TESIS
Oleh:
MUHAMMAD BADZLAN DARARI
0809715013
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada
Program Studi Pendidikan Matematika
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
PENGARUH KEMAMPUAN AWAL SISWA, SIKAP BELAJAR
SISWA DAN PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH
TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA
MADRASAH TSANAWIYAH MEDAN
TESIS
Oleh:
MUHAMMAD BADZLAN DARARI
0809715013
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada
Program Studi Pendidikan Matematika
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i
Tujuan dari penelitian ini untuk menelaah: (1) Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang memiliki kemapuan awal matematika tinggi, sedang, dan rendah. (2) apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang memiliki sikap positif terhadap matematika dan siswa yang memiliki sikap negatif terhadap matematika. (3) Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang menggunakan pembelajaran berdasarkan masalah lebih baik dari pada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional (4) Apakah terdapat interaksi antara kemampuan awal matematika siswa dengan model pembelajaran yang digunakan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika. (5) Bagaimana ketuntasan belajar matematika siswa pada topik aritmetika sosial melalui pembelajaran berdasarkan masalah. (6) Bagaiana respon siswa terhadap pembelajaran berdasarkan masalah, dan (7) Bagaimana proses penyelesaian masalah siswa oleh siswa yang menggunakan pembelajaran berdasarkan masalah dan pembelajaran konvensional. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII Madrasah Tsanawiyah Kota Medan. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelas tiap sekolah, dimana penelitian dilakukan di 2 skolah. Instrumen yang digunakan terdiri dari: (1) tes kemampuan pemecahan masalah matematika (2) angket sikap (3) angket respon. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis inferensial. Analisis deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan persentase pencapaian skor siswa pada pembelajaran berdasarkan masalah dan konvensional. Analisis inferensial data dilakukan dengan Uji-t, Mann-Whitney, Kruskal-Wallis, dan Uji Friedman.
Hasil penelitian ini adalah (1) Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah (2) Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang memiliki sikap belajar postif dan negatif (3) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang menggunakan pembelajaran berdasarkan masalah lebih baik dari pada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional (4) Tidak terdapat interaksi antara kemampuan awal matematika siswa dengan model pembelajaran yang digunakan siswa terhadap peningkatan kemapuan pemecahan masalah (5) Siswa yang menggunakan pembelajaran berdasarkan masalah memiliki presentase ketuntasan belajar yang tinggi (6) Siswa merespon positif pembelajaran berdasarkan masalah (7) Proses penyelesaian masalah oleh siswa yang menggunakan PBM lebih baik dan bervariasi dari pada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional
ii ABSTRACT
MUHAMMAD BADZLAN DARARI. Effect of Mathematical Prerequisite Ability, Attitude in Learning Mathematics, and Problem Based Learning on Mathematical Problem Solving Ability of Islamic Juniour High School Student in Medan. Thesis in Programs Postgraduate Mathematics Education State University of Medan
The goal of the research were to determine: (1) Differences of student’s mathematical problem solving ability based on student’s mathematical prerequisite ability. (2) Differences of student’s mathematical problem solving ability based on student’s attitude in learning mathematics. (3) If student’s mathematical problem solving ability that taught by problem based learning is better than student’s mathematical problem solving ability that taught by conventional learning. (4) Interaction between mathematical prerequisite ability and model of learning on mathematical problem solving ability. (5) How student’s mastery learning that used problem based learning. (6) Student’s respon on problem based learning. (7) How student’s answering procces in solved the problem.
The research is a quasi experiment research. Population on the research are entire student grade VII Islamic Juniour High School in Medan. Sample in the research are 2 classes in each schools, research held in 2 Islamic Juniour High Schools. Instrument research that used were: (1) test of mathematical problem solving (2) questionnaire of student’s attitude in learning mathematics, and (3) questionnaire of student’s respon. Data in the research analyzed by descriptive and inferential method. Descriptive analysis used to know persentage student’s achievement score in problem based learning classes model classes and conventional model classes. Inferential analysis that used in the research are student’s test, Mann-Whitney, Kruskal Wallis, and Friedman
Result of the research are: (1) there is no differences student’s mathematical problem solving ability between student at high, medium, and low mathematical prerequisite ability, (2) there is no differences student’s mathematical problem solving ability between student with positif and negatif attitude in learning mathematics, (3) student’s mathematical problem solving ability that taught by problem based learning is better than student’s mathematical problem solving ability that taught by conventional learning, (4) There is no interaction between mathematical prerequisite ability and model of learning on mathematical problem solving ability, (5) Persentage of mastery learning student that taught by problem based learning is higher than student that taught by conventional learning, (6) student gave good and positive respon to problem based learning (7) Student’s answering procces that taught by problem based learning are better and more variation then studen’t answering procces that taught by conventional learning.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Pengaruh
Kemampuan Awal Siswa, Sikap Belajar Siswa dan Pembelajaran Berdasarkan
Masalah Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Madrasah Tsanawiyah
Kota Medan
”.Tesis ini ditulis sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister
Pendidikan (M.Pd.) Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana
UNIMED
Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang terlibat membantu
penyelesaian tesis ini. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang setulus-tulusnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih sebagai Pembimbing I dan Bapak Prof. Dian
Armanto, M.Pd., MA., M.Sc., Ph.D sebagai Pembimbing II yang ditengah-tengah
kesibukannya dengan sabar telah memberi bimbingan dan arahan yang mendalam
terhadap setiap permasalahan yang penulis temukan sepanjang penyelesaian tesis
ini.
2. Bapak Dr. Hasratuddin Siregar, M.Pd., Bapak Dr. KMS M Amin Fauzi, M.Pd.,
dan Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd. sebagai narasumber yang telah menambah
wawasan membuka cakrawala berpikir penulis dalam penyempurnaan tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si, selaku Rektor Universitas Negeri
iv
4. Bapak Dapot Tua Manullang, SE., M.Si sebagai staf Prodi Pendidikan
Matematika yang telah banyak membantu penulis khususnya dalam urusan
administrasi baik selama proses perkuliahan maupun proses penyelesaian tesis ini.
5. Ibu Khairina, SH., S.Pd. dan Ibu Mira Asri, S.Pd. selaku Kepala Madrasah dan
Guru Matematika Madrasah Tsanawiyah Al Azhar Medan juga kepada Ibu
Ruhama, S.Pd.I., dan Ibu Endang Sapriyani, S.Pd. selaku Kepala Madrasah dan
Guru Matematika Madrasah Tsanawiyah Miftahussalam Medan yang telah
memberi izin dan kesempatan untuk melakukan penelitian di madrasah yang
beliau pimpin dan di kelas yang menjadi tanggung jawab mereka.
6. Rekan-rekan mahasiswa, yaitu Pak Yusri, Pak Bahrul, Bu Yusfiatini, Bu Nuraini,
Bu Lisa, Pak Irwan Efendi, Pak Joni Rustam, Irawati Sitio, Marzuki, Iqbal, Dede
Suhery dan teman-teman lainnya yang telah memberi semangat dan dorongan
kepada penulis baik selama perkuliahan maupun selama penulisan tesis ini.
7. Paling istimewa kepada Ayahanda Drs. Basyaruddin, M.Pd. dan Ibunda Dra.
Zainabun yang telah segenap hati dan keringat tidak henti-hentinya memberi
motivasi kepada penulis selama proses penyelesaian teisis ini. Saudara/i tercinta
Kurniawan Novian Putra dan Kurnia Novianty Putri yang telah memberikan
bantuan tenaga selama proses penyelesaian tesis ini.
8. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, dengan harapan semua amal
baiknya mendapat imbalan rahmat dari Allah SWT.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa hasil karya tulis ini masih jauh dari
sempurna, sebab itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
sifatnya membangun dari pembaca sekalian demi kesempurnaan
penulisan-selanjutnya, namun demikian penulis tetap berharap bahwa karya tulis ini dapat
bermanfaat dalam upaya meningkatkan prestasi belajar.
Medan, Januari 2013
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1.
Tahapan dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah ...
38
Tabel 2.2.
Perbedaan Paedagogik Antara Pembelajaran Berdasarkan
Masalah dengan Pembelajaran Konvensional ...
47
Tabel 3.1.
Ukuran Sampel Penelitian ...
71
Tabel 3.2.
Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Awal Matematika
Tiap Kelas Sampel Penelitian...
72
Tabel 3.3.
Uji Homogenitas Varians Kemampuan Awal Matematika
Siswa MTs Al Azhar dan MTs Miftahussalam...
72
Tabel 3.4.
Uji Normalitas Kemampuan Awal Matematika Siswa ...
73
Tabel 3.5.
Tabel
Weiner
tentang Kaitan Antara Variabel Terikat,
dan Variabel Bebas ...
74
Tabel 3.6.
Waktu Pelaksanaan Penelitian ...
76
Tabel 3.7.
Tabel Hasil Tes Validitas Instrumen Pretes dan Postes ...
79
Tabel 3.8.
Tabel Hasil Tes Realiabilitas Instrumen Pretes dan Postes ...
80
Tabel 3.9.
Tabel Hasil Daya Pembeda Instrumen Pretes dan Postes ...
81
Tabel 3.10.
Tabel Hasil Tingkat Kesukaran Instrumen Pretes dan Postes ...
82
Tabel 3.11.
Koefisien Reliabilitas Angket Sikap Belajar Siswa ...
84
Tabel 3.12.
Teknik Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ...
85
Tabel 3.13.
Teknik Penilaian Proses Penyelesaian Masalah ...
86
Tabel 3.14.
Keterkaitan Permasalahan , Hipotesis, dan Jenis Uji Statistik
yang digunakan ...
87
Tabel 4.1.
Sebaran Sampel Penelitian ...
89
Tabel 4.2.
Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kedua Kelompok Pembelajaran ...
90
x
Tabel 4.4.
Hasil Statistik Uji Normalitas N-Gain peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematika berdasarkan kategori
kemampuan awal matematika siswa ...
94
Tabel 4.5.
Hasil Statistik Uji Homogenitas N-Gain peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematika berdasarkan kategori
kemampuan awal matematika siswa ...
94
Tabel 4.6.
Hasil Statistik Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Berdasarkan Kelompok KAM Menggunakan
Anava 1 jalur ...
95
Tabel 4.7.
Deskripsi N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Berdasarkan Kategori Sikap Belajar
Matematika Siswa ...
96
Tabel 4.8.
Hasil Statistik Uji Normalitas N-Gain Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Kategori
Sikap Belajar Matematika Siswa ...
98
Tabel 4.9.
Hasil Statistik Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Kategori
Sikap Belajar Matematika Siswa ...
98
Tabel 4.10.
Hasil Statistik Peningkatan kemampuan Pemecahan Masalah
Antara Siswa yang Memiliki Sikap Belajar Positif dan
Negatif Menggunakan Uji-t ...
99
Tabel 4.11.
Hasil Statistik Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Berdasarkan Model Pembelajaran
Yang Digunakan ...
100
Tabel 4.12.
Hasil Statistik Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Berdasarkan Model Pembelajaran
Yang Digunakan ...
100
Tabel 4.13.
Hasil Statistik Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah
Antara Siswa yang Menggunakan PBM dan Konvensional
Tabel 4.14.
Deskripsi N-Gain Kelompok Data Berdasarkan Kategori
Kemampuan Awal Matematika dan Model
Pembelajaran yang Digunakan ...
103
Tabel 4.15.
Hasil Statistik Uji Normalitas N-Gain Peningkatan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan
KAM dan Model Pembelajaran ...
104
Tabel 4.16.
Hasil Statistik Uji Homogenitas N-Gain Peningkatan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan
KAM dan Model Pembelajaran ...
104
Tabel 4.17.
Hasil Statistik Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah
Siswa Berdasarkan kategori Kemampuan Awal dan Model
Pembelajaran Menggunakan Uji-Friedman 2 arah...
105
Tabel 4. 18.
Penilaian Ketuntasan Belajar Siswa ...
107
Tabel 4. 19.
Skor Angket Respon Siswa Terhadap Pembelajaran
Berdasarkan Masalah ...
108
Tabel 4. 20. Penskoran Proses Jawaban Siswa Nomor 1 ...
112
Tabel 4. 21.
Penskoran Proses Jawaban Siswa Nomor 2 ...
119
Tabel 4. 22. Penskoran Proses Jawaban Siswa Nomor 3 ...
125
Tabel 4. 23. Penskoran Proses Jawaban Siswa Nomor 4 ...
131
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1.
Rencana Tahapan Penelitian ...
76
Gambar 4.1.
Diagram Rata-rata Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika dan Gain untuk Kedua Kelompok ...
91
Gambar 4.2.
Diagram Rata-rata dan Simpangan Baku terhadap N-Gain
Kemampan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan
Kelompok Kemampuan Awal Matematika ...
93
Gambar 4.3.
Diagram Rata-rata dan Simpangan Baku terhadap Gain
Kemampan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan
Kelompok Sikap Belajar Matematika Siswa ...
97
Gambar 4.4. Interaksi Antara Kemampuan Awal Matematika Siswa dengan
Model Pembelajaran ... 106
Gambar 4.5.
Contoh Pertama Ragam Jawaban Siswa Nomor 1 ... 110
Gambar 4.6.
Contoh Kedua Ragam Jawaban Siswa Nomor 1 ... 110
Gambar 4.7. Contoh Ketiga Ragam Jawaban Siswa Nomor 1 ... 111
Gambar 4.8. Contoh Keempat Ragam Jawaban Siswa Nomor 1 ... 111
Gambar 4.9.
Contoh Kelima Ragam Jawaban Siswa Nomor 1 ... 112
Gambar 4.10. Contoh Pertama Ragam Jawaban Siswa Nomor 2 ... 115
Gambar 4.11. Contoh Kedua Ragam Jawaban Siswa Nomor 2 ... 116
Gambar 4.12. Contoh Ketiga Ragam Jawaban Siswa Nomor 2 ... 117
Gambar 4.14. Contoh Kelima Ragam Jawaban Siswa Nomor 2 ... 119
Gambar 4.15. Contoh Pertama Ragam Jawaban Siswa Nomor 3 ... 121
Gambar 4.16. Contoh Kedua Ragam Jawaban Siswa Nomor 3 ... 122
Gambar 4.17. Contoh Ketiga Ragam Jawaban Siswa Nomor 3 ... 123
Gambar 4.18. Contoh Keempat Ragam Jawaban Siswa Nomor 3 ... 124
Gambar 4.19. Contoh Kelima Ragam Jawaban Siswa Nomor 3... 125
Gambar 4.20. Contoh Pertama Ragam Jawaban Siswa Nomor 4 ... 127
Gambar 4.21. Contoh Kedua Ragam Jawaban Siswa Nomor 4 ... 128
Gambar 4.22. Contoh Ketiga Ragam Jawaban Siswa Nomor 4... 128
Gambar 4.23. Contoh Keempat Ragam Jawaban Siswa Nomor 4 ... 129
Gambar 4.24. Contoh Kelima Ragam Jawaban Siswa Nomor 4... 130
Gambar 4.25. Contoh Pertama Ragam Jawaban Siswa Nomor 5 ... 133
Gambar 4.26. Contoh Kedua Ragam Jawaban Siswa Nomor 5... 134
Gambar 4.27. Contoh Ketiga Ragam Jawaban Siswa Nomor 5 ... 135
Gambar 4.28. Contoh Keempat Ragam Jawaban Siswa Nomor 5... 135
Gambar 4.29. Contoh Kelima Ragam Jawaban Siswa Nomor 5 ... 136
Gambar 4.30. Jawaban Siswa pada LAS Soal 1.3... 141
Gabmar 4.31. Jawaban Siswa pada Masalah 1 (LAS Soal 1.9) ... 142
Gambar 4.32. Jawaban Siswa pada LAS Soal 1.10 ... 143
Gambar 4.33. Jawaban Siswa pada Masalah 2 (LAS Soal 2.7) ... 144
Gambar 4.34. Jawaban Siswa pada LAS Soal 2.8 ... 145
Gambar 4.35. Jawaban Siswa pada Masalah 3 (LAS Soal 3.7) ... 146
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Berdasarkan Masalah ...
162
Lembar Aktivitas Siswa ...
191
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Konvensional ...
225
Lembar Kerja Siswa ...
248
Buku Siswa
...
261
Lampiran B
Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ...
277
Angket Sikap Belajar Siswa dan Angket Respon Siswa ...
321
Lembar Observasi
...
331
Lampiran C
Laporan Validasi Instrumen ...
334
1 1.1. Latar Belakang Masalah
Matematika pada awalnya adalah ilmu tentang pola dan urutan yang
logis. Pada sejarah awal manusia, matematika digunakan untuk mengungkapkan
pola tersembunyi di alam yang dapat membantu manusia memahami alam
sekitar. Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia, maka ilmu
matematika juga berkembang. Berbagai disiplin ilmu lahir dari matematika, baik
dari yang bersifat teori di alam pikiran hingga ilmu terapan praktis. Hal tersebut
terjadi karena perpaduan dua sifat matematika tersebut dapat menjawab
permasalahan manusia yang semakin kompleks sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan inilah yang mendorong tiap
negara termasuk Indonesia menjadikan matematika sebagai salah satu ilmu yang
wajib dipelajari oleh semua siswa sebagai generasi yang akan memimpin suatu
bangsa. Hal tersebut juga disebabkan karena matematika adalah ilmu mendasar
yang dapat menumbuhkan kemampuan penalaran siswa dan sangat diperlukan
dalam perkembangan teknologi saat ini.
Peran ilmu matematika sangat besar dalam kehidupan manusia.
Besarnya peran ilmu matematika tersebut menuntut siswa harus mampu
menguasai konsep matematika dan mengaplikasikannya dalam memecahkan
2
Walle (2007: 13) mengatakan bahwa:
Pola dalam matematika tidak hanya terdapat pada bilangan dan persamaan, tetapi juga berada dalam setiap sesuatu di sekeliling kita. Dunia penuh dengan pola dan urutan. Pola dan urutan ditemukan dalam perdagangan, sains, obat-obatan dan sosiologi. Matematika menyelediki pola ini, memberi arti, dan menggunakannya dalam berbagai cara yang menarik, untuk memperbaiki dan memperluas kehidupan kita. Sekolah harus mulai membantu anak-anak dalam proses penyeledikan pola dan aturan.
Cockroft dalam Abdurrahman (2003: 253) juga mengemukakan
bahwa:
Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena: (1) Selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) Meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; dan (6) Memberikan kemampuan terhadap usaha memecahkan masalah yang matang.
Dari pendapat di atas, jelaslah pemahaman matematis dibutuhkan oleh
setiap orang dalam setiap kegiatan, karena matematika bukan hanya ilmu yang
berkaitan dengan angka semata, melainkan ilmu yang membentuk pola pikir
logis dalam setiap tindakan. Kebutuhan untuk memahami matematika menjadi
hal yang mendesak bagi sebagian masyarakat Indonesia. Menurut Turmudi
(2008) terdapat beberapa harapan dari pembelajaran matematika meliputi; (1)
menguasai matematika untuk kehidupan sehari-hari; (2) menguasai matematika
yang merupakan warisan budaya; (3) memiliki kecerdasan matematis yang dapat
diterapkan pada dunia kerja yang kompleks; (4) menguasai matematika untuk
kepentingan masyarakat ilmiah dan masyarakat teknologi. Menurut Soedjadi dalam Saragih (2007) pembelajaran matematika memiliki dua tujuan utama
dan pembentukan karakter seseorang yang belajar matematika sesuai dengan
asas-asas dan aturan-aturan yang berlaku dalam matematika dan (2) tujuan
material, yaitu tujuan yang berkaitan dengan penggunaan matematika serta
kemampuan memecahkan masalah matematika dalam dunia nyata dari seseorang
yang telah menguasai ide-ide dan gagasan dalam ilmu matematika. Sedangkan
tujuan mata pelajaran matematika yang tercantum dalam KTSP oleh Depdiknas
(2006: 417) adalah sebagai berikut:
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah
Dari berbagai keterangan di atas, dapat dilihat bahwa kemampuan
pemecahan masalah menjadi salah satu tujuan utama dalam pendidikan
matematika. Turmudi (2008: 29) mengatakan bahwa “Pemecahan masalah
merupakan bagian tak terpisahkan dalam semua bagian pelajaran matematika,
dan juga tidak harus diajarkan secara terisolasi dari pembelajaran matematika”.
Sejalan dengan hal tersebut, Sugamin (2009) mengatakan bahwa pada
4
Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal-soal yang dalam proses penyelesaiannya tidak menggunakan
prosedur rutin, tidak cukup dengan menggunakan rumus atau aturan yang telah
tersedia, tetapi juga harus kritis, kreatif, dan logis dalam berpikir. Soal-soal yang
memiliki karakterisitik tersebut disebut soal non-rutin. Menurut Abdurrahman
(2003) pemecahan masalah dalam matematika adalah aplikasi dari berbagai
konsep dan kompetensi matematika yang dihubungkan dengan pengetahuan lain.
Seseorang dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari jika ia
memiliki keterampilan serta kemampuan berpikir mengenai permasalahan
tersebut yang didapat dari pengalaman sendiri. Dalam belajar matematika pada dasarnya seorang siswa tidak terlepas dari masalah. Shadiq (2004: 16)
mengatakan bahwa, “Keterampilan serta kemampuan berpikir yang di dapat
ketika seseorang memecahkan masalah diyakini dapat ditransfer atau digunakan
orang tersebut ketika menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari”.
Seperti yang dikemukakan Lubis (2006: 206) bahwasanya, “Kemampuan siswa
memecahkan masalah menjadi salah satu tujuan dari pembelajaran matematika
sebagaimana tercantum dalam Kurikulum Matematika Sekolah”. Terkait dengan
proses pembelajarannya, Sawyer dalam Shadiq (2004: 16) menyatakan bahwa:
Pengetahuan yang diberikan atau ditransformasikan langsung kepada para siswa akan kurang meningkatkan kemampuan bernalar mereka. Sehingga, pengintegrasian pemecahan masalah (problem solving)-lah yang menjadi keharusan selama pembelajaran matematika berlangsung.
Pentingnya kemampuan pemecahan masalah sebagai hasil dari
pembelajaran matematika telah menggeser pandangan terhadap pendidikan
definisi, konsep, dan prosedur. Akan tetapi penyampaian matematika menjadi
penyampaian konsep-konsep matematika melalui konteks yang bermakna dan
berguna bagi siswa. Agar siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah,
maka siswa harus dibiasakan memecahkan masalah matematika yang berkaitan
dengan kehidupan nyata. Shaddiq (2004: 17) juga mengatakan bahwa “Inti dari
belajar memecahkan masalah adalah para siswa terbiasa mengerjakan soal-soal
yang tidak hanya memerlukan ingatan saja, melainkan juga berpikir kritis,
kreatif logis dan rasional”. Hal tersebutlah yang menjadi dasar pemikiran bahwa
kemampuan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari siswa melalui
matematika harusnya dimiliki oleh siswa yang telah melewati proses pembelajaran matematika.
Pada kenyataannya hasil pembelajaran matematika di negeri ini masih
memprihatinkan. Hal ini terlihat dari rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa
tingkat menengah Indonesia di tingkat internasional. Laporan TIMMS tahun
2007 dalam Mullis (2009: 35) memperlihatkan bahwa kemampuan matematika
siswa kelas VIII Indonesia berada di urutan 36 dari 48 negara. Indonesia masih
berada di bawah Thailand, Bosnia, Tunisia, dan Bahrain. Sekalipun hasil ini
tidak menunjukkan prestasi siswa Indonesia secara umum dalam matematika,
namun dengan mempertimbangkan prestasi siswa Indonesia berdasarkan hasil
TIMSS, sudah menunjukkan rendahnya kualitas pengetahuan matematika
Indonesia pada level internasional.
6
(Programme for International Student Assessment). Indonesia adalah salah satu
negara peserta PISA. Distribusi kemampuan matematika siswa dalam PISA
2003 adalah level 1 (sebanyak 49,7% siswa), level 2 (25,9%), level 3 (15,5%),
level 4 (6,6%), dan level 5 – 6 (2,3%). Pada level 1 ini siswa hanya mampu
menyelesaikan persoalan matematika yang memerlukan satu langkah. Secara
proporsional, dari setiap 100 siswa SMP di Indonesia hanya sekitar 3 siswa yang
mencapai level 5 – 6. Pada level 5 siswa dapat mengembangkan model
matematika untuk situasi yang kompleks serta dapat memformulasidan
mengomunikasikan interpretasi secara logis. Sedangkan pada level 6 siswa dapat
mengkonseptualisasi, menyimpulkan dan menggunakan informasi dari situasi masalah yang kompleks serta dapat memformulasi dan mengkomunikasikannya
secara efektif berdasarkan penemuan interpretatif dan argumentatif.
Penulis juga melakukan tes kepada siswa kelas VII semester 2 di
sebuah MTs Swasta di Medan. Tes yang penulis berikan terdiri dari 4 soal untuk
mengukur kemampuan pemecahan masalah dalam pokok bahasan pecahan.
Adapun soal yang diujikan berupa:
1. Ridwan memiliki sejumlah kelereng. Dia membawa 4 3
bagian dari kelereng
yang dimilikinya untuk bermain dengan temannya. Karena kalah, sebanyak
3 2
dari kelereng yang dibawanya habis, tinggal 6 biji lagi. Tentukan kira-kira
2. Pak Yusri memiliki sebidang tanah, 4 1
bagian dari luas tanahnya dibuat
garasi mobil, 3 1
bagian akan dibuat rumah sederhana dan sisanya akan dibuat
taman. Jika luas taman adalah 150 m2, coba tentukan luas garasi Pak Yusri. 3. Sebuah drum berisi air akan dikosongkan menggunakan pompa penyedot.
Pompa A dapat mengosongkan drum selama 12 menit dan pompa B dapat
mengosongkan druma selama 15 menit. Berapa waktu yang diperlukan jika kedua pompa digunakan?
4. Budi menabung 20% lebih banyak dari pada Candra. Jika Budi mentransfer
Rp 480.000 ke tabungan Candra, maka tabungan Candra akan 20% lebih
banyak daripada tabungan Budi. Tentukan jumlah tabungan mereka.
Dari lembar kerja siswa, terlihat bahwa kemampuan pemecahan
masalah masih rendah. Salah satu contoh ketika siswa mengerjakan soal nomor
1. Untuk menentukan banyak kelereng yang dibawa Ridwan bermain sebagian
besar siswa mencari dengan cara 3 2
x 12, sehingga kelereng yang dibawa
Ridwan bermain sebanyak 8 biji. Kemudian dalam memecahkan masalah nomor
2, siswa langsung mengalikan 4 1
dengan 150, sehingga siswa menjawab luas
garasi Pak Yusri adalah 37,5 m2. Proses siswa dalam menyelesaikan masalah
seperti di atas hanyalah contoh kecil dari rendahnya kemampuan pemecahan
masalah siswa tingkat SMP maupun Madrasah Tsanawiyah.
Hingga saat ini pemecahan masalah dalam matematika belum menjadi
8
pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak
memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui
penemuan dalam proses berpikirnya”. Pembelajaran matematika selama ini
kurang memberikan motivasi kepada siswa untuk terlibat langsung dalam
pembentukan pengetahuan. Mereka lebih banyak bergantung pada guru dalam
memecahkan soal. Siswa tidak pernah diberikan kesempatan untuk menganalisis
sendiri setiap soal yang diberikan. Pembelajaran tersebut lebih menekankan
pada hasil dimana siswa tinggal menggunakan rumus dan algoritma pengerjaan
ketimbang menekankan pada proses pengerjaannya. Ernest dalam Turmudi
(2008) mengkritik keras kelas tradisional seperti ini. Menurutnya, jika siswa masih diberi tugas-tugas yang pengerjaannya melalui prosedur simbolik tertentu,
maka siswa akan terbiasa bekerja bukan berpikir. Hal tersebut menyebabkan
siswa bukan menjadi pribadi yang kritis dan mandiri. Senada dengan hal
tersebut, Turmudi (2008: 11) menjelaskan:
…bahwa selama ini matematika disampaikan kepada siswa secara informatif, artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat kemelakatannya juga dapat dikatakan rendah. Akibatnya, cepat lupa dan akibat lanjutan adalah bahwa siswa tidak dapat menjawab tes, baik itu tes akhir semester maupun UAN atau UN, ataupun tes yang diselenggarakan oleh TIMSS.
Sugiman (2009) dalam penelititannya memaparkan bahwa beberapa
faktor rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa karena masih
banyaknya pembelajaran tradisional yang diterapkan oleh guru di Indonesia dan
Paradigma yang lama adalah guru memberikan pengetahuan kepada siswa yang pasif. Hal ini juga berarti jika seseorang mempunyai pengetahuan dan keahlian dalam suatu bidang, dia pasti akan dapat mengajar. Dia tidak perlu tahu mengenai proses belajar mengajar yang tepat. Dia hanya perlu menuangkan apa yang diketehauinya ke dalam botol kosong yang siap menerimanya.
Masih banyak guru yang menerapkan pembelajaran konvensional.
Pembelajaran seperti itu (teacher centered) sudah dianggap tradisional dan tidak
cocok lagi digunakan. Hal tersebut dikarenakan siswa tidak dapat berkreasi dan
mengekspresikan ide mereka, siswa hanya diberi beragam informasi dan latihan berkenaan dengan materi. Siswa hendaknya membangun sendiri pola
pemikirannya yang berkaitan dengan ide-ide dan konsep matematika, dengan demikian jika ada suatu masalah atau kondisi dalam berbagai bentuk, siswa
dapat memecahkan permasalahan tersebut.
Sinaga (2007) mengatakan bahwa salah satu model pembelajaran
kontruktivis yang mengaktifkan siswa dalam berkolaborasi dalam memecahkan
masalah adalah Problem Based Instruction (PBI). PBI yang diartikan sebagai
Pembelajaran Berdasarkan Masalah ini menurut Arends (2008) memiliki esensi
yaitu menyajikan berbagai kondisi bermasalah yang real, yang nantinya akan
dipecahkan oleh siswa melalui berbagai penyelidikan dan investigasi. Sehingga
peran para guru adalah untuk menyajikan berbagai masalah autentik dan
memfasilitasi siswa dalam melakukan penyeledikan serta mendukung
pembelajaran yang dilakukan siswa secara mandiri baik dalam bentuk pertanyaan maupun scaffolding.
Pembelajaran berdasarkan masalah juga memiliki sejumlah
10
Pertama, PBM mengorganisasikan pengajaran di seputar masalah kontekstual.
Kedua, Masalah dapat dibuat interdisipliner, tidak hanya satu materi, bahkan
dapat dibuat masalah yang fokusnya antar pelajaran. Ketiga, PBM
mengharuskan siswa melakukan investigasi yang autentik dan juga penyeledikan
untuk memperoleh data yang sebenar-benarnya. Keempat, PBM menuntut siswa
membuat solusi dalam bentuk artefak atau exhibit yang menjelaskan dan
mempresentasekan solusi mereka. Produk itu bisa berupa debat
bohong-bohongan, laporan, video dan bentuk lain. Terakhir kelima, PBM ditandai
dengan siswa yang bekerja sama dengan siswa-siswa lain. Sebagai sebuah model pembelajaran, pembelajaran memiliki sintaks atau tahapan pembelajaran.
PBM tidak dirancang untuk guru menyampaikan informasi dengan
sejumlah besar kepada siswa. Siswa membangun konsep-konsep ataupun ilmu
baru ketika mereka menyelidiki dan mencoba untuk memecahkan masalah yang
diberikan oleh guru. Pendapat Trianto (2009) yang sejalan dengan pendapat
Arends (2009) bahwa tujuan PBM adalah (1) membantu siswa meningkatkan
keterampilan berpikir kritis dan kreatif serta meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah, (2) Membantu siswa siswa belajar peran orang dewasa,
sehingga membantu perkembangan siswa, dan (3) menjadikan siswa orang yang
kritis dan mandiri. Dengan demikian siswa lebih memahami konsep dan gagasan
matematika sebagai bagian dari keterampilan berpikir sehari-hari.
Setiap siswa dalam heterogenitas latar belakang memiliki kemampuan yang berbeda dalam memahami konsep dan gagasan matematika. Ruseffendi
secara acak akan selalu dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang, dan rendah, hal ini disebabkan kemampuan siswa menyebar secara
distribusi normal”. Lebih lanjut Saragih (2007) mengatakan bahwa pemilihan
strategi pembelajaran harus dapat menampung kemampuan awal matematika
siswa yang heterogen. Berkaitan dengan kemampuan awal siswa, siswa yang
memiliki kemampuan awal tinggi umumnya telah terbiasa dengan soal-soal yang
rumit dan memiliki kecakapan melakukan operasi-operasi dasar matematika
dengan cepat. Berbeda dengan siswa yang memiliki kemampuan awal sedang
ataupun rendah. Mereka cenderung malas jika berhadapan dengan operasi dasar
yang rumit apalagi menghadapi angka dengan digit yang banyak.
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam perjalanan siswa
memahami konsep-konsep matematika adalah sikap siswa terhadap matematika.
Sikap adalah kecenderungan seseorang untuk merespon secara positif atau
negatif sebuah objek, situasi, maupun konsep lain di luar dirinya. Menurut
Panjaitan (2009) sikap seorang siswa terhadap matematika adalah
kecenderungan positif atau negatif seorang siswa terhadap prosedur, konsep,
maupun proses penyampaian ilmu matematika. Turmudi (2008) mengatakan
bahwa sikap siswa terhadap ilmu dan pembelajaran matematika memiliki kaitan
yang erat dengan prestasi yang akan diperoleh siswa. Menurut Saragih (2007)
terdapat hubungan sebab akibat antara minat siswa dengan sikap siswa terhadap
matematika. Siswa yang menaruh minat yang tinggi kepada matematika akan
12
Tanpa adanya minat sulit untuk menumbuhkan keinginan dan kesenangan dalam belajar matematika, apalagi matematika tidak mudah untuk dipelajari, sehingga hampir seluruh siswa dari setiap jenjang pendidikan kurang berminat dalam matematika.
Tidak ada alat ukur langsung untuk mengukur sikap terhadap
matematika, namun dapat diturunkan. Leader dalam Turmudi (2008)
mengemukakan bahwa sikap terhadap terhadap matematika bisa sangat
beragam, tergantung masing-masing jenis matematikanya. Siswa yang menaruh
sikap positif terhadap aljabar, belum tentuk akan bersikap sama terhadap
geometri dan cabang lain dari matematika. Sikap belajar matematika
berpengaruh kepada hasil belajar matematika, tentunya akan berpengaruh juga terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
Berdasarkan pemaparan di atas, selain penerapan model pembelajaran,
tingkat kemampuan awal matematika siswa dan sikap belajar matematika siswa
juga memiliki kontribusi terhadap meningkatnya kemampuan pemecahan
masalah matematika yang merupakan bagian dari hasil belajar siswa.
Keberagaman kemampuan awal matematika siswa akan berpengaruh terhadap
kemampuan pemecahan masalah siswa, dan juga keberagaman sikap belajar
siswa akan berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.
Kemampuan awal matematika adalah tingkat penguasaan siswa terhadap ide
gagasan sebuah pokok bahasan dalam pelajaran matematika dan prosedur yang
terkandung dalam pokok bahasan tersebut. Keberagaman tingkat penguasaan
siswa terhadap ide gagasan matematika menghasilkan keberagaman minat siswa dalam mempelajari pokok bahasan berikutnya. Hal tersebut dikarenakan sifat
siswa dalam mempelajari pokok bahasan berikutnya terhadap unsur
pembelajaran termasuk model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Dengan
kata lain, penggunaan pembelajaran berdasarkan masalah untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah siswa juga dipengaruhi oleh kemampuan awal
matematika siswa dan sikap belajar siswa. Pada penelitian ini akan dilihat
perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika
berdasarkan tingkat kemampuan awal matematika siswa, perbedaan peningkatan
kemampuan pemecahan masalah berdasarkan sikap belajar matematika siswa,
apakah pembelajaran berdasarkan masalah mampu meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa, juga melihat apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa lebih dipengaruhi oleh pembelajaran
berdasarkan masalah atau oleh perbedaan kemampuan awal matematika siswa.
Dari uraian tersebut, peneliti akan melakukan penelitian untuk melihat
kontribusi penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan
tingkatan kemampuan awal dan sikap belajar siswa terhadap kemampuan
pemecahan masalah siswa. Untuk maksud tersebut peneliti mengambil judul
“Pengaruh Kemampuan Awal, Sikap Belajar Siswa dan Pembelajaran
Berdasarkan Masalah terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
Madrasah Tsanawiyah Kota Medan”.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi
beberapa masalah sebagai berikut:
14
2. Hasil belajar matematika siswa rendah
3. Kemampuan pemecahan masalah siswa setingkat SMP masih rendah
4. Hingga saat ini pemecahan masalah dalam matematika belum menjadi sebuah
budaya belajar
5. Proses pembelajaran selama ini masih menggunakan model konvensional.
6. Pembelajaran Berdasarkan masalah adalah pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa
7. Kemampuan awal siswa yang beragam berpengaruh terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa
8. Sikap belajar siswa yang beragam berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka peneliti membatasi masalah
pada pengaruh kemampuan awal siswa dan sikap belajar matematika serta
penggunaan pembelajaran berdasarkan masalah terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa Madrasah Tsanawiyah Medan.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang masalah dan
batasan masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematika antara siswa yang memiliki kemampuan awal matematika tinggi,
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematika antara siswa yang memiliki sikap positif terhadap matematika dan
siswa yang memiliki sikap negatif terhadap matematika?
3. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang
pembelajarannya menggunakan pembelajaran berdasarkan masalah lebih baik
dari pada siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran
konvensional?
4. Apakah terdapat interaksi antara kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, dan
rendah) dengan model pembelajaran yang digunakan (PBM dan konvensional)
terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa?
5. Bagaimana ketuntasan belajar matematika siswa pada topik Aritmetika Sosial
melalui pembelajaran berdasarkan masalah?
6. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran berdasarkan masalah?
7. Bagaimana proses penyelesaian masalah oleh siswa yang pembelajarannya
menggunakan pembelajaran berdasarkan masalah dan menggunakan
pembelajaran konvensional?
1.5. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematika antara siswa yang memiliki kemampuan awal matematika
16
2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematika antara siswa yang memiliki sikap belajar positif dan sikap
belajar negatif.
3. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran
berdasarkan masalah lebih baik dari pada siswa yang menggunakan
pembelajaran konvensional.
4. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara kemampuan awal matematika
siswa (tinggi, sedang, dan rendah) dengan model pembelajaran yang digunakan
(PBM dan Konvensional) terhadap peningkatan kemampuan masalah siswa. 5. Untuk mengetahui bagaimana ketuntasan belajar matematika siswa yang
memperoleh pembelajaran berdasarkan masalah pada topik Aritmetika Sosial.
6. Untuk mengetahui bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran berdasarkan
masalah.
7. Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian masalah yang dilakukan
siswa dalam memecahkan masalah pada pembelajaran berdasarkan masalah dan
pembelajaran konvensional.
1.6. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini, yaitu:
1. Kepada peneliti, sebagai bahan acuan untuk dapat menerapkan model
pembelajaran yang efektif dan juga sebagai referensi bagi penelitian
2. Kepada guru, sebagai sumber informasi dalam menentukan alternartif model
pembelajaran dengan beragam heterogenitas kemampuan awal dan sikap
belajar siswa terhadap matematika
3. Kepada siswa, diharapkan meningkatnya sikap positif terhadap pembelajaran
matematika dan meningkatnya kreativitas proses pemecahan masalah.
1.7. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini digunakan beberapa istilah. Agar makna dan
interpretasi terhadap istilah tersebut sesuai dengan yang dimaksudkan dalam
penelitian ini, maka diperlukan definisi operasional dari istilah-istilah yang
digunakan dalam penelitian ini.
1. Kemampuan awal siswa adalah kemampuan matematika siswa sesuai
dengan tingkat kognitif normal per individu. Kemampuan awal siswa
dikelompokkan pada tiga tingkatan yaitu tinggi, sedang, dan rendah.
2. Sikap siswa terhadap matematika adalah kecenderungan siswa dalam
merespon matematika baik secara positif maupun negatif.
3. Pembelajaran berdasarkan masalah adalah sebuah model pembelajaran yang
pada intinya menyajikan masalah yang kontekstual dan bermakna kepada
siswa pada awal pembelajaran. Fase-fase dalam Pembelajaran Berdasarkan
Masalah adalah; memberikan orientasi masalah kepada siswa,
mengorganisasikan siswa untuk meneliti, membantu investigasi mandiri dan
kelompok, mempresentasikan laporan, menganalisis dan mengevaluasi
18
4. Pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang biasa di
lakukan di sekolah-sekolah selama ini dimana aktivitasnya berpusat pada
guru. Pada umumnya fase-fase model pembelajaran ini adalah; memeriksa
PR hari sebelumnya, menyajikan materi baru yang diawali dengan
memperkenalkan suatu konsep atau aturan diikuti dengan beberapa contoh
bagaimana menerapkan aturan tersebut kemudian siswa diberi sejumlah soal
latihan, memberikan tugas pada siswa untuk hari berikutnya.
5. Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal-soal non rutin. Kemampuan pemecahan masalah diawali
155
Berdasarkan hasil dan temuan penelitian yang telah dikemukakan pada
bagian sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan
hipotesis yang diajukan. Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah;
1. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematika antara siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi, sedang,
dan rendah.
2. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematika antara siswa yang memiliki sikap belajar positif dan sikap
belajar negatif
3. Peningkatan kemampuan pemecahan matematika siswa yang
menggunakan pembelajaran berdasarkan masalah lebih baik daripada
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang
meggunakan pembelajaran konvensional
4. Tidak terdapat interaksi antara kategori kemampuan awal matematika
siswa (tinggi, sedang, dan rendah) dengan model pembelajaran yang
digunakan (PBM dan Konvensional) terhadap peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematika. Dengan kata lain, perbedaan peningkatan
kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang menggunakan PBM
dengan siswa yang menggunakan konvensional tidak dipengaruhi oleh
156
5. Siswa yang menggunakan pembelajaran berdasarkan masalah memiliki
persentase ketuntasan belajar yang tinggi.
6. Respon siswa terhadap pembelajaran berdasarkan masalah adalah positif.
7. Proses merencanakan penyelesaian dan melaksanakan penyelesaian
masalah oleh siswa yang menggunakan pembelajaran berdasarkan masalah
lebih baik dan lebih bervariasi dari pada siswa yang menggunakan
pembelajaran konvensional.
5.2. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, implikasinya adalah
terhadap penggunaan model pembelajaran oleh guru matematika. Pengetahuan
guru matematika terhadap konsep dan mekanisme model belajar yang beraliran
konstruktivis menjadi sebuah keharusan. Model pembelajaran berdasarkan
masalah menjadi salah satu solusi yang mampu menjadikan siswa cakap dalam
kemampuan matematika, tidak hanya pintar dalam mengerjakan soal. Persiapan
atas masalah kontekstual, lembar kerja atau lembar aktivitas, dan juga
pemberian scaffolding kepada siswa menjadi kunci keberhasilan model
pembelajaran berdasarkan masalah. Pada akhirnya, model pembelajaran
berdasarkan masalah mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematika untuk semua tingkat kemampuan awal matematika siswa.
Pembelajaran berdasarkan masalah juga mampu meningkatkan respon siswa
terhadap belajar matematika yang berdampak pada perubahan sikap belajar
5.3. Saran
Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian yang telah dikemukakan
pada bagian sebelumnya, berikut ini beberapa saran yang perlu mendapat
perhatian dari semua pihak, yaitu;
1. Pembelajaran berdasarkan masalah adalah model belajar yang dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa sebagai salah satu
kecakapan matematika. Kemampuan pemecahan masalah merupakan
kemampuan kulminasi dari kemampuan berpikir tingkat tinggi lainnya
sehingga pembelajaran berdasarkan masalah juga dapat meningkatkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi lainnya bagi siswa.
2. Sebelum menerapkan pembelajaran berdasarkan masalah, sebaiknya siswa
dibiasakan dengan metode diskusi kelompok. Hal ini diperlukan agar
siswa memahami peran dan fungsi tiap anggota kelompok serta siswa
terbiasa untuk menghargai pendapat orang lain.
3. Sebaiknya dalam tiap pokok bahasan pembelajaran yang menggunakan
pembelajaran berdasarkan masalah dilakukan pertukaran anggota
kelompok. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak merasa bosan dan jika
ada masalah pribadi antar siswa dalam sebuah kelompok tidak
mengganggu pembelajaran.
4. Pelaksanaan model pembelajaran berdasarkan masalah membutuhkan
kesiapan bahan ajar dan pemilihan soal-soal kontekstual yang menarik
158
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 2003.
Pendidikan Bagi Anak berkesulitan Belajar
. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Amir, M. T. 2009.
Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning.
Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Arends, R. 2007.
Learning to Teach.
Terjemanhan oleh Helly Prajinto Soetjipto.
2008. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, S. 2006.
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka
Cipta
Dahar, R.W. 1988.
Teori-teori Belajar.
Bandung: P2LPTK
Hamid, A. 2009.
Teori Belajar dan Pembelajaran.
Medan: Universitas Negeri Medan
Hasanah, A. 2004.
Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran
Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Berbasis
Masalah yang Menekankan pada Representasi Matematik.
Tesis tidak
diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Herman, T. 2007. Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan
Penalaran Matematis Siswa SMP.
Jurnal Cakrawala Pendidikan
, 26 (1): 41-62.
Hudojo, H. 2001.
Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Japa, I. G. N. 2008. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Terbuka Melalui Investigasi Bagi Siswa Kelas V SD Kaliuntu
. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pendidikan.
2 (1): 60-73
Lie, A. 2008.
Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas.
Jakarta:
Grasindo,
Lwin, M. dkk. 2003.
How to Multiply Your Child’s Intelligence.
Terjemahan oleh
Christine Sujana. 2008. Yogyakarta: Indeks
Mullis, I. dkk. 2009.
TIMMS 2007 International Mathematic Report
. Boston:
TIMMS and PIRLS International Study Center.
NCTM. 2001.
The Roles of Representation in School Mathematics.
Virginia: Reston.
Nurhadi, dkk. 2003.
Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.
Malang: Universitas Negeri Malang
Polya, G. 1945.
How to Solve It.
New Jersey: Princeton University Press
Ruseffendi, E.T. 1980.
Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua, Murid,
Guru, dan SPG.
Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T. 2005.
Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non
Eksakta Lainnya.
Bandung: Tarsito
Sanjaya, W. 2009.
Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Saragih, S. 2006.
Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis dan Komunikasi
Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan
Matematika Realistik
. Disertasi tidak diterbitkan. Bandung: Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Shadiq, F. 2004.
Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam
Pembelajaran Matematika.
Jogjakarta: Depdiknas.
Sinaga, B. 2007.
Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berdasarkan
Masalah Berbasis Budaya Batak. Disertasi tidak diterbitkan.
Surabaya:
Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.
Sinaga, B. Efektivitas Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based
Instruction) pada Kelas I SMU dengan Bahan Kajian Fungsi Kuadrat.
Jurnal
Penelitian Bidang Pendidikan.
10 (2) : 122-133.
Slameto. 1987.
Belajar dan Faktor – faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta: Bina
Aksara.
160
Stamatis, D. H. 2002.
Six Sigma and Beyond; Problem Solving and Basic
Mathematics.
Whasington: St Lucie Press.
Sudjana. 1996.
Metode Statistik.
Bandung: Tarsito.
Sugamin, K, Y. & Sabandar, J. 2009. Mathematical Problem Solving in
Mathematics Realistic
. Jurnal Pendidikan matematika
, 2 (1): 179-190.
Suhendra. 2005.
Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Kelompok Belajar Kecil
Untuk Mengembangkan Kemampuan Siswa SMA pada Aspek Problem Solving
Matematik.
Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia.
Suherman, E. 1986.
Interaksi Belajar Mengajar Matematika
, Jakarta: Karunika.
Surya, E. 2008. Mathematics Instruction With Active, Communicative, Effective and
Joyful Strategy.
Jurnal Pendidikan Matematika
. 1 (2): 114-124.
Trianto. 2009.
Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif.
Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Turmudi. 2008.
Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika.
Jakarta:
Leuser Cita Pustaka.
Walle, J. V. D. 2007.
Elementary and Middle School Mathematics.
Terjemahan oleh
Suyono. 2008. Jakarta: Erlangga.