Penanganan dan Perlindungan
‘Justice Collaborator’
Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia
Disampaikan oleh :
A.H.Semendawai, SH, LL.M Ketua LPSK RI
Latar Belakang
• LPSK dirancang untuk memberikan perlindungan kepada saksi dan korban dalam semua tahap proses peradilan pidana.
• Diharapkan dapat mencegah dan melindungi saksi dan korban dari intimidasi dan kekerasan.
• Berperan dalam membantu pengungkapan terjadinya suatu tindak pidana.
• Sehingga partisipasi masyarakat untuk mengungkap tindak pidana dapat terus meningkat.
• Dapat membantu menciptakan iklim kondusif.
• Pelapor yang demikian itu harus diberi perlindungan hukum dan keamanan yang memadai atas
laporannya.
• UU No. 13 tahun 2011 tentang Perlindungan Saksi dan Korban ini tidak dapat dilaksanakan secara utuh.
• Salah satunya Agus Condro. Pengadilan Tipikor, pada Kamis, 16 Juni 2011 telah menjatuhkan hukuman 15 bulan penjara dan denda Rp 50 juta,
• Ia dinilai sbg Pelapor kasus suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur BI. Hukumannya tidak jauh berbeda dengan terdakwa- terdakwa lainnya dalam kasus yang sama.
• Putusan ini sangat kontradiktif dengan rekomendasi LPSK yang berpendapat sebagai whistle blower (pengungkap fakta) dalam kasus korupsi pemilihan Deputi Gubernur Senior BI Miranda Swaray Goeltom, Majelis Hakim seharusnya mempertimbangkan posisi AC sebagai orang yang berkontribusi dan bekerjasama
dengan aparat penegak hukum untuk menguak kasus korupsi.
Sebagai orang pertama yang mengungkapkan kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, seharusnya Agus Condro mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang diatur dalam UU No.
13 tahun 2011 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
• UU 13/2006 memang tidak memungkinkan
membebaskan seorang JC secara penuh. Tetapi hukumannya bisa diringankan.
• Pasal 10 ayat 2, seorang saksi sekaligus terdakwa yang memiliki keterangan yang penting untuk mengungkap kejahatan tidak dapat dibebaskan dari hukuman, tapi kesaksiannya bisa menjadi faktor yang meringankan hukuman.
• APH belum menunjukkan keberpihakannya kpd orang- orang yang mau bekerjasama menguak kasus korupsi.
• Keberpihakan penegak hukum akan mendorong yang lain untuk melakukan hal yang sama seperti yang
dilakukan AC.
• Putusan spt apa yg dianggap tepat u AC? Kenapa APH tidak sensitif atas kebutuhan perlindungan dan reward thp JC? Bagaimana implikasi putusan tsb thp WB dan JC lainnya? Adakah usaha untuk mengatasi persoalan ini?
Bagaimana Praktek Pasal 10
•
Kasus Ciamis
•
Kasus SD
•
Kasus Agus Chondro
•
Kasus Aan
•
Kasus di …
Kerangka hukum perlindungan
• Kerangka hukum menjadi penting dalam mendukung praktek ini, asalkan dapat
dipastikan perlindungan penuh terhadap whistleblower serta pengungkapan dan tindak lanjut yang memadai.
•
Mengingat bahwa pelapor adalah orang dalam
yang pertama mendeteksi adanya kesalahan,
sistem whistleblowing internal merupakan alat
yang sangat baik untuk manajemen risiko yang
efektif di dalam organisasi.
Kerangka hukum lanjutan
• Selain rasa takut atas balas dendam, kurangnya kepercayaan pada kemampuan mereka yang
bertanggung jawab untuk bertindak atas laporan
yang disampaikan oleh WB, merupakan penghalang paling penting dalam mendukung whistleblowing.
• Oleh karena itu sangat penting untuk tidak hanya melindungi individu agar bersedia menjadi WB, tetapi juga untuk memastikan tindak lanjut dan investigasi pengungkapan secara independen dan memadai.
• Hal ini tidak hanya diperlukan untuk melindungi individu-individu terhadap perlakuan tidak adil:
tetapi merupakan alat penting untuk memastikan tempat kerja aman dan bertanggung jawab, untuk mengurangi risiko terhadap reputasi dan keuangan serta untuk melindungi kepentingan umum.
Dasar hukum perlindungan wb untuk TP Korupsi
• UNCAC Pasal 33
• Perlindungan pelapor
•
Negara Pihak wajib mempertimbangkan
untuk memasukkan ke dalam system hukum
nasionalnya tindakan-tindakan yang perlu
untuk memberikan perlindungan terhadap perlakuan yang tidak adil bagi orang yang melaporkandengan itikat baik dan dengan
alasan alasan yang wajar kepada pihak yang
berwenang fakta-fakta mengenai kejahatan
menurut Konvensi ini.
Perangkat Hukum
•
PP 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
•
Pasal 10 UU No. 13 Tahun 2006 UU Ttg PSK
•
Bab VII UU No. 15 Tahun 2002 – UU No. 23 Tahun 2003 Ttg TPPU
•
Pasal 31 UU No. 31 Tahun 1999 Ttg
Pemberantasan TIPIKOR
Pengertian Whistleblower
• PP 71 Th 2000, Pelapor
adalah orang yang memberi suatu informasi kepada penegak hukum atau Komisi mengenai
terjadinya suatu tindak pidana korupsi dan bukan pelapor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 24 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 KUHAP.
•
Penjelasan Pasal 10 ayat 1 UU No. 13 Tahun 20006
• “Pelapor" adalah orang yang memberikan
informasi kepada penegak hukum
mengenai terjadinya suatu tindak pidana.
Lanjutan
•
UU No. 31 Th 1999. Ttg Pemberantasan Tipikor.
Pelapor adalah orang yang memberi informasi
kepada penegak hukum mengenai terjadinyasuatu tindak pidana korupsi
Lanjutan
• Whistleblower :
•
Seseorang yang mengungkapkan
pelanggaran atau perbuatan salah yang
terjadi dalam suatu organisasi kepada publik atau orang yg memiliki otoritas.
•
Seorang pekerja yg memiliki pengetahuan
atau informasi dari dalam tentang aktifitas
illegal yg terjadi didalam organisasinya dan
melaporkannya ke Publik.
PP No. 71 Tahun 2000
•
Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta
Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
•
Peran perorangan, Ormas, LSM
•
Memiliki Hak melaporkan ke Penegak Hukum atau Komisi
•
Tertulis, data, fotocopy KTP/identitas lain
•
Klarifikasi dengan gelar perkara
Hak dan tanggung-jawab Masyarakat dan perlindungan
•
Memperoleh pelayan dan jawaban (30 hari)
•
Berhak atas perlindungan hukum status hukum dan rasa aman
• Perlindungan Hukum tdk diberikan bila :
▫ Pelapor terlibat
▫ Tuntutan dalam perkara lain
•
Merahasiakan identitas dan informasi
•
Perlindungan Fisik Pelapor maupun
keluarga
Penghargaan
•
Berjasa
•
Piagam atau Premi
•
Tatacara Pemberian Penghargaan Kepmen Kumdang
•
2 permil dari nilai kerugian keuangan negara yg dikembalikan
•
Piagam diberikan perkara dilimpahkan ke Pengadilan
•
Premi setelah berkekuatan hukum tetap
Perlindungan Menurut UU No. 15 th 2002 TPPU sebagaimana diubah dgn UU No. 25 Th 2003
• BAB VII PERLINDUNGAN BAGI PELAPOR DAN SAKSI Pasal 39
1. PPATK, penyidik, penuntut umum, atau hakim wajib merahasiakan identitas pelapor.
2. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberikan hak kepada pelapor atau ahli warisnya untuk menuntut ganti kerugian melalui pengadilan.
Pasal 40
1. Setiap orang yang melaporkan terjadinya dugaan tindak pidana pencucian uang, wajib diberi perlindungan khusus oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, termasuk keluarganya.
2. Ketentuan mengenai tata cara pemberian perlindungan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Lanjutan
• Pasal 41
1. Di sidang pengadilan, saksi, penuntut umum, hakim, dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana pencucian uang yang
sedang dalam pemeriksaan dilarang menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang memungkinkan dapat terungkapnya identitas pelapor.
2. Dalam setiap persidangan sebelum sidang pemeriksaan dimulai, hakim wajib mengingatkan saksi, penuntut umum, dan orang lain yang terkait dengan pemeriksaan perkara tersebut, mengenai
larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
• Pasal 42
1. Setiap orang yang memberikan kesaksian dalam pemeriksaan tindak pidana pencucian uang, wajib diberi perlindungan khusus oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, termasuk keluarganya.
2. Ketentuan mengenai tata cara pemberian perlindungan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
lanjutan
• Pasal 43
•
Pelapor dan/atau saksi tidak dapat dituntut baik
secara perdata atau pidanaatas pelaporan
dan/atau kesaksian yang diberikan oleh yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 dan Pasal 42.
PP 57 Th 2003
• Pasal 2
(1) Setiap Pelapor dan Saksi dalam perkara tindak pidana pencucian uang wajib diberikan
perlindungan khusus baik sebelum, selama maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.
(2) Perlindungan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
• Pasal 3
▫ Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim wajib memberikan perlindungan khusus kepada Saksi pada setiap tingkat pemeriksaan perkara.
• Pasal 4
▫ Pelapor dan Saksi tidak dikenakan biaya atas perlindungan khusus yang diberikan kepadanya
Bentuk Perlindungan Khusus
a. perlindungan atas keamanan pribadi, dan/atau
keluargaPelapor dan Saksi dari ancaman fisik atau mental;
b. perlindungan terhadap harta Pelapor dan Saksi;
c. perahasiaan dan penyamaran identitas Pelapor dan Saksi; dan/atau
d. pemberian keterangan tanpa bertatap muka
dengan tersangka atau terdakwa pada setiap
tingkat pemeriksaan perkara.
UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
• Pasal 31
• (1) Dalam penyidikan dan pemeriksaan di
sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana korupsi dilarang menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang memberikan
kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor.
• (2) Sebelum pemeriksaan dilakukan, larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberitahukan kepada saksi dan orang lain tersebut.
UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
• Pasal 15
• KPK berkewajiban : memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan
laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi;
• Penjelasan Pasal 15 Huruf a Yang dimaksud dengan
“memberikan perlindungan”, dalam ketentuan ini melingkupi juga pemberian jaminan keamanan dengan meminta bantuan kepolisian atau
penggantian identitas pelapor atau melakukan evakuasi termasuk perlindungan hukum.
Perlindungan Pelapor UU 13/2006
1. Saksi, Korban, dan PELAPOR tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan,
kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.
2. Seorang Saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana
apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan
pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap Saksi, Korban, dan pelapor yang
memberikan keterangan tidak dengan itikad baik.
Kendala
•
Perundang-undangan
•
Kelembagaan
•
Kerjasama antar lembaga
Kelemahan Perundang-undangan
• Pelapor, hanya diakui sebagai Pelapor bila
menyampaikan laporannya kepada Aparat Penegak Hukum maupun Komisi
▫ Bagaimana bila disampaikan ke Parlemen??, media-massa, mirbar bebas, aparat pemerintah lainnya …
• Tidak jelas pengertian tentang tidak dapat dituntut
secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan
…▫ Sebatas pencemaran nama-baik ?
▫ Terkait dengan perkara yg dilaporkannya?
• Pasal 5 ayat 2 PP 71
• Perlindungan mengenai status hukum tdk diberikan
apabila dari hasil penyelidikan dan penyidikan terdapat bukti yang cukup yg memperkuat keterlibatan pelapor
Lanjutan
• Bagaimana dengan konsep Plea Bargain
• Kalau Pelaku Kelas Kakap?
• Hak-hak Pelapor apakah sama dengan Saksi?, misalnya hak untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus yang
dilaporkannya.
• Apakah Pelapor dpt dilindungi dari penguasaan data-data yang terindikasi sebagai data korupsi atau penyimpangan
• Apakah perlindungan terhadap Pelapor harus memenuhi syarat perlindungan saksi? Atau
mengacu ke UU Tipikor atau Money Laundring
Tumpang Tindih peran
•
Siapa yang bertanggung-jawab melindungi Pelapor?
▫ Korupsi KPK dan Kepolisian
▫ Money Laundring PPATK dan Kepolisian
•
Bagaimana dengan Pelapor untuk kejahatan
lainnya spt drug trafficking, human trafficking ?
•
Pelapor dan sekaligus Saksi yang memenuhi persyaratan dilindungi oleh LPSK
•
Perlu dilakukan koordinasi antar lembaga
Subyek whistleblower yang dilindungi dalam hukum nasional.
• Dalam konteks Indonesia luasan cakupan pengertian sebagai subyek hukum yang dilindungi sebagai whistleblower
sebaiknya mencakup collaborator of justice.
• Mengacu pengertian dalam rekomendasi yang dihasilkan oleh Council of Europe Committee of Minister, collaborator of
justice adalah seseorang yang juga berperan sebagai pelaku tindak pidana, atau secara meyakinkan adalah merupakan bagian dari tindak pidana yang dilakukan secara bersama- sama atau kejahatan terorganisir dalam segala bentuknya, atau merupakan bagian dari kejahatan terorganisir, namun yang bersangkutan bersedia untuk bekerjasama dengan
aparat penegak hukum untuk memberikan kesaksian
mengenai suatu tindak pidana yang dilakukan bersama-sama atau terorganisir, atau mengenai berbagai bentuk tindak
pidana yang terkait dengan kejahatan terorganisir maupun kejahatan serius lainnya.
Ketentuan UMUM Draft RUU 13/2006
• Pelapor Pelaku adalah saksi dan/atau pelapor yang juga pelaku tindak pidana
• Yang membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dan/atau pengembalian aset-aset/hasil suatu tindak pidana kepada negara
• Dengan memberikan kesaksian, laporan
atau informasi lain.
Lanjutkan
• Pasal 5
(1) Seorang Saksi, Korban, Pelapor dan Pelapor Pelaku berhak:
a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari
Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya;
b. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan;
c. memberikan keterangan tanpa tekanan;
d. mendapat penerjemah;
d. bebas dari pertanyaan yang menjerat;
dst ...
Pasal 10
(1) Selain perlindungan yang dimaksud dalam Pasal 5, Pelapor Pelaku berhak mendapatkan penanganan secara khusus dan penghargaan atas tindak pidana yang diungkap atau atas tindak pidana lain yang dilakukannya.
(2) Penanganan secara khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa:
a. pemisahan tempat tahanan dan penjara yang berjauhan dengan tersangka dan/atau narapidana lain yang
diungkap.
b. pemberkasan yang terpisah dengan terdakwa lain atas tindak pidana yang diungkapkannya; dan/atau
c. penundaan penuntutan atas tindak pidana yang
diungkapkannya dan/atau tindak pidana lain yang diakuinya;
Lanjutan
d. penundaan proses hukum atas pengaduan yang timbul karena informasi, laporan dan/atau
kesaksian yang diberikannya.
(3) Pelapor Pelaku dapat memperoleh penghargaan berupa:
a. keringanan tuntutan;
b. Penghapusan penuntutan;
c. Pemberian remisi dan/atau grasi atas dasar
pertimbangan khusus apabila pelapor pelaku adalah seorang narapidana.
(4) Dalam menjatuhkan vonis, hakim wajib
mempertimbangkan keringanan hukuman bagi Pelapor Pelaku.
Penjelasan
• Pasal 10
• Ayat 1
• Tindak pidana yang dilaporkan antara lain tindak pidana Korupsi, pencucian uang, terorisme, lingkungan, perikanan, kehutanan, keamanan makanan, perbankan, Narkotika, dan tindak pidana lainnya yang mengancam keselamatan dan keamanan warga dan negara berhak mendapatkan
perlindungan atau tindak pidana tertentu berdasarkan keputusan LPSK.
• Ayat 3
• Huruf a
• Keringanan tuntutan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf (a) dan (b) dapat berupa, antara lain, pengajuan tuntutan hukuman percobaan, pengajuan tuntutan denda dalam hal dimungkinkan serta tuntutan yang lebih rendah dari
terdakwa pelaku utama diperkara yang diungkapkan atau tuntutan bagi terdakwa lain pada kasus sejenis;
Wewenang
• Pasal 12B
• Dalam melaksanakan tugas pemberian
perlindungan dan bantuan pada pelapor, saksi,
korban dan Pelapor pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12A, LPSK berwenang:
• d. membuat perjanjian tentang penanganan khusus dan/atau penghargaan bagi pelapor Pelaku
bersama-sama dengan Jaksa Agung atau Ketua KPK;
• g. menyembunyikan saksi, korban, pelapor dan
pelapor pelaku dalam tempat-tempat perlindungan;
• h. mengganti identitas saksi, pelapor, dan/atau Pelapor Pelaku;
Syarat Justice Collaborator
• Pasal 28A
• (1) Penanganan khusus, perlindungan, dan
penghargaan bagi Pelapor Pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diberikan dengan
mempertimbangkan syarat sebagai berikut:
a. Keseriusan tindak pidana yang diungkap;
b. Sifat pentingnya keterangan yang diberikan oleh Pelapor Pelaku;
c. Pelapor pelaku bukan pelaku utama dalam tindak pidana yang diungkapnya;
d. Tindak pidana lain yang dilakukan oleh Pelapor pelaku;
e. Keselamatan jiwa Pelapor pelaku dan keluarganya;
f. Rasa keadilan masyarakat.
(2) Pemberian penanganan khusus dan
penghargaan kepada Pelapor pelaku atas tindak pidana-tindak pidana lain yang pernah
dilakukan olehnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 hanya dapat diberikan dengan
persyaratan sebagai berikut:
a. Pelapor pelaku mengakui sendiri tindak pidana- tindak pidana yang pernah ia lakukan sebelumnya yang belum pernah diperiksa atau diputus oleh
pengadilan;
b. Tindak pidana lainnya sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan tindak pidana yang lebih ringan dibandingkan dengan tindak pidana yang ia bantu ungkap; dan
• c. Tindak pidana lainnya sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak termasuk:
1. Tindak pidana pembunuhan dan/atau kekerasan seksual;
2. Tindak pidana dimana korbannya tidak setuju dengan restitusi yang diberikan;
dan/atau
3. Tindak pidana dimana terdapat
tuntutan masyarakat yang luas agar
pelapor pelaku diadili.
“Tata Cara Pemberian Perlindungan, Penanganan Khusus dan Penghargaan”
Pasal 32A
(1) Tata cara memperoleh perlindungan bagi Pelapor pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan sesuai ketentuan dalam Pasal 29, 30, 31, dan 32:
(2) Tata cara memperoleh penanganan khusus dan penghargaan bagi Pelapor pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 adalah:
a. pelapor pelaku, baik atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan pejabat yang berwenang, mengajukan permohonan secara tertulis kepada LPSK;
b. LPSK segera melakukan pemeriksaan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. berdasarkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf b, LPSK
memberikan rekomendasi untuk menerima atau tidak menerima permohonan pemberian penanganan khusus, dan/atau penghargaan kepada Jaksa Agung atau Ketua KPK;
d. rekomendasi sebagaimana dimaksud huruf c memuat identitas Pelapor pelaku, alasan dan bentuk pemberian penanganan khusus dan/atau penghargaan yang diusulkan.
(3) Dalam hal Jaksa Agung atau Ketua KPK menganggap Pelapor pelaku layak mendapatkan penanganan khusus, dan/atau penghargaan, Jaksa Agung atau Ketua KPK:
a. Mengajukan usulan kepada Presiden dalam hal
penghargaan yang dianggap layak diberikan berupa Grasi.
b. Memutuskan sendiri untuk pemberian penghargaan berupa penanganan khusus dan penghargaan lainnya.
(4) Keputusan Jaksa Agung atau Ketua KPK sebagaimana dimaksud ayat (4) huruf b bersifat mengikat dan
diberikan kepada instansi terkait untuk dilaksanakan serta tembusannya diberikan kepada LPSK dan
pemohon.
(5) Dalam hal Jaksa Agung atau Ketua KPK menolak
rekomendasi LPSK, penolakan tersebut disertai dengan alasan penolakan disampaikan kepada LPSK untuk
kemudian diteruskan kepada pemohon.
Pembatalan Penghargaan
Pasal 32B
(1) Penghargaan terhadap Pelapor Pelaku dibatalkan apabila dikemudian hari diketahui bahwa kesaksian, laporan atau informasi lain yang diberikan ternyata adalah palsu.
(2) Pembatalan sebagaimana ayat (1) dilakukan oleh Jaksa Agung atau Ketua KPK segera setelah diketahuinya
kebohongan tersebut melalui surat pembatalan pemberian penghargaan.
(3) Jaksa Agung atau Ketua KPK mengajukan peninjauan kembali atas perkaraperkara yang sudah berkekuatan hukum tetap yang didasarkan atas keterangan Pelapor Pelaku.
(4) Jaksa Agung melakukan proses pemidanaan atas
keterangan palsu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Tidak Terbukti, Tidak Batal
• Pasal 32C
•
Tidak terbuktinya tindak pidana yang
dilaporkan dan atau dibantu oleh Pelapor Pelaku tidak membatalkan perlindungan yang
diberikan kepadanya sepanjang informasi,
bukti-bukti atau keterangannya sebagai saksi
tidak dilakukan berdasarkan kesaksian, laporan
atau informasi lain yang bersifat palsu.
Kesimpulan
• Praktek Perlindungan thp JC sdh ada, namun belum seragam serta belum memuaskan
• Perlu dibuat aturan yg lebih detil dan pasti
• Perlu menyamakan persepsi dan pemahaman ttg arti penting keberadaan Saksi, Korban, Pelapor serta Pelapor/Saksi yg juga sebagai Pelaku
• Usaha untuk mempraktekkan dan memperbaiki dan memanfaat peluang yang ada harus terus dilakukan.
• Terus mensinergikan seluruh energi positif untuk pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana…