• Tidak ada hasil yang ditemukan

IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. BAB I Pendahuluan. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak menuju masa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. BAB I Pendahuluan. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak menuju masa"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R BAB I

Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, dan emosional. Karena berada pada masa peralihan status remaja agak kabur, baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya. Masa remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi berkobar-kobar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna. Remaja sering mengalami perasaan tidak aman, tidak tenang, dan khawatir kesepian (Ali & Asrori, 2014).

Remaja yang mendapat pengaruh negatif, kurang dukungan dan perhatian menimbulkan gejolak emosi dalam diri. Menurut G. Stanley Hall (dalam Santrock, 2014) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa bergolak yang diwarnai oleh konflik dan perubahan suasana hati (mood) yang disebut sebagai pandangan

“storm and stress”.

Remaja yang yang kurang mampu dalam memenuhi tuntutan peran sosial, dapat menjadi potensi remaja untuk melakukan suatu perilaku yang menyimpang.

Menurut sudut pandang psikologis perilaku menyimpang atau kenakalan yang dilakukan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa lalunya. Kenakalan tersebut menyebabkan demoralisasi di kalangan remaja, seperti kekerasan, penggunaan bahasa dan kata yang memburuk, menurunnya rasa hormat pada orangtua dan guru, serta meningkatnya perilaku merusak diri. Kenakalan remaja mayoritas dilakukan oleh remaja berusia dibawah 21 tahun (Kartono, 2019)

(2)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R Menurut Farrington (1973) mengungkapkan kecenderungan perilaku delinkuen mengacu pada berbagai perilaku yang tidak dapat diterima seperti menyalahi aturan hukum dan norma yang berkembang di masyarakat. Kenakalan remaja biasa disebut juga juvenile delinquency merupakan masalah sosial yang sering terjadi di kalangan remaja. Kenakalan remaja mengacu pada suatu perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial, pelanggaran, hingga tindak kriminal.

Perilaku yang dimaksud dapat berupa membolos, mengkonsumsi minuman keras, penyalahgunaan obat terlarang, seks bebas, perampokan, penyerangan, pemerkosaan, serta pembunuhan (Santrock, 2014).

Jensen (dalam Sarwono, 2019) membagi empat jenis kenakalan remaja.

kenakalan yang menimbulkan korban fisik seperti perkelahian, pemerkosaan, perampokan, dan pembunuhan. Kedua, kenakalan yang menimbulkan korban materi, seperti perusakan, pencurian, pemerasan, dan lainnya. Ketiga, kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak lain, seperti pelacuran dan penyalahgunaan obat. Keempat, kenakalan yang melawan status (status offense), dapat berupa perilaku yang dilakukan untuk mengingkari statusnya sebagai pelajar dengan cara membolos, lari dari rumah dan keluarga.

Jadi pada dasarnya kenakalan memiliki sinonim lain seperti perilaku delinkuen, perilaku menyimpang atau penyimpangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja atau perilaku delinkuen pada remaja diartikan sebagai perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja yang dapat berupa melanggar aturan atau norma sosial yang dapat menimbulkan kerugian baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

(3)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R Fenomena tindak kenakalan dan kriminalitas di kalangan remaja yang terus meningkat ini secara faktual antara lain terlihat dari berbagai tayangan berita kriminal di televisi dan media massa lainnya. Pada saat sekarang ini, berita mengenai tindak kriminalitas di kalangan remaja ini selalu disajikan hampir setiap hari. Keresahan masyarakat akibat kenakalan remaja ini semakin diperburuk dengan ketidakmampuan institusi sekolah dan kepolisian untuk mengurangi angka kriminalitas di kalangan remaja. Firmansyah (2018) dalam Tempo.com melaporkan menurut Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listiyarti mengatakan, pada tahun lalu, angka kasus tawuran hanya 12,9 persen, tapi tahun ini menjadi 14 persen.

Asnizar (2017) mempublikasi sebuah artikel dalam Aceh Journal National Network (AJNN) bahwa di Indonesia angka kenakalan remaja meningkat setiap

tahunnya, berdasarkan data data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2013 angka kenakalan remaja di Indonesia mencapai 6325 kasus, sedangkan pada tahun 2014 jumlahnya mencapai 7007 kasus dan pada tahun 2015 mencapai 7762 kasus, artinya dari tahun 2013 – 2014 mengalami kenaikan sebesar 10,7 persen. Kasus tersebut terdiri dari berbagai kasus kenakalan remaja di ataranya pencurian, pembunuhan, pergaulan bebas dan narkoba.

Data angka kenakalan remaja di wilayah Jawa Timur khususnya Kabupaten Nganjuk mengalami peningkatan pada tahun 2018 daripada tahun 2017. Data dari unit PPA tahun 2018 tercatat ada 55 kasus kenakalan remaja, sedangkan tahun 2017 hanya ada 36 kasus. Kasus kenakalan remaja melonjak hampir 50%, dimana dari 55 kasus tersebut dengan rincian penganiayaan 8 kasus, pengeroyokan 15 sebanyak kasus, pencurian 13 sebanyak kasus, persetubuhan sebanyak 18 kasus, dan

(4)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R perjudian sebanyak 1 kasus. Sedangkan pada tahun 2017 lebih sedikit kasus yang terjadi diantaranya penganiayaan sebanyak 12 kasus, pengeroyokan sebanyak 2 kasus, persetubuhan sebanyak 13 kasus, dan membawa lari gadis sebanyak 2 kasus (Detiknews, 2018).

Devi (2014) dalam Satujurnal.com mempublikasi sebuah artikel yang memaparkan sejumlah kasus kenakalan remaja yang ditangani Balai Konseling (BK) Anak dan Remaja Kota Mojokerto bahwa, terdapat 50 kasus yang ditangani selama kurun waktu 2013 yaitu penyalahgunaan internet seperti mengakses situs situs dewasa menjadikan remaja terjerumus dalam berbagai perilaku kenakalan, salah satunya yaitu seks pra nikah. Ada pula kasus kecanduan game online yang menjadikan para remaja membolos sehingga terjaring razia Satpol PP. Kasus tersebut menempati urutan atas dalam kasus yang ditangani lembaga bentukan Pemkot Mojokerto yang khusus melayani konseling remaja yang berstatus siswa SMP dan SMA. Sebuah artikel yang diterbitkan oleh SURYA.co.id memaparkan pada bulan Maret 2018 Satuan Pamong Praja Kota Mojokerto mengamankan 11 remaja yang kedapatan melakukan pesta minuman keras di sebuah lokasi di Kota Mojokerto. Selanjut para remaja dibawa ke kantor Satpol PP untuk dilakukan pembinaan serta memanggil orang tua dari para remaja tersebut.

Beberapa perilaku menyimpang remaja juga dijumpai di salah satu SMA Negeri di Mojokerto. Terdapat beberapa perilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswa yang didapat dari rekapan guru selaku tim tatib (tata tertib).

(5)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R Tabel 1.1 Data Kenakalan Remaja di SMA Negeri X Mojokerto

Jenis Pelanggaran N Persentase kasus

Terlambat 220 22%

Meninggalkan pelajaran 33 11%

Tidur pada jam pelajaran 24 6%

Berpakaian tidak sesuai ketentuan 48 3%

Berkata kotor 65 13%

Tidak berperilaku sopan santun 80 20%

Membolos 28 4%

Memanjat pagar 21 7%

Merokok 45 9%

Pelanggaran lain lain 55 5%

Total 619 kasus

Sumber data Tim Tata Tertib tahun 2018-2019

Dari data rekapan kasus yang dilakukan siswa, diantaranya terlambat, meninggalkan pelajaran, tidur saat pelajaran berkata kotor, tidak sopan, membolos, memanjat pagar, dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan bentuk perilaku.

Perilaku delinkuen ini dapat diidentifikasikan sebagai perikau mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos dan melakukan kenakalan di luar sekolah, kabur dari rumah, mengkonsumsi minuman beralkohol, pelacuran, dan ketidakmampuan mengendalikan diri dan sebagainya (Sarwono, 2019; Santrock, 2014).

Chong, dkk (2015) mengungkapkan beberapa perilaku delinkuen remaja di sekolah seperti menggunakan obat obatan terlarang, membawa senjata, berperilaku tidak baik kepada guru, merusak fasilitas sekolah. Perilaku lain seperti ketidak jujuran seperti curang dalam ujian dan perilaku tidak jujur lainnya, pornografi dan terlibat dalam perilaku seksual, serta berkelakuan buruk yang mengacu pada perilaku apapun yang mengganggu kegiatan belajar mengajar, pembolosan,

(6)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R membuat keributan dikelas atau didepan umum atau menggoda teman teman di sekolah mereka.

Hasil observasi di SMA Negeri tersebut dan wawancara terhadap guru selaku tim tatib dan salah satu guru BK menyatakan adanya sikap egois yang muncul dari siswa yang berupa perilaku semena mena dan maunya menang sendiri. Siswa yang tidak sabaran dan tergesa gesa. Selanjutnya kurang pekanya siswa terhadap lingkungan, seperti ketika teman atau guru membutuhkan bantuan, siswa bersikap cuek dan acuh, bahkan ada yang berusaha menghindari. Su’udzon atau berprasangka buruk terhadap terhadap orang lain. Bercanda yang berlebihan sehingga menyakiti perasaan orang lain. Ada pula yang berbicara dengan bahasa kasar (yang tidak menghargai dan menghormati orang yang lebih tua) dan kurangnya sopan santun siswa dalam berperilaku.

Perilaku delinkuen memiliki keterkaitan dengan aspek dan faktor yang berada di sekitar individu itu sendiri. Menurut sudut pandang eksternal perilaku delinkuen yang dilakukan remaja disebabkan oleh pengaruh teman sebaya yang negatif, lingkungan keluarga seperti pemantauan orang tua, keterlibatan anak dalam aktivitas keluarga, serta dukungan orang tua, serta pengaruh lingkungan sekolah seperti School attachment dan kualitas sekolah (Friday, dkk, 2005; Wang, dkk, 2002; Zhang & Messner, 1995)

Ditinjau dari sudut pandang psikogenesi sebab munculnya perilaku delinkuen dari aspek psikologis, antara lain fakor intelegensi, ciri kepribadian, dan sikap sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi, internalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi yang kontroversial dan lain lain (Kartono, 2019). Menurut Sprinhall, dkk (dalam Chong, 2015) menyebutkan dua dimensi gangguan perilaku yaitu internalisasi dan

(7)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R eksternalisasi. Sehingga kenakalan dianggap sebagai masalah eksternalisasi karena memunculkan perilaku, sedangkan kesulitan emosional dianggap sebagai internalisasi, karena masalah dibelokkan ke dalam. Reaksi internalisasi meningkat selama masa remaja. Erasmus (dalam Chong, 2015) menyatakan bahwa generasi muda yang kurang dalam kompetensi sosial dan emosional berakhir menjadi egois dan tidak mampu berempati dan berhubungan baik dengan orang lain. Selain itu siswa dengan perilaku delinkuen sering kesulitan dengan masalah pribadi dan emosional yang sulit.

Emosi yang menggebu-gebu bermanfaat untuk remaja dalam proses mencari identitas dirinya. Emosi yang tak terkendali itu antara lain disebabkan juga oleh konflik peran yang sedang dialami remaja. Ia ingin bebas tapi ia masih bergantung pada orang tua. Ia ingin dianggap dewasa, sementara ia masih diperlakukan seperti anak kecil. Dengan adanya emosi-emosi itu, secara bertahap remaja mencari jalannya menuju kedewasaan, karena reaksi orang-orang disekitar terhadap emosinya akan menyebabkan si remaja belajar dari pengalaman untuk mengambil langkah-langkah yang terbaik. Masalahnya adalah, jika seorang remaja tidak berhasil mengatasi situasi-situasi kritis dalam rangka konflik peran itu karena ia terlalu mengikuti gejolak emosinya, maka besar kemungkinannya ia akan terperangkap masuk ke jalan yang salah yang disebabkan oleh kurang adanya kemampuan remaja untuk mengarahkan emosinya secara positif (Sarwono, 2019).

Menurut Salovey & Mayer (dalam Goleman, 2016) seseorang dalam mengatasi masalah hidup yang muncul, tidak hanya dituntut untuk menggunakan kemampuan intelektualnya saja, tetapi juga diperlukan keterampilan-keterampilan emosi dan sosial kemampuan ini disebut sebagai kecerdasan emosional. Moskat &

(8)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R Sorosen (2012) menyatakan bahwa jika individu yang memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial yang terbentuk sebelumnya, sehingga menjadi kurang agresif dan kurang cenderung untuk melanggar hukum juga melakukan perilaku kekerasan atau perilaku delinkuen. Sejalan dengan penelitian tersebut Castillo, dkk (2013) menyatakan bahwa jika remaja yang memiliki kecerdasan emosional yang baik akan membuat tingkat perilaku delinkuen seseorang menjadi rendah. Selanjutnya Aprilia dan Indrijati (2014) juga menyatakan bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat dari kecerdasan emosional terhadap terjadinya perilaku delinkuen. Chong, dkk (2015) Ketidakmampuan memahami emosi dalam diri sendiri dan orang lain, termasuk memahami bagaimana emosi dapat diubah dan bagaimana orang bereaksi terhadap emosi yang berbeda, akan berkontribusi pada perilaku delinkuen.

Sehingga terdapat hubungan yang cukup kuat dari kecerdasan emosional terhadap terjadinya perilaku delinkuen pada remaja (Lomas, dkk, 2011; Aprilia & Indrijati, 2014).

Garvin (2017) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa kecerdasan emosional dan kecenderungan delinkuen berhubungan atau berkorelasi secara negatif, dan kecerdasan emosional dapat menjadi prediktor dari kecenderungan delinkuen pada remaja. Hal ini dikarenakan kecerdasan emosional yang tinggi membuat remaja lebih sadar dan peka terhadap perasaannya sendiri maupun orang lain, sehingga remaja akan lebih banyak mencari pertimbangan sebelum melakukan perilaku yang merugikan yang berindikasi pada menurunnya kecenderungan delinkuen. Sebaliknya, remaja dengan kecerdasan emosional yang lebih rendah membuat remaja lebih tidak menyadari perasaannya sendiri maupun orang lain,

(9)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R sehingga ia tidak terlalu banyak mencari pertimbangan sebelum melakukan tindakan yang merugikan, yang berdampak pada meningkatnya kecenderungan perilaku delinkuen.

Remaja dikatakan memiliki kecerdasan emosional yang baik (tinggi) bila terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana remaja mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif (Nur

& Ekasari, 2008).

Beberapa penelitian tentang hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku delinkuen pada remaja memiliki nilai korelasi rendah (Febiyanti & Wijaya, 2017;

Jonta, 2018; Yulianto, 2014; Jayanti & Silaen, 2019). Namun beberapa diantaranya memiliki nilai koefisien korelasi kuat (Yunia, Liyanovitasri, & Saparwati, 2019;

Aprilia & Indrijati, 2014; Garvin, 2017). Namun penelitian yang dilakukan Nisya

& Sofiah (2012) dan juga Kurniawati (2008) menyatakan bahwa tidak ada korelasi antara kecerdasan emosional dengan perilaku delinkuen remaja.

Menurut Nisya & Sofiah (2012) belum tentu mereka yang memiliki kecerdasan emosional tinggi juga tidak akan terpengaruh oleh aksi kenakalan remaja yang semakin marak. Seharusnya dengan memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, remaja memiliki kemampuan dalam hal pengendalian diri, semangat, ketekunan dan memotivasi diri. Remaja seharusnya mampu menempatkan dirinya sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada secara bijak. Namun yang justru sering terjadi di kalangan remaja adalah ketidakmampuannya dalam mengelola emosi.

(10)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R Remaja sering hanya mengedepankan kemauan dan egonya sendiri tanpa memperhatikan kepentingan orang lain. Kekurangan dalam mengelola emosi adalah hal yang vital dalam kehidupan remaja. Pengelolaan emosi dalam arti luas, yaitu kemampuan mengendalikan emosi dalam setiap keadaan yang dialaminya.

Kurniawati (2008) menambahakan, terdapat individu dengan kecerdasan emosional tinggi namun mempunyai tingkat kenakalan yang sedang, seharusnya dengan kecerdasan tinggi individu tersebut memiliki tingkat kenakalan yang rendah. Hal ini dapat disebabkan kurangnya kesadaran diri dalam mengenali apa yang terjadi dalam diri individu. Menurut Desmita (2013) individu terkadang keliru atau tidak mampu dalam memahami, mengelola serta mengendalikan emosinya karena pengaruh proses perkembangan disamping kurang pengetahuan dan pengalaman, sehingga dapat mengakibatkan gagal dalam mengembangkan perilaku sehat dan tepat atau tidak cerdas secara emosional.

Dari beberapa penelitian diatas terdapat ketimpangan dari nilai koefisien korelasi yang ada, dimana beberapa penelitian memiliki nilai hubungan yang kuat namun ada juga yang memiliki hubungan namun lemah, bahkan ada yang menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku delinkuen remaja. Jadi dalam konsep ini dapat dimungkinkan adanya variabel lain yang dapat berlaku variabel intervening yang mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, sehingga variabel independen tidak langsung mempengaruhi berubahnya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2014).

Kecerdasan emosional mewakili kapasitas kontrol diri, cerdas dalam emosional berarti mampu mengontrol dan mengarahkan emosinya dengan baik.

(11)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R Aktivitas mengontrol dan mengarahkan tersebut adalah bentuk dari kontrol diri.

Mengontrol diri juga membutuhkan pengetahuan dan kemampuan, salah satunya adalah dalam hal emosional. Dengan kecerdasan emosional yang tinggi individu akan mampu mengenali, memahami kondisi dirinya sendiri yang pada akhirnya membuat perilakunya menjadi terkontrol dengan baik (Malhotra & Kaur, 2015;

Efendi & Sutanto, 2013)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ariesta (2014) menyatakan adanya korelasi positif antara kecerdasan emosional dengan kontrol diri. Chester, dkk, (2016) juga mengemukakan bahwa individu yang menunjukkan emosi negatif sering mengakibatkan kegagalan pengendalian diri.

Kontrol diri adalah kapasitas untuk mengubah dan menyesuaikan diri sehingga menghasilkan kecocokan yang lebih baik, atau kemampuan untuk mengesampingkan atau mengubah respons, perasaan dan kecenderungan perilaku, , yang membawa individu kepada konsekuensi atau hasil yang lebih positif.

(Tangney, Baumeister, & Boone, 2004). Ghufron & Risnawita (2017) mengungkapkan bahwa kontrol diri berhubungan dengan bagaimana individu mengelola emosinya serta dorongan dorongan dari dalam dirinya. Mengendalikan emosi berarti mengarahkan energi emosi untuk diekspresikan sehingga bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Kontrol emosi dapat diterima bila reaksi masyarakat positif terhadap pengendalian emosi. Akan tetapi perlu diperhatikan yaitu efek yang muncul setelah mengontrol emosi terhadap fisik dan psikis.

Selanjutnya dengan mengendalikan emosi juga dapat memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan

(12)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R harapan masyarakat, dan dapat menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya dan memutuskan cara beraeksi terhadap situasi tersebut.

Penelitian Denson, DeWall, & Finkel (2012) berkaitan dengan agresi maupun perilaku delinkuen tidak bisa mengabaikan faktor internal dari dalam diri. Ketika dorongan untuk berbuat menyimpang sedang mencapai puncaknya, kontrol diri dapat membantu individu menurunkan agresi dengan mempertimbangkan aspek aturan dan norma sosial Donner & Jennings (2014) menyatakan bahwa kontrol diri adalah kepribadian membangun yang mencerminkan sejauh mana individu percaya bahwa apa yang terjadi mereka berada di dalam atau di luar kendali mereka menunjukkan bahwa remaja dengan kontrol diri yang buruk ditandai oleh kegagalan mereka memperoleh keterampilan dasar menahan diri dan kecenderungan mereka untuk mengambil risiko tanpa mengatasi implikasi dari tindakan mereka.

Casey (2015) menyatakan remaja dengan kontrol diri yang rendah memiliki kesulitan menunda kepuasan, keinginan, dan gerakan negatif dan lebih cenderung beralih ke perilaku kenakalan. Menurut Santrock (2007) perilaku kenakalan atau perilaku delinkuen yang dilakukan oleh remaja dapat digambarkan sebagai kegagalan mengembangkan kontrol diri yang cukup. Kartono (2019) juga menambahkan bahwa anak remaja yang melakukan kejahatan pada umumnya kurang kontrol diri.

Menurut Zemel, Elinat & Ronel (2018) remaja dengan kontrol diri yang rendah cenderung memiliki pandangan deterministik tentang dunia dan dikaitkan perilaku nakal mereka terhadap faktor-faktor yang konstan, tak tergoyahkan, dan tak terkendali. Remaja menahan diri untuk tidak memeriksa diri mereka sendiri,

(13)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R perilaku mereka, dan tempat dimana mereka berada yang akibatnya menjadi perilaku negatif yang intensif.

Beberapa penelitian juga menyatakan terdapat hubungan negatif antara tingkat kontrol diri dengan intensi delinkuen pada siswa remaja. Jadi semakin tinggi kontrol diri maka semakin rendah pula kecenderungan perilaku delinkuen remaja, begitu pula sebaliknya jika semakin rendah kontrol diri maka akan semakin tinggi intensi delinkuen pada diri siswa remaja. Dan dalam kasus ini kontrol diri memiliki kontribusi paling besar sebagai prediktor kecenderungan perilaku delinkuen pada remaja (Aroma & Suminar, 2012; Ramadhani & Kaloeti, 2018).

Casey (2015) mendefinisikan kontrol diri sebagai kemampuan untuk menekan emosi, keinginan, dan tindakan yang tidak pantas demi alternatif, yang sesuai. Sehingga pada dasarnya remaja mampu menghargai konsekuensi dari tindakan mereka namun tidak mereka lakukan, hal tersebut dapat dikarenakan pengaruh termasuk teman sebaya, konteks lingkungan, atau keadaan emosional yang selanjutnya memunculkan motivasi untuk berperilaku.

Sebuah studi longitudinal yang dilakukan oleh Fortin (dalam Chong, 2015) menunjukkan bahwa siswa nakal tidak memiliki kontrol diri. Ini menyebabkan mereka bereaksi secara negatif terhadap kritik dan membuat mereka tidak dapat menerima pendapat orang lain. Selain itu, dengan ketidakmampuan mengendalikan emosi dan suasana hati akan membawa mereka ke dalam konflik dengan siswa dan orang dewasa lainnya. Faktanya, kemampuan emosional seorang anak berdampak pada perilakunya.

Dengan demikian kemampuan emosional berdampak pada perilaku yang dimunculkan, khususnya perilaku menyimpang. Namun dampak dari kemampuan

(14)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R emosional dapat dimediasi dengan adanya kontrol diri yang ada dalam individu.

Sehingga peneliti mengasumsikan bahwa selain pengaruh langsung antara kecerdasan emosional dengan kecenderungan perilaku delinkuen, pengaruh dapat terjadi melalui proses kontrol diri dalam individu tersebut.

Guo (2018) dalam temuannya menyatakan adanya program yang dirancang untuk kaum muda yang menggaris bawahi nilai-nilai dan norma-norma konvensional terhadap perilaku, simpati kepada orang lain, dan pertimbangan secara cermat konsekuensi jangka panjang yang merugikan orang lain, dapat meningkatkan kontrol diri remaja yang akhirnya mampu mencegah remaja dari terlibat dalam berbagai perilaku menyimpang.

Berdasarkan konsep teori, temuan, serta hasil penelitian yang sudah dijabarkan sebelumnya, melatarbelakangi peneliti untuk menguji mengenai pengaruh kecerdasan emsional terhadap kecenderungan perilaku delinkuen dengan kontrol diri sebagai mediator. Adanya peran kontrol diri sebagai mediator dikarenakan terdapat beberapa temuan yang menyatakan adanya korelasi lemah atau bahkan tidak adanya korelasi terkait kecerdasan emosional dengan perilaku delinkuen. Pengambilan keputasan menjadikan kontrol diri sebagai mediator, dikarenakan adanya penelitian terdahulu yang menyatakan kontrol diri dapat berperan sebagai mediator (Wardani, 2017) dalam penelitian yang dilakukan oleh Novera & Thomas (2018) kontrol diri memediasi secara parsial atau sebagian antara variabel eksogen dan endogen. Mediasi parsial menyiratkan bahwa tidak hanya hubungan signifikan variabel mediator terhadap variabel eksogen tetapi juga beberapa hubungan langsung antara variabel endogen dan eksogen. Menurut David

(15)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R

& Djamaris (2018) dalam konsep regresi variabel harus memiliki hubungan yang didasarkan pada analisis korelasi.

Dikarenakan adanya hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku delinkuen dan kecerdasan emosional dengan kontrol diri serta hubungan kontrol diri dengan perilaku delinkuen. Sehingga menurut peneliti perlu untuk menguji menganai pengaruh kecerdasan emsional terhadap kecenderungan perilaku delinkuen pada remaja SMA Negeri di Kota Mojokerto dengan kontrol diri sebagai mediator.

1.2 Identifikasi Masalah

Perilaku delinkuen yang dilakukan siswa remaja pada umumnya seperti pencurian, perilaku kekerasan penyimpangan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka, berperilaku tidak sopan dan lain sebagainya. Pada intinya perilaku delinkuen yang dilakukan adalah sebuah bentuk pelanggaran terhadap tata aturan norma yang berlaku di lingkungan terkait, baik di lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Penyimpangan atau kenakalan remaja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kontrol diri dan identitas diri yang termasuk dalam faktor internal, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan teman sebaya sebagai faktor eksternal, selanjutnya faktor demografi seperti usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan tingkat pendidikan (Santrock, 2014).

Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa perilaku delinkuen berhubungan dengan kecerdasan emosional. Menurut Yunia, dkk (2019) remaja membutuhkan kecerdasan emosional yang stabil untuk mengurangi perilaku

(16)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R menyimpang atau nakal yang mereka lakukan. Remaja dengan kecerdasan emosional yang rendah tidak akan mampu mengatasi berbagai masalah dalam melakukan tugas perkembangan sehingga membuat mereka sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya, sehingga dapat memicu remaja untuk berperilaku menyimpangan atau melakukan kenakalan.

Pada masa remaja individu mengalami puncak emosionalitasnya.

Perkembangan emosi tingkat tinggi. Kecerdasan emosional memiliki peran sebagai kemampuan untuk memotivasi diri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati, tidak bersenang-senang yang berlebihan, mengatur suasana hati, agar bebas dari stress, tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa (Goleman, 20 16)

Garvin (2017) menyatakan remaja seringkali tidak mampu menyadari gejolak emosi yang timbul dalam diri mereka, sebagai akibat dari perubahan fisik maupun psikologis yang terjadi secara drastis pada tahap usia remaja. Hal ini menjadi individu tidak mampu mengendalikan perasaan, terutama ketika menghadapi hal- hal yang sulit, sehingga menjadikan remaja mengekspresikan perasaan perasaan negatif tersebut dalam hal yang tidak benar. Sebaliknya apabila remaja mampu mengenali perasaannya, maka remaja akan cenderung lebih mengendalikan perasaan-perasaan negatif yang ia temui, sehingga remaja akan cenderung tidak mengekspresikan perasaan negatif tersebut kedalam perilaku yang merugikan.

Malhotra & Kaur (2015) menyatakan kecerdasan emosional mewakili kapasitas kontrol dan kontrol diri terhadap stress dan emosi negatif. Kecerdasan emosional merupakan faktor risiko potensial dalam masalah perilaku pada remaja.

Kurangnya perkembangan emosi yang seimbang pada remaja dapat dikaitkan

(17)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R dengan beberapa perilaku bermasalah yang disebabkan faktor eksternal dan faktor internal. Sejalan dengan hal ini Kartono (2019) mempertegas bahwa anak-anak remaja yang melakukan perilaku menyimpang itu pada umumnya kurang memiliki kontrol diri, atau justru menyalahgunakan kontrol diri tersebut, dan suka menegakkan standar tingkah laku sendiri, disamping meremehkan keberadaan orang lain.

(18)

18 TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R

Faktor yang mempengaruhi perilaku delinkuen Faktor

Internal

Kecerdasan emosional ( Bao, dkk, 2007;

Chong, 2015; Lomas, dkk, 2011; Moskat &

Sorosen; 2012; Castillo, dkk, 2013, Sarwono, 2019; Aprilia & Indrijati, 2014;

Garvin, 2017; Jonta, 2018; Febiyanti &

Wijaya, 2017; Yunia, Liyanovitasri, &

Saparwati, 2109; Yulianto, 2014; Nisya &

Sofiah, 2012; Jayanti & Silaen, 2019;

Pratama, Dantes & Sulastri, 2014), Goleman (2016)

Identitas diri (Santrock, 2014; Sarwono, 2019)

Faktor eksternal

Teman sebaya (Friday, dkk, 2005;

Santrock, 2014)

Lingkungan sekolah: Kualitas sekolah, school attachment (Zhang & Messner, 1995)

Lingkungan masyarakat (Santrock, 2014) Demografi : Usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan (Santrock, 2014)

Gambar 1.1 Peta Riset Faktor Perilaku Delinkuen

Kontrol diri

(Santrock, 2014, Chong, 2015; Denson, DeWall, & Finkel, 2012; Donner &

Jennings, 2014; Casey, 2015; Fine, dkk, 2016; Zemel, Elinat & Ronel, 2018; Aroma

& Suminar, 2012; Ramadhani & Kaloeti, 2018, Kartono, 2019; Tangney, Baumeister, & Boone, 2004),

(Arista, 2014; Malhotra & Kaur , 2015; Chester,dkk, 2016, Ghufron

& Risnawita, 2017 )

Perilaku Delinkuen

(19)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R Logue & Forazano (1995) menyebutkan beberapa ciri remaja yang memiliki kontrol diri tinggi seperti: a) tekun dan tetap bertahan dalam tugas yang harus dikerjakan, walaupun menghadapi banyak hambatan, b) dapat mengubah perilaku menyesuaikan dengan aturan dan norma yang berlaku di mana berada, c) tidak menunjukkan perilaku yang emosional atau meledak-ledak, d) bersifat toleran atau dapat menyesuaikan diri terhadap situasi yang tidak dikehendaki.

Menurut Baumeister, Vohs, & Tice (2017) Individu dengan kontrol diri rendah tidak kompeten dalam pengorganisasian dan perencanaan kegiatan, kurang dapat menyelesaikan pemecahan masalah dengan baik, kurang dapat mampu mengendalikan pemikiran, serta tidak dapat mengatur keadaan emosional mereka sendiri. Casey (2015) menyatakan remaja dengan kontrol diri yang rendah memiliki kesulitan menunda kepuasan, keinginan, dan gerakan negatif dan lebih cenderung beralih ke perilaku kenakalan. Fine, dkk (2016) berpendapat bahwa kontrol diri yang rendah ditandai oleh beberapa elemen, seperti impulsif, sensasi mencari, mementingkan diri sendiri, dan preferensi untuk terlibat dalam tugas-tugas sederhana yang tidak memerlukan perhatian atau pemikiran yang cermat.

Kontrol diri dalam penelitian ini berlaku sebagai variabel intervening, atau variabel yang memediasi pengaruh kecerdasan emosional dengan kecenderungan perilaku delinkuen pada remaja. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kontrol diri dapat berperan sebagai variabel (Z) atau intervening antara pengaruh variabel dependen terhadap suatu variabel independent (Handasah, 2018; Wardani, 2017;

Novera & Thomas, 2018)

Berdasarkan berbagai data temuan dan penelitian yang sudah dijelaskan serta fenomena yang sudah dijabarkan sebelumnya melatarbelakangi peneliti untuk

(20)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R menguji mengenai kecenderungan perilaku delinkuen pada remaja. Berdasarkan wacana di atas, tampak bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku delinkuen, seperti kontrol diri, yang selanjutnya lebih fokus kepada kecerdasan emosional menjadi bagian yang penting untuk dikenali dan dikembangkan oleh remaja. Oleh karena itu, peneliti ingin menguji pengaruh kecerdasan emosional terhadap kecenderungan perilaku delinkuen pada siswa remaja di Kota Mojokerto dengan kontrol diri sebagai mediator.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kecenderungan perilaku delinkuen remaja SMA Negeri di Kota Mojokerto dengan kontrol diri sebagai mediator ?

2. Apakah kecerdasan emosional dapat mempengaruhi kontrol diri remaja SMA Negeri di Kota Mojokerto ?

3. Apakah kontrol diri dapat mempengaruhi kecenderungan perilaku delinkuen pada remaja SMA Negeri di Kota Mojokerto?

4. Apakah kecerdasan emosional dapat mempengaruhi kecenderungan perilaku delinkuen remaja SMA Negeri di Kota Mojokerto?

(21)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R 1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dirumuskan, tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui:

1. Pengaruh kecerdasan emosional terhadap kecenderungan perilaku delinkuen remaja SMA Negeri di Kota Mojokerto dengan kontrol diri sebagai mediator.

2. Pengaruh kecerdasan emosional terhadap kontrol diri remaja SMA Negeri di Kota Mojokerto.

3. Pengaruh kontrol diri terhadap kecenderungan perilaku delinkuen remaja SMA Negeri di Kota Mojokerto.

4. Pengaruh kecerdasan emosional terhadap kecenderungan perilaku delinkuen remaja SMA Negeri di Kota Mojokerto.

1.5 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya bidang psikologi pendidikan dan perkembangan mengenai pengaruh kecerdasan emosional terhadap kecenderungan perilaku delinkuen siswa remaja di Kota Mojokerto dengan kontrol diri sebagai mediator.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:

a. Bagi subjek penelitian Memberikan informasi tentang pentingnya kecerdasan emosional dalam upaya mengontrol diri yang selanjutnya dapat mengontrol kecenderungan perilaku menyimpang pada remaja.

(22)

TESIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL ... GANAL ARIEF R b. Bagi pihak sekolah Merupakan masukan sebagai salah satu bahan acuan

bimbingan di dalam pengembangan kepribadian siswa.

c. Bagi ilmuwan Memberikan informasi atau data untuk proses penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap kecenderungan perilaku delinkuen siswa remaja di Kota Mojokerto dengan kontrol diri sebagai mediator.

Referensi

Dokumen terkait

Kini, surat menyurat melalui E-mail tidak hanya dapat dilakukan melalui kompoter meja atau desktop dan komputer junjing (laptop) melainkan juga telepon genggam (seluler)

Prosedur pengambilan dan pengumpulan data meliputi: data primer yaitu data umum tentang karakteristik ibu hamil dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan

Secara garis besar berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari tahun 2004 hingga 2013, disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat sumber daya manusia

Sedangkan menurut Donousodo (2008) tokoh masyarakat adalah seseorang yang berpengaruh dan ditokohkan oleh lingkungannya. Penokohan tersebut karena pengaruh posisi,

Pemberdayaan dan Pembinaan Generasi Muda serta Pembinaan Keolahragaan di arahkan dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia baru, yang berkualitas merupakan salah satu

Fermentasi: Aplikasi metabolisme mikrobia utk mengubah bahan (Industri) baku Æ produk yg bernilai lebih tinggi. Misalnya: -

Berdasarkan hasil kuesioner yang telah disebarkan, dapat disimpulkan bahwa model KMS dapat diterima dan diterapkan pada Yayasan Bina Potensi Rifa dan dapat digunakan sebagai

Adapun maksud utama pengadaan Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat Bandar Udara xxx adalah untuk meminimalkan korban jiwa maupun harta benda akibat kejadian