• Tidak ada hasil yang ditemukan

II TINJAUAN PUSTAKA. 5 Berdasarkan kurs per 4 Juni 2003, EUR = 1,17 USD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "II TINJAUAN PUSTAKA. 5 Berdasarkan kurs per 4 Juni 2003, EUR = 1,17 USD"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Usaha Mikro Kecil

Terdapat penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Diantaranya yang berkaitan dengan variabel Usaha Mikro Kecil terdapat beberapa batasan usaha mikro kecil menurut berbagai negara. Definisi UKM ternyata tidak hanya rancu di Indonesia. Pada tingkat internasional pun ada banyak definisi yang digunakan untuk UKM.

Demikian juga banyak negara yang tidak memiliki definisi yang sama. Berikut ini dilihat definisi UKM pada tingkat internasional.

Menurut Adiningsih S (2003) dalam penelitiannya mengenai regulasi dalam revitalisasi usaha kecil dan menengah di Indonesia disebutkan beberapa kriteria mengenai Usaha Kecil Menengah. Menurut penelitianya setiap negara atau lembaga internasional memiliki batasan yang berbeda dalam menetapkan batasan usaha mikro, kecil dan menengah hal ini dikarenakan perbedaan kondisi ekonomi masing-masing negara. World Bank membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu: Medium enterprise, dengan kriteria: (a) jumlah karyawan maksimal 300 orang, (b) pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta, dan (c) jumlah aset hingga sejumlah $15 juta. Small enterprise, dengan kriteria: (a) jumlah karyawan kurang dari 30 orang, (b) pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta, dan (c) jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta. Micro enterprise, dengan kriteria: (a) jumlah karyawan kurang dari 10 orang, (b) pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu, dan (c) jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu. Europa Commission, membagi UKM ke dalam tiga jenis, yaitu: Medium-sized enterprise, dengan kriteria: (a) jumlah karyawan kurang dari 250 orang, (b) pendapatan setahun tidak melebihi EUR 50 juta (sebanding dengan $ 58,5 juta5), dan (c) jumlah aset tidak melebihi EUR 43 juta (sebanding dengan 50.3 juta). Small-sized enterprise, dengan kriteria: (a) jumlah karyawan kurang dari 50 orang, (b) pendapatan setahun tidak melebihi EUR 10 juta (sebanding dengan $ 11,7 juta),dan (c) jumlah aset tidak melebihi EUR 13 juta (sebanding dengan $15,2 juta). Micro-sized enterprise, dengan kriteria: (a) jumlah karyawan kurang dari EUR 10 juta orang, (b)

5 Berdasarkan kurs per 4 Juni 2003, EUR = 1,17 USD

(2)

pendapatan setahun tidak melebihi EUR 2 juta (sebanding dengan $ 2,3 juta), dan (c) jumlah aset tidak melebihi EUR 2 juta.Di samping itu, usaha tersebut harus memenuhi kriteria independensi. Usaha yang independen berarti usaha yang modal atau hak votingnya sebesar 25% atau lebih baik dimiliki oleh satu perusahaan atau beberapa perusahaan secara bersama-sama.

Negara-negara di Asia memiliki kriteria lain mengenai batasan untuk Usaha Kecil Menengah ini. Singapura mendefinisikan UKM sebagai usaha yang memiliki minimal 30% pemegang saham lokal serta aset produktif tetap (fixed productive asset) di bawah SG $ 15 juta (sebanding dengan US$ 8,7 juta). Untuk perusahaan jasa, jumlah karyawannya minimal 200 orang. Malaysia, menetapkan definisi UKM sebagai usaha yang memiliki jumlah karyawanyang bekerja penuh (full time worker) kurang dari 75 orang atau yang modal pemegang sahamnya kurang dari M$ 2,5 juta (sebanding dengan US$ 6,6 juta6). Definisi ini masih dibagi lagi menjadi dua, yaitu: Small Industry (SI), dengan kriteria jumlah karyawan antara 5 - 50 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah MYR 500 ribu (atau sebanding dengan US$ 132 ribu). Medium industry (MT), dengan kriteria jumlah karyawan antara 50 - 75 orang atau jumlah modal saham antara MYR 500 ribu - MYR 2,5 juta. Jepang, membagi UKM sebagai berikut: Mining and manufacturing, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 300 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah ¥ 300 juta (atau sebanding dengan US$ 2,5 juta). Wholesale, dengan kriteria jumIah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah ¥ 100 juta (atau sebanding dengan US$ 840 ribu). Retail, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 54 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah ¥ 50 juta (atau sebanding dengan U5$ 420 ribu).

Services, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah ¥ 50 juta (atau sebanding dengan US$ 420 ribu).

Korea Selatan, mendefinisikan UKM sebagai usaha yang jumlah karyawannya di bawah 300 orang dan jumlah asetnya kurang dari US$ 60 juta.

6Berdasarkan kurs per 4 Juni 2003, 1 MYR = 0,26 USD

(3)

Melihat berbagai macam definisi UKM dari berbagai negara dan lembaga internasional tersebut dapat disimpulkan bahwa kebanyakan negara dan lembaga internasional masih menganut ukuran kuantitatif dalam menentukan kriteria UKM. Berdasarkan kondisi perekonomian yang ada di masing-masing negara, definisinya berbeda jauh. Semakin maju perekonomian negara, batas kriterianya- misalnya hasil penjualan dan aset-pun semakin tinggi. Namun, setidaknya berbagai definisi UKM di atas dapat kita jadikan referensi untuk menentukan definisi UKM yang sesuai bagi Indonesia.

Indonesia memiliki peraturan dari Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil & Menengah yang mengelompokkan pengertian dan batasan usaha mikro, kecil dan menengah yaitu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 yaitu Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300 juta. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan paling banyak Rp. 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300 juta sampai dengan paling banyak Rp. 2,5 miliar. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500 juta sampai dengan paling banyak Rp. 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2,5 miliar sampai dengan paling banyak Rp. 50 miliar.

(4)

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Joko Sutrisno dan Sri Lestari HS dalam Kajian Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM bekerjasama dengan Gunatama Megah Bussines and Consultant (2004) menyatakan bahwa pengembangan usaha mikro merupakan program nasional yang memiliki peranan yang sangat strategis karena merupakan bagian integral dari upaya pemerataan hasil-hasil pembangunan. Menurut kajian tersebut faktor-faktornya yang masih jadi kendala dalam peningkatan daya saing dan kinerja usaha mikro antara lain lemahnya sistem pembiayaan dan kurangnya komitmen pemerintah terhadap dukungan permodalan usaha mikro, kurangnya kemampuan usaha mikro untuk meningkatkan akses pasar, terbatasnya informasi sumber bahan baku dan panjangnya rantai distribusi, belum tercapainya blue print platformteknologi dan informasi, masih rendahnya kualitas SDM, proses perijinan badan usaha yang rumit, keberadaan jasa lembaga penjamin, asuransi dan lembaga keuangan bank yang belum mampu melayani usaha mikro, dan belum mampu melayani usaha mikro, dan tidak berfungsinya lembaga promosi pemerintah. Dalam upaya membantu meningkatkan kemampuan pengusaha mikro diperlukan pembinaan secara terpadu dari semua unsur terutama dinas-dinas terkait agar usaaha mikro dapat berkembang secara berkesinambungan yang akan berdampak pada peningkatan perekonomian daerah dan perekonomian nasional.

2.2 Tinjauan Empiris Penelitian Terdahulu

2.2.1 Studi Tentang Peran Lembaga Keuangan Mikro dan Bank Perkreditan Rakyat

Suatu pengkajian empiris tentang LKM yang bertujuan untuk mengetahui kinerja LKM dalam perspektif pembangunan ekonomi masyarakat telah dilakukan di Jawa dan Luar Jawa melalui pendekatan pemahaman secara partisipatif menggunakan metode group interview dan individual indepth interview melibatkan pengurus dan pengguna LKM.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Hendayana dan Bustaman (2007) melakukan penelitian dengan judul Fenomena Lembaga Keuangan Mikro Dalam Perspektif Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Dengan menggunakan pendekatan analisis deskriptif kualitatif terhadap LKM contoh yang dipilih secara sengaja, diperoleh gambaran sebagai berikut: (a) Keberadaan LKM diakui masyarakat

(5)

memiliki peran strategis sebagai intermediasi aktivitas perekonomian yang selama ini tidak terjangkau jasa pelayanan lembaga perbankan umum/bank konvensional;

(b) Secara faktual pelayanan LKM telah menunjukkan keberhasilan, namun keberhasilannya masih bias pada usaha-usaha ekonomi non pertanian. Skim perkreditan LKM untuk usahatani belum mendapat prioritas, hal itu ditandai oleh relatif kecilnya plafon (alokasi dana) untuk mendukung usahatani, yakni kurang dari 10 persen terhadap total plafon LKM; (c) Faktor kritis dalam pengembangan LKM sektor pertanian terletak pada aspek legalitas kelembagaan, kapabilitas pengurus, dukungan seed capital, kelayakan ekonomi usaha tani, karakteristik usahatani dan bimbingan teknis nasabah/pengguna jasa layanan LKM; (d) Untuk memprakarsai penumbuhan dan pengembangan LKM pertanian diperlukan adanya pembinaan peningkatan kapabilitas bagi SDM calon pengelola LKM, dukungan penguatan modal dan pendampingan teknis kepada nasabah pengguna kredit.

Selanjutnya salah satu variabel penting dalam penelitian ini adalah batasan mengenai objek kajian dalam penelitian ini. Karena objek penelitian ini adalah debitur pada Bank Perkreditan Rakyat, maka perlu diketahui faktor pembeda antara Bank Perkreditan Rakyat dengan bank lainnya. Pengertian bank menurut Sinungan (2000), Kasmir (2003) dan Siamat, D (2004) sesuai yang tersirat dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 adalah : Pertama, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Kedua, Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsif syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Ketiga, Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Herri et al (2006) melihat potensi Bank Perkreditan Rakyat dari segi perannya terhadap Usaha Mikro Kecil (UMK) khususnya untuk daerah penelitian Sumatera Barat. Berdasarkan penelitiannya keberadaaan BPR bagi masyarakat di

(6)

daerah perdesaan diharapkan mampu menjadi ujung tombak dalam pembiayaan sektor UMK. Peran BPR di dalam pembiayaan berdasarkan kepada jenis kredit dapat dikelompokkan yaitu pembiayaan untuk kredit investasi dan kredit modal kerja menunjukkan kecenderungan naik baik dalam jumlah kredit yang disalurkan maupun jumlah debitur yang dilayani. Sementara itu untuk kredit konsumsi terjadi penurunan yang cukup signifikan dalam jumlah kredit yang disalurkan sekitar 45 persen per tahun selama tiga tahun terakhir. Penurunan jumlah kredit ini tidak diikuti oleh jumlah debitur yang cenderung tidak mengalami perubahan khususnya dua tahun terakhir. Dengan penelitian ini, diharapkan terjadi peningkatan peran yang signifikan terhadap pembiayaan Usaha Mikro Kecil (UMK).

2.2.2 Studi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit

Beberapa kajian empiris yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap realisasi kredit telah dilakukan sebelumnya untuk beberapa kasus bank konvensional pada beberapa tahun sebelumnya. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut memberikan pengamatan yang berbeda-beda pada pola pengambilan data, metode analisis, dan hasil yang dicapai. Penelitian tersebut dilakukan pada realisasi program KUR BRI yang dilakukan oleh Hutagaol (2009) yang melakukan penelitian di BRI Unit Cigombong, Lubis (2009) yang melakukan penelitian di Bank Rakyat Indonesia Unit Cibungbulang dan Mulyarto (2007) yang melakukan penelitian di Bank Rakyat Indonesia Unit Leuwiliang.

Sama halnya dengan program KUR, program KUPEDES BRI juga menjadi fokus beberapa peneliti untuk mengkaji penyaluran kredit mikro terhadap sektor UMKM yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sari (2007) di dua tempat Bank Rakyat Indonesia Unit Ciampea dan Unit Citeureup dan Safitri (2007) melakukan penelitian pada Bank Rakyat Indonesia Unit Ciampea. Sementara Mardianingsih (2006), kajiannya sedikit berbeda yaitu melakukan penelitian mengenai dana bergulir Reksa Desa di wilayah pembangunan Bogor Barat.

Mulyarto (2007) yang melakukan kajian mengenai karakteristik nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang dan faktor-faktor yang mempengruhi realisasi kredit.

Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu menggunakan simple random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak. Sedangkan metode analisis yang

(7)

digunakan sama yaitu anlisis deskriptif untuk menganalisis gambaran karakteristik debitur KUR dan analisis kuantitatif menggunakan analisis regresi linear berganda. Sementara Hutagaol (2009) menganalisis mekanisme penyaluran KUR dan faktor-faktor yang mempengaruhi pencairan pinjaman KUR pada sektor agribisnis di BRI Unit Cigombong. Metode pengambilan sampel yang digunakan berbeda yaitu menggunakan metode purposive sampling dengan jumlah responden sebanyak 43 debitur yang kemudian dianalisis menggunakan analisis regresi linear berganda. Lubis (2009) melengkapi penelitian tersebut yaitu melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi dan pengembalian kredit usaha rakyat (kasus BRI Unit Cibungbulang). Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan sensus dimana sampel yang digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Cibungbulang adalah sama dengan jumlah populasi. Metode analisis yang digunakan antara lain analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif berupa deskriptif dari karakteristik pelaku usaha mikro sebagai debitur KUR.

Sedangkan analisis kuantitatif yang digunakan untuk menganalisis realisasi kredit digunakan metode analisis Regresi Linear Berganda.

Kajian berikutnya mengenai program kredit dari BRI tapi untuk skim kredit lainnya yaitu KUPEDES. Safitri (2007) yang melakukan kajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi besar Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) pada nasabah BRI Unit Ciampea Bogor. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu menggunakan simple random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak. Sedangkan metode analisis yang digunakan sama yaitu analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik responden dan pola pengembalian dari responden, sedangkan analisis kuantitatif untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya besarnya KUPEDES menggunakan model regresi berganda yang selanjutnya diuji dengan uji F dan uji T.

Sari (2007) melakukan kajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintan Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) di wilayah pedesaan dan perkotaan studi kasus BRI Unit Ciampea dan Unit Citeureup. Sama seperti Safitri, metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu menggunakan simple random

(8)

sampling yaitu secara acak. Begitu pula metode analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis gambaran umum BRI, syarat-syarat penyaluran kredit serta prosedur yang diterapkan untuk memperoleh kredit yang dikeluarkan oleh BRI Unit Ciampea dan Unit Citeureup sedangkan analisis kuantitatif untuk mengetahui tingkat permintaan KUPEDES dan faktor-faktor yang mempengaruhinya menggunakan model regresi berganda

Berdasakan uraian diatas ternyata terdapat beberapa metode sampel yang dapat digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi atau pencairan kredit pada lembaga keuangan khususnya BRI yaitu menggunakan simple random sampling, purposive sampling dan sensus. Akan tetapi dari penelitian terdahulu diatas semuanya menggunakan metode analisis yang sama yaitu metode analisis Regresi Linear Berganda.

Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi pencairan atau realisasi kredit menurut kajian sebelumnya berbeda-beda. Mulyarto (2007) menurut penelitiannya faktor-faktor yang mempengaruhi pencairan kredit pada BRI Unit Leuwiliang adalah pendapatan, frekuensi pengambilan kredit, lama usaha dan modal usaha, asset keluarga, asset usaha dan lama pendidikan. Secara umum mayoritas laki-laki sebesar 87,5 persen dan berusia 33-46 tahun sebesar 46,25 persen. Tingkat pendidikan yang dicapai nasabah mayoritas hanya sampai SMU sebesar 43,75 persen. Jenis pekerjaan nasabah mayoritas sebagai wiraswasta sebesar 61,25 persen. Jumlah penghasilan per bulan nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang mayoritas berkisar satu sampai dengan lima juta rupiah sebesar 47,5 persen. Waktu yang ditempuh nasabah untuk dapat ke BRI Unit Leuwiliang yaitu selama satu sampai 15 menit sebesar 81,25 persen. Berdasarkan analisis regresi linier berganda, faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR adalah pendapatan, frekuensi pengambilan kredit, lama usaha dan modal usaha. Dari semua faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi ada yang mempengaruhi secara negatif, yaitu asset keluarga, asset usaha dan lama pendidikan.

Hutagaol (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi pencairan kredit adalah lama usaha (tahun), pendapatan bersih rumah tangga per tahunnya ( dalam rupiah), tingkat pendidikan nasabah (dimana D=0 jika tingkat pendidikan SD;

(9)

D=1 jika tingkat pendidikan SMP/SLTP; D=2 jika tingkat pendidikan SMA/SLTA), ada tidaknya agunan atau jaminan (dimana D=0 jika tidak ada agunan; D=1 jika ada agunan), jarak lokasi usaha dari BRI Unit Cigombong (km), dan usia nasabah (tahun). Hasil analisisnya menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh terhadap pencairan kredit adalah pengalaman usaha, pendapatan rumah tangga dalam setahun, tingkat pendidikan, ada tidaknya jaminan, dan usia nasabah. Sedangkan jarak lokasi usaha dari BRI Unit Cigombong tidak berpengaruh secara signifikan terhadap realisasi KUR.

Sementara menurut Lubis (2009), karakteristik debitur realisasi KUR- Kupedes adalah (1) sebagian besar berusia 36 hingga 45 tahun, berjenis kelamin pria, dan jumlah tanggungan keluarga empat hingga enam orang, (2) sebagian besar memiliki omzet usaha diatas lima juta hingga 10 juta rupiah per bulan, pendapatan bersih diatas 250 ribu hingga 500 ribu per bulan, usaha off farm, dan dan lama usaha maksimal lima tahun, (3) sebagian besar frekuensi peminjaman kredit maksimal dua kali, jumlah kredit yang diajukan diatas diatas empat juta hingga lima juta rupiahdan nilai agunan maksimal dua juta rupiah. Sedangkan berdasarkan analisis regresi berganda, faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap realisasi KUR-Kupedes di BRI Unit Cibungbulang adalah omzet usaha per bulan, tingkat pendapatan bersih per bulan, jenis usaha, jumlah kredit yang diajukan, dan nilai agunan. Omzet usaha per bulan, tingkat pendapatan bersih per bulan, jumlah kredit yang diajukan, dan nilai agunan memiliki pengaruh positif terhadap realisasi KUR-Kupedes, sedangkan jenis usaha (off farm bernilai 1) memiliki pengaruh yang negatif terhadap besarnya realisasi KUR-Kupedes.

Safitri (2007), analisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi besar KUPEDES adalah nilai agunan, tingkat pendidikan, frekuensi peminjaman, asset usaha, asset rumah tangga, jarak dan pendapatan usaha per tahun. Nilai agunan, tingkat pendidikan dan frekuensi peminjaman memiliki hubungan yang signifikan dan positif terhadap besar kredit. Sedangkan asset usaha, asset rumah tangga, jarak dan pendapatan usaha per tahun tidak memiliki pengaruh terhadap besar kredit yang diberikan.

(10)

Sari (2007), analisis faktor yang mempengaruhi permintaan KUPEDES adalah pendapatan per tahun, asset keluarga, asset usaha, pengalaman kredit, agunan dan modal. Peningkatan pendapatan berpengaruh positif terhadap permintaan kredit dimana semakin meningkatnya pendapatan nasabah maka semakin meningkat permintaan KUPEDES. Asset keluarga berpengaruh positif terhadap permintaan kredit, sedangkan asset usaha berpengaruh negatif. Pengaruh negatif ini menyatakan bahwa asset usaha tidak mempengaruhi permintaan kredit karena untuk beberapa usaha terdapat beberapa yang tidak memiliki asset usaha yaitu untuk usaha kredit barang. Faktor lainnya yaitu frekuensi peminjaman kredit berpengaruh terhadap besar pinjaman dan waktu perealisasian kredit. Agunan tidak berpengaruh dalam pemberian kredit tetapi berpengaruh terhadap jumlah perealisasian. Faktor lainnya adalah modal, semakin besar modal maka dalam perkembangan dan perluasan usahanya diperlukan tambahan modal, sehingga nasabah mengajukan kredit untuk mendapatkan dana.

Berdasarkan uraian diatas, beberapa peneliti terdahulu menduga terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pencairan atau realisasi kredit. Faktor- faktor tersebut adalah pendapatan, frekuensi pengambilan kredit, lama usaha dan modal usaha, asset keluarga, asset usaha dan lama pendidikan (Mulyarto 2007).

Lama usaha (tahun), pendapatan bersih rumah tangga per tahunnya, tingkat pendidikan nasabah, ada tidaknya agunan atau jaminan, jarak lokasi usaha dari BRI Unit Cigombong, dan usia nasabah (Hutagaol 2009). Omzet usaha per bulan, tingkat pendapatan bersih per bulan, jenis usaha, jumlah kredit yang diajukan, dan nilai agunan (Lubis 2009). Nilai agunan, tingkat pendidikan, frekuensi peminjaman, asset usaha, asset rumah tangga, jarak dan pendapatan usaha per tahun (Safitri 2007). Pendapatan per tahun, asset keluarga, asset usaha, pengalaman kredit, agunan dan modal (Sari 2007).

Analisis mengenai penyaluran dana pada usaha mikro tidak hanya dilakukan pada lembaga keuangan bank. Mardianingsih (2006) melakukan penelitian mengenai analisis penyaluran dan pengembalian kredit dana bergulir sebagai modal pendanaan usaha mikro di wilayah pembangunan Bogor Barat.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis bagaimana proses dan mekanisme penyaluran kredit dana bergulir Reksa Desa bagi pengusaha kecil di Kabupaten

(11)

Bogor dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit dana bergulir sebagai penyedia dana pengusaha kecil di pedesaan. Metode pengambilan sampling yang digunakan dilakukan untuk dua kategori yaitu purposive untuk penentuan sampel lokasi dan simple random sampling untuk penentuan responden penerima kredit dana bergulir. Metode analisis yang digunakan adalah analisis probit untuk variabel dependent.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sasaran utama yang dituju dari program dana bergulir Raksa Desa ini adalah usaha mikro, kecil atau menengah (UMKM) yang memiliki usaha produktif dan menguntungkan. Jumlah dana pinjaman Reksa Desa yang diperoleh responden antara Rp. 300.000,- sampai Rp.

500.000,- yaitu sebesar 86 persen dari kategori pengembalian lancar dan 95 persen dari kategori pengembalian tidak lancar. Sedangkan faktor faktor yang mempengaruhi realisasi KUR ada empat yaitu pendapatan, frekuensi pengambilan kredit, lama usaha dan modal usaha.

Berdasarkan uraian penelitian sebelumnya penulis menjadikan beberapa kajian sebelumnya tersebut sebagai referensi dalam penelitian yang akan dilakukan, hal ini karena secara umum ternyata terdapat persamaan yang mendasar dengan penelitian sebelumnya. Persamaannya pada jenis analisis yang digunakan dan metode analisis dalam penelitian ini, yaitu analisis deskriptif untuk mengetahui karakteristik dan analisis faktor khususnya untuk kasus kredit pada lembaga keuangan bank. Dimana dapat menjawab tujuan dari penelitian yang sama. Metode analisis yang digunakan penulis juga sama yaitu menggunakan analisis regresi linear berganda untuk mengetahui beberapa variabel yang berpengaruh maupun tidak berpengaruh terhadap realisasi kredit.

Penulis melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit di BPR Mitra Daya Mandiri Kota Bogor. Selama ini di BPR Mitra Daya Mandiri sendiri menurut wawancara dengan pihak direksi, penelitian yang secara khusus mengkaji Kredit Modal Kerja belum pernah dilakukan, sehingga penulis mencoba mengembangkan penelitian analisis faktor terhadap realisasi kredit dengan menganalisis realisasi kredit terhadap debitur KMK pada BPR Mitra Daya Mandiri yang berlokasi di Tajur Kota Bogor dan mempunyai cakupan wilayah operasional yang lebih luas dari penelitian sebelumnya yang hanya mencakup

(12)

wilayah satu Kecamatan, sedangkan BPR Mitra Daya Mandiri memiliki cakupan wilayah operasional Kota dan Kabupaten Bogor dan sekitarnya. Sehingga harapan penulis terdapat variasi debitur yang beda dan dapat dijadikan bahan perbandingan dan pembelajaran bagi penulis ataupun bagi pembaca.

Referensi

Dokumen terkait

Kategori Pemanfaatan Pelayanan Rawat Jalan Jumlah Responden (orang) Persentase (%) 1. Berdasarkan nilai persentase yang tertinggi, maka dari data pada Tabel 2

The constructed program can generate the ILP model of any given MSA problem but can only solve an MSA problem of a small number of short DNA sequences.. The result of the program

d) Selama pemanasan, level boiler drum akan bergejolak. Jika level boiler drum terlalu tinggi dapat dibuang melalui blowdown valve. e) Tutup secara perlahan main steam drain

Hal ini terbukti dengan adanya program pemeriksaan kesehatan anak sekolah dasar yang lebih difokuskan pada kesehatan gigi dan mulut, padahal lingkungan sekolah menjadi salah satu

Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala- gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti lebih fokus untuk meneliti efektivitas penyaluran pembiayaan KUR mikro dengan akad murabahah dengan adanya aplikasi

Berdasarkan gambar diagram diatas selama 4 tahun terakhir perbandingan distribusi total Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro pada Unit Kerja BRI Wilayah AMBM II

Oleh karena itu Bank Rakyat Indonesia (BRI) meluncurkan kredit bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK), dan koperasi berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR). Program ini