• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Sumber-Sumber Self-Efficacy terhadap Teacher Self-Efficacy pada Guru SDN "X" di Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi Sumber-Sumber Self-Efficacy terhadap Teacher Self-Efficacy pada Guru SDN "X" di Kota Bandung."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kontribusi sumber-sumber self-efficacy terhadap teacher self-efficacy pada guru SDN “X” di Kota Bandung Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan jumlah responden yang diperoleh adalah 43 orang guru.

Alat ukur yang digunakan terdiri dari dua kuesioner, yaitu kuesioner Teacher’s Sense

of Efficay Scale (TSOES) dari Tschannen-Moran dan Woolfolk Hoy yang diterjemahkan oleh peneliti, serta kuesioner Sumber-sumber Self-efficacy yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori Bandura. Pengujian validitas kedua kuesioner tersebut menggunakan Pearson Correlation dan uji reliabilitas menggunakan Alfa Cronbach, diperoleh 23 item valid untuk kuesioner TSOES dengan reliabilitas 0,951, dan 47 item valid untuk kuesioner Sumber-sumber Self-efficacy dengan reliabilitas 0,949.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan teknik regresi linear sederhana dan regresi linear berganda dengan menggunakan program SPSS 23 for windows. Hasil yang diperoleh adalah keempat sumber self-efficacy secara bersama-sama memberikan kontribusi yang signifikan sebesar 35,9% terhadap teacher self-efficacy. Akan tetapi apabila dilihat secara terspisah, tidak terdapat kontribusi yang signifikan dari masing-masing sumber self-efficacy terhadap teacher self-efficacy pada guru SDN “X”,

(2)

ABSTRACT

The purpose of this research was to determine the contribution of the sources of self-efficacy to teacher self-efficacy in teachers of SDN “X” in Bandung City. This research is using the purposive sampling method with a total respondents are 43 teachers.

Measuring instruments consisted of two questionnaires, The Teacher’s Sense of Efficacy Scale (TSOES) by Tschannen-Moran and Woolfolk-Hoy that translated by the researcher as well as the Sources of Self-efficacy questionnaires constructed by the researcher based on Bandura’s theory. The validity of the measuring instruments using the Pearson Correlation test and the reliability test using Cronbach Alpha, obtained 23 items of TSOES valid with a reliability 0,951 and 47 items of Sources of Self-efficacy questionnaires valid with a reliability 0,949.

The data obtained in this research was processed using simple linear regression techniques and multiple linear regression in SPSS 23 for windows. The result is the four sources of self-efficacy simultaneously providing a significant contribution to self-efficacy of 35,9%. Then, when being processed one by one, each of the sources of self-efficacy didn’t contribute significantly to teacher self-efficacy in teachers of SDN “X”.

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 11

1.3.1 Maksud Penelitian ... 11

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Kegunaan Penelitian ... 12

1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 12

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 12

1.5 Kerangka Pikir ... 12

1.6 Asumsi Penelitian ... 17

1.7 Hipotesis Penelitian ... 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 20

(4)

2.1.1 Pengertian Self-efficacy ... 20

2.1.2 Sumber-sumber Self-efficacy ... 21

2.1.2.1 Mastery Experiences ... 21

2.1.2.2 Vicarious Experiences ... 22

2.1.2.3 Verbal Persuasion ... 22

2.1.2.4 Physiological and Emotional State ... 23

2.1.3 Proses-proses Self-efficacy ... 23

2.1.3.1 Proses Kognitif ... 23

2.1.3.2 Proses Motivasional ... 24

2.1.3.3 Proses Afektif ... 25

2.1.3.4 Proses Seleksi ... 26

2.2 Teacher Self-efficacy ... 26

2.2.1 Pengertian Teacher Self-efficacy ... 26

2.2.2 Dimensi Teacher Self-efficacy ... 27

2.2.2.1 Efficacy in Student Engagement ... 27

2.2.2.2 Efficacy in Instructional Strategies ... 27

2.2.2.3 Efficacy in Classroom Management ... 28

2.3 Psikologi Pendidikan ... 28

2.4 Pendidikan Sekolah Dasar ... 30

2.4.1 Pendidikan ... 30

2.4.2 Guru ... 30

2.4.2.1 Kompetensi Guru ... 31

2.5 Tahap Perkembangan Masa Dewasa ... 32

2.5.1 Masa Dewasa Awal ... 32

2.5.2 Masa Dewasa Madya ... 33

2.6 Perkembangan Kognitif ... 34

(5)

2.4.2 Peranan Teori Piaget dalam Pendidikan ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 39

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 39

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 40

3.3.1 Variabel Penelitian ... 40

3.3.2 Definisi Konseptual ... 40

3.3.2.1 Definisi Konseptual Sumber-sumber Self-efficacy ... 40

3.3.2.2 Definisi Konseptual Teacher Self-efficacy ... 40

3.3.3 Definisi Operasional ... 41

3.3.3.1 Definisi Operasinal Sumber-sumber Self-efficacy ... 41

3.3.3.2 Definisi Operasional Teacher Self-efficacy ... 42

3.4 Alat Ukur ... 42

3.4.1 Alat Ukur Sumber-sumber Self-efficacy ... 42

3.4.2 Alat Ukur Teacher Self-efficacy ... 44

3.4.3 Data Pribadi ... 45

3.4.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 45

3.4.4.1 Validitas Alat Ukur ... 45

3.4.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 46

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 47

3.5.1 Populasi Sasaran ... 47

3.5.2 Karakteristik Sampel ... 47

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 47

3.6 Teknik Analisis Data ... 47

3.7 Hipotesis Statistik ... 49

3.7.1 Hipotesis Mayor ... 49

(6)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1 Gambaran Responden Penelitian ... 52

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 52

4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Mengajar ... 53

4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Mata Pelajaran yang Diajar ... 53

4.2 Hasil Penelitian ... 54

4.2.1 Gambaran Derajat Teacher Self-efficacy ... 54

4.2.2 Gambaran Derajat Sumber-sumber Self-efficacy ... 55

4.2.3 Kontribusi Sumber Self-efficacy terhadap Teacher Self-efficacy ... 56

4.2.4 Uji Hipotesis ... 57

4.2.4.1 Hipotesis Mayor ... 57

4.2.4.2 Hipotesis Minor ... 58

4.3 Pembahasan ... 61

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1 Simpulan ... 69

5.2 Saran ... 70

5.2.1 Saran Teoretis ... 70

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Sumber-sumber Self-efficacy 42 Tabel 3.2 Skoring Alat Ukur Sumber-sumber Self-efficacy 44 Tabel 3.3 Kisi-kisi Alat Ukur Teacher Self-efficacy 44

Tabel 3.4 Kriteria Derajat Teacher Self-efficacy 45

Tabel 3.5 Kriteria Validitas dari Friedenberg 46

Tabel 3.6 Kriteria Reliabilitas dari Guilford 46

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 52

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia 52

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Mengajar 53 Tabel 4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Mata Pelajaran yang diajar 53 Tabel 4.5 Derajat Teacher Self-efficacy Guru SDN “X” 54

Tabel 4.6 Hasil Aspek Teacher Self-efficacy 54

Tabel 4.7 Derajat Sumber-sumber Self-efficacy Guru SDN “X” 55 Tabel 4.8 Kontribusi Sumber Self-efficacy terhadap Teacher Self-efficacy 56 Tabel 4.9 Kontribusi Keempat Sumber terhadap Teacher Self-efficacy 56 Tabel 4.10 Uji F Sumber Self-efficacy terhadap Teacher Self-efficacy 57 Tabel 4.11 Uji t Sumber Mastery Experiences terhadap Teacher Self-efficacy 58 Tabel 4.12 Uji t Sumber Vicarious Experiences terhadap Teacher Self-efficacy 59 Tabel 4.13 Uji t Sumber Verbal Persuasion terhadap Teacher Self-efficacy 60 Tabel 4.14 Uji t Sumber Physiological and Emotional State terhadap Teacher Self-efficacy

(8)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pikir 17

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Pengambilan Data... L-1 Lampiran 2 Data Mentah TSOES ... L11 Lampiran 3 Data Mentah Sumber Mastery Experiences ... L12 Lampiran 4 Data Mentah Sumber Vicarious Experiences ... L13 Lampiran 5 Data Mentah Sumber Verbal Persuasion ... L14 Lampiran 6 Data Mentah Sumber Physiological and Emotional State... L15 Lampiran 7 Hasil Pengujian Validitas Alat Ukur ... L16 Lampiran 8 Hasil Pengujian Reliabilitas Alat Ukur ... L18 Lampiran 9 Hasil Pengolahan Analisis Regresi Linear Berganda ... L19 Lampiran 10 Pengujian Hipotesis ... L-24 Lampiran 11 Uji Asumsi Klasik ... L-28 Lampiran 12 Distribusi Frekuensi Teacher Self-efficacy Guru SDN “X” ... L-30 Lampiran 13 Gambaran Sumber-sumber Self-efficacy Guru SDN “X” ... L31

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya MEA di tahun 2016 dimana orang-orang dengan kewarganegaraan asing dapat bekerja di

Indonesia. Hal ini menyebabkan persaingan dalam mencari pekerjaan akan semakin meningkat. Agar sumber daya manusia Indonesia dapat bertahan dalam menghadapi persaingan tersebut, maka bangsa Indonesia perlu memersiapkan para penerus bangsa yang

handal dan berkualitas agar dapat bersaing dan memajukan bangsa Indonesia. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan.

Saat ini kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong kurang jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Berdasarkan hasil survey World Competitiveness Year Book pada tahun

2007 pendidikan Indonesia berada dalam urutan ke 53 dari 55 negara (http://e-journal.uajy.ac.id/2353/2/1TA11981.pdf, diakses tanggal 10 Oktober 2016). Apabila pendidikan di Indonesia tidak ditingkatkan, maka bangsa Indonesia menjadi kurang unggul

saat bersaing dengan tenaga kerja asing.

Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kegiatan pembelajaran di sekolah dengan tujuan agar siswa dapat mengembangkan dan mengoptimalkan potensinya secara aktif, agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya dan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara (http://sdm.data.kemdikbud.go.id/SNP/dokumen/undang-undang-no-20-tentang-sisdiknas.pdf, diakses tanggal 3 Mei 2016). Pendidikan diharapkan

(11)

2

Sejak tahun 2009, Indonesia telah mencanangkan wajib belajar 9 tahun, dimana

setiap siswa wajib mengikuti 6 tahun pendidikan Sekolah Dasar (SD) lalu dilanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) selama 3 tahun. Hal ini ditujukan agar setiap anak mendapatkan pendidikan yang sama dan dapat mengembangkan potensi-potensi yang

mereka miliki. Selain itu, pemerintah juga menyediakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membantu setiap keluarga yang kurang mampu agar dapat menyekolahkan

anak-anak mereka dan anak-anak dengan ekonomi lemah tetap dapat menerima pendidikan di sekolah. Dana BOS ini diberikan untuk pendidikan SD dan SMP, dan salah satu sekolah yang menyediakan dana BOS adalah SDN “X” di Kota Bandung.

Pendidikan SD menjadi pendidikan pertama yang wajib dilalui oleh setiap anak sebelum mereka dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya yang harus dilewati

saat berusia 6-12 tahun. Pada pendidikan SD tidak ada sistem seleksi atau ujian saringan masuk bagi para siswa, sesuai dengan Peraturan Pemerintah no. 17 tahun 2010 pasal 69 dan

pasal 70 bahwa untuk masuk SD atau sederajat tidak didasarkan pada tes baca, tulis, hitung atau tes lainnya. Tidak ada alasan bagi penyelenggara pendidikan tingkat sekolah dasar (SD) atau sederajat untuk menggelar tes masuk bagi calon siswa. Tahap ini dapat dikatakan

sebagai dasar pembentukan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ketiganya merupakan landasan dari pendidikan yang utama

(https://disdik.bekasikab.go.id/berita-pentingnya-pendidikan-sekolah-dasar.html diakses tanggal 10 Agustus 2016).

Oleh karena tidak adanya seleksi dalam penerimaan siswa SDN, menyebabkan siswa siswi SDN ini berasal dari latar belakang keluarga yang beragam dan tingkat ekonomi yang

(12)

3

Hal ini menambah tuntutan pada guru SDN “X” karena keragaman kemampuan siswa

tersebut menuntut guru untuk dapat menentukan sistem pengajaran yang efektif untuk diterapkan pada siswa-siswa tersebut sesuai dengan karakteristik dan kemampuan tiap siswa. Pada tingkat SD, terjadi pembentukan fondasi kemampuan berpikir dan kemampuan

siswa untuk dapat menjalankan kehidupan sehari-harinya dan sebagai pengetahuan untuk jenjang pendidikan selanjutnya. Siswa SD dilatih untuk dapat memiliki sikap yang

sebaik-baiknya dan dapat bersosialisasi dalam lingkungan. Pendidikan SD sebagai dasar pendidikan harus benar-benar dapat dipahami oleh setiap siswa agar mereka dapat menjalankan kehidupan keseharian mereka dengan memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang

lebih baik. Siswa SD juga masih sering bermain dan sulit untuk diam. Mereka banyak mencoba hal-hal baru dan pengaruh dari teman sebaya cukup besar (Sugiyanto, 2011). Saat

ini kasus mengenai kenakalan pada siswa SD seperti merokok, perkelahian, kriminalitas, dan bahkan kekerasan seksual sudah mulai banyak terjadi. Apabila hal ini tidak ditindaklanjuti,

maka permasalahan tersebut dapat terus berkembang dan pada akhirnya menurunkan kualitas pribadi anak-anak bangsa Indonesia ini.

Dalam menentukan kualitas pendidikan di sekolah, terdapat pihak-pihak yang

berperan penting, seperti kurikulum sekolah, guru, siswa, dan orangtua, tetapi dalam hal ini guru merupakan pribadi kunci di dalam proses pembelajaran di dalam kelas (Hamalik,

1990). Guru berperan paling besar dalam proses belajar siswanya karena guru yang paling banyak berinteraksi langsung dengan para siswa, dibandingkan dengan pihak lain di dalam sekolah. Oleh karena itu, kemampuan dan keterampilan guru dalam mengajar menjadi hal

yang penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Seberapa pun baiknya sistem sekolah, kurikulum yang digunakan, serta sarana dan prasarana sekolah, apabila tidak didukung oleh kualitas guru, maka tidak akan mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan

(13)

4

Guru SD memiliki berbagai tuntutan dalam memberikan pendidikan kepada siswa,

dimana para siswa SD masih membutuhkan bimbingan yang intens dan perlu pengawasan terus menerus agar memeroleh pengetahuan dan keterampilan yang mendasar sebagai bekal pengetahuan di jenjang pendidikan berikutnya. Misalnya cara siswa bersikap saat meminta

izin ke toilet, atau saat siswa berinteraksi dan bekerja sama dengan siswa lain, atau pengetahuan dan keterampilan untuk menjaga lingkungan sekolah. Oleh karena itu guru

diharapkan mampu membuat metode pengajaran yang efektif agar siswa dapat mengikuti proses pembelajaran di sekolah dengan baik. Proses belajar yang efektif dalam pendidikan SD yaitu melalui contoh nyata, dimana guru-guru SD diharapkan untuk selalu memberikan

contoh aplikasi nyata setiap kali menyampaikan materi belajar, seperti yang dilakukan di SDN “X” yaitu kegiatan studi lapangan ke museum atau ke kebun binatang untuk

menerapkan secara langsung teori yang sudah diajarkan di sekolah.

Jadi proses belajar yang terintegrasi diperlukan saat mengajar siswa di jenjang SD

ini. Setiap materi baru, sebaiknya dihubungkan dengan materi yang sudah pernah diajarkan sebelumnya, atau dihubungkan dengan kejadian nyata agar siswa dapat lebih mudah mengingat dan memahami materi pelajaran. Oleh karena itu, peran guru SD menjadi begitu

penting terhadap efektivitas proses belajar pada siswa SD. Keterampilan mengajar guru perlu disesuaikan dengan tingkat intelektual dan proses kognitif siswa SD yang masih di tahap

konkrit operasional (Piaget, 1977 dalam Santrock, 2004).

Pada pendidikan SD, masih banyak orangtua yang melakukan intervensi atau turut campur dalam pendidikan anak-anak mereka. Berdasarkan hasil wawancara dengan dua

(14)

5

seorang dosen atau orang-orang berpangkat tinggi. Mereka cukup memahami dunia

pendidikan dan sangat kritis dengan pendidikan anak-anak mereka. Seringkali sekolah menerima berbagai keluhan dan tuntutan dari orangtua murid agar anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan peraturan pemerintah atau undang-undang

mengenai pendidikan di sekolah dasar. Selain itu, karena siswa SD masih perlu diperhatikan secara intens, ada guru yang pernah menerima teguran dari orangtua murid ketika ia tidak

menjaga muridnya di dalam kelas saat jam istirahat. Hal ini menyebabkan guru-guru di Sekolah SDN “X” dituntut untuk memenuhi harapan dan tuntutan para orangtua murid agar dapat menjaga kualitas dan nama baik dari sekolah.

Mengemban peran dan tanggung jawab sebagai guru bukanlah hal yang mudah, bahkan dapat dikatakan sulit. Ditambah lagi, jika sekolah tempat guru mengajar adalah

sekolah yang terkenal baik oleh masyarakat. Besarnya tuntutan yang diterima dalam pekerjaannya memengaruhi apakah guru yakin dengan kemampuannya atau tidak, apakah ia

merasa kemampuannya sudah cukup baik untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut atau tidak, seberapa mampu guru-guru dapat menahan stress saat menghadapi masalah dalam pekerjaannya, dan apa tindakan yang akan ia lakukan saat sedang menghadapi masalah

terkait dengan pekerjaannya sebagai guru. Hal tersebut merupakan aspek dari tingkat keyakinan diri atau yang disebut sebagai self-efficacy.

Self-efficacy bukanlah konsep global yang menggambarkan keyakinan guru terhadap

keseluruhan kemampuan yang ia miliki, tetapi hanya mengarah pada konteks atau tugas tertentu (Bandura, 1997). Guru yang memiliki keyakinan diri yang tinggi terhadap

kemampuannya sebagai guru, menunjukkan kinerja yang lebih baik dan lebih mampu membimbing siswanya dalam belajar. Jadi dalam hal ini self-efficacy yang dimiliki para guru mengacu pada keyakinan guru akan kemampuannya mengajar sebagai guru untuk

(15)

6

menurut Tschannen-Moran dan Woolfolk-Hoy (2001) adalah tingkat keyakinan guru tentang

kemampuannya untuk membuat siswa memperoleh hasil yang sesuai dengan harapannya, bahkan pada siswa yang mengalami kesulitan atau yang kurang termotivasi dalam belajar. Guru SDN “X” dengan self-efficacy yang tinggi lebih dapat menjalin relasi personal yang

baik dengan siswa, mampu menyampaikan materi di dalam kelas, dan lebih mampu mengelola kelas dengan baik. Ketiga hal di atas merupakan aspek-aspek di dalam teacher

self-efficacy pada guru SDN “X”.

Aspek pertama yaitu efficacy in student engagement, merujuk kepada bagaimana guru SDN “X” berinteraksi dengan siswa, memotivasi dan membimbing mereka dalam

belajar. Aspek kedua yaitu efficacy in instructional strategies, merujuk kepada metode pengajaran yang diterapkan oleh guru SDN “X” di dalam kelas. Aspek ketiga yaitu efficacy

in classroom management, yaitu bagaimana guru SDN “X” mengelola kelas yang ia ajar,

bagaimana guru SDN “X” menciptakan suasana kelas yang tertib dengan siswa yang mau

mengikuti aturan yang telah disepakati di dalam kelas. Ketiga aspek tersebut terakumulasi dan menentukan tingkat self-efficacy guru SDN “X”. Self-efficacy guru SDN “X” memiliki

tingkat yang berbeda-beda dan berasal dari beragam sumber yang berbeda-beda pula. Salah satu guru SDN “X” mengatakan bahwa yang tersulit dalam mengajar adalah untuk

memotivasi siswa yang kurang bersemangat dalam belajar. Ia mengaku masih belum

menemukan cara efektif untuk mengajak siswa yang pasif dan pendiam tersebut untuk mau antusias memperhatikannya saat belajar di dalam kelas. Terkadang saat ia harus menghadapi siswa yang pasif saat belajar, guru tersebut merasa kurang yakin diri dapat menangani siswa

tersebut, ia biasanya akan meminta saran atau bantuan dari rekan gurunya mengenai cara yang harus dilakukan bila menangani siswa yang pasif dalam belajar. Setelah ia mendapatkan saran dari guru lain, maka hal tersebut dapat ia coba terapkan kepada siswa

(16)

7

lebih yakin saat membimbing siswa tersebut dikemudian hari.

Dalam proses belajar mengajar, guru dituntut untuk yakin dan mantap saat membimbing siswa, menyampaikan materi pembelajaran, ataupun mengatur suasana kelas agar siswa pun merasakan proses belajar yang lebih kondusif. Oleh karena itu, tingkat

keyakinan diri yang dimiliki guru (teacher self-efficacy) ini merupakan hal yang esensial untuk dimiliki oleh para guru. Seperti yang sebelumnya diceritakan oleh salah satu guru SDN “X”, saat guru terlihat ragu-ragu ketika sedang menyampaikan materi pembelajaran di

kelas atau membimbing siswa yang pasif tersebut, maka siswa juga menjadi tidak yakin dengan materi pembelajaran yang disampaikan oleh gurunya, dan akhirnya siswa kesulitan

saat mencoba belajar dan memahami materi yang disampaikan.

Sejalan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan (Shaukat & Iqbal, 2012),

dikatakan bahwa keyakinan guru terhadap kemampuannya berkaitan dengan prestasi siswa, motivasi siswa dalam belajar, ketekunan dan kegigihan siswa dalam menghadapi hambatan

saat belajar, dan keyakinan siswa akan kemampuannya sendiri. Hal ini dikarenakan

self-efficacy mendasari pengetahuan dan keterampilan profesional yang dimiliki guru (Gavora,

2010). Guru dengan tingkat teacher self-efficacy yang tinggi lebih mampu menggunakan

potensi dan keterampilannya dalam menyampaikan materi di dalam kelas, menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam proses mengajarnya, mengembangkan ide-ide terkait

metode pengajaran di kelas yang sesuai dengan kebutuhan siswa, dan bagaimana ketahanan dan usahanya saat menemukan kesulitan dalam menghadapi siswa yang kurang termotivasi atau mengalami hambatan belajar, dan mengatur kelasnya dengan lebih efektif.

Menurut Bandura (1997), tingkat teacher self-efficacy dapat diperoleh melalui salah satu atau keempat sumber self-efficacy, yaitu mastery experiences, vicarious experiences,

verbal persuasion, dan physiological and emotional state. Sumber-sumber ini memengaruhi

(17)

8

seorang guru SDN “X”. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada 8 orang guru,

7 diantaranya (87,5%) menyatakan bahwa dengan beragam tuntutan yang diberikan, mereka cukup yakin bahwa mereka mampu menjalankan tugas-tugasnya dengan baik, yaitu menyampaikan materi di dalam kelas, mengatur kelas, dan berinteraksi secara personal

dengan siswa.

Sedangkan 1 guru lainnya (12,5%) menyatakan bahwa ia merasa kurang yakin

dengan kemampuanya dalam menyampaikan materi di kelas karena banyak siswa di kelas yang mengatakan bahwa mereka kurang memahami penjelasannya, atau sekedar diam dengan ekspresi bingung. Sehingga terlihat bahwa guru tersebut memiliki tingkat keyakinan

diri yang lebih rendah daripada guru-guru yang lain. Meskipun demikian, saat para siswa menyatakan bahwa mereka memahami penjelasannya, misalnya dengan menyerukan “Ooohh” secara serempak sambil menganggukkan kepalanya, guru tersebut merasa lega dan

bangga dapat membuat para siswa menjadi lebih paham, dan membuatnya merasa bahwa

ternyata ia mampu memberikan penjelasan kepada para siswa. Hal ini menunjukkan guru tersebut mendapatkan keyakinan dirinya berasal dari sumber verbal persuasion, yaitu ungkapan verbal dalam bentuk pujian atau kritikan yang disampaikan dari lingkungan.

Jadi berdasarkan wawancara tersebut, kedelapan guru SDN “X” tersebut memeroleh

keyakinan dirinya berasal dari berbagai sumber. Sumber-sumber tersebut tidak dialami secara satu per satu oleh guru SDN “X” tetapi ada guru yang mendapatkan keyakinan dirinya

berasal dari beberapa sumber self-efficacy. 5 dari 8 guru SDN “X” (62,5%) mendapatkan keyakinan dirinya berasal dari sumber verbal persuasion. Mereka mengaku pernah

mendapatkan pujian dari murid-murid, rekan guru lain, kepala sekolah, orangtua murid, atau pihak lain mengenai kinerjanya sebagai guru. Hal ini dapat membuat guru SDN “X” lebih yakin akan kemampuan yang ia miliki karena pujian tersebut meningkatkan tingkat teacher

(18)

9

guru mata kuliah komputer di SDN “X” setelah ia memberikan penjelasan sambil

mencontohkan cara mengerjakan tugas tersebut kepada siswanya. Guru tersebut merasa siswa tersebut memperhatikannya dengan antusias, dan dengan begitu ia merasa lebih percaya diri bahwa siswa tersebut akan lebih mudah menerima dan memahami materi yang

ia ajarkan.

Selain itu, 3 dari 8 guru SDN “X” (37,5%) memperoleh keyakinan dirinya dalam

mengajar berasal dari sumber physiological and emotional state. Mereka menyatakan bahwa mereka paling kesulitan mengajar apabila sedang dalam suasana hati yang kurang baik. Apabila ia sedang mengalami masalah di rumah, ia terus terpikir dengan masalah tersebut

dan akibatnya ia menjadi kurang bersemangat dalam mengajar dan kurang maksimal dalam menyampaikan materi. Begitu pula saat kelas yang sedang diajar kurang kondusif, ada siswa

yang kurang memperhatikan dan ribut, guru menjadi kesal dan marah, sehingga harus berusaha lebih untuk menenangkan kelas dan membuat para siswa kembali berkonsentrasi

supaya bisa menerima pelajaran. Sumber physiological and emotional state merupakan penghayatan tentang kondisi fisik atau emosi yang dirasakan saat melaksanakan suatu aktivitas tertentu, yang dalam hal ini adalah kegiatan mengajar.

Guru SDN “X” yang menilai bahwa tubuhnya cukup sehat, berenergi, dan memiliki

konsentrasi yang baru membuat guru SDN “X” merasa mampu bekerja dengan optimal.

Mereka cenderung menilai bahwa ia memiliki kemampuan dalam mengajar, dan hal ini meningkatkan self-efficacy-nya. Sebaliknya, guru SDN “X” yang merasa bahwa tubuhnya lemah, kurang mampu berkonsentrasi, dan kurang memiliki energi untuk mengajar

(19)

10

cenderung merasa yakin bahwa ia akan dapat mengatasinya dan tetap menjalankan

pekerjaannya sebagai guru dengan efektif. Sedangkan guru SDN “X” yang mudah mengalami stress saat menghadapi hambatan, sering berpikir negatif, dan merasa diri tidak mampu, cenderung menurunkan tingkat self-efficacy-nya dan merasa kurang yakin saat

melaksanakan tugasnya sebagai guru.

Lalu 2 dari 8 guru (25%) memeroleh keyakinan dirinya berasal dari sumber vicarious

experiences. Mereka menyatakan bahwa apabila ada rekan guru yang berhasil membimbing

beberapa siswa sampai menjuarai suatu olimpiade, mereka merasa bahwa mereka juga dapat melakukan hal tersebut dan tertantang untuk mencobanya. Guru SDN “X” yang melihat

rekan guru lain mampu mengatasi hambatan atau mencapai keberhasilan tertentu, dapat memengaruhi keyakinannya, bahwa ia pun dapat melakukan hal yang serupa dan mencapai

prestasi, hal ini meningkatkan self-efficacy-nya. Seperti yang dilakukan oleh guru-guru di SDN “X” melalui pertemuan guru-guru yang dilakukan minimal sekali dalam seminggu untuk membahas permasalahan yang mereka alami selama mengajar. Guru-guru SDN “X”

akan saling memberikan masukan untuk membantu rekan-rekannya yang kesulitan, dan membagikan pengalamannya dalam memecahkan masalah serupa. Hal ini membuat guru SDN “X” lainnya merasa yakin bahwa ia juga dapat melakukan hal tersebut untuk berusaha

mengatasi permasalahan dalam mengajar yang sedang ia alami. Selain itu guru SDN “X”

juga dapat memperhatikan kinerja rekan guru lain, seperti cara pengajaran yang efektif sehingga ia menjadi lebih yakin juga saat menerapkan cara pengajaran tersebut di dalam kelasnya.

Selain itu, 2 dari 8 guru (25%) memeroleh keyakinan dirinya sebagai guru berasal dari sumber mastery experiences. Guru SDN “X” yang pernah membimbing siswa sehingga berhasil mengikuti olimpiade sains menyatakan bahwa hal tersebut membanggakan dirinya

(20)

11

hal mengajar dan membimbing siswa. Meskipun demikian, ada juga 1 guru lainnya (12,5%)

yang juga pernah membimbing siswa mengikuti olimpiade tetapi tidak merasa bangga dengan kemampuannya. Ia menyatakan bahwa hal tersebut adalah hal yang biasa dicapai oleh SDN “X”, karena SDN “X” memang adalah sekolah favorit dan tergolong sekolah

unggulan dengan akreditasi A.

Sumber mastery experiences ini berasal dari pengalaman keberhasilan atau kegagalan yang pernah dialami oleh guru SDN “X”. Guru SDN “X” yang pernah berhasil mengatasi

kesulitannya atau menghadapi tantangan sebagai guru SDN “X” akan meningkatkan self-efficacy-nya, dibandingkan dengan guru SDN “X” yang belum pernah mengalami

keberhasilan sebelumnya. Seperti guru SDN “X” yang pernah membimbing salah satu siswa

untuk mengikuti perlombaan tingkat provinsi, dan akhirnya siswa tersebut berhasil meraih

juara satu. Hal ini menyebabkan guru tersebut merasa bangga dengan dirinya dan lebih merasa yakin bahwa ia memiliki kemampuan dalam mengajar siswanya.

Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa teacher self-efficacy guru di SDN “X” berasal dari sumber-sumber yang beragam dan memiliki derajat yang berbeda-beda. Melihat pentingnya teacher self-efficacy dalam bagi proses mengajar guru di sekolah, maka perlu

diketahui sumber mana yang sebenarnya berperan paling besar terhadap teacher self-efficacy agar hal ini dapat digunakan untuk meningkatkan teacher self-efficacy yang dimiliki oleh guru SDN “X”. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti tentang kontribusi sumber-sumber

dari self-efficacy terhadap teacher self-efficacy pada guru di SDN “X” di Kota Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini, ingin diketahui kontribusi sumber-sumber self-efficacy terhadap

(21)

12

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk mengetahui bagaimana kontribusi dari mastery experiences, vicarious

experiences, verbal persuasion, dan physiological and emotional state terhadap teacher

self-efficacy pada guru SDN “X” di Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh data dan gambaran mengenai sumber-sumber self-efficacy, yaitu

mastery experiences, vicarious experiences, verbal persuasion, dan physiological and

emotional state, serta data dan gambaran mengenai teacher self-efficacy yang dilihat dari

tiga aspek, yaitu efficacy in student engagement, efficacy in instructional strategies, dan

efficacy in classroom management pada guru SDN “X” di Kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

1. Memberikan informasi bagi Ilmu Psikologi, khususnya di bidang Psikologi

Pendidikan mengenai kontribusi dari keempat sumber self-efficacy terhadap teacher

self-efficacy terhadap self-efficacy pada guru SDN.

2. Memberikan informasi tambahan bagi peneliti lain yang tertarik untuk melakukan

penelitian tentang teacher self-efficacy, seperti penelitian terhadap guru-guru di jenjang pendidikan SMP, SMA, atau para dosen di Perguruan Tinggi, atau bagi

(22)

13

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Bagi subjek penelitian, agar mengetahui bagaimana self-efficacy yang mereka miliki

sebagai seorang guru di SDN “X” dan mengetahui faktor yang memengaruhi tingkat

efficacy mereka sebagai seorang guru, supaya mereka dapat melakukan

self-improvement pada saat menjalankan profesinya sebagai seorang guru.

2. Bagi SDN “X”, untuk mengetahui tingkat self-efficacy yang dimiliki guru-guru, dan

sumber-sumber yang paling memengaruhi tingkat self-efficacy para guru. Hal ini dapat berguna agar dapat menentukan tindakan yang efektif untuk membantu guru agar menjadi lebih yakin dalam mengajar atau menjalankan tugasnya sebagai guru.

1.5 Kerangka Pikir

Guru merupakan pribadi kunci dalam proses pembelajaran siswa di sekolah (Hamalik, 1990). Beratnya tantangan yang dimiliki guru SDN menyebabkan guru SDN

diharapkan memiliki kemampuan untuk dapat menghadapi tantangan tersebut dan melaksanakan proses pembelajaran yang efektif bagi para siswa. SDN “X” yang sudah terkenal sebagai sekolah terbaik di Kota Bandung menyebabkan guru SDN “X” diharapkan

untuk mampu meningkatkan kemampuannya untuk mengajar.

Namun hal yang terpenting bukan hanya kemampuan guru SDN “X”, tetapi semua berawal dari proses kognitif, dimana guru SDN “X” perlu menilai terlebih dahulu bagaimana

kemampuan yang ia miliki. Penilaian ini menentukan seberapa besar keyakinan yang dimiliki guru SDN “X” akan kemampuannya. Keyakinan ini disebut sebagai self-efficacy.

Menurut Bandura (1997), self-efficacy adalah keyakinan individu akan kemampuan yang ia miliki, untuk memutuskan tindakan apa yang akan ia lakukan untuk mencapai hasil tertentu. Dalam hal ini, self-efficacy terukur pada ranah tertentu yang spesifik. Tingkat self-efficacy

(23)

14

untuk kasus ini, self-efficacy yang hendak diukur adalah self-efficacy sebagai guru, atau yang

disebut sebagai teacher self-efficacy yang dikembangkan oleh Tschannen-Moran dan Woolfolk-Hoy (2001).

Teacher self-efficacy merupakan keyakinan guru SDN “X” tentang kemampuannya

untuk mencapai tujuan dan hasil yang sesuai dengan harapannya sebagai seorang guru.

Teacher self-efficacy pada guru SDN “X” dapat terlihat melalui tiga aspek, yaitu keyakinan

terhadap kemampuannya menyampaikan atau menginstruksikan materi pelajaran dengan cara yang efektif, keyakinannya dalam membimbing dan memotivasi siswa secara personal, dan keyakinannya dalam menerapkan disiplin dan membuat aturan di kelasnya. Tinggi atau

rendahnya self-efficacy yang dimiliki guru SDN “X” berasal dari empat sumber, yaitu

mastery experiences, vicarious experiences, verbal persuasion, dan physiological and

emotional state.

Pertama, mastery experiences adalah keberhasilan atau prestasi yang pernah dicapai

oleh guru SDN “X” di masa lalu yang berkaitan dengan tugasnya sebagai guru, dapat meningkatkan tingkat teacher self-efficacy yang dimiliki oleh guru SDN “X”. Hal ini menyebabkan guru menjadi lebih yakin bahwa ia dapat menyampaikan atau

menginstruksikan materi pelajaran dengan cara yang efektif, lebih yakin dapat membimbing dan memotivasi siswa secara personal, dan yakin dapat menerapkan disiplin dan membuat

aturan di kelasnya. Sebaliknya, kegagalan yang dialami guru SDN “X” di masa lalu dapat menurunkan tingkat teacher self-efficacy yang dimiliki oleh guru SDN “X”, dimana mereka menjadi kurang yakin bahwa ia dapat menyampaikan atau menginstruksikan materi pelajaran

dengan cara yang efektif, atau kurang yakin dapat membimbing dan memotivasi siswa secara personal, atau kurang yakin dapat menerapkan disiplin atau membuat aturan di dalam kelasnya.

(24)

15

atau keberhasilan yang diraih oleh rekan guru lain di SDN “X”. Saat guru SDN “X” melihat

ada rekannya yang berhasil memeroleh prestasi atau pencapaian tertentu dalam menjalankan pekerjaannya sebagai guru, hal tersebut dapat meningkatkan teacher self-efficacy-nya. Guru SDN “X” menjadi lebih yakin bahwa ia dapat menyampaikan atau menginstruksikan materi

pelajaran dengan cara yang efektif, lebih yakin dapat membimbing dan memotivasi siswa secara personal, dan yakin dapat menerapkan disiplin dan membuat aturan di kelasnya.

Akan tetapi sebaliknya, jika guru di SDN “X” melihat ada rekan kerjanya yang tidak

berhasil atau justru gagal dalam melakukan pekerjaannya sebagai guru maka hal ini menurunkan tingkat teacher self-efficacy yang dimiliki oleh guru SDN “X”. Guru SDN “X”

menjadi kurang yakin bahwa ia dapat menyampaikan atau menginstruksikan materi pelajaran dengan cara yang efektif, atau kurang yakin dapat membimbing dan memotivasi siswa

secara personal, atau kurang yakin dapat menerapkan disiplin atau membuat aturan di dalam kelasnya.

Ketiga verbal persuasion, yaitu ungkapan persuasi secara verbal, dapat berupa hal positif, seperti dukungan dan pujian, atau hal negatif, seperti kritik atau keluhan yang diperoleh guru SDN “X” mengenai kemampuannya. Ungkapan ini dapat berasal dari siswa, rekan guru lain, kepala sekolah, maupun orangtua siswa, atas kinerja guru SDN “X”. Guru

SDN “X” yang menerima ungkapan positif mengenai kinerjanya akan meningkatkan tingkat

teacher self-efficacy-nya. Guru SDN “X” menjadi lebih yakin bahwa ia dapat menyampaikan

atau menginstruksikan materi pelajaran dengan cara yang efektif, lebih yakin dapat membimbing dan memotivasi siswa secara personal, dan yakin dapat menerapkan disiplin

dan membuat aturan di kelasnya.

(25)

16

menyampaikan atau menginstruksikan materi pelajaran dengan cara yang efektif, atau

kurang yakin dapat membimbing dan memotivasi siswa secara personal, atau kurang yakin dapat menerapkan disiplin atau membuat aturan di dalam kelasnya.

Keempat physiological and emotional state, yaitu kondisi fisik dan penghayatan

emosi guru SDN “X” terkait dengan pekerjaannya. Guru SDN “X” yang memiliki kondisi fisik yang optimal dan penghayatan emosi yang positif, seperti bersemangat saat

menjalankan pekerjaannya sebagai guru, akan meningkatkan tingkat teacher self-efficacy yang mereka miliki, dimana guru SDN “X” menjadi lebih yakin bahwa ia dapat

menyampaikan atau menginstruksikan materi pelajaran dengan cara yang efektif, lebih yakin

dapat membimbing dan memotivasi siswa secara personal, dan yakin dapat menerapkan disiplin dan membuat aturan di kelasnya.

Sebaliknya, guru SDN “X” yang memiliki kondisi fisik kurang sehat, atau merasakan

penghayatan emosi yang negatif saat sedang bekerja sebagai guru, dapat menurunkan tingkat

teacher self-efficacy yang dimiliki oleh guru SDN “X” bahwa dirinya mampu menjalankan

pekerjaannya sebagai guru, dimana mereka menjadi kurang yakin bahwa ia dapat menyampaikan atau menginstruksikan materi pelajaran dengan cara yang efektif, atau

kurang yakin dapat membimbing dan memotivasi siswa secara personal, atau kurang yakin dapat menerapkan disiplin atau membuat aturan di dalam kelasnya.

Keempat sumber self-efficacy di atas dapat secara bersama-sama ataupun secara satu per satu mempengaruhi tingkat teacher self-efficacy. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa teacher self-efficacy ini dapat dilihat dari tiga aspek, yang pertama adalah keyakinan guru SDN “X” terhadap kemampuannya menyampaikan atau

(26)

17

depan kelas kepada setiap siswa, seberapa guru SDN “X” yakin bahwa metode pengajaran

yang ia terapkan di dalam kelas akan efektif membuat para siswa memahami materi tersebut. Aspek kedua adalah keyakinan guru SDN “X” dalam membimbing dan memotivasi

siswa secara personal atau yang disebut sebagai efficacy in student engagement. Aspek ini melihat seberapa yakin guru SDN “X” dalam menuntun siswa yang kurang bersemangat atau

kurang termotivasi dalam belajar sehingga siswa tersebut menjadi mau belajar dan menunjukkan perbaikan, sesuai dengan harapan guru SDN “X”. Hal ini berkaitan dengan

bagaimana guru berinteraksi secara personal kepada setiap siswa yang memiliki kesulitan saat belajar.

Aspek ketiga yaitu keyakinan guru SDN “X” dalam menerapkan disiplin dan

membuat aturan di kelasnya atau yang disebut sebagai efficacy in classroom management. Misalnya guru SDN “X” membuat tata tertib, membuat kebiasaan atau rutinitas sehari-hari

di dalam kelas, mengatur posisi duduk siswa, atau membuat jadwal piket. Aspek ini mengukur tentang seberapa yakin guru SDN “X” mampu menyusun kelas yang ia ajar

menjadi kondusif dan cukup mendukung untuk proses belajar mengajar.

Tingkat teacher self-efficacy yang dimiliki guru SDN “X” ini berbeda-beda, ada yang

memiliki tingkat teacher efficacy yang tinggi dan ada yang rendah. Tingkat teacher

self-efficacy ini dapat terukur dari penjumlahan ketiga aspek teacher self-self-efficacy, yaitu self-efficacy

in instructional strategies, efficacy in student engagement, dan efficacy in classroom

management. Jika ada salah satu aspek yang rendah, tetapi pada aspek lain tinggi, maka

tingkat teacher self-efficacy guru SDN “X” ini dapat tetap dikatakan tinggi. Tingkat teacher

self-efficacy juga dapat dipengaruhi oleh kontribusi dari empat faktor self-efficacy sekaligus

(27)

18

Secara lebih ringkas, kerangka pikir ini dapat dilihat melalui bagan berikut ini:

Bagan 1.1 Kerangka Pikir

1.6 Asumsi Penelitian

Ada beberapa asumsi dari penelitian ini, yaitu:

1. Guru SDN “X” memiliki tingkat teacher self-efficacy yang berbeda-beda, dari yang

tinggi hingga rendah.

2. Teacher self-efficacy pada guru SDN “X” terdiri dari tiga aspek, yaitu efficacy in

instructional strategies, efficacy in student engagement, dan efficacy in classroom

management. Ketiga aspek ini menentukkan tingkat teacher self-efficacy pada guru

SDN “X”. Guru SDN “X” di

Kota Bandung Teacher Self-efficay

Mastery

Experiences

Physiological and

Emotional State Vicarious

Experiences

Verbal

Persuasion

Aspek Teacher Self-efficacy:

1. Student engagement

2. Instructional strategies

(28)

19

3. Teacher self-efficacy yang dimiliki oleh guru SDN “X” berasal dari empat sumber,

yaitu mastery experiences, vicarious experiences, verbal persuasion, dan

physiological and emotional state.

4. Keempat sumber self-efficacy menentukan tingkat teacher self-efficacy yang dimiliki oleh guru SDN “X”.

5. Tingkat teacher self-efficacy guru SDN “X” dapat dipengaruhi oleh salah satu atau

beberapa sumber saja, atau kombinasi keempat sumber sekaligus dalam pembentukan

teacher self-efficacy guru di SDN “X”.

1.7 Hipotesis Penelitian

1. Terdapat kontribusi dari keempat sumber self-efficacy terhadap teacher self-efficacy

pada guru SDN “X” di Kota Bandung, dilihat dari aspek efficacy in instructional strategies, efficacy in student engagement, dan efficacy in classroom management.

2. Terdapat kontribusi dari sumber self-efficacy mastery experiences terhadap teacher

self-efficacy pada guru SDN “X” di Kota Bandung, dilihat dari aspek efficacy in

instructional strategies, efficacy in student engagement, dan efficacy in classroom

management.

3. Terdapat kontribusi dari sumber self-efficacy vicarious experiences terhadap teacher

self-efficacy pada guru SDN “X” di Kota Bandung, dilihat dari aspek efficacy in

instructional strategies, efficacy in student engagement, dan efficacy in classroom

management.

4. Terdapat kontribusi dari sumber efficacy verbal persuasion terhadap teacher

self-efficacy pada guru SDN “X” di Kota Bandung, dilihat dari aspek efficacy in

instructional strategies, efficacy in student engagement, dan efficacy in classroom

(29)

20

5. Terdapat kontribusi dari sumber self-efficacy physiological and emotional state

terhadap teacher self-efficacy pada guru SDN “X” di Kota Bandung, dilihat dari aspek efficacy in instructional strategies, efficacy in student engagement, dan

(30)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari pembahasan mengenai kontribusi sumber-sumber self-efficacy, yaitu mastery

experiences, vicarious experiences, verbal persuasion, serta physiological and emotional state

terhadap teacher self-efficacy pada guru SDN “X” di Kota Bandung, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Keempat sumber self-efficacy secara bersama-sama memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap teacher self-efficacy.

2. Sumber mastery experiences memberikan kontribusi yang paling besar terhadap teacher

self-efficacy.

3. Sumber vicarious experiences kurang memberikan kontribusi terhadap teacher

self-efficacy secara umum.

4. Sumber verbal persuasion tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap

teacher self-efficacy secara umum.

5. Sumber physiological and emotional state kurang memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap teacher self-efficacy secara umum.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Saran bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan dari penelitian ini, antara lain:

1. Melakukan penelitian terhadap sampel lain, misalnya guru SMP, SMA, atau kepada dosen,

(31)

68

2. Meneliti secara spesifik mengenai kontribusi dari keempat sumber self-efficacy terhadap

teacher efficacy secara keseluruhan dan juga terhadap tiap-tiap aspek dari teacher

self-efficacy, yaitu student engagement, instructional strategies, dan classroom management.

5.2.2 Saran Praktis

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, berikut ini adalah saran praktis

yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Bagi responden penelitian, yaitu guru-guru SDN “X”, dimana guru-guru SDN “X” sudah cukup memiliki keyakinan diri dalam mengajar di SDN “X”, maka diharapkan dapat

tetap mempertahankan keyakinannya tersebut. Lamanya bekerja sebagai seorang guru di SDN “X” memberikan cukup banyak pengalaman bagi para guru. Oleh karena itu para guru SDN

“X” dapat belajar dari pengalamannya selama bekerja sebagai guru untuk dapat mengatasi

hambatan atau kesulitan di masa mendatang.

Hal ini dapat disampaikan kepada kepala sekolah SDN “X” dengan harapan agar dengan mengetahui hasil penelitian ini dapat membantu kepala sekolah membuat suatu kebijakan atau kegiatan yang bertujuan untuk setidaknya mempertahankan keyakinan diri yang dimiliki oleh guru SDN “X”. Dari hasil penelitian ini memang diperoleh data bahwa

tingkat keyakinan diri yang dimiliki guru SDN “X” sudah tinggi, akan tetapi akan lebih baik

jika hasil ini dipertahankan atau ditingkatkan. Misalnya pada aspek instructional strategies yang paling rendah daripada aspek lainnya, dapat diberikan pelatihan atau pembekalan tentang hal-hal yang dapat dilakukan oleh guru saat hendak menyampaikan materi pelajaran

(32)

KONTRIBUSI SUMBER-SUMBER SELF-EFFICACY

TERHADAP TEACHER SELF-EFFICACY PADA GURU SDN

“X”

DI KOTA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh sidang sarjana Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha Bandung

Oleh:

ANASTASIA KRISTIANI

NRP: 1230015

S

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

(33)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan tugas skripsi yang berjudul “Kontribusi Sumber

-sumber Self-efficacy terhadap Teacher Self-efficacy pada Guru SDN “X” di Kota Bandung” pada waktu yang telah ditentukan.

Adapun tujuan penyusunan laporan penelitian ini adalah sebagai tugas akhir untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan mata kuliah Skripsi di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung. Selama penyusunan, peneliti mengalami beberapa

hambatan, namun dengan bantuan dari berbagai pihak akhirnya peneliti berhasil menyelesaikannya.

Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah ikut seta membantu, memberikan bimbingan, dan dorongan dalam menyelesaikan

laporan penelitian ini, yaitu:

1. DR. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas

Kristen Maranatha, Bandung.

2. Lie Fun Fun, M.Psi., Psikolog selaku Ketua Program S1 Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

3. DR. Irene Tarakanita, M.Si., Psikolog, selaku pembimbing utama yang telah banyak

memberikan bimbingan dan pengarahan kepada peneliti dalam proses penyusunan penelitian ini. Terima kasih atas masukan, nasihat, kesabaran, dan dorongannya. 4. Dra. Gouw Aij Lien, Psikolog, selaku pembimbing pendamping yang telah banyak

(34)

5. Drs. Paulus H. Prasetya, M.Psi., Psikologi dan M. Yuni Megarini C., M.Psi., Psikolog,

selaku pembahas pada seminar Usulan Penelitian (UP) dan dosen yang telah memberikan banyak bimbingan dan arahan kepada peneliti dalam proses penyusunan penelitian ini. Terima kasih atas kesediaannya dalam memberikan masukan dan

bimbingannya.

6. Bapak Dadang, selaku Wakil Kepala Sekolah di SDN “X” yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di SDN “X” di Kota Bandung.

7. Para guru di SDN “X” yang telah memberikan informasi kepada peneliti melalui

wawancara dan pengisian kuesioner penelitian sehingga penelitian ini dapat

terlaksana.

8. Kedua orang tua terkasih yang telah memberikan doa, dorongan dan motivasi serta

dukungan, baik moril maupun materiil dalam penyusunan laporan penelitian ini. 9. Lidya Arderiana, Marsya Andita, dan Agustina Emelia, selaku mahasiswa pembahas

seminar Usulan Penelitian (UP) yang telah memberikan masukan kepada peneliti. 10. Brigitta Louise, Rheina Vanindyani, Elisa Carolina, Gea Kersaning Gusti, Stephanie

Sussanto, S.Psi., Nurkristianti Natalia, S.Psi., Rinella Chirilda, S.Psi., Vina Violeta,

Esa Kristantia, Seizhar Hadi, Dara Timmotya, dan Angie Katarina yang telah memberikan semangat serta dukungan kepada peneliti dari awal hingga akhir

penelitian ini dapat diselesaikan.

11. Kak Hidayat, yang telah membantu peneliti dalam memberikan penjelasan serta

pengertian mengenai statistika kepada peneliti.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang secara langsung maupun

(35)

Peneliti masih menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam

penyusunan penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti dengan senang hati akan menerima saran, kritik, dan masukkan yang disampaikan demi perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata, peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak

yang membutuhkan.

Bandung, November 2016

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Andiny, Laura. (2008). Perbedaan Tingkat Self-efficacy antara Guru yang Mengajar di SMA ‘Plus’ dengan Guru yang Mengajar di SMA ‘Non Plus’ (Skripsi). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Bandura. (1997). Self-efficacy: The Exercise of Control. New York: W.H. Freeman.

Feist, Jess and Gregory J. Feist. (2006). Theories of Personality. New York: McGraw Hill. Gavora, P. (2010). Slovak Pre-service Teacher Self-efficacy: Theoretical and Research

Considerations. The New Educational Review, 2, 17-30.

Hamalik, Oemar. (1990). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Nasrul, HS. (2012). Profesi dan Etika Keguruan. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Saefullah, K.H. U. (2012). Psikologi Perkembangan dan Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Santrock, John W. (2004). Life-span Development Ninth Edition. New York: McGraw Hill.

Shaukat & Iqbal .(2012). Teacher Self-efficacy as a Function of Student Engagement, Instructional Strategies, and Classroom Management. Pakistan Journal of Social and

Clinical Psychology, Vol 10, No 2, 82-85.

Tschannen-Moran & McMaster, Peggy. (2009). Sources of Self-efficacy: Four Professional Development Formats and Their Relationship to Self-efficacy and Implementation of a New Teaching Strategy. The Elementery School Journal, Vol 110, No 2.

Tschannen-Moran, M., & Woolfolk Hoy, A. (2001). Teacher Efficacy: Capturing an Elusive Construct. Teaching and Teacher Education, 17, 783-805.

Usher, Ellen L. & Pajares, Frank. (2009). Sources of Self-efficacy in Mathematics: A Validation Study. Contemporary Educational Psychology, 34, 89-101.

(37)

DAFTAR RUJUKAN

Hidayat, Sianiwati S., dkk. (2015). Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung: Universitas Kristen Maranatha.

Ibda, Fatimah. (2015). Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget. UIN Ar-Raniry.

Meihendra, Christian A. (2010). Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan

Perpustakaan Umum di Sleman (Skripsi). Yogyakarta: Fakultas Teknik Universitas

Atma Jaya Yogyakarta. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2016 di http://e-journal.uajy.ac.id/2353/2/1TA11981.pdf

Prasetyo, Iman Budi, 2015, Pentingnya Pendidikan Sekolah Dasar. Diakses di

http://disdik.bekasikab.go.id pada tanggal 11 Desember 2015.

Sugiyanto, 2011. Karakteristik Anak Usia SD. Diakses pada tanggal 15 Desember 2016 di

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/Karakteristik%20Siswa%20SD.pdf

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Diakses di http://sdm.data.kemdikbud.go.id/SNP/dokumen/undang-undang-no-20-tentang-sisdiknas.pdf pada tanggal 3 Mei 2016.

Wahyu. 2015. Pengertian dan Tujuan Pendidikan di Sekolah Dasar. Diakses di

Referensi

Dokumen terkait

Pada masalah khusus membahas mengenai tata bangunan kantor Suku Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta Selatan untuk sebagai bangunan penunjang aksibilitas petugas Pemadam Kebakaran

Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, Bogor..

Manfaat yang dapat diperoleh dalam penerapan metode usulan dibandingkan dengan metode pengendalian persediaan aktual yaitu, perusahaan akan mengetahui nilai produksi

Difinisi ini menjadi lebih membingungkan lagi kalau dikatakan kabupaten itu adalah bagian dari struktur pemerintahan masa kolonial, karena masa kolonial tidak

Jumlah peminum alkohol yang semakin bertambah membuat penulis tertarik untuk meneliti mengenai pengaruh konsumsi alkohol 40% terhadap hati berdasarkan

Penjelasan (Aanwejzing), Panitia memberikan Penjelasan secara rinci kepada peserta lelang tentang pekerjaan yang akan dilaksanakan sesuai Dokumen

ANALISIS KEMITRAAN ANTARA PT PERTANI (PERSERO) DENGAN PETANI PENANGKAR BENIE PAD1. DI KAIIUPATEN

Dinas Pendidikan maupun Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) hendaknya secara periodik mengadakan workshop , penataran, maupun istilah lain yang tujuannya untuk