• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baterai

Baterai adalah teknologi kunci pada abad 21 dan termasuk abad 20. Kesuksesan peralatan komunikasi bergerak, seperti telefon selular, komputer tablet, kamera digital, laptop adalah secara kuat didukung oleh perbaikan kemampuan teknologi penyimpangan energi. Pada era 1980-an hanya baterai Pb dan Nikel-Cadmium yang dipergunakan dalam peralatan elektronik yang bergerak. Pengembangan lebih lanjut dari teknologi baterai seperti hidrid logam nikel serta baterai ion litium yang memasuki pasar pada tahun 1990 dan 1991 telah mendorong perkembangan teknologi peralatan elektronik bergerak. Sepuluh tahun kemudian, perkembangan teknologi baterai litium yang mempunyai energi besar telah mendorong perkembangan teknologi elektronik baru yang sebelumnya tidak dapat dilakukan oleh teknologi baterai jenis lama (Andreas Jossen, 2015).

Baterai adalah suatu perangkat yang terdiri dari dua atau lebih sel elektrokimia yang mengkonversi energi kimia menjadi energi listrik. Tiap sel memiliki terminal positif, atau katoda, dan negatif, atau anoda. Pada anoda akan terjadi suatu reaksi oksidasi yang akan menghasilkan ion positif (M+) dan elektron. Selanjutnya ion M+

(2)

dari anoda akan bergerak menuju elektrolit. Sementara itu elektron akan bergerak melalui eksternal sirkuit menuju katoda, dimana pada katoda akan terjadi reaksi reduksi dengan elektron dan menghasilkan ion negatif (A-) yang juga akan bergerak menuju elektrolit. Pergerakan elektron menuju katoda akan menghasilkan arus listrik seperti yang terlihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Skematik sistem sel baterai Mekanisme reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

Anoda : M(s) M+ + e- Katoda : A(s) + e- A-

Keseluruhan: M(s) + A(s) M+ + A- + energi

Secara umum, baterai dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu: baterai primer dan dan baterai skunder. Baterai primer merupakan baterai yang pemakaian hanya satu kali saja, karena baterai jenis ini tidak dapat di cas. Sementara baterai sekunder adalah baterai yang dapat dipergunakan beberapa kali, karena baterai jenis ini

(3)

dapat di cas kembali jika daya dari baterai sudah menurun atau habis (Berndt dkk, 2003).

2.1.1 Baterai Primer

Baterai jenis ini adalah sulit dan tidak efektif dipergunakan kembali walaupun telah di cas. Hal ini dikarenakan elektrolit yang digunakan terkandung pada suatu bahan penyerap ataupun matriks pemisah, dan tidak menggunakan elektrolit cair. Sehingga pergerakan ion tidak akan bebas dan cenderung menjadi searah. Baterai jenis ini sering juga disebut sebagai baterai kering. Baterai primer mempunyai kelebihan diantaranya tidak mahal, ringan sehingga sesuai dipaketkan dengan berbagai jenis peralatan elektronik bergerak seperti kamera digital, tablet, laptop, telefon selular, lampu penerangan meja dan banyak aplikasi lainnya.

Kelebihan lain dari baterai primer adalah mempunyai waktu hayat yang panjang, energy densitas yang besar, sedikit perawatan dan mudah dipergunakan. Baterai primer dengan kapasitas energi yang besar biasanya dipergunakan untuk aplikasi militer, radar, dan UPS. Baterai primer sering dijumpai dalam bentuk sel tunggal seperti baterai silinder, baterai berbentuk kancing, ataupun dalam bentuk multisel yaitu baterai tunggal yang disusun dalam satu paket baterai. Baterai logam udara termasuk dalam baterai primer (Linden dkk, 2011). Baterai logam udara ini menggunakan logam sebagai anoda dan memerlukan oksigen dari udara yang masuk melalui katoda. Biasanya katoda ini merupakan suatu karbon berpori. Reaksi elektrokimia yang terjadi di dalam baterai logam udara akan menghasilkan energy listrik (Sagir dkk, 2011).

(4)

2.1.2 Baterai Sekunder

Baterai ini dapat di cas kembali setelah daya dari baterai habis ataupun menurun kembali kepada kapasitas awal dari baterai. Pergerakan ion dan elektron ketika di cas adalah berwalanan dengan pergerakan ion dan elektron ketika dalam waktu penggunaan. Pergerakan ion dan elektron ketika penggunaan biasanya disebut discas.

Dengan demikian, baterai skunder dapat berfungsi sebagai peralatan elektronik penyimpan energi. Aplikasi dari baterai skunder ini secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai energi cadangan utama untuk peralatan elektronik, sistem otomotif, serta pesawat terbang. Sehingga ketika sistem energi utama tidak bekerja, maka baterai skunder akan memainkan peranannya. Contohnya adalah pada mobil hibrid. Dimana sebelum digunakan, baterai skunder akan dicas oleh sistem energi utama. Kemudian digunakan juga sebagai energi utama untuk peralatan elektronik, seperti laptop, telefon selular sampai dayanya menurun. Biasanya dayanya cepat turun, namun dapat di cas kembali, sehingga dapat dipergunakan kembali. Hal ini menjadikan baterai skunder memiliki kelebihan dibandingkan baterai primer.

Baterai skunder mempunyai ciri seperti densitas yang tinggi, laju discas yang cepat, mempunyai kurva discas yang flat dan kebanyakan kasus adalah mempunyai kinerja yang baik pada temperature yang rendah. Secara umum, densitas energi dari baterai skunder lebih rendah dari baterai primer (Linden dkk, 2011). Walaupun begitu, baterai logam udara ini ada peneliti yang mengklasifikasikan baterai logam udara sebagai baterai skunder, karena beberapa baterai logam udara dapat dicas (Vincenzo dkk, 2014).

(5)

2.2 Baterai Logam-Udara

Adanya keterbatasan densitas energi dari baterai litium sekarang ini diakibatkan oleh terjadinya interkalasi kimia pada bahan elektroda baterai, yang menyebabkan baterai terlihat menjadi kurang pratikal untuk aplikasi kendaraan listrik. Keadaan ini menjadikan baterai logam udara menjadi menarik perhatian untuk diteliti lebih lanjut sebagai alternatif. Hal ini dikarenakan baterai logam udara secara ekstrim mempunyai densitas energi yang lebih tinggi berbanding baterai lainnya.

Yang menjadi catatan dari ciri utama yang membedakan antara baterai logam udara dengan baterai konvensional lainnya adalah struktur selnya yang berbeda. Baterai logam udara mempunyai struktur yang terbuka, dan baterai ini menggunakan gas oksigen dari udara untuk masuk ke dalam sistem baterai melalui katoda. Sementara itu, struktur sel pada baterai konvensional adalah tertutup. Pengklasifikasian dari baterai logam-udara ini biasanya didasarkan pada jenis-jenis logam yang digunakan sebagai anoda. Sementara itu mekanisme yang terjadi di dalam sistem baterai logam udara juga bervariasi, bergantung kepada jenis komponen dari sel baterai tersebut. Berdasarkan pedekatan sistem elektrolitnya, baterai logam udara dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu elektrolit akues dan elektrolit dengan pelarut aprotik. Sistem sel yang berbasiskan elektrolit akues merupakan sistem yang tidak sensitife dengan kelembaban. Ini berbeda dengan sistem berbasiskan elektrolit dengan pelarut aprotik yang dapat terdegradasi oleh kelembaban (Jang dkk, 2011)

Diantara baterai logam udara, bahan logam yang biasa dipergunakan sebagai anoda pada sistem akues diantaranya adalah logam Ca, Al, Fe, Cd dan Zn. Baterai aluminium udara mempunyai densitas energi yang lebih besar berbanding baterai seng

(6)

udara (Vincenzo dkk, 2014). Walaupun begitu, logam aluminium lebih mudah mengalami korosi berbanding logam seng di dalam larutan alkali. Sehingga diperlu dilakukan lebih lanjut untuk mengatasi permasalahan korosi pada logam aluminium yang terjadi di dalam sistem baterai logam udara (Gelman dkk 2014 dan 2015).

2.3 Komponen Baterai Logam Udara

Secara umum, baterai logam udara mempunyai tiga komponen utama, pertama yaitu anoda yang berupa bahan logam. Kedua adalah elektrolit, dimana elektrolit yang paling umum adalah KOH. Sementara yang ketiga adalah katoda yang berupa karbon berpori (Vincenzo dkk, 2014). Walaupun begitu, pada beberapa jenis baterai logam udara ada yang menambahkan suatu komponen tambahan yaitu bahan pemisah di dalam sistem baterai logam udara tersebut (Jang dkk, 2011).

2.3.1 Anoda

Anoda merupakan elektroda negatif yang berkaitan dengan reaksi oksidasi setengah sel yang melepaskan elektron ke dalam sirkuit eksternal (Subhan,2011).

Anoda merupakan salah satu komponen yang penting di dalam baterai logam udara. Baterai logam udara sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, pengklasifikasiannya di dasarkan pada jenis logam yang digunakan (Jang dkk, 2011).

Secara teoritis, nilai voltase yang dihasilkan oleh masing-masing jenis baterai logam udara ini akan berbeda mengikut jenis logam yang digunakan sebagai anoda. Perbedaan ini di dasarkan kepada nilai energi potensial standar masing-masing logam. Tabel 2.1 berikut memperlihat densitas energi untuk beberapa jenis logam baterai udara.

(7)

Tabel 2.1 Densitas energi logam anoda

Anoda Ekivalen Elektrokimia Logam (Ah/g)

Voltase

Teoritikal (V) Muatan

Valensi Energi spesifik teori(metal)(kWh/

kg)

Voltase operasi praktikal (V)

Li 3,86 3,4 1 13,0 2,4

Ca 1,34 3,4 2 4,6 2,0

Mg 2,20 3,1 2 6,8 1,2 – 1,4

Al 2,98 2,7 3 8,1 1,1 – 1,4

Zn 0,82 1,6 2 1,3 1,0 – 1,2

Fe 0,96 1,3 2 1,2 1,0

(Vincenzo dkk, 2014).

Logam aluminium bertindak sebagai anoda pada baterai ini, sehingga baterai ini dinamakan sebagai baterai aluminium udara. Logam aluminium pada sistem baterai ini akan mengalami reaksi pengoksidaan dengan menghasilkan ion Al3+ dan elektron. Ion Al3+ ini akan bermigrasi ke dalam elektrolit dengan tujuan untuk melengkapi reaksi elektrokimia yang berlangsung di dalam sistem baterai alumunium udara. Sementara itu, elektron akan bergerak menuju katoda melalui rangakian sirkuit eksternal dan selanjut bereaksi dengan oksigen dari udara. Pergerakan elektron menuju katoda akan menghasilkan energi listrik. Reaksi keselurahan dari baterai aluminium udara ini adalah:

Anoda: Al(s) + 3OH(aq) → Al(OH)3(s) + 3e− Eo = -2,35 V

Katoda: O2(g) + 2H2O(l) + 4e− → 4OH(aq) Eo = +0,40 V Keseluruhan: 4Al(s) + 3O2(g) + 6H2O(l) → 4Al(OH)3(s) Eo = 2,75 V

(Modesto dkk, 2007 dan Mohamad, 2008).

Kaleng minuman merupakan tempat logam yang didesain untuk menahan sejumlah porsi larutan seperti minuman ringan berkarbonasi, minuman beralkohol, teh, kopi dan lain sebagainya. Sebanyak 75% produksi kaleng minuman di dunia terbuat dari

(8)

logam aluminium, sedangkan sisanya sebesar 25% terbuat dari timah berlapis baja (tin- plated stell). Kebanyakan kaleng minuman yang diproduksi di Asia terbuat dari Aluminium, sedangkan di sejumlah bagian benua Eropa dan Amerika Serikat terbuat dari 55% baja dan 45% campuran Aluminium. Bahan dasar kaleng minuman yang digunakan di Asia terdiri dari campuran Aluminium sebanyak 92,5-97,5%, Magnesium sebanyak 1%, Mangan sebanyak 1%, Besi sebanyak 0,4%, Silikon sebanyak 0,2% dan Tembaga sebanyak 0,15%. Bagian dalam kaleng Aluminium dilapisi untuk menjaga aluminium dari proses oksidasi. Meskipun bagian dalam kaleng dilapisi, sebagian kecil aluminium dapat terdegradasi. Hal tersebut dipengarui oleh beberapa faktor seperti tempat penyimpanan, suhu penyimpanan serta komposisi larutan. Bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pelapis bagian dalam kaleng minuman ini dapat berupa epoxy resin (Smith, George David.,1988).

2.3.2. Elektrolit

Elektrolit merupakan merupakan komponen yang berfungsi sebagai jembatan garam dalam sistem sel galvanic atau baterai. Tujuan dari elektrolit ini adalah sebagai mediator untuk terjadinya perpindahan ion di dalam sistem baterai, sehingga reaksi elektrokimia dapat berlangsung. Jenis elektrolit yang digunakan akan mempengaruhi densitas energi, konduktivitas, waktu hayat, kapasitas energi. Dengan demikian, pemilihan elektrolit yang sesuai menjadi sangat penting (Joseph Wang, 2006).

Zat elektrolit dalam larutannya akan terurai menjadi partikel-partikel yang berupa atom atau gugus atom yang bermuatan listrik yang dinamakan ion. Ion yang bermuatan positif disebut kation, dan ion yang bermuatan negatif dinamakan anion.

Peristiwa terurainya suatu elektrolit menjadi ion-ionnya disebut proses ionisasi. Ion-ion

(9)

zat elektrolit tersebut selalu bergerak bebas dan ion-ion inilah yang sebenarnya menghantarkan arus listrik melalui larutannya. Sedangkan zat nonelektrolit ketika dilarutkan dalam air tidak terurai menjadi ion-ion, tetapi tetap dalam bentuk molekul yang tidak bermuatan listrik. Hal inilah yang menyebabkan larutan nonelektrolit tidak dapat menghantarkan listrik (Arrhenius, 1884).

Berikut ini adalah hasil eksperimen uji daya hantar listrik terhadap beberapa larutan:

Gambar 2.2 Uji daya hantar listrik larutan (Utami dkk, 2009).

Di dalam sistem baterai aluminium udara, ada dua isu utama yang sangat menonjol dan dapat mempengaruhi performa dari baterai aluminium udara. Isu yang pertama adalah bahwa logam aluminium sangat mudah mengalami korosi pada kondisi potensial sirkuit terbuka (open-circuit potential) dan ketika mengalami discas yang disebabkan oleh reaksi yang terjadi diantara air dan anoda. Isu kedua adalah terbentuknya lapisan hidroksida yang pasif pada permukaan aluminium, sehingga menghambat pelarutan logam aluminium dan menyebabkan berubahnya energi

(10)

potensial dari logam aluminium (Egan dkk, 2013). Disamping itu, masalah lain yang timbul adalah dihasilkannya gas H2 yang dihasilkan melalui reaksi antara logam dengan elektrolit, sehingga akan membuat sistem dari baterai pecah (Vincenzo dkk, 2014).

Secara garis umum, sistem elektrolit di dalam baterai logam udara ini terbagi dalam dua, yaitu, sistem akues dan non akues. Sistem akues merupakan sistem elektrolit yang berbasiskan kepada air sebagai pelarut dari elektrolit dalam baterai logam udara (Richard dkk, 2002). Sementara sistem non-akues menggunakan pelarut organik / aprotik ataupun cairan ionik sebagai elektrolit (Lorenzo dkk, 2014). Penggunaan cairan ionik ini didasarkan kepada sifat logam yang mudah teroksidasi oleh air ataupun larutan alkali (Gelman dkk, 2014-2015).

Gambar 2.3 Skematik konfigurasi sel pada Metal-Air baterai

(Jang-soo Lee dkk, 2011).

(11)

Namun, menurut laporan yang di nyatakan oleh Jang dkk pada tahun 2011, selain sistem akues dan non-akues, sistem elektrolit baterai logam udara dapat ditambah lagi sistem hibrid dan elektrolit padatan. Tujuan penggunaan dari sistem elektrolit hibrid dan elektrolit padatan adalah pada dasarnya adalah sama dengan sisten non-akues, yaitu mengurangi kontak langsung antara logam anoda baterai dengan air. Pada sistem hibrid, larutan elektrolit yang digunakan terdiri kombinasi dua jenis elektrolit, yaitu non-akues dan akues seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3. Cairan ionik atau juga pelarut aprotik diletakkan di atas permukaan anoda. Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontak langsung antara air dengan logam anoda. Sementara larutan elektrolit akues diletakkan pada posisi bersentuhan dengan katoda, dan diantara cairan ionic dan larutan akues diletakan suatu matriks pembatas yang berupa membran semipermeabel ataupun keramik berpori.

Secara umum struktur sel baterai logam udara mirip dengan akues ataupun non akues, dimana elektrolitnya diganti dengan padatan. Biasanya merupakan keramik atau membran gelas yang terdop dengan suatu doping. Biasanya doping yang digunakan mengandung ion yang sejenis dengan jenis logam anoda yang digunakan. Bentuk struktur dari baterai logam udara dengan elektrolit padatan dapat dilihat pada gambar 2.3 diatas.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa tantangan dalam pembangunan baterai logam udara adalah munculnya masalah korosi dari logam anoda, terbentuknya lapisan oksida penghasilan gas H2. Ketiga masalah ini terkait penggunaan elektrolit berbasiskan kepada akues dan sifat alamiah dari kebanyakan logam yang bereaksi dengan air, asam ataupun alkali (Vincenzo dkk, 2014). Salah satu cara yang dikembangkan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mengunakan membran

(12)

polimer hidrogel (Marliyana dkk, 2015). Membran polimer hidrogel mempunyai kemampuan untuk mengikat air dengan cukup baik serta mempunyai permebialitas yang tinggi, sehingga proses migrasi ion tetap terjaga. Hal ini akan membuat konduktivitas dari baterai tetap tinggi. Ini menjadikan membran polimer hidrogel menjadi salah satu cara yang pontensial untuk menghambat proses pengkorosian pada permukaan anoda baterai logam udara (Othman dkk, 2001 dan Mohamad, 2008).

2.3.3 Katoda

Katoda merupakan elektroda positif, dimana terjadi reaksi setengah sel yaitu reaksi reduksi yang menerima elektron dari sirkuit luar sehingga reaksi kimia reduksi terjadi pada elektroda ini (Subhan, 2011).

Katoda dalam sistem baterai logam udara termasuk baterai aluminium udara terdiri dari tiga komponen utama, yaitu karbon berpori, katalis serta polimer pengikat.

Arsitektur performa elektrokimia dari katoda pada baterai logam udara adalah mirip dengan sel bahan bakar, karena mekanisme reaksi yang terjadi pada sel bahan bakar mirip dengan mekanisme yang terjadi dengan baterai logam udara. Pada kasus sel bahan bakar hidrogen, proton H+ bergerak melalui elektrolit untuk bereaksi dengan ion oksida pada katalis untuk membentuk air (Jang dkk 2011). Sementara pada kasus baterai logam udara, ion logam dari anoda bergerak melalui elektrolit dan bereaksi dengan ion O22-

atau O2- yang diperoleh dari reaksi reduksi O2 oleh katalis pada permukaan katoda udara untuk membentuk suatu endapan oksida dari ion logam anoda. O2 yang terlibat dalam sistem baterai logam udara berasal dari udara yang masuk melalui pori-pori karbon pada yang terdapat pada katoda (Yugang, 2013).

(13)

Keberadaan endapan oksida logam dari ion logam anoda yang berlebihan akan membawa masalah baru kepada sistem baterai logam udara. Endapan oksida ini dapat menutupi pori-pori dari karbon pada katoda, sehingga oksigen dari udara tidak dapat masuk kedalam sistem baterai logam udara. Kondisi ini akan menyebabkan turunnya densitas energi baterai logam udara, karena reaksi elektrokimia dalm sistem baterai terhambat. Ini menunjukkan bahwa mikrostruktur dari karbon akan memberikan efek pada performa dari baterai logam udara.

Ukuran partikel karbon yang terlalu kecil kurang sesuai digunakan sebagai matriks pembuatan katoda udara. Hal ini karena dengan ukuran partikel karbon yang kecil maka ketika terjadi penyusunan partikel-partikel karbonya akan membentuk pori- pori yang lebih kecil dan rapat. Kondisi ini meneyebabkan kemampuan oksigen untuk masuk ke dalam sistem baterai logam udara melalui katoda akan turun. Idealnya ukuran partikel karbon adalah sekitar 30 nm (Jang, dkk). Sementara jika partikel karbon terlalu besar, memang akan membentuk pori-pori yang lebih besar, yang secara teoritis akan memudahkan masuknya oksigen kedalam sistem baterai logam udara. Namun pada aplikasinya, terutama untuk baterai logam udara dengan sistem akues, justru akan menyebabkan densitas energi baterai menurun. Fenomena ini terjadi karena, dengan semakin banyaknya oksigen yang masuk ke dalam sistem baterai logam udara, maka kecepatan reaksi elektrokimia yang terjadi juga semakin cepat, sehingga proses pembentukan endapan dan korosi pada permukan anoda akan berlangsung cepat (Zheng dkk, 2008).

Komponen lain yang terdapat di dalam katoda baterai logam udara adalah katalis yang dicampur bersama dengan partikel karbon. Fungsi dari katalis ini adalah mereduksi gas O dari udara menjadi O 2- atau O2- (Yugang, 2013). Beberapa jenis

(14)

katalis yang digunakan diantaranya adalah Pt, La0.8Sr 0.2MnO3, Fe2O3, NiO, Fe3O4, Co3O4, CuO dan CoFe2O4 dengan ukuran partikel 1-5 M. Sementara itu katalis dengan ukuran nanostruktur yang telah dilaporkan oleh peneliti sebelum ini diantaranya adalah dari kelompok mangan oksida seperti α-MnO2, β-MnO2, λ-MnO2, Mn2O3 and Mn3O4. Reaksi katalitik yang terjadi pada oksigen adalah reaksi reduksi oksigen (oxygen reduction reaction, ORR) dan reaksi evolusi oksigen (oxygen evolution reaction,OER) (Jang dkk, 2011).

2.4 Arabic Gum

Gum arabic, juga dikenal sebagai gum akasia, Chaar gund, char goond, atau meska, adalah karet alami yang terbuat dari getah mengeras dari berbagai jenis pohon akasia. Awalnya, gum arabic dikumpulkan dari Acacia nilotica yang disebut "Pohon Arabic Gum". Pada saat ini, gum arabic dominan dikumpulkan dari dua spesies terkait, yaitu Acacia senegal dan Vachellia (Acacia) seyal. Produsen panen karet secara komersial dari pohon liar, terutama di Sudan (80%) dan di seluruh Sahel, dari Senegal ke Somalia-meskipun secara historis dibudidayakan di Saudi dan Asia Barat. Gum arab adalah campuran kompleks glikoprotein dan polisakarida. Ini adalah sumber asli dari gula arabinosa dan ribosa, yang keduanya pertama kali ditemukan dan diisolasi dari itu, dan diberi nama setelah itu. Gum arabic digunakan terutama di industri makanan sebagai stabilisator. Hal ini dapat dimakan dan memiliki E nomor E414. Gum arab adalah bahan utama dalam litografi tradisional dan digunakan dalam pencetakan, produksi cat, lem, kosmetik dan berbagai aplikasi industri, termasuk kontrol viskositas dalam tinta dan di industri tekstil, meskipun bahan yang lebih murah bersaing dengannya untuk banyak peran ini. Sementara gum arabic sekarang diproduksi di seluruh Sahel Afrika, masih dipanen dan digunakan di Timur Tengah. Misalnya,

(15)

populasi Arab menggunakan karet alam untuk membuat dingin, manis, dan rasa makanan penutup (Wikipedia, 2016).

Gum arabic (GA), yang terdiri dari polisakarida dan glikoprotein, diterapkan sebagai dual-fungsi pengikat. Pertama, kelompok hidroksil hepolysaccharide pada arabic gum sangat penting dalam memastikan binding kuat. Kedua, sama halnya dengan fungsi serat dalam beton (FRC), rantai glikoprotein memberikan toleransi mekanik lanjut untuk ekspansi (Min Ling, 2014).

Gambar 2.4 Aplikasi GA pada FRC

(Min Ling, 2014).

Pada gambar diatas menjelaskan skematik dari konsep arabic gum untuk mengatasi volume yang bermasalah pada perubahan material baterai. GA baterai dengan fungsi ganda bisa menjaga kedua ikatan kimia yang kuat dan properti ulet untuk mentolerir ekspansi selama lithiation proses / delithiatio (Min Ling, 2014).

(16)

Kebanyakan inhibitor asam adalah senyawa organik yang mengandung nitrogen, sulfur dan / atau oksigen dalam molekul senyawa organik tersebut. Reaksi penghambatan ini disebabkan adanya pembentukan film perlindungan pada permukaan logam yang menghalangi logam dari senyawa korosif yang ada dalam larutan (M. A. Abu-Dalo, 2012).

Sejumlah besar studi ilmiah telah didedikasikan untuk korosi baja ringan dan penggunaan senyawa organik sebagai inhibitor korosi dalam media asam. Karena sebagian besar inhibitor sintetis organik ini mahal dan tidak ramah lingkungan. Investigasi dan evaluasi zat alami (inhibitor organik) terus mendapat perhatian karena kehadiran atom hetero seperti nitrogen, sulfur dan oksigen dalam struktur mereka. Banyak peneliti memeriksa berbagai zat alami sebagai inhibitor korosi untuk logam yang berbeda di berbagai lingkungan (M. A. Abu-Dalo, 2012).

Gum Acacia (GA) adalah particular yang menarik karena aman digunakan, kelarutan tinggi dalam air dan ukuran molekul yang tinggi. Ini adalah bahan multifraction yang terdiri dari polisakarida bercabang (Gambar 2.4). Pada umumnya mengandung 42% galactosyl, 27% arabinosyl, 15% rhamnosyl, 14,5% glucuronosyl, dan 1,5% 4-O-methyl-glucuronosyl) dan protein-polisakarida yang kompleks sebagai komponen minor. GA terdiri dari tiga fraksi utama; (1) Yang utama adalah polisakarida bercabang (MW = 3 × 105) yang terdiri dari β-(1→3) galaktosa backbone dengan cabang terkait dari arabinose dan rhamnose, yang berakhir pada asam glukuronat (ditemukan di alam sebagai magnesium, kalium, dan garam kalsium). (2) Sebuah fraksi yang lebih kecil (10 wt% dari total) adalah berat molekul tinggi (1 × 106 g/mol) arabinogalactan-protein kompleks (GAGP -Ga glikoprotein) di mana rantai arabinogalactan adalah kovalen terkait dengan rantai protein melalui serin dan kelompok hidroksiprolin. Arabinogalactan mengandung 13% (dengan mol) asam glucoronic. (3)

(17)

Fraksi terkecil (1% dari total) memiliki kandungan protein tertinggi (50 wt%) adalah glikoprotein yang berbeda dalam komposisi asam amino dari GAGP kompleks. Bahan ini diperoleh dari pohon Acacia yang tumbuh di daerah yang membentang dari Senegal ke Sudan di Afrika. Namun, komposisinya dapat bervariasi dengan sumbernya, usia pohon, lingkungan tanah dan kondisi iklim. Idris et al melaporkan GA terdiri dari 39-42%

galaktosa, 24-27% arabinosa, 12-16% rhamnose, 15-16% asam glukuronat, 1,5-2,6%

protein, 0,22-0,39% nitrogen, dan 12,5-16,0% kelembaban . Investigasi pada eksudat gusi dari Pachylobus eduli, Dacroydes edulis dan Raphia Hookeri untuk aluminium dan baja ringan dalam asam klorida dan asam sulfat menunjukan tidak adanya kehadiran ion halida dan dilaporka bahwa efisiensi inhibisi tergantung pada konsentrasi GA, suhu dan kehadiran ion halida. Pengamatan yang dilaporkan dikaitkan dengan kehadiran arabinogalactan, oligosakarida, polisakarida dan glucoproteins. Selain itu, Gum Acacia ditemukan menjadi inhibitor yang baik untuk kedua baja ringan dan aluminium di kedua media asam dan basa dan menjadi inhibitor yang lebih baik untuk aluminium daripada baja ringan (M. A. Abu- Dalo, 2012).

Gambar 2.5 Struktur monosakarida dan molekul GA (M. A. Abu-Dalo, 2012).

(18)

Pada gambar diatas menunjukan Struktur monosakarida (A), Segmen Arab Gum molekul (B). Polisakarida backbone terdiri dari D-galactopyranose (GALP), dengan cabang-cabang terkait L-Arabofuranose (Araf), L-Rhamnopyranose (RHAP), dan Asam D-Glucuronic (GA).

2.5 Spektrofotometri inframerah (IR)

Spektrofotometri inframerah (IR) merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menganalisa senyawa kimia. Spektra inframerah suatu senyawa dapat memberikan gambaran dan struktur molekul senyawa tersebut. Spektra IR dapat dihasilkan dengan mengukur absorbsi radiasi, refleksi atau emisi di daerah IR.

Daerah inframerah pada spektrum gelombang elektromagnetik mencakup bilangan gelombang 14.000 cm-1 hingga 10 cm-1. Daerah inframerah sedang ( 4000-400 cm-1) berkaitan dengan transisi energi vibrasi dari molekul yang memberikan informasi mengenai gugus-gugus fungsi dalam molekul tersebut. Daerah inframerah jauh (400- 10cm-1) bermanfaat untuk menganalisis molekul yang mengandung atom-atom berat seperti senyawa anorganik, namun membutuhkan teknik khusus yang lebih baik.

Daerah inframerah dekat (12.500-4000cm-1) yang peka terhadap vibrasi overtone (Schechter,1997)

Pada alat spektrofotometri inframerah, satuan bilangan gelombang merupakan satuan yang umum digunakan. Nilai bilangan gelombang berbanding terbalik terhadap frekuensi atau energinya. Bilangan gelombang dan panjang gelombang dapat dikonversi satu sama lain menggunakan persamaan dibawah :

V(cm-1) = 1/ λ(µm) x 104 (1)

(19)

Informasi absorpsi inframerah pada umumnya diberikan dalam bentuk spektrum dengan panjang gelombang (µm) atau bilangan gelombang (cm-1) sebagai absis x dan intensitas absorpsi atau persen transmitan sebagai ordinat y. Intensitas pita dapat dinyatakan dengan transmitan (T) atau absorban (A). Transmitan adalah perbandingan antara fraksi sinar yang diteruskan oleh sampel (I) dan jumlah sinar yang diterima oleh sampel tersebut (Io). Absorban adalah –log dari transmitan:

A= log(1/T) = -logT = -log I/Io (2)

Spektrum yang dihasilkan biasanya relatif kompleks karena adanya overtone kombinasi dan perbedaan serapan yang lemah. Overtone dihasilkan akibat adanya eksitasi dari tingkat energi rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi, yang merupakan kelipatan dari frekuensi fundamental (v). bila dua frekuensi vibrasi (v1 dan v2) dalam molekul bergabung menghasilkan vibrasi frekuensi baru dalam molekul, dan bila frekuensi tersebut aktif inframerah, maka hal tersebut disebut serapan kombinasi Apabila vibrasi fundamental bergabung dengan serapan overtone atau serapan kombinasi lainnya, maka vibrasi gabungan ini disebut resonansi Fermi yang sering teramati dalam senyawa karbonil (Harjono,1992).

Terdapat dua macam vibrasi, yaitu vibrasi ulur dan tekuk. Vibrasi ulur merupakan suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom akan bertambah atau berkurang. Vibrasi tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom (silverstein et al, 1986).

2.5.1 Teori Absorpsi Inframerah

Pada temperatur diatas temperatur nol absolut, semua atom di dalam molekul bervibrasi antara satu dengan lainnya. Ketika frekuensi dari vibrasi spesifik sama

(20)

dengan frekuensi dari radiasi inframerah yang mengenai langsung pada molekul, molekul tersebut akan menyerap radiasi.

Setiap molekul mempunyai darajat kebebasan sebesar jumlah derajat kebebasan atom-atomnya. Setiap atom di dalam koordinat cartesius mempunyai tiga derajat kebebasan yang menyatakan kedudukan relatifnya terhadap atom-atom lainnya di dalam molekul.

Syarat suatu gugus fungsi dalam suatu senyawa dapat terukur pada spektra IR adalah adanya perbedaan momen dipol pada gugus tersebut. Vibrasi ikatan akan menimbulkan fluktuasi momen dipol yang menghasilkan gelombang listrik. Untuk pengukuran menggunakan IR biasanya berada pada daerah bilangan gelombang 400- 4500 cm-1. Daerah pada bilangan gelombang ini disebut daerah IR sedang, dan merupakan daerah optimum untuk penyerapan sinar IR bagi ikatan-ikatan dalam senyawa organik ( Harjono, 1992).

Suatu ikatan kimia dapat bervibrasi sesuai dengan level energinya sehingga memberikan frekuensi yang spesifik. Hal inilah yang menjadi dasar pengukuran spektroskopi inframerah. Jenis-jenis vibrasi molekul biasanya terdiri dari enam macam, yaitu symmetrical stretching, assymmetrical stretching, scissoring, rocking, wagging, dan twisting. Daerah inframerah dibagi menjadi tiga sub daerah, yaitu inframerah dekat (14000-4000 cm-1), inframerah sedang (4000- 400 cm-1), dan inframerah jauh (400-10 cm-1) (Ellis, D.I., 2006).

(21)

Gambar 2.6 Tabel kolerasi IR (Ellis, D.I., 2006)

2.5.2 Kegunaan Spektrum Inframerah

Karena setiap tipe ikatan memiliki sifat frekuensi yang berbeda, dan karena tipe ikatan yang sama dalam dua senyawa berbeda terletak dalam lingkungan yang sedikit berbeda, maka tidak ada dua molekul yang berbeda bentuknya akan mempunyai serapan inframerah yang sama. Dengan membandingkan serapan dari dua senyawa yang diperkirakan identik, baru dapat diperoleh kesimpulan apakah senyawa itu identik atau tidak. Pelacakan ini biasa disebut / dikenal dengan bentuk sidik jari dari dua spektrum inframerah (Ellis, D.I., 2006).

Manfaat lain dari spektrum inframerah adalah memberikan keterangan tentang molekul. Kisaran serapan yang kecil dapat digunakan untuk menentukan tipe ikatan. Untuk memperoleh interpretasi lebih jelas dibutukan tabel korelasi dari inframerah. Pada saat menentukan puncak dari gugus spesifik dalam daerah spectrum inframerah biasanya vibrasi ulur lebih bermanfaat. Daerahnya dapat dibagi menjadi empat daerah, yaitu:

(22)

Tabel 2.2 Tabel kolerasi inframerah

Rentang (cm-1) Jenis Ikatan

3700-2500 Ikatan tunggal ke hidrogen

2300-2000 Ikatan rangkap tiga

1900-1500 Ikatan rangkap dua

1400-650 Ikatan tunggal selain ke hidrogen

(Ellis, D.I., 2006).

Berikut ini adalah kelebihan menggunakan spektroskopi inframerah:

a. Merupakan teknik yang cepat.

b. Dapat digunakan untuk identifikasi gugus fungsi tertentu dari suatu molekul.

c. Spektum inframerah yang diberikan untuk suatu senyawa bersifat unik sehingga dapat digunakan sebagai sidik jari dari senyawa tersebut.

Tabel 2.3 Tabel kolerasi inframerah

Ikatan tunggal

hidrogen Ke Jenis ikatan Bilangan Gelombang (cm-1) Keterangan

C-H 3000-2850 Alkana jenuh

=C-H 3100-3000 Alkana tak jenuh atau

aromatik

O=C-H 2800-2700 Aldehid,dua puncak

lemah

O-H 3400-3000 Alkohol,air,fenol.

O-H bebas 3600

N-H 3450-3100 Amina,

Rangkap

dua C=O 1840-1800 dan 1780-1740 Anhidrida

(23)

C=O 1750-1715 Ester

C=O 1740-1680 Aldehid

C=O 1725-1665 Asam karboksilat

C=O 1690-1630 Amida

C=C 1675-1600

C=N 1690-1630

N=O 1650-1510 dan 1370-1330 Senyawa nitro Ikatan

tunggal (bukan hydrogen)

C-C Tak tetap

C-O, C-N 1400-1000

Rangkap

tiga C rangkap tiga 2260-2120 CN tiga rangkap 2260-2220

(Ellis, D.I., 2006).

2.6 Fourier Transform Infra-Red

Spektroskopi FTIR adalah teknik pengukuran untuk mengumpulkan spektrum inframerah. Energi yang diserap sampel pada berbagai frekuensi sinar inframerah direkam, kemudian diteruskan ke interferometer. Sinar pengukuran sampel diubah menjadi interferogram. Perhitungan secara matematika Fourier Transform untuk sinyal tersebut akan menghasilkan spekrum yang identik pada spektroskopi inframerah. (Harmita, 2006).

Komponen utama spektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson yang mempunyai fungsi menguraikan (mendispersi) radiasi inframerah menjadi komponen-komponen frekuensi. Penggunaan interferometer Michelson tersebut memberikan keunggulan metode FTIR dibandingkan metode spektroskopi inframerah konvensional maupun metode spektroskopi yang lain. Diantaranya adalah

(24)

informasi struktur molekul dapat diperoleh secara tepat dan akurat (memiliki resolusi yang tinggi). Keuntungan yang lain dari metode ini adalah dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel dalam berbagai fase (gas, padat atau cair). Kesulitan- kesulitan yang ditemukan dalam identifikasi dengan spektroskopi FTIR dapat ditunjang dengan data yang diperoleh dengan menggunakan metode spektroskopi yang lain (Harmita, 2006).

FTIR terdiri dari 5 bagian utama, yaitu ( Griffiths,1975):

1. Sumber sinar, yang terbuat dari filamen Nerst atau globar yang dipanaskan menggunakan listrik hingga temperatur 1000-1800 0C.

2. Beam splitter, berupa material transparan dengan indeksrelatif, sehingga menghasilkan 50% radiasi akan direfleksikan dan 50% radiasi akan diteruskan.

3. Interferometer, merupakan bagian utama dari FTIR yang berfungsi untuk membentuk interferogram yang akan diteruskan menuju detektor.

4. Daerah cuplikan, dimana berkas acuan dan cuplikan masuk ke dalam daerah cuplikan dan masing-masing menembus sel acuan dan cuplikan secara bersesuaian.

5. Detektor, Merupakan piranti yang mengukur energi pancaran yang lewat akibat panas yang dihasilkan. Detektor yang sering digunakan adalah termokopel dan balometer.

Transformasi Fourier inframerah spektroskopi lebih disukai daripada metode dispersive atau filter analisis spektral inframerah karena beberapa alasan (Giwangkara, 2006).

(25)

 Teknik non-destruktif.

 Menyediakan metode pengukuran tepat yang tidak memerlukan kalibrasi eksternal.

 Meningkatkan kecepatan, menyecan hanya dalam beberapa detik.

 Meningkatkan sensitifitas, scan pertama dan kedua dapat ditambah untuk rasio kebisingan acak.

 mekanis sederhana dengan hanya satu bagian bergerak.

Fourier Transform Infrared (FT-IR) spektrometri dikembangkan dalam rangka mengatasi keterbatasan yang dihadapi dengan instrumen dispersi. Kesulitan utama adalah proses scanning lambat. Sebuah metode untuk mengukur semua frekuensi inframerah secara bersamaan, bukan secara individual, diperlukan. Sebuah solusi yang dikembangkan yang digunakan perangkat optik yang sangat sederhana disebut interferometer. interferometer menghasilkan sinyal unik yang memiliki semua frekuensi inframerah ―dikodekan‖ ke dalamnya. Sinyal dapat diukur dengan sangat cepat, biasanya hanya dengan beberapa detik saja (Giwangkara, 2006).

Kebanyakan interferometer menggunakan beamsplitter yang mengambil sinar inframerah yang masuk dan membagi menjadi dua sinar. Satu sinar memantul dari cermin datar yang tetap. Sinar lain memantul dari cermin datar yang dapat bergerak pada jarak pendek dari beamsplitter. Dua sinar memantul dari masing-masing cermin dan direkombinasi ketika bertemu kembali di beamsplitter itu. Karena perjalanan satu garis dengan panjang tetap dan yang lainnya terus berubah sebagai cermin yang bergerak, sinyal yang keluar interferometer adalah hasil dari dua sinar ―mengganggu‖

satu sama lain. Sinyal yang dihasilkan disebut interferogram yang memiliki sifat unik bahwa setiap titik data (fungsi dari posisi cermin yang bergerak) yang membentuk

(26)

sinyal memiliki informasi tentang setiap frekuensi inframerah yang berasal dari sumber.

Ini berarti bahwa sebagai interferogram diukur, semua frekuensi sedang diukur secara bersamaan. Dengan demikian, hasil interferometer dalam pengukuran sangat cepat (Giwangkara, 2006).

Karena analis memerlukan spektrum frekuensi (plot intensitas pada masing- masing frekuensi) untuk membuat identifikasi, sinyal interferogram diukur tidak dapat ditafsirkan secara langsung. Sebuah cara untuk “decoding” frekuensi individu diperlukan. Hal ini dapat dicapai melalui teknik matematika terkenal yang disebut transformasi Fourier. Transformasi ini dilakukan oleh komputer yang kemudian menyajikan pengguna dengan informasi spektral yang diinginkan untuk analisis.

Gambar 2.7 Proses Transformasi pada FT-IR (Giwangkara, 2006).

2.6.1 Proses Analisa Sampel

Proses instrumental normal adalah sebagai berikut. (Giwangkara, 2006).

(27)

1. Sumber : energi inframerah dipancarkan dari pijaran sumber benda hitam (black body). Sinar ini melewati celah yang mengontrol jumlah energi yang disampaikan kepada sampel (dan akhirnya untuk detektor).

2. Interferometer : sinar memasuki interferometer dimana “encoding spektral” terjadi.

Sinyal Interferogram yang dihasilkan kemudian keluar interferometer.

3. Sampel : sinar memasuki ruang sampel dimana ditransmisikan melalui atau terpantul dari permukaan sampel, tergantung pada jenis analisis yang dicapai. Di sinilah frekuensi energi tertentu, yang karakter unik dari sampel, diserap.

4. Detektor : sinar akhirnya lolos ke detektor untuk pengukuran akhir. Detektor yang digunakan secara khusus dirancang untuk mengukur sinyal interferogram khusus.

5. Komputer : Sinyal yang diukur didigitalkan dan dikirim ke komputer dimana transformasi Fourier terjadi. Spektrum inframerah terakhir ini kemudian dipresentasikan kepada pengguna untuk interpretasi dan setiap manipulasi lebih lanjut.

Gambar 2.8 Proses siklus FT-IR

(Giwangkara, 2006).

Karena harus ada skala relatif untuk intensitas penyerapan, background spectrum juga harus diukur. Biasanya pengukuran tanpa sampel dalam sinar. Hal ini dapat

(28)

dibandingkan dengan pengukuran dengan sampel dalam berkas untuk menentukan

‖persentase transmisi‖ hasil teknik ini dalam spektrum yang memiliki semua karakteristik instrumental dihapus (Giwangkara, 2006).

Jadi, semua fitur spektral yang hadir secara ketat karena sampel. Sebuah pengukuran latar belakang tunggal dapat digunakan untuk pengukuran sampel banyak karena spektrum ini adalah karakteristik dari instrumen itu sendiri.

Gambar 2.9 Layout spektrometer sederhana (Giwangkara, 2006).

(29)

2.7 Nucleus Magnetic Resonance

Spektroskopi nuklir magnetik resonansi melibatkan perubahan keadaan perputaran momen nuklir magnetik, ketika intinya mengabsorpsi radiasi elektromagnetik dalam suatu medan magnet yang kuat. Dua jenis spektroskopi yang dipakai sekarang adalah NMR H1 (proton) dan NMR C13(karbon 13). Spektrum NMR proton sangat berguna untuk menentukan bagian hidrogen dari suatu senyawa. Pada tahun-tahun akhir ini, spektroskopi nmr proton dipakai sebagai alat standar dalam proyek kedokteran untuk mengukur berat jenis jaringan sehingga dapat menunjukkan tempat tumor pada jaringan tersebut. Spektroskopi NMR C13, suatu alat paling baru dipakai untuk mengidentifikasi perbedaan macam – macam karbon dalam suatu senyawa. (Anonim, 2016)

Spektroskopi nmr didasarkan pada penyerapan gelombang radio oleh inti – inti atom tertentu dalam molekul organik, apabila molekul ini berada dalam medan magnet yang kuat. Blonch dan Purcell menemukan bahwa inti atom berorientasi terhadap medan magnet. Setiap proton di dalam molekul yang sifat kimianya berbeda akan memberikan garis-garis resonansi orientasi magnet yang berbeda. Ini adalah awal lahirnya Nuclear Magnetic Resonance (NMR). (Anonim, 2016)

Nuclear Magnetic Resonance (NMR) adalah salah satu metode analisis yang paling mudah digunakan pada kimia modern. NMR digunakan untuk menentukan struktur dari komponen alami dan sintetik yang baru, kemurnian dari komponen, dan arah reaksi kimia sebagaimana hubungan komponen dalam larutan yang dapat mengalami reaksi kimia. Meskipun banyak jenis nuclei yang berbeda akan menghasilkan spektrum, nuclei hidrogen (H) secara histori adalah salah satu yang

(30)

paling sering diamati. Spektrokopi NMR khususnya digunakan pada studi molekul organik karena biasanya membentuk atom hidrogen dengan jumlah yang sangat besar.

(Anonim, 2016)

Pada spektrum hidrogen NMR menghadirkan beberapa resonansi yang menjelaskan pertama bahwa molekul yang dipelajari mengandung hidrogen. Kedua, jumlah pita dalam spektrum menunjukkan bagaimana beberapa posisi yang berbeda pada molekul dimana hidrogen melekat/menempel. Frekuensi dari beberapa resonansi utama pada spektrum NMR menunjukkan perubahan kimia. (Anonim, 2016)

Berikut ini adalah tabel H-NMR: (Dr. Laurie, 2015)

Tabel 2.2 H-NMR chemical shifts

(31)

(Anonim, 2016)

2.8 Korosi

Korosi didefinisikan sebagai penurunan mutu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya (Trethewey, 1991). Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami reduksi. Peristiwa korosi sendiri merupakan proses elektrokimia, yaitu proses (perubahan / reaksi kimia) yang melibatkan adanya aliran listrik. Bagian tertentu dari logam berlaku sebagai kutub negatif (elektroda negatif, anoda), sementara bagian yang lain sebagai kutub positif (elektroda positif, katoda). Elektron mengalir dari anoda ke katoda, sehingga terjadilah peristiwa korosi.

(32)

Faktor-faktor seperti temperatur, kelembaban dan kandungan bahan kimia dalam udara sangat menentukan laju korosi (Fontana, 1987; Agung, 2004). Sementara itu, komposisi logam, struktur metalurgi, dan proses pembuatan logam juga mempercepat timbulnya korosi (American Galvanizers Association, 2000).

2.8.1 Mekanisme Korosi

Menurut Trethewey (1991), mekanisme reaksi korosi pada besi dalam baja adalah sebagai berikut:

Pada anoda terjadi pelarutan besi (Fe) menjadi ion Fe2+ :

Fe Fe2+ + 2e- (l)

sedangkan pada katoda terjadi reaksi :

H2O + ½ O2 +2e- 2OH- (2)

(33)

Gambar 2.6 Proses korosi pada logam

(Roberge, 1999)

Untuk lingkungan (larutan) netral maka reaksi yang terjadi sebagai berikut :

2H+ + ½ O2 +2e- H2O (3)

Untuk lingkungan (larutan) asam maka reaksi yang terjadi sebagai berikut :

2 H+ + 2e- H2 (4)

Reaksi di atas terjadi secara bertahap dan sebenarnya terjadi juga berbagai reaksi lanjutan dalam larutan. Pada peristiwa korosi, ion ferro yang terbentuk di anoda akan teroksidasi membentuk ferroksida (gamma iron oxide) berbentuk lapisan sangat tipis menempel pada permukaan logam dan mencegah terlarutnya besi lebih lanjut :

Fe2+ + 2e- + ½ O2 FeO (5)

(34)

Demikian juga pada katoda oksigen harus mencapai permukaan logam agar reaksi (l) dan (2) terjadi. Ion hidroksil yang terbentuk juga dapat terserap pada permukaan membentuk lapisan yang menghalangi penyerapan oksigen. Pada keadaan ini terjadi polarisasi katoda dan proses korosi berjalan lambat. Pada peristiwa korosi yang cepat, lapisan penghambat (pelindung) tersebut tidak sempat terbentuk, ion Fe bereaksi dengan ion hidroksil :

2Fe2+ + 4OH + ½ O2 + H2O 2Fe(OH)3 (6)

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses korosi dilingkungan basah dapat terjadi apabila empat syarat terpenuhi yaitu ;

1. Ada anoda tempat reaksi anodik terjadi.

2. Ada katoda tempat reaksi katodik terjadi.

3. Ada media untuk transfer elekron / arus.

4. Ada lingkungan yang bersifat elektrolit

2.8.2 Laju Korosi

Kecepatan korosi dapat dihitung dengan pertarnbahan berat persatuan waktu persatuan luas dapat juga dihitung dengan tebalnya oksidasi yang terbentuk persatuan waktu (Suhartanti, 2005). Sering pula penunjukkan korosi dibuat dengan grafik penambahan atau pengurangan berat sebagai fungsi dari waktu. Seperti yang digunakan oleh Neuveld (1999) untuk mengetahui tingkatan laju korosi baja pada berbagai kondisi atau musim. Menurut Agung (2004) apabila data yang mempengaruhi tingkat korosivitas lingkungan atmosfir tidak tersedia maka dapat diprediksi dengan model matematik hubungan laju korosi dengan faktor iklim dan polutan.

(35)

Menurut Graedel (2001), parameter yang digunakan untuk mengukur tingkatan rata-rata laju korosi dapat dihitung dengan persamaan berikut :

Keterangan:

K = ketetapan (dalamASTM G-31-72,2004) T = waktu pengujian (jam)

W = pengurangan berat (gr) D = density g/cm3

A = luasan permukaan spesimen (cm2)

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan teori mekanisme pertahanan diri dari Sigmund Freud (dalam Minderop, 2011: 32-39), dalam novelet Ryoujuu ditemukan tujuh unsur mekanisme pertahanan

Family Centered Maternity Care (FCMC) merupakan perawatan berpusat pada keluarga yaitu dengan menyediakan perawatan bagi wanita serta keluarga mereka yang

Yang dimaksud dengan jenis penilaian adalah berbagai tagihan yang harus dikerjakan oleh murid setelah melakukan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu jenis penilaian

1) Merangsang keluarga mengenal, menerima, masalah, dan kebutuhan mereka, melalui memperluas pengetahuan keluarga melalui penyuluhan kesehatan, membantu keluarga melihat situasi dan

Berdasarkan analisis dengan metode Spearman – Karber (Udupa, 1986) diperoleh dugaan rata-rata ukuran pertama kali matang gonad (Lm) untuk ikan madidihang betina yang tertangkap

Kriteria komplikasi kehamilannya adalah ≥3 kali kejadian keguguran secara berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 10 minggu, ≥1 kali kematian janin yang tidak

Sehingga dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran di kelas eksperimen (mengunakan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) berbasis pemahaman nilai-nilai sosial) lebih

Hasil penelitian kami menyimpulkan bahwa faktor risiko yang terbukti berhubungan secara statistik dengan kejadian hipospadia adalah usia ibu disaat kehamilan,