• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak: Pembangunan dan pengembangan kota cenderung mengarah pada penggunaan lahan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan pelayanan pada penduduk kota. Pembangunan tersebut dilakukan karena lebih memberikan keuntungan secara ekonomis dibandingkan dengan keberadaan vegetasi, sehingga posisi RTH dikesampingkan dan kadangkala RTH yang ada di perkotaan hanya mengisi lahan-lahan sisa yang ada di perkotaan.MenurutUndang-undang R INo. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dinyatakan bahwa proporsi RTH pada wilayah perkotaan paling sedikit 30% dari luas wilayah keseluruhan.

Penginderaan jauh khususnya citra ALOS AVNIR-2 dan SIG digunakan untuk memperoleh informasi mengenai kenampakan dipermukaan bumi. Salah satu informasi yang dapat di sadap adalah kerapatan vegetasi. Kerapatan vegetasi dapat diperoleh dengan menggunakan index vegetasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Hasil penelitian adalah peta RTH Kota Yogyakarta dan sekitarnya pada skala 1:100.000. Kata kunci : Ruang terbuka Hijau (RTH), Penginderaan jauh, SIG, Citra Alos AVNIR-2, Kota Yogyakarta

INDEX VEGETASI NDVI BERBASIS CITRA ALOS AVNIR -2

DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI KOTA YOGYAKARTA

DAN SEKITARNYA

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*

PENDAHULUAN

Pembangunan gedung perkantoran,

perbelanjaan, sekolah, perumahan, pabrik, dan sebagainya kurang memperhatikan aspek tata ruang kota. Kebutuhan akan pembangunan infrastruktur dan terbatasnya ketersediaan lahan tampaknya akan menjadi salah satu faktor terjadinya disintegrasi dalam pembangunan di perkotaan. Konsekuensi logis atas keadaan tersebut adalah menyempitnya lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH).

Pembangunan dan pengembangan kota cenderung mengarah pada penggunaan lahan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan pelayanan pada penduduk kota. Pembangunan tersebut dilakukan karena lebih memberikan keuntungan secara

ekonomis dibandingkan dengan keberadaan vegetasi, sehingga posisi RTH dikesampingkan dan kadangkala RTH yang ada di perkotaan hanya mengisi lahan-lahan sisa yang ada di perkotaan. Menurut Irwan (2005) pembangunan fisik yang ada di perkotaan setiap tahunnya mengalami peningkatan sehingga mengakibatkan semakin berkurangnya RTH di perkotaan dan bahkan mengalami kecenderungan gejala pembangunan “antiruang” di perkotaan.

RT H merupakan aspek yang perlu diperhitungkan dan diprioritaskan dalam pembangunan di kawasan perkotaan, hal ini dimaksudkan supaya tidak terancam eksistensinya. RTH mempunyai peranan yang penting dalam tata ruang kota karena manfaatnya yang besar untuk

(2)

kenyamanan kota, kesehatan penduduk, masa depan kota beserta keberlangsungannya dan sekaligus sebagai penyedia oksigen. Menurut Fandeli (2004) RTH kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. RTH diklasifikasi berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya. Menurut Undang-undang R INo. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dinyatakan bahwa proporsi RTH pada wilayah perkotaan paling sedikit 30% dari luas wilayah keseluruhan.

Keberadaan undang-undang mengenai penataan ruang tersebut kenyataannya belum sepenuhnya menjadikan RTH di Kota Yogyakarta

sesuai dengan proporsi yang sudah

ditetapkan.Berkurangnya RTH ini dipicu oleh pesatnya perkembangan Kota Yogyakarta yang merupakan salah satu kota dengan perkembangan yang cukup pesat, mengingat Kota Yogyakarta adalah kota wisata dan kota pendidikan.

Untuk mengetahui kondisi RTH aktual secara cepat dan akurat pada kawasan perkotaan maka diperlukan teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Data penginderaan jauh yang berupa citra mampu menampilkan gambaran permukaan bumi relatif lengkap, termasuk di dalamnyauntuk data terkait dengan RTH. Selain itu, proses perolehan data dapat dilakukan dengan cepat, biaya yang murah dibandingkan dengan perolehan data dengan cara metode survey terrestrial, wilayah kajianpun luas dan mempunyai ketilitian yang cukup tinggi. Kelengkapan data tersebut kurang bermakna

karena belum ada interpretasi data sesuai keperluan penelitian. Untuk itu diperlukan interpretasi citra penginderaan jauh khususnya variabel-variabel RTH. Data hasil interpretasi tersebut membutuhkan media untuk penyimpanan, pengolahan agar dapat dianalisis lebih lanjut. Perkembangan perangkat lunak lebih memudahkan dalam pengolahan data secara digital yakni dengan bantuan SIG. Sementara untuk keperluan interpretasi citra terkait dengan informasi yang akan dikaji maka harus memperhatikan aspek resolusi citra.Karena kerincian informasi yang diperoleh dari suatu data tergantung dari resolusi yang dimiliki oleh citra.

Dalam penelitian ini citra yang akan digunakan adalah citra ALOS AVNIR-2. Citra satelit ALOS AVNIR-2 (Advanced Land Observing Satellite) adalah satelit milik Jepang yang merupakan satelit generasi lanjutan dari JERS-1 dan ADEOS yang dilengkapi dengan teknologi yang lebih maju, untuk memberikan kontribusi bagi dunia penginderaan jauh, terutama bidang pemetaan, pengamatan tutupan lahan secara lebih presisi dan akurat. Citra ini memiliki resolusi spasial 10 meter (resolusi menengah) diharapkan dapat memberikan informasi yang akurat mengenai RTH meskipun belum diketahui tingkat akurasinya dalam menyadap informasi RTH di Kota Yogyakarta dan sekitarnya sesuai kebutuhan penelitian.

(3)

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan

adalahpenelitian kuantitatif dengan menggunakan datapenginderaan jauh khususnya citra ALOS AVNIR-2, SIG dan survey lapangan. Pemanfaatan citra tersebut dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai tutupan lahan/penggunaan lahan dan Kerapatan vegetasi. Untuk mendapatkan informasi kerapatan vegetasi dari citra satelit ALOS AVNIR-2 digunakan indeks vegetasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), sedangkan untuk membuat peta penggunaan lahan digunakan metode klasifikasi maximum likelihood.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pra Pemrosesan Citra Digital

Pra pemrosesan citra digital merupakan tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini dimana data utama yang akan diolah adalah citra Alos AVNIR-2 level 1B2G tanggal perekaman 20 Juni 2009. Tahap ini dimulai dengan melakukan koreksi radiometrik kemudian dilanjutkan dengan koreksi geometrik. Secara umum tahap ini dilakukan untuk mendapatkan citra satelit yang dapat menggambarkan kondisi daerah penelitian yang sebenarnya, baik berupa pantulan spektral setiap objek di daerah penelitian maupun posisi objek.

Koreksi Radometrik

Koreksi radiometrik dalam penelitian ini dilakukan untuk mengurangi pengaruh gangguan atmosfir pada citra ALOS AVNIR-2 sehingga nantinya didapatkan nilai piksel standar yang merupakan nilai

pantulan objek yang sebenarnya di lapangan. Metode koreksi radiometrik yang digunakan adalah kalibrasi sensor dimana ada 3 tahap yang dilakukan yaitu proses

at-sensor radiance, proses at-sensorreflectance dan

proses at-surfacereflectance.

Koreksi Geometrik

Pada penelitian ini menggunakan metode koreksi geometrik image to map, koreksi ini dilakukan untuk mengubah koordinat yang ada pada citra sehingga mendekati koordinat yang sebenarnya di lapangan (real world). Koreksi ini menggunakan 9 titik-titik GCP (Ground Control Point) yang dipilih seteliti mungkin dan menyebar secara merata di daerah penelitian. Koordinat acuan yang digunakan dalam penentuan GCP diperoleh dari peta RBI skala 1:25.000. Teknik transformasi koordinat yang digunakan adalah teknik affine (orde 1) dengan alasan topografi daerah penelitian yang relatif datar, sedangkan untuk metode resampling dilakukan dengan teknik nearest neighbor.

Pemotongan Citra Daerah Penelitian

Pada tahapan ini dilakukan pemotongan citra sesuai dengan wilayah dalam penelitian. Adapun wilayah kajian dalam penelitian ini mencakup Kota Yogyakarta dan pinggiran Kota Yogyakarta meliputi sebagian wilayah Kabupaten Bantul (sebagian Kecamatan Banguntapan, Sewon, dan Kasihan), dan sebagian wilayah Kabupaten Sleman (sebagian Kecamatan Depok, Mlati, dan Gamping).

Proses pemotongan citra dilakukan untuk membatasi wilayah kajian yang akan diteliti sehingga proses pengolahan citra akan menjadi lebih cepat dan

(4)

ukuran kapasitas citra menjadi lebih kecil. Metode yang digunakan untuk melakukan pemotongan citra menggunakan metode Subset Data Via ROIs yang merupakan salah satu menu pada software ENVI 4.8. Proses pemotongan dengan metode subset data via ROI dilakukan berdasarkan luas ROI yang diambil dengan tipe Rectangle atau persegi yang mencakup seluruh wilayah penelitian. Berikut ini adalah tampilan citra yang telah dipotong berdasarkan daerah penelitian yang dikaji dengan menggunakan komposit warna 432.

Analisis Indeks Vegetasi NDVI

NDVI (Normalized Difference Vegetation

Index) merupakan suatu nilai hasil pengolahan indeks

vegetasi dari citra satelit kanal infra merah dan kanal merah yang menunjukkan tingkat konsentrasi klorofil daun yang berkorelasi dengan kerapatan vegetasi berdasarkan nilai spektral pada setiap piksel. NDVI merupakan salah satu metode yang banyak digunakan dalamperhitungan nilai indeks vegetasi. Nilai piksel hasil transformasi NDVI adalah -1 sampai 1, dimana kelas vegetasi berada pada kisaran 0-1 dan kelas non vegetasi berada pada kisaran -1 -0. Nilai piksel yang mendekati 1 atau sama denga 1 menunjukan bahwa vegetasi itu memiliki kerapatan yang tinggi.Menurut Malingreau (1987) nilai NDVI yang mencerminkan kondisi vegetasi berkisar antara 0,1 sampai 0,6 dengan nilai NDVI yang tinggi mempunyai tingkat kehijauan yang tinggi.

Julat nilai piksel hasil transformasi NDVI adalah -0.414 sampai 0.983. Nilai piksel yang kurang dari 0 dengan kisaran -0.414 sampai 0 yang ditunjukan dengan rona gelap mengindikasikan bahwa objek itu

tidak termasuk kelas vegetasi atau non vegetasi sedangkan rona yang cerah dengan kisaran nilai piksel dari 0 sampai 0,983 menunjukan kelas vegetasi. Jika nilai pikselnya mendekati satu maka termasuk kelas vegetasi kerapatan tinggi.

Prinsip kerja indeks vegetasi adalah mengukur tingkat intensitas kehijauan, namun adanya faktor pantulan tanah dapat meningkatkan nilai indeks vegetasi. Pantulan tanah ini dipengaruhi oleh kandungan kelembaban tanah, tesktur tanah (susunan pasir, debu dan lempung) kekasaran permukaan, adanya oksida besi dan kandungan bahan organik (Lillesand et al., 2007). Berikut ini adalah tampilan citra hasil transformasi NDVI di daerah penelitian.

(5)

Gambar 2. Grafik Hubungan antara Nilai NDVI dengan Persentase Tutupan Hijau

Analisis Penggunaan Lahan

Data penggunaan lahan diperoleh dari proses klasifikasi multispektral yakni dengan klasifikasi terselia (supervised classification). Algoritma

supervised classification yang dipilih adalah maximum likelihood. Algoritma ini dipilih karena

statistiknya paling mapan dibandingkan dengan algoritma yang lain. Langkah awal proses klasifikasi multispektral adalah pemilihan daerah contoh/

training area (Region Of Interest).

Keberadaan vegetasi pada gambar citra hasil transformasi NDVI di atas ditunjukan dengan rona yang cerah, semakin cerah maka semakin rapat vegetasinya sedangkan rona abu-abu sampai rona gelap menunjukan kerapatan vegetasi semakin kurang, adapun rona gelap menunjukan tidak adanya vegetasi.

Indeks vegetasi pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui persentase tutupan hijau yang dapat diasumsikan sebagai ruang terbuka hijau dari citra ALOS AVNIR-2, sehingga diharapkan dapat mencerminkan kondisi yang sebenarnya di daerah penelitian. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan menunjukan bahwa semakin tinggi nilai NDVI maka semakin tinggi nilai persentase tutupan hijau, hal ini menunjukan bahwa ada hubungan yang erat antara nilai indeks vegetasi dengan persentase tutupan hijau di daerah penelitian.

Gambar 3. Peta Kelas Tutupan Hijau

Berikut ini adalah peta kelas tutupan hijau berdasarkan analisis ndvi :

(6)

Pengambilan sampel dalam proses klasifikasi multispektral memiliki perananan yang sangat penting, karena bagus dan tidaknya hasil klasifikasi tergantung dari training area yang diambil. Sampel yang telah diambil sebagai training area selanjutnya dikontrol melalui uji keterpisahan atau uji separabilitas pada masing-masing kelas penutup lahan.Uji separabilitas digunakan untuk mengetahui apakah antara training area secara statistik memiliki tingkat keterpisahan yang tinggi atau rendah berdasarkan band input.

Uji separabilitas dihitung dengan menggunakan algoritma transformed divergence (TD). Nilai

transformed divergence (TD) antara 1900-2000

memiliki keterpisahan yang baik, sedangkan di bawah 1700 merupakan hasil keterpisahan yang kurang baik (poor), yang dimungkinkan piksel tersebut adalah piksel campuran, ( Jensen (2005).

Hasil proses klasifikasi multispektral (metode

maximum likelihood)ini selanjutnya digunakan

sebagai acuan dalam melakukan pengkelasan penggunaan lahan. Klasifikasi ini menghasilkan 8 kelas penggunaan lahan. Berdasarkan hasil interpretasi dan cek lapangan pemetaan penggunaan lahan diketahui bahwa kelas penggunaan lahan di daerah penelitian didominasi oleh objek RTH sawah yakni sebesar 38,47% atau seluas 8227,24ha dari luas keseluruhan. Lahan permukiman menempati urutan kedua setelah RTH sawah yakni seluas 7792,47 ha (36,44%).. Berikut ini adalah tampilan peta hasil klasifikasi penggunaan lahan :

(7)

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka di dapat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Metode index vegetasi NDVI yang diterapkan

pada citra ALOS AVNIR -2 dapat digunakan untuk mendapatkan informasi tutupan hijau di daerah penelitian.

2. Adanya hubungan yang erat antara nilai index

vegetasi NDVI dengan persentase tutupan hijau di daerah penelitian.

3. Berdasarkan hasil interpretasi dan cek lapangan

pemetaan penggunaan lahan diketahui bahwa kelas penggunaan lahan di daerah penelitian didominasi oleh objek RTH sawah yakni sebesar 38,47% atau seluas 8227,24ha dari luas keseluruhan.

DAFTAR RUJUKAN

Fandeli, C. Kaharudin dan Mukhlison, 2004.

Perhutanan Kota. Fakultas Kehutanan

Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Irwan, Z.D. 2005. Tantangan Lingkungan dan

Lansekap Hutan Kota. Bumi Aksara. Jakarta.

Jensen, John.R.. 1986. Introductory Digital Image

Processing – a Remote Sensing Perspective.

Prentice Hall, London.

Jensen, John. R. 2005.Introductory Digital Image

Processing, A remote sensing perspective, 3rdedn, Pearson Prentice Hall, Sidney.

Lillesand, T.M and Kiefer, R. W., 1997. Penginderaan

Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan Fakultas

Geografi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Malingreau, Rosalia. 1982. A Land Cover/ Land Use

Clasification For Indonesia Firs Revision.

PUSPIC UGM

Undang-undang R I No. 26 Tahun 2007 tentang

Gambar

Gambar 1.Citra Hasil Transformasi NDVI
Gambar 2. Grafik Hubungan antara Nilai NDVI dengan Persentase Tutupan Hijau
Gambar 4. Peta Kelas Penggunaan Lahan

Referensi

Dokumen terkait

Jika produk ini mengandung komponen dengan batas pemaparan, atmosfir tempat kerja pribadi atau pemantauan biologis mungkin akan diperlukan untuk memutuskan keefektifan ventilasi atau

Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh sember data terkumpul. Teknik analisis data yang digunakan dalam peneleitian ini adalah teknik analisis

Bentuk pertumbuhan di Pulau Hogow dan Dokokayu ini mempunyai tutupan dasar paling dominan yaitu Coral Foliose (CF) dan Acropora Branching (ACB) dimana kondisi

Pihak produsen harus bisa menciptakan produk kartu perdana yang memiliki keunggulan dan kelebihan dibanding produk kartu perdana lainnya dan juga menciptakan kualitas

2016/17/UMK/FKP/LP37 IJAZAH SARJANA MUDA KEUSAHAWANAN (LOGISTIK & PERNIAGAAN PENGEDARAN) DENGAN KEPUJIAN4. 2016/17/UMK/FHPK/LP38 IJAZAH SARJANA MUDA KEUSAHAWANAN

Dari pelaksanaan pre-tes yang dilakukan peneliti yang bertindak mengajar dan meneliti pada materi pelajaran ruang lingkup kearsipan diperoleh data sebagai berikut:

Dari pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa prinsip kerja obat- obatan ini adalah untuk merangsang produksi spermatozoa matang dalam testis. Selain dengan jalan langsung

Struktur senyawa ini terdiri dari 2 cincin aromatik (A dan B), cincin ini dihubungkan dengan satu cincin siklis yang memiliki gugus eter dan keton dan pada atom C-2 dan C-3