampiran C.

Tabel 3.2

Daya Pembeda Soal Hasil Tes Uji Coba

Nomor

(25)

48

yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Untuk menghitung tingkat kesukaran soal bentuk uraian digunakan rumus yang dikemukakan oleh To (1996) sebagai berikut:

A B

TK = Tingkat Kesukaran

A

Kriteria tingkat kesukaran yang digunakan adalah kriteria yang dikemukakan oleh Suherman dan Kusumah (1990) sebagai berikut:

TK = 0,00 = Terlalu sukar 0,00 < TK ≤ 0,30 = Sukar

0,30 < TK ≤ 0,70 = Sedang 0,70 < TK < 1,00 = Mudah

TK = 1,00 = Terlalu mudah

(26)

Tabel 3.3

Tingkat Kesukaran Soal Hasil Tes Uji Coba

Nomor nomor 8 termasuk validitasnya sangat tinggi, soal nomor 4 dan 6 validitasnya tinggi ,soal nomor 1, 2, 3, 5, 7, 9, dan 10 validitasnya sedang. Sedangkan untuk reliabilitas soal tergolong tinggi, hal ini ditandai dengan diperolehnya nilai koefisien reliabilitas r sebesar 0,80. Daya pembeda soal untuk soal nomor 3 dan 8 sangat baik, soal nomor 2, 4, 5, 6, 7, dan 10 baik, sedangkan soal nomor 1 dan 9 cukup. Tingkat kesukaran soal untuk soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8 termasuk sedang, dan untuk soal nomor 9 dan 10 termasuk sukar.

Pada N = 36 dengan taraf signifikansi 0,05 diperoleh ttabel= 1,70 sehingga

hitung

t > ttabel, ini berarti seluruh soal valid, dan seluruh soal digunakan sebagai

(27)

50

2. Angket Sikap Siswa

Angket sikap siswa bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berbasis teori Van Hiele dan soal-soal berpikir kritis yang diberikan. Angket sikap siswa ini meliputi: respon sikap siswa terhadap pelajaran matematika, terhadap pembelajaran dengan pendekatan metakognitif, terhadap pembelajaran berbasis teori Van Hiele dan Terhadap soal-soal kemampuan berpikir kritis. Angket yang digunakan adalah model Likert. Menurut Ruseffendi (2005) teknik skala Likert memberikan suatu nilai skala untuk tiap alternatif jawaban yang berjumlah empat kategori. Empat kategori tersebut adalah: a. Sangat setuju, b. Setuju, c. Tidak setuju, dan d. Sangat tidak setuju. Pernyataan yang mendukung sikap positif, pemberian skornya adalah: a. Sangat setuju = 4, b. Setuju = 3, c. Tidak setuju = 2, dan d. Sangat tidak setuju = 1. Sedangkan pernyataan yang mendukung sikap negatif, pemberian skornya adalah: a. Sangat setuju = 1, b. Setuju = 2, c. Tidak setuju = 3, dan d. Sangat tidak setuju = 4.

Skala sikap ini diberikan setelah pelaksanaan tes akhir pada kelompok eksperimen.

Skala sikap dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan jawaban responden. Langkah-langkah penentuan skala untuk setiap item adalah sebagai berikut:

1) menghitung banyaknya responden untuk setiap opsi.

(28)

3) Menghitung presentase kumulatif berdasarkan pada sikap positif atau negatif.

4) Menghitung nilai Z daftar untuk setiap opsi.

5) Menghitung nilai Z daftar + (-Z terendah) untuk setiap opsi. 6) Pembulatan nilai Z

Setelah skala ditentukan, kemudian diuji validitas itemnya dengan menggunakan rumus:

X = rata-rata kelompok unggul b

X = rata-rata kelompok asor (bawah)

n = banyaknya subjek

3. Panduan Wawancara Guru

(29)

52

informan dalam situasi biasa, bebas dan wajar. Wawancara terbuka dimaksudkan untuk mengurangi variasi-variasi yang terjadi antara informan, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadi bias.

4. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa

Lembar pengamatan aktivitas siswa digunakan untuk mengumpulkan semua data tentang aktivitas siswa dalam pembelajaran. Lembar pengamatan aktivitas siswa berisi tentang keadaan siswa dalam memperhatikan penjelasan guru, menjawab pertanyaan pada bahan ajar, diskusi antar siswa atau dengan guru, mengerjakan soal latihan, membuat catatan/rangkuman sendiri, dan prilaku siswa yang tidak sesuai/diharapkan. Instrumen lembar pengamatan aktivitas siswa diisi oleh observer, yakni oleh guru matematika selain peneliti. Lembar pengamatan aktivitas siswa yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran B.

D. Sistem Penskoran

(30)

Tabel 3.4

Sistem Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis

No Indikator Kemampuan Berpikir

Kritis yang Diukur

(31)

54

E. Bahan Ajar

Bahan ajar dalam penelitian ini mengenai konsep segitiga dan segiempat berdasarkan kurikulum SMP 2007. Alasan pemilihan konsep segitiga dan segiempat dalam penelitian ini, karena konsep segitiga dan segiempat merupakan konsep geometri bidang datar yang dapat memenuhi tuntutan teori Van Hiele. Selain itu alasan lain adalah agar penelitian ini dapat disesuaikan dengan jadwal pembelajaran di sekolah. Beberapa bahan ajar yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah:

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini dikembangkan oleh peneliti sendiri. Rencana pelaksanaan pembelajaran tersebut dikonsultasikan dulu dengan dosen pembimbing untuk mengetahui kesesuaian bahan ajar dengan model pembelajaran yang akan digunakan.

2. Lembar Kerja Siswa

(32)

F. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan dilakukan dengan beberapa kegiatan, yaitu mengidentifikasi masalah penelitian, pembuatan proposal penelitian, mengikuti seminar proposal, dan perbaikan proposal hasil seminar.

2. Tahap Pembuatan dan Uji Coba Instrumen, serta Pembuatan Bahan

Ajar

Pada tahap ini peneliti menyusun instrumen penelitian berupa tes kemampuan berpikir kritis dan skala sikap siswa. Setelah pemeriksaan instrumen oleh pembimbing, kemudian dilakukan uji coba instrumen. Hasil uji coba tersebut kemudian dianalisis. Dari hasil analisis dipilih item-item tes yang memenuhi validitas dan reliabilitas, selanjutnya instrumen siap untuk dipergunakan sebagai alat ukur. Selain itu peneliti menyusun perangkat pembelajaran, bahan ajar, dan alat peraga yang akan digunakan dalam pembelajaran di kelas eksperimen.

3. Tahap Pelaksanaan Penelitian

(33)

56

bersama dengan guru matematika yang akan terlibat dalam penelitian, mengenai waktu dan jadwal pelajaran. Sebelum pelaksanaan pembelajaran terlebih dahulu diadakan pretes kemampuan berpikir kritis untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran.

Kegiatan selanjutnya adalah pemberian materi, setelah kegiatan pembelajaran selesai dilakukan postes berpikir kritis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, dengan tujuan untuk melihat hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan. Penyebaran angket skala sikap dilakukan pada pertemuan terakhir pembelajaran selesai kepada siswa kelas eksperimen. Lembar pengamatan aktivitas siswa dilakukan dalam setiap pembelajaran pada kelas eksperimen, dibantu oleh dua orang observer. Dalam setiap dua kali pembelajaran, untuk siswa kelas eksperimen diminta untuk mengisi lembar wawancara secara tertulis untuk mengetahui tentang tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan metakognitif.

4. Tahap analisis data

(34)

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu sebagai berikut:

1. Tes tulis kemampuan berpikir kritis diberikan sebelum dan sesudah proses pembelajaran terhadap seluruh siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. 2. Skala sikap diberikan kepada seluruh siswa kelas eksperimen dan

diberikan setelah seluruh proses pembelajaran selesai dilaksanakan.

3. Lembar pengamatan aktivitas siswa diisi oleh observer yaitu guru matematika yang bertugas mengamati setiap aktivitas yang dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran.

4. Wawancara guru dilakukan dengan guru matematika yang menjadi guru model dan dilakukan setelah seluruh proses pembelajaran selesai dilaksanakan.

H. Teknik Analisis Data

Berdasarkan teknik pengumpulan data, ada dua jenis data yang diperoleh, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Sehingga teknik penganalisaannya melalui dua jalur pula, yaitu jalur kuantitatif dan jalur kualitatif.

1. Analisis Kuantitatif

(35)

58

dengan menggunakan SPSS-16. Proses pengujiannya melalui tahapan-tahapan uji prasyarat sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang kita peroleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak.

Langkah-langkah dalam pengujian normalitas dengan menggunakan SPSS-16 adalah sebagai berikut:

Merumuskan hipotesis, yaitu:

0

H : Data berasal dari populasi berdistribusi normal

A

H : Data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

i) Menentukan level of significance. Diambil nilai α sebesar 0,05

ii) Menentukan uji statistik dengan uji non parametrik one-sample kolmogorov-smirnov pada taraf konfidensi 95%.

iii) Menentukan kriteria pengujian, yaitu daerah terima untuk H0 dan

daerah tolak untuk H0.

Kriteria pengujian dengan menggunakan SPSS-16 adalah: jika

P-Value (Sig) > α, maka H0 diterima. Dan Jika P-Value (Sig) ≤ α ,

maka H0 ditolak.

b. Uji Homogenitas

(36)

menggunakan uji variansi dua buah peubah bebas karena sampel yang diselidiki saling bebas.

Berikut ini langkah-langkah yang akan dilakukan dalam uji homogenitas dengan menggunakan SPSS-16 adalah:

1. Merumuskan hipotesis

0

H : σ12 =σ22, varians kedua kelompok berasal dari populasi yang

homogen.

A

H : σ12 ≠σ22, varians kedua kelompok berasal dari populasi yang

tidak homogen.

2. Menentukan tingkat keberartian α sebesar 0,05

3. Menentukan uji statistik dengan menggunakan uji Levene dalam One-way Anova atau dalam Independen Sample t-test pada taraf konfidensi 95%.

4. Menentukan kriteria pengujian, yaitu daerah terima untuk H0 dan

daerah tolak untuk H0.

Kriteria pengujian dengan menggunakan SPSS-16 adalah: jika

P-Value (Sig) > α, maka H0 diterima. Dan Jika P-Value (Sig) ≤ α ,

(37)

60

c. Uji Hipotesis

1. Uji Perbedaan Dua Rerata

Uji perbedaan dua rerata digunakan untuk menguji signifikansi perbedaan rerata hasil tes kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji perbedaan dua rerata dilakukan terhadap data hasil postes kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Berikut langkah-langkah yang dilakukan dalam uji perbedaan dua rerata tersebut:

a. Merumuskan hipotesis

0: 1 2

H µ µ=

1 2

: A

H µ µ>

b. Menentukan taraf keberartian α =0, 05 c. Menentukan uji statistik

Jika data berdistribusi normal dan homogen, maka digunakan uji-t dengan uji Independent Sample t-test, tetapi apabila data berdistribusi tidak normal, maka pengujiannya menggunakan uji non-parametrik untuk dua sample yang saling bebas pengganti uji-t yaitu uji Mann-Whitney.

d. Menentukan kriteria pengujian, yaitu daerah terima untuk H0 dan daerah tolak untuk H0.

(38)

Dengan P-Value (Sig 1-tailed) = P-Value (Sig 2-tailed)

2 (Whidiarso, tidak ada tahun)

2. Perhitungan Gain Ternormalisasi

Perhitungan gain ternormalisasi digunakan untuk mengetahui sejauhmana peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa selama proses pembelajaran. Rumus yang digunakan untuk menghitung gain ternormalisasi adalah:

Kriteria mengenai besarnya gain ternormalisasi adalah sebagai berikut: g ≥ 0,7 = Gain tinggi

0,3 < g < 0,7 = Gain sedang g ≤ 0,3 = Gain rendah

3. Anova Satu Jalur

(39)

62

tinggi dilakukan uji perbedaan tiga rerata dengan menggunakan anova satu jalur. Berikut langkah-langkah yang akan dilakukan untuk menguji perbedaan rerata:

i) Merumuskan hipotesis

1 2 3

: o

H µ µ= =µ

A

H : Paling tidak ada satu kelompok yang reratanya berbeda dari yang lain

ii) Menentukan tingkat keberartian α sebesar 0,05

iii) Menentukan uji statistik dengan menggunakan One-way Anova pada taraf konfidensi 95%.

iv) Kriteria pengujian

Kriteria pengujian dengan menggunakan SPSS-16 adalah: jika

P-Value (Sig) > α, maka H0 diterima. Dan Jika P-Value (Sig) ≤ α ,

maka H0 ditolak.

Melalui uji perbedaan rerata ini, kita dapat melihat apakah ketiga subkelompok (rendah, sedang dan tinggi) memiliki kemampuan berpikir kritis yang serupa atau tidak secara sinifikan setelah diberi perlakuan.

(40)

4. Uji Scheffe

Uji Scheffe merupakan uji lanjutan untuk melihat perbedaan rerata yang telah dilakukan dengan ANOVA satu-jalur. Berikut langkah-langkah yang akan dilakukan untuk menguji perbedaan rerata:

i) Merumuskan hipotesis

0

H : Tidak terdapat perbedaan rerata antara kedua kelompok populasi.

A

H : Terdapat perbedaan rerata antara kedua kelompok populasi.

ii) Menentukan tingkat keberartian α sebesar 0,05

iii) Menentukan uji statistik dengan menggunakan uji Scheffe pada One-way Anova.

vi) Menentukan kriteria pengujian

Kriteria pengujian dengan menggunakan SPSS-16 adalah: jika

P-Value (Sig) > α, maka H0 diterima. Dan Jika P-Value (Sig) ≤ α ,

maka H0 ditolak.

2. Analisis Kualitatif

a. Analisis Data Skala Sikap Siswa

Data yang dikumpulkan dari skala sikap kemudian dianalisis dengan mengunakan rumus sebagi berikut:

100% f

P n = ×

Keterangan:

(41)

64

f = Frekuensi jawaban

n= Banyak responden

Menurut Kuntjaraningrat (Maulana,2007) interpretasi persentase jawaban siswa adalah sebagai berikut:

P= 0 % = Tak seorang pun 0 % <P< 25 % = Sebagian kecil 25 % <P< 50 % = Hampir setengahnya

P= 50 % = Setengahnya 50 % <P< 75 % = Sebagian besar 75 % ≤ P< 100 % = Hampir seluruhnya

P= 100 % = Seluruhnya

b. Analisis Data Pengamatan Aktivitas Siswa

Analisis data pengamatan aktivitas siswa bertujuan untuk mengetahui kadar aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Data hasil observasi disajikan dalam bentuk tabel dan diagram untuk mempermudah pembacaan.

c. Analisis Data Hasil Wawancara Guru

(42)
(43)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan kemampuan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa dalam matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele dan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Hal ini ditunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa yang pembelajarannya dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Pembelajaran matematika dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele baik untuk diterapkan dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

(44)

3. Sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele sangat baik dan menunjukkan kecenderungan yang positif. Hal ini ditunjukkan oleh rerata skor sikap siswa di atas rerata netral. Pada umumnya siswa merasa senang dan tertarik dengan pembelajaran melalui pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele. Ketertarikan siswa terhadap pembelajaran tersebut, dimungkinkan karena pembelajaran berorientasi teori Van Hiele lebih disesuaikan dengan tahap berpikir siswa. Di samping itu siswa merasa terbimbing dengan pertanyaan-pertanyaan metakognitif yang diajukan guru, karena siswa diberi kesempatan untuk bertanya pada diri sendiri dan merefleksikan hasil pemikirannya. Sikap siswa terhadap soal-soal kemampuan berpikir kritis pada umumnya sangat baik. Hal ini ditunjukkan oleh rerata skor sikap siswa melebihi rerata netral.

(45)

103

B. Saran

Beberapa saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk memonitor pemahamannya dengan bertanya pada diri sendiri dan terlibat secara aktif dalam menemukan, dan merumuskan konsep-konsep matematika khususnya geometri. Bagi guru, pembelajaran melalui pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele hendaknya digunakan dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

2. Saat ini pembelajaran matematika di sekolah pada umumnya masih menggunakan pembelajaran biasa. Kepada guru maupun calon guru matematika: pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele hendaknya digunakan dalam pembelajaran matematika khususnya pembelajaran geometri.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Crowley, Mary L (1987). "The van Hiele Model of the Development of Geomemc Thought." dalam Learning and Teaching Gemretry, K-12, 1987 Yearbook of the National Council of Teachersof Mathematics (NCTM), edited by Mary Montgomery Lindquist, Hal.1-16. Reston, Va.: National Council af Teachers af Mathematics, 1987.

Departemen Pendidikan Nasional (2003). Kurikulum Standar Kompetensi

Matematika Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah.

Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional (2006). Contoh/Model Silabus Mata Pelajaran

Matematika Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Depdiknas.

Ennis, Robert H. (1996). Critical Thinking. University of Illinois : Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ 07458

Ennis, Robert H. (1985). Practical Strategies for the Direct Teaching of Thinking Skill. In A.L. Costa (ed) Developping Mind: A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria : ASCD, 43 -45

Fahinu (2007). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemandirian Belajar Matematika pada Mahasiswa melalui Pembelajaran Generatif. Disertasi pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Kusumah, Y. (2008). Konsep Pengembangan dan Implementasi Computer-Based

Learning dalam Peningkatan Kemampuan High-Order Thinking.

Bandung: UPI Bandung.

Karno To. (1996). Mengenal Analisis Tes. Bandung: FIP IKIP Bandung.

Liliasari (1996). Beberapa Pola Pikir dalam Pembentukan Pengetahuan Kimia oleh Siswa SMA. Disertasi Doktor pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Liliasari (2000). Pengembangan Keterampilan Berpikir Kritis untuk

Mempersiapkan Calon Guru IPA Memasuki Era Globalisasi. Dalam

Proceeding National Science and Mathematics Education Seminar, Science and Mathematics Education Development in Global Era.

Yogyakarta: JICA-IMSTEP FMIPA UNY.

Mayadiana, D (2005). Pembelajaran dengan Pendekatan Diskursif untuk

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Calon Guru SD.

(47)

105

Maulana, (2007). Alternatif Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa PGSD. Tesis SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Mullis, I.V.S., et.al. (2003). TIMSS 2003 International Mathematics Report. Lynch School of Education. Boston College. http://timss.bc.edu/PDF/t03_ download/T03INTLMATRPT.pdf (diakses 6 Maret 2007)

Mulbar, U (2007). Metakognisi Siswa dalam Menyelesaikan Masalah

Matematika. Matematika FMIPA UNM Makassar. http://unm

makassar.edu/Document/download (diakses 6 November 2008)

Mulyati, T (2007). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis siswa dalam Matematik melalui Reciprocal Teaching. Tesis pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Nindiasari. H, (2004). Pembelajaran Metakognitif untuk Meningkatkan Pemahaman dan Koneksi Matematik Siswa SMU Ditinjau dari Perkembangan Kognitif Siswa. Tesis pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Priatna, N (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas III SLTP di Kota Bandung. Disertasi pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Purniati, T (2004). Pembelajaran Geometri Berdasarkan Tahap-Tahap Awal Van Hiele dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Tesis pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Rohayati, A (2005). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam

Matematika melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual. Tesis

pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung: IKIP Bandung

(48)

Ruseffendi, E.T. (1994). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi. Suherman, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Common Textbook JICA, Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA: UPI Bandung.

Suherman dan Kusumah (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi

Pendidikan Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah.

Sudjana (1992). Metoda Statistika. Bandung: Sinar Baru.

Suryadi,D (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Suzana. Y, (2003). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa SMU melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif. Tesis pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Syukur. M, (2004). Pengembangan Kemampuan berpikir Kritis Siswa SMU

melalui Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-Ended. Tesis

pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Wilen, W.W. dan Phillips, J.A. (1995). Teaching Critical Thinking: A Metacognitive Approach. Articles [Online].

Tersedia: http//rumutha.ru.funfie. de Teaching-Critical Thinking, pdf. (diakses 31 Januari 2009)

Whidiarso W (tidak ada tahun). Membaca Angka pada SPSS. UJI Hipotesis Komparatif(Uji-t).[Online].Tersedia: http // elisa.ugm.ac.id / files / wahyu /Lebih%20mesra%20 dengan%20Uji-t.pdf. (diakses 30 Juni 2009) Wahab,A.A (1996). Pendidikan PPKN. Jakarta: Depdikbud

Wikimedia commons (tidak ada tahun). Make_a_tangram. GNU Free DocumentationLicense.Tersedia: http: //upload.wikimedia.org/wikipedia

/commons/thumb/7/7a/Tangram-man.svg/400px-tangram-man,svg.png

(diakses 25 juni 2009)

Young Zones. (1987) Van Hiele Levels [Online] Tersedia:

Gambar

tabel maka validitas butir soalnya valid. Pada N = 36 dengan taraf signifikansi  0,05 diperoleh t
Tabel 3.2 berikut adalah hasil perhitungan daya pembeda setiap
Tabel 3.3 berikut adalah hasil perhitungan tingkat kesukaran setiap
Tabel 3.3
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dipandang perlu mengingat begitu cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga melalui kerjasama dengan pihak luar negeri diharapkan akan

On top of this approach, a reusable tool has been created to provide test models which can be performed against the data provision web services of the Aviation Architecture.

[r]

[r]

Untuk mengetahui tingkat erosi aktual berdasarkan metode USLE di hulu DAS Padang melalui pendekatan kemiringan lereng, vegetasi dan erodibilitas dan untuk mengetahui faktor

Jumlah anggota rumah tangga juga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Bagi rumah tangga dengan anggota rumah tangga banyak, pada kondisi tersebut maka tingkat konsumi pangan

Manfaat dari aplikasi ini adalah untuk mengetahui penyakitpenyakit apa saja yang terdapat di otak yang disertai dengan cara menanggulanginya, makanan dan zat apa saja yang

Menurut [13], Jalak Bali di Hutan Tembeling, Nusa Penida paling sering menggunakan Pohon Kelapa untuk bertengger, mencari makan, dan sebagai tempat untuk berlindung