PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH, KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIS,
DAN ADVERSITY QUOTIENT SISWA SMP DENGAN PENDEKATAN OPEN-ENDED
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh
SIDIQ AULIA RAHMAN 1009545
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
Contoh Halaman Hak Cipta untuk Mahasiswa S2
==================================================================
Mathematic Education at Secondary
Education
Oleh
Sidiq Aulia Rahman, S.Pd., UPI Bandung, 2013
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pacaarjana Universitas
Pendidikan Indonesia
© Sidiq Aulia Rahman 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Februari 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
LEMBAR PENGESAHAN
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH, KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIS,
DAN ADVERSITY QUOTIENT SISWA SMP DENGAN PENDEKATAN OPEN-ENDED
Oleh
SIDIQ AULIA RAHMAN 1009545
Disetujui dan Disahkan oleh:
Pembimbing I,
Prof. Dr. Didi Suryadi, M.Ed.
Pembimbing II,
Dr. Turmudi, M.Ed., M.Sc
Mengetahui:
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah, Berpikir Reflektif Matematis dan
Adversity Quotient Siswa SMP dengan Pendekatan Open Ended ” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak penjiplakan
atau pengutipan dengan cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang
berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung
resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya
pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari
pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, Januari 2013
Yang membuat pernyataan
Reflektif Matematis dan Adversity Quotient Siswa SMP dengan Pendekatan Open Ended
Penelitian ini mengkaji secara komprehensif kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah, berpikir reflektif matematis dan perbedaan adversity quotient antara siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended dan pembelajaran biasa ditinjau dari keseluruhan dan kategori kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah). Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain penelitian Nonequivalent Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP kota Bandung tahun pelajaran 2012-2013. Sampel penelitiannya siswa SMPN 32 kelas IX. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan uji t, t', non-parametrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, peningkatan kemampuan pemecahan masalah antara pembelajaran dengan pendekatan open ended secara keseluruhan lebih baik daripada pembelajaran biasa, tetapi bila ditinjau kategori KAM, kategori rendah terdapat peningkatan yang signifikan sedangkan kategori tinggi dan sedang tidak terdapat peningkatan yang signifikan. Peningkatan kemampuan berpikir refektif matematis siswa secara keseluruhan dan ditinjau kategori KAM menunjukan pembelajaran open ended lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Adversity quotient siswa yang memperoleh pendekatan open ended lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran (open ended dan biasa) dan KAM terhadap kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif matematis sedangkan untuk adversity quotient terdapat interaksi.
Daftar Isi Halaman
Halaman Judul ... i
Halaman Persetujuan ... ii
Pernyataan ... iii
Kata Pengantar ... iv
Halaman Motto dan Persembahan ... vi
Abstrak ... vii
Daftar Isi ... viii
Daftar Tabel ... xii
Daftar Gambar ... xvi
Daftar Lampiran BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 13
C. Tujuan Penelitian ... 15
D. Manfaat Penelitian ... 16
E. Definisi Operasional ... 17
F. Hipotesis Penelitian ... 18
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 20
A. Pendekatan Open Ended ... 20
B. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 27
C. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis ... 35
D. Adversity Quotient Siswa ... 40
E. Teori Belajar yang Melandasi Pendekatan Open Ended ... 45
F. Hasil Penelitian Relevan ... 48
D. Instrumen Penelitian dan Pengembangan ... 55
1. Tes Kemampuan Awal Matematis ... 55
2. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif ... 56
a. Penyusunan Tes ... 56
b. Analisis Tes ... 61
1) Validitas ... 61
2) Reliabilitas ... 64
3) Daya Pembeda ... 65
4) Tingkat Kesukaran ... 67
3. Tes Skala Adversity Quotient Siswa ... 68
E. Prosedur Analisis Data ... 69
1. Data Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif Matematis ... 69
2. Data Hasil Tes Skala Adversity Quotient Siswa ... 71
F. Perangkat Pembelajaran dan Bahan Ajar ... 73
G. Prosedur Penelitian ... 76
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 80
A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 80
1. Kemampuan Awal Matematis ... 81
2. Pemecahan Masalah Matematis ... 83
a. Perbandingan Kemampuan Awal dan Kemampuan Akhir Pemecahan Masalah Matematis ... 86
b. Perbandingan Peningkatan Pemecahan Masalah ... 89
1) Deskripsi Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah berdasarkan Pembelajaran ... 90
2) Deskripsi Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah berdasarkan KAM ... 90
3. Berpikir Reflektif Matematis ... 100
a. Perbandingan Kemampuan Awal dan Kemampuan Akhir Berpikir Reflektif Matematis ... 104
b. Perbandingan Peningkatan Berpikir Reflektif ... 108
1) Deskripsi Peningkatan Kemampuan Berpikir Reflektif bedasarkan Pembelajaran ... 108
2) Deskripsi Peningkatan Kemampuan Berpikir Reflektif berdasarkan KAM ... 109
c. Uji Perbedaan Rataan skor N-Gain Berpikir Reflektif Matematis berdasarkan Pembelajaran dan KAM ... 113
d. Uji Interaksi Berpikir Reflektif antara Pembelajaran dan KAM ... 114
4. Adversity Quotient Siswa ... 118
a. Analisis Skor Adversity Quotient ... 121
b. Uji Perbedaan Skor Adversity Quotient ... 123
c. Uji Interaksi Adversity Quotient antara Pembelajaran dengan KAM ... 125
5. Gambaran Situasi dan Pembelajaran Open Ended ... 130
B. Pembahasan ... 136
1. Kemampuan Pemecahan Masalah berdasarkan Pembelajaran dan KAM ... 137
2. Kemampuan Berpikir Reflektif berdasarkan Pembelajaran dan KAM ... 140
3. Adversity Quotient berdasarkan Pembelajaran dan KAM 142 4. Kelayakan Penerapan Pembelajaran Open Ended ... 143
BAB V PENUTUP ... 146
A. Kesimpulan ... 146
B. Implikasi ... 148
C. Rekomendasi ... 149
Halaman
Tabel 3.1 Keterkaitan Kemampuan Awal siswa dalam Pemecahan
Masalah dan Berpikir Reflektif Matematis dan Adversity
Quotient Siswa di Kelas Eksperimen dan Kontrol……….. 53
Tabel 3.2 Deskripsi Banyaknya Siswa berdasarkan Kategori KAM.. 56
Tabel 3.3 Deskripsi Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah dan
Berpikir Reflektif Matematis………... 57
Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis ………. 58
Tabel 3.5 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Reflektif
Matematis ……… 59
Tabel 3.6 Klasifikasi Koefisian Validitas……… 62
Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Butir Soal Tes Pemecahan Masalah
dan Berpikir Reflektif Matematis ………... 63
Tabel 3.8 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ………... 64
Tabel 3.9 Hasil Uji Reliabilitas Kemampuan Pemecahan Masalah
dan Berpikir Reflektif Matematis ………... 65
Tabel 3.10 Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda ………. 66
Tabel 3.11 Hasil Uji Daya Pemeda Soal Tes Pemecahan Masalah dan
Tabel 3.13 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Soal Tes Pemecahan
Masalah dan Berpikir Reflektif Matematis ………. 68
Tabel 3.14 Klasifikasi Gain Ternormalisasi ………. 70
Tabel 3.15 Keterkaitan Aktivitas kelas pada Pembelajaran
Open-Ended ……….. 75
Tabel 4.1 Sebaran Sampel Penelitian ……….. 81
Tabel 4.2 Deskripsi Data Kemampuan Awal Matematis Siswa ……. 81
Tabel 4.3 Analisis Skor Kemampuan Awal Matematis Siswa ……... 83
Tabel 4.4 Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis………. 83
Tabel 4.5 Uji Normalitas Kemampuan Awal dan Akhir Pemecahan
Masalah Matematis berdasarkan Pembelajaran ………….. 86
Tabel 4.6 Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Awal dan
Akhir Pemecahan Masalah Matematis ………... 87
Tabel 4.7 Uji Kesamaan Rataan Skor Kemampuan Awal
Pemecahan Masalah Matematis ……….. 88
Tabel 4.8 Uji Kesamaan Rataan Skor Kemampuan Akhir
Pemecahan Masalah Matematis ………
89
Tabel 4.9 Rataan dan Klasifikasi N-gain Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis ………. 90
Tabel 4.11 Uji Normalitas Skor N-gain Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis berdasarkan Pembelajaran dan KAM . 93
Tabel 4.12 Uji Homogenitas Varians Skor N-gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis berdasarkan KAM………
94
Tabel 4.13 Uji Perbedaan Rataan Skor N-gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau dari Kategori
Kemampuan Awal Matematis ………
96
Tabel 4.14 Uji Tamhane Ratan Skor N-Gain Pemecahan Masalah
Matematis Berdasarkan Kategori KAM……….. 97
Tabel 4.15 Uji Anova N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Menurut Pendekatan Pembelajaran dan
Kemampuan Awal Matematis ……… 98
Tabel 4.16 Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis. 100
Tabel 4.17 Deskripsi Rataan Pretes dan Postes Kemampuan Berpikir
Reflektif Matematis Berdasarkan Aspek ……… 103
Tabel 4.18 Uji Normalisas Kemampuan Awal dan Akhir Berpikir
Reflektif Matematis berdasarkan Pembelajaran …………. 105
Tabel 4.19 Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Awal dan
Akhir Berpikir Reflektif Matematis ……… 105
Tabel 4.20 Uji Kesamaan Rataan Skor Kemampuan Awal Berpikir
Reflektif Matematis ……… 107
Reflektif Matematis ……… 109
Tabel 4.23 Deskripsi Data Peningkatan Kemampuan Berpikir
reflektif Matematis berdasarkan Kemampuan Awal
Matematis Siswa (KAM) ……… 110
Tabel 4.24 Uji Normalitas Skor N-gain Kemampuan Berpikir
Reflektif Matematis berdasarkan Pembelajaran dan KAM. 111
Tabel 4.25 Uji Homogenitas Varians Skor N-gain Kemampuan
Berpikir Reflektif Matematis berdasarkan KAM ………... 112
Tabel 4.26 Uji Perbedaan Rataan Skor N-gain Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis ditinjau dari Kemampuan Awal
Matematis Siswa ……….
114
Tabel 4.27 Uji Tamhane Ratan Skor N-Gain Berpikir Reflektif
Matematis berdasarkan Kategori KAM ………. 116
Tabel 4.28 Uji Anova N-Gain Kemampuan Berpikir Reflektif
Matematis menurut Pendekatan Pembelajaran dan
Kemampuan Awal Matematis ……… 117
Tabel 4.29 Deskripsi Skor Adversity Quotient Matematis………. 119
Tabel 4.30 Deskripsi Rataan Skor Skala Adversity Quotient
berdasarkan Aspek ………. 120
Tabel 4.31 Uji Normalitas Skor Adversity Quotient Matematis …….. 121
Tabel 4.32 Uji Homogenitas Varians Skor Adversity Quotient
Tabel 4.34 Uji Tamhane Ratan Skor N Skala Adversity Quotient berdasarkan Kategori KAM ………...
123
Tabel 4.35 Uji Anova Skala Adversity Quotient Siswa Menurut
Pendekatan Pembelajaran dan Kemampuan Awal
Matematis ……… 126
Tabel 4.36 Rangkuman Pengujian Hipotesis pada Taraf Signifikansi
Halaman
Gambar 4.1 Rerata Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis menurut Kelompok Pembelajaran.. 84
Gambar 4.2 Rerata Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis menurut Kelompok Pembelajaran,
Kemampuan Awal Matematis dan Data Gabungan …... 85
Gambar 4.3 Interaksi antara Pembelajaran dan Kemampuan Awal
Matematis Siswa terdahap Peningkatan Kemampuan
Pemecahan Matematis ……… 100
Gambar 4.4 Rerata Pretes dan Postes Kemampuan Berpikir Reflektif
Matematis menurut Kelompok Pembelajaran. 102
Gambar 4.5 Rerata Peningkatan Kemampuan Berpikir Reflektif
Matematis menurut Kelompok Pembelajaran,
Kemampuan Awal Matematis dan Data Gabungan…… 103
Gambar 4.6 Interaksi antara Pembelajaran dan Kemampuan Awal
Matematis Siswa terhadap Peningkatan Kemampuan
Berpikir Reflektif Matematis ………. 118
Gambar 4.7 Rataan Skor Adversity Qoutient Matematis
Siswa……... 120
Gambar 4.8 Interaksi antara Pembelajaran dan Kemampuan Awal
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu merupakan pengetahuan yang
sangat penting bagi kehidupan dan banyak memberi sumbangsih dalam
pengembangan pengetahuan. Begitu pentingnya matematika maka perlu dipahami
dan dikuasai oleh semua lapisan masyarakat, terutama siswa sekolah formal.
Dalam disiplin ilmu matematika, guru memiliki peranan penting dalam
mempersiapkan anak didik untuk menggunakan matematika secara fungsional
dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam penerapannya pada ilmu pengetahuan.
Dalam menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia
yang selalu berkembang diperlukan tujuan pembelajaran matematika yang tepat
dan relevan di setiap jenjang pendidikan khususnya pendidikan dasar dan
pendidikan menengah untuk mempersiapkan siswa untuk latihan bertindak atas
dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien dan efektif.
Selain itu, pentingnya mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang
penekanannya pada penataan nalar, komunikasi dan pembentukan sikap siswa
serta keterampilan dalam penerapan matematika. Siswa diharapkan dapat
menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan
sehari-hari.
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) pada tahun 2000,
memaparkan standar matematika sekolah meliputi standar isi atau materi
proses meliputi pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan pembuktian
(reasoning and proof), koneksi (connection), komunikasi (communication), dan
representasi (representation). NCTM menyatakan juga bahwa baik standar materi
maupun standar proses secara bersama-sama merupakan keterampilan dan
pemahaman dasar yang sangat dibutuhkan para siswa pada abad ke-21 ini
(Together, the standards describe the basic skills and understandings that
students will need to function effectively in the twenty-first century). Hal yang
sama juga diungkapkan oleh Soedjadi (dalam Hulu, 2009) bahwa pendidikan
matematika memiliki dua tujuan besar yang meliputi (1) tujuan yang bersifat
formal, yang memberi tekanan pada penataan nalar anak serta pembentukan
pribadi anak dan (2) tujuan yang bersifat material yang memberi tekanan pada
penerapan matematika serta kemampuan memecahkan masalah matematika.
Salah satu keterampilan matematika yang perlu dikuasai siswa adalah
kemampuan pemecahan masalah matematis. Standar pemecahan masalah NCTM,
menetapkan bahwa program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai
kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk:
1. Membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah;
2. Memecahkan masalah yang muncul di dalam matematika dan di dalam
konteks-konteks yang lain;
3. Menerapkan dan menyesuaikan bermacam-macam strategi yang sesuai untuk
memecahkan masalah;
4. Memonitor dan merefleksikan proses dari pemecahan masalah matematis,
Dalam Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
disebutkan bahwa mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah
Pertama (SMP) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat
dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, meyelesaikan model dan manafsirkan solusi
yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Dilihat dari kedua tujuan tersebut tentunya pemecahan masalah merupakan
bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting dalam proses
pembelajaran matematika. Melalui kegiatan pemecahan masalah aspek-aspek
tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematis dan
lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik (Suherman, 2003)
Pentingnya pemecahan masalah juga ditegaskan dalam NCTM (2000)
yang menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam
pembelajaran matematika, sehingga hal tersebut tidak boleh lepas dari
pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Ruseffendi (2006)
yang mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah amatlah penting
dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang dikemudian hari akan
mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan
menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, kemampuan pemecahan masalah
sangatlah diperlukan untuk melatih siswa agar terbiasa menghadapi berbagai
permasalahan dalam kehidupannya yang semakin rumit dan kompleks, bukan
hanya pada masalah dalam matematika itu sendiri tetapi juga masalah-masalah
dalam bidang studi lain dan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu, kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah matematis perlu
terus dilatih sehingga seseorang itu mampu menyelesaikan permasalahan yang
dihadapinya.
Namun, kenyataan di lapangan belumlah sesuai dengan apa yang
diharapkan. Pembelajaran matematika masih cenderung berpusat pada guru dan
guru pun berorientasi pada buku teks dengan menggunakan langkah-langkah
pembelajaran yang monoton seperti: guru menyajikan materi pembelajaran,
soal-soal latihan yang terdapat dalam buku teks yang mereka gunakan dalam mengajar
setelah itu membahasnya bersama siswa. Pembelajaran seperti ini tentunya
kurang dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
Siswa hanya dapat mengerjakan soal-soal matematika berdasarkan apa yang
dicontohkan guru, jika diberikan soal yang berbeda mereka akan mengalami
kesulitan dalam menyelesaikanya.
Fakta yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa masih rendah, baik di tingkat pendidikan
menengah maupun pendidikan tinggi. Hal ini didasarkan pada hasil
penelitian Atun (2006), Noer (2007), dan Dwijanto (2007) bahwa secara klasikal
kemampuan pemecahan masalah matematis belum mencapai taraf minimal
yang dianggap memuaskan atau kriteria ketuntasan belajar minimal yang telah
ditentukan. Pada umumnya taraf minimal yang dianggap memuaskan atau
kriteria ketuntasan belajar minimal lebih dari 60% dari skor ideal.
Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sangat berhubungan
dengan penguasaan konsep siswa. Hal ini terkait karena konsep matematika yang
saling terkait satu sama lain dan memiliki banyak cabang ilmu menuntut siswa
dalam penguasaan konsep. Sesuai pendapat Hudojo (1998) mengungkapkan,
“kemampuan yang harus dimiliki siswa agar dapat mempelajari matematika
dengan baik adalah penguasaan konsep matematika yang memiliki hubungan
hirarkis dan fungsional”. Dari pemaparan pendapat tadi memberi gambaran
siswa sebaiknya dapat menggunakan konsep tersebut secara tepat dalam
memecahkan berbagai persoalan matematika.
Dalam memecahkan berbagai persoalan matematika dituntut melibatkan
kemampuan berpikir siswa tingkat tinggi. Kemampuan berpikir reflektif
merupakan salah saru kemampuan berpikir tingkat tinggi yang bagus untuk
dikembangkan, khususnya dalam pembelajaran matematika. Seperti diungkapkan
Shermis (1999) bahwa berpikir reflektif dapat dikatakan juga dengan berpikir ke
tingkat yang lebih tinggi. Lalu Ennis (Fisher, 2001) menyatakan bahwa berpikir
kritis adalah berpikir reflektif secara logis yang difokuskan untuk menentukan
apa yang harus diyakini atau dilakukan. Lebih jauh lagi, Subandar (2009)
mengemukakan bahwa kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif merupakan
cakupan dari kemampuan berpikir reflektif.
Dewes (Kurnia, 2006) menjelaskan bahwa kemampuan berpikir reflektif
terdiri atas lima komponen yaitu: 1) recognize or fealt difficulty/ problem;
merasakan atau mengidentifikasi masalah. 2) location and definition of the
problem; membatasi dan merumuskan masalah, 3) suggestion of possible
solution; mengajukan beberapa kemungkinan alternatif solusi pemecahan
masalah, 4) rational elaboration of an idea; mengemukakan ide untuk
memecahkan masalah, 5) test and formation of conclusion; melakukan tes untuk
menguji solusi pemecahan masalah dan menggunakannya sebagai bahan
pertimbangan membuat kesimpulan.
Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sangat berhubungan
baik akan memudahkan siswa dalam melakukan pemecahan masalah. Suatu
masalah yang rumit akan menjadi lebih sederhana jika siswa berpikir reflektif.
Keterkaitan yang erat antara kemampuan berpikir reflektif matematis dan
pemecahan masalah matematis juga telah dibuktikan dalam beberapa hasil
penelitian yang menjelaskan kemampuan berpikir reflektif merupakan salah satu
kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa kerena kemampuan ini membuat
siswa dapat memecahkan masalah dan memutuskan sesuatu dengan berbagai
pertimbangan.
Namun melihat dari studi pendahuluan yang dilakukan Noer (2010) untuk
melihat kemampuan kritis, kreatif dan reflektif (K2R) matematis siswa SMP
khususnya di kota Bandar Lampung menunjukkan bahwa umumnya
kemampuan berpikir K2R matematis siswa masih rendah. Adapun rinciannya
adalah sebagai berikut: (1) kemampuan berpikir kritis rata-rata sebesar 42 dengan
nilai minimum 16 dan nilai maksimum 63, (2) kemampuan berpikir kreatif
rata-rata sebesar 33,13 dengan nilai minimum 11 dan nilai maksimum 63, (3)
kemampuan berpikir reflektif rata-rata sebesar 31,43 dengan nilai minimum
16 dan nilai maksimum 52. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan K2R
matematis siswa umumnya masih dibawah 70 persen dari skor ideal.
Kemampuan pemecahan masalah matematis dan berpikir reflektif matematis
merupakan suatu kemampuan yang perlu dikembangkan pada setiap siswa.
Pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat akan menunjang pengembangan
kedua kemampuan tersebut. Ruseffendi (2006: 240) menyatakan bahwa
guru atau siswa dalam mencapai tujuan pengajaran dilihat dari sudut bagaimana
proses pengajaran atau materi pelajaran itu dikelola. Salah satu alternatif
pendekatan pembelajaran yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan
berpikir reflektif matematis dan pemecahan masalah matematis siswa adalah
pendekatan open ended.
Pendekatan open ended dikembangkan di Jepang sejak tahun 1970an.
Pendekatan open ended merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan
masalah terbuka yang dapat dijawab dengan banyak cara/ metode penyelesaian
atau jawaban benar yang beragam. Dengan keberagaman cara penyelesaian dan
jawaban tersebut, maka memberikan keleluasaan kepada siswa dalam
menyelesaikan masalah. Siswa dapat menggali pengetahuan ataupun
sumber-sumber yang dibutuhkan untuk menarik suatu kesimpulan, membuat rencana dan
memilih cara atau metode dalam menyelesaikan masalah, serta menerapkan
kamampuan matematis mereka sehingga diaharapkan siswa dapat memperoleh
pengetahuan melalui pengalaman, menemukan suatu yang baru dalam suatu
proses penyelesaian masalah.
Pembelajaran dengan menggunakan masalah atau soal open ended dapat
memberikan siswa banyak pengalaman dalam menafsirkan masalah dan mungkin
pula membangkitkan gagasan-gagasan yang berbeda dalam menyelesaikan suatu
masalah (Silver, 1997: 77). Hal ini tentunya akan merangsang kemampuan
berpikir reflektif siswa untuk mencari solusi dari masalah yang dihadapinya, dan
pembelajaran dengan pendekatan open ended diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif matematis siswa.
Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan open ended bukan
merupakan hal yang mudah bagi guru, karena guru tidak memberikan langsung
konsep kepada siswa tetapi dengan menyelesaikan suatu masalah guru
menggiring siswa untuk menemukan konsep sendiri. Guru harus mampu memilih
dan membuat situasi yang menyenangkan dalam memecahkan masalah sehingga
siswa tertarik untuk menyelesaikannya dengan penuh kesabaran meskipun hasil
yang didapat tidak sesuai yang diharapkan. Guru memancing dan mengarahkan
secara tidak langsung kepada siswa yang mengalami hambatan dan kebuntuan
dalam memecahkan masalah. Guru harus benar-benar menguasai konsep
matematika dan keterkaitannya, serta memeperisapkan kemungkinan cara untuk
mencapai solusi sebagai antisipasi dalam membentuk dan mengarahkan siswa
dalam proses pemecahan masalah.
Keberagaman cara penyelesaian dan jawaban dalam pembelajaran dengan
pendekatan open ended akan mendorong respon yang luas dari suatu masalah dan
memungkinkan siswa menjelaskan ide-ide matematis dengan cara yang berbeda.
Tak jarang bahkan sering sekali dalam menyelesaikan penyelesaian masalah yang
menuntut untuk berpikir reflektif, siswa menghadapi dan merasakan kesulitan
bahkan sampai mengalami kegagalan. Ada suatu pepatah orang barat yang
menyatakan bahwa orang sukses lebih cerdas daripada orang gagal dalam
menghadapi kesulitan hidupnya. Namun untuk menjadi sukses dalam
suatu kecerdasan khusus agar kesulitan yang ia hadapi menjadi jalan untuk bisa
meningkatkan kualitas hidup.
Paul G Stolt dalam dua bukunya berjudul; "Adversity Quotient" dan
"Adversity Quotient a Work" secara komprehensif menjelaskan apa yang
dimaksud kecerdasan menghadapi kesulitan dan bagaimana meningkatkan
kecerdasan baru tersebut. Kecerdasan baru dimaksud berawal dari hasil penelitian
yang dilakukan para ilmuwan kelas atas selama 19 tahun, mengkaji lebih dari 500
referensi dari tiga cabang ilmu pengetahuan, yakni psikologi kognitif,
psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi, dan menerapkan hasil penelitian dan
pengkajiannya selama 10 tahun di seluruh dunia dan akhirnya sampai pada suatu
kesimpulan bahwa terdapat satu kecerdasan baru yang selama ini tidak terungkap
dibutuhkan dan menentukan kesuksesan seseorang, yakni kecerdasan
menghadapi kesulitan (Adversity Quotient).
Penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Thomas J Stanley pada tahun
2003 yang kemudian ditulisnya dalam sebuah buku berjudul; "The Millionaire
Mind" menjelaskan hal yang sama, bahwa mereka yang berhasil menjadi millioner
di dunia ini adalah mereka dengan prestasi akademik biasa-biasa saja (rata-rata
S1), namun mereka adalah pekerja keras, ulet, penuh dedikasi, dan bertanggung
jawab, termasuk tanggung jawab yang sangat besar terhadap keluarganya.
Adversity quotient itu sendiri mempunyai tiga bentuk, yakni; (1) suatu kerangka
kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi
(3) serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respons
terhadap kesulitan.
John Gray (dalam Aswandi, 2008) mengatakan "semua kesulitan
sesungguhnya merupakan kesempatan bagi jiwa kita untuk tumbuh". Adapun
dimensi yang terkait dengan kecerdasan menghadapi kesulitan adalah: (1) control
atau kendali mempertanyakan berapa banyak kendali yang dirasakan terhadap
sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan; (2) origin dan ownership
mempertanyakan dua hal, yakni: siapa atau apa yang menjadi asal usul kesulitan,
dan sampai sejauhmanakah seseorang mengakui akibat kesulitan itu; (3) reach
atau jangkauan mempertanyakan sejauhmana kesulitan akan menjangkau atau
merembes ke bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang; (4) endurance atau
daya tahan mempertanyakan dua hal, yakni; berapa lamakah kesulitan
berlangsung dan lamanya penyebab kesulitan tersebut akan bertahan.
Suatu hasil penelitian yang dilakukan oleh Wismayana (2007) pada SMAN
4 Singaraja menjelaskan bahwa pada siswa yang memiliki adversity quotient
rendah, terdapat perbedaan prestasi belajar matematika dan konsep diri antara
siswa yang mengikuti model belajar berbasis masalah dengan siswa yang
memperoleh model pengajaran langsung. Kemudian dalam modul BK yang
disusun oleh tim musyawarah guru pembimbing provinsi DKI Jakarta pada tahun
2006 (dalam Zaenudin, 2011) mengungkapkan bahwa “perkembangan sikap yang
cukup rawan pada siswa adalah “comformity” yaitu kecenderungan untuk
menyerah dan mengikuti bagaimana teman sebayanya berbuat”. Sikap ini akan
Kecerdasan menghadapi kesulitan tersebut dapat ditingkatkan atau dapat
diperbaiki dengan melakukan hal-hal sebagai berikut; (1) listen atau dengarkanlah
respons terhadap kesulitan ; (2) explore atau jajaki asal usul dan pengakuan atas
akibatnya; (3) analysis bukti-buktinya; dan (4) do atau lakukan sesuatu. Magnesen
(dalam Aswandi, 2008) mengatakan bahwa; "90% pemahaman belajar diperoleh
dari melakukan sesuatu. Konfusius lebih dari 2400 tahun silam menyatakan,
bahwa; "yang saya dengar saya lupa, yang saya lihat sangat ingat, dan yang saya
kerjakan saya paham”. Namun sayangnya praktek pendidikan dan pembelajaran
baik yang dilakukan oleh orang tua, guru dan masyarakat belum sampai pada
proses pembelajaran yang mengajarkan kepada anak dan siswanya bagaimana
menghadapi kesulitan (adversity quotient). Dengan demikian jika seorang guru
bermaksud menerapkan pendekatan open ended dalam pembelajaran matematika
maka guru perlu memikirkan Adversity quotient siswa. Artinya guru perlu
memikirkan bagaimana menghadapi kesulitan (adversity quotient) sehingga siswa
berhasil dalam belajar dan menghadapi hidup.
Untuk menunjang penerapan pembelajaran dengan pendekatan open
ended, perlu diperhatikan beberapa hal yang dapat meningkatkan kemampuan
matematika siswa. Diantaranya adalah kemampuan awal matematika siswa.
Faktor-faktor ini diprediksi akan memberi pengaruh terhadap hasil penerapan
pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan
berpikir reflektif matematis siswa.
Dalam suatu kelompok siswa yang dipilih secara acak mungkin saja
Kemampuan siswa yang heterogen itu bukanlah bawaan sejak lahir tetapi
dapat dipengaruhi oleh lingkungan khususnya lingkungan belajar di kelas. Oleh
karena itu pembelajaran di kelas perlu dikondisikan dengan baik sehingga setiap
siswa memperoleh kesempatan untuk berkembang secara optimal sesuai
kemampuan yang dimilikinya. Pada umumnya siswa dengan kemampuan yang
lebih tinggi akan memperoleh hasil dengan kualifikasi tinggi sedangkan siswa
yang memiliki kemampuan lebih rendah akan memperoleh hasil dengan
kualifikasi lebih rendah.
Kualifikasi kemampuan awal matematis siswa yang berbeda
bagaimanapun, dapat diprediksi bahwa pencapaian siswapun akan berbeda
juga. Peneliti memandang penting akan kemampuan awal matematis siswa dalam
melakukan penelitian. Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengkaji peningkatan
kemampuan pemecahan masalah, berpikir reflektif matematis, dan adversity
quotient siswa yang memperoleh pembelajaran matematik dengan pendekatan
open ended dan yang memperoleh pembelajaran biasa dengan ditinjau dari
kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang dan rendah). Demikian pula
analisis keterkaitan antara pembelajaran serta latar belakang mereka dalam hal ini
kemampuan awal matematis siswa dengan kemampuan pemecahan masalah,
berpikir reflektif matematis dan adversity quotient siswa.
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini hal utama yang menjadi pokok kajian adalah
quotient siswa serta penggunaan pembelajaran dengan pendekatan open ended
dan pembelajaran biasa. Di samping itu terdapat juga faktor lain yang akan
dikaitkan dengan hal pokok kajian tersebut yaitu kemampuan awal matematis
siswa. Secara terperinci rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini
yaitu sebagai berikut.
1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended lebih baik
daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa bila ditinjau dari: (a)
keseluruhan siswa dan (b) kemampuan awal matematis (tinggi, sedang,
rendah)?
2. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (open ended dan
biasa) dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) siswa
terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?
3. Apakah peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended lebih baik
daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa bila ditinjau dari: (a)
keseluruhan siswa dan (b) kemampuan awal matematis (tinggi, sedang,
rendah)?
4. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (open ended dan
biasa) dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) siswa
5. Apakah adversity quotient siswa dalam matematik yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan open ended lebih baik daripada yang
memperoleh pembelajaran biasa?
6. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (open ended dan
biasa) dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) terhadap
adversity quotient siswa dalam matematika?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut
1. Mengkaji perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended
dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa bila ditinjau dari: (a)
keseluruhan siswa dan (b) kemampuan awal matematis (tinggi, sedang,
rendah).
2. Mengkaji ada tidaknya interaksi antara pendekatan pembelajaran (open ended
dan biasa) dengan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) siswa
terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
3. Mengkaji peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended dengan siswa
yang memperoleh pembelajaran biasa bila ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa
4. Mengkaji ada tidaknya interaksi antara pendekatan pembelajaran (open ended
dan biasa) dengan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) siswa
terhadap peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa.
5. Mengkaji adversity quotient siswa dalam matematik yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan open ended dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran biasa.
6. Mengkaji ada tidaknya interaksi antara pendekatan pembelajaran (open ended
dan biasa) dengan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah)
terhadap adversity quotient siswa dalam matematika.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Bagi siswa, dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis
dan berpikir reflektif matematis siswa
2. Bagi guru, diharapkan dapat tersusunnya deskripsi yang rinci dari proses
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan open ended, sehingga
menjadi acuan bagi guru ketika hendak menerapkan pendekatan open ended
dalam pembelajarannya dan dapat dijadikan salah satu alternatif pendekatan
pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah, berpikir reflektif matematis dan adversity quotient siswa
3. Bagi peneliti, menjadi sarana bagi pengembangan diri peneliti dan dapat
dijadikan sebagai acuan/ referensi untuk penelitian lain (penelitian yang
F. Definisi Operasional
Untuk menghindarkan kesalahan penafsiran terhadap apa yang akan diteliti,
maka berikut ini dituliskan definisi operasional variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian ini.
1. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan untuk
mengamati, merencanakan, mengembangkan dan menyelesaikan masalah
yang muncul dalam matematika dan dalam bidang lain dengan menerapkan
dan menyesuaikan berbagai macam strategi yang cocok serta membangun
pengetahuan matematis baru.
2. Kemampuan berpikir reflektif matematis adalah kemampuan berpikir untuk
aksi (reaching), berpikir untuk evaluasi (comparing) dan berpikir untuk
inkuiri kritis (contemplating).
3. Adversity quotient siswa adalah kecerdasan menghadapi kesulitan dengan
mempertanyakan berapa banyak kendali yang dirasakan terhadap sebuah
peristiwa yang menimbulkan kesulitan (control / kendali); siapa atau apa
yang menjadi asal usul kesulitan, dan sampai sejauhmanakah seseorang
mengakui akibat kesulitan itu (origin dan ownership); mempertanyakan
sejauhmana kesulitan akan menjangkau atau mempengaruhi ke bagian-bagian
lain dari kehidupan seseorang (reach/ jangkauan) dan; mempertanyakan
berapa lamakah kesulitan berlangsung dan lamanya penyebab kesulitan
tersebut akan bertahan (endurance/ daya tahan).
4. Pembelajaran dengan pendekatan open ended adalah salah satu pembelajaran
penyelesaian yang benar lebih dari satu. Kemudian siswa bekerja secara
individu dan berkelompok untuk menyelesaikan masalah, selanjutnya hasil
pekerjaan siswa, baik secara individu maupun kelompok disimpulkan dalam
diskusi kelas.
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended lebih baik daripada
siswa yang memperoleh pembelajaran biasa bila ditinjau dari: (a) keseluruhan
siswa dan (b) kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah).
2. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (open ended dan biasa)
dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) siswa terhadap
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
3. Peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan open ended lebih baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran biasa bila ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa dan
(b) kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah).
4. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (open ended dan biasa)
dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) siswa terhadap
5. Skala adversity quotient siswa dalam matematik yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan open ended lebih baik daripada yang
memperoleh pembelajaran biasa.
6. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (open ended dan biasa)
dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) terhadap adversity
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan quasi eksperimen atau
eksperimen semu dengan bentuk dua kelompok penelitian yaitu kelas eksperimen
(kelas perlakuan) dan kelas kontrol (kelas pembanding). Pertimbangan
penggunaan desain penelitian ini adalah bahwa kelas yang ada sudah terbentuk
sebelumnya, dan pembentukan kelas baru akan menyebabkan kekacauan jadwal
pelajaran serta mengganggu efektivitas pembelajaran di sekolah. Sehingga tidak
dilakukan lagi pengelompokkan secara acak.
Dengan demikian untuk mengetahui adanya perbedaan kemampuan
pemecahan masalah matematis dan berpikir reflektif matematis siswa terhadap
pembelajaran matematika dilakukan penelitian dengan desain kelompok kontrol
non-ekuivalen (Ruseffendi, 2005) berikut:
Kelas Eksperimen O X O
Kelas Kontrol O O
Keterangan:
O : Pre-test atau Post-test kemampuan pemecahan masalah dan berpikir
reflektif matematis
X : Pembelajaran dengan pendekatan open ended
: Subjek tidak dikelompokkan secara acak
Dalam suatu sekolah (populasi) dipilih dua kelas, satu kelas untuk
perlakuan (X) yaitu pembelajaran dengan pendekatan open ended. Sedangkan
pada kelas kontrol tidak diberi perlakuan khusus. Sebelum perlakuan siswa diberi
pretes (O) dan setelah diberi perlakuan diberi postes (O).
Untuk melihat secara lebih mendalam pengaruh penggunaan pendekatan
tersebut terhadap kemampuan pemecahan masalah , berpikir reflektif matematis
dan adversity quotient siswa dalam matematika maka dalam penelitian ini
dilibatkan faktor kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, dan rendah).
Dengan menggunakan model Weiner, disain penelitian ini dapat disajikan seperti
pada tabel berikut
Tabel 3.1
Keterkaitan Kemampuan Awal siswa dalam Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif Matematis dan Adversity Quotient Siswa di Kelas
Eksperimen dan Kontrol
Kemampuan Matematis
Siswa
Pembelajaran Open Ended (PO) Pembelajaran Biasa (PB)
Kemampuan Awal Matematis (K) Kemampuan Awal Matematis (K)
Tinggi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di salah satu SMP Negeri
Kota Bandung tahun ajaran 2012/2013 dan sampel penelitiannya adalah siswa
menggunakan acak kelas dari 7 kelas IX diperoleh kelas IX-C sebagai kelas
Eksperimen dengan jumlah siswa 35 orang dan kelas IX-F sebagai kelas kontrol
dengan jumlah siswa 34 orang. Dipilihnya siswa kelas IX SMP dengan
pertimbangan bahwa siswa di kelas ini sudah lebih homogen dalam kemampuan
dasarnya. Sampel penelitian ditentukan berdasarkan purposive sampling. Tujuan
dilakukan pengambilan sampel seperti ini adalah agar penelitian dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal pengawasan, kondisi
subyek penelitian, waktu penelitian yang ditetapkan, kondisi tempat penelitian
serta prosedur perijinan. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, penentuan sampel
penelitian didasarkan pada kriteria; (1) letaknya berdekatan dan mudah dijangkau,
(2) memiliki prosedur administratif yang relatif mudah, (3) memiliki ketersediaan
sarana dan prasarana yang relatif lengkap, (4) rata-rata kemampuan siswa berada
pada klaster II, level sekolah sedang berdasarkan data dari kantor dinas setempat.
C. Variabel Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang penerapan pembelajaran matematika di
kelas IX SMP, yaitu pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended
untuk melihat pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis, berpikir reflektif matematis, dan adversity quotient siswa
dalam matematika. Penelitian ini juga akan membandingkan perlakuan antara
pembelajaran dengan pendekatan open ended dan pembelajaran biasa.
Variabel lain yang juga akan menjadi perhatian dalam penelitian ini kemampuan
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan pendekatan
open-ended dan pembelajaran biasa, sedangkan variabel terikatnya adalah
kemampuan pemecahan masalah, berpikir reflektif dan adversity quotient siswa.
Variabel kontrolnya adalah kemampuan awal matematis siswa ditinjau dari
kategori (tinggi, sedang dan rendah)
D. Instrumen Penelitian dan Pengambangannya
Penelitian ini menggunakan empat buah instrumen, yaitu tes kemampuan
awal matematis, tes berpikir reflektif matematis, tes pemecahan masalah
matematis, dan skala adversity quotient siswa dalam matematika. Langkah
awal yang dilakukan adalah membuat kisi-kisi instrumen dan merancang
instrumen penelitian untuk selanjutnya dilakukan penilaian ahli. Maksud dari
penilai ahli adalah para penimbang atau validator yang berkompeten untuk
menilai instrumen penelitian dan memberikan masukan atau saran, guna
penyempurnaan instrumen yang telah disusun. Setelah instrumen direvisi
berdasarkan masukan para ahli, instrumen tersebut diujicobakan di sekolah yang
berbeda dengan tempat pelaksanaan penelitian. Berikut ini uraian dari
masing-masing instrumen yang digunakan:
1. Tes Kemampuan Awal Matematis
Tes kemampuan awal matematis (KAM) dibuat untuk mengetahui kriteria
kesetaraan, siswa diberi tes KAM yang diambil dari soal UAN SMP tahun
2010-2012 sebanyak 20 soal untuk materi yang sudah dipelajari siswa di kelas VII dan
itu telah memenuhi standar nasional sebagai alat ukur yang baik. Soal tersebut
berupa pilihan berganda dengan empat pilihan jawaban. Jawaban yang benar
diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0. Berdasarkan skor kemampuan
awal matematis yang diperoleh, siswa dikelompokkan menurut kemampuannya,
yaitu siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Siswa yang hasil
skornya pada tes kemampuan awal matematis lebih dari 70 adalah siswa
berkemampuan tinggi. Siswa yang skornya berada pada rentang 60 – 70 adalah
siswa berkemampuan sedang, dan siswa yang skornya di bawah 60 adalah siswa
berkemampuan rendah. Kisi-kisi dan perangkat soal kemampuan awal matematis
selengkapnya disajikan pada lampiran.
Berikut ini disajikan kemampuan awal matematis siswa berdasarkan
kategori pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
Tabel 3.2
Deskripsi Banyaknya Siswa Berdasarkan Kategori KAM
KELAS KEMAMPUAN AWAL MATEMATIS (KAM)
TINGGI SEDANG RENDAH TOTAL
EKSPERIMEN 3 14 18 35
KONTROL 5 13 16 34
TOTAL 8 27 34 69
2. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif
a. Penyusunan Tes
Tes kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif matematis siswa
disusun dalam bentuk uraian. Alasan penyusunan tes dalam bentuk uraian karena
disesuaikan dengan maksud penelitian ini yang lebih mengutamakan proses
mengungkapkan pendapat dan memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri. Dengan
demikian peneliti dapat mengungkapkan lebih banyak variasi jawaban yang
dikemukakan oleh siswa.
Bahan tes diambil dari materi pelajaran matematika kelas IX SMP
dengan mengacu pada KTSP, yaitu pokok bahasan Bangun Ruang Sisi
Lengkung. Pengembangan instrumen ini dimulai dengan membuat kisi-kisi soal,
dilanjutkan dengan menyusun soal yang sesuai serta kunci jawaban dan aturan
pemberian skor untuk masing-masing butir soal. Soal tes yang disusun
terdiri dari 6 butir soal berbentuk uraian, 3 soal untuk menguji kemampuan
pemecahan masalah dan 3 soal untuk menguji kemampuan berpikir reflektif
matematis siswa. Dalam penyusunan soal tes memperhatikan aspek kesesuaian
kisi-kisi dengan butir soal, aspek kemampuan pemecahan masalah dan
berpikir reflektif matematis.
Adapun indikator kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif
matematis yang akan diukur adalah sebagai berikut
Tabel 3.3
Deskripsi Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif Matematis
Variabel Indikator Kemampuan
Untuk memperoleh data kemampuan pemecahan masalah dilakukan
pensekoran dengan pedoman pensekoran hasil modifikasi Noer (2007) yang
disajikan pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Skor Memahami
Skor Memahami
Skor Maksimal 4 Skor Maksimal 2 Skor Maksimal 2
Untuk memperoleh data kemampuan berpikir reflektif matematis
dilakukan pensekoran dengan pedoman pensekoran modifikasi Noer (2010) yang
disajikan pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis
Indikator Reaksi terhadap soal / masalah Skor
Reaching Tidak menjawab
Bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap situasi masalah dengan cara langsung menjawab, tetapi jawaban salah
Bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap situasi masalah dengan cara menuliskan sifat yang dimiliki oleh situasi, kemudian menjawab permasalahan,
0 2
Bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap situasi masalah cara menuliskan sifat yang dimiliki oleh situasi, kemudian menjawab permasalahan tetapi jawaban salah
Bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap situasi masalah dengan cara menuliskan sifat yang dimiliki oleh situasi, kemudian menjawab permasalahan dan jawaban benar
7
10
Comparing Tidak menjawab
Tidak melakukan evaluasi terhadap tindakan dan apa yang diyakini
Mengevaluasi tindakan dan apa yang diyakini dengan cara membandingkan reaksi dengan suatu prinsip umum atau teori tetapi tidak memberi alasan mengapa memilih tindakan tersebut
Mengevaluasi tindakan dan apa yang diyakini dengan cara membandingkan reaksi dengan suatu prinsip umum atau teori, memberi alasan mengapa memilih tindakan tersebut tetapi jawaban salah Mengevaluasi tindakan dan apa yang diyakini
dengan cara membandingkan reaksi dengan suatu prinsip umum atau teori, memberi alasan mengapa memilih tindakan tersebut dan jawaban benar.
0 2
5
7
10
Contemplating Tidak menjawab
Menguraikan, menginformasikan jawaban berdasarkan situasi masalah yang dihadapi tetapi jawaban salah
Menguraikan, menginformasikan jawaban berdasarkan situasi masalah yang dihadapi dan jawaban benar
Menguraikan, menginformasikan jawaban berdasarkan situasi masalah yang dihadapi,
mempertentangkan jawaban dengan jawaban lainnya Menguraikan, menginformasikan jawaban
b. Analisis Tes
1) Validitas
Menurut Arikunto (2006: 168), validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukan tingkatan kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Validitas
instrumen diketahui dari hasil pemikiran dan hasil pengamatan. dari hasil tersebut
akan diperoleh validitas teoritik dan validitas empirik.
a) Validitas Teoritik
Validitas teoritik untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi
bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan teori dan
aturan yang ada. Pertimbangan terhadap soal tes kemampuan berpikir logis yang
berkenaan dengan validitas isi dan validitas muka diberikan oleh ahli.
Tes kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif matematis,
sebelum digunakan terlebih dahulu divalidasi oleh lima orang penimbang
yang berlatar belakang mahasiswa pascasarjana pendidikan matematika yang
dianggap ahli dalam pendidkan matematika. Para penimbang diminta untuk
menilai atau mempertimbangkan dan memberikan saran atau masukan mengenai
validitas isi dan validitas muka dari tes tersebut. Pertimbangan validitas isi
didasarkan pada kesesuaian butir soal dengan materi pokok yang diberikan,
indikator pencapaian hasil belajar, aspek kemampuan matematis yang akan
diukur dan tingkat kesukaran untuk siswa SMP kelas IX.
Pertimbangan validitas muka didasarkan pada kejelasan soal dari segi
bahasa atau redaksional. Setelah mendapat masukan tentang validitas teoritik tes,
dan dianalisis validitas empiriknya, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat
kesukarannya. Tes diujicobakan pada siswa siswa kelas X SMAN 6 Bandung
yang dilaksanakan pada tanggal 13 Agustus 2012. Setelah dilakukan pemeriksaan
dan pemberian skor terhadap jawaban siswa
b) Validitas Empirik
Validitas empirik adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria tertentu.
Kriteria ini digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya koefisien validitas alat
evaluasi yang dibuat melalui perhitungan korelasi produk momen dengan
menggunakan angka kasar (Arikunto, 2003: 72) yaitu:
∑ ∑ ∑
√ ∑ (∑ } ∑ ∑
Keterangan :
rxy = Koefisian Validitas
X = Skor tiap butir soal
Y = Skor total
N = Jumlah subyek
Menurut (Suherman, 2001: 136) klasifikasi koefisien validitas sebagai berikut:
Tabel 3.6
Klasifikasi Koefisian Validitas Koefisien Validitas Interpretasi
0,80 < rxy≤ 1,00 Sangat tinggi 0,60 < rxy≤ 0,80 Tinggi 0,40 < rxy≤ 0,60 Cukup 0,20 < rxy≤ 0,40 Rendah
rxy≤ 0,00 Sangat rendah
valid apabila pada taraf signifikasi didapat . Untuk
pengujian signifikansi koefisien korelasi pada penelitian ini digunakan uji t sesuai
pendapat Sudjana (2005) dengan rumus sebagai berikut:
t = √
Keterangan:
: koefisien korelasi product moment pearson
n : banyaknya siswa
Setelah instrumen dinyatakan memenuhi validitas isi dan validitas muka,
kemudian soal tes kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif
matematis tersebut dujicobakan secara empiris kepada 37 orang siswa kelas X-A
SMA Negeri 6 Bandung. Tujuan uji coba empiris ini adalah untuk mengetahui
tingkat reliabilitas dan validitas butir soal tes. Perhitungan validitas butir soal
menggunakan software Anates V.4 For Windows. Untuk validitas butir soal
digunakan korelasi product moment dari Karl Pearson, yaitu korelasi setiap butir
soal dengan skor total. Hasil validitas butir soal kemampuan pemecahan masalah
dan berpikir reflektif matematis disajikan pada Tabel 3.7 berikut.
Tabel 3.7
Hasil Uji Validitas Butir Soal
Tes Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif Matematis Kemampuan
Matematika No Soal Koefisien (rxy) Kategori Kriteria
2) Reliabilitas
Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subyek yang
sama (Arikunto, 2003: 90). Suatu alat evaluasi (tes dan nontes) disebut reliabel
jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama.
Rumus yang digunakan untuk menghitung reliabilitas tes ini adalah rumus Alpha
(Arikunto, 2003: 109)
[ ] ∑
Keterangan:
r11 = reliabilitas instrumen
∑σi2 = jumlah varians skor tiap–tiap item
σt2 = varians total
n = banyaknya soal
Menurut Suherman (2001: 156) ketentuan klasifikasi koefisien reliabilitas sebagai berikut:
Tabel 3.8
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Besarnya nilai r11 Interpretasi
0,80 < r11≤ 1,00 Sangat tinggi 0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi
0,40 < r11≤ 0,60 Cukup
0,20 < r11≤ 0,40 Rendah
r11≤ 0,20 Sangat rendah
Untuk mengetahui instrumen yang digunakan reliabel atau tidak maka
dilakukan pengujian reliabilitas dengan rumus alpha-croncbach dengan bantuan
program Anates V.4 for Windows. Pengambilan keputusan yang dilakukan adalah
dengan membandingkan rhitung dan rtabel. Jika rhitung > rtabel maka soal reliabel,
derajat kebebasan dk = 37 diperoleh harga rtabel 0,325. Hasil perhitungan
reliabilitas dari uji coba instrumen pemecahan masalah diperoleh rhitung = 0,86 dan
uji coba instrument berpikir reflektif diperoleh rhitung = 0,94 . Artinya soal
tersebut reliable karena 0,86 > 0,325 dan 0,94 > 0,325 dan termasuk kedalam
kategori sangat tinggi. Hasil perhitungan selengkapnya ada pada Lampiran.
Berikut ini merupakan rekapitulasi hasil perhitungan reliabilitas
Tabel 3.9
Hasil Uji Reliabilitas Tes
Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif Matematis Kemampuan
Matematis rhitung rtabel Kriteria Kategori
Pemecahan Masalah
0,86 0,325 Reliabel Sangat Tinggi
Berpikir Reflektif
0,94 0,325 Reliabel Sangat Tinggi
Hasil analisis menunjukkan bahwa soal kemampuan pemecahan masalah
dan berpikir reflektif matematis telah memenuhi karakteristik yang memadai
untuk digunakan dalam penelitian.
3) Daya Pembeda
Daya pembeda sebuah butir soal tes menurut Suherman (2001: 175) adalah
kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara siswa yang pandai atau
berkemampuan tinggi dengan siswa yang rendah. Daya pembeda item dapat
diketahui dengan melihat besar kecilnya angka indeks diskriminasi item. Rumus
yang digunakan untuk menentukan daya pembeda menurut Surapranata (2009: 31)
∑ ∑
Menurut Suherman (2001: 161) klasifikasi interpretasi daya pembeda soal sebagai
berikut:
Tabel 3.10
Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda
Kriteria Daya Pembeda Interpretasi
DP ≤ 0,00 Sangat Jelek
0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik
Untuk hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran. Adapun
hasil rangkuman yang diperoleh dari uji coba instrumen untuk daya pembeda
dengan menggunakan software Anates V.4 For Windows dapat dilihat pada Tabel
3.11 berikut.
Tabel 3.11
Hasil Uji Daya Pemeda Soal
4) Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya
suatu soal tes (Arikunto, 2006: 207). Menurut Surapranata (2009: 12), tingkat
kesukaran untuk soal uraian dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
∑
Dimana :
TK = Tingkat Kesukaran
∑ = Banyaknya peserta tes yang menjawab benar pada soal tersebut = Skor maksimum yang ada pada pedoman penskoran
N = Jumlah peserta tes
Menurut Suherman (2001: 170) klasifikasi tingkat kesukaran soal sebagai berikut:
Tabel 3.12
Klasifikasi Koefisien Tingkat Kesukaran Kriteria Tingkat Kesukaran Klasifikasi
TK = 0,00 Soal Sangat Sukar
0,00 TK 0,3 Soal Sukar
0,3 TK ≤ 0,7 Soal Sedang
0,7 TK ≤ 1,00 Soal Mudah
TK = 1,00 Soal Sangat Mudah
Untuk hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran. Adapun
hasil rangkuman yang diperoleh dari uji coba instrumen untuk tingkat kesukaran
dengan menggunakan software Anates V.4 For Windows dapat dilihat pada Tabel
Tabel 3.13
Hasil Uji Tingkat Kesukaran Soal
Tes Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif Matematis Kemampuan
3. Tes Skala Adversity Quotient
Skala adversity quotient siswa dalam matematika digunakan untuk
mengetahui tingkatan adversity quotient siswa dalam matematika. Skala
adversity quotient dalam matematika terdiri dari 30 item pernyataan yang
dilengkapi dengan empat pilihan jawaban yaitu Sering Sekali (SS), Sering
(S), Jarang (J), Jarang Sekali (JS).
Sebelum skala ini digunakan dalam penelitian, dilakukan uji validitas
kepada pembimbing dan pakar yang sedang menempuh studi S-3. Selain itu
ini bertujuan untuk mengetahui validitas setiap item pernyataan dan untuk
menghitung skor setiap pilihan (SS, S, J, JS) dari masing-masing pernyataan
Pemberian skor setiap pilihan dari masing-masing pernyataan skala
adversity quotient ditentukan berdasarkan distribusi jawaban responden pada
ujicoba atau dengan kata lain menentukan nilai/skor skala. Dengan demikian,
pemberian skor setiap pilihan dari pernyataan skala adversity quotient matematis
siswa ditentukan secara aposteriori yaitu berdasarkan distribusi jawaban
responden dengan metode MSI (Method of Succesive Interval). Dengan
menggunakan cara ini, skor SS, S, J, JS dari masing-masing pernyataan dapat
berbeda, tergantung pada sebaran respon siswa terhadap masing-masing
pernyataan.
E. Prosedur Analisis Data
Analisis data kuantitatif digunakan untuk mengkaji tentang perbedaan
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis dan berpikir reflektif
matematis siswa serta adversity quotient siswa dalam matematika antara
yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended dan pembelajaran
biasa ditinjau kemampuan awal matematis siswa.
1. Data Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Reflektif
Matematis
Analisis kuantitatif tes kemampuan pemecahan masalah dan berpikir
reflektif matematis dilakukan dengan menggunakan tahapan berikut ini.
1) Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan pedoman
2) Membuat tabel skor pre-test dan post-test siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
3) Menentukan skor peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir
reflektif matematis dengan rumus N-gain ternormalisasi Hake (1999) yaitu:
Hasil perhitungan N-gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan
klasifikasi sebagai berikut:
Tabel 3.14
Klasifikasi Gain Ternormalisasi Besarnya N-gain (g) Klasifikasi
g ≥ 0,70 Tinggi
0,30 ≤ g < 0,70 Sedang
g < 0,30 Rendah
4) Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data skor pre-test,
post-test dan N-gain kemampuan pemecahan masalah dan berpikir reflektif
matematis menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov.
Adapun rumusan hipotesisnya adalah:
H0: Data berdistribusi normal
Ha: Data tidak berdistribusi normal
Dengan kriteria uji sebagai berikut:
Jika nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka H0 ditolak
Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α =0,05), maka H0 diterima.
Tetapi jika data tidak berdistribusi normal maka dilakukan uji