• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERSEPSI IKLIM KELAS TERHADAP SELF-EFFICACY PADA PELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS XI IPS SMA DHARMAWANGSA MEDAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PERSEPSI IKLIM KELAS TERHADAP SELF-EFFICACY PADA PELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS XI IPS SMA DHARMAWANGSA MEDAN SKRIPSI"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

vi

vi

PENGARUH PERSEPSI IKLIM KELAS TERHADAP SELF-EFFICACY PADA PELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS XI IPS SMA

DHARMAWANGSA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Skripsi Psikologi Pendidikan

OLEH

RIMA PERMATA SARI 141301057

PROGRAM SARJANA PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)

vii

vii

(3)

viii

viii

(4)

ix

ix

Pengaruh Persepsi Iklim Kelas Terhadap Self-efficacy Pada Pelajaran Matematika Siswa Kelas XI IPS SMA Dharmawangsa Medan

Rima Permata Sari dan Rr. Lita Hadiati Wulandari ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persepsi iklim kelas terhadap self-efficacy pada pelajaran matematika siswa kelas XI IPS SMA Dharmawangsa Medan. Iklim kelas yang positif akan membuat siswa merasa nyaman dalam belajar, tertarik untuk mempelajari materi secara lebih mendalam, dan merasa mampu menyelesaikan tugas di dalam kelas. Sebaliknya, iklim kelas yang negatif akan membuat siswa merasa tidak nyaman berada di ruang kelas dan merasa tidak mampu untuk menyelesaikan tugas yang diberikan atau disebut juga dengan self-efficacy. Penelitian ini adalah penelitian populasi dengan subjek 66 siswa. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala persepsi iklim kelas dengan nilai reliabilitas (rxx=0.919) dan self-efficacy dengan nilai reliabilitas (rxy=0.921). Metode penelitian ini adalah metode Kuantitatif Korelasional. Metode analisa data yang digunakan adalah analisis regresi sederhana. Hasil analisis data penelitian ini menunjukkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak, sehingga penelitian ini menemukan adanya pengaruh persepsi iklim kelas terhadap self-efficacy pada pelajaran matematika siswa kelas XII IPS SMA Dharmawangsa Medan dengan besar pengaruh 45,9%.

Kata Kunci: Persepsi Iklim Kelas, Self-efficacy, Matematika, Dharmawangsa

i

(5)

x

x

The Influence of Classroom Climate Perception on Self-efficacy in Mathematic Lesson of XI Social Grade Students of SMA Dharmawangsa

Medan

Rima Permata Sari and Rr. Lita Hadiati Wulandari ABSTRACT

This research is purpose to know the influence of classroom climate perception on self-efficacy in mathematic lesson of XI social grade students of SMA Dharmawangsa Medan. Positive classroom climate will make students feel comfortable in learning, interested to learn the lessons, and feel capable to complete assignments in class. Otherwise, negative classroom climate will make students feel uncomfortable in class and feel unable to complete the task or also called self-efficacy. This study is a population research involving 66 students as participant. Measuring instrument in this research is classroom climate perception scale with the value of reliability (rxx = 0.919) and self-efficacy scale with the value of reliability (rxy=0.921). This research method is Quantitative Correlation method. Data analysis used in this research is simple linear regression. This research accepts Ha and rejects Ho, this research showed that there was a positive and significant influence of classroom climate perception on mathematical self- efficacy in 11th grade students of SMA Dharmawangsa Medan, with an influence of 45,9%.

Keywords: Classroom Climate Perception, Self-efficacy, Mathematic, Dharmawangsa

ii

(6)

xi

xi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul Pengaruh Persepsi Iklim Kelas Terhadap Self-Efficacy pada pelajaran matematika Siswa Kelas XI IPS SMA Dharmawangsa Medan.

Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW yang mengantarkan manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua, ayahanda tercinta Suwarno dan Ibunda tersayang Yusleni, yang merupakan sosok orang tua yang paling berharga dalam hidup penulis. Penulis merasa tidak cukup untuk mengucapkan terima kasih atas setiap doa, kasih sayang, cinta, dukungan dan perhatian yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik dalam masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini sangat membantu penulis.

Maka dari itu, kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Zulkarnain, Ph.D, Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatra Utara sekaligus dosen pembimbing akademik atas motivasi yang diberikan kepada saya serta selalu member nasehat dan juga membimbing penulis selama perkulihan.

2. Ibu Rr. Lita Hadiati Wulandari, M.Pd., Psikolog selaku dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia membimbing dan mengarahkan penulis selama menyusun skripsi dan memberikan banyak ilmu serta solusi, masukan,

iii

(7)

xii

xii

kritikan serta pada setiap permasalahan atas kesulitan dalam penulisan skripsi ini.

3. Seluruh Ibu dosen departemen pendidikan yang telah memberikan nasehat dan dukungan dalam penulisan skripsi ini.

4. Terima kasih kepada SMA Dharmawangsa Medan yang telah memberikan izin dan waktunya untuk penulis melaksanakan penelitian ini.

5. Terima kasih kepada Fakultas Psikologi USU dan seluru civitas akademik yang telah membantu penulis dalam pengurusan surat izin penelitian.

6. Teman-teman satu bimbingan yaitu Neli, Oza yang juga sama-sama berjuang dalam menyusun skripsi.

7. Terima kasih penulis ucapkan kepada saudara-saudari penulis. Kepada kakanda penulis Rini Sundari, serta adik-adikku Tri ayu febriani, Muhammad Arif Maulana, dan Nabila Utari atas dukungan dan doa yang telah kalian berikan.

8. Terima kasih untuk teman-teman seperjuangan penulis ArapEtnol; Mahfira Khairunisa, Dwi Tamara Anggita, Nurul Syafira Adilla, Sri Mayang Sari, Santa Claudya, Gledy Inda, Gunung Dian, Santo Mario, Maftuh Ihsan, Palentino, Syalom, Andre, Leo, Dwi Avissa diva dan seluruh angkatan 2014.

9. Terima kasih untuk Abdul Mutholib yang selalu meluangkan waktu untuk menemani dalam penulisan skripsi serta memberikan dukungan, nasehat, motivasi, dan doa dalam penulisan skripsi ini.

10. Terima kasih untuk Chairani Safitri, Rizki Wahyuni, Eka Catur, Erysa Adelia, dan Putri Aulia Khairunnisa, sahabat yang senantiasa memberi

iv

(8)

xiii

xiii

semangat dan tempat curhat di saat ada kesulitan di dalam penulisan skripsi ini.

11. Terima kasih untuk bang Mufi Akbar dan kakak Arifa Ulia Bahri yang memberikan motivasi serta memberikan pencerahan atas penulisan skripsi ini.

Penulis sungguh menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata yang sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dan berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi bagi berbagai pihak.

Medan, Februari 2019

Rima Permata Sari

v

(9)

xiv

xiv DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Teoritis ... 11

E. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A. Self-efficacy ... 13

1. Definisi Self-efficacy... 13

2. Aspek-aspek Self-efficacy ... 14

3. Faktor yang Mempengaruhi Self-efficacy ... 15

4. Perkembangan Self-efficacy ... 18

B. Matematika ... 20

1. Definisi Matematika ... 20

2. Karakteristik Matematika ... 20

C. Self-efficacy Pada Pelajaran Matematika ... 21 vi

(10)

xv

xv

D. Persepsi terhadap Iklim Kelas ... 22

1. Definisi Persepsi ... 22

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 23

E. Iklim Kelas ... 24

1. Definisi Iklim Kelas... 24

2. Dimensi-dimensi Iklim Kelas ... 25

3. Faktor-faktor Iklim Kelas ... 27

4. Iklim Kelas yang Efektif... 29

F. SMA Dharmawangsa Medan ... 33

1. Profil Sekolah ... 33

G.Pengaruh Persepsi Iklim Kelas Terhadap Self-efficacy Pada Pelajaran Matematika Siswa Kelas XI IPS SMA Dharmawangsa Medan ... 33

H. Hipotesa Penelitian ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 39

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 39

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 41

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 41

1. Skala Persepsi Iklim Kelas ... 42

2. Skala Self-efficacy ... 43

E. Uji Alat Ukur Penelitian ... 43

1. Uji Validitas ... 43

2. Uji Reliabilitas ... 44

3. Uji Daya Beda Aitem ... 45 vii

(11)

xvi

xvi

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 45

1. Uji Coba Alat Ukur/Try Out Alat Ukur ... 45

2. Hasil Uji Coba Skala Persepsi Iklim Kelas ... 45

3. Hasil Uji Coba Skala Self-efficacy... 47

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 49

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 49

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian... 50

3. Tahap Pengolahan Data ... 50

H. Metode Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 52

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 52

B. Uji Asumsi ... 53

1. Uji Asumsi Normalitas ... 53

2. Uji Asumsi Linearitas ... 54

3. Uji Asumsi Homogenitas ... 54

C. Uji Hipotesis ... 54

D. Hasil Uji Hipotesis Penelitian ... 55

E. Hasil Tambahan Penelitian ... 56

1. Gambaran Self-efficacy Siswa kelas XI IPS SMA Dharmawangsa Medan ... 57

2. Gambaran Persepsi Iklim Kelas Siswa kelas XI IPS SMA Dharmawangsa Medan ... 58

F. Pembahasan ... 59 viii viii

(12)

xvii

xvii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65

ix ix

(13)

xviii

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blue Print Skala Persepsi Iklim Kelas ... 42

Tabel 3.2 Blue Print Skala Self-efficacy ... 43

Tabel 3.3 Blue Print Skala Persepsi Iklim Kelas Setelah Try Out ... 46

Tabel 3.4 Blue Print Penomoran Ulang Skala Persepsi Iklim Kelas ... 47

Tabel 3.5 Blue Print Skala Self-efficacy Setelah Try Out ... 48

Tabel 3.6 Blue Print Penomoran Ulang Skala Self-efficacy ... 48

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia... 53

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas ... 53

Tabel 4.4 Hasil Uji Linearitas ... 54

Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas ... 54

Tabel 4.6 Hasil Uji Regresi Linear ... 55

Tabel 4.7 Hasil Uji Determinasi R ... 56

Tabel 4.8 Rumus Kategori Self-efficacy... 56

Tabel 4.9 Rumus Kategori Persepsi Iklim Kelas ... 57

Tabel 4.10 Perbedaan Mean Hipotetik dan Mean Self-efficacy Siswa Kelas XI IPS SMA Dharmawangsa Medan... 57

Tabel 4.11 Kategorisasi Self-efficacy ... 57

Tabel 4.12 Perbedaan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Persepsi Iklim Kelas Siswa Kelas XI IPS SMA Dharmawangsa Medan ... 58

Tabel 4.13 Kategorisasi Persepsi Iklim Kelas... 58

x

(14)

xix

xix BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan merupakan sarana terpenting dalam kehidupan manusia.

Melalui pendidikan, manusia dapat mewujudkan cita-citanya. Keberhasilan pembangunan bangsa dan Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia saat ini ditandai oleh majunya ilmu pengetahuan dan teknologi (Pratama, 2015).

Pendidikan dapat dilaksanakan melalui beberapa jalur, salah satunya adalah pendidikan formal yang diselenggarakan di sekolah. Jalur pendidikan ini memiliki jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga pendidikan tinggi (Vemina, 2010).

Pendidikan menengah terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sekolah Menengah Atas tediri dari tiga tingkatan kelas yaitu kelas X, XI, dan XII. Sekolah Menengah Atas (SMA) telah menyediakan dua pilihan jurusan untuk dipilih oleh siswa sesuai minat dan bakatnya. Dua jurusan yang biasanya ditawarkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) (Pratama, 2015).

Dalam penerapan pembelajarannya, Rosyada (dalam Hasratuddin, 2013) menyatakan bahwa masih banyak para guru yang menganut paradigma transfer of knowledge (learning without heart) dan lebih menekankan pada latihan mengerjakan soal-soal rutin. Hal ini dapat menyebabkan hasil pendidikan sekolah

1

(15)

xx

xx

hanya mampu menghasilkan individu yang kurang mampu berpikir kritis, kurang kreatif, dan kurang mandiri.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut seseorang untuk dapat menguasai informasi dan pengetahuan. Oleh karena itu, diperlukan suatu kemampuan untuk dapat memperoleh, memilih, dan mengolah informasi.

Kemampuan-kemampuan tersebut membutuhkan pemikiran yang kritis, logis, dan kreatif. Dengan demikian, diperlukan suatu program pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan kreatif. Salah satu bidang studi yang dapat mengembangkan kemampuan tersebut adalah melalui pelajaran Matematika (Wittgenstein dalam Hasratuddin, 2013).

Matematika merupakan pelajaran mengenai hitungan yang menggunakan rumus. Menurut Hasratuddin (2013), Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu, aljabar, analisis dan goemetri. Matematika juga merupakan pelajaran tentang perhitungan-perhitungan yang memberikan hasil yang pasti dan tunggal (Soedjadi, 2000).

Rata-rata skor pencapaian siswa-siswi Indonesia untuk Matematika berada di peringkat 63 dari 69 negara yang telah di evaluasi dari survei Programme for International Student Assessment PISA pada tahun 2012 berada pada kelompok penguasaan materi yang rendah (Iswadi, 2016). Hasil survei dari Trends in Internasional Mathematics and Science Study (TIMSS) Indonesia berada diposisi terbawah dalam daftar Negara dari segi kualitas pendidikan Indonesia dalam studi TIMSS tahun 2015 berada pada peringkat 36 dari 39 negara yang memiliki skor terendah (Provasnik dalam Wati, 2016).

2

(16)

xxi

xxi

Pelajaran Matematika dianggap merupakan suatu pelajaran yang penting karena dianggap dapat mengembangkan kemampuan kritis, sistematis, dan logis siswa (Hasratuddin, 2013). Selain itu, National Research Council (1989) dari Amerika Serikat juga menyatakan bahwa Matematika adalah kunci ke arah peluang keberhasilan. Matematika dapat mempersiapkan warganya untuk bersaing dan berkompetisi di bidang ekonomi dan teknologi.

Pada umumnya, siswa dengan jurusan IPA di sekolah dianggap lebih baik dibandingkan dengan siswa jurusan IPS. Siswa jurusan IPA umumnya dikenal dengan ketekunan dalam belajar, karena mata pelajaran mereka yang berwujud hitungan menuntut konsentrasi dan keseriusan yang tinggi, lain halnya dengan jurusan IPS yang terlihat kurang antusias dalam menerima pelajaran yang syarat akan hafalan (Drost dalam Wulandari, 2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hayati dan Sujadi (2018) dengan judul perbedaan keterampilan belajar antara siswa IPA dan IPS, didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan keterampilan belajar dimana siswa IPA memiliki keterampilan belajar yang lebih tinggi dari siswa jurusan IPS.

Sejalan dengan penelitian dengan judul perbedaan motivasi belajar siswa program IPA dan IPS kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2010/2011 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan yang dilakukan oleh Ningrum (2012), siswa jurusan IPA memiliki motivasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan siswa jurusan IPS. Hal ini juga terlihat pada mata pelajaran Matematika.

3

(17)

xxii

xxii

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Putri (2013) dengan judul Identifikasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal pada materi aplikasi turunan untuk siswa kelas XI IPS 1 SMA BOPKRI II Yogyakarta ditemukan bahwa banyak siswa jurusan IPS yang merasa kesulitan dalam belajar khususnya pelajaran matematika. Siswa IPS cenderung mengabaikan pelajaran Matematika sehingga mereka tidak ingin belajar sendiri di rumah ataupun kurang memiliki kemauan untuk berusaha memecahkan masalah sendiri.

Berdasarkan komunikasi personal pada guru matematika kelas IPS SMA Dharmawangsa Medan, diketahui bahwa siswa dapat memahami pelajaran Matematika yang diajarkan oleh guru. Namun, masih terdapat beberapa siswa yang masih kurang memahami pelajaran Matematika. Guru juga mengatakan bahwa siswa IPA lebih baik dalam pelajaran Matematika dibandingkan dengan siswa IPS.

Kekurangan yang dimiliki siswa-siswa tersebut adalah dalam hal daya ingat, seperti pada materi yang telah dipelajari sebelumnya kemudian ditanyakan kembali oleh guru dalam jangka waktu 3 hari, siswa-siswa tersebut tidak dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Selain itu, guru juga mengatakan bahwa saat guru mengajar tidak semua siswa yang mendengarkan guru, dikarenakan suhu AC yang terasa dingin membuat siswa menjadi bosan dan mengantuk kemudian menjadi tidak mendengarkan guru saat menerangkan. Guru juga mengatakan bahwa masih terdapat beberapa siswa yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR) yang diberikan oleh guru.

“Nilai rata-rata secara umum bisa dibilang sih tidak terlalu tinggi. Ujian harian biasanya ada beberapa siswa yang mendapatkan nilai gak tuntas dari nilai rata-ratanya. Kemampuan siswa dikedua kelas itu ada yang mampu sama ada juga yang tidak mampu dalam pelajaran Matematika 4

(18)

xxiii

xxiii

yang saya ajarkan. Kalau bapak kasih tugas, ada juga siswa yang tidak kerjai. Gak semuanya hasil prestasi siswa itu bagus kayak 50% bagus terus ada 50% lagi gak bagus. Kelemahannya ada juga kalau saya jelasin materi hari ini, 3 hari kemudian orang itu lupa”.

(Komunikasi Personal, Februari 2018)

“Kalau untuk kemampuan sih lebih baik anak IPA di pelajaran Matematika daripada anak IPS nya”

(Komunikasi Personal, Februari 2018) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunaryo (2017) dengan judul pengukuran self-efficacy siswa dalam pembelajaran matematika di Mts N 2 Ciamis, mata pelajaran Matematika yang sulit menimbulkan efek negatif terhadap aspek psikologis siswa. Efek negatif yang ditimbulkan yaitu kecemasan, ketakutan dan kekhawatiran sebagai akibat dari ketidakyakinan terhadap kemampuan dirinya dalam menyelesaikan tugas-tugas. Aspek psikologis merupakan aspek penunjang yang menjadikan seseorang berhasil dalam menyelesaikan tugasnya dengan baik. Salah satu aspek psikologis yang dimaksud yaitu self-efficacy.

Self-efficacy merupakan suatu keyakinan yang harus dimiliki siswa agar berhasil dalam proses pembelajaran. Bandura (1997) menyatakan bahwa self- efficacy merupakan keyakinan dalam diri individu yang dapat mempengaruhi ketekunan dalam belajar dan menentukan tingkat keberhasilan pada siswa. Siswa dengan tingkat keberhasilan yang tinggi untuk menyelesaikan tugas yang diberikan akan lebih mudah berpartisipasi dan dapat bertahan ketika mereka menghadapi kesulitan dibandingkan mereka yang tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas pelajaran (Bandura, 1997).

Menurut Bandura dan Schunk (dalam Subaidi, 2016), siswa yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan lebih cepat dan cermat dalam mengerjakan dan memecahkan permasalahan dalam suatu tugas. Sebaliknya, siswa dengan self-

5

(19)

xxiv

xxiv

efficacy yang rendah cenderung lebih mudah menyerah dalam menghadapi masalah dan mengalami kesulitan dalam memecahkan suatu tugas.

Selain itu, peneliti juga telah melakukan survei awal pada siswa sekolah SMA Dharmawangsa Medan dengan memberikan 25 pertanyaan kepada 40 siswa jurusan IPS Dharmawangsa Medan yang disebar melalui google form. Berikut adalah hasil data survei dalam bentuk diagram yang berisikan perwakilan 3 aitem serta persentase yang diperoleh:

Pada aitem ini menunjukan rendahnya self-efficacy pada pelajaran Matematika siswa kelas IPS SMA Dharmawangsa Medan. Pada aitem ini siswa merasa putus asa ketika harus mengerjakan soal Matematika yang sulit. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas siswa yang menjawab setuju yaitu sebanyak 16 siswa dengan persentase 40%, sedangkan sisanya yaitu 5 siswa dengan persentase 13%

menjawab sangat setuju,15 siswa dengan persentase 37% menjawab tidak setuju dan 4 siswa dengan persentase 10% menjawab sangat tidak setuju.

6

(20)

xxv

xxv

Aitem ini juga menujukan rendahnya self-efficacy pada pelajaran Matematika siswa kelas IPS SMA Dharmawangsa Medan. Sebanyak 16 siswa dengan persentase 40% menyatakan setuju bahwa mereka akan menyontek untuk dapat menjawab soal ulangan matematika yang sulit, sedangkan sisanya sebanyak 4 siswa dengan persentase 10% menjawab sangat setuju, 13 siswa dengan persentase 32% menjawab tidak setuju dan 7 siswa dengan persentase 18%

menjawab sangat tidak setuju.

Rendahnya self-efficacy siswa kelas IPS SMA Dharmawangsa juga dapat dilihat pada aitem nomor tiga yang menyatakan bahwa matematika merupakan suatu pelajaran yang sangat sulit karena memerlukan logika yang tinggi. Sebanyak 11 siswa dengan persentase 27% menjawab sangat setuju, 15 siswa dengan persentase 38% menjawab setuju,12 siswa dengan persentase 30% menjawab tidak setuju dan 2 siswa dengan persentase 5% menjawab sangat tidak setuju.

7

(21)

xxvi

xxvi

Siswa dengan self-efficacy yang kuat mampu mengendalikan dirinya dan mampu mengoptimalkan kemampuannya untuk mencapai tujuan belajar. Kondisi tersebut dapat menciptakan iklim kelas tetap kondusif. Iklim kelas yang kondusif dapat menjadi pendorong perkembangan kemandirian belajar siswa. Kemudian terdapat pengaruh tidak langsung self-efficacy terhadap kemandirian belajar melalui iklim kelas karena sesuai dengan kajian pustaka yang menjelaskan bahwa siswa dengan self-efficacy yang kuat akan tetap tenang dalam mengatasi kesulitan belajar (Hasyim, 2013).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kinanti (2014) yang berjudul hubungan antara iklim kelas dan efikasi diri pada pelajaran bahasa inggris siswa kelas XI di MTs N Wonokromo bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara iklim kelas dan self-efficacy pada siswa. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa hipotesis pada penelitian tersebut adalah semakin positif iklim kelas yang dirasakan siswa maka semakin tinggi self- efficacy pada siswa, sebaliknya semakin negatif iklim kelas yang dirasakan siswa maka semakin rendah self-efficacy pada siswa (Kinanti, 2014).

Self-efficacy dapat ditanamkan pada siswa dengan cara guru di harapkan dapat membantu siswa dengan menciptakan iklim kelas yang baik pada siswa seperti menciptakan suasana belajar menyenangkan, mengaktifkan dan mengembangkan keyakinan diri pada siswa, serta selalu memberikan motivasi yang baik. Hal ini dikarenakan guru merupakan bagian penting dari iklim kelas yang baik dan guru merupakan bagian terpenting dari terbentuknya iklim kelas tersebut (Subaidi, 2016).

8

(22)

xxvii

xxvii

Iklim kelas merupakan segala situasi yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil dari interaksi antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa lainnya (Fraser dalam Andini, 2016). Iklim kelas adalah lingkungan sosial emosional dan lingkungan fisik dimana para peserta didik belajar. Iklim kelas ditentukan oleh konstelasi interaksi berbagai faktor, mencakup interaksi antara guru dan peserta didik (Hadianto, 2016). Iklim kelas digambarkan sebagai sekumpulan persepsi dari siswa mengenai mutual relationship yang terjadi di dalam kelas, pengorganisasian dari pelajaran, dan tugas belajar (learning task) siswa (Maslowski dalam Creemers dkk., 2006).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tarmidi dan Wulandari (2005) yang berjudul prestasi belajar ditinjau dari persepsi siswa terhadap iklim kelas pada siswa yang mengikuti program percepatan belajar di Medan menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara persepsi siswa terhadap iklim kelas dengan prestasi belajar siswa program percepatan belajar di SMU Negeri 1 Medan. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2015) yang berjudul hubungan antara efikasi diri dan peran guru dengan belajar berdasarkan regulasi diri pada akseleran menunjukan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara self-efficacy dan peran guru yang diciptakan dalam iklim kelas dengan belajar berdasarkan regulasi diri. Data tersebut memperkuat asumsi bahwa semakin kuat self-efficacy dan peran guru, maka semakin tinggi prestasi belajar siswa.

Karakteristik dari suatu kelas dimaknai secara berbeda-beda oleh siswa.

Menurut Irwanto (2002) persepsi merupakan proses pemaknaan terhadap lingkungan. Persepsi juga dapat diartikan sebagai rangsangan-rangsangan yang diterima dan yang menyebabkan kita mempunyai suatu pengertian terhadap 9

(23)

xxviii

xxviii

lingkungan. Proses diterimanya rangsangan itu juga dapat disadari dan dimengerti.

Lahey (2007) juga mengemukakan persepsi iklim kelas adalah suatu hasil dari proses organisasi dan interpretasi yang dihasilkan dari interaksi yang terjadi antara siswa dan guru, antara siswa dan siswa, dan dengan unsur fisik dari kelas seperti ruangan fisik kelas dan material pendukung belajar (Lahey, 2007). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Iskanti (2009), terdapat hubungan positif antara persepsi siswa terhadap iklim kelas.

Berdasarkan fenomena dan asumsi yang ada, peneliti merasa perlu untuk meneliti mengenai pengaruh persepsi iklim kelas terhadap self-efficacy pada pelajaran Matematika siswa kelas XI IPS SMA Dharmawangsa Medan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada pengaruh persepsi iklim kelas terhadap self-efficacy pada pelajaran Matematika siswa kelas XI IPS SMA Dharmawangsa Medan?

2. Seberapa besar pengaruh persepsi iklim kelas terhadap self efficacy pada pelajaran Matematika siswa kelas XI IPS SMA Dharmawangsa Medan?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan ada atau tidak ada pengaruh persepsi iklim kelas terhadap self-efficacy pada pelajaran Matematika. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh persepsi iklim kelas terhadap self-efficacy pada pelajaran Matematika.

10

(24)

xxix

xxix D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diharapkan dapat dicapai dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan literatur dan pemikiran untuk mengembangkan ilmu Psikologi Pendidikan khususnya yang berkaitan dengan persepsi iklim kelas dan self- efficacy.

2. Manfaat Praktis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan sekolah, untuk membuktikan ada atau tidak ada pengaruh pesepsi iklim kelas terhadap self-efficacy pada pelajaran Matematika sehingga pihak sekolah dapat melakukan evaluasi dan pengembangan terkait dengan iklim kelas guna meningkatkan self-efficacy siswa pada pelajaran Matematika.

E. SISTEMATIKA PENULISAN Bab I: Pendahuluan

Pendahuluan berisi latar belakang masalah dalam penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian, dan sistematika penulisan penelitian.

Bab II: Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi teori-teori yang berkaitan dalam penelitian, faktor-faktor yang mempengaruhi variabel, aspek dari variabel penelitian, dan hipotesis yang ditarik oleh peneliti.

11

(25)

xxx

xxx Bab III: Metodologi Penelitian

Bab ini menjelaskan mengenai metode yang digunakan yang mencakup metode penelitian kuantitatif, yaitu: identifikasi variabel, definisi operasional variabel, populasi dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, uji coba alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisis data.

Bab IV: Hasil Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini menguraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian. Diawali dengan analisa data yang disertai gambaran umum subjek penelitian serta hasil penelitian. Selanjutnya, hasil tersebut akan dibahas berdasarkan teori yang telah dipaparkan.

Bab V: Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan pemaparan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan saran yang dapat diberikan penelitian terkait dengan pelaksanaan penelitian dan hasil yang didapatkan dalam penelitian.

12

(26)

xxxi

xxxi BAB II

LANDASAN TEORI A. SELF-EFFICACY

1. Definisi Self-efficacy

Bandura (1997) adalah tokoh yang memperkenalkan istilah self-efficacy.

Bandura mendefinisikan bahwa self-efficacy sebagai suatu keyakinan yang ada di dalam diri seseorang terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk mengerjakan tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan. Bandura (dalam Santrock, 2011) mendefinisikan self-efficacy adalah keyakinan bahwa seseorang mampu menguasai suatu kondisi dan menghasilkan hasil yang positif. Bandura juga mengemukakan bahwa self-efficacy mempunyai suatu kekuatan yang mempengaruhi seluruh perilaku, sebagai contoh, seorang siswa yang memiliki self-efficacy yang rendah kemungkinan tidak berusaha untuk belajar menghadapi ujian karena ia tidak percaya ia akan dapat mengerjakannya dengan baik.

Menurut Bandura (dalam Schultz & Schultz, 2005), self-efficacy mengacu pada perasaan terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan dalam mengatasi kehidupan. Seseorang dengan self-efficacy yang rendah merasa tidak berdaya dan tidak mampu untuk mengontrol kejadian yang terjadi di hidupnya, sebaliknya seseorang dengan self-efficacy yang tinggi percaya bahwa mereka dapat menghadapi secara efektif akan kejadian dan situasi, dalam hal ini mereka memiliki keyakinan yang kuat dalam kemampuan mereka. Sedangkan menurut Woolfolk (2014), self-efficacy merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas tertentu untuk mencapai hasil tertentu.

13

(27)

xxxii

xxxii

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan bahwa seseorang mampu menguasai suatu kondisi dan menghasilkan hasil yang positif dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas tertentu untuk mencapai hasil tertentu. self-efficacy mempunyai suatu kekuatan yang mempengaruhi seluruh perilaku.

2. Aspek-aspek Self-efficacy

Menurut Bandura (1997) mengungkapkan ada tiga dimensi self-efficacy, yakni:

a. Tingkat/level

Level berkaitan dengan derajat kesulitan tugas yang dihadapi. Penerimaan keyakinan seseorang terhadap suatu tugas berbeda-beda, mungkin orang hanya terbatas pada tugas yang sederhana, menengah, atau sulit. Persepsi setiap individu akan berbeda dalam memandang tingkat kesulitan dari suatu tugas. Ada yang menganggap suatu tugas itu sulit sedangkan orang lain mungkin merasa tidak demikian. Apabila sedikit rintangan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas, maka tugas tersebut mudah dilakukan.

b. Keumuman/generality

Generality sejauh mana individu yakin akan kemampuannya dalam berbagai situasi tugas, mulai dari melakukan suatu aktivitas yang biasa dilakukan atau situasi tertentu yang tidak pernah dilakukan hingga dalam serangkaian tugas atau situasi sulit dan bervariasi. Generality merupakan perasaan kemampuan yang ditunjukkan individu pada konteks tugas yang berbeda-beda, baik itu melalui tingkah laku, kognitif dan afektifnya.

14

(28)

xxxiii

xxxiii c. Kekuatan/strength

Strength merupakan kuatnya keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang dimiliki. Hal ini berkaitan dengan ketahanan dan kegigihan individu dalam pemenuhan tugasnya. Individu yang memiliki keyakinan dan kemantapan yang kuat terhadap kemampuannya untuk mengerjakan suatu tugas akan terus bertahan dalam usahanya meskipun banyak mengalami kesulitan dan tantangan.

Pengalaman memiliki pengaruh terhadap self-efficacy yang diyakini seseorang.

Pengalaman yang lemah akan melemahkan keyakinan individu itu pula. Individu yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap kemampuan mereka akan cenderung teguh dalam usaha menyampaikan kesulitan yang dihadapi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dari self- efficacy merupakan bagaimana keyakinan seseorang terhadap tugas yang akan ia kerjakan hal tersebut berdasarkan dengan tingkat kesulitan yang dirasakan oleh individu itu sendiri. Kemudian sejauh mana individu yakin atas kemampuan yang dimilikinya dalam menyelesaikan berbagai tugas. Individu yang memiliki keyakinan atas kemampuan yang dimilikinya untuk mengerjakan suatu tugas akan dapat menyelesaikan tugas yang sedang ia kerjakan walaupun mendapatkan berbagai kesulitan ketika ia menyelesaikan tugas tersebut.

3. Faktor yang Mempengaruhi Self-efficacy

Menurut Bandura (1997) terdapat sumber-sumber yang dapat mempengaruhi self-efficacy, yaitu:

a. Pengalaman penguasaan enaktif/enactive mastery experience

Merupakan sumber informasi self-efficacy yang paling berpengaruh karena didasarkan pada pengalaman-pengalaman langsung individu secara nyata baik 15

(29)

xxxiv

xxxiv

berupa keberhasilan atau kegagalan. Pengalaman keberhasilan individu akan menaikkan self-efficacy sedangkan pengalaman kegagalan akan menurunkannya.

Self-efficacy yang kuat dapat berkembang melalui serangkaian keberhasilan, dan dampak negatif dari kegagalan individu akan berkurang.

Bahkan, mengubah kegagalan menjadi keberhasilan, melalui peningkatan kemampuan yang lebih baik dengan usaha-usaha tertentu dalam menyelesaikan dan mengontrol situasi, sehingga individu yakin mampu menghadapi permasalahan (Bandura, 1997).

b. Pengalaman yang mewakili/vicarious experience

Merupakan cara meningkatkan self-efficacy dari melihat pengalaman orang lain. Ketika melihat keberhasilan orang lain dengan kemampuan yang sebanding dalam mengerjakan suatu tugas akan meningkatakan self-efficacy individu dalam mengerjakan tugas yang sama. Begitu pula sebaliknya, ketika orang yang dilihat tidak berhasil akan menurunkan penilaian individu mengenai kemampuannya dan individu akan mengurangi usaha yang dilakukannya, sehingga inidividu akan ragu bahwa ia dapat berhasil dalam tugas tersebut.

Persepsi ini dipengaruhi oleh diri individu tentang dirinya memiliki kesamaan dengan model yang diamati. Semakin dirinya mirip dengan model, maka keberhasilan dan kegagalan model akan semakin mempengaruhi self- efficacy. Sebaliknya apabila individu merasa dirinya berbeda dengan model, maka self-efficacy menjadi semakin tidak terpengaruh oleh perilaku model. Seseorang akan berusaha mencari orang lain sebagai model yang memiliki kemampuan atau kompetensi yang sesuai dengan keinginannya (Bandura, 1997).

16

(30)

xxxv

xxxv c. Persuasi verbal/verbal persuasion

Digunakan untuk membujuk seseorang bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk mencapai tujuan yang mereka cari. Orang yang mendapat persuasi secara verbal maka mereka memiliki kemauan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan akan mengarahkan usaha yang lebih besar dibandingkan orang yang tidak dipersuasi bahwa dirinya mampu menyelesaikan tugas tersebut. Persuasi verbal dapat diarahkan seseorang agar berusaha lebih keras untuk mencapaikesuksesan, meningkatkan keyakinan dirinya. Dengan persuasi verbal, individu diarahkan oleh saran, nasehat, dorongan dan petunjuk sehingga lebih dapat meningkatkan keyakinannya bahwa kemampuan- kemampuan yang selama ini mereka miliki dapat membantu untuk mencapai apa yang selama ini diinginkanya (Bandura, 1997).

d. Fisiologis dan afektif/physiological and affective states

Seseorang percaya bahwa sebagian tanda-tanda psikologis dan keadaan emosi menghasilkan informasi dalam menilai kemampuannya. Kondisi stress dan cemas dilihat individu sebagai tanda yang mengancam ketidakmampuan diri.

Level of arousal akan memberikan informasi mengenai tingkat self-efficacy tergantung bagaimana araousal itu di interpretasikan. Bagaimana seseorang menghadapi tugas, apakah cemas atau khawatir (self-efficacy rendah) atau tertarik (self-efficacy tinggi) dapat memberikan informasi mengenai self-efficacy individu tersebut. Sehingga dalam menilai kemampuannya seseorang dipengaruhi oleh informasi tentang keadaan fisiknya dan keadaan emosinya untuk menghadapi situasi tertentu dengan memperhatikan keadaan fisiologis dan emosinya (Bandura, 1997).

17

(31)

xxxvi

xxxvi

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor dari self-efficacy adalah pengalaman keberhasilan individu akan menaikan self-efficacy pada diri seseorang kemudian sebaliknya apabila individu mengalami pengalaman kegagalan maka self-efficacy akan menurun. Ketika individu melihat keberhasilan orang lain dalam mengerjakan berbagai tugas maka self-efficacy yang dimiliki individu akan meningkat dan sebaliknya ketika individu melihat pengalaman orang lain tidak berhasil maka individu tersebut akan memiliki self efficacy yang rendah. Kemudian individu yang mendapat persuasi secara verbal maka mereka memiliki kemauan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dan akan mengeluarkan usaha yang lebih besar dalam menyelesaikan tugas dibandingkan orang yg tidak dipersuasi secara verbal bahwa dirinya mampu menyelesaikan tugas tersebut. Individu dalam keadaan stress dan cemas akan memberikan dampak yang tidak baik terhadap self-efficacy yang dimilikinya.

4. Perkembangan Self-efficacy

Menurut Bandura (dalam Ningtyas, 2011), awal perkembangan dari self- efficacy berasal dari interaksi seorang anak dengan lingkungannya, yaitu dengan melihat perilakunya dan pengalaman orang lain. self-efficacy berkembang melalui pengamatan-pengamatan individual terhadap akibat tindakannya dalam situasi tertentu. Pengalaman anak dengan lingkungannya menyediakan dasar bagi self- efficacy. Tanggapan verbal dan non verbal dari orang lain, bersamaan dengan berbagai pengalaman dalam mencontoh perilaku orang lain serta mencoba dan gagal atau berhasil, dapat membantu anak secara bertahap belajar tentang batasan- batasan kemampuan yang dimiliki. Hal ini lah yang mengarahkan kepada penilaian self-efficacy bagi setiap individu.

18

(32)

xxxvii

xxxvii

Menurut Bandura (dalam Ningtyas, 2011) lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan self-efficacy adalah sebagai berikut:

a. Lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga merupakan tempat pertama bagi perkembangan self- efficacy, karena merupakan tempat pertama bagi individu untuk mengembangkan, menilai dan menguji kemampuan fisik, kompetensi sosial, kemampuan bahasa dan kemampuan kognitifnya untuk memahami dan mengatasi berbagai situasi yang dihadapinya.

b. Lingkungan teman sebaya

Dalam berinteraksi dengan teman sebaya terjadi proses belajar sosial, yaitu dengan cara memebandingkan dan meniru teman sebaya yang lebih mampu dan berpengalaman.

c. Lingkungan sosial

Lingkungan kegiatan belajar mengajar (KBM) bagi anak dapat menjadi salah satu penanaman self-efficacy anak, terutama dalam kemampuan kognitifnya yaitu menyerap dan memahami pelajaran yang diajarakan oleh guru sehingga hal ini dapat mempengaruhi perkembangan self-efficacy individu tersebut.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan self-efficacy adalah lingkungan keluarga merupakan tempat pertama bagi perkembangan self-efficacy individu karena dari situla individu menilai dan menguji kemampuan fisik dan kemampuan bahsa mereka untuk memahami dan mengatasi situasi yang sedang dihadapinya. Yang kedua lingkungan teman sebaya. Berinterkasi dengan teman sebaya merupakan terjadinya proses belajar.

19

19

(33)

xxxviii

xxxviii

Kemudian lingkungan kegiatan belajar mengajar bagi individu menjadi salah satu penanaman self-efficacy itu sendiri. Memahami pelajaran yang diajakarkan oleh guru dapat mempengaruhi perkembangan self-efficacy individu tersebut.

B. MATEMATIKA 1. Definisi Matematika

Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik serta matematika juga merupakan pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan. Selain dari pada itu matematika yaitu sekumpulan fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. struktur-struktur yang logik serta pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat (Soedjadi, 2000).

2. Karakteristik Matematika a. Memiliki objek abstrak b. Bertumpu pada kesepakatan c. Berpola pikir deduktif

d. Memiliki simbol yang kosong dari arti e. Memperhatikan semsta pembicaraan f. Konsisten dalam sistemnya

Dari uraian di atas dapat didefinisikan bahwa Matematika adalah suatu bahsa simbolis yang berkaitan dengan struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur secara logis, menggunakan pola berpikir deduktif, serat obejk kajiannya bersifat abstrak serta merupakan ilmu dasar atau Basicscience mengenai pola berfikir yang sistematis, yang erat kaitannya dengan seni dan bahasa simbul serta dapat digunakan sebagai alat bantu dalam menyelesaikan permasalahan-

20

(34)

xxxix

xxxix

permasalahan kehidupan dan penerapannya sangat dibutuhkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi.

Matematika adalah ilmu tetang logika, bentuk,susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan antara satu dengan lainnya. Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Matematika juga merupakan suatu aktivitas mental untuk memahami arti dan hubungan-hubungan serta simbol-simbol kemudian diterapkan pada situasi nyata (Fitri, Helma, dan Syarifuddin, 2014).

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Matematika merupakan cabang dari ilmu pengetahuan eksak yang membutuhkan pola pikir yang logik secara jelas dan akurat serta representasinya menggunakan simbol.

Matematika juga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan kehidupan dan penerapannya sangat dibutuhkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi.

C. SELF-EFFICACY PADA PELAJARAN MATEMATIKA

Self-efficacy pada pelajaran Matematika adalah konsep diri terkait kepercayaan individu pada kemampuannya untuk melakukan atau menyelesaikan suatu tugas atau masalah Matematika (Yates, 2014). Self-efficacy pada pelajaran Matematika terbagi atas tiga bagian yaitu aritmatika, aljabar, dan geometri. Self- efficacy pada pelajaran Matematika berhubungan erat dengan keyakinan siswa terhadap kemampuannya untuk memahami pelajaran Matematika.

Penelitan yang relevan yang berkaitan dengan self efficacy pada pelajaran matematika yang dilakukan Zedan dan Bitar (2014) dengan judul “Environment Learning as a Predictor of Matematics Self-efficacy and Mart Achievement”.

21

(35)

xl

xl

Hasil penelitian ini menunjukan korelasi positif yang kuat antara dimensi iklim kelas, kepuasan, dukungan guru, aturan dan instruksi yang jelas dan daya saing antara self-efficacy matematika. Broussard & Garrison (dalam Zedan dan Bitar, 2014) menunjukan bahwa iklim kelas dalam pelajaran matematika adalah prediktor kuat untuk pencapaian pendidikan dalam matematika dan lebih dari sekedar self-efficacy (Zedan & Bitar, 2014).

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa self- efficacy pada pelajaran Matematika adalah keyakinan siswa untuk mampu menguasai berbagai tugas Matematika, dan mampu menghasilkan hasil yang positif dari tugas Matematika yang diberikan.

D. PERSEPSI TERHADAP IKLIM KELAS 1. Definisi Persepsi

Secara etimologi persepsi berasal dari bahasa Inggris yaitu “perception”

yang berarti penglihatan, tanggapan, daya memahami dan menanggapi sesuatu (Echlos & Shadily, 2006). Lahey (2007) juga mengemukakan pengertian persepsi, yaitu proses mengorganisasi dan menginterpretasikan informasi yang diterima dari dunia luar. Selanjutnya Taylor dkk (2009) mengemukakan persepsi adalah kesan yang dihasilkan dari suatu individu atau pun objek.

Irwanto (2002) mendefinisikan persepsi sebagai rangsangan-rangsangan yang diterima dan yang menyebabkan kita mempunyai suatu pengertian terhadap lingkungan. Peroses diterimanya rangsang itu disadari dan dimengerti, karena persepsi bukan sekedar penginderaan, maka ada penulis yang menyatakan persepsi sebagai The Interpretation of Experience (penafsiran pengalaman).

22

(36)

xli

xli

Persepsi adalah proses yang meliputi rekognisi dan interpretasi dari suatu stimulus dan proses mengorganisasi dan menginterpretasikan informasi yang diterima dari dunia luar. Serta sebagai rangsangan-rangsangan yang diterima dan yang menyebabkan kita mempunyai suatu pengertian terhadap lingkungan.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Persepsi lebih bersifat psikologis dari pada merupakan peroses penginderaan saja, maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi Irwanto (2002), yaitu:

a. Perhatian yang selektif

Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali rangsangan dari lingkungannya. Meskipun demikian individu tidak harus menanggapi semua rangsangan yang diterima. Individu akan memusatkan perhatian pada rangsangan tertentu saja.

b. Ciri-ciri rangsangan

Ciri-ciri tertentu dari suatu objek atau rangsangan akan memepengaruhi persepsi individu atau subjek. Rangsangan yang bergerak diantara rangsangan yang diam akan lebih menarik perhatian. Demikian juga rangsangan yang paling besar diantara yang paling kecil.

c. Nilai-nilai dan kebutuhan individu

Nilai dan kebutuhan yang dianut oleh individu akan mempengaruhi pengamatan individu tersebut, misalnya: seorang seniman tentu punya pola dan cita rasa yang berbeda dibanding seorang yang bukan seniman dalam memaknai karya seni.

23

23

(37)

xlii

xlii d. Pengalaman terdahulu

Pengalaman-pengalaman pada masa lalu akan mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan suatu benda. Persepsi mengenai dunia oleh satu individu akan berbeda dengan individu lain, karena setiap individu menanggapi persepsi berkaitan dengan aspek-aspek situasi yang mengandung arti khusus sekali pada dirinya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor dari yang mempengaruhi persepsi adalah dari setiap keseharian manusia menerima beberapa rangsangan dari lingkunganya, ketika individu tersebut menerima rangsangan itu maka individu tersebut tidak harus menanggapi segala sesuatu rangsangan yang ia terima. Melainkan individu akan memfokuskan perhatianya pada rangsangan tertentu saja. Kemudian rangsangan yang akan memepengaruhi persepsi individu melalui rangsangan yang bergerak diantara rangsangan yang diam akan lebih menarik perhatian individu itu sendiri. Selanjutnya, nilai yang dianut individu akan mempengaruhi pengamatan individu tersebut dengan apa yang individu itu lihat sebagai sesuatu belum tentu orang lain juga menilai hal tersebut sama dengan pengamatannya, dan pengalaman individu pada masa lalu akan mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan sesuatu.

E. IKLIM KELAS

1. Definisi Iklim Kelas

Iklim kelas merupakan segala situasi yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa lainnya (Fraser, 2003). Fraser (dalam Dorman, Aldridge, dan Fraser, 2006) mengatakan 24

24

(38)

xliii

xliii

bahwa siswa akan lebih memahami pelajaran dengan baik apabila mereka mempersepsikan iklim kelasnya secara positif.

Iklim kelas adalah lingkungan keilmuan, sosial, emosional, dan lingkungan fisik di mana para peserta didik belajar. Iklim ditentukan oleh konstelasi interaksi berbagai faktor, mencakup interaksi antara guru dan peserta didik. Sementara itu, Zahn, Kagan, dan Widaman (dalam Hadianto, 2016) mendefinisikan iklim kelas sebagai seperangkat tingkah laku, persepi dan respon afektif di antara para peserta didik yang berkaitan dengan proses belajar mengajar di dalam kelas (Hadianto, 2016).

Creemers, Reezigt dan Freiberg (1999) menyatakan bahwa iklim kelas adalah suasana yang terjadi dalam kelas, meliputi interaksi yang terjadi antara siswa dan guru, antara siswa dan siswa, dan dengan unsur fisik dari kelas yang dapat mempengaruhi hasil pencapaian siswa. Maslowski (dalam Creemers dkk., 2006) menggambarkan iklim kelas sebagai sekumpulan persepsi dari siswa mengenai mutual relationship yang terjadi di dalam kelas, pengorganisasian dari pelajaran, dan tugas belajar (learning task) siswa.

Dengan berdasar pada beberapa pengertian iklim kelas di atas, maka dapat disimpulkan bahwa iklim kelas adalah segala situasi yang muncul akibat hubungan antara pendidik dan peserta didik atau hubungan antara peserta didik yang menjadi ciri khusus dari kelas dan suasana yang terjadi dalam kelas. Serta unsur fisik dari kelas yang dapat mempengaruhi hasil pencapaian siswa.

2. Dimensi-dimensi Iklim Kelas

Menurut Fraser, McRobbie, dan Fisher (dalam Dorman, 2009), mengemukakan tujuh dimensi dalam mengukur iklim kelas, yaitu :

25

(39)

xliv

xliv a. Kekompakan siswa/student cohesiveness

Dimensi ini mengukur sejauh mana siswa saling mengenal, membantu dan mendukung satu sama lain.

b. Dukungan guru/teacher support

Dimensi ini mengukur sejauh mana guru membantu siswa, mampu bersahabat dengan siswa, memberikan perhatian dan percaya pada siswa.

c. Keterlibatan siswa dalam pelajaran/involvement

Dimensi ini mengukur sejauh mana siswa menaruh perhatian dan tertarik pada kegiatan belajar, berpartisipasi dalam diskusi, mampu mengerjakan tugas tambahan, dan merasa nyaman dalam kelas.

d. Kegiatan penyelidikan/investigation

Dimensi ini mengukur sejauh mana siswa mampu melakukan proses penyelidikan (investigasi) dalam menyelesaikan masalah.

e. Orientasi tugas/task orientation

Dimensi ini mengukur sejauh mana siswa mampu menyelesaikan suatu tugas dan mampu untuk tetap fokus pada pelajaran.

f. Kerjasama siswa/cooperation

Dimensi ini mengukur sejauh mana siswa lebih memilih untuk saling bekerja sama daripada berkompetisi dalam belajar

g. Kesetaraan/equity

Dimensi ini mengukur sejauh mana siswa diperlakukan sama oleh guru.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Dimensi iklim kelasdapat mengukur sejauh mana siswa saling mengenal satu sama lainnya.

Kemudian sejauh mana siswa mampu mengerjakan tugas tambahan yang 26

(40)

xlv

xlv

diberikan guru dan akan tetap fokus dalam pelajaran di kelas. Selanjutnya guru juga dapat memberikan perhatian pada siswa serta bersahabat dengan siswa dan tidak ada membeda-bedakan siswa.

3. Faktor-faktor Iklim Kelas

Creemers dan Reezigt (dalam Freiberg, 1999) mengemukakan mengenai faktor-faktor iklim kelas yaitu:

a. Lingkungan fisik kelas

Creemers, Reezigt dan Freiberg (1999) mengemukakan contoh dari lingkungan fisik kelas yaitu ukuran kelas dan lokasi kelas. Parson dkk (2001) menyatakan bahwa ada dua aspek dari lingkungan fisik kelas, yaitu aspek material kelas dan ukuran kelas. Aspek material kelas meliputi bentuk dan luas kelas, pewarnaan kelas, dan perlengkapan kelas. Ukuran kelas meliputi jumlah individu yang terlibat di dalamnya.

b. Sistem sosial

Creemers, Reezigt dan Freiberg (1999) mengemukakan sistem sosial yang terdiri dari hubungan dan interaksi antar siswa dan hubungan interaksi antara siswa dan guru. Relasi guru dengan siswa biasanya ditunjukan melalui perhatian yang diberikan kepada siswa sehingga siswa merasa bahwa gurunya ramah dan bersahabat. Interaksi yang terjadi antar siswa bergantung pada struktur tujuan (goal structures) yang ada di dalam kelas (Creemers, Reezigt dan Freiberg, 1999).

Penelitian Johson dan Johson (dalam Parson dkk., 2001) memperkenalkan konsep tujuan yang terstuktur (goal structures) sebagai kunci dalam iklim kelas.

Tujuan yang terstuktur (goal structures) akan mengakibatkan perbedaan atmosfir 27

(41)

xlvi

xlvi

dan hubungan di dalam kelas. Ada tiga bentuk dari tujuan yang terstuktur (goal structures) yaitu:

1. Kerjasama

Siswa memiliki keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai hanya jika yang lainnya mencapai tujuan dengan baik. Ini merupakan dasar untuk “pulling together” bekerja sama sebagai sebuah tim.

2. Persaingan siswa

Saling berkompetisi satu sama lain. Siswa yakin bahwa mereka dapat mencapai tujuan yang mereka inginkan dari pada siswa yang tidak mampu, maka mereka tidak dapat mencapai tujuan tersebut.

3. Individual

Aktivitas siswa tidak berhubungan satu sama lain. Prinsip individual ini adalah “kamu mencapai atau tidak mencapai itu tidak mempengaruhi saya”.

c. Kerapian lingkungan kelas

Creemers, Reezigt dan Freiberg (1999) mencontohkan kerapian lingkungan kelas yaitu susunan kelas, kenyamanan, dan keberfungsian yang ada di kelas. kerapian kelas diperlukan pengelolaan kelas yang baik Creemers, Reezigt dan Freiberg (1999).

d. Harapan guru terhadap hasil yang dicapai siswa

Creemers, Reezigt dan Freiberg (1999) mencontohkan harapan guru terhadap hasil yang dicapai siswa berupa harapan yang positif, Self-efficacy, dan sikap profesional. Dalam proses pembelajaran di kelas, cara guru menyampaikan pembelajaran berdasaarkan bagaimana siswa itu sendiri ingin berhasil atau tidak nya dalam proses belajar. Keberhasilan yang dicapai oleh siswa secara berulang-

28

(42)

xlvii

xlvii

ulang cenderung memicu tumbuhnya rasa percaya diri Self efficacy. Salah satu factor yang mempengaruhi Self-efficacy adalah guru yang dapat membentuk iklim kelas yang positif Creemers, Reezigt dan Freiberg (1999).

Berdasarkan beberapa faktor-faktor iklim kelas di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor iklim kelas merupakan ukuran kelas, lokasi kelas, luas kelas, pewarnaan kelas, perlengkapan kelas, dan kerapian lingkungan kelas, serta individu yang terlibat di dalamnya. Iklim kelas juga merupakan hubungan dan interaksi antar siswa dengan siswa serta siswa dengan guru. Siswa yang berada di dalam kelas juga harus saling berkompetisi serta dapat mencapai tujuan mereka dan memiliki prinsip. Kemudian tidak hanya itu guru juga berperan penting dalam memandu proses berpikir siswa dalam pembelajaran di dalam kelas dan keberhasilan yang dicapai oleh siswa itu sendiri serta membentuk iklim kelas yang positif.

4. Iklim Kelas yang Efektif

Creemers dkk (1999) mengemukakan faktor iklim kelas yang efektif, yaitu:

a. Kualitas dari intruksi, terdiri dari:

1. Kurikulum, meliputi:

a. Secara tegas menyatakan tujuan dan isi pembelajaran b. Struktur dan kejelasan isi

c. Advance organizer

d. Evaluasi, umpan balik (feedback), dan memperbaiki intruksi 2. Sejumlah prosedur, meliputi:

a. Penguasaan pembelajaran b. Kesanggupan kelompok

29 29

(43)

xlviii

xlviii

c. Belajar bekerjasama (tergantung pada perbedaan bahan/material), evaluasi, umpan balik (feedback), dan memperbaiki intruksi

3. Perilaku guru, meliputi:

a. Manajemen kelas b. Pekerjaan rumah (PR)

c. Kejelasan tujuan (batasan dari tujuan, menekankan pada keahlian dasar, menekankan pada proses belajar kognitif/cognitive learning, dan pemindahan)

d. Susunan isi (tujuan dan isi, pengetahuan utama, dan advance organizer)

e. Kejelasan presentasi

f. Pertanyaan atau questioning g. Latihan dengan segera

h. Evaluasi, umpan balik (feedback), dan memperbaiki intruksi b. Waktu belajar

c. Kesempatan belajar

Selanjutnya, Parson dkk (2001) juga mengemukakan mengenai iklim kelas yang efektif, yaitu:

1. Lingkungan fisik kelas, harus memenuhi hal-hal berikut:

a. Visibility

Lingkungan fisik kelas harus diatur sedemikian rupa sehingga individu- individu (guru dan murid) yang ada di kelas dapat saling melihat aktivitas belajar yang terjadi.

30

(44)

xlix

xlix b. Accessibility

Siswa memerlukan akses yang mudah untuk mencapai semua material belajar sehingga diperlukan penataan kelas yang akan memudahkan siswa dalam memperoleh material belajar, seperti kapur, penghapus, rol. Kemudahan untuk mengakses materi pengajaran dan perlengkapan murid yang mudah diakses akan meminimalkan waktu persiapan dan perapian, dan mengurangi kelambatan dan gangguan aktivitas (Santrock, 2007).

c. Bebas dari gangguan

Selain faktor guru dan lingkungan fisik kelas, juga perlu diperhatikan stimulus-stimulus dari lingkungan yang dapat mempengaruhi perhatian siswa.

Pengaturan tempat duduk harus diatur sedemikian rupa untuk meningkatkan perhatian siswa dan meminimalkan gangguan yang mungkin akan hadir.

2. Lingkungan sosial kelas harus mampu menimbulkan perasaan:

a. Entitavity

Entitavity adalah persepsi anggota kelompok yang mempersepsikan kelompoknya merupakan suatu yang unik. Entitavity merupakan perkembangan dari “kita (we-ness)” yang kemudian memberikan gambaran perbedaan antara

“kita dan mereka”. Dalam hal ini, kelas biasanya memiliki nama (nickname), dan logo tersendiri yang kemudian akan menfasilitasi perkembangan entitavity.

b. Kepaduan (cohesiveness)

Kepaduan atau cohesiveness adalah suatu keadaan dimana anggota yang ada di dalam kelas melihat diri mereka sebagai satu kesatuan.

Penelitan yang relevan yang berkaitan dengan iklim kelas dan self-efficacy pada yang dilakukan Penelitian yang dilakukan Hasyim (2013) dengan judul 31

(45)

l

l

“Pengaruh efikasi diri, kreativitas dan iklim kelas terhadap kemandirian belajar siswa kelas X program keahlian teknik instalasi tenaga listrik SMK Negeri 2 Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukan terdapat pengaruh efikasi diri dan kreativitas secara persial terhadap iklim kelas siswa X program keahlian teknik tenaga listrik di SMKN 2 Yogyakarta”. Efikasi diri memiliki pengaruh terhadap iklim kelas.

Penelitian yang dilakukan Andreson (dalam Zafarghandi, 2017) juga menemukan hubungan positif antara Self-efficacy akademik dan lingkungan kelas.

Ditunjukan bahwa dengan mengembangkan kekompakan, kepuasan, dan arah tujuan, keefektifan dan prestasi akademik siswa dapat ditingkatkan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Lingkunga fisik kelas yang efektif harus diatur sedemikian rupa agar individu beserta guru yang ada di kelas dapat saling melihat aktivitas belajar yang berlangsung. Kemudian Siswa juga memerlukan segala sesuatu yang diperlukannya ketika ia dalam proses belajar mengajar contohnya seperti kapur, penghapus, rol dan berbagai peralatan yang dibutuhkan untuk proses belajar.

Lingkungan yang dapat mempengaruhi siswa dalam belajar juga harus diperhatikan seperti susunan tempat duduk siswa, agar meningkatkan perhatian siswa dan meminimalkan gangguan yang mungkin akan hadir. Selanjutnya persepsi setiap angota kelompok terhadap teman-teman satu kelompoknya harus memberikan gambaran yang unik, sehinga dimana anggota yang ada di dalam kelas melihat diri mereka sebagai satu kesatuan.

32

(46)

li

li F. SMA DHARMAWANGSA MEDAN

1. Profil Sekolah

Nama sekolah : SMA Dharmawangsa Medan

Alamat : JL.KL. YOS SUDARSO NO. 224. MEDAN Tanggal berdiri : 17 JUNI 1988

Akreditasi : A

SMA Dharmawangsa merupakan sebuah lembaga pendidikan yang membentuk generasi muda yang cerdas, berpengetahuan, bermartabat, beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermoral pancasila, terampil, mandiri dan bertangung jawab pada Bangsa dan Negara. SMA Dharmawangsa berdiri pada tanggal 17 Juni 1988 dan memiliki Akreditasi A.

Sekolah SMA Dharmawangsa telah meraih prestasi seperti juara 1 lomba bahasa jepang tingkat Sumut dan juara 5 pada tahun 2012 di Jakarta, Juara 1 penelitian di Taman Safari Bogor tentang lingkungan alam tahun 2011, juara 1 lomba pidato bahasa Inggris di SMA Josua tahun 2013, juara 1, 2 dan 3 pada perlombaan Scrabble di perpuastakaan wilayah tahun 2012, jauara 1 bulutangkis di SMA 3, juara 3 basket di Pancabudi tahun 2013 dan juara 1 di Candra Kusuma mengenai pemanasan global.

G. PENGARUH PERSEPSI IKLIM KELAS TERHADAP SELF- EFFICACY MATEMATIKA PADA SISWA KELAS XI IPS SMA DHARMAWANGSA MEDAN

Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam peradaban manusia, sehingga matematika merupakan bidang studi yang selalu 33 33

(47)

lii

lii

diajarkan di setiap jenjang pendidikan sekolah. Esensi pembelajaran matematika di sekolah bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan intelektual dalam bidang matematika (Simanungkalit, 2015).

Matematika merupakan ilmu pengetahuan mengenai eksak dan terorganisir secara sistematik, serta matematika juga merupakan pengetahuan mengenai suatu bilangan dan kalkulasi. Matematika adalah pengetahuan yang mempelajari mengenai penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan. Selain dari pada itu matematika yaitu merupakan sekumpulan fakta-fakta mengenai kuantitatif dan membahas mengenai ruang maupun bentuk, dan struktur-struktur yang logik serta pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. (Soedjadi, 2000).

Pada mata pelajaran matematika biasanya menimbulkan efek negatif terhadap aspek psikologis seperti timbulnya kecemasan, karena matematika juga biasanya dianggap mata pelajaran yang sulit bagi para siswa. Selain kecemasan, kekhawatiran dan ketakutan tersebut membuat adanya ketidakyakinan pada kemampuan diri siswa dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Dalam menyelesaikan tugas dengan baik, aspek psikologis merupakan aspek penunjang yang menjadikan seseorang berhasil. Salah satu aspek psikologis tersebut, yaitu self-efficacy (Sunaryo, 2017).

Self-efficacy adalah keyakinan yang dipegang seseorang tentang kemampuannya dan juga hasil yang akan ia peroleh dari kerja kerasnya mempengaruhi cara mereka berperilaku (Bandura, 1997). Selanjutnya, Bandura (1997) menambahkan bahwa self-efficacy merupakan keyakinan individu bahwa ia dapat menguasai situasi dan memperoleh hasil yang positif.

34

(48)

liii

liii

Bandura (1997) mengungkapkan ada tiga dimensi self-efficacy, yaitu tingkat/level, keumuman/generality, dan kekuatan/strength. Level berkaitan dengan derajat kesulitan tugas yang dihadapi, generality yaitu sejauh mana individu yakin akan kemampuannya dalam berbagai situasi tugas, dan strength merupakan kuatnya keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang dimiliki berkaitan dengan ketahanan dan kegigihan individu dalam pemenuhan tugasnya.

Individu yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap kemampuan mereka akan cenderung teguh dalam menghadapi kesulitan-kesulitan.

Self-efficacy dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Bandura (1997), faktor yang mempengaruhi self-efficacy adalah pengalaman penguasaan enaktif, pengalaman perwakilan, persuasi verbal, fisiologis dan afektif. Pengalaman keberhasilan individu akan menaikan self-efficacy pada diri seseorang kemudian sebaliknya apabila individu mengalami pengalaman kegagalan maka self-efficacy akan menurun. Faktor pengalaman yang mewakili adalah adaya pengalaman dari orang lain dapat meningkatkan self-efficacy. Kemudian individu yang mendapat persuasi secara verbal maka mereka memiliki kemauan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dan akan mengeluarkan usaha yang lebih besar dalam menyelesaikan tugas. Ketika melihat keberhasilan orang lain dengan kemampuan yang sebanding dalam mengerjakan tugas akan meningkatkan self-efficacy individu dalam mengerjakan tugas yang sama.

Self-efficacy pada pelajaran Matematika adalah keyakinan individu pada kemampuannya untuk melakukan atau menyelesaikan suatu tugas atau masalah Matematika (Yates, 2014). Self-efficacy pada pelajaran Matematika terbagi atas tiga bagian yaitu aritmatika, aljabar, dan geometri. Terdapat tiga aspek 35

Gambar

Tabel 3.2  Blue Print Skala Self-efficacy
Tabel 3.4  Blue Print Penomoran Ulang Skala Persepsi Iklim Kelas
Tabel 3.5  Blue Print Skala Self-efficacy Setelah Try Out

Referensi

Dokumen terkait

Identifikasi terhadap faktor-faktor konflik kerja dan keluarga pada penelitian ini didasarkan pada pandangan Greenhaus dan Beutell (1985) yang menjelaskan tiga

Guru memberikan tinjauan pada pengetahuan peserta didik terkait materi aturan sinus, kosinus dan luas segitiga yang akan dipelajari dengan meminta peserta didik mengamati peta

Dengan ini kami mengundang Saudara untuk mengikuti Pembuktian Kualifikasi Jasa Konstruksi dengan Sistem Pemilihan Langsung untuk :. Peningkatan / Pemeliharaan Jalan ruas jalan

Objek penelitian ini ialah peningkatan kemampuan berpikir Kritis siswa pada mata pelajaran ekonomi dengan menggunakan model inkuiri tipe jurisprudensial. Sedangkan

Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Penataan Pedagang Kaki Lima. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 04 Tahun 2009 Tentang Pendirian Perusahaan Daerah

Pengaruh Fraud Triangle Terhadap Deteksi Kecurangan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efekindonesia (BEI).Jurnal Manajemen dan Bisnis

Diffusion bonding : Mono filament diperkuat AMCs terutama dihasilkan oleh ikatan difusi (foil-serat-foil) rute atau oleh penguapan lapisan yang relatif tebal dari

[r]