• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan dan motivasi tentang kontrasepsi pada akseptor KB di 4 taman kanak-kanak di kecamatan Sleman.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengetahuan dan motivasi tentang kontrasepsi pada akseptor KB di 4 taman kanak-kanak di kecamatan Sleman."

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Pemberian informasi tentang kontrasepsi sangat dibutuhkan dalam pelayanan KB, mengingat besarnya keinginan masyarakat untuk berusaha mencari dan memperoleh kontrasepsi yang sesuai dengan kondisi dan keinginanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik akseptor KB di 4 tk di kecamatan Sleman, untuk mengetahui pengetahuan akseptor tentang kontrasepsi, untuk mengetahui motivasi yang mempengaruhi akseptor dalam pemilihan kontrasepsi.

Penelitian ini bersifat deskriptif non eksperimental. Penelitian dilakukan di 4 TK di Kecamatan Sleman, dan sampel diambil sebanyak 100 responden dengan cara non random purposive sampling.

Karakteristik responden di Kecamatan Sleman yaitu usia 23-41 tahun, usia pernikahan 5-20 tahun, jumlah anak yang dimiliki 1-3 orang, lama menjadi akseptor KB 2-16 tahun, pekerjaan Ibu Rumah Tangga (66%), tingkat pendidikan SMA (52%), pekerjaan suami karyawan (54%), pendidikan suami SMA (49%), kontrasepsi yang dipakai suntik (44%). Pengetahuan responden yaitu: 100% mengetahui tentang arti KB; 100% mengetahui jenis kontrasepsi untuk pria dan wanita, 50% kurang mengetahui jenis kontrasepsi sederhana, 71% mengetahui pemakaian suntik, 91% mengetahui pemakaian implant, 64% mengetahui pemakaian IUD, 50% mengetahui pemakaian tubektomi, 50% kurang mengetahui pemakaian vasektomi; 59% mengetahui efek samping dari pil, 70% mengetahui fek samping dari suntik, 70% mengetahui efek samping dari IUD, 41% kurang mengetahui efek samping dari implant, 40% kurang mengetahui efek samping dari vasektomi; 75% mengetahui kalau pil efektif bila dipakai tiap hari, 47% kurang mengetahui efektivitas dari tubektomi; 50% mengetahui kontraindikasi pil, suntik, implant; 40% mengetahui kontraindikasi IUD. 91% mengetahui kalau tenaga kesehatan perlu memberikan informasi. Motivasi responden dalam memilih kontrasepsi yaitu: 68% kondisi kesehatan, 91% kondisi keuangan keluarga, 95% efek samping, 89% efektivitas, 82% mudah dipakai, 58% reversibilitas, 100% nyaman, 80% praktis.

Kata kunci: kontrasepsi, akseptor, Keluarga Berencana

(2)

ABSTRACT

Giving of information concerning contraception hardly required in service of family planning program, remember level of desire of public for trying to look and obtain; get contraception matching with condition and the desire. This research aim to know acceptor characteristic family planning program in district of Sleman, to know knowledge of acceptor concerning contraception, to know motivation influencing acceptor in election contraception.

This research has the character of descriptive non experimental. Research is done in 4 TK in District Of Sleman, and sample is taken counted 100 responder by the way of non random purposive sampling.

Responder characteristic in kecamatan of Sleman that is age of 23-41 year, nuptials age of 5-20 year, amount of child of which owned 1-3 people, old become acceptor KB 2-16 year, work of housewife ( 66%), level of education of SMA ( 52%), work of employees husband ( 54%), education of husband SMA ( 49%), wearer by contraception is injection ( 44%). Knowledge of responder that is: 100% know about meaning of KB; 100% know contraception type for man and woman, 50% less know simple contraception type, 71% know usage of injection, 91% know usage of implant, 64% know usage of IUD, 50% know usage of tubektomi, 50% less know usage of vasectomy; 59% know side effects from pill, 70% know fek side from injection, 70% know side effects from IUD, 41% less know side effects from implant, 40% less know side effect from vasectomy; 75% know if effective pill if wearer every day, 47% less know effectiveness from tubektomi; 50% know contra indication pill, injection, implant; 40% know contra indication IUD. 91% know health practition require to give information. Responder motivation in choosing contraception that is: 68% condition of health, 91% condition of finance of family, 95% side effects, 89% effectiveness, 82% easy to wearer, 58% reversibility, 100% balmy, 80% practical.

Keyword: contraception, acceptor, family planning program

(3)

PENGETAHUAN DAN MOTIVASI TENTANG

KONTRASEPSI PADA AKSEPTOR KB

DI 4 TAMAN KANAK-KANAK

DI KECAMATAN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan Oleh: DWI ERNY AWATI

NIM : 998114224 NIRM : 990051122004120109

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

Persembahan

You have only one life and one chance to do all the

things you want to do.

Tak perlu menyesali hidup, jika kita memang telah

siap lahir batin dan tak lelah memohon pada-Nya,

allah pasti membuat indah segala sesuatu pada

waktunya

.

Ovi Shofianur, 2006, Anggun

(7)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, November 2007

Penulis

(8)

INTISARI

Pemberian informasi tentang kontrasepsi sangat dibutuhkan dalam pelayanan KB, mengingat besarnya keinginan masyarakat untuk berusaha mencari dan memperoleh kontrasepsi yang sesuai dengan kondisi dan keinginanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik akseptor KB di 4 tk di kecamatan Sleman, untuk mengetahui pengetahuan akseptor tentang kontrasepsi, untuk mengetahui motivasi yang mempengaruhi akseptor dalam pemilihan kontrasepsi.

Penelitian ini bersifat deskriptif non eksperimental. Penelitian dilakukan di 4 TK di Kecamatan Sleman, dan sampel diambil sebanyak 100 responden dengan cara non random purposive sampling.

Karakteristik responden di Kecamatan Sleman yaitu usia 23-41 tahun, usia pernikahan 5-20 tahun, jumlah anak yang dimiliki 1-3 orang, lama menjadi akseptor KB 2-16 tahun, pekerjaan Ibu Rumah Tangga (66%), tingkat pendidikan SMA (52%), pekerjaan suami karyawan (54%), pendidikan suami SMA (49%), kontrasepsi yang dipakai suntik (44%). Pengetahuan responden yaitu: 100% mengetahui tentang arti KB; 100% mengetahui jenis kontrasepsi untuk pria dan wanita, 50% kurang mengetahui jenis kontrasepsi sederhana, 71% mengetahui pemakaian suntik, 91% mengetahui pemakaian implant, 64% mengetahui pemakaian IUD, 50% mengetahui pemakaian tubektomi, 50% kurang mengetahui pemakaian vasektomi; 59% mengetahui efek samping dari pil, 70% mengetahui fek samping dari suntik, 70% mengetahui efek samping dari IUD, 41% kurang mengetahui efek samping dari implant, 40% kurang mengetahui efek samping dari vasektomi; 75% mengetahui kalau pil efektif bila dipakai tiap hari, 47% kurang mengetahui efektivitas dari tubektomi; 50% mengetahui kontraindikasi pil, suntik, implant; 40% mengetahui kontraindikasi IUD. 91% mengetahui kalau tenaga kesehatan perlu memberikan informasi. Motivasi responden dalam memilih kontrasepsi yaitu: 68% kondisi kesehatan, 91% kondisi keuangan keluarga, 95% efek samping, 89% efektivitas, 82% mudah dipakai, 58% reversibilitas, 100% nyaman, 80% praktis.

Kata kunci: kontrasepsi, akseptor, Keluarga Berencana

(9)

ABSTRACT

Giving of information concerning contraception hardly required in service of family planning program, remember level of desire of public for trying to look and obtain; get contraception matching with condition and the desire. This research aim to know acceptor characteristic family planning program in district of Sleman, to know knowledge of acceptor concerning contraception, to know motivation influencing acceptor in election contraception.

This research has the character of descriptive non experimental. Research is done in 4 TK in District Of Sleman, and sample is taken counted 100 responder by the way of non random purposive sampling.

Responder characteristic in kecamatan of Sleman that is age of 23-41 year, nuptials age of 5-20 year, amount of child of which owned 1-3 people, old become acceptor KB 2-16 year, work of housewife ( 66%), level of education of SMA ( 52%), work of employees husband ( 54%), education of husband SMA ( 49%), wearer by contraception is injection ( 44%). Knowledge of responder that is: 100% know about meaning of KB; 100% know contraception type for man and woman, 50% less know simple contraception type, 71% know usage of injection, 91% know usage of implant, 64% know usage of IUD, 50% know usage of tubektomi, 50% less know usage of vasectomy; 59% know side effects from pill, 70% know fek side from injection, 70% know side effects from IUD, 41% less know side effects from implant, 40% less know side effect from vasectomy; 75% know if effective pill if wearer every day, 47% less know effectiveness from tubektomi; 50% know contra indication pill, injection, implant; 40% know contra indication IUD. 91% know health practition require to give information. Responder motivation in choosing contraception that is: 68% condition of health, 91% condition of finance of family, 95% side effects, 89% effectiveness, 82% easy to wearer, 58% reversibility, 100% balmy, 80% practical.

Keyword: contraception, acceptor, family planning program

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul “PENGETAHUAN DAN MOTIVASI TENTANG KONTRASEPSI PADA AKSEPTOR KB DI 4 TAMAN KANAK-KANAK DI KECAMATAN SLEMAN”. Skripsi ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan jenjang studi guna meraih gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si.,Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Drs. Sulasmono, Apt. selaku dosen pembimbing I yang telah memberi bimbingan, pengarahan dan waktu selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing II yang telah memberi bimbingan, pengarahan dan waktu selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.

4. Ibu dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes. atas kesediaannya menguji serta memberikan banyak masukkan dalam penulisan skripsi.

(11)

5. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. atas kesediaannya menguji serta memberikan banyak masukkan dalam penulisan skripsi.

6. Akseptor KB atas kesediannnya mengisi kuisoner.

7. Bapak, Ibu, kakak dan adik-adikku yang selalu memberikan dorongan, doa, perhatian dan fasilitas.

8. Teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu yang telah membantu, mendukung, dan mendoakan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa skipri ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengaharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhirnya penulis mengaharapkan agar skripsi ini berguna bagi semua pihak.

Yogyakarta, November 2007

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

(13)

1. Anatomi fisiologi alat reproduksi pria ... 2. Anatomi fisiologi alat reproduksi wanita ... 3. Hormon reproduksi wanita... 4. Haid dan ovulasi... 5. Fertilisasi ...

C. Kontrasepsi ... 1. Pengertian kontrasepsi ...

(14)
(15)
(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi alat reproduksi pria... Gambar 2 Anatomi alat reproduksi wanita ... Gambar 3 Pola perencanaan keluarga dan penggunaan kontrasepsi yang

rasional ... Gambar 4 Bagan model proses pengambilan keputusan melalui lima

tahap ... Gambar 5 Bagan penentuan TK...

Gambar 6 Bagan pengambilan sampel... Gambar 7 Penggolongan responden berdasarkan usia... Gambar 8 Penggolongan respoden berdasarkan usia pernikahan... Gambar 9 Penggolongan responden berdasarkan jumlah anak yang dimiliki Gambar 10 Penggolongan responen berdasarkan lama menjadi akseptor KB Gambar 11 Penggolongan responden berdasarkan pekerjaan... Gambar 12 Penggolongan respoden berdasarkan tingkat pendidikan ... Gambar 13 Penggolongan responden berdasarkan pekerjaan suami ... Gambar 14 Penggolongan responden berdasarkan tingkat pendidikan suami Gambar 15 Jenis kontrasepsi yang dipakai oleh responden... Gambar 16 Pengetahuan responden tentang definisi KB ... Gambar 17 Pengetahuan responden tentang jenis kontrasepsi untuk wanita .. Gambar 18 Pengetahuan responden tentang jenis kontrasepsi untuk pria ... Gambar 19 Pengetahuan respomden tentang jenis kontrasepsi alami ...

(17)

Gambar 20 Pengetahuan responden tentang pemakaian kontrasepsi suntik.... Gambar 21 Pengetahuan responden tentang pemakaian kontrasepsi implant Gambar 22 Pengetahuan responden tentang pemakaian kontrasepsi IUD ... Gambar 23 Pengetahuan responden tentang pemakaian kontrasepsi: pada

tubektomi tidak perlu dilakukan operasi pada saluran rahim... Gambar 24 Pengetahuan responden tentang pemakaian kontrasepsi: pada

vasektomi dilakukan operasi pada saluran mani... Gambar 25 Sebelum memakai kontrasepsi, akseptor tidak perlu mengetahui efek samping dari kontrasepsi yang ada... Gambar 26 Pengetahuan responden tentang efek samping kontrasepsi oral ... Gambar 27 Pengetahuan responden tentang efek samping kontrasepsi suntik Gambar 28 Pengetahuan responden tentang efek samping kontrasepsi implant Gambar 29 Pengetahuan responden tentang efek samping kontrasepsi IUD .. Gambar 30 Pengetahuan responden tentang efek samping kontrasepsi

vasektomi ... Gambar 31 Pengetahuan responden tentang efektivitas kontrasepsi oral ...

Gambar 32 Pengetahuan responden tentang efektivitas kontrasepsi tubektomi Gambar 33 Pengetahuan responden tentang kontraindikasi kontrasepsi: pil

KB kombinasi dapat digunakan oleh ibu yang sedang menyusui Gambar 34 Pengetahuan responden tentang kontraindikasi kontrasepsi:

(18)

Gambar 35 Pengetahuan responden tentang kontraindikasi kontrasepsi: akseptor yang mempunyai kelainan bawaan rahim boleh

menggunakan IUD sebagai alat kontrasepsi ... Gambar 36 Tenaga kesehatan tidak perlu memberikan informasi mengenai

bagaimana memilh kontrasepsi yang sesuai ... Gambar 37 Tidak perlu melakukan pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu

sebelum memakai kontrasepsi... Gambar 38 Pemilihan kontrasepsi berdasarkan kondisi kesehatan ... Gambar 39 Pemilihan kontrasepsi berdasarkan kondisi keuangan keluarga .. Gambar 40 Pemilihan kontrasepsi berdasarkan pengalaman efek samping .... Gambar 41 Pemilihan kontrasepsi berdasarkan kegagalan pemakaian ... Gambar 42 Pemilihan kontrasepsi berdasarkan kemudahan pemakaian ... Gambar 43 Pemilihan kontrasepsi berdasarkan pemulihan kesuburan... Gambar 44 Pemilihan kontrasepsi berdasarkan kenyamanan pemakaian ... Gambar 45 Pemilihan kontrasepsi untuk pemakaian jangka panjang...

73

73

74 75 75 76 76 77 77 77 78

(19)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pengetahuan responden tentang kontrasepsi... Tabel 2 Motivasi responden dalam pemilihan kontrasepsi ...

Halaman 62 74

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuisioner ... Lampiran 2 Data Jawaban ... Lampiran 3 Data Karakteristik Responden... Lampiran 4 Surat Ijin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Pemerintah Kabupaten Sleman ... Lampiran 5 Hasil Uji Realibilitas ...

Halaman 85 89 93

98 99

(21)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Masalah kependudukan masih merupakan tantangan yang cukup berat bagi pembangunan Indonesia. Hal ini dikarenakan adanya hubungan yang erat antara jumlah penduduk dengan masalah kebutuhan pangan, kesempatan pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, dan kesehatan, yang semuanya merupakan hal-hal yang penting dalam kehidupan manusia. Untuk itu laju pertambahan penduduk di masa datang amat penting untuk dikendalikan (Notodihardjo, 2002).

Untuk mengendalikan jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat tiap tahunnya pemerintah melakukan program Keluarga Berencana (KB). Penyelenggaraan KB bukan hanya merupakan tanggung jawab pemerintah saja tetapi juga merupakan tanggung jawab masyarakat. Gerakan KB Nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera. Dalam rangka perkembangan kependudukan dan untuk mewujudkan keluarga sejahtera, program KB dipandang perlu untuk mengadakan pengaturan kelahiran (Rukanda dkk,1993).

Untuk mensukseskan program KB, pemerintah mencanangkan program KB Nasional. Penggarapan program Gerakan KB Nasional ditekankan kepada lima jalur pemantapan yang terdiri dari pemerataan peserta KB dan pemerataan

(22)

persepsi tentang KB, peningkatan kualitas pelayanan KB, terus menggalakkan kemandirian dalam rangka memantapkan kesertaan KB, generasi muda, pemantapan lini lapangan yang meliputi struktur institusi masyarakat, jaringan pelayanan dan petugas (Rukanda dkk, 1993).

Menurut Hartanto (2004) untuk mencapai tujuan dari KB yaitu mewujudkan NKKBS, penggarapan program KB Nasional diarahkan kepada dua bentuk sasaran yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak langsung.

1. Sasaran langsung, PUS yaitu pasangan dengan usia 15-49 tahun dimana mereka secara bertahap menjadi peserta KB yang aktif.

2. Sasaran tidak langsungnya yaitu organisasi-organisasi, lembaga kemasyarakatan, tokoh masyarakat yang diharapkan dapat memberikan dukungannya dalam pelembagaan NKKBS.

(23)

KB, sehingga dengan bekal tersebut diharapkan petugas KB dapat memberikan informasi dan motivasi yang jelas dan benar kepada para PUS secara dini. Pelayanan KB diarahkan untuk lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan kontrasepsi. Peningkatan tersebut dalam hal pemakaian kontrasepsi serta kemandirian dalam kegiatan pelayanan kontrasepsi maupun mengikuti cara-cara kontrasepsi (Rukanda dkk,1993).

Masalah konkrit yang dihadapi pasangan suami istri dalam melaksanakan program KB adalah bagaimana memilih metode kontrasepsi yang paling baik, tidak hanya soal cara mana yang paling gampang untuk mencegah kehamilan, akan tetapi banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih cara ber-KB (Gieles, 2001). Sejalan dengan diterapkannya sistem ber-KB secara mandiri dimana masyarakat memilih sendiri kontrasepsi yang akan dipakai, diperlukan pemahaman yang cukup mendalam tentang kontrasepsi agar masyarakat dapat menentukan pilihan kontrasepsi secara tepat, cepat, dan rasional dengan mempertimbangkan berbagai macam aspek yang berhubungan dengannya (Mardiya, 1999).

(24)

kehamilan, tetapi juga berkaitan dengan kesehatan mereka, dan apakah metode tersebut menimbulkan efek samping untuk jangka panjang atau pendek.

Masyarakat bisa mendapatkan pelayanan KB melalui dokter, Rumah Sakit, bidan, apotik, dan penyalur kontrasepsi lainnya. Semakin banyak tempat pelayanan KB akan semakin memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi.

1. Rumusan permasalahan

Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

a. seperti apakah karakteristik akseptor KB di 4 TK di Kecamatan Sleman? b. bagaimana pengetahuan akseptor tentang kontrasepsi?

c. motivasi apa saja yang mempengaruhi akseptor dalam pemilihan kontrasepsi? 2. Keaslian penelitian

(25)

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan tentang kontrasepsi dan motivasi yang mendasari akseptor dalam pemilihan kontrasepsi, untuk mengetahui kontrasepsi apa yang paling banyak dipakai akseptor KB di 4 TK di Kecamatan Sleman.

b. Manfaat praktis

1) Supaya tenaga kesehatan dapat meningkatkan pelayanan kontrasepsi kepada masyarakat.

2) Diharapkan para akseptor dapat memilih kontrasepsi yang sesuai dengan kondisinya .

B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang dilakukan, yaitu:

a. untuk mengetahui seperti apa karakteristik akseptor KB di 4 TK di Kecamatan Sleman.

b. untuk mengetahui bagaimana pengetahuan akseptor tentang kontrasepsi. c. untuk mengetahui motivasi apa saja yang mempengaruhi akseptor dalam

(26)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengertian Keluarga Berencana

Keluarga Berencana merupakan suatu cara yang efektif untuk mencegah mortalitas ibu dan anak. Hal tersebut dapat dicapai dengan cara menghindari kehamilan resiko tinggi, mengurangi angka kesakitan, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur jarak kehamilan, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga (Raharja & Tjay, 2002).

Keluarga Berencana adalah kegiatan untuk mengatur kelahiran baik untuk sementara agar dapat dicapai jarak yang diharapkan antara dua kelahiran, maupun untuk selamanya agar dapat mencegah bertambahnya anak. Pelaksanaan KB antara lain bertujuan untuk mewujudkan NKKBS, yaitu suatu sikap atau tingkah laku yang diharapkan menjiwai masyarakat, keluarga, dan individu agar mempunyai 2 atau 3 orang anak saja demi meringankan beban hidup keluarga baik secara moril maupun materiil untuk menuju keluarga bahagia dan sejahtera (Anonim, 1990a).

Keluarga Berencana tidak lagi diartikan sebagai upaya pengaturan kelahiran semata, tetapi lebih dari itu KB diartikan sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan NKKBS (Mardiya, 1999).

(27)

Definisi KB menurut World Health Organisation (WHO) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2004).

Keluarga Berencana Mandiri merupakan pelaksanaan KB dari seseorang atau kelompok dimana pelaksanaannya tidak tergantung pada orang atau pihak lain. Pembagian KB Mandiri ini dapat dibagi menjadi tiga yaitu:

1. pra mandiri yaitu kondisi dimana kemandrian masyarakat masih memerlukan subsidi penuh atas sarana dan pelayanan KB dari pemerintah maupun pihak lain.

2. mandiri parsial yaitu kondisi dimana kemandirian masyarakat masih memerlukan subsidi sebagian atas sarana dan pelayanan KB dari pemerintah maupun pihak lain.

3. mandiri penuh yaitu kondisi dimana kebutuhan masyarakat untuk ber-KB sepenuhnya merupakan usaha sendiri (Anonim, 1990a).

Setiap pasangan suami isteri dapat menentukan pilihannya dalam merencanakan dan mengatur jumlah anak dan jarak antara kelahiran anak yang berdasarkan pada kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap generasi sekarang maupun generasi mendatang. Suami isteri juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menentukan cara pengaturan kelahiran (Gieles, 2001).

(28)

15-49 tahun, dalam hal ini termasuk pasangan dimana istrinya berumur dibawah 15 tahun atau lebih dari 49 tahun dan tetap mendapatkan menstruasi (Anonim,1990a).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotik, kontrasepsi oral dimasukkan ke dalam daftar Obat Wajib Apotik (OWA). Obat Wajib Apotik adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotik tanpa resep dokter.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotik: apoteker di apotik dalam melayani pasien yang memerlukan obat dimaksud diktum kedua diwajibkan :

1. memenuhi ketentuan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam Obat Wajib Apotik yang bersangkutan.

2. membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan

3. memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien

Kontrasepsi oral yang dimasukkan dalam daftar OWA yaitu linastrenol dan etinodiol diasetat-mestranol. Untuk kontrasepsi oral tunggal yaitu linastrenol dapat diserahkan ke akseptor dengan catatan untuk siklus pertama pemakaian harus dengan resep dokter dan akseptor dianjurkan untuk kontrol ke dokter tiap 6 bulan sekali. Untuk kontrasepsi oral kombinasi etinodiol diasetat-mestranol dapat diserahkan ke akseptor dengan catatan akseptor dianjurkan untuk kontrol ke dokter tiap 6 bulan sekali, dan untuk akseptor “lingkar biru” wajib menunjukkan kartu (Anonim, 1990b)

B. Reproduksi Sehat

(29)

atau mati haid atau baki adalah suatu masa dimana seorang wanita tidak mendapat haid lagi, dan biasanya terjadi sesudah umur 46-50 tahun (Anonim, 1990a).

Untuk memasuki kehidupan berkeluarga diperlukan kematangan dan kesiapan jasmani maupun rohani untuk dapat melaksanakan reproduksi secara sehat, hal ini dikarenakan peristiwa kehamilan dan persalinan mengandung resiko yang cukup tinggi bagi kesehatan ibu dan anak (Rukanda dkk, 1993). Untuk mengurangi resiko tersebut maka perencanaan kehamilan haruslah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan dilakukan dengan aman dengan tingkat kesehatan yang baik dari ibu dan janinnya (Muchji, dkk, 1999).

Usia menikah yang umum dianjurkan ialah sekurang-kurangnya 20 tahun untuk wanita dan 25 tahun bagi laki-laki. Anjuran ini didasarkan pada pemikiran bahwa pada usia tersebut wanita dan pria sudah mempunyai kesiapan batin dan jasmani untuk melakanakan proses reproduksi. Sedangkan kurun waktu yang paling aman untuk terjadi kehamilan dan persalinan adalah umur 20-30 tahun, dengan memperhitungkan jarak kelahiran tiap anak kurang lebih 4 tahun diharapkan ibu hanya akan melahirkan dua kali. Kurun waktu 20-30 tahun itu disebut kurun reproduksi sehat. (Rukanda dkk, 1993).

1. Anatomi fisiologi alat reproduksi pria

(30)

Gambar 1. Anatomi alat reproduksi pria (Sundquist, 1993) Alat reproduksi pria bagian luar terdiri dari 2 macam, yaitu:

a. zakar (penis)

Adalah suatu organ yang berbentuk silindris dimana didalamnya terdapat saluran kencing.

b. kantong zakar (scortum)

Adalah kantong yang terdiri dari jaringan ikat jarang, terletak di belakang zakar, di antara kedua paha dan berisi 2 buah testis (buah zakar).

Alat reproduksi pria bagian dalam terdiri dari 7 macam, yakni: a. buah zakar (testis)

(31)

b. epididimis

Merupakan saluran berkelok-kelok seperti spiral yang terletak di samping belakang testis. Epididimis dihubungkan dengan testis oleh saluran yang disebut vas deferens. Fungsi dari epididimis adalah sebagai saluran penghubung antara testis dengan saluran mani, merupakan lumbung pertama sperma, mengeluarkan getah yang berguna untuk perkembangan dan proses pematangan spermatozoa, mengabsorbsi cairan testis yang mengandung sperma.

c. saluran mani (vas deferens)

Ada dua buah saluran kiri dan kanan, berasal dari testis, masuk ke dalam tali mani kemudian berjalan masuk ke dalam panggul melewati kantung kencing bagian prostat. Sebelum bermuara ke saluran kecing, saluran mani ini bergabung dengan kantung air mani.

d. saluran kantung air mani

Adalah kelenjar tubuler, terletak di sebelah kanan dan kiri di belakang leher kandung kencing. Berfungsi untuk menyimpan sperma dan menghasilkan cairan kaya dengan zat gula.

e. kelenjar prostat

(32)

f. kelenjar cowperi (glandula cowperi)

Menghasilkan cairan mukus, bening dan bersifat basa yang berguna sebagai pelicin pada waktu persetubuhan berlangsung.

g. saluran kencing

Panjang 17-23 cm yang berfungsi untuk menyalurkan air mani dan air kencing.

2. Anatomi fisiologi alat reproduksi wanita

Organ penting saluran reproduksi wanita meliputi indung telur (ovarium), saluran telur (tuba falopii), rahim (uterus), dan liang senggama (vagina). Satu ovum dilontarkan dari satu folikel ovarium masuk rongga abdomen pada pertengahan siklus seksual setiap bulan. Kemudian ovum akan berjalan melalui salah satu tuba falopii ke uterus, bila bertemu sperma dan dibuahi ovum akan berkembang menjadi fetus, plasenta, dan membran fetal (Ganong, 1999).

(33)

Menurut Mardiya (1999) alat reproduksi wanita dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian luar dan bagian dalam. Bagian luar terdiri dari 5 macam, yaitu bibir kecil, bibir besar, keletit, vestibulum, selaput dara.

a. Bibir besar (Labium mayus)

Terdiri dari bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke bawah, terisi oleh jaringan lemak. Ke bawah dan ke belakang kedua labium mayus bertemu dan membentuk commisure posterior.

b. Bibir kecil (Labium minus)

Merupakan lipatan tipis dari kulit sebelah dalam labium mayus. Kulit yang meliputi labium minus mengandung banyak glandulae cebacea (kelenjar lemak) dan juga ujung-ujung syaraf yang menyebabkan bibir kecil ini sangat sensitif. Jaringan ikatnya banyak mengandung pembuluh darah dan beberapa otot polos yang menyebabkan labium minus dapat mengembang.

c. Keletit (clitoris)

Merupakan suatu organ kecil yang terdiri dari jaringan yang dapat mengembang penuh dengan pembuluh darah dan saraf, sehingga amat sensitif dan erektif.

d. Vestibulum

(34)

kelenjar ckene. Kelenjar ini pada waktu bersenggama akan mengeluarkan getah lendir.

e. Selaput dara (hymen)

Pada seorang perawan, liang senggama selalu dilindungi oleh labium minus. Bila labia ini dibuka akan terlihat hymen. Hymen bentuknya berbeda-beda, dari yang berbentuk bulan sabit (semilunar) sampai yang berlubang-lubang, atau yang ada pemisahnya (septum). Konsistensinya mulai dari yang kaku sampai yang lunak sekali.

Menurut Mardiya (1999) alat reproduksi wanita bagian dalam juga terbagi atas 5 bagian, yaitu vagina, rahim, saluran telur, indung telur, sel telur.

a. Vagina (liang senggama/liang kemaluan)

Merupakan saluran penghubung antara introitus vaginae di vulva dengan uterus dan merupakan bagian yang langsung digunakan untuk senggama. b. Rahim (uterus)

Letaknya di dalam rongga panggul, di belakang kandung kecing, di depan rektum, besarnya sebesar telur ayam. Uterus terdiri dari fundus uretri yang merupakan bagian proksimal uterus tempat masuknya kedua falopii, corpus uretri (badan) berfungsi sebagai tempat berkembangnya janin, cervix uretri

(leher) berbentuk silindir dan bagian cervix yang menonjol ke dalam vagina disebut mulut rahim (portio).

c. Saluran telur (tuba falopii)

(35)

ampularis merupakan tempat terjadinya konsepsi, bagian tuba yang terbuka kearah abdomen dan mempunyai fimbriae yang akan menangkap sel telur yang dilepaskan oleh ovarium.

d. Indung telur (ovarium)

Pada tiap wanita umunya ada dua indung telur kanan dan kiri. Bentuknya seperti buah kenari. Pada wanita dewasa selama masa hidupnya akan mengeluarkan kira-kira 400 butir sel telur. Setiap bulannya indung telur akan mengeluarkan satu sel telur yang matang, kadang-kadang dua sel telur. Lepasnya sel telur dari indung telur disebut ovulasi.

e. Sel telur (ovum)

Garis tengah 0,2 mm. Lama daya tahan sel telur untuk dapat dibuahi kira-kira 12 jam. Tidak lama setelah keluarnya sel telur, di sekelilingnya banyak menempel sel-sel yang akhirnya terlepas pada waktu melalui saluran telur. 3. Hormon reproduksi Wanita

Sistem reproduksi dan segala aktivitasnya diatur oleh poros Hipotalamus-Pituitari-Gonad. Follicle Stimulating Hormone (FSH) merupakan produksi kelenjar pituitari yang distimulasi oleh Follicle Stimulating Hormone Releasing Hormone (FSHRH). Tugas dari FSH adalah untuk menstimulasi perkembangan folikel-folikel di indung telur. Folikel-folikel tersebut memproduksi suatu hormon yang disebut estrogen (Notodihardjo, 2002).

(36)

estrogen menyebabkan perubahan pada organ kelamin, dan estrogen juga merangsang vagina memproduksi cairan mukus sehingga sekresinya menjadi lebih banyak (Notodihardjo, 2002).

Tingginya estrogen dalam darah mengaktifkan mekanisme umpan balik. Tingginya estrogen dalam darah akan meyebabkan hipotalamus memproduksi

Follicle Stimulating Hormone Inhibiting Hormone (FSHIH), dimana FSHIH ini berfungsi untuk mengurangi produksi hormon FSH. Pada saat yang bersamaan hipotalamus mengirimkan sinyal berupa Luteinizing Hormone Releasing Hormone (LHRH) sehingga kelenjar pituitari mengeluarkan Luteinizing Hormone

(LH). Hormon LH disekresikan secara pulsatif, dan kira-kira pada hari ke-14 tiba-tiba kadar LH menjadi tinggi dan menyebabkan folikel yang paling masak pecah dan melepaskan sel telur. Sel folikel yang pecah tersebut membentuk suatu badan kuning yang disebut corpus luteum. Corpus luteum menghasilkan hormon progesteron (Notodihardjo, 2002).

Produksi hormon progesteron menyebabkan meningkatnya temperatur basal tubuh. Progesteron bertugas mempersiapkan rahim untuk menerima kehamilan, relaksasi otot polos, membuat sekresi vagina menjadi lebih kental, dan mengakibatkan penebalan dinding rahim sehingga kelenjar di dinding rahim menjadi aktif dan siap memproduksi zat-zat yang dapat memberi makan bagi janin manakala kehamilan terjadi (Notodihardjo, 2002).

4. Haid dan ovulasi

(37)

dengan selang waktu kurang lebih 4 minggu. Panjangnya suatu siklus menstruasi tidak sama pada setiap wanita, yaitu berkisar antara 20-35 hari, rata-rata panjang siklus menstruasi adalah 28 hari. Sebuah siklus menstruasi dihitung dari hari pertama menstruasi sampai hari pertama menstruasi berikutnya, menstruasi berlangsung 2-8 hari, rata-rata 4-5 hari (Mardiya, 1999).

Menurut Mardiya (1999) pada tiap siklus menstruasi dikenal tiga masa utama, yaitu:

a. masa haid selama 2-8 hari. Pada waktu itu endometrium dilepas, sedangkan pengeluaran hormon-hormon ovarium paling rendah.

b. masa proliferasi sampai hari ke-14. pada waktu itu endometrium tumbuh kembali. Pada hari 12-14 dapat terjadi pelepasan ovum dari ovarium.

c. masa sekresi, pada waktu itu corpus rubrum menjadi corpus luteum yang mengeluarkan progesteron. Dibawah pengaruh progesteron, kelenjar endometriun yang tumbuh berlekuk-lekuk mulai bersekresi dan mengeluarkan getah yang mengandung glikogen dan lemak. Pada akhir masa ini stroma endometrium berubah ke sel-sel desidua, terutama yang berada di sekitar pembuluh arterial. Keadaan ini memudahkan adanya nidasi.

(38)

selaput pembungkusnya disebut ovulasi. Lebih kurang satu minggu sebelum ovulasi dinding rahim akan menebal dan jaringan pembuluh darah bertambah, bila tidak terjadi kehamilan persiapan ini tidak terpakai dan dinding rahim yang menebal akan lepas dan keluar sebagai menstruasi (Mardiya, 1999).

5. Fertilisasi

Fertilisasi adalah bertemunya sel telur dan sel sperma di dalam saluran telur (Mardiya, 1999). Fertilisasi dapat terjadi dengan syarat: pertama, adanya sel telur dan sel sperma yang subur. Kedua, cairan sperma harus ada di dalam vagina sehingga sel sperma dapat berenang menuju cervix kemudian ke rahim, lalu ke saluran oviduk untuk membuahi sel telur. Ketiga, sel telur yang sudah dibuahi harus mampu bergerak dan turun ke rahim, di rahim sel telur tersebut akan melakukan nidasi. Keempat, endometrium atau dinding rahim harus dalam keadaan siap untuk menerima nidasi (Notodihardjo, 2002).

C. Kontrasepsi 1. Pengertian kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti mencegah, menolak, melawan. Konsepsi berarti penyatuan sel telur dengan sperma (pembuahan). Kontrasepsi berarti obat atau alat untuk mencegah terjadinya konsepsi (Anonim, 1990a).

(39)

2. Cara kerja kontrasepsi

Dasar atau cara kerja dari kontrasepsi adalah dengan mencegah masuknya sperma ke dalam vagina, mencegah masuknya sperma ke dalam uterus,

membunuh atau melemahkan sperma sehingga tidak dapat masuk ke dalam rahim, menghambat terjadinya ovulasi, mengganggu dan mencegah terjadinya nidasi di dalam cavum uteri, mencegah masuknya sel telur ke dalam tuba/rahim (Rukanda dkk, 1993).

D. Metode Kontrasepsi Sederhana

Menurut Muchji, dkk (1999) metode kontrasepsi sederhana adalah suatu cara kontrasepsi yang dapat dikerjakan sendiri oleh peserta KB, tanpa melakukan pemeriksaan medis terlebih dahulu. Metode kontrasepsi sederhana dibagi menjadi dua, yaitu metode kontrasepsi sederhana tanpa alat atau obat, dan metode kontrasepsi sederhana dengan obat atau alat. Dasar dari metode kontrasepsi sederhana adalah mencegah bertemunya sperma dengan sel telur.

1. Metode kontrasepsi sederhana tanpa alat atau obat a. Senggama terputus

yaitu metode kontrasepsi sederhana dimana senggama dilakukan seperti biasa tetapi pada pucak senggama saat pria akan penetrasi kemaluan pria dikeluarkan dari vagina sehingga sperma tumpah diluar vagina (Muchji, dkk, 1999).

b. Pantang berkala

(40)

2. Metode kontrasepsi sederhana dengan alat atau obat a. Kondom

Kondom ialah alat pencegah kehamilan, dibuat dari karet tipis yang disarungkan ke alat kelamin pria yang ereksi. Cara kerja dari kondom sebagai alat kontrasepsi yaitu mencegah sperma bertemu dengan ovum atau sel telur pada waktu senggama karena cairan semen tertampung oleh kondom (Anonim, 1990a).

Penggunaan kondom akan lebih efektif bila digunakan bersama dengan spermatisida. Kegagalan kondom dapat diperkecil dengan menggunakan kondom secara benar, yaitu digunakan saat ereksi dan lepaskan segera setelah ejakulasi (Suririnah, 2005).

(1) Cara pemakaian

Kondom harus dipergunakan setiap melakukan hubungan senggama, mulai sebelum memasukkan zakar ke dalam liang vagina. Pemasangan dilakukan secara hati-hati untuk mencegah robeknya karet kondom. Harus dijaga pula supaya cairan sperma tidak tumpah ke dalam vagina (Anonim, 2000).

(2) Keuntungan dan kerugian kondom

(41)

b. Diafragma

Adalah suatu kontrasepsi yang berupa mangkok karet, yang dimasukkan ke dalam vagina untuk menutup mulut rahim (cerviks uteri). Sebaiknya dipakai dengan mengoleskan krim atau jelly pada permukaannya dan dimasukkan ke dalam vagina sedalam mungkin sampai menutupi mulut rahim (Anonim,1992a).

Cara kerja dari diafragma yaitu mencegah masuknya sperma ke dalan rahim disebabkan tertutupnya mulut rahim oleh diafragma. Cara pemakaiannya dengan dimasukkan ke dalam liang senggama, dipasang di bagian atas pada bagian lunak symphisis dan dibagian belakang pada forniks posterior menutupi mulut rahim. Dipasang sebelum senggama, sebaiknya dipakai bersama spermatisida (Rukanda dkk, 1993).

Keuntungan dari pemakaian diafragma antara lain dapat mencegah kemungkinan penularan penyakit kelamin. Efektivitas diafragma cukup baik apabila dipakai bersama spermatisida (Muchji, dkk, 1999). Efek samping dari pemakaian diafragma yaitu adanya rasa panas dan nyeri akibat alergi terhadap karet dan lecet pada saluran kemaluan wanita akibat pemakaian diafragma yang tergesa-gesa/akibat goresan kuku pada saat pemakaian diafragma (Rukanda dkk, 1993).

c. Obat-obat spermatisida

(42)

Keuntungan dari obat spermatisida antara lain: tidak memerlukan resep dokter, dapat mencegah penyakit kelamin, mudah pemakaiannya, dan dapat digunakan sebagai pelicin. Efek samping yang ditimbulkan dari pemakaian obat spermatisida antara lain rasa panas dan nyeri akibat reaksi alergi terhadap bahan kimia. Efektivitas obat spermatisida cukup tinggi apabila digunakan dengan kontrasepsi lain seperti kondom dan difragma (Rukanda dkk, 1993).

E. Metode Kontrasepsi Hormonal 1. Pil KB

Pil KB adalah suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang berbentuk pil/tablet yang berisi gabungan hormon estrogen dan progesteron atau yang hanya berisi hormon progesteron saja (Rukanda dkk, 1993).

Ada 2 macam pil KB menurut kandungan hormonnya, yaitu pil kombinasi dan pil mini. Pil kombinasi adalah tablet-tablet kecil yang berisi hormon sintetik estrogen dan progestin. Pil kombinasi dibedakan menjadi 2 jenis yaitu pil dosis tinggi dan pil dosis rendah (Anonim, 2001). Pil dosis tinggi adalah pil yang mengandung 50-150 mcg estrogendan 1-10 mg progesteron. Yang termasuk jenis ini adalah lyndiol yang berisi etinilestradiol 50 mcg dan linestrenol 2,5 mg. Pil dosis rendah adalah pil yang mengandung 30-50 mcg estrogen dan kurang dari 1 mg progesteron. Yang termasuk jenis ini adalah Microgynon 30 yang berisi 1-Norgestrel 150 mcg dan etinil estradiol30 mg (Rukanda, dkk,1993).

(43)

adalah dapat diberikan pada ibu menyusui (Anonim, 2001). Contoh dari pil jenis ini adalah exluton yang berisi linestrenol 0,5 mg (Sujudi, dkk, 2000).

Yang termasuk pil KB lainnya adalah pil pasca sanggama. Pil pasca sanggama berisi dietilstilbestron 25 mg dan cara pemakaiannya yaitu diminum 2 kali sehari dalam waktu kurang dari 72 jam pascasanggama selama 5 hari berturut-turut (Suherman, 1998).

Pil KB harus diminum tiap hari agar efektif karena zat yang terkandung di dalam pil KB dimetabolisir dalam 24 jam. Bila akseptor lupa minum 1 atau 2 tablet, maka mungkin terjadi peningkatan kadar hormon–hormon alamiah yang selanjutnya akan mengakibatkan ovum menjadi matang lalu dilepaskan (Hartanto, 2004).

a. Komponen aktif

Pil KB kombinasi mengandung 2 komponen aktif yaitu estrogen dan progesteron. Estrogen yang dipakai dalam pil KB adalah etinil estradiol (EE) dan mestranol. Dosis yang umum dipakai dalam pil KB kombinasi saat ini adalah 20-100 mcg EE dan yang paling banyak dipakai 30-35 mcg EE. Progestin (progesteron) yang dipakai dalam pil KB saat ini adalah: (1) kelompok noretindron yaitu noretindron, noretindron asetat, etinodiol diasetat, linestrenol, noretinodrel, (2) kelompok norgestrel yaitu norgestrel, levonogestrel, desogestrel, gestoden (Hartanto, 2004).

b. Cara kerja

(44)

lendir mulut rahim sehingga sel sperma tidak dapat masuk ke dalam rahim, menipiskan garis endometrium sehingga tidak siap untuk implantasi, mengubah motilitas tuba.

Dasar dari pil KB adalah meniru proses alamiah. Pil KB akan menggantikan produksi normal estrogen dan progesteron oleh ovarium, sehingga juga menekan releasing faktor di otak dan akhirnya mencegah ovulasi (Hartanto, 2004).

c. Keuntungan

Keuntungan dari pil KB antara lain reversibilitasnya sangat tinggi (kesuburan mudah kembali), mudah menggunakannya, dapat mengurangi rasa sakit pada waktu menstruasi, mencegah anemia karena defisiensi zat besi, mengurangi kemungkinan resiko pelvic infection (infeksi panggul) dan kematian ektropik, mengurangi resiko kanker ovarium, cocok digunakan untuk menunda kehamilan pertama dari PUS muda, dan untuk pil mini tidak mempengaruhi Air Susu Ibu (ASI) (Rukanda, dkk,1993). Keuntungan lain pil KB yaitu tetap membuat menstruasi yang teratur, mengurangi kram saat menstruasi (Suririnah, 2005).

d. Efektivitas dan kontraindikasi

(45)

perdarahan ginekologi yang tidak diketahui sebabnya, migrain hebat, mengalami gangguan pembekuan darah, sedang memakai obat rifampisin atau obat epilepsi (Anonim, 2001).

e. Efek samping pil KB

Efek samping yang ditimbulkan dari pemakaian pil KB menurut Rukanda dkk (1993) antara lain:

1) perdarahan antar haid, terjadi bercak-bercak perdarahan diantara masa haid terutama pada bulan-bulan pertama pemakaian pil KB.

2) tekanan darah meninggi, TD ≥ 140/90 mm Hg dalam keadaan istirahat.

3) perubahan berat badan, berkurang/bertambah beberapa kg dalam beberapa bulan setelah pemakaian pil KB.

4) cloasma, hyperpigmentasi berwarna coklat, tidak mempunyai bentuk tertentu. 5) thromboemboli, terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah oleh darah yang

membeku.

6) air susu berkurang atau bahkan sampai berhenti setelah pemakaian pil KB dengan estrogen dosis rendah.

7) varises, rasa panas pada tungkai dan terdapat pelebaran balik (vena) pada extrimitas yang biasanya terlihat menonjol di bawah kulit.

8) perubahan libido, biasanya terjadi penurunan libido dikarenakan akibat dari penurunan lubrikasi pada vagina.

(46)

2. Suntik KB

Kontrasepsi suntik telah banyak digunakan sejak tahun 1960, terdapat dua jenis kontrasepsi suntikan berdaya kerja lama yaitu:

1. depo provera: mengandung depot medroxyprogesteron assetat (DMPA) dosis 150 mg yang diberikan tiap 3 bulan sekali.

2. noristerat: mengandung norethindron enanthate (NET-EN) dosis 200 mg tiap 8 minggu sekali (Hartanto, 2004).

a. Cara kerja suntik KB

Menurut Anonim (2001) cara kerja kontrasepsi suntik adalah mencegah pematangan dan pelepasan sel telur, mengentalkan lendir mulut rahim sehingga sperma tidak dapat masuk ke dalam rahim, dan menipiskan endometrium sehingga tidak terjadi nidasi.

Cara kerja depo provera adalah menekan produksi hormon FSH sehingga mengakibatkan folikel-folikel indung telur tidak dapat mengalami pematangan dan selanjutnya ovulasi tidak dapat terjadi (Notodihardjo, 2002).

b. Keuntungan dan kerugian kontrasepsi suntikan

Keuntungan pemakaian kontrasepsi suntik antara lain praktis, aman, tidak mempengaruhi ASI (kecuali cyclofem), dapat menurunkan kemungkinan anemia (Mardiya, 1999). Keuntungan lainnya yaitu mengurangi resiko lupa karena pemakaiannya jangka panjang (Suririnah, 2005).

(47)

ditarik kembali, tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikut (Anonim, 2001).

Penggunaan kontrasepsi suntik di kontraindikasikan untuk wanita yang diduga hamil, menderitan perdarahan ginekologi yang tidak diketahui sebabnya, menderita tumor, menderita penyakit jantung, hati, hipertensi, kencing manis (penyakit metabolisme). Menderita penyakit paru-paru berat juga dikontraindikasikan pada penggunaan kontrasepsi suntikan (Rukanda dkk, 1993). c. Efek samping kontrasepsi suntik

Menurut Hartanto (2004) efek samping yang ditimbulkan dari pemakaian kontrasepsi suntikan adalah:

1) gangguan haid, antara lain amenorrea yaitu tidak datangnya haid pada setiap bulan selama akseptor mengikuti kontrasepsi suntik, spotting yaitu bercak-bercak perdarahan di luar haid, methorhagia yaitu perdaraham yang berlebihan diluar masa haid, menorrhagia yaitu datangnya darah haid yang berlebihan jumlahnya.

2) perubahan berat badan, berat badan bertambah dalam beberapa bulan. 3) pusing dan sakit kepala yang sifatnya sementara.

4) pada sistem kardiovaskular efeknya sangat sedikit, mungkin ada sedikit peninggian dari kadar insulin dan penurunan HDL-kolesterol.

3. Alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK)

(48)

2004). Sedangkan dua macam implant yang beredar saat ini yaitu norplant dan implanon:

1. susuk norplant merupakan salah satu metode kontrasepsi bawah kulit berjangka waktu 5 tahun. Susuk norplant terdiri dari 6 batang susuk yang mengandung hormon. Setiap batang Norplant berukuran panjang 3,4 cm diameter 2,4 mm mengandung 36 mg levonogestrel.

2. implanon terdiri dari 1 kapsul silastik panjang 4 cm diameter luar 2 mm dan terpasang di dalam jarum inserter siap pakai, mengandung 68 mg progestin 3-keto-desogestrel dan 66 mg Simpai Kopolimer Etilen Vinilacetat (kopolimer EVA) berdaya kerja 2-3 tahun (Hartanto, 2004). a. Cara kerja

Menurut Mardiya (1999) cara kerja dari implant dalam mencegah kehamilan terdiri atas beberapa mekanisme dasar. Mekanisme tersebut yaitu menghambat terjadinya ovulasi, menyebabkan endometrium tidak siap untuk

nidasi, mempertebal lendir serviks, menipiskan garis endometrium. b. Keuntungan dan kerugian

(49)

kesehatan yang terlatih, mahal, mengubah pola haid. Efektivitas dari implant sangat tinggi dengan angka kegagalan 1-3% (Anonim, 2001).

c. Cara pemakaian

Cara pemakaian dari implant adalah dengan disusupkannya 6 kapsul silastik tepat dibawah kulit, umumnya pada bagian dalam lengan atas atau lengan bawah. Waktu terbaik untuk dilakukannya insersi adalah pada saat haid atau jangan melebihi 5-7 hari setelah mulainya haid. Setiap hari dilepaskan secara tetap sejumlah leveonolgestrel ke dalam darah (Rukanda dkk, 1993).

d. Kontraindikasi

Pemakaian kontrasepsi implant dikontraindikasikan untuk wanita yang diduga hamil atau sedang hamil, yang mengalami perdarahan melalui vagina yang tidak diketahui sebabnya. Pemakaian implant juga dikontraindikasikan untuk wanita yang mempunyai penyakit tromboemboli, penyakit hati akut, mempunyai tumor, penyakit jantung, hipertensi, kencing manis (Hartanto, 2004).

e. Efek samping

(50)

4. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau Intra Uterine Devices (IUD) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau Intra Uterine Devices (IUD) adalah suatu alat kontrasepsi yang pemakaiannya dimasukkan ke dalam rahim, mempunyai bentuk yang bermacam-macam dan terbuat dari plastik (polyethylene). Tak kurang dari 40 juta wanita di dunia memakai IUD dewasa ini. Jenis IUD bermacam-macam, ada yang dililit tembaga, dan ada yang dililit dengan tembaga bercampur perak. Dalam pemasarannya tersedia 3 tipe IUD yaitu IUD inert (dibuat dari plastik), IUD yang mengandung tembaga, dan IUD yang mengandung hormon steroid (Anonim, 2001).

Jenis-jenis IUD yang beredar menurut Rukanda dkk (1993) adalah: IUD generasi pertama, dibuat dari plastik (Lippes Loop), IUD generasi kedua, batangnya dililiti tembaga (Cu T 200 B), IUD jenis ketiga, batangnya dililiti tembaga lebih banyak (Cu T 380 A) atau dililiti campuran tembaga dan perak (Nova T). Untuk IUD generasi pertama dapat dipakai selama yang diinginkan kecuali apabila ada keluhan dalam pemakaiannya. Untuk IUD generasi kedua dipakai selama 3-4 tahun, untuk progestasert dipakai selama 1 tahun. Untuk IUD generasi ketiga dipakai selama lebih dari 5 tahun (Rukanda dkk, 1993).

Semakin besar bentuk IUD, maka semakin rendah resiko terjadinya kehamilan. Akan tetapi semakin besar besar bentuk IUD, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya kram, dan rasa sakit yang hebat pada waktu menstruasi. Efektivitas IUD secara teoritis mencapai 98% (Notodihardjo, 2002).

(51)

berlangsung selama 3 bulan setelah pemasangan dan biasanya akan hilang dengan sendirinya. Tetapi apabila setelah 3 bulan keluhan tersebut masih berlanjut, akseptor dianjurkan untuk memeriksakan ke dokter. Nyeri dibagian perut juga dapat terjadi karena akseptor tegang pada saat pemasangan IUD (Anonim, 2003).

a. Mekanisme kerja

Ada beberapa mekanisme kerja IUD menurut Hartanto (2004), yaitu: (1) timbulnya reaksi radang lokal yang non spesifik di dalam cavum uteri

sehingga implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu.

(2) produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan terhambatnya implantasi.

(3) gangguan atau terlepasnya blastocyst yang telah berimplantasi di dalam endometrium.

(4) pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba fallopi. (5) imobilisasi spermatozoa saat melawati cavum uteri.

b. Keuntungan

(52)

c. Kerugian

Kerugian dari pemakaian IUD yaitu memerlukan pemeriksaan dalam dan penyaringan infeksi saluran genitalia sebelum pemasangan, klien tidak dapat mencabut sendiri IUD, dapat meningkatkan resiko penyakit radang panggul, memerlukan prosedur pencegahan infeksi sewaktu memasang dan mencabutnya. Dilihat dari perlindungan terhadap PMS (Penyakit Menular Seksual), IUD tidak dapat melindungi pemakai dari penularan PMS (Anonim, 2001).

d. Kontraindikasi

Pemakaian IUD dikontraindikasikan antara lain untuk wanita hamil, wanita yang mengalami gangguan perdarahan, wanita yang mengalami peradangan alat kelamin, kecurigaan tumor ganas di alat kelamin, tumor jinak rahim, dan kelainan bawaan rahim (Rukanda dkk, 1993). Wanita yang mempunyai rahim yang terlalu kecil, alergi terhadap tembaga, menderita anemia berat, dan mengalami kesakitan waktu haid juga termasuk kontraindikasi pemakaian IUD (Sundquist, 1993 ).

e. Efek samping

Efek samping dari pemakaian IUD adalah perdarahan, keputihan, ekspulsi yaitu teraba terasa adanya IUD dalam liang senggama yang menyebabkan rasa tak enak yang biasanya terjadi pada waktu haid (Rukanda, 1993). Efek samping lainnya adalah kram selama minggu-minggu pertama setelah pemasangan, nyeri, infeksi, translokasi (keluarnya IUD dari tempat seharusnya) ( Suririnah, 2005).

(53)

IUD, perdarahan diantara 2 haid biasanya terjadi dalam bentuk spotting atau perdarahan sedikit, keadaan ini bukan merupakan alasan untuk mengeluarkan IUD. Bila kejadian seperti diatas berlangsung lama dan terjadi pendarahan hebat sebaiknya IUD dikeluarkan (Anonim, 2000).

5. Kontrasepsi Post Coital

Kontrasepsi post-coital atau biasa disebut kontrasepsi pasca senggama, atau metode kontrasepsi intersepsi atau metode kontrasepsi penyergap. Metode ini tidak dianjurkan sebagai suatu pilihan cara ber-KB, akan tetapi metode ini hanya digunakan sebagai metode cadangan untuk keadaan darurat waktu terjadi senggama yang tidak direncanakan sebelumnya dan tidak dilindungi oleh metode kontrasepsi apapun. Pemakaian kontrasepsi post coital ini dapat dilakukan dalam waktu 72 jam setelah senggama. Macam-macam metode kontrasepsi post coital yaitu: morning after pil dan morning after IUD insertion (Hartanto,2004).

F. Metode Kontrasepsi Mantap.

Yang dimaksud dengan Kontrasepsi Mantap (KONTAP) ialah salah satu cara kontrasepsi dengan tindakan pembedahan pada saluran telur wanita atau saluran mani pria yang akan mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan tidak akan memperoleh keturunan lagi. Pada wanita cara ini disebut tubektomi atau Medis Operatif Wanita (MOW), pada pria disebut vasektomi atau Medis Operatif Pria (MOP) (Rukanda dkk, 1993).

(54)

1) sukarela: artinya calon akseptor harus secara sukarela atau tidak dipaksa atau ditekan untuk menjadi peserta kontrasepsi mantap.

2) bahagia: artinya calon akseptor tersebut harus terikat dalam perkawinan yang sah dan harmonis, telah dianugerahi sekurang-kurangnya dua orang anak dengan umur anak terkecil sekitar 2 tahun dan umur istri sekurang-kurangnya 25 tahun.

3) kesehatan: artinya setiap calon akseptor harus memenuhi syarat kesehatan, yaitu pada calon akseptor tidak ditemukan kontraindikasi kesehatan jika diberikan pelayanan kontrasepsi mantap.

1. Vasektomi atau Kontrasepsi Mantap Pria atau Medis Operatif Pria (MOP)

Kontrasepsi mantap pria atau vasektomi merupakan suatu metode kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif, memakan waktu operasi yang singkat dan tidak memerlukan anastesi umum (Hartanto, 2004). Vasektomi merupakan operasi kecil dan merupakan operasi yang lebih ringan daripada sunat yang dilakukan untuk menghalangi transport sperma di saluran mani pria (Mardiya, 1999).

(55)

Delapan minggu sesudah operasi akseptor harus melakukan pemeriksaan sperma. Hal tersebut dapat dilaksanakan bila dalam jangka waktu tersebut akseptor sudah ejakulasi 10 kali. Analisa diulangi 4 minggu kemudian, setelah pemeriksaan menunjukkan hasil negatif 2 kali, baru kemudian akseptor dapat dikatakan steril. Efektivitas metode kontrasepsi ini sanggat tinggi, angka kegagalan 0-0,22 % (Mardiya, 1999).

a. Dasar

Dasar dari vasektomi adalah oklusi pada saluran mani. Dengan dilakukannya oklusi pada saluran mani akan menyebabkan terhambatnya perjalanan spermatozoa dan tidak didapatkan spermatozoa di dalam semen. Hal ini disebabkan karena tidak ada penghantaran spermatozoa dari testis ke penis (Hartanto, 2004).

b. Keuntungan dan kekurangan

(56)

Keluhan yang mungkin terjadi pada vasektomi adalah impotensi, berat badan naik, nyeri yang hebat, infeksi pada bekas luka, hematona (membengkaknya skortum karena pendarahan) (Rukanda, dkk,1993). Luka memar dan bengkak juga dapat terjadi pada pemakaian kontrasepsi vasektomi (Sundquist, 1993).

c. Syarat

Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan kontrasepsi mantap pria (vasektomi) yaitu: harus secara sukarela, mendapat persetujuan istri, mempunyai jumlah anak yang cukup, mengetahui akibat-akibat yang ditimbulkan dari kontrasepsi vasektomi, umur tidak kurang dari 30 tahun, umur istri tidak kurang dari 20 tahun atau tidak lebih dari 45 tahun, pasangan suami istri sudah mempunyai anak minimal 2 orang dan yang paling keci sudah berumur diatas 2 tahun ( Mardiya, 1999).

d. Kontraindikasi

Kontrasepsi mantap pria (vasektomi) dikontraindikasikan untuk pria dengan:

1). Infeksi kulit lokal, misalnya scabies 2). Infeksi traktus genitalia

3). Kelainan skortum dan sekitarnya

4). Penyakit sistemik yaitu: penyakit-penyakit perdarahan, diabetes melitus, penyakit jantung koroner.

(57)

2. Tubektomi atau Kontrasepsi Mantap Wanita atau Medis Operatif wanita (MOW)

Kontrasepsi mantap wanita atau tubektomi ialah suatu metode kontrasepsi permanen, yan dilakukan dengan cara tindakan pada kedua saluran tuba falopii. Macam-macam metode tubektomi yaitu tubektomi laparoskopik, kuldoskopik, kolpotomo, posterior dan minilaparatomi (Rukanda dkk, 1993).

Tubektomi dapat dilakukan pada saat:

a. pasca persalinan: biasanya dalam jangka waktu 24 jam sesudah persalinan atau bila dilakukan sectio caesaria dapat langsung dilakukan.

b. pasca keguguran

c. interval, paling sedikit 3 bulan sesudah melahirkan dan dilakukan segera setelah haid (Mardiya, 1999).

Metode kontrasepsi ini tidak berpengaruh terhadap kemampuan maupun perasaan seksual (Anonim, 2004). Akseptor harus memikirkan dulu secara matang apakah yakin untuk menggunakan metode tubektomi, karena sekali melakukan operasi ini, maka akseptor akan langsung steril secara permanen, dan tidak ada jaminan fertilitas dapat kembali seperti sedia kala (Notodihardjo, 2002).

a. Dasar

Dasar dari kontrasepsi mantap wanita (tubektomi) yaitu oklusi pada tuba falopii sehingga spermatozoa dan ovum tidak dapat bertemu. Untuk memperoleh hal tersebut, diperlukan 2 langkah tindakan yaitu:

(58)

2). oklusi atau penutupan tuba falopii. b. Keuntungan dan kekurangan

Keuntungan tubektomi antara lain sekali untuk selamanya, teknik mudah sehingga dapat dilakukan oleh dokter umum, dapat dilakukan pada pasca persalian, pasca keguguran, efektifitas langsung setelah sterilisasi. Kerugian dari tubektomi yaitu harus dengan pembedahan, tingkat reversibilitas rendah (Mardiya, 1999).

c. Kontraindikasi

Kontraindikasi dari pelaksanaan tubektomi adalah penderita penyakit jantung, penderita penyakit paru-paru, hernia. Komplikasi yang terjadi pada kontrasepsi tubektomi yaitu: henti jantung dapat terjadi karena pengaruh obat anestesi, perdarahan di daerah tuba, perdarahan karena perlukaan pembuluh darah besar, perforasi usus, emboli udara atau gas, perforasi rahim, infeksi (Rukanda dkk, 1993).

(59)

Ada tiga faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya prosedur pemulihan kembali, yaitu:

1). Kesehatan umumdan kesehatan reproduksi akseptor 2). Efek dari tindakan kontapnya pada tuba fallopii

3). Tehnik dan ketrampilan bedah yang dipakai untuk melakukan anastomose tuba fallopii (Hartanto, 2004).

G. Penggunaan Kontrasepsi yang Rasional

Kesehatan ibu dan anak sangat mempengaruhi kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh umur ibu waktu melahirkan, jumlah kelahiran atau banyak anak yang dimiliki dan jarak antara tiap kelahiran (Rukanda dkk, 1993).

Agar dapat merencanakan keluarga dengan baik, maka kita harus memperhitungkan beberapa hal sebagai berikut, yaitu waktu untuk hamil dan melahirkan, jumlah anak, dan jarak kelahiran. Usia minimal wanita untuk hamil dan melahirkan adalah 20-30 tahun, dengan pertimbangan pada masa itu secara fisik maupun mental siap untuk hamil dan melahirkan. Kedua, jumlah anak 2 saja, karena jumlah ini yang ideal, baik ditinjau dari segi kesehatan, demografi, sosial ekonomi maupun budaya. Ketiga, jarak kelahiran antara 2 anak antara 3-4 tahun, karena dengan rentang waktu tersebut kondisi tubuh ibu (terutama alat reproduksi) telah siap untuk hamil lagi (Mardiya, 1999).

(60)

sesuai dengan kurun reproduksi sehat. Jadi pemilihan jenis kontrasepsi sebaiknya disesuaikan dengan kurun reproduksi pemakainya (Rukanda dkk, 1993).

Untuk mencapai tujuan dari pelayanan kontrasepsi yaitu pemberian dukungan dan pemantapan penerimaan gagasan KB (dihayatinya NKKBS) dan tercapainya penurunan angka kelahiran yang bermakna, maka ditempuh kebijaksanaan mengkategorikan tiga fase untuk mencapai sasaran. Tiga fase tersebut yaitu fase menunda perkawinan atau kesuburan, fase menjarangkan kehamilan, dan fase menghentikan kehamilan (Hartanto, 2004).

Fase menunda/mencegah 2 --- 4 th fase mengakhiri kesuburan/

kehamilan kehamilan

fase menjarangkan

kehamilan

20 tahun 30-35 tahun

Gambar 3: Pola perencanaa keluarga dan penggunaan kontrasepsi yang rasional (Hartanto, 2004)

Sesuai gambar diatas menurut Rukanda dkk (1993) pola penggunaan kontrasepsi yang rasional ini disusun sesuai dengan masa-masa pola kontrasepsi keluarga serta ciri-ciri masing-masing kontrasepsi, sebagai berikut:

1. masa menunda kehamilan/kesuburan

(61)

kurang dari 20 tahun apabila ditinjau dari segi fisik alat reproduksinya masih lemah. Secara psikis jiwanya belum cukup dewasa serta belum siap untuk hamil dan melahirkan (Mardiya, 1999).

Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan pada fase ini menurut Rukanda dkk (1993) adalah:

1) reversibilitas yang tinggi, artinya kembalinya kesuburan dapat terjamin hampir 100 % karena pada masa ini peserta belum mempunyai anak.

2) efektivitas yang tinggi, artinya tingkat terjadinya kegagalan pada pemakaian alat kontrasepsi ini kecil karena kegagalan akan menyebabkan terjadinya kehamilan dengan resiko tinggi.

Prioritas pertama kontrasepsi yang disarankan adalah pil KB disusul dengan IUD kemudian metode sederhana (Rukanda dkk, 1993).

2. Masa mengatur kehamilan/kesuburan:

Yang termasuk fase ini adalah wanita dengan usia 20-30/35 tahun. Bagi wanita yang berusia antara 20-30/35 tahun dianjurkan untuk mengatur kehamilannya dengan jarak kelahiran 3-4 tahun dengan jumlah anak 2 orang saja (Rukanda dkk, 1993). Pertimbangan dari pernyataan diatas yaitu pada fase ini wanita sudah siap secara fisik dan mental untuk hamil dan melahirkan anak (Mardiya, 1999).

(62)

fase ini kemungkinan si ibu habis melahirkan dan sedang menyusui. Pemberian ASI tidak boleh dihambat oleh kontrasepsi yang dipakai pada saat menyusui karena ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi sampai umur 2 tahun dan akan mempengaruhi angka kesakitan dan kematian anak. Prioritas pertama kontrasepsi yang disarankan pada masa ini adalah IUD, disusul pil atau suntikan, metode sederhana, implant, dan kontrasepsi mantap (Rukanda dkk, 1993).

3. Masa mengakhiri kehamilan/kesuburan

Yang termasuk pada fase ini adalah wanita dengan usia diatas 30 tahun terutama diatas 35 tahun. Bagi wanita yang telah berusia diatas 30 tahun terutama diatas 35 tahun atau sudah mempunyai anak dua dianjurkan untuk tidak melahirkan (tidak hamil) lagi (Rukanda dkk, 1993). Pada masa ini wanita harus mengakhiri kehamilannya atau kesuburannya, sebab jika dipaksakan hamil akan beresiko tinggi bagi jiwa si ibu maupun anak yang akan dilahirkannya, mengingat kondisi fisik si ibu yang sudah tidak memungkinkan untuk melahirkan karena otot panggul sudah tidak lentur dan elastis lagi, dan masih banyak alasan lainnya (Mardiya, 1999).

(63)

Untuk dapat mewujudkan tujuan Keluarga Berencana, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu metode kontrasepsi yang baik adalah aman atau tidak berbahaya, dapat diandalkan, sederhana sedapat-dapatnya tidak usah dikerjakan oleh dokter, murah, dapat diterima oleh orang banyak, dan pemakaiannya untuk jangka panjang (Hartanto, 2004).

Menurut Hartanto (2004) diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam memilih metode kontrasepsi yaitu:

1. faktor pasangan, meliputi umur, gaya hidup, frekwensi senggama, jumlah keluarga yang diinginkan, pengalaman dengan kontraseptivum lain, sikap kewanitaan, sikap kepriaan.

2. faktor kesehatan (kontraindikasi absolut atau relatif), meliputi status kesehatan, riwayat haid, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul.

3. faktor metode kontrasepsi (penerimaan dan pemakaian berkesinambungan dari metode kontrasepsi), meliputi efektivitas, efek samping umum, kerugian, komplikasi-komplikasi yang potensial, biaya yang dibutuhkan.

H. Pelayanan Kontrasepsi

(64)

menunjang tercapainya akseptor KB yang berkualitas, meningkatnya akseptor KB yang mandiri, serta tercapainya kepuasan akseptor (Anonim, 1994).

Peningkatan kualitas pelayanan harus bermuara pada kepuasan para akseptor KB sehingga mereka bersedia mempergunakan kontrasepsi dengan kelangsungan yang tinggi. Bahkan kalau kontrasepsi itu meragukan, mereka bersedia untuk menukarkanya dengan kontrasepsi lain yang mempunyai daya perlindungan ekstra atau efektivitas yang lebih tinggi (Rukanda, dkk,1993).

Menurut Rukanda dkk (1993) pelayanan kontrasepsi diarahkan untuk lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan maupun pemakaian kontrasepsi dan kemandirian dalam kegiatan pelayanan kontrasepsi maupun mengikuti cara-cara kontrasepsi. Untuk itu dikembangkan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. pola pelayanan kontrasepsi rasional yang berpedoman pada masa reproduksi

sehat yaitu dengan menganjurkan penggunaan cara-cara kontrasepsi yang lebih rasional bagi mereka yang berusia dibawah 20 tahun, antara 20-30 tahun dan diatas 30 tahun sesuai dengan kondisinya masing-masing.

b. pelayanan kontrasepsi ditujukan agar cara-cara KB baik bagi wanita maupun pria dapat lebih mantap dengan mengarah pada metode yang efektif dan terpilih.

(65)

d. meningkatkan dan menyempurnakan mutu pelayanan serta usaha pengayoman bagi seluruh peserta KB dengan pemantapan system jaringan pelayanan kontrasepsi serta rujukannya.

Dalam rangka meningkatkan kemandirian masyarakat dalam ber-KB, pelayanan kontrasepsi diarahkan pada 3 strata. Strata 1 yaitu : dimana pemerintah sepenuhnya menyediakan pelayanan kontrasepsi terhadap masyarakat. Strata 2 yaitu: dimana pemerintah hanya membantu kelompok-kelompok masyarakat yang kemampuannya mulai tumbuh untuk mendapatkan pelayanan atau menyediakan tempat pelayanan kontrasepsi. Strara 3 yaitu: dimana masyarakat yang sudah mampu menyediakan keperluannya untuk KB sehingga bantuan dari pemerintah dapat lebih diarahkan kepada usaha-usaha yang bersifat menguntungkan dan bersifat pengayoman (Rukanda dkk, 1993).

Jalur distribusi juga diatur agar penyaluran kontrasepsi dapat sampai di masyarakat dengan memperhatikan keamanan pemakai, mudah didapat, terjangkau harganya dan mudah dipantau (Anonim, 1995). Salah satu aspek lain dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kontrasepsi adalah dengan cara memberikan pelayanan konseling kepada setiap calon akseptor KB (Muchji dkk, 1999).

(66)

Dalam pemberian konseling untuk pelayanan KB percakapan sebaiknya dilakukan secara dua arah. Hal ini dilakukan untuk membahas berbagai pilihan konrasepsi yang tersedia, memberikan informasi selengkap mungkin mengenai konsekuensi pilihannya, membantu akseptor untuk memilih metode kontrasepsi yang sesuai, dan membantu akseptor dalam penyesuaian diri terhadap kondisi barunya. Bila setiap calon peserta KB sebelum memakai kontrasepsi melalui konseling yang baik, maka kelangsungan pemakaian kontrasepsi akan lebih tinggi (Hartanto, 2004).

Pada konseling untuk keluarga berencana, bantuan yang diberikan petugas kesehatan kepada calon akseptor antara lain :

1. mendengarkan ketakutan-ketakutan dan kecemasan calon akseptor tentang metode-metode kontrasepsi.

2. memberi informasi yang jelas, benar dan tepat mengenai berbagai metode kontrasepsi, pelaksanaannya, keuntungan dan kerugian sehingga calon akseptor dapat menentukan kontrasepsi mana yang akan dipilih, yang sesuai dengan keadaan, kondisi dan kebutuhan dirinya (Rukanda dkk, 1993).

I. Teori Perilaku

(67)

Perilaku manusia dimulai dengan adanya motivasi, yaitu keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan tertentu. Selain dipengaruhi motivasi, sikap dan perilaku seseorang dapat berubah dengan adanya pengetahuan atau tambahan informasi yang diperolehnya (Sarwono, 1997).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, dan penginderaan terjadi melalui indera panca indera manusia, yaitu indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba (Notoatmodjo,1993b).

Proses pengambilan keputusan menurut Kotler dan Susanto (2000), melalui lima tahap yaitu tahap pengenalan masalah atau kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, kepuasan pembelian, dan perilaku setelah pembelian.

Gambar 4. Bagan model proses pengambilan keputusan melalui lima tahap (Kotler dan Susanto, 2000)

J. Keterangan Empiris

(68)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat non eksperimental deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional yaitu untuk mengetahui bagaimana pengetahuan akseptor tentang kontrasepsi dan motivasi yang mendasari akseptor dalam pemilihan kontrasepsi pada akseptor KB di 4 TK di kecamatan Sleman. Penelitian non eksperimental menurut Pratiknya (2001), adalah penelitian yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subyek menurut keadaan apa adanya, tanpa manipulasi peneliti.

Rancangan penelitian Cross Sectional merupakan penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan model pendekatan atau observasi sekaligus pada satu saat yaitu tiap subyek hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subyek pada saat pemeriksaan. Penelitian deskriptif hanya menyuguhkan hasil penelitian sedeskriptif mungkin (Pratiknya, 2001).

B. Definisi Operasional Penelitian

1. Karakteristik responden adalah usia responden, usia pernikahan, jumlah anak yang dimiliki, lama menjadi akseptor KB, pekerjaan responden, pendidikan terakhir responden, pekerjaan suami, pendidikan terakhir suami,

2. Pengetahuan adalah pemahaman dari akseptor KB di 4 TK di kecamatan Sleman tentang KB, jenis kontrasepsi, pemakaian kontrasepsi, efek samping

Gambar

Gambar 1. Anatomi alat reproduksi pria (Sundquist, 1993)
Gambar 2. Anatomi alat reproduksi wanita (Sundquist, 1993)
Gambar 3: Pola perencanaa keluarga dan penggunaan kontrasepsi yang
Gambar 4. Bagan model proses pengambilan keputusan melalui lima tahap
+7

Referensi

Dokumen terkait

sekolah tersebut sudah mengatur tata tertib tentang perundungan. Data yang. didapat tersebut sangat berguna untuk menganalisis rumusan masalah

Konsumen memiliki kesan yang baik terhadap mutu produk furniture Ibu Sianin Jelaskan dan berikan contoh:. Produk furnitur Ibu Sianin memiliki perbedaan dengan

Adapun saran yang ingin dikemukakan penulis sehubung dengan sistem pakar identifikasi penyakit pada tanaman pisang, diharapkan dapat bermanfaat bagi masarakat

Pelatihan kerja, in-service training, diadakan oleh suatu lembaga usaha bagi para anggota stafnya. Maka pada dasarnya pelatihan diadakan bagi mereka yang sudah bekerja dalam

yang cocok untuk kondisi ternaungi dengan tumbuhan yang bisa tumbuh pada. kondisi

Tujuan dari LTA adalah memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif pada ibu hamil, bersalin, nifas, BBL, neonatus dan KB dengan menggunakan pendekatan

konstruksi Undang-undang Desa terhadap tidak membedakan antara desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum

[r]