• Tidak ada hasil yang ditemukan

perhatian yang sungguh-sungguh dan serius agar dapat memacu diri sehingga dapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "perhatian yang sungguh-sungguh dan serius agar dapat memacu diri sehingga dapat"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI PUPUK HAYATI BIOTAMAX SEBAGAI ALTERNATIF PAKET TEKNOLOGI DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI GABAH

Oleh : Jarek Putradi.

(Penyuluh Pertanian Madya pada Dinas Pertanian Perkebunan Dan Kehutanan Kabupaten Badung).

1.1. Latar Belakang

Sebagai negara agraris, maka sektor pertanian menjadi salah satu sektor penting pendukung perekonomian Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dan serius agar dapat memacu diri sehingga dapat meningkatkan produk pertaniannya. Salah satu produk pertanian tanaman pangan yang potensial untuk dikembangkan adalah tanaman padi. Hal ini disebabkan karena hampir seratus persen penduduk Indonesia masih mengkonsumsi beras sebagai makanan pokoknya. Itu berarti peningkatan produksi beras sebagai salah satu upaya pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat harus tetap menjadi prioritas utama pembangunan nasional di sektor pertanian tanaman pangan.

Berdasarkan data statistik, jumlah penduduk Indonesia pada Tahun 2010 adalah 237.641.326 jiwa, dan dengan tingkat konsumsi beras pada Tahun 2012 sebesar 139,15 kg/kapita/tahun membuat Indonesia menjadi negara konsumen beras tertinggi di Asia Tenggara, karena tingkat konsumsi beras penduduk Thailand saat itu sebesar 65 kg/kapita/tahun dan penduduk Malaysia sebesar 70 kg/kapita/tahun. (Kompas, 2012, Wikipedia, 2013, dan BPS, 2014).

Sedangkan pada Tahun 2014 jumlah penduduk Indonesia berkembang menjadi sekitar 252.164.836 jiwa, dengan tingkat konsumsi beras diperkirakan sebesar 134,64 kg/kapita/tahun, itu berarti Indonesia membutuhkan beras sebesar 33,95 juta ton beras.

Menurut ARAM I, produksi padi nasional Tahun 2014 dibanding Tahun 2013 diprediksi

(2)

mengalami penurunan sebesar 1,98 persen, luas panen menurun 1,92 persen dan produktivitas padi juga menurun 0,06 persen sehingga produksi padi nasional Tahun 2014 menjadi 69,871 juta ton gabah kering panen (GKP) yang setara dengan 38,43 juta ton beras, sehingga terjadi surplus beras sekitar 4,48 juta ton beras. Namun Indonesia masih mengimpor beras sebesar 0,23 juta ton terhitung dari bulan Januari 2014 hingga Agustus 2014 (BPS, 2014 dan Kementerian Pertanian RI, 2014).

Walaupun tingkat konsumsi beras Indonesia mengalami penurunan rata-rata sebesar 1,62 persen per tahun, namun dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49 persen per tahun, maka jumlah penduduk Indonesia Tahun 2015 diperkirakan menjadi 255.461.700 jiwa ternyata masih membutuhkan konsumsi beras yang tinggi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk (Kompas, 2011, Wikipedia, 2013, BPS, 2014 dan Kementerian Pertanian RI, 2014).

Mengingat begitu penting dan tingginya ketergantungan penduduk kita akan beras, maka apabila terjadi ketidakstabilan persediaan beras dan atau berfluktuasinya harga beras akan dapat memicu munculnya kerusuhan nasional yang mengarah pada tindak kriminal (Handewi, 2001). Keadaan ini memberi gambaran kepada kita bahwa memang benar betapa pentingnya ketersediaan beras bagi penduduk yang diikuti dengan distribusi yang memadai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komoditas beras ini selain memiliki fungsi ekonomi, kesehatan, sosial, budaya bahkan juga memiliki muatan politis yang tinggi.

Oleh karena itu berbagai program pembangunan pertanian yang telah dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak lain, sebagai upaya untuk menghindarkan masyarakat dari krisis pangan. Namun dari hasil evaluasi terhadap pengembangan tanaman pangan khususnya tanaman padi (komoditas beras) yang telah dilaksanakan selama ini, masih

(3)

dijumpai banyak persoalan yang mendasar yang harus dipecahkan dan memerlukan penanganan yang cermat dan tepat. Salah satu diantaranya adalah bagaimana meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk dengan sistem pertanian yang ramah lingkungan, membudayakan penggunaan pupuk kimiawi dan organik secara berimbang untuk memperbaiki dan meningkatkan kesuburan tanah.

Berbagai penelitian dan pengkajian banyak dilakukan oleh berbagai lembaga penelitian dan atau badan usaha swasta untuk meningkatkan produktivitas padi. Namun hasil penelitian dan pengkajian tersebut terkadang belum terdesiminasi dengan baik, bahkan terkadang tidak sesuai untuk kondisi daerah atau wilayah tertentu, sehingga diperlukan adanya perakitan/rekayasa teknologi adaptif baru yang sesuai untuk daerah atau wilayah tertentu tersebut.

Sementara itu produksi padi di Kabupaten Badung pada Tahun 2013 sebesar 112.705 ton gabah kering panen atau setara dengan dengan 65.368,9 ton beras, sedangkan produksi padi di Provinsi Bali sebesar 880.982 ton gabah kering panen atau setara dengan 510.969,56 ton beras. Dengan asumsi konsumsi beras penduduk Bali sebesar 130 kg/kapita/tahun, maka Kabupaten Badung akan defisit beras sebesar 12.982,1 ton dan Provinsi Bali mengalami defisit beras sebesar 22.667,44 ton (BPS Bali, 2014 dan Jitunews, 2014).

Untuk mendukung Bali tetap berswasembada pangan, salah satu program ketahanan pangan, yang tetap dilaksanakan adalah penelitian dan pengembangan dibidang pertanian dalam upaya peningkatan kualitas dan produktivitas hasil pertanian yang tinggi. Oleh karena itu Pemerintah Daerah Bali telah mencanangkan program Bali Go Green, dengan menggunakan bahan organik pada lahan pertaniannya. Selain pemakaian pupuk organik/hayati, juga mulai berkembang pemakaian pestisida

(4)

organik/hayati. Dengan demikian pengembangan pertanian organik selain bertujuan untuk melestarikan keragaman hayati, memasyarakatkan budidaya organik, membatasi pencemaran lingkungan, juga dapat meningkatkan usaha konservasi tanah dan air serta meningkatkan kesehatan masyarakat.

Atas dasar permasalahan di atas, maka beberapa penyuluh di Kecamatan Mengwi mengadakan pengkajian paket teknologi diantaranya Aplikasi BiotaMax Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi. Pengkajian paket teknologi ini selain dimaksudkan sebagai upaya profesionalisme penyuluh dalam mengembangkan teknologi berbasis sumberdaya spesifik lokasi dan sesuai agroekosistem setempat dengan teknologi unggul yang berorientasi kebutuhan petani. Juga sebagai upaya penyuluh dalam meningkatkan produksi padi melalui rekayasa teknologi yang ramah lingkungan.

1.2. Perumusan Masalah

Pupuk telah lama diketahui masyarakat karena peranannya untuk meningkatkan produksi pertanaman. Namun akhir-akhir ini peningkatan produksi pertanaman khususnya tanaman padi terjadi gejala pelandaian produktivitas (leveling off) bahkan cenderung menurun. Penyebabnya adalah pemakaian pupuk anorganik (kimia) yang terus menerus dalam jangka waktu lama tanpa diimbangi penggunaan pupuk organik sebagai penyedia unsur hara tanah, mengakibatkan kondisi tanah akan menjadi miskin bahan organik dan unsur hara penyangga. Bahkan mikro organisme tanah yang menguntungkan bagi tanaman banyak yang mati sehingga tanah menjadi rentan terhadap penyakit dan kekeringan. Kondisi demikian menyebabkan kestabilan/keseimbangan sistem pertanian (agro ecosystem) menjadi menurun.

(5)

Pada kondisi tanah seperti tersebut di atas, diperlukan adanya pembugaran tanah (soil amandement) dengan penambahan probiotik tanah dan pupuk organik (pupuk kandang/kompos/seresah tanaman/jerami). Penambahan probiotik tanah dan pupuk organik tersebut akan mampu mengatur suhu dan kelembaban tanah sehingga dapat meningkatkan kerja dan jumlah mikro organisme dalam tanah yang pada gilirannya dapat menyuburkan dan menyehatkan tanah kembali baik fisik, kimia maupun biologi.

Beberapa negara di belahan dunia telah menggunakan probiotik tanah sebagai komponen teknologi untuk meningkatkan mutu dan produksi pertaniannya. Di Indonesia komponen teknologi ini mulai berkembang selaras dengan program budidaya organik yang gencar-gencarnya dimasyarakatkan pemerintah dan juga karena menurunnya kesuburan fisik tanah pertanian terutama di lahan sawah akibat penerapan pupuk kimia dalam jangka waktu lama. Beberapa petani ada yang sudah menerapkan tehnologi ini dan mendapatkan hasil yang luar biasa berupa peningkatan pendapatan, karena biaya lebih rendah dan produksi meningkat.

Sebaliknya masih adanya pandangan sebagian besar masyarakat yang menyatakan bahwa hanya dengan pupuk anorganik (kimia) dapat meningkatkan produksi pertanaman merupakan tantangan dalam penerapan teknologi probiotik tanah sebagai salah satu komponen pupuk hayati/organik yang ramah lingkungan. Sehingga untuk mempercepat terwujudnya Indonesia Go Organik nampaknya masih sulit tercapai jika tidak ada upaya mengubah pola pikir petani akan pentingnya melestarikan alam dengan mengurangi pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan.

Padahal jika masyarakat sudah beralih menggunakan pupuk yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, maka kelangsungan hidup bio hayati yang ada di alam

(6)

akan lestari. Dengan demikian produk pertanian yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang baik, sehat dan bebas residu kimia yang berbahaya.

Berbagai jenis probiotik tanah telah berkembang dan beredar dilapangan sebagai upaya untuk mewujudkan pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Wujudnya bervariasi ada yang berupa cairan dan ada pula berupa tablet. Cara penggunaannya melalui proses pengaktifan kemudian disemprotkan langsung pada tanaman, daerah perakaran tanaman atau tanah sekitar tanaman dan ada pula yang dapat dicampur dengan bahan-bahan lainnya. Oleh karena itu berbagai probiotik yang telah beredar dilapangan salah satu diantaranya adalah BiotaMax perlu dilakukan penelitian dan pengkajian sebagai salah satu komponen teknologi pupuk hayati yang mampu meningkatkan mutu dan produksi pertanian. Namun permasalahan yang dihadapi dalam penggunaan BiotaMax adalah belum dipahaminya cara penerapan teknologinya dan responnya terhadap perbaikan hasil pertanian dan lingkungan.

1.3. Tujuan dan Manfaat Pengkajian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin diketahui dari pengkajian ini adalah:

a) Untuk mengetahui cara aplikasi teknologi pemupukan dengan pupuk hayati BiotaMax.

b) Untuk mengetahui pengaruh jumlah/dosis pupuk hayati BiotaMax terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi.

c) Untuk mengetahui paket teknologi terbaik dari paket teknologi yang dikaji terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi.

(7)

Hasil pengkajian ini diharapkan dapat mendukung program swasembada beras berkelanjutan, program ketahanan pangan dan program peningkatan produksi beras nasional, disamping dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk serta meningkatkan kesejahteraan petani. Bahkan adanya ketersediaan beras di tingkat rumah tangga dalam jumlah yang cukup, merata, aman dan terjangkau dapat dikatakan juga sebagai cerminan ketahanan pangan dalam rumah tangga.

(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Manfaat Pupuk Organik

Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan/atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Menteri Pertanian RI, 2011).

Pupuk-pupuk yang ditambang di alam seperti dolomit, fosfat alam, kiserit, dan abu (yang kaya K) juga masuk ke dalam golongan pupuk organik. Bahkan tepung darah, tepung tulang, dan tepung ikan juga dapat dimasukkan kedalam golongan pupuk organik yang diolah dipabrik (Isroi, 2008).

Pupuk organik biasanya mengandung unsur hara yang lengkap, seperti unsur hara makro, unsur hara mikro, asam amino, berbagai hormon pertumbuhan, dan mikroorganisme yang menguntungkan. Bahkan Isroi (2008) menyebutkan bahwa di dalam pupuk organik juga terdapat senyawa-senyawa organik lain yang bermanfaat bagi tanaman, seperti asam humik, asam fulvat, dan senyawa-senyawa organik lain, namun, kandungan hara tersebut rendah.

Penggunaan pupuk organik oleh petani akhir-akhir ini sangat pesat. Banyak produk atau jenis dengan berbagai formula pupuk organik beredar di masyarakat, baik dalam bentuk padat maupun dalam bentuk cair sehingga memudahkan petani untuk menggunakannya karena lebih praktis daripada membuat sendiri dari kotoran hewan atau tumbuhan mati atau limbah organik yang difermentasikan kemudian

(9)

mengangkutnya ke lahan pertanian yang tentu lebih merepotkan. Walaupun penggunaan pupuk organik dengan cara pembuatan sendiri dari kotoran hewan, atau tumbuhan mati atau sampah organik tersebut tetap dianjurkan pemakaiannya untuk menambah kesuburan tanah dan mengurangi penggunaan pupuk kimia.

Pada lahan pertanian, pemakaian pupuk organik mempunyai peranan yang sangat penting, karena dapat meningkatkan stabilitas agregat tanah, struktur tanah, daya menahan air dan aerasi tanah serta meningkatkan kemampuan daya menyangga pupuk yang pada akhirnya dapat meningkatkan produksi pertanian (Rochayati dan Sri Adiningsih, 1989).

Pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah antara lain meningkatkan daya pegang air tanah, meningkatkan kapasitas kation, memantapkan strktur tanah yang pada akhirnya memperbaiki draenase tanah dan menambah unsur hara baik makro maupun mikro (Hakim dkk., 1986).

Dengan demikian pertanian organik bertujuan untuk melestarikan keragaman hayati, memasyarakatkan budidaya organik, menekan pencemaran lingkungan, meningkatkan konservasi tanah dan air serta meningkatkan kesehatan masyarakat (Sutanto, 2006).

2.2. Kebutuhan Pupuk Organik Untuk Tanah

Kebutuhan pupuk organik pada tanah-tanah tertentu dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Pujiyanto, 1997).

P = (Q – R)/100 x B di mana:

P : kebutuhan bahan organik (ton/ha)

Q : kadar bahan organik tanah yang dikehendaki (%)

(10)

R : kadar bahan organik yang ada di tanah saat ini (%) B : bobot tanah tiap hektar lahan

Bobot tanah tiap hektar adalah luas lahan x kedalaman x bobot jenis tanah

2.3. Pupuk Hayati

Pupuk hayati adalah produk biologi aktif terdiri atas mikroba yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah (Menteri Pertanian RI, 2011). Pupuk hayati ini sering disebut dengan nama biofertilizer, atau pupuk bio atau pupuk yang hidup.

Sebenarnya pemberian istilah pupuk, pada pupuk hayati ini kurang tepat, karena pupuk hayati tidak mengandung hara. Pupuk hayati tidak mengandung N, P, dan K.

Kandungan pupuk hayati adalah mikrooganisme yang memiliki peranan positif bagi tanaman. Kelompok mikroba yang sering digunakan adalah mikroba-mikroba yang menambat N dari udara, mikroba yang malarutkan hara (terutama P dan K), mikroba- mikroba yang merangsang pertumbuhan tanaman (Isroi, 2008).

Kelompok mikroba penambat N sudah dikenal dan digunakan sejak lama.

Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dengan tanaman dan ada juga yang bebas (tidak bersimbiosis). Contoh mikroba yang bersimbiosis dengan tanaman antara lain adalah Rhizobium sp. Sedangkan contoh mikroba penambat N yang tidak bersimbiosis adalah Azosprillium sp dan Azotobacter sp (Isroi, 2008).

Mikroba pelarut P yang dilaporkan oleh orang Rusia bernama Pikovskaya pada tahun 1948, yaitu Bacillus megatherium var. phosphaticum, dan mulai digunakan sebagai bahan inokulum bidang pertanian sejak tahun 1950-an. Beberapa mikroba yang diketahui dapat melarutkan P dari sumber-sumber yang sukar larut ditemukan baik dari kelompok kapang/fungi seperti Penicillium sp dan Aspergillus sp, atau dari kelompok

(11)

bakteri seperti Bacillus sp dan Pseudomonas sp. Mikroba pelarut fosfat dimanfaatkan untuk memperkaya fosfat alam (Isroi, 2008).

Mikroba lain yang juga sering digunakan adalah Mikoriza, yang terdiri dari dua kelompok utama yaitu: endomikoriza dan ektomikoriza. Mikoriza bersimbiosis dengan tanaman. Secara mudahnya endomikoriza berarti mikoriza yang ada di dalam dan ektomikoriza adalah mikoriza yang ada di luar. Endomikoriza atau VAM umumnya adalah fungi tingkat rendah sedangkan ektomikoriza adalah jamur tingkat tinggi.

Mikroriza memiliki peranan yang cukup komplek. Dia tidak hanya berperan membantu penyerapan hara P, tetapi juga melindungi tanaman dari serangan penyakit dan memberikan nutrisi lain bagi tanaman (Isroi, 2008).

Mikroba yang juga sering digunakan sebagai biofertilizer adalah mikroba perangsang pertumbuhan tanaman. Mikroba dari kelompok bakteri sering disebut dengan Plant Growt Promoting Rhizobacteria (PGPR), namun sekarang juga diketahui bahwa ada juga fungi yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Bakteri yang diketahui dapat merangsang pertumbuhan tanaman antara lain adalah Pseudomonas sp, dan Azosprillium sp, Sedangkan fungi yang sudah diketahui adalah Trichoderma sp (Isroi, 2008).

Mikroba-mikroba bahan aktif pupuk hayati dikemas dalam bahan pembawa, bisa dalam bentuk cair atau padat. Pupuk hayati juga ada yang hanya terdiri dari satu atau beberapa mikroba saja, tetapi ada juga yang mengklaim terdiri dari bermacam-macam mikroba. Pupuk hayati ini yang kemudian diaplikasikan ke tanaman.

Saat ini dipasaran banyak beredar pupuk hayati. Sebagian mengklaim memiliki kandungan mikroba yang banyak dan lengkap dengan kemampuan luar biasa. Padahal mikroba sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang spesifik, baik lingkungan

(12)

biotik maupun abiotik. Jadi biofertilizer yang cocok di daerah sub tropis belum tentu efektif di daerah tropis. Demikian juga biofertilizer yang efektif di Indonesia bagian barat, belum tentu efektif juga di wilayah Indonesia bagian timur. Mikroba yang bersimbiosis dengan tanaman lebih spesifik lagi. Misalnya Rhizobium sp yang bersimbiosis dengan kedelai varietas tertentu belum tentu cocok untuk tanaman kacang- kacangan yang lain. Umumnya mikroba yang bersimbiosis berspektrum sempit (Isroi, 2008).

2.4. Pupuk Hayati BiotaMax

Tanah yang subur mengandung sejumlah besar mikro organisme yang bermanfaat bagi tanaman. Namun penggunaan pupuk anorganik (kimia) yang terus menerus dalam jangka waktu lama tanpa diimbangi penggunaan pupuk organik sebagai penyedia unsur hara tanah, mengakibatkan kondisi tanah akan menjadi miskin bahan organik dan unsur hara penyangga. Bahkan mikro organisme tanah yang menguntungkan bagi tanaman banyak yang mati. Selain itu musim panas yang berkepanjangan, musim dingin, kebakaran dan kebekuan juga dapat mengakibatkan mikro organisme tanah banyak yang mati, sehingga tanah menjadi rentan terhadap penyakit dan kekeringan.

Peningkatan mikro organisme dalam tanah akan mempercepat proses penguraian bahan organik dalam tanah dan unsur hara esensial menjadi hara yang tersedia bagi tanaman.

BiotaMax adalah probiotik alami dan organik untuk tanah. BiotaMax mengandung bakteri dan jamur yang menguntungkan yang secara alami ditemukan pada tanah-tanah yang sehat dan produktif, yang membantu tanaman untuk tumbuh lebih

(13)

besar dan lebih baik. Beberapa bakteri yang menguntungkan diisolasi dalam BiotaMax dari genus bacillus antara lain; Bacillus subtilis, Bacillus laterosporus, Bacillus licheniformus, Bacillus megaterium dan Bacillus pumilus. Sedangkan jamur yang

menguntungkan adalah dari genus trichoderma, seperti Trichoderma harzianum, Trichoderma viride, Trichoderma koningii dan Trichoderma polysporum. Selain itu

juga terdapat bakteri Paenibacillus polymyxa yang juga telah diisolasi dan dibentuk menjadi organisma aktif sebagai penambat Nitrogen alami.

Dengan demikian penerapan BiotaMax diharapkan akan memperbaiki kondisi tanah dengan cara mengembalikan biota tanah alami yang mati akibat pemakaian pupuk dan bahan kimia, musim panas yang berkepanjangan, musim dingin, kebakaran dan kebekuan.

Bakteri dan Jamur menguntungkan yang terdapat dalam BiotaMax tersebut akan membantu pertumbuhan tanaman sehingga tanaman menjadi lebih besar dan lebih sehat bahkan dapat mengurangi penggunaan pupuk nitrogen (Urea), karena BiotaMax menggandung bakteri penambat Nitrogen alami.

Manfaat lain dari BiotaMax selain menggantikan mikro organisma menguntungkan dalam tanah adalah penghasil hormon tanaman (fitohormon) yang dapat memacu pertumbuhan tanaman, meningkatkan jumlah dan berat akar, mengembalikan oksidasi akar, mengembalikan keseimbangan biota (mikro organisma), menguraikan mineral organik menjadi unsur hara, memproses unsur hara sehingga menjadi lebih mudah larut dan terserap oleh tanaman, dan meningkatkan kelembaban disekitar perakaran.

2.5. Aplikasi BiotaMax

(14)

1 (satu) tablet BiotaMax dilarutkan dalam 20 – 30 liter air bersih. Biarkan selama 2 – 3 menit, tidak perlu diaduk karena tablet akan bercampur dengan sendirinya.

Siramkan/semprotkan larutan ini pada permukaan tanah disekitar pangkal tanaman dengan merata. Hindari sinar matahari yang menyengat. Waktu penyiraman/penyemprotan yang baik adalah pagi hari antara jam 06.00 – 09.00, atau sore hari antara jam 16.00 – 18.00. Dilakukan pada saat cuaca cerah, tidak hujan atau banjir.

Untuk hasil yang maksimal, aplikasikan seawal mungkin (saat tanam) agar akar tumbuh dengan pesat dan banyak. Bisa diaplikasikan bersamaan dengan pupuk organik lainnya, tetapi jangan diaplikasikan bersamaan dengan fungisida atau obat kimia lainnya. Interval waktu aplikasi BiotaMax dengan aplikasi fungisida atau obat kimia lainnya sekitar 7 (tujuh) hari sebelum atau sesudah aplikasi BiotaMax.

Aplikasi pada tanaman padi (semusim) dilakukan cukup satu kali. Jumlah/dosis per hektar adalah 10 Tablet.

2.6. Penelitian Sebelumnya

Penelitian pada tanaman padi sawah menggunakan paket teknologi BiotaMax dengan dosis 8 tablet per hektar + 2 ton per hektar pupuk kandang + 150 kg per hektar Urea + 75 kg per hektar Phonska dan pestisida dapat meningkatkan hasil gabah kering panen sebesar 50 %, dibandingkan paket konvensional yang menggunakan 300 kg per hektar Urea + 150 kg per hektar Phonska + 100 kg per hektar SP-36, dan herbisida dan pestisida (www.BiotaMaxorganic.blogspot.com. 2011).

(15)

III. BAHAN DAN METODA PENGKAJIAN

3.1. Bahan Pengkajian

Bahan tanaman yang digunakan dalam pengkajian ini adalah tanaman padi, varietas Ciherang. Benih yang digunakan adalah benih bersertifikat dengan label benih merah jambu atau benih bina.

3.2. Waktu dan Lokasi

Pengkajian ini dilaksanakan di Subak Aya Desa Tumbakbayuh Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Penanaman padi dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 2014 dan pemanenan dilaksanakan pada tanggal 29 September 2014.

3.3. Rancangan, Perlakuan dan Analisis Data

Pengkajian paket teknologi ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sederhana. Paket teknologi yang diuji sebanyak 4 (empat) perlakuan, dimana masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 (tiga) kali. Sehingga terdapat 12 petak perlakuan. Adapun paket teknologi tersebut adalah :

A = 10 tablet BiotaMax + 1 ton Pupuk Organik + 150 kg Urea + 150 kg NPK Phonska per hektar

B = 10 tablet BiotaMax + 150 kg Urea + 150 kg NPK Phonska per hektar C = 1 ton Pupuk Organik + 150 kg Urea + 150 kg NPK Phonska per hektar D = Kontrol (200 kg Urea + 150 kg NPK Phonska) per hektar

Perbedaan perlakuan diuji berdasarkan analisis varian. Jika perlakuan yang diuji menunjukkan perbedaan yang nyata, maka dapat dilanjutkan dengan uji nilai rata-rata.

(16)

3.4. Pelaksanaan Pengkajian

3.4.1. Petakan dan Pengumpulan Data

Masing-masing petak perlakuan berukuran sesuai dengan luas petakan alami di lapangan atau secara keseluruhan luas lahan yang dibutuhkan dalam pengkajian ini sekitar 2,0 hektar. Jarak antar perlakuan dan jarak antar ulangan juga sesuai dengan ukuran pematang alami. Denah tata letak petak perlakuan dilapangan disajikan pada gambar 3.1. Pengamatan setiap petak perlakuan dilakukan dengan cara mengambil sampel pada tanaman padi yang berada ditengah, masing-masing sebanyak 5 sampel secara acak. Hasil gabah kering panen diukur melalui teknik ubinan 2,5 m x 2,5 m.

(17)

TATA RUANG PENGKAJIAN DILAPANGAN

II I III

A B C

C D B

B A D

D C A

Gambar 3.1 Tata Ruang (Lay Out) Pengkajian di Lapangan

(18)

3.4.2. Parameter

Parameter yang diamati dalam pengkajian ini adalah : 1. Tinggi tanaman maksimum saat panen (cm)

2. Jumlah anakan per rumpun (bt/rumpun)

3. Jumlah anakan produktif per rumpun (bt/rumpun) 4. Jumlah gabah berisi per malai (butir/malai) 5. Jumlah gabah hampa per malai (butir/malai) 6. Jumlah gabah total per malai (butir/malai) 7. Bobot gabah total per rumpun (g/rumpun) 8. Bobot 1000 butir gabah kering panen (g) 9. Produktivitas (ton/ha)

3.4.3. Waktu Aplikasi

Pupuk hayati BiotaMax diberikan sekali yaitu pada saat 0 – 7 hari setelah tanam padi, dengan cara disemprotkan secara merata pada permukaan tanah sesuai dengan dosis perlakuan sebagai pembenah tanah untuk mengaktifkan mikroorganisme yang ada didalam tanah sehingga dapat memperbaiki biologi tanah.

(19)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengkajian ini menunjukkan bahwa secara analisis statistik paket teknologi yang diteliti berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah berisi per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total dan bobot 1000 butir gabah kering panen. Hal ini dapat dilihat dari analisis varian seperti pada lampiran 1 – 7. Sebaliknya paket teknologi yang diteliti berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap hasil gabah kering panen dan bobot gabah total per rumpun, seperti disajikan pada lampiran 8 – 10.

Walaupun tinggi maksimum tanaman padi memberikan perbedaan yang tidak nyata, tetapi Perlakuan A menunjukkan hasil lebih tinggi dari perlakuan lainnya disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Rata-rata Tinggi Tanaman, Jumlah Anakan Per Rumpun Dan Jumlah Anakan Produktif Per Rumpun

Pengujian Paket Teknologi Pada Tanaman Padi Perlakuan Tinggi Tanaman

(Cm)

Jumlah Anakan Per Rumpun (Bt/Rumpun)

Jumlah Anakan Produktif Per Rumpun

(Bt/Rumpun) A

B C D

90,73 a 89,47 a 90,13 a 89,87 a

26,33 a 26,27 a 23,87 a 24,07 a

24,27 a 24,13 a 22,07 a 21,53 a

BNT 5% = - - -

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata (P>0,05)

Tabel di atas juga memberikan keterangan bahwa jumlah anakan per rumpun terbanyak ditunjukkan pada Perlakuan A dan Perlakuan B, sehingga Perlakuan A dan Perlakuan B cenderung dapat meningkatkan jumlah anakan per rumpun masing-masing sebesar 9,39% dan 9,14% dibandingkan Perlakuan D, sedangkan Perlakuan C

(20)

cenderung berkurang jumlah anakan per rumpunnya diduga pengurangan dosis nitrogen sebesar 50 kg urea per hektar dan penambahan pupuk organik sebesar 1 ton per hektar belum dapat meningkatkan jumlah anakan per rumpun dibandingkan Perlakuan D.

Sebaliknya Perlakuan A, Perlakuan B dan Perlakuan C cenderung dapat meningkatkan jumlah anakan produktif per rumpun masing-masing sebesar 12,73%, 12,08% dan 2,51% dibandingkan Perlakuan D. Itu berarti pertumbuhan vegetatif yang ditunjukkan Perlakuan D, dimana jumlah anakan per rumpun yang terbentuk tidak dapat meningkatkan jumlah anakan produktif per rumpunnya.

Demikian pula terhadap jumlah gabah berisi per malai, dimana pada Perlakuan A, Perlakuan B dan Perlakuan C dapat meningkatkan jumlah gabah berisi per malai secara tidak nyata dibandingkan Perlakuan D. Jumlah gabah berisi per malai tertinggi ditunjukkan pada Perlakuan A rata-rata sebanyak 93,68 butir per malai atau cenderung meningkat sebesar 14,37% sedangkan Perlakuan B meningkat sebesar 7,14% dan Perlakuan C meningkat sebesar 6,59% seperti terlihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 juga memberikan keterangan bahwa Perlakuan A, Perlakuan B dan Perlakuan C dapat menyebabkan jumlah gabah hampa per malai bekurang secara tidak nyata dibandingkan Perlakuan D. Perlakuan A menyebabkan jumlah gabah hampa per malai berkurang sebesar 49,72%, Perlakuan B menyebabkan jumlah gabah hampa per malai berkurang sebesar 25,42% dan Perlakuan C menyebabkan jumlah gabah hampa per malai berkurang sebesar 24,58%. Itu berarti Perlakuan A, Perlakuan B dan Perlakuan C masing – masing cenderung dapat meningkatkan kualitas hasil gabah kering panen karena dapat menyebabkan jumlah gabah hampa yang terbentuk berkurang.

(21)

Tabel 4.2. Rata-rata Jumlah Gabah Berisi Per Malai, Jumlah Gabah Hampa Per Malai, Jumlah Gabah Total Per Malai dan Bobot 1000 Butir

Pengujian Paket Teknologi Pada Tanaman Padi Perlakuan Jumlah Gabah

Berisi Per Malai (Butir/Malai)

Jumlah Gabah Hampa Per

Malai (Butir/Malai)

Jumlah Gabah Total Per Malai

(Butir/Malai)

Bobot 1000 Butir

(Gr) A

B C D

93,68 a 87,76 a 87,31 a 81,91 a

10,66 a 15,81 a 15,99 a 21,20 a

104,35 a 103,57 a 103,31 a 103,11 a

29,33 a 28,67 a 28,00 a 28,00 a

BNT 5% = - - - -

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata (P>0,05)

Jumlah gabah total per malai pada Perlakuan A, Perlakuan B dan Perlakuan C juga cenderung meningkat secara tidak nyata dibandingkan Perlakuan D. Jumlah gabah total per malai tertinggi ditunjukkan pada Perlakuan A rata-rata sebanyak 104,35 butir per malai atau cenderung meningkat sebesar 1,20% sedangkan Perlakuan B meningkat sebesar 0,45% dan Perlakuan C meningkat sebesar 0,19% seperti terlihat pada Tabel 4.2.

Demikian pula terhadap bobot 1000 butir gabah, dimana Perlakuan A dan Perlakuan B dapat meningkatkan bobot 1000 butir gabah secara tidak nyata dibandingkan Perlakuan D. Perlakuan A cenderung dapat meningkatkan bobot 1000 butir gabah sebesar 4,75% dan Perlakuan B meningkat sebesar 2,39% seperti disajikan pada Tabel 4.2.

Namun demikian, hasil analisis statistik perlakuan paket teknologi ternyata berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap hasil gabah kering panen, baik hasil gabah kering panen per ubinan (kg/6.25 m2) maupun hasil gabah kering panen per hektar (t ha -1) dan berat gabah kering panen per rumpun (gr/rumpun). Disamping itu pengkajian ini

(22)

ternyata memiliki koefisien keragaman (KK) yang tinggi dan pengaruh kelompok juga nyata (Lampiran 8 – 10), maka keandalan atau ketelitian dan kebenaran kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan dari penelitian ini dilanjutkan dengan uji nilai rata – rata Dunnett (Hanafiah, 2001).

Uji Dunnett menggambarkan bahwa hasil gabah kering panen petak ubinan (2,5 m x 2,5 m) meningkat secara nyata sebesar 13,09% terjadi pada Perlakuan A dibanding Perlakuan D, sedangkan pada Perlakuan B dan Perlakuan C meningkat secara tidak nyata masing-masing sebesar 7,69% dan 3,64% dibanding Perlakuan D. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3. Rata-rata Hasil Gabah Kering Panen Beberapa Paket Teknologi Terhadap Kontrol Berdasarkan Uji Dunnett.

Perlakuan Berat Gabah/

Rumpun (Gr)

Beda dgn Perlakuan

D

Berat Gabah/

Ubinan (Kg)

Beda dgn Perlakuan

D

Produk – tivitas (Ton/Ha)

Beda dgn Perlakuan

D

A B C D

56,465 53,771 51,751 49,933

6,532 * 3,838 1,818 -

5,590 5,323 5,123 4,943

0,647 * 0,38 0,18 -

8,944 8,517 8,197 7,909

1,035 * 0,608 0,288 -

d 0,05 4,58 0,45 0,73

d 0,01 6,94 0,69 1,10

Keterangan : * berbeda nyata

Untuk berat gabah per rumpun terjadi peningkatan yang sama dengan hasil gabah petak ubinan, oleh karena luas petak ubinan dari masing-masing perlakuan terdapat jumlah rumpun tanaman padi yang sama yaitu sebanyak 99 rumpun. Sedangkan hasil gabah kering panen per hektar merupakan konversi dari hasil ubinan, dengan demikian pada Perlakuan A terjadi peningkatan hasil gabah kering panen secara nyata sebesar 13,09% dibanding Perlakuan D. Demikian pula pada Perlakuan B dan Perlakuan

(23)

C meningkat secara tidak nyata masing-masing sebesar 7,69% dan 3,64% dibanding Perlakuan D (Tabel 4.3).

(24)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil pengkajian yang dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut

1. Hasil pengkajian ini menunjukkan bahwa secara analisis statistik paket teknologi yang diteliti berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah berisi per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total dan bobot 1000 butir gabah kering panen. Namun paket teknologi yang diteliti berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap hasil gabah kering panen dan bobot gabah total per rumpun, 2. Hasil gabah kering panen petak ubinan (2,5 m x 2,5 m), berat gabah kering panen

per rumpun dan hasil gabah kering panen per hektar meningkat secara nyata sebesar 13,09% terjadi pada Perlakuan A, sedangkan pada Perlakuan B dan Perlakuan C meningkat secara tidak nyata masing-masing sebesar 7,69% dan 3,64% dibanding Perlakuan D.

3. Meningkatnya hasil gabah kering panen secara nyata pada Perlakuan A disebabkan adanya pengaruh beberapa parameter lain yaitu jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah berisi per malai yang cenderung semakin meningkat, berkurangnya jumlah gabah hampa per malai dan meningkatnya berat 1000 butir gabah kering panen yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas gabah.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada pengkajian ini, maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut.

(25)

1. Peningkatan hasil padi sebagai upaya mendukung swasembada beras yang berkelanjutan selain menggunakan paket teknologi pemupukan anjuran (Perlakuan D), seyogyanya diimbangi dengan penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati (mikroba) sebagai bahan untuk mempercepat proses pembugaran tanah.

2. Agensia hayati atau pupuk hayati yang digunakan dalam pengkajian ini adalah BiotaMax seperti pada Perlakuan A ternyata dapat memberikan pengaruh nyata

terhadap hasil gabah kering panen, oleh karena itu BiotaMax dapat digunakan sebagai bahan pembugaran tanah bahkan penggunaan BiotaMax dan pupuk organik secara nyata dapat mengurangi penggunaan pupuk Urea sebanyak 50 kg Urea per Hektar.

3. Hasil pengkajian ini merupakan informasi awal mengingat hasil penelitian menggunakan BiotaMax terhadap tanaman padi belum banyak dilakukan.

4. Untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap mengenai uji beberapa dosis pupuk dan cara aplikasi BiotaMax dengan lebih tepat terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi, maka perlu diadakan pengkajian lebih lanjut pada beberapa varietas dan tempat yang berbeda.

(26)

VI. DAFTAR PUSTAKA

BiotaMax - Organic. 2011. Rasionalisasi Pemupukan.

www.BiotaMaxorganic.blogspot.com.

BPS Provinsi Bali. 2014. Bali Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Propinsi Bali.

BPS. 2014. Statistik Indonesia. www.bps.go.id.

Hakim, N., Nyakpa, Y., Lubis, A.A., Nugroho, S.G., Saul, M.R., Diha, M.A., Hong, G.B., Barley. H.H. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah I. Bandar Lampung:

Universitas Lampung.

Hanafiah, K.A. 2001. Rancangan Percobaan. Teori dan Aplikasi. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Handewi, S. 2001. Kajian Pola Konsumsi dan Permintaan Pangan di Kawasan Timur Indonesia. Disertasi Tidak Dipublikasikan. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Isroi. 2008. Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pupuk Kimia. 26 Pebruari 2008. Blog at WordPress.com.

Jitunews.Com. 2014. Bali Tetap Berswasembada Pangan, 14 Oktober 2014.

www.jitunews.com.

Kementerian Pertanian RI. 2014. Data Lima Tahun Terakhir, Sub Sektor Tanaman Pangan. www.pertanian.go.id.

Kompas.com. 2012. Konsumsi Beras Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara, 7 Pebruari 2012. www.kompas.com.

Kompas.Com. 2011. Mentan: Umumkan Data Beras yang Baru, 11 September 2011.

www.kompas.com.

Menteri Pertanian RI. 2011. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia, No.:

70/Permentan/SR.140/10/2011.

Rochayati dan Sri, A. 1989. Konservasi Bahan Organik Melalui Elley Cropping pada Lahan Kering. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius.

Yogyakarta.

Sutanto, R. 2006. Penerapan Pertanian Organik, Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta.

(27)

Wikipedia. 2013. Sensus Penduduk Indonesia 2010, 4 Juli 2013. www.wikipedia.org.

Gambar

Gambar 3.1 Tata Ruang (Lay Out) Pengkajian di Lapangan
Tabel 4.1.  Rata-rata Tinggi Tanaman, Jumlah Anakan Per Rumpun  Dan Jumlah Anakan Produktif Per Rumpun
Tabel 4.2. Rata-rata Jumlah Gabah Berisi Per Malai, Jumlah Gabah Hampa Per Malai,  Jumlah Gabah Total Per Malai dan Bobot 1000 Butir
Tabel  4.3.  Rata-rata  Hasil  Gabah  Kering  Panen  Beberapa  Paket  Teknologi  Terhadap  Kontrol Berdasarkan Uji Dunnett

Referensi

Dokumen terkait

Dan di Bulan Oktober dimana kita menyambut hari Reformasi, maka memulai suatu kegiatan baru yaitu mengajak dan menghimbau seluruh anggota jemaat yang sudah dan belum membaca

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Kelemahan dari strategi- strategi ini adalah tidak dapat mengatasi ketidakpastian dari model sistem ataupun gangguan dari luar.. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan ini muncullah

Kendala internal yang terjadi pada saat produksi program The Dandees adalah susahnya mencari waktu penyiar untuk produksi tapping segmen benchmark, karena kesibukan masing-masing

bahwa berdasarkan Pasal 107 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Pasal 23 ayat (2) Peraturan Darah Nomor 13 Tahun 2011

--Kemudian limit bandwidth ip yang anda inginkan pada jam 6 sore sampai jam 6 pagi nya lagi,contoh untuk ip 192.168.77.2 bandwidth 256 Kb untuk jam 6 sore sampai jam 6

Informasi yang lebih rinci untuk masing-masing fungsi tersedia pada bab lain dalam panduan ini, atau di layar HP Image Zone Help [Bantuan HP Image Zone] yang menyertai perangkat

Pada periode triwulan IV-2007, perekonomian di Zona Padang tumbuh lebih ekspansif daripada triwulan sebelumnya. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan PDRB Zona Padang pada