• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC)."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BUDI SETIAWAN, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu vii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR DIAGRAM ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Operasional ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Koneksi Matematik ... 9

B. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 13

C. Cooperative Learning ... 16

D. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) ... 21

E. Teori Belajar Pendukung … ... 26

F. Penelitian yang Relevan ... 28

(2)

BUDI SETIAWAN, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu viii

A. Metode dan Desain Penelitian ... 30

B. Subjek Penelitian ... 31

C. Waktu Penelitian ... 31

D. Instrumen Penelitian ... 32

1. Tes Matematika ... 33

a. Analisis Validitas Butir Soal ... 33

b. Analisis Realibilitas ... 35

c. Analisis Daya Pembeda ... 37

d. Analisis Tingkat Kesukaran ... 39

2. Format Observasi ... 40

3. Skala Pendapat Siswa ... 41

E. Analisis Data ... 42

1. Data Kuantitatif ... 41

a. Menghitung Rata-rata Skor Pretes dan postes ... 44

b. Menghitung Simpangan Baku Skor pretes dan Postes . 44 c. Menghitung Skor Gain ... 44

d. Memeriksa Normalitas ... 45

e. Memeriksa Homogenitas ... 45

f. Uji Perbedaan dua rata-rata ... 45

g. Uji Korelasi ... 46

2. Data Kualitatif ... 47

(3)

BUDI SETIAWAN, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu ix

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 50

1. Data Pretes ... 50

2. Data Postes ... 55

3. Peningkatan (Gain) Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Setelah Proses Pembelajaran . …. 61 4. Kaitan antara Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik ... .. 70

5. Data Aktivitas Siswa selama Proses Pembelajaran… ... 71

6. Deskripsi dan Analisis Skala Pendapat ... 73

B. Pembahasan ... 81

1. Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 82

2. Aktivitas Siswa selama Proses Pembelajaran ... 85

3. Pendapat Siswa terhadap Pembelajaran Kooperatif ... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 90

LAMPIRAN-LAMPIRAN: A. Perangkat Pengajaran ... 93

B. Instrumen Penelitian ... 166

(4)

BUDI SETIAWAN, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu x

E. Dokumentasi ... 227

(5)

BUDI SETIAWAN, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam perkembangannya, ternyata banyak konsep matematika diperlukan untuk membantu menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dihadapi, seperti halnya untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.

Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan sekolah, diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan kemampuan berpikir secara kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan untuk dapat bekerja sama secara efektif. Sikap dan cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran matematika, karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siapapun yang mempelajarinya terampil berpikir rasional sehingga siap menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

(6)

BUDI SETIAWAN, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyususn bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaaan atau masalah; dan 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Sumarmo (2005) mengklasifikasikan kemampuan dasar matematik dalam 5 (lima) standar kemampuan sebagai berikut:

1. Pemahaman matematik (mathematical understanding)

2. Pemecahan masalah matematik (mathematical problem solving)

3. Penalaran matematik (mathematical reasoning)

4. Koneksi matematik (mathematical connection)

5. Komunikasi matematik (mathematical communication.).

Namun kenyataannya matematika merupakan pelajaran yang menakutkan bagi siswa karena matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit dipahami siswa (Wahyudin, 2008), sehingga tidak heran jika banyak siswa tidak menyukai matematika dan berdampak pada rendahnya kemampuan matematik siswa.

(7)

3

BUDI SETIAWAN, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

masalah matematik masih rendah. Penelitian Wahyuni (2010) mengungkapkan bahwa rendahnya kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik siswa akan berdampak pada rendahnya hasil belajar matematik siswa di sekolah. Selama ini hasil belajar matematika siswa belum menggembirakan khususnya dalam aspek koneksi matematik (Nuriadin, 2009) dan aspek pemecahan masalah matematik (Nasir, 2008).

Kemampuan koneksi matematik merupakan salah satu faktor penting dalam melakukan pemahaman konsep matematika. Dengan melakukan koneksi, konsep-konsep matematika yang telah dipelajari tidak ditinggalkan begitu saja sebagai bagian yang terpisah, tetapi digunakan sebagai pengetahuan dasar untuk memahami konsep yang baru (Wahyuni, 2010), dan melalui koneksi matematik maka konsep pemikiran dan wawasan siswa akan semakin terbuka terhadap matematika, tidak hanya terfokus pada topik tertentu yang sedang dipelajari, sehingga akan menimbulkan sikap positif terhadap matematika itu sendiri. (Nasir, 2008). Selain kemampuan koneksi, kemampuan pemecahan masalah merupakan hal yang penting dalam pembelajaran matematika seperti dikemukakan Ruseffendi (1991) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah lebih mengutamakan proses daripada hasil, sehingga hal itu akan melatih siswa untuk berfikir kritis, logis, dan kreatif.

Koneksi dan pemecahan masalah merupakan dua kemampuan dasar yang harus dikuasai siswa sekolah menengah, National Council of Teachers of

Mathematics (NCTM) tahun 2000, mengungkapkan bahwa siswa diharapkan

(8)

BUDI SETIAWAN, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

koneksi dan pemecahan masalah matematik merupakan suatu keterampilan yang harus dibangun dan dipelajari supaya kemampuan dan keterampilan tersebut dapat dimanfaatkan dalam menghadapi permasalahan kehidupan individu sehari-hari.

Hasil belajar yang belum menggembirakan seperti yang diungkapkan oleh Nasir (2008) dan Nuriadin (2009) di atas salah satunya dikarenakan model pembelajaran yang digunakan oleh guru pada saat pembelajaran. Model pembelajaran matematika kurang mendorong siswa untuk berinteraksi dengan sesama siswa dalam belajar, siswa belajar secara individual, terisolasi, bekerja sendiri dalam memahami dan menyelesaikan masalah matematika (Davidson, 1990).

Berkenaan dengan pembelajaran, Slavin (1995) mengemukakan suatu model pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat berinteraksi dengan sesama siswa dalam belajar, siswa belajar secara kelompok, tidak merasa terisolasi, bekerjasama dalam memahami dan menyelesaikan masalah matematika, model tersebut yaitu pembelajaran kooperatif atau cooperative learning. Slavin (1995) juga mengungkapkan agar pembelajaran optimal perlu diciptakan suatu kondisi yang memungkinkan siswa lebih aktif dalam melakukan eksplorasi, investigasi, mengemukakan pendapat, saling membantu dan berbagi pendapat dengan teman untuk menyelesaikan masalah yaitu melalui belajar dengan kelompok-kelompok kecil yang disebut cooperative learning, dan salah satu model dari cooperative learning yaitu Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC).

(9)

5

BUDI SETIAWAN, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

diskusi, presentasi dan kegiatan lainnya dalam proses belajar-mengajar yang dilakukan secara kooperatif dalam kelompok-kelompok kecil. Menurut Ruseffendi (2006 : 18) salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru matematika sekolah menengah adalah mampu mendemonstrasikan dalam penerapan macam-macam metode dan teknik mengajar dalam bidang studi yang diajarkan.

Pembelajaran dengan metode CIRC atau pembelajaran terpadu, dalam pelaksanaannya setiap siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompoknya, siswa saling bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci, memberikan tanggapan) terhadap wacana kemudian menuliskan hasil kolaboratifnya, mempresentasikan hasil kerja kelompok, dan refleksi. Melalui metode ini, suasana belajar akan terasa lebih menyenangkan karena siswa dapat berinteraksi dan saling bertukar pikiran dengan temannya sendiri yang pada akhirnya memacu peningkatan hasil belajar siswa khususnya kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik.

(10)

BUDI SETIAWAN, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematik Siswa Melalui Pembelajaran

Kooperatif Model Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC).”

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang masalah, peneliti membatasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model CIRC lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional?

2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model CIRC lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional? 3. Apakah ada kaitan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah

dan kemampuan koneksi matematik siswa?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti ini adalah sebagai berikut:

1. Membandingkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model CIRC dan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

(11)

7

BUDI SETIAWAN, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

3. Mengetahui keterkaitan antara kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan koneksi matematik siswa.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini memberikan alternatif pembelajaran yang dapat digunakan di kelas, khususnya dalam usaha meningkatkan kemampuan koneksi dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui pembelajaran dengan model CIRC.

2. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjadi sarana pembelajaran dan pengembangan diri peneliti.

3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan/referensi bagi peneliti lain (penelitian yang relevan) pada penelitian yang sejenis.

E. Definisi Operasional

Berikut ini akan disajikan beberapa istilah penting yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Kemampuan koneksi matematik

Kemampuan koneksi matematik pada penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam mencari hubungan suatu representasi konsep dan prosedur; memahami hubungan antar topik matematika; dan kemampuan siswa mengaplikasikan konsep matematka dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari.

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

(12)

BUDI SETIAWAN, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

diketahui sebelumnya, langkah-langkah pemecahannya meliputi 1) Memahami masalah, 2) Merencanakan pemecahannya, 3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua, dan 4) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh.

3. Pembelajaran Kooperatif model Cooperative Integrated Reading and

Composition (CIRC)

Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar-mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Model CIRC merupakan bagian dari Pembelajaran Kooperatif, yaitu model pembelajaran yang memadukan atau menggabungkan kegiatan membaca dengan kegiatan lainnya seperti menulis, diskusi, presentasi dan kegiatan lainnya.

4. Pembelajaran Konvensional

(13)

30

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan metode kuasi eksperimen. Pada kuasi eksperimen ini subyek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa adanya (Ruseffendi, 1994: 47). Penggunaan desain dalam

penelitian ini berupa “randomized control group pretest-posttest design” (Fraenkel, 1990). Penggunaan desain dilakukan dengan pertimbangan bahwa, kelas yang ada telah terbentuk sebelumnya sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokan secara acak. Pembentukan kelas baru hanya akan menyebabkan kacaunya jadwal pelajaran yang telah ada di sekolah.

Penelitian dilakukan pada siswa dari dua kelas yang memiliki kemampuan yang setara dengan pendekatan pembelajaran yang berbeda. Kelompok pertama diberikan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Kelompok pertama ini merupakan kelompok eksperimen, sedangkan kelompok kedua merupakan kelompok kontrol yang memperoleh pembelajaran konvensional. Diagram dari desain penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Kelompok Eksperimen O X O

Kelompok Kontrol O - O

(14)

O : Pretes dan postes

(tes kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik)

X: Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan Pembelajaran

kooperatif tipe CIRC B. Subjek Penelitian

Penelitian dilakukan pada siswa MTs Negeri Tanggeung Kabupaten Cianjur. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VII, dengan sampel penelitian terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas yang satu sebagai kelas eksperimen dan kelas yang lainnya sebagai kelas kontrol yang dipilih secara acak dari 7 kelas yang ada. Penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan pertimbangan guru bidang studi matematika yang mengajar, yang menyatakan bahwa penyebaran siswa tiap kelas merata ditinjau dari segi akademiknya.

Penelitian ini bertujuan mencari solusi alternatif pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik siswanya yang mayoritas pendatang/bermukim di pesantren dan memiliki jadwal kegiatan yang padat di luar sekolah.

C. Waktu Penelitian

Penelitian ini mulai dilaksanakan dari bulan Mei sampai awal Juni 2011 dengan rincian sebagai berikut:

1. Tahap persiapan, dengan kegiatan:

a. Akhir Februari 2011, seminar proposal.

(15)

32

c. Pertengahan Maret 2011 melakukan observasi di sekolah tempat penelitian. Wawancara dengan guru bidang studi matematika yang mengajar pada tingkatan kelas tersebut untuk mendapatkan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kelas sampel.

d. April 2011 pelaksanaan uji coba instrumen dan melakukan analisis dari hasil uji coba instrumen.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah menentukan sampel kelas, selanjutnya penelitian dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut

a. Melakukan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

b. Melakukan proses pembelajaran dengan dengan menggunakan model

CIRC pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol

c. Melakukan observasi pada setiap pertemuan di kelas eksperimen d. Melakukan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

e. Melakukan pengumpulan data melalui angket skala pendapat pada kelas eksperimen.

D. Instrumen Penelitian

(16)

1. Tes Matematika

Tes matematika digunakan untuk mengukur kemampuan koneksi dan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Soal ini dibuat dalam dua paket soal, yaitu soal untuk mengukur kemampuan koneksi dan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Dalam bentuk soal uraian yang terlebih dahulu disusun kisi-kisi soal, yang dilanjutkan dengan menyusun soal-soal, membuat kunci jawabannya dan pedoman penskoran tiap butir soal.

Soal tes dikatakan baik apabila soal tes tersebut sudah dinilai validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembedanya. Berdasarkan hal itu untuk mendapatkan validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda maka soal tersebut terlebih dahulu dikonsultasikan pada ahlinya (expert) dan diuji cobakan pada kelas lain yang tingkatannya lebih tinggi.

Tes kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik yang akan digunakan sebagai instrumen dalam penelitian ini, telah diuji cobakan kepada siswa kelas VIII SMP Negeri. Dari hasil uji coba selanjutnya dianalisis validitas item soal.

Pengukuran validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal tes tersebut diuraikan berikut ini.

a. Analisis Validitas Butir Soal

(17)

34

memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Perhitungan validitas butir soal dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson (Arikunto, 2001: 72), yaitu sebagai berikut:

2 2

 

2 2

Interpretasi besarnya koefisien korelasi menurut Arikunto (2001: 75) sebagai berikut:

Tabel 3.1 Koefisien Validitas

Koefisien Korelasi (r) Interpretasi 0,80 < r  1,00

(18)

Tabel 3.2 Rekapitulasi validitas butir soal hasil uji coba

No. Soal

Soal Koneksi

Korelasi Pearson Interpretasi Signifikan

1 0,21 Rendah

2a 0,81 Sangat Tinggi Signifikan

2b 0,74 Tinggi Signifikan

3a 0,69 Tinggi Signifikan

3b 0,86 Sangat Tinggi Signifikan

3c 0,75 Tinggi Signifikan

4a 0,87 Sangat Tinggi Signifikan

4b 0,74 Tinggi Signifikan

4c 0,90 Sangat Tinggi Signifikan

Soal Pemecahan Masalah

5 0,81 Sangat Tinggi Signifikan

6 0,85 Sangat Tinggi Signifikan

7 0,90 Sangat Tinggi Signifikan

8 0,39 Rendah Signifikan

Berdasarkan Tabel di atas, disimpulkan bahwa nilai korelasi masing-masing item ke dalam kategori cukup (sebanyak 15,4%), kategori tinggi (31%), kategori sangat tinggi (38%), dan kategori rendah (15,4%). Perhitungan secara terperinci dapat dilihat pada lampiran C hal.181.

b. Analisis Reliabilitas Tes

(19)

36

r11 : Reabilitas tes secara keseluruhan n : Banyak soal

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas, kemudian ditafsirkan dan diinterpretasikan mengikuti interpretasi menurut J.P. Guilford (Suherman , 2003:139), yaitu:

Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas

Interval Reliabilitas

Berdasarkan hasil uji coba diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Soal aspek koneksi matematik, diperoleh nilai r11 adalah 0,86 yang termasuk kategori reliabilitas sangat tinggi.

(20)

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka tes ini tergolong baik karena mempunyai reliabilitas tinggi. Perhitungan yang lebih terperinci dapat dilihat pada lampiran C hal.182.

c. Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal yang membedakan antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan rendah. Untuk menghitung daya pembeda atau indeks diskriminasi tes adalah dengan membagi dua subjek, menjadi bagian 50%-50% setelah diurutkan menurut peringkat perolehan skor hasil tes. Dalam menentukan daya pembeda tiap butir soal menggunakan rumus (disesuaikan dari Suherman, 2003:161)

IA S S

DPAB

Keterangan :

DP : daya pembeda,

SA : jumlah skor pada kelompok atas yang menjawab benar,

SB : jumlah skor pada kelompok bawah yang menjawab benar,

IA : jumlah skor ideal salah satu kelompok.

(21)

38

Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Klasifikasi Soal

0,00 – 0,20 0,21 – 0,40 0,41 – 0,70 0,71 – 1,00

Kurang baik Cukup

Baik Sangat baik

Berdasarkan hasil perhitungan, daya pembeda hasil uji coba diperoleh pada tabel sebagai berikut:

Tabel 3.5 Hasil Uji Coba Daya Pembeda

Koneksi Matematik

No. Daya Pembeda

Soal Nilai Interpretasi

1 0,03 Kurang Baik

2a 0,37 Cukup

2b 0,40 Cukup

3a 0,33 Cukup

3b 0,53 Baik

3c 0,37 Cukup

4a 0,31 Cukup

4b 0,33 Cukup

4c 0,43 Baik

Pemecahan Masalah Matematik

5 0,31 Cukup

6 0,39 Cukup

7 0,37 Cukup

(22)

d. Analisis Tingkat Kesukaran

Menganalisis tingkat kesukaran dari setiap item soal dihitung berdasarkan jawaban seluruh siswa yang mengikuti tes. Skor hasil tes yang diperoleh siswa diklasifikasikan atas benar dan salah seperti pada analisis daya pembeda. Sedangkan rumus yang digunakan digunakan adalah :

r r I S

TK , (Suherman, 2003:170)

Keterangan:

TK : Tingkat kesukaran.

Sr : Jumlah skor siswa yang menjawab soal dengan benar.

Ir : Jumlah skor ideal

Tabel 3.6 Kriteria Indeks Kesukaran

Indeks Kesukaran Kategori Soal 0,00 – 0,30

0,31 – 0,70 0,71 – 1,00

Sukar Sedang Mudah

Berdasarkan perhitungan, tingkat kesukaran soal hasil uji coba diperoleh seperti pada tabel berikut:

Tabel 3.7 Hasil Uji Coba Tingkat Kesukaran

Koneksi Matematik No. Tingkat Kesukaran Soal Nilai Interpretasi

1 0,19 Sukar

2a 0,65 Sedang

(23)

40

3a 0,77 Mudah

3b 0,67 Sedang

3c 0,78 Mudah

4a 0,60 Sedang

4b 0,57 Sedang

4c 0,70 Sedang

Pemecahan Masalah Matematik

5 0,55 Sedang

6 0,56 Sedang

7 0,55 Sedang

8 0,26 Sukar

Berdasarkan analisis hasil uji coba soal, baik validitas, reliabilitas tingkat kesukaran dan daya pembeda butir soal, peneliti mengambil kesimpulan soal nomor 1 dan nomor 8 tidak dipakai sebagai soal instrumen penelitian (dibuang). Rekapitulasi keseluruhan analisis hasil uji coba soal instrumen, disajikan dalam lampiran C hal. 185.

2. Format Observasi

Format observasi digunakan untuk mengukur kegiatan siswa selama proses pembelajaran dan pada waktu tes individu diberikan. Aktivitas siswa diamamati oleh peneliti yang berperan sebagai guru, aktivitas siswa yang diamati mencakup:

(24)

b. Pada waktu tes individu aktifitas yang diamati ketekunan/ keseriusan kemandirian, dan keuletan siswa dalam mengerjakan soal tes.

3. Skala Pendapat Siswa

Skala sikap digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe CIRC

yang diberikan. Pertanyaan-pertanyaan disusun dalam bentuk pertanyaan tertutup, tentang pendapat siswa.

Model Skala sikap yang digunakan adalah model skala sikap Likert. Tes skala sikap diberikan kepada siswa pada kelompok eksperimen setelah semua kegiatan pembelajaran berakhir yaitu setelah postes. Skala sikap pada penelitian ini terdiri atas 25 butir pertanyaan dengan empat pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Empat pilihan ini, berguna untuk menghindari sikap ragu-ragu atau rasa aman untuk tidak memihak pada suatu pernyataan yang diajukan.

Respon siswa pada angket dianalisis menggunakan dua jenis skor respon yang dibandingkan yaitu, skor respon siswa yang diberikan melalui angket dan skor respon netral. Jika skor subjek lebih besar dari pada jumlah skor netral, maka subyek tersebut mempunyai sikap positif. Sebaliknya jika skor subjek kurang dari jumlah skor netral maka subjek tersebut memiliki sikap negatif.

Menurut Sumarmo (dalam Putri, 2006) butir skala sikap yang diambil untuk dianalisis, diseleksi dengan menggunakan seleksi butir skala sikap dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

(25)

42

2) Menentukan kelompok tinggi dan kelompok rendah (sekitar 25% atau 30%)

3) Menentukan mean skor kelompok tinggi (xT ) dan kelompok rendah (xR )

4) Tentukan variansi sT2 dsan sR2 5) Hitung satatistik t dengan rumus:

)

x = rata-rata kelompok atas

R

x = rata-rata kelompok bawah

n = banyaknya siswa kelompok atas atau kelompok bawah

Selanjutnya validitas butir diestimasi dengan membandingkan nilai thitung dengan nilaittabel . Jika thitung > ttabel maka butir skala sikap tersebut mempunyai validitas isi yang baik sehingga dapat digunakan

E. Analisis Data

Analisis data yang digunakan, yaitu data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan koneksi dan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dan data kualitatif berupa hasil observasi dan skala pendapat siswa.

1. Data kuantitatif

(26)

perlakuan penerapan pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran kooperatif model CIRC, dianalisa dengan cara membandingkan skor pretes dan postes.

Hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

Hipotesis 1 :

H0 : Peningkatan kemampuan koneksi matematika siswa yang memperoleh pembelajaran Kooperatif model CIRC dan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional sama.

H1 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran Kooperatif model CIRC lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

Hipotesis 2 :

H0 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pembelajaran Kooperatif model CIRC dan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional sama.

(27)

44

Hipotesis 3 :

H0 : Tidak terdapat keterkaitan antara kemampuan koneksi dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

H1 : Terdapat kaitan yang signifikan antara kemampuan koneksi dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

Untuk menguji hipotesis pertama dan kedua digunakan uji perbedaaan dua rata-rata (uji-t) dengan taraf signifikan  = 0,05 dan derajat kebebasan dk= (ne + nk – 2), dengan kriteria uji H0 diterima jika thitung < ttabel (Ruseffendi,1998:278) dan dalam keadaan lain H0 ditolak.

Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji perbedaan rata-rata, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menghitung rata-rata skor hasil pretes dan postes menggunakan rumus

b. Menghitung deviasi standar pretest dan postest menggunakan rumus:

c. Menghitung indek gain (g) ternormalisasi dengan rumus:

(28)

Keterangan :

< g > : Gain Ternormalisasi

Spos : Skor postes

Spre : Skor Pretes

Sideal : Skor Ideal

Adapun kriteria indeks gain adalah sebagai berikut:

Tabel 3.8 Kriteria Skor Gain Ternormalisasi

Skor Gain Interpretasi

g < 0,3

SPSS 17.0 uji normalitas Lilliefors (Kolmogorov-Smirnov). (Uyanto, 2009: 37).

e. Menguji homogenitas varians dengan (Levene Statistic).(Uyanto, 2009:40) f. Perbedaan peningkatan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah

diketahui dengan melakukan uji perbedaan rata-rata atau uji-t, rumusnya adalah sebagai berikut:

)

(29)

46

Setelah data dinyatakan berdistribusi normal dan homogen, dengan kriteria pengujian H0 diterima bila nilai signifikan > �, sedangkan dalam keadaan lainnya tolak H0, pada taraf signifikan (�=0,05) (Uyanto, 2009: 88). Jika sebaran data normal dan homogen, dilakukan dengan uji-t (Independent Samples t-Test) dan jika sebaran data tidak normal, dilakukan dengan uji uji non-parametrik U. Mann Whitney (2-independent Samples). Perhitungan lengkap disajikan pada lampiran D hal.197

g. Hubungan yang signifikan antara kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik siswa, diketahui dengan melakukan Uji Korelasi. Jika sebaran data berdistribusi normal, dilakukan dengan uji korelasi Product Moment Pearson

Diagram 3.1

Langkah-langkah uji perbedaan rata-rata

Data

Tidak normal Deviasi Standar Rata-rata

Uji Normalitas

Indeks Gain

Uji Mann-Whitney

Uji Non Parametrik (Uji t’) Uji Mann-Whitney

Uji Parametrik ( Uji t)

Uji Homogenitas Tidak homogen normal

(30)

Pengujian hipotesis ke-3 digunakan uji korelasi. Jika data sebaran normal maka perhitungan dilakukan dengan uji korelasi Product Moment Pearson, sedangkan jika sebaran data tidak normal maka perhitungan menggunakan uji statistik non parametrik. Karena data yang diperoleh berdistribusi normal dan homogen, maka pengujiannya tidak menggunakan uji non parametrik pengganti uji-t yaitu uji Mann-Whitney atau uji Wilcoxon.

2. Data kualitatif

Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah data hasil observasi dan skala sikap. Data hasil observasi yang dianalisa adalah aktifitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan pada waktu tes individu diberikan. Sedangkan, hasil skala pendapat penganalisaannya difokuskan pada respons siswa terhadap model pembelajaran yang diberikan, yaitu pembelajaran model CIRC.

Data dianalisa dengan menggunakan pemberian skor butir skala sikap model Likert. Penskoran respon pada tiap pernyataan dinyatakan secara tidak seragam, yaitu dengan berdasarkan sebaran respon siswa pada suatu butir pernyatan (Anwar, 2003). Pemberian skor pada item skala sikap dilakukan seperti pada pernyataan 1 dalam Tabel 3.13. berikut:

Tabel 3.9 Pemberian Skor Item Skala Sikap

Pernyataan 1

No. Nilai Jenis Respon

SS S TS STS

1. Frekuensi (f) 18 12 6 0

2. Proporsi (p) 0,50 0,33 0,17 0,00

3. Kumulatif p 1,00 0,50 0,17 0,00

(31)

48

5. Nilai Z daftar 0,67 -0,43 -1,38 -3,49 6. Nilai Z daftar + 4,49 5,16 4,06 3,11 1,00

7. Pembulatan Z 5 4 3 1

8. Skor 5 4 3 1

Berdasar Tabel 3.9 untuk pernyataan 1, proporsi kumulatif (pk) adalah proporsi dalam suatu kategori (=0,50) ditambah dengan proporsi kategori disebelah kanannya (=0,33), titiik tengah kumulatif atau pktengah = ½ p + pkb , dengan pkb adalah proporsi kumulatif dalam kategori di sebelah kirinya. Jadi pktengah = ½ (0,50) + 0,50 = 0,75 dst. Nilai deviasi z merupakan harga z untuk masing-masing pktengah.

F. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dari tiga tahap, yaitu: 1) tahap persiapan; 2) tahap pelaksanaan; dan 3) tahap analisis data. Uraian ketiga tahap tersebut adalah:

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan dimulai setelah proposal diterima dalam seminar untuk ditindaklanjuti dalam penelitian. Kemudian, menghubungi MTs Negeri Tanggeung Kabupaten Cianjur provinsi Jawa Barat yang akan dijadikan tempat penelitian. Selanjutnya, menyusun kisi-kisi dan instrumen tes serta merancang pengembangan bahan ajar yang validasi isinya dilakukan oleh kedua dosen pembimbing. Berikutnya, dilakukan revisi, diujicobakan di luar subjek penelitian, dan dianalisis hasilnya.

(32)

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan diawali dengan memberikan pretes di kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing selama 120 menit. Selanjutnya, pembelajaran dilakukan sesuai jadwal yang ditetapkan. Banyaknya jam pelajaran matematika adalah 4  40 menit per minggu yang dibagi dalam 2 pertemuan. Saat pembelajaran berlangsung peneliti berperan sebagai guru matematika dengan pertimbangan agar tidak terjadi pembiasan dalam perlakuan terhadap masing-masing kelompok yang diteliti. Dengan demikian, pengamatan kegiatan siswa dilakukan langsung oleh peneliti dan guru matematika. Setelah pembelajaran selesai, dilakukan postes di kedua kelas dengan soal-soal yang diujikan sama dengan soal-soal pretes serta pengisian angket pendapat siswa di kelas eksperimen. Selanjutnya, semua data yang terkumpul dianalisis dan dilakukan penarikan kesimpulan.

3. Tahap Analisis Data

(33)

BUDI SETIAWAN, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan selama penelitian dan analisis data hasil penelitian, mengenai kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik siswa melalui pembelajaran kooperatif model CIRC dan pembelajaran konvensional (biasa), peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran model CIRC lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional (biasa).

2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan model CIRC menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional (biasa).

3. Terdapat kaitan yang signifikan antara kemampuan koneksi dan kemampuan pemecahan masalah matematik di kelas eksperimen.

4. Pembelajaran kooperatif memunculkan sikap aktif dan kreatif siswa, terutama mencoba menyelesaikan soal-soal yang diberikan, berdiskusi dengan temannya sesama kelompok, dan siswa berani mengemukakan atau mengajukan pertanyaaan kepada guru.

(34)

BUDI SETIAWAN, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

terbantu dan dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dalam belajar oleh kegiatan kelompok. Selain itu, selama proses pembelajaran siswa juga terlihat tidak bosan belajar. Hal ini terlihat dari antusias dan semangat belajarnya meningkat, tumbuhnya sikap saling menghargai dan keberanian dalam menyampaikan suatu pertanyaan atau tanggapan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas penulis mengemukakan saran sebagai berikut:

1. Bagi pihak sekolah, hendaknya pendekatan pembelajaran kooperatif model

CIRC disajikan sebagai salah satu alternatif pendekatan pembelajaran, karena dari hasil penelitian yang telah dilakukan, model CIRC ternyata dapat meningkatkan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik. 2. Perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pembelajaran matematika dengan

menggunakan pendekatan CIRC terhadap peningkatan kemampuan matematik lainnya, misalnya kemampuan penalaran, kemampuan komunikasi, kemampuan pemahaman dan kemampuan representasi dengan mengambil pokok bahasan lainnya.

(35)

BUDI SETIAWAN, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

89

memuat aspek-aspek yang berkaitan dengan mata pelajaran lain dan kehidupan sehari-hari pada pembelajaran.

4. Sebaiknya guru membiasakan soal-soal yang memuat aspek-aspek pemecahan masalah pada pembelajaran, karena siswa selalu kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang dianggapnya baru.

(36)

BUDI SETIAWAN, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, N. (2007). Pengembangan Pembelajaran Matematika SD : Program Peningkatan Kualifikasi Akademik S1 PGSD Melalui Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) Berbasis ICT (Bahan ajar cetak). Jakarta : Direktorat

Jenderal Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Arikunto, S (2001). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Awalani, I (2010) Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) berbasis komputer untuk meningkatkan

hasil belajar siswa pada pembelajaran TIK. Skripsi, Bandung. Ilkom UPI.

Davidson, N. (1990). Small Group Cooperative Learning in Mathematics. Dalam Teaching and Learning Mathematics in the 1990s. Yearbook. Reston, Virginia: NCTM.

Fraenkel dan Wallen, (1993). How to Design and Evaluate Research in

Education. USA : Library of Congress Cataloging.

Fatirul, A. (2008). Cooperative Learning. Tersedia:

trimanjuniarso.files.wordpress.com/2008/02/c00perative-learning.pdf. [22 Juni 2011]

Ibrahim, M. (2000). Pembelajaran Kooperatif, Surabaya : Universitas Negeri Surabaya

Ibrahim, M dan Nur, M (2000) Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : UNESA University Press

Inayah, (2007). Keefektifan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Pokok Bahasan Segiempat Siswa

Kelas VII SMP Negeri 13 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007. Skripsi.

Semarang : FKIP UNNES.

Johnson, DW. & Johnson, R. (1989) Cooperative and competion: Theory and

recearch. Edina, MN: Interaction Book Company

.

Juniarti, (2007) Model Pembelajaran CIRC untuk meningkatkan penguasaan

konsep dan berfikir kreatif siswa sma pada materi suhu dan kalor. Tesis,

Bandung: PPS UPI. (Tidak diterbitkan).

(37)

91

BUDI SETIAWAN, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Karli H. dan Yuliariatiningsih (2002). Implementasi Kurikulum berbasis

Kompetensi.( Model – model Pembelajaran). Bandung : Bina Media

Informasi.

Marzuki A. (2006) Implementasi pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dalam upaya meningkatkan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik siswa. Tesis. (PPs UPI) tidak diterbitkan.

Mitta P. (2010) Pembelajaranberbasis masalah dengan strategi kooperatf jigsaw untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan koneksi matematik siswa smp. Tesis. (PPs UPI) tidak diterbitkan.

Nasir, S. (2008) Meningkatkan kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik siswa SMA yang berkemampuan rendah melalui pendekatan kontekstual. Tesis. (PPs UPI) tidak diterbitkan.

National Council of Teachers of Mathematics. (1989). Curriculum and Standards for

School Mathematics. Reston. Va: The Council.

NCTM (2000) Principle and standards for school mathematis. Reston,, VA : NCTM

Nuriadin, I. (2009) Peningkatan kemampuan koneksi dan komunikasi matematik siswa SMP melalui pembelajaran Kontekstual teknik think-pair-share

dengan berbantuan program sketchpad. Tesis. (PPs UPI) tidak diterbitkan.

Pujiastuti H. (2008) Pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kemampuan koneksi dan representasi matematik siswa SMP. Tesis. (PPs UPI) tidak diterbitkan.

Putri H. (2006) Pembelajaran kontekstual dalam upaya meningkatkan

kemampuan komunikasi dan koneksi matematik siswa SMP. Tesis. (PPs

UPI) tidak diterbitkan.

Polya, G.(1985). How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Methods. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Ruspiani, (2000) Kemampuan dalam melakukan koneksi matematika. Tesis. (PPs UPI) tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E.T.(1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T.(1994). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non

(38)

BUDI SETIAWAN, 2011

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Ruseffendi, E.T.(1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Sahrudin & Iriani. (2010) Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading

and Composition (CIRC). [Online]. Tersedia :

http://s1pgsd.blogspot.com/2010/01/model-pembelajaran-cooperative.html Slavin, R.E. (1995). Cooperative Learning : Theory, Research, and Practice.

Second Edition. Massachusetts : Allyn and Bacon Publishers Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. Dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. FPMIPA-JICA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Sumarmo, U.(2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan

Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah Seminar Nasional FPMIPA

UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan

Suryadi, D (2010). MenciptakanProses Belajar Aktif: Kajian dari Sudut Pandang

Teori Belajar dan Teori Didaktik. Makalah pada Seminar Nasional

Pendidikan Matematika di UNP. Tidak diterbitkan.

Suyitno, Amin. (2005). Mengadopsi Pembelajaran CIRC dalam Meningkatkan

Keterampilan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita. Seminar Nasional

F.MIPA UNNES.

Usman dan Setiawati. (1993). Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Uyanto, (2009). Pedoman analisis data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu. Vygotsky,L.S (1978). Mind in sociesty. Cambridge, MA: Harvard University

Press.

Wahyudin, (2008). Pembelajaran dan model-model pembelajaran. Bandung: - Wahyuni. (2010) Peningkatan kemampuan komunikasi dan koneksi matematis

siswa SMP melalui pembelajaran berbasis masalah. Tesis. (PPs UPI)

Gambar

Tabel 3.1 Koefisien Validitas
Tabel 3.2 Rekapitulasi validitas butir soal hasil uji coba
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas
Tabel 3.5 Hasil Uji Coba Daya Pembeda
+4

Referensi

Dokumen terkait

ScdangkaD pooda komposit cup aqua 6engon =buk ternpurung lei..,. p menjadi

[r]

 Kata- kata dirangkai dengan tepat untuk mendeskripsikan orang yang terkait dengan profesi, kebangsaan, ciri-ciri fisik, kualitas, dan aktifitasnya..  Kata-kata dirangkai

Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin,

Sebuah rencana yang baik tidak akan bisa terealisasikan apabila tidak ada pelaksanaan yang baik pula, pemerintah sudah menetapkan aturan lewat peraturan menteri

Pada mesin diesel, hanya udara yang dikompresikan dalam ruang bakar dan. dengan sendirinya udara tersebut terpanaskan, bahan bakar disuntikan ke

Untuk mengetahui pengaruh penambahan aditif FeMo terhadap sifat fisis. serbuk BaFe 12

Ukuran serbuk sekecil ini diperlukan agar komponen- komponen pembentuk bahan magnet dapat saling berdeposisi (bereaksi) ketika bahan mengalami pemanasan