i
KEPASTIAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM SISTEM PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA
SECARA ELEKTRONIK
OLEH :
PUTU EVI KOMALA DEWI
NPM :1310121048
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WARMADEWA DENPASAR
2017
ii
KEPASTIAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM SISTEM PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA
SECARA ELEKTRONIK
OLEH :
PUTU EVI KOMALA DEWI
NPM :1310121048
SkripsiDiajukanSebagai Salah SatuSyaratUntukMemperoleh
GelarSarjanaHukumPadaFakultasHukum UniversitasWarmadewa Denpasar
iii
SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL, 23 MARET 2017
Pembimbing I
DR. I NYOMAN SUJANA, SH.,M.HUM.
NIDN. 0802016301
Pembimbing II
NI MADE PUSPASUTARI UJIANTI, SH.,MH.
NIDN. 0020027703
Mengetahui,
UNIVERSITAS WARMADEWA FAKULTAS HUKUM
DEKAN,
DR. I NYOMAN PUTU BUDIARTHA, SH.,MH.
NIP. 1591231 199203 1007
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya menyatakan dengan sesunggguhnya, bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah di ajukan oleh orang lain untuk memperoleh gealrak ademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara terang dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar bacaan.
Apabila ternyata di dalam naskah ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia skripsi ini digugurkan dan gelar akademik yang saya peroleh (Sarjana Hukum) di batalkan, serta di proses sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
Denpasar, 01 Maret 2017 Mahasiswa,
PUTU EVI KOMALA DEWI NPM : 1310121048
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas anugerah-Nya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan Judul “KEPASTIAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM SISTEM PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK”
Penulisan skripsi ini tidak lain merupakan kewajiban bagi mahasiswa yang hendak menempuh ujian akhir dan dibuat dalam rangka memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa.
Dalam kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, memberi motivasi, dan mendorong penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih saya ucapkan sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. dr. Dewa Putu Widjana, DA&E., Sp. Par.k. Rektor Universitas Warmadewa Denpasar.
2. Bapak Dr. I Nyoman Putu Budiartha, SH.,MH., Dekan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar.
3. Ibu Ida Ayu Putu Widiati, SH.,M.Hum., Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar.
4. Ibu. A.A Sagung Laksmi Dewi, SH,.MH., Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar.
5. Bapak I Ketut Sukadana, SH.,MH., Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar.
vi
6. Ibu Luh Putu Suryani, SH., MH, Kaprodi Ilmu Hukum Universitas Warmadewa Denpasar.
7. Bapak Dr. I Nyoman Sujana, SH.,M.Hum., Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan petunjuk untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Ibu Ni Made Puspasutari Ujianti, SH.,MH, Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan dan nasehat menyelesaikan skripsi ini.
9. Ibu Ni Komang Arini Styawati, SH.,M.Hum, Pembimbing Akademik yang telah sabar membimbing dan memberikan motivasi sehingga penulisan skripsi ini terselesaikan tepat waktu
10. Seluruh Dosen, Staf Tata Usaha, dan Staf Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar yang telah memberikan bantuan serta petunjuk selama mengikuti perkuliahan maupun penyusunan skripsi ini.
11. Spesial penulis ucapkan terimakasih kepada orangtua atas jasa-jasanya, kesabaran dan tidak pernah lelah dalam mendidik dan memberikan cinta yang tulus kepada penulis.
13. Sahabat-sahabat dan seluruh teman angkatan tahun 2013 khususnya kelas A yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah membantu, mendampingi dan tidak hentinya memberikan dukungan kepada penulis dalam merampungkan skripsi ini.
vii
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Denpasar, 10 Maret 2017
Penulis
viii ABSTRAK
Dengan adanya fasilitas kredit diperlukan jaminan guna menjamin hutang debitur bilamana cidera janji. Adapun bentuk jaminan yang dapat digunakan salah satunya adalah jaminan fidusia. Oleh karena jaminan fidusia sebagai pranata jaminan untuk membantu kegiatan usaha dan melayani tuntutan kebutuhan masyarakat akan hukum jaminan, maka pada tahun 2013 pemerintah meluncurkan system pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik yang diharapkan mampu memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang berkepentingan. Dari latar belakang tersebut timbul rumusan masalah, yaitu :1) bagaimanakah sahnya pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik dan 2) bagaimana kepastian hukum yang diperoleh kreditur dalam pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik dikaitkan dengan larangan melakukan penjaminan ganda pada objek fidusia. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normative dan pendekatan konseptual. Fidusia dikatakan sahap abila terlebih dahulu terpenuhi syarat sahnya perjanjian yang diikuti dengan pembebanan benda yang dibuat dengan akta notaris. Selanjutnya barulah pendaftaran fidusia dilakukan oleh pemohon dengan mengisi aplikasi secara elektronik. Hak-hak jaminan yang didaftarkan secara elektronik menjadi valid setelah kreditur melakukan pembayaran pendaftaran jaminan fidusia yang kemudian diikuti dengan mencetak sertifikat jaminan fidusia. Pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik dilakukan untuk memberikan kepastian hukum, akan tetapi pembaruan- pembaruan system fidusia elektronik belum mampu memberikan kepastian hukum sepenuhnya bagi para pihak terutama bagi pihak kreditur.
Kata Kunci :KepastianHukum, Kreditur, JaminanFidusia
ix ABSTRACT
With the credit facility, need collateral to secure the loan if the debtor default. As for the form of collateral that can be used one of them is a fiduciary. Therefore as a fiduciary guarantee, institution guarantees to help business and serve society’s demands would be legal guarantees, then in 2013 the government launched a registration system electronically fiduciary is expected to provide legal certainty for the parties. The background of the formulation of the problem arises, is :1)how is validity of fiduciary guarantee registration electronically and 2)how the legal certainty which obtained creditor in the registration of fiduciary electronically linked to a ban on double guarantee on the object of fiduciary. This paper uses normative legal research methods and conceptual approaches. Fiduciary valid if the agreement which was followed by the imposition of model by notarial deed. Then subsequently fiduciary registration is done by the applicant to fill out the application electronically.
Material security interest is registered electronically becomes valid after the lender make payment fiduciary registration, followed by printing setificate fiduciary guarantee. Fiduciary guarantee registration electronically performed to provide legal certainty, but the electronic system updates fiduciary unable to give full legal certainty for the parties, especially for the creditors.
Keyword : Rule of law, Creditor, Fiduciary
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGAJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1LatarBelakangMasalah ... 1
1.2RumusanMasalah ... 7
1.3TujuanPenelitian ... 7
1.4KegunaanPenelitian……….……….. 8
1.5TinjauanPustaka..……….….9
1.6MetodePenelitian ... 14
1.6.1 TipePenelitiandanPendekatanMasalah ... 14
1.6.2 Sumberbahanhukum ... 15
1.6.3 TeknikPengumpulanBahanHukum ... 16
1.6.4 AnalisisBahanHukum ... 17
BAB II KEABSAHAN PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK ... 18
xi
2.1 PengertianJaminanFidusia………. ... 18
2.2 SejarahLahirnyaLembagaFidusia ... 23
2.3 RuangLingkup, ObjekdanSubjekJaminanFidusia ... 27
2.4 ProsedurPendaftaranJaminanFidusia ... 33
2.4.1 ProsedurPendaftaranJaminanFidusiaSecara Manual…………. SebelumBerlakunyaPermenkumhamNomor 9 Tahun 2013 ... 33
2.4.2 ProsedurPendaftaranJaminanFidusiaSecara Manual... SebelumBerlakunyaPermenkumhamNomor 9 Tahun 2013 ... 35
2.5 SahnyaPendaftaranJaminanFidusiaSecaraElektronik ... 38
BAB III KEPASTIAN HUKUM KREDITUR DALAM PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK ... 44
3.1 PengertianKepastianHukum ... 44
3.2 AkibatHukumDilakukanFidusiaUlangOlehDebiturTanpaDilakukan RoyaFidusia ... 46
3.3 KepastianHukum yang DiperolehKrediturTerkaitLaranganFidusia UlangDalamSistemPendaftaranJaminanFidusiaSecaraElektronik… 50 BAB IV SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan ... 54
4.2 Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seiring dengan pesatnya pembangunan berkelanjutan dewasa ini, mengharuskan setiap negara melakukan pembangunan dalam segala aspek kehidupan sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan nasional. Salah satu aspek pembangunan berkelanjutan tersebut adalah pembangunan ekonomi yang merupakan salah satu cara untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Undang-undang Dasar 1945. Dengan meningkatnya kegiatan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam meminjam kredit.
Perkreditan mempunyai arti penting dalam berbagai aspek pembangunan meliputi bidang produksi baik pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan ataupun produksi bidang industri, investasi perdagangan, ekspor impor, dan sebagainya.
Pengertian kredit didalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) menyebutkan bahwa :
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan uang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Tentunya, yang namanya kredit tidak terlepas dari adanya pengikatan suatu jaminan, sehingga dengan adanya fasilitas kredit dari kreditur, maka prestasinya
2
kreditur meminta adanya jaminan atau agunan guna menjamin hutang-hutang debitur bilamana debitur cidera janji.Di dalam menyalurkan kredit kepada debitur, kreditur harus memperhatikan beberapa faktor sebagai penilaian kelayakannya, salah satunya berupa penilaian tentang adanya jaminan.
Hukum jaminan merupakan bidang hukum yang sangat popular disebut, wiertschafrecht atau droit economique yang mempunyai fungsi menunjang kemajuan ekonomi dalam pembangunan pada umumnya, sehingga bidang hukum demikian pengaturannya perlu diprioritaskan dalam peraturan perundang- undangan.1Arti jaminan diberi istilah agunan atau tanggungan sedangkan jaminan menurut Undang-Undang No 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan2 menyatakan :
“Jaminan adalah keyakinan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utang atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan”.
Adapun istilah agunan atau tanggungan menurut pasal 1 angka (23) UU Perbankan diartikan sebagai berikut :
“Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah”.
Hal ini menunjukkan bahwa, istilah agunan merupakan istilah collateral yang merupakan bagian dari istilah jaminan pemberian kredit atau pembiayaan. Penilaian terhadap collateral ini dapat ditinjau dari dua segi yaitu :
1. Segi ekonomis yaitu nilai ekonomi dari barang-barang yang akan diagunkan
1 Rachmadi Usman, 2009, Hukum Jaminan KeperdataanCetakan Kedua, Edisi Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, hal 66.
2Ibid
3
2. Segi yuridis yaitu apakah agunan tersebut memenuhi syarat-syarat yuridis dipakai sebagai agunan.
Pengertian jaminan lebih luas dari pengertian agunan, dimana agunan berkaitan dengan barang, sementara jaminan tidak hanya berkaitan dengan barang, tetapi juga berkaitan dengan character (kepribadian), capacity (kemampuan), capital (modal), collateral (agunan)dan condition of economy (kondisi ekonomi) dari nasabah yang bersangkutan.3 Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, jaminan merupakan hal yang sangat vital demi keamanan pengembalian dana yang telah diberikan kepada kreditur dan untuk kepastian hukumnya4.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada pasal 1131 ditentukan jenis jaminan umum yang telah diberikan oleh undang-undang yang mempunyai sifat konkurensi. Segala kebendaan debitur, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akanada kemudian, menjadi jaminan untuk segala perikatannya secara perseorangan.
Jaminan menurut hukum perdata dapat dibedakan menjadi dua, yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan.
1. Jaminan perorangan (personal guaranty), yaitu jaminan seseorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si debitur.
Jaminan ini dilakukan tanpa sepengetahuan si debitur.
3 Rachmadi Usman, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 282
4 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1997, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khusunya Fiducia di Dalam Praktek dan Pelaksanaannya di Indonesia, UGM press, Jakarta, hal 7.
4
2. jaminan kebendaan (perzoonlijke en sekelijkezekerheid), yaitu jaminan yang dilakukan oleh kreditur dengan debiturnya, ataupun antara kreditur dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si debitur.5
Ada beberapa jaminan kebendaan yang dikenal oleh hukum, pertama adalah jaminan dalam bentuk gadai, yang diatur dalam pasal 1150 sampai 1160 KUHPerdata. Pasal 1150 KUHperdata mendefinisikan gadai sebagai suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu kebendaan bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang debitur atau oleh orang lain atas namadebitur yang memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari para kreditur lainnya. Dalam gadai ada kewajiban dari seorang debitur untuk menyerahkan barang bergerak yang dimilikinya sebagai jaminan pelunasan utang serta memberikan hak kepada kreditur untuk melakukan penjualan atau pelelangan atas barang tersebut apabila debitur tidak mampu menebus kembali barang yang dimaksud dalam jangka waktu yang telah ditentukan.6
Kedua adalah hipotek, yang diatur dalam pasal 1162 sampai pasal 1178 KUHPerdata.Pasal 1162 KUHPerdata mendefinisikan hipotek sebagai suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Dengan berlakunya UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, maka pemberlakuan hipotek atas barang tidak bergerak tidak berlaku lagi untuk kebendaan hak-hak atas tanah berikut benda-
5 Muhammad Djumhana, 1996, Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 248.
6 Abdul R. Saliman, Hermansyah dan Ahmad Jalis, 2006, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori & Contoh Kasus), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 38
5
benda yang secara hukum daianggap melekat atas bidang tanah yang diberikan hak-hak atas tanah tersebut.
Ketiga adalah hak tanggungan yang diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Undang-Undang tersebut mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan hak tanggungan adalah jaminan yang dibebankan atas hak tanah yang dimaksudkan sebagai pelunasan utang tertentu, yang diberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur pemegang hak tanggungan dibandingkan dengan kreditur lainnya. Jadi hak tanggungan adalah hak yang dibebankan pada atas hak tanah beserta benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah.Benda –benda yang dimaksud antara lian adalah bangunan, dan hasil karya yang melekat secara tetap pada bangunan.
Keempat adalah jaminan fidusia, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut UU Fidusia).Sebelum dikeluarkannya UU Fidusia pada tahun 1999, jaminan fidusia sebagai pranata jaminan hanya diakui berdasarkan yurisprudensi.Sehingga demi melayani tuntutan kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang sesuai pertumbuhan ekonomi nasional7, pemerintah menerbitkan UU Fidusiasebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan.
7Moch Isnaeni, 2016, Hukum Jaminan Kebendaan(Eksistensi, Fungsi, dan pengaturan), LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, hal 162.
6
Jaminan fidusia telah digunakan Indonesia sejak zaman Hindia Belanda sebagai bentuk lembaga yang lahir dan berkembang dari yurisprudensi.8Namun, di dalam perkembangan praktik jaminan kebendaan, ternyata kehadiran jaminan fidusia sangat dibutuhkan keberadaannya.Kehadiran fidusia diharapkan mampu menjawab kebutuhan masyarakat dalam praktik jaminan kebendaan yang tidak mampu dipenuhi oleh jenis-jenis jaminan kebendaan sebelumnya.
Pada tanggal 5 Maret 2013, Kementerian Hukum dan Ham meluncurkan sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia secara Elektronik berdasarkan Surat Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Nomor AHU-06.OT.03.01 Tahun 2013 Tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik (Online System) dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasa hukum di bidang jaminan fidusia.
Setelah sistem pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik berjalan selama satu tahun, telah mengalami perkembangan yang cukup berarti9.Berbagai keuntungan dan kemudahan mulai dirasakan oleh para pemohon pendaftaran jaminan fidusia.Hal tersebut dapat dilihat dari pengajuan permohonan fidusia menjadi lebih mudah tanpa perlu datang ke Kantor Pendaftaran Fidusia, dan Sertifikat Jaminan Fidusia dapat dicetak sendiri oleh pemohon tepat waktu.Namun, mengesampingkan berbagai keuntungan yang dirasakan tersebut, sistem pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik juga masih menyisakan kekurangan
8 M. Bahsan, 2015, Hukum Jaminan dan jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Cetakan Kelima, Edisi Pertama, Rajawali Pers, Jakarta, hal 51.
9 Gunawan Wijaya & Ahmad Yani, 2007, Jaminan Fidusia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal127.
7
dalam hal tidak adanya uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam sertifikat jaminan fidusia.
Dengan adanya kelemahan pada sistem pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik, maka pada tahun 2014 Ditjen AHU melakukan pembaruan dan pengembangan aplikasi.Dalam sistem yang baru ini, pemohon sudah dapat melakukan input data uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia, sehingga diharapkan dapat meminimalisir terjadinya resiko penjaminan ganda pada objek fidusia dan mampu memberikan kepastian hukum kepada semua pihak, khususnya untuk penerima fidusia (kreditur).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan kajian secara ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “KEPASTIAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM SISTEM PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK”
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang menjadi pokok kajian adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah sahnyapendaftaran jaminan fidusia secaraelektronik?
2. Bagaimana kepastian hukum yang diperolehkreditur dalam pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik dikaitkan dengan laranganmelakukanpenjaminan gandapada objek fidusia ?
8 1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan skripsi ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu :
1.3.1 Tujuan Umum
1. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya dalam bidang penelitian
2. Untuk memperoleh gelar sarjana di bidang ilmu hukum 3. Untuk melatih diri dalam penulisan karya ilmiah
4. Untuk mengembangkan diri pribadi mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang keabsahan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik.
2. Untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang kepastian hukum yang diperolehkreditur dalam pendaftaran jaminan fidusia secaraelektronik dikaitkan dengan larangan melakukan penjaminan ganda padaobjek fidusia (fidusia ulang).
1.4Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang dapat diharapkan dan dicapai dari hasil penelitian terhadap pokok permasalahan adalah :
9 1.4.1 Kegunaan Teoritis
Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat berguna untuk memberikan kontribusi yang positif dalam mengembangan ilmu hukum terutama tentang jaminan fidusia secara elektronik.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat berguna memberikan kegunaan dan kontribusi antara lain bagi pemerintah, akademisi, notaris dan masyarakat umum. Manfaat yang diberikan yaitu terkait dengan jaminan fidusia secara elektronik
1.5 Tinjauan Pustaka
Istilah krediturmemiliki padanan kata dengan creditor dimana istilah creditor ini berasal dari kata credit (kredit) daribahasa latin yaitu credo yang berarti saya percaya, dikombinasi dengan bahasa sansekerta yaitu cred yang berarti kepercayaan.Kemudian juga kata creditor dikombinasi dengan akhiran or(bahasa Inggris) yang berarti menyebutkan pada orangnya atau pihak atau lembaga yang memberikan kepercayaan.
Pengertian krediturmenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyebutan kepada pihak yang memberi utang atau orang atau lembaga yang berpiutang.Sedangkan debitur adalah orang atau lembaga yang menerima utang
10
atau berutang kepada kreditur.Menurut Pasal 1 angka (8)Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 menyatakan bahwa:
“Kreditur adalah pihak yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang- undang”.
Dalam jaminan fidusia, kreditur merupakan pihak yang mempunyai kedudukan sebagai pemegang jaminan, sedangkan kewenangan sebagi pemilik yang dipunyainya ialah kewenangan yang masih berhubungan dengan jaminan itu sendiri.
Fidusia berasal dari kata fiduciair atau fides, yang artinya kepercayaan, yakni penyerahan hak milik atas benda secara kepercayaan sebagai jaminan (agunan) bagi pelunasan piutang kreditur.10Penyerahan hak milik atas benda ini dimaksudkan hanya sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, dimana memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia (kreditur) terhadap kreditur lainnya.11
Dalam ketentuan pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia menyatakan :
“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda”.
Dari perumusan di atas, dapat diketahui unsur-unsur fidusia itu yaitu12 : 1. pengalihan hak kepemilikan suatu benda;
10 Rachmadi Usman, 2016, Hukum Jaminan Keperdataan, Cetakan Ketiga, Edisi Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 151
11 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1980 Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta : Liberty, hal. 1
12Rachmadi Usman, 2016, Op. Cit., 152
11 2. dilakukan atas dasar kepercayaan;
3. kebendaannya tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Dengan demikian, artinya bahwa dalam fidusia telah terjadi penyerahan dan pemindahan dalam kepemilikan atas suatu benda yang dilakukannya atas dasar fiduciair dengan syarat bahwa benda yang hak kepemilikannya tersebut diserahkan dan dipindahkan kepada penerima fidusia tetap dalam penguasaan pemilik benda (pemberi fidusia).Dalam hal ini yang diserahkan dan dipindahkan itu dari pemiliknya kepada kreditur (penerima fidusia) adalah hak kepemilikan atas suatu benda yang dijadikan sebagai jaminan, sehingga hak kepemilikan secara yuridis atas benda yang dijaminkan beralih kepada kreditur.Sementara itu hak kepemilikan secara ekonomis atas benda yang dijaminkan tersebut tetap berada di tangan atau dalam penguasaan pemiliknya.
Sebelum terbitnya UU Fidusia, masalah pendaftaran jaminan fidusia bukanlah menjadi suatu kewajiban yang harus dipenuhi dalam prosedur jaminan fidusia, tetapi setelah keluarnya UU Fidusia, masalah pendaftaran menjadi sangat penting.
Pendaftaran jaminan fidusia memiliki arti yuridis sebagai suatu rangkaian yang tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia. Selain itu pendaftaran fidusia merupakan perwujudan dari asas publisitas dan kepastian hukum.
Pendaftaran jaminan fidusia secara manual melalui kantor pendaftaran fidusia selama ini dirasakan tidak efektif, karena proses pengurusan dan pengeluaran sertifikat jaminan fidusianya membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang dikeluarkan juga cukup mahal. Hal ini menyebabkan pemanfaatan fidusia
12
menjadi tidak optimal, kepatuhan para pelaku usaha untuk mendaftarkan jaminan fidusia juga rendah, tidak jarang kreditur tetap memungut biaya pendaftaran fidusia namun baru melakukan pendaftaran apabila debitur sudah memasuki tahap tidak kooperatif dan menunggak pembayaran.
Pada bulan Oktober 2012 Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia yang mewajibkan semua lembaga non bank untuk mendaftarkan jaminan fidusia paling lama 30 hari. Kebijakan ini membuat lonjakan jumlah pendaftaran fidusia hingga tiga kali lipat dari biasanya.Hal ini menyebabkan Kantor Pendaftaran Fidusia sangat sibuk dan terjadi tunggakan pendaftaran fidusia yang besar.
Melihat hal tersebut, Kementerian Hukum dan HAM meluncurkan sebuah ide yaitu pendaftaran fidusia secara elektronik untuk mengganti sistem manual yang didasarkan pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik (Online System).
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM sebagai intitusi yang melaksanakan pendaftaran jaminan fidusia menindaklanjuti sistem fidusia secara elektronik, dengan menerbitkan Surat Edaran Dirjen AHU No.
AHU-06.0T.03.01 Tahun 2013 Tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik (Online System).
13
Pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik dapat mempermudah dan mempercepat pendaftaran jaminan fidusia sehingga memberikan kepastian hukum bagi para pihak, dengan telah terbitnya sertifikat jaminan fidusia maka kreditur merasa yakin dan aman apabila akan melakukan eksekusi terhadap jaminan yang dikuasai oleh debitur, sedangkan debitur yakin dan aman apabila terjadi eksekusi harus dilakukan dengan cara-cara yang benar menurut hukum, karena fungsi jaminan fidusia untuk menjamin pelunasan utang tertentu, debitur yang telah diperjanjikan dalam perjanjian pokok dan perjanjian lainnya.
Pembentukan sistem ini merupakan wujud usaha Kementerian Hukum dan HAM untuk menegakkan isi dari pasal 14 Ayat (1) UU Fidusia yang menyatakan :
“Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada Penerima Fidusia, Sertifikat Jaminan Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.”13
Pasal tersebut belum dapat terlaksana secara sempurna pada sistem pendaftaran jaminan fidusia secara manual, ini disebabkan karena jumlah sumber daya manusia dan sarana prasarana yang ada di Kantor Pendaftaran Fidusia tidak sebanding dengan besarnya jumlah pemohon pendaftaran jaminan fidusia yang masuk setiap harinya. Selain itu, pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik juga bertujuan agar seluruh pendaftaran jaminan fidusia terdata secara nasional dalam database
13Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Surat Edaran Ditjen AHU No. AHU-06.0T.03.01 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik (Online System), Jakarta, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, 5 Maret 2013, hal. 1
14
Ditjen AHU sehingga asas publisitas14 semakin meningkat dan pelayanan hukum di bidang jaminan fidusia dapat menjadi lebih cepat, praktis dan akurat.
Akan tetapi, pada sistem pendaftaran jaminan fidusia pada tahun 2013, tidak dicantumkan uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia pada formulir pendaftaran dan pada sertifikat jaminan fidusia. Sebagai akibat dari tidak dicantumkannya uraian mengenai objek jaminan fidusia, maka resiko terjadinya fidusia ulang15akan meningkat. Hal ini memberikan dampak pada berkurangnya kepastian hukum yang diperoleh penerima fidusia.
1.6 Metode Penelitan
1.6.1 Tipe dan Pendekatan Masalah
Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah merupakan tipe penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi penjelasan umum dan pasal
14Asas Publisitas merupakan salah satu ciri jaminan hutang modern dengan tujuan semakin terpublikasinya suatu jaminan hutang, maka kreditur atau khalayak ramai dapat mengetahuinya atau punya akses untuk mengetahui informasi-informasi penting di sekitar jaminan hutang tersebut, sehingga diharapkan agar pihak debitur tidak dapat membohongi kreditur atau calon kreditur dengan memfidusiakan sekali lagi atau bahkan menjual barang objek jaminan fidusia tanpa sepengetahuan kreditur asal. (Munir Fuady, Jaminan Fidusia : Cetakan Kedua Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal 30)
15 Fidusia ulang adalah pembebanan fidusia yang dilakukan atas benda yang sama yang telah diberikan fidusia sebelumnya ( Ibid, hal 21-22)
15
demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum yang digunakan.16
Sedangkan pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual yaitu menganalisis permasalahan yang akan dibahas melalui konsep-konsep hukum yang diambil dan buku-buku serta literature-literatur maupun dengan pendekatan kasus-kasus yang ada relevansinya dengan permasalahan.
1.6.2 Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum adalah suatu hal yang sangat penting di dalam menyusun suatu karya ilmiah dalam bidang ilmu hukum yaitu digunakan untuk menunjang kebenaran. Dalam penulisan ini bahan hukum diperoleh dari :
1. bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan mempunyai otoritas17terdiri dari norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penelitian yaitu sumber bahan hukum berasal dari peraturan perundang-undangan misalnya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik, Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 10 Tahun 2013 tentang Tata
16 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 101- 102.
17 Zainudin Ali, 2015, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal 54.
16
Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
2. Bahan hukum sekunder, adalah semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen tidak resmi, terdiri atas buku-buku literature mengenai permasalahan hukum, hasil penelitian, jurnal-jurnal hukum, surat kabar, dan tulisan-tulisan ilmiah yang terkait dengan penelitian mengenai pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik18.
3. Bahan hukum tersier, yaitu berupa petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum19
1.6.3 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Adapun metode pengumpulan bahan hukum yang dilakukan adalah dengan metode pencatatan artinya bahan hukum yang dikumpulkan diklasifikasi sesuai jenis bahan hukum yang akan digunakan seperti : teori-teori hukum, jurnal hukum dan pandangan-pandangan ahli hukum, demikian juga dengan perundang-undangan yang terkait.
18 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, hal 33
19Ibid.
17 1.6.4 Analisis bahan hukum
Setelah bahan hukum yang dibutuhkan terkumpul, maka bahan hukum tersebut akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode pengolahan bahan hukum secara sistematis yaitu argumentasi hukum berdasarkan logika deduktif- induktif yaitu cara berpikir yang mendasar pada hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik pada kesimpulan yang lebih khusus20. Penyajiannya dilakukan secara deskriptif analisis yaitu suatu analisis bahan hukum yang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang diperoleh dan disusun secara sistematis kemudian diuraikan dalam bentuk skripsi.
20 Zainudin Ali, Op.cit., hal 105.
18 BAB II
KEABSAHAN PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK
2.1 Pengertian Jaminan Fidusia
Pada dasarnya, istilah jaminan berasal dari kata “jamin” yang berarti
“tangung”, sehingga jaminan diartikan sebagai tanggungan. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie, yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur kepada krediturnya21. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungjawaban umum debitur terhadap barang- barangnya.22
Istilah jaminan telah lazim digunakan dalam bidang ilmu hukum dan telah digunakan dalam beberapa peraturan perundang-undangan tentang lembaga jaminan daripada istilah agunan.Oleh karena itu, istilah yang digunakan adalah hukum jaminan, lembaga jaminan, jaminan kebendaan, jaminan perseorangan dan hak jaminan. Istilah jaminan menurut UU Perbankan diberi arti :
21 Rachmadi Usman, 2016, Op.cit, hal 66.
22 Salim, HS, 2014, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.
21
19
“Jaminan adalah keyakinan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan.”
Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa jaminan adalah suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan/ atau pihak ketiga kepada kreditur yang menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan23. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Hartono Hadisoeprapto yang menyatakan jaminan adalah sesuatu yang diberikandebitur kepada kreditur, untuk itu menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya yang dapat dinilai dengan utang yang timbul dari suatu perikatan.24
Ketentuan pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyatakan bahwa :
“Segala kebendaan si berutang (debitur), baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada dikemudian hari, menjadi jaminan segala perikatan pribadi debitur tersebut”
Pasal 1131 KUH Perdata tersebut mengandung asas bahwa setiap orang bertanggungjawab atas utangnya, tanggungjawab yang mana berupa penyediaan kekayaan, baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak, jika perlu dijual untuk melunasi utang-utangnya. Asas ini sesuai dengan asas kepercayaan dalam hukum perikatan, kepercayaan yang dimaksudkan adalah setiap orang yang memberikan utang kepada kreditur percaya bahwa debiturakan melunasi utangnya dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Setiap orang harus bertanggungjawab
23 Mariam Darus Badrulzaman, 2000, Beberapa Pemasalahan Hukum Hak Jaminan. Artikel Dalam Hukum Bisnis Volume II, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, hal. 12
24 Hartono Hadisoeprapto, 1984, Seri Hukum Perdata : Pokok-Pokok Hukum Perdata dan Hukum Jaminan, Liberty, Jakarta, hal. 50
20
dengan apa yang telah diperjanjikan karena semua berkaitan dengan sanksi moral sekaligus sanksi hukum.25
Dari perumusan pengertian jaminan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jaminan merupakan suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang, yaitu berupa benda tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditur sebagai akibat dari suatu hubungan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain.
Fidusia merupakan istilah yang telah lama dikenal dalam hukum jaminan di Indonesia.Fidusia berasal dari kata fiduciair atau fides, yang artinya kepercayaan yakni penyerahan hak milik atas benda atas dasar kepercayaan sebagai jaminan bagi pelunasan piutang kreditur26.Sesuai dengan arti kata ini, maka hubungan hukum antara pemberi dan penerima fidusia merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan.27
Istilah fidusia yang berasal dari Bahasa Belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam Bahasa Inggris disebut fiduciary transfer of ownership, yang artinya kepercayaan.28Fidusia lazimnya disebut dengan istilah eigendom overdract (FEO), yaitu penyerahan hak milik berdasarkan atas kepercayaan.
Di dalam pasal 1 ayat (1) UU Fidusia kita jumpai pengertian fidusiayaitu :
“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya tetap dalam penguasaan pemilik benda.”
25 Abdul R. Saliman, Op.cit, hal. 41.
26 Rachmadi Usman, 2016 Op.cit, hal 151.
27http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-jaminan-fidusia-sifat-dan.html?m=1, diakses pada tanggal 26 Februari 2017
28 Salim, HS, Op.cit, hal 55.
21
Yang diartikan dengan pengalihan hak kepemilikan adalah pemindahan hak kepemilikan dari pemberi fidusia kepada penerima fidusia atas dasar kepercayaan, dengan syarat bahwa benda yang menjadi objeknya tetap berada di tangan pemberi fidusia.
Dari perumusan diatas, dapat diketahui unsur-unsur fidusia itu, yaitu : 1. pengalihan hak kepemilikan suatu benda;
2. dilakukan atas dasar kepercayaan;
3. kebendaannya tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Dengan demikian, artinya bahwa dalam fidusia telah terjadi penyerahan dan pemindahan dalam kepemilikan atas suatu benda yang dilakukan atas dasar fiduciair dengan syarat benda yang hak kepemilikannya diserahkan dan dipindahkan kepada penerima fidusia tetap dalam penguasaan pemberi fidusia.29
Disamping istilah fidusia, dikenal juga istilah jaminan fidusia. Istilah jaminan fidusia ini dirumuskan dalam pasal 1 angka 2 UU Fidusia yang menyatakan :
“Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memeberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.”
Unsur-Unsur jaminan fidusia adalah sebagai berikut :
1. sebagai lembaga hak jaminan kebendaan dan hak yang diutamakan;
2. kebendaan bergerak sebagai objeknya;
29 Rachmadi Usman, Op.cit, hal 152.
22
3. kebendaan tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan juga menjadi objek fidusia;
4. kebendaan menjadi objek jaminan fidusia tersebut dimaksudkan sebagai agunan;
5. untuk pelunasan suatu utang tertentu;
6. memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.
Pengertian jaminan fidusia yang diatur dalam UU Fidusia membedakan pengertian fidusia dari jaminan fidusia, dimana fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia.30 Ini berarti bahwa jaminan fidusia yang termasukfiducia cum creditore contracta yang artinya janji kepercayaan yang dibuat kreditur. Yang isi janji yang dibuat oleh debitur dengan krediturnya adalah debiturakan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda sebagai jaminan utangnya dengan kesepakatan debitur tetap menguasai secara fisik benda tersebut dan kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada kreditur bilamana hutangnya sudah dibayar lunas.31
Ini berarti penyerahan hak milik kepada kreditur dalam fidusia bukanlah suatu penyerahan hak milik dalam arti sesungguhnya seperti halnya dalam jual beli, sehingga kewenangan kreditur hanyalah setaraf dengan kewenangan yang dimiliki seseorang yang berhak atas barang-barang jaminan.32
30Ibid
32 Gunawan Wijaya &Ahmad Yani, Op.cit, hal. 138.
23
Menurut Muanir Fuady, jaminan fidusia memegang beberapa prinsip penting, yaitu :
1. Bahwa secara riil, pemegang fidusia hanya berfungsi sebagai pemegang jaminan saja, bukan sebagai pemilik yang sebenarnya;
2. Hak pemegang fidusia untuk mengeksekusi barang jaminan baru ada jika ada wanprestasi dari pihak debitur;
3. Apabila utang sudah dilunasi, maka objek jaminan fidusia harus dikembalikan kepada pemberi fidusia;
4. Jika hasil penjualan (eksekusi) barang fidusia melebihi jumlah utangnya, amak sisa hasil penjualan harus dikembalikan kepada pemberi fidusia.
2.2 SejarahLahirnya Lembaga Fidusia
Pranata jaminan fidusia telah diberlakukan sebelumnya di dalam masyarakat hukum Romawi.Akan tetapi perkembangan hukumnya belum sampai pada hukum jaminan sehingga praktik mempergunakan konstruksi hukum yang ada hanyalah pengalihan hak milik dari debitur kepada kreditur atau fiducia cum creditore dan fidusia cum amico yang timbul dari perjanjian yang disebut pactum fiduciae33 yang kemudian diikuti dengan penyerahan hak34 atau in iure cession.35
33 Pactum Fiduciae artinya adalah perjanjian berdasarkan asas kepercayaan
34 Tan Kamello, 2007, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Alumni, Bandung, hal. 6
35 In Iure Cession artinya adalah perpindahan hak kepemilikan dari suatu benda yang pada awalnya merupakan penyerahan hak milik atas kepercayaan
24
Dengan fiducia cum creditore ini kreditur diberi kewenangan yang lebih besar, sebagai pemilik dari barang yang diserahkan sebagai jaminan.Debitur percaya bahwa kreditur tidak akan menyalahgunakan kewenangan yang diberikannya, tetapi ia hanya mempunyai kekuatan moral bukan kekuatan hukum. Sehingga bila kreditur tidak mau mengembalikan hak milik atas barang yang diserahkan sebagai jaminan maka debitur tidak bisa berbuat apa-apa.Disini terlihatkelemahan fidusia pada bentuk awalnya.
Karena kelemahannya itu, ketika gadai dan hipotek berkembang sebagai hak-hak jaminan kebendaan, maka fidusia terdesak sampai akhirnya hilang dari hukum Romawi. Bila diikuti perkembangan fidusia, maka dapat dikatakan bahwa fidusia timbul karena kebutuhan masyarakat akan hukum jaminan dan fidusia lenyap karena dianggap tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan akan hukum jaminan tersebut36.
Masyarakat Romawi pada waktu itu menganggap bahwa gadai dan hipotek lebih sesuai karena adanya aturan tertulis sehingga lebih memberi kepastian hukum.Gadai dan hipotek juga memberikan hak-hak yang seimbang antara kreditur dan debitur. Demikian pula hak-hak dari pihak ketiga akan lebih terjamin kepastiannya karena ada aturannya pula.37
Masyarakat hukum Romawi juga mengenal suatu pranata lain disamping pranata jaminan fidusia di atas, yaitu pranata titipan yang disebut fiducia cum amico contractayang artinya janji kepercayaan yang dibuat dengan teman. Pranata ini
36 Gunawan Wijaya & Ahmad Yani, Op,cit, hal. 120
37Ibid hal. 121
25
pada dasarnya sama dengan pranata “trust” sebagaimana dikenal dalam sistem hukum “common law”. Lembaga ini sering digunakan dalam hal pemilik suatu benda harus mengadakan perjalanan keluar kota dan sehubungan dengan itu menitipkan kepemilikan benda kepada temannya dengan janji bahwa teman tersebut akan mengembalikan kepemilikan benda tersebut jika pemiliknya sudah kembali dari perjalanannya.
Perkembangan selanjutnya dari jaminan fidusia adalah di negara Belanda.
Dalam Burgerlijk Wetboek (BW), pranata jaminan yang diatur adalah gadai untuk barang bergerak dan hipotek untuk barang tidak bergerak. Pada mulanya kedua pranata jaminan dirasakan cukup memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang perkreditan.Tetapi karena terjadi krisis pertanian yang melanda negara-negara eropa pada pertengahan sampai akhir abad ke 19, terjadi penghambatan pada perusahaan-perusahaan pertanian untuk memperoleh kredit.
Pada waktu itu tanah sebagai jaminan kredit menjadi agak kurang populer, dan kreditur menghendaki jaminan gadai sebagai jaminan tambahan disamping jaminan tanah tadi.Kondisi seperti ini menyulitkan perusahaan-perusahaan pertanian.Ditambah dengan perbedaan kepentingan antara kreditur dengan debitur yang cukup menyulitkan kedua belah pihak.Keadaan seperti ini berlangsung terus sampai dikeluarkannya keputusan oleh Hoge Raad (HR) Belanda tanggal 29 januari 1929 yang terkenal dengan nama Bierbrouwerij Arrest.38Hal ini telah melahirkan
38Ibid, hal 123
26
pranata jaminan dengan jaminan penyerahan hak milik secara kepercayaan yang dikenal dengan fidusia.
Dalam perjalanannya, fidusia telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Perkembangan tersebut menyangkut kedudukan para pihak, dimana pada zaman Romawi dulu kedudukan penerima fidusia adalah sebagai pemilik atas barang yang difidusiakan, akan tetapi sekarang sudah diterima bahwa penerima fidusia hanya berkedudukan sebagai pemegang jaminan saja.Tidak hanya sampai disitu, perkembangan selanjutnya juga menyangkut kedudukan debitur, hubungannya dengan pihak ketiga dan mengenai objek yang dapat difidusiakan.
Mengenai objek fidusia ini, baik Hoge Raad Belanda maupun Mahkamah Agung Indonesia secara konsekuen berpendapat bahwa fidusia hanya dapat dilakukan atas barang-barang bergerak.Namun dalam praktek kemudian orang sudah menggunakan fidusia untuk barang-barang tidak bergerak.
Untuk pertama kalinya pada tahun 1985, eksistensi lembaga fidusia ini diakui atau dikukuhkan dalam Undang-Undang, yaitu dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (selanjutnya disebut UURS) yang mengatur mengenai hak milik atas satuan rumah susun yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani lembaga fidusia, jika tanahnya hak pakai atas tanah negara.
Kemudian dikukuhkan pula dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, yang juga memberikan kemungkinan terhadap rumah-
27
rumah yang dibangun diatas tanah yang dimiliki oleh pihak lain dapat dibebani dengan jaminan fidusia39.
Untuk menampung kebutuhan hukum masyarakat luas, sehingga dapat menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka diatur ketentuan hukum yang jelas dan lengkap mengenai lembaga jaminan fidusia dalam suatu undang-undang yang kemudian dituangkan dalam UU Fidusia yang mulai berlaku sejak tanggal 30 September 199940.
Penjaminan melalui lembaga fidusia tumbuh dengan pesat di Indonesia seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, perkembangan ekonomi dan perkembangan perkreditan dalam masyarakat Indonesia sekarang.Sebagaimana yang terjadi dalam praktik perbankan, kiranya dapat dirasakan kemanfaaatannya bagi kedua belah pihak41. Bagi debitur menguntungkan karena melalui fidusia kebutuhan akan kredit dapat tercapai, dengan masih tetap dapat menguasai benda jaminan untuk pekerjaannya dan kehidupan sehari-hari. Adapun bagi kreditur juga menguntungkan karena selain prosedur pemasangan fidusia lebih sederhana, juga karena ikatan fidusia tidak mensyaratkan berpindahnya benda jaminan dalam kekuasaan kreditur, maka bank tidak usah menyediakan tempat khusus bagi penyimpanan benda-benda jaminan.
39 Rachmadi Usman, 2016, Op.cit, hal. 162
40 Salim, HS, Op.cit hal. 59
28
2.3 Ruang Lingkup, Objek dan Subjek Jaminan Fidusia
Pasal 2 UU Fidusia menentukan batas ruang lingkup berlakunya UU Fidusia.Bunyi ketentuan pasal 2 UU Fidusia adalah sebagai berikut :
“Undang-Undang ini berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia.”
Berdasarkan ketentuan itu, sepanjang perjanjian tersebut bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia, perjanjian tersebut tunduk pada dan mengikuti UU Fidusia42, yang dipertegas kembali oleh rumusan yang dimuat dalam pasal 3 UU Fidusia yang dengan tegas menyatakan bahwa :
“Undang-Undang ini tidak berlaku terhadap :
a. hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda- benda tersebut wajib didaftar.;
b. hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) M3 atau lebih;
c. hipotek atas pesawat terbang; dan d. gadai
Dengan itu, berarti atas suatu hubungan hukum yang mempunyai ciri-ciri fidusia yang disebutkan dalam UU Fidusia, berlaku UU Fidusia sekalipun tidak memakai judul fidusia. Salah satu ciri pokok maksud untuk membebani benda dengan jaminan fidusia. Patokan tersebut penting disimak, karena dengan itu, berarti bahwa UU Fidusia tidak harus berlaku untuk segala macam hubungan fidusia, yang meliputi bidang yang luas, karena hubungan fidusia itu ada, setiap kali ada
42 Gunawan Wijaya & Ahmad Yani, Op.cit, hal 138
29
seseorang yang secara teknis yuridis pemilik, tetapi secara sosial ekonomis hak itu dianggap milik orang lain.43
Dari kata membebani dalam pasal 2 UU Fidusia tersebut, diketahui bahwa untuk menutup perjanjian fidusia harus ada tindakan aktif membebani atau paling tidak secara tegas disebutkan, bahwa maksud perjanjian itu adalah seperti itu.UU Fidusia hanya berlaku untuk perjanjian, dimana seorang pemberi fidusia menyerahkan hak miliknya atas benda atau sekelompok benda-benda tertentu kepada fiduciarious (penerima fidusia) dengan maksud untuk dijadikan jaminan atas utang-utangnya.44
Sebelum diundangkannya UU Fidusia, pada umumnya benda yang menjadi objek fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda persediaan, benda dagangan, piutang, peralatan mesin dan kendaraan bermotor.45 Dengan kata lain objek jaminan fidusia terbatas pada kebendaan bergerak. Guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, menurut UU Fidusia, objek jaminan fidusia diberikan pengertian yang luas, yaitu :
1. benda bergerak yang berwujud;
2. benda bergerak yang tidak berwujud;
3. benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.
Dalam pasal 1 angka 4 UU Fidusia diberikan perumusan batasan yang dimaksud dengan benda yang menjadi objek jaminan fidusia sebagai berikut :
43 J. Satrio, 2002 ,Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 189
44Ibid, hal. 190
45Salim H.S, Op.cit, hal. 64