• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TELBIVUDIN PADA PASIEN INFEKSI HEPATITIS B KRONIK DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EFEKTIVITAS PEMBERIAN TELBIVUDIN PADA PASIEN INFEKSI HEPATITIS B KRONIK DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TELBIVUDIN PADA PASIEN INFEKSI HEPATITIS B KRONIK DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN

2014 - 2015

Oleh : DARMA ABDINTA SITEPU

130100131

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016

(2)

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TELBIVUDIN PADA PASIEN INFEKSI HEPATITIS B KRONIK DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN

2014 - 2015

SKRIPSI

“Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh : DARMA ABDINTA SITEPU

130100131

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016

(3)

i

(4)

ii

ABSTRAK

Pendahuluan : Hepatitis B kronik adalah penyakit infeksi virus hepatitis B yang menetap yang ditandai oleh HBsAg yang masih positif lebih dari 6 bulan. Ada beberapa antiviral yang saat ini beredar untuk mengatasi kasus ini salah satunya adalah telbivudin. Antiviral ini beredar mulai tahun 2006. Sampai saat ini penelitian mengenai efektivitas telbivudin dalam menekan replikasi virus hepatitis B masih terbatas di Indonesia terkhusus di Sumatera Utara. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan.

Metode : Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode potong lintang dan dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan tahun 2014 – 2015.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian telbivudin pada pasien infeksi hepatitis B kronik. Sampel penelitian ini adalah 39 pasien (28 laki-laki dan 11 perempuan) dengan usia rata-rata 43 tahun. Data diambil dengan mengamati rekam medis pasien.

Hasil : Dari 13 pasien HBsAg + dengan HBeAg – yang ditatalaksana dengan telbivudin selama kurang lebih 11 bulan (± 4.892), ada 10 (76.9 %) pasien respon terhadap telbivudin dan 3 (23.1 %) pasien tidak respon. Sementara dari 26 pasien dengan HBsAg + dengan HBeAg + yang ditatalaksana dengan telbivudin selama kurang lebih 11 bulan (± 5.238), ada 13 (50%) pasien respon terhadap telbivudin dan 13 (50 %) pasien tidak respon.

Kesimpulan : Pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg positif yang respon terhadap telbivudin adalah 50 % sedangkan, pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif yang respon terhadap telbivudin adalah 76.9 %.

Kata kunci : hepatitis B kronik, efektivitas, telbivudin

(5)

iii

ABSTRACT

Introduction : Chronic hepatitis B is a disease caused by the persistent hepatitis B virus infection that characterized by positive HBsAg up to more than 6 months. There are several antivirals that are currently distributed to treat the diesease. One of them is telbivudine. This antiviral has been distributed since 2006. Until now, research on surveying the telbivudine effectiveness in supressing the replication of hepatitis B virus is restricted in Indonesia especially in North Sumatera. Therefore, this study was conducted.

Method : This research is descriptive with cross sectional method and conducted at RSUP Haji Adam Malik Medan in 2014-2015. The purpose of this study was to determine the effectiveness of giving telbivudine to the patients with chronic hepatitis B infection. The sample was 39 patients (28 men and 11 women) with an avarage age is 43 years old. The data retrieved by observing the patients medical record.

Result : From 13 patients with positive HBsAg and negative HBeAg who had been treated with telbivudine for about 11 months (± 4.892), there were 10 (76.9 %) patients responded to telbivudine and 3 (23.1 %) patients did not respond. While of 26 patients with positive HBsAg and positive HBeAg who had been treated with telbivudine for about 11 months (± 5.238), there were 13 (50 %) patients responded to telbivudine and 13(50 %) patients did not respond.

Conclusion : The chronic hepatitis B patients with positive HBeAg who responded to telbivudine were 50 % and the chronic hepatitis B patients with negative HBeAg who responded to telbivudine were 76.9 %.

Keywords : Chronic hepatitis B, effectiveness, telbivudine

(6)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi saya dengan judul “Efektivitas Pemberian Telbivudin Pada Pasien Infeksi Hepatitis B Kronik di RSUP Haji Adam Malik Medan “.

Dalam pengerjaan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Dr.dr.Aldy S. Rambe,Sp.S(K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Muhammad Rusda, Sp.OG (K) dan dr. Taufik Sungkar, M.Ked (PD), Sp.PD, selaku dosen pembimbing skripsi saya yang memberi saya banyak masukan, kritik dan saran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. dr. Mustafa Mahmud Amin, Sp.KJ, selaku dosen pembimbing akademik saya , yang banyak membantu penulis selama mengikuti perkuliahaan di Fakultas Kedokteran USU.

4. dr. Riza Rivany, Sp.OG(K) dan dr. Nurfida Khairina Arrasyid, M.Kes selaku dosen penguji saya yang memberikan masukan dalam perbaikan karya tulis ini.

5. Seluruh pegawai dan staf Bagian Pendidikan dan Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik Medan yang memberi izin dan bantuan kepada penulis.

6. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara .

7. Kedua orang tua saya yang tersayang Drs. Pagoh Sitepu dan Rehulina Br Ginting B.Sc yang begitu sabar menghadapi dan mendoakan penulis selama ini serta memberi dukungan luar biasa ketika penulis hendak menjalani pendidikan sampai saat ini.

(7)

v

8. Saudara kandung saya Dedy Putranta Sitepu S.Si, S.Pd, Dian Rikanta Sitepu S.Th, Dignity Ferdinanta Sitepu A.Md yang banyak membantu penulis dalam menghadapi dunia perkuliahan.

9. Semua teman dan sahabat yang membantu serta memberi dukungan moril kepada penulis selama menyelesaikan karya tulis ini.

Saya menyadari bahwa skripsi ini sangat jauh dari sempurna, Oleh karena itu, penulis bersedia menerima kritikan dan saran yang pada akhirnya dapat membuat skripsi ini menjadi lebih baik lagi.

Akhir kata, semoga tulisan ini dapat benar-benar bermanfaat bagi para pembaca umumnya serta bagi penulis sendiri pada khususnya.

Medan, 08 Desember 2016 Penulis,

Darma Abdinta Sitepu

(8)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 . Latar Belakang ... 1

1.2 . Rumusan Masalah ... 3

1.3 . Tujuan Penelitian ... 3

1.2.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Hepatitis B Kronik ... 5

2.1.1. Definisi ... 5

2.1.2. Patogenesis dan patofisiologi ... 6

2.1.3. Manifestasi klinis ... 8

2.1.4. Diagnosis ... 9

2.1.5. Tatalaksana ... 9

2.1.6. Komplikasi dan prognosis ... 13

2.2. Telbivudin ... 13

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 15

3.1. Kerangka Teori Penelitian... 15

(9)

vii

3.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 16

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 17

4.1. Rancangan Penelitian ... 17

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 17

4.3.1. Populasi Penelitian ... 17

4.3.2. Sampel Penelitian ... 17

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 18

4.5. Metode Analisa Data ... 18

4.6. Definisi Operasional... 18

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 21

5.1. Hasil Penelitian ... 21

5.1.1. Karakteristik Individu ... 21

5.1.2. Karakteristik Dasar Penelitian... 23

5.1.3. Karakteristik Penderita Hepatitis B Kronik Berdasarkan HBeAg... 24

5.1.4. Efektivitas Telbivudin Pada Hepatitis B Kronik Dengan HBeAg Positif ... 25

5.1.5. Efektivitas Telbivudin Pada Hepatitis B Kronik Dengan HBeAg Negatif ... 25

5.2. Pembahasan ... 26

5.2.1. Karakteristik Dasar Penelitian... 26

5.2.2. Karakteristik Penderita Hepatitis B Kronik Berdasarkan HBeAg... 26

5.2.3. Efektivitas Telbivudin Pada Hepatitis B Kronik Dengan HBeAg Positif ... 27

5.2.4. Efektivitas Telbivudin Pada Hepatitis B Kronik Dengan HBeAg Negatif ... 28

(10)

viii

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

6.1. Kesimpulan ... 29

6.2. Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30 LAMPIRAN

(11)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Data antiviral yang sensitif dan resisten

pada masing-masing varian virus hepatitis B 12 Tabel 5.1. Karakteristik dasar sampel penelitian 23 Tabel 5.2. Karakteristik penderita hepatitis B kronik

Berdasarkan HBeAg 24

Tabel 5.3. Efektivitas telbivudin pada hepatitis B kronik

dengan HBeAg positif 25

Tabel 5.4. Efektivitas telbivudin pada hepatitis B kronik

dengan HBeAg negatif 25

(12)

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Perjalanan infeksi hepatitis B 8

Gambar 2.2. Algoritma kriteria pengobatan pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg positif 10

Gambar 2.3. Algoritma kriteria pengobatan pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif 11

Gambar 3.1. Kerangka Teori Penelitian 15

Gambar 3.2. Kerangka Konsep Penelitian 16

Gambar 5.1. Alur pengambilan sampel 22

(13)

xi

DAFTAR SINGKATAN

ALT Alanin Aminotransferase (U/L) HBcAg Hepatitis B core Antigen HBeAg Hepatitis B e Antigen HBsAg Hepatitis B surface Antigen

HBV DNA Hepatitis B Virus Dioksiribonucleic Acid (kopi/ml) PEG Poli Etilen Glikol

VHB Virus Hepatitis B

(14)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2. Persetujuan Pelaksanaan Penelitian dari Komisi Etik (Ethical Clearance)

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian dari RSUP Haji Adam Malik Medan Lampiran 4. Data Induk

Lampiran 5. Hasil Pengolahan Data Program SPSS

(15)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit hepatitis merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia yang termasuk di dalamnya adalah Indonesia. Banyaknya angka kejadian hepatitis serta waktu pengobataan yang relatif lama akan berdampak bagi pasien dan negara dalam hal sosial ekonomi. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi hati yang bisa disebabkan oleh banyak hal diantaranya adalah virus. Berdasarkan virus sebagai penyebab, hepatitis dibagi menjadi hepatitis A, B, C, D, E, dan G. Hepatitis A dan E ditularkan secara fecal oral. Hepatitis B, C, dan D ditularkan secara percutaneus permucosal. Sementara hepatitis G ditularkan secara parenteral.1

Dari beberapa viral hepatitis di atas, hepatitis B merupakan kasus viral hepatitis terbanyak yang dijumpai. Virus hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia dan diestimasi bahwa 240 juta orang diantaranya merupakan penderita infeksi hepatitis B kronik.2 Bahkan, 500.000 – 1.000.000 orang di dunia meninggal setiap tahun terkait virus hepatitis B. Sekitar 1,25 juta orang di US diestimasi sebagai karier virus hepatitis B dengan hepatitis B surface antigen (HBsAg) positif lebih dri 6 bulan.Sekitar 45% populasi penduduk dunia hidup di daerah dengan tingkat endemisitas yang tinggi infeksi hepatitis B kronis (prevalensi HBsAg (+)  8%).3 Indonesia merupakan negara dengan endemisitas tinggi infeksi hepatitis B, terbesar kedua di negara South East Asian Region (SEAR) setelah Myanmar. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), melalui studi dan uji saring darah donor PMI diperkirakan dari 100 orang Indonesia, 10 di antaranya telah terinfeksi virus hepatitis B atau C. Berdasarkan hal itu diperkirakan terdapat 28 juta penduduk Indonesia telah terinfeksi Hepatitis B atau C, 14 juta di antaranya berpotensi menjai kronis, dan 1,4 juta dari jumlah yang berpotensi kronis itu diperkirakan akan menjadi penderita kanker hati.2

Di Sumatera Utara, dari 72.382 sampel yang didata, 0,2% ditegakkan hepatitis oleh dokter dan 1,4% memiliki gejala hepatitis. Prevalensi hepatitis tersebut terdiri dari 12,7% hepatitis B, 12,3% hepatitis A, 1,5% hepatitis C, dan 1,4% hepatitis lainnya.4

(16)

2

Interaksi antara virus hepatitis B dengan respon imun tubuh secara persisten akan menghasilkan mediator-mediator inflamasi yang akan mengakibatkan kerusakan sel-sel hati yang luas hingga terbentuk fibrosis hati yang dapat terus berkembang menjadi sirosis hati dan berakhir pada karsinoma hepatoselular.1 Saat ini, lebih dari 780.000 orang tiap tahun meninggal akibat komplikasi dari hepatitis B tersebut, di antaranya sirosis hepatis dan karsinoma hepatoselular. Diperkirakan 310.000 jiwa meninggal akibat komplikasi sirosis dan sekitar 340.000 jiwa meninggal akibat komplikasi karsinoma hepatoselular.2,5

Pada pasien dewasa dengan hepatitis B kronik, gambaran histopatologi hepar penting untuk menilai prognosisnya. Berdasarkan sebuah penelitian jangka panjang pada pasien dengan hepatitis B kronik yang dihubungkan dengan gambaran histopatologi hepar tersebut, peniliti mendapatkan hasil bahwa 5 years survival rate untuk pasien dengan kategori hepatitis B kronik ringan sebesar 97%, 86% untuk kategori hepatitis B kronik sedang-berat, dan 55% untuk pasien dengan hepatitis B kronik dan sirosis hepar. Sementara pada penelitian kohort yang dilakukan didapatkan 15 years survival rate sebesar 77 %, 66 %, dan 40 % secara berturut-turut.6

Melihat besarnya dampak buruk penyakit hepatitis B ini bagi dunia, perkembangan ilmu terkait hepatitis B ini terus berkembang, terkhusus pada pengobatannya. Saat ini, ada beberapa pilihan obat yang dapat dijadikan tatalaksana infeksi hepatitis B ini.

Tersedia 2 kelompok terapi yaitu kelompok imunomodulasi dan kelompok terapi antiviral untuk mengobati infeksi hepatitis B kronik. Kelompok imunomodulasi terdiri dari interferon alfa dan PEG (Poli Etilen Glikol) interferon. Sementara, kelompok terapi antiviral diantaranya adalah lamivudin, adefovir dipivoksil, entecavir, tenofovir, dan telbivudin.7

Telbivudin merupakan antivirus anolog nukleosid terbaru yang telah diizinkan untuk penggunaan klinikal oleh US Food dan Drug Administratiom and The European Medicines Evaluation Agency sejak Oktober 2006. Obat ini potensial sebagai spesifik anti-VHB. Selain efektif menekan replikasi dan propagasi virus, juga efektif menurunkan konsekuensi liver injury.6,8

Virus adalah mikroorganisme yang mudah beradaptasi atau bermutasi. Sehingga, tidak jarang kita menemukan kasus resistensi antiviral setelah beberapa lama

(17)

3

pengobatan. Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 1370 pasien yang dipilih secara randomisasi internasional dan dibagi menjadi 2 kelompok. Ada kelompok yang menerima telbivudin dan ada kelompok yang menerima lamivudin.

Penelitian ini dilakukan satu tahun lamanya secara double blind dan didapatkan hasil bahwa kasus resistensi telbivudin lebih sedikit dibanding dengan lamivudin.9

Saat ini, penelitian mengenai efektivitas pengobatan telbivudin pada pasien infeksi hepatitis B kronik di RSUP Haji Adam Malik masih terbatas. Oleh sebab itu, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai efektivitas pengobatan telbivudin pada pasien penderita infeksi hepatitis B kronik di RSUP Haji Adam Malik Medan yang merupakan rumah sakit rujukan Sumatera Utara.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Efektivitas Pengobatan Telbivudin pada Pasien Infeksi

Hepatitis B Kronik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2014 - 2015?”.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektivitas pemberian telbivudin pada pasien infeksi hepatitis B kronik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2014 - 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui bagaimana perbedaan efektivitas pengobatan telbivudin pada laki-laki dan perempuan yang menderita infeksi hepatitis B kronik.

2. Untuk mengetahui bagaimana perbedaan efektivitas pengobatan telbivudin pada pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg positif ataupun HBeAg negatif.

3. Untuk mengetahui besar penurunan nilai ALT, HBsAg, dan HBV DNA pada pasien infeksi hepatitis B kronik setetah diterapi dengan telbivudin.

4. Untuk melihat angka resistensi telbivudin dalam pengobatan hepatitis B kronik di RSUP Haji Adam Malik Medan.

(18)

4

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Memberikan gambaran dari efektivitas pengobatan dengan telbivudin pada pasien infeksi hepatitis B kronik di poli penyakit dalam RSUP Haji Adam Malik Medan.

2. Dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan obat sebagai terapi antiviral pasien imfeksi hepatitis B kronik.

3. Dijadikan sebagai sumber bacaan dan referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan telbivudin sebagai pengobatan pasien hepatitis B kronik.

4. Dijadikan sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis mengenai hepatitis B kronik dan pengobatannya.

(19)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hepatitis B Kronik 2.1.1. Definisi

Hepatitis B kronik adalah penyakit infeksi virus hepatitis B (VHB) yang menetap lebih dari 6 bulan atau dikatakan kronik apabila HBsAg yang masih positif lebih dari 6 bulan dengan kadar anti-HBc dan anti-HBs yang tidak dapat dideteksi lagi atau terdeteksi tetapi tidak bermakna.7,10

Virus hepatitis B (VHB) memiliki beberapa antigen antara lain ialah HBsAg (hepatitis B surface antigen) yaitu antigen permukaan virus, HBcAg (hepatitis B core antigen) yaitu antigen struktural yang diproduksi gen C dari virus, dan yang ketiga adalah HBeAg (hepatitis B e antigen) yaitu antigen nonstruktural yang diproduksi gen C virus yang memiliki signal peptide yang berperan dalam sekresinya ke sirkulasi.7,10

Berdasarkan ada atau tidaknya HBeAg yaitu antigen yang memiliki korelasi secara tidak langsung dengan replikasi aktif dari virus hepatitis B, infeksi hepatitis B kronik terbagi menjadi 2 yaitu hepatitis B kronik dengan HBeAg positif atau reaktif dan hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif. Hepatitis B kronik dengan HBeAg positif jelas menandakan bahwa virus sedang bereplikasi. Namun, sekalipun hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif bukan berarti virus tidak bereplikasi. HBeAg bisa saja negatif pada kasus hepatitis B kronik yang mana telah terjadi mutasi precore/core virus tersebut. Acuan yang tepat untuk melihat replikasi virus hepatitis B adalah HBV DNA karena setiap bereplikasi HBV DNA akan selalu terdeteksi. Sementara, sebagai penanda adanya infeksi hepatitis B yang sedang terjadi adalah HBsAg. HBsAg merupakan antigen permukaan virus hepatitis B itu sendiri. Oleh sebab itu, dikatakan hepatitis B kronik bila memenuhi kriteria HBsAg positif selama minimal 6 bulan, serum HBV DNA lebih besar dari 105 kopi/ml, ada peningkatan level ALT/AST baik persisten atau intermiten, dan bila dilakukan biopsi hati terbukti ada gambaran hepatitis B kronik piecemeal necrosis.1,7

(20)

6

2.1.2. Patogenesis dan patofisiologi

Virus hepatitis B (VHB) adalah virus DNA hepatotropik dari golongan Hepadnaviridae yang menginfeksi sel-sel hepar sebagai tempat replikasinya.

Virus ini terbagi menjadi 6 genotif yaitu genotif A sampai H. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan adanya perbedaan derajat keparahan serta respon terhadap terapi.1,10,11

Virus hepatitis B masuk kedalam tubuh manusia secara parenteral seperti transfusi darah, jarum suntik, dan lain-lain. Setelah virus ini masuk kedalam peredaran darah partikel Dane dari virus tersebut akan masuk ke dalam sel hati dan proses replikasi akan dimulai. Setelah proses replikasi selesai maka sel hati akan pecah sehingga virus hepatitis B yang baru akan masuk kedalam peredaran darah dan mencari tempat replikasinya kembali yaitu sel-sel hati yang lain. Pada saat seperti itu HBsAg, HBV DNA, dan HBeAg akan terdeteksi di dalam darah.7

Keberadaan virus hepatitis B di dalam darah akan merangsang respon imun tubuh. Sistem imun tubuh yang pertama kali aktif adalah sistem imun nonspesifik seperti sel-sel Natural Killer untuk segera memusnahkan virus tersebut. Setelah beberapa menit sampai beberapa jam kemudian saat virus belum berhasil dimusnahkan maka antigen dari virus tersebut akan memicu respon imun spesifik tubuh yaitu sel limfosit T dan B. Untuk mengaktivasi sel T maka sel T yang ada harus membentuk kompleks dengan partikel VHB baik yang dipresentasikan oleh MHB kelas I pada permukaan dinding sel hati maupun oleh MHB kelas II pada dinding Antigen Presenting Cell (APC). Setelah itu, sel T akan berdiferensiasi menjadi sel T sitotoksik dan sel T helper. Sel T helper akan merangsang sel B untuk berdiferensiasi hingga membentuk antibodi yang spesifik antigen.7,11

Sel T sitotoksik akan mengeliminasi virus yang berada di dalam sel hati baik secara sitolitik maupun nonsitolitik. Untuk cara yang sitolitik akan menyebabkan banyak nekrosis sel hati. Sehingga enzim ALT dan AST akan meningkat. Sementara secara nonsitolitik tidak menyebabkan nekrosis. Hal ini mungkin terjadi karena sel T sitotoksik juga memiliki interferon gamma dan Tumor Necrotic Factor (TNF).7,11 Sel B setelah diaktivasi dengan bantuan sel T helper, sel B akan berdiferensiasi menjadi beberapa macam imunoglobulin yang spesifik dengan antigen yang ada antara

(21)

7

lain anti-HBs, anti-HBc, dan anti-Hbe. Anti-HBs berperan dalam eliminasi partikel VHB yang bebas dan mencegah masuknya virus kedalam sel. Namun, pada kasus infeksi hepatitis B kronik bukan berarti anti-HBs dalam jumlah yang kurang. Karena, pada hepatitis B kronik juga ditemukan anti-HBs yang membentuk kompleks dengan HBsAg yang tidak mampu terdeteksi dengan pemeriksaan biasa.7,11

Bila proses eliminasi virus berjalan dengan baik maka infeksi hepatitis B akan sembuh. Namun, proses eliminasi yang tidak efisien baik karena faktor virus maupun faktor pejamu akan menyebabkan infeksi hepatitis B akan berkembang menjadi infeksi kronik. Faktor virus yaitu terjadinya imunotoleransi terhadap virus, mutasi VHB yang menyebabkan HBeAg tidak diproduksi, dan lain-lain.

Sementara, faktor pejamu ialah karena genetik yang menyebabkan kurangnya produksi interferon, kelainan fungsi limfosit, faktor kelamin, atau hormonal.7

Berdasarkan teori patogenesis di atas maka infeksi hepatitis B terdiri dari beberapa fase perjalanan penyakit yaitu fase imunotoleransi, fase imunoaktif atau immune clerence, dan fase nonreplikatif atau fase residual. Bila dalam perjalanan fase-fase infeksi ini HBsAg positif selama minimal 6 bulan, serum HBV DNA lebih besar dari 105 kopi/ml, ada peningkatan level ALT/AST baik persisten atau intermiten maka dapat dikatakan bahwa pasien tergolong kepada pasien infeksi hepatitis B kronik. Fase imunotoleransi adalah fase dimana sistem imun tubuh toleran terhadap VHB sehingga konsentrasi virus sangat tinggi di dalam darah.

Pada fase ini tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Biasanya fase ini terjadi pada masa anak-anak atau masa dewasa muda. Fase ini juga disebut sebagai fase replikatif dimana ditandai oleh level serum HBV DNA lebih dari 105-106 kopi/ml serta kehadiran HBeAg dan HBcAg.10 Setelah fase tersebut, infeksi hepatitis B akan memasuki fase imunoaktif, fase di mana sistem imun tubuh akan berusaha menghancurkan virus sehingga pada fase ini sel-sel hati yang terinfeksi akan mengalami peradangan dan nekrosis. Di fase ini HBsAg akan semakin rendah dengan HBeAg akan menjadi negatif dan anti-HBe akan menjadi positif, serta konsentrasi ALT akan turun menjadi normal. Inilah yang menandai bahwa infeksi telah masuk ke fase nonreplikatif atau residual. Namun, sekitar 20-30 % dari

(22)

8

pasien yang berada pada fase residual ini dapat mengalami reaktivasi yang mengakibatkan kekambuhan.7

Gambar 2.1. Perjalanan infeksi hepatitis B.12 2.1.3. Manifestasi klinis

Gambaran klinis hepatitis B kronik yang muncul adalah berbeda-beda.

Sebagian kasus tidak muncul keluhan ataupun gejala bahkan pada pemeriksaan tes faal hati hasilnya dalam batas normal. Sedangkan pada sebagian kasus lagi muncul manifestasi seperti hepatomegali, splenomegali, atau tanda-tanda penyakit hati kronis lainnya, misalnya eritema palmaris dan spider nevi, serta pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan kadar ALT meskipun jarang.7

Gambaran klinis yang muncul tergantung oleh genotif dan subtipe virus hepatitis B yang menginfeksi pasien. Minimal ada 8 subtipe dan 8 gentif dari VHB dengan distribusi setiap genotif dan subtipe yang bervariasi, misalnya genotif A (subtipe adw) dan genotif D (subtipe ayw) mendominasi US dan Eropa, sementara genotif B (subtipe adw) dan genotif C (subtipe adr) mendominasi Benua Asia. Pada infeksi VHB genotif B perkembangan kerusakan hati lebih tidak begitu progresif dan lebih lama berkembang menjadi karsinoma hepatoselular dibanding infeksi genotif C, serta pada infeksi genotif A memungkinkan pemusnahan virus pada sirkulasi secara tuntas dan waktu serokonversi HBsAg lebih cepat.10

(23)

9

Manifestasi klinis hepatitis B kronik dapat dibagi menjadi 2 yaitu hepatitis B kronik aktif dan carrier VHB inaktif. Dikatakan hepatitis B kronik aktif apabila HBsAg positif dengan HBV DNA lebih dari 105 kopi/ml serta kenaikam ALT yang persisten atau intermiten, bila dilakukan biopsi hati gambaran peradangan yang aktif terlihat. Pada pasien seperti ini tanda-tanda penyakit hati kronik akan sering dijumpai. Sementara, digolongkan sebagai karier VHB inaktif bila HBsAg positif dan titer HBV DNA kurang dari 105 kopi/ml dengan kadar ALT normal. Secara histopatologi, hanya ditemukan kelainan jaringan yang minimal. Pada pasien seperti ini jarang ditemukan keluhan.7

2.1.4. Diagnosis

Mendiagnosa infeksi kronik hepatitis B tidak dapat hanya melalui gambaran klinis karena gambaran klinis yang muncul bervariasi dari individu dengan individu lain.

Tetapi secara laboratorium, hepatitis B kronik dapat ditegakkan dengan dijumpai hasil periksa darah antara lain HBV DNA lebih dari 105-106 kopi/ml dengan HBsAg yang positif lebih dari 6 bulan serta kadar anti-HBc dan anti-HBs yang tidak dapat dideteksi lagi atau terdeteksi namun tidak bermakna. HBeAg bisa positif (reaktif) atau negatif.

Oleh sebab itu hepatitis B kronik dibagi menjadi infeksi kronik dengan HBeAg positif dan dengan HBeAg negatif. Sementara, peningkatan kadar aminotransferase biasanya terjadi pada kasus infeksi hepatitis B kronik namun bisa berfluktuasi 100-1000 unit.7,10 2.1.5. Tatalaksana

Pengobatan infeksi hepatitis B kronik bertujuan untuk menghentikan progresi jejas hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi virus. Untuk pasien dengan HbeAg positif, pengobatan akan dimulai bila HBV DNA ≥ 105 kopi/ml diiringi dengan kadar ALT yang meningkat (>2 × batas normal atas) pada pasien tanpa tanda-tanda penyakit kronik atau dengan ALT yang normal atau meningkat (>2 × batas normal atas) pada pasien dengan klinis sirosis dekompensata. Sedangkan bagi pasien dengan HBeAg negatif, akan diberi pengobatan apabila kadar HBV DNA ≥ 104 kopi/ml diiringi dengan kadar ALT yang meningkat (>2 × batas normal atas) pada pasien tanpa tanda-tanda penyakit kronik atau dengan Ayang normal atau meningkat (> 2 × batas normal atas) pada pasien dengan klinis sirosis

(24)

10

dekompensata.6,7

Gambar 2.2. Algoritma kriteria pengobatan pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg positif.13

(25)

11

Gambar 2.3. Algoritma kriteria pengobatan pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif.13

Ada 2 kelompok terapi untuk hepatitis B kronik yaitu kelompok imunomodulasi dan kelompok terapi antivirus. Kelompok imunomodulasi antara lain interferon. Kelompok antiviral terdiri dari lamivudin, adefovir, entecavir, tenofovir, telbivudin, dan emtricitabin. Obat-obat ini memiliki efektivitas yang berbeda-beda. Misalnya, PEG interferon dengan lama terapi 48-52 minggu, lamivudin dengan lama terapi ≥ 52 minggu, sedangkan, adefovir dan entecavir memiliki lama terapi ≥ 48 minggu.6

Antiviral-antiviral yang tersebut di atas merupakan analog nukleosida atau analog nukleotida yang bersaing dengan nukleosida atau nukleotida aslinya sehingga replikasi virus terhambat. Oleh sebab itu, antiviral dapat dibagi menjadi analog nukleosida dan analog nukleotida. Analog nukleosida terdiri dari lamivudin, telbivudin, dan entecavir. Sementara analog nukleotida ialah adefovir dan tenofovir.14 Lamivudin merupakan analog nukleosida pirimidin sitidin, telbivudin analog nukleosida pirimidin timidin, entecavir analog nukleosida

(26)

12

guanosin, sedangkan adefovir dan tenofovir merupakan analog nukleotida purin.6,7,9,15,16

Penggunaan terapi antiviral memiliki kelebihan dan kekurangan bila dibandingkan dengan terapi imunomodulasi. Kelebihan terapi antiviral terletak pada efek antiviral yang potensial, tingkat toleransi yang baik sehingga efek samping yang muncul lebih sedikit, serta administrasi obatnya secara oral.

Dibandingkan dengan terapi imunomodulasi yang mana efek antiviralnya kurang poten, tingkat toleransinya yang buruk sehingga menimbulkan banyak efek samping, serta administrasi obat yang invasif secara subkutan. Namun pada penggunaan antiviral kejadian resistensi virus jauh lebih tinggi dibandingkan dengan terapi imunomodulasi.14

Tabel 2.2.Data antiviral yang sensitif dan resisten pada masing-masing varian virus hepatitis B : S (sensitif), I (Intermediat), dan R (Resisten).14

Tidak semua antiviral merupakan pilihan yang baik untuk dijadikan sebagai terapi pada semua kasus hepatitis B kronik. Lamivudin akan menjadi pilihan yang tepat pada hepatitis B kronik dengan kadar virus yang tinggi (> 2 × 106 IU/ml) karena pada kasus dengan jumlah virus yang tinggi akan menyebabkan resistensi obat ini. Adefovir akan menjadi pilihan obat yang tepat untuk pasien hepatitis B kronik yang resisten dengan lamivudin. Entecavir akan menjadi pilihan yang tepat pada kasus hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif. Telbivudin merupakan pilihan yang tepatpada kasus hepatitis B kronik dengan jumlah virus yang tinggi karena kasus resistensinya yang rendah.

Sementara, tenofovir optimal digunakan pada kasus hepatitis B kronik dengan HIV.15,17

(27)

13

2.1.6. Komplikasi dan prognosis

Infeksi virus hepatitis B merupakan infeksi yang progresif yang berakhir pada karsinoma hepatoselular. Kerusakan sel-sel hepar pada hepatitis B kronik akan menimbulkan terbentuknya jaringan skar yang disebut fibrosis hepatis. Fibrosis hepatis akan menjadi sirosis hepar dan terus berkembang hingga terbentuk karsinoma hepatoselular.6

Pada pasien dewasa dengan hepatitis B kronik, gambaran histopatologi hepar penting untuk menilai prognosisnya. Berdasarkan sebuah penelitian jangka panjang pada pasien dengan hepatitis B kronik yang dihubungkan dengan gambaran histopatologi hepar tersebut, peniliti mendapatkan hasil bahwa 5 years survival rate untuk pasien dengan kategori hepatitis B kronik ringan sebesar 97 %, 86 %untuk kategori hepatitis B kronik sedang-berat, dan 55 % untuk pasien dengan hepatitis B kronik dan sirosis hepar. Sementara pada penelitian kohort yang dilakukan didapatkan 15 years survival rate sebesar 77 %, 66 %, dan 40 % secara berturut-turut.6

2.2. Telbivudin

Telbivudin adalah salah satu kelompok terapi antiviral yang memiliki spesifisitas tinggi dalam pengobatan infeksi virus hepatitis B yang merupakan analog nukleosid timidin. Di dalam sel telbivudin akan difosforilasi menjadi metabolit yang aktif yaitu telbivudin trifosfat. Metabolit tersebut akan berkompetisi dengan timidin untuk menduduki rantai DNA virus serta menghambat kerja DNA polimerase virus tersebut.

Dengan begitu rantai DNA virus pun tidak terbentuk sempurna sehingga replikasi virus tidak terjadi.18,19

Telbivudin merupakan antiviral baru yang telah diakui pada Oktober 2006. Obat ini memiliki efikasi yang sama dengan entecavir namun angka resistensi yang rendah menjadi keunggulannya.6 Berdasarkan penelitian telbivudin memiliki efikasi yang lebih baik dibanding lamivudin pada penanganan hepatitis B kronik.9,20,21

Telbivudin beredar dengan dua sediaan oral yaitu tablet salut film dan larutan.

Dalam satu tablet mengandung 600 mg telbivudin sementara untuk sediaan larutan terkandung 100 mg per-5 ml. Dosis yang dianjurkan untuk pasien hepatitis B kronik

(28)

14

dewasa adalah 600 mg sedangkan untuk pasien anak masih dalam proses penelitian fase I.22,23

Obat ini memiliki beberapa efek samping diantaranya asidosis laktat, hepatitis eksaserbasi akut yang parah setelah pemberhentian obat, miopati dan neuropati perifer.

Oleh sebab itu, obat ini dikontraindikasikan untuk dikombinasi dengan PEG interferon karena dapat meningkatkan resiko neuropati perifer.22

(29)

15

BAB 3

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Teori Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.1. Kerangka Teori Penelitian

3.2. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.2. Kerangka Konsep Penelitian Hepatitis B Akut

HBsAg + > 6 bulan HBV DNA ≥ 105 kopi/ml

Hepatitis B Kronik Tatalaksana Resolusi

Terapi Imunomodulasi Terapi Antiviral

Fibrosis Hepatis

Efek Samping Asidosis laktat,

hepatitis

eksaserbasi akut, miopati, neuropati perifer

Telbivudin Sirosis Hepatis

Karsinoma Hepatoselular

Indikasi Pasien Hepatitis B

kronik dengan replikasi virus aktif

Kontraindikasi Kombinasi dengan

PEG interferon

Infeksi hepatitis B kronik Pengobatan dengan telbivudin

HBeAg - HBeAg +

HBeAg - HBeAg +

ALT

HBsAg HBV

DNA

HBsAg ALT HBV

DNA

(30)

16

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif secara cross sectional, di mana penelitian ini akan mendeskripsikan bagaimana efektivitas pemberian telbivudin pada pasien penderita infeksi hepatitis B kronik di RSUP Haji Adam Malik Medan yang didapat melalui data rekam medik. Variabel penelitian ini terdiri dari pengobatan dengan telbivudin, jenis kelamin, usia, HBeAg, HBV DNA, dan ALT.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap pasien-pasien yang menderita infeksi hepatitis B kronik yang menjalani pengobatan dengan telbivudin di RSUP Adam Malik Medan.

Rumah sakit dipilih karena merupakan RS rujukan untuk kasus-kasus hepatitis B yang terjadi di Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan mulai bulan September 2016 sampai dengan Desember 2016.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien penderita infeksi hepatitis B kronik di RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.3.2. Sampel penelitian

Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik total sampling, dimana semua pasien yang menderita infeksi hepatitis B kronik yang menggunakan terapi telbivudin di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014 - 2015 dimasukkan ke dalam sampel penelitian ini.

Kriteria inklusi dari sampel pada penelitian ini adalah penderita hepatitis B kronik dewasa di RSUP Haji Adam Malik Medan.

(31)

17

Kriteria eksklusi dari sampel pada penelitian ini adalah sampel yang tidak menggunakan telbivudin sebagai pilihan terapi, data rekam medik yang tidak lengkap, meliputi umur, jenis kelamin, HBsAg, HBV DNA, HBeAg, dan tatalaksana.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yaitu rekam medik pasien hepatitis B kronik yang mendapat terapi telbivudin sebagai pilihan terapi pada tahun 2014 – 2015. Rekam medik tersebut diperoleh dari instalasi rekam medik RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.5. Metode Analisis Data

Data yang diperlukan dalam penelitian dikumpulkan setelah melihat rekam medis pasien infeksi hepatitis B kronik yang menerima terapi telbivudin di RSUP Haji Adam Malik Medan. Data yang telah terkumpul itu kemudian diolah dengan menggunakan program Statistical Program and Service Solutian (SPSS). Dalam penelitian ini, data akan dianalisis dengan cara deskriptif. Data kemudian akan ditampilkan dalam bentuk tabel.

4.6. Definisi Operasional

1. Pengobatan dengan telbivudin adalah penggunaan telbivudin 600 mg/hari oleh pasien infeksi hepatitis B kronik sebagai pilihan terapi dalam mengobati infeksi hepatitis B kronik minimal 12 bulan.

Cara Ukur : Observasi

Alat Ukur : Data Rekam Medik

Hasil Ukur : Kadar HBV DNA, HBsAg, ALT menurun, tetap, atau meningkat.

Skala Ukur : Ordinal

2. Jenis kelamin adalah jenis kelamin pasien yang menderita infeksi hepatitis B kronik yang menggunakan telbivudin sebagai terapi infeksi hepatitis B kronik.

Cara Ukur : Observasi

Alat Ukur : Data Rekam Medik Hasil Ukur : Laki-laki atau Perempuan

(32)

18

Skala Ukur : Nominal

3. Usia adalah umur pasien dewasa (> 18 tahun) yang menderita infeksi hepatitis B kronik saat mendapatkan terapi telbivudin pertama kali yang dinyatakan dalam tahun.

Cara Ukur : Observasi

Alat Ukur : Data Rekam Medik

Hasil Ukur : Umur dalam tahun (> 18 tahun (Dewasa)) Skala Ukur : Numerik

4. HBeAg adalah protein nonstruktural virus hepatitis B yang menggambarkan replikasi dari virus hepatitis B.

Cara Ukur : Observasi

Alat Ukur : Data Rekam Medik

Hasil Ukur : HBeAg positif atau HBeAg negatif Skala Ukur : Nominal

5. HBV DNA adalah kadar viral load penderita hepatitis B kronik yang dinyatakan dalam kopi/ml.

Cara ukur : Observasi

Alat Ukur : Data Rekam Medik

Hasil Ukur : kadar HBV DNA yang dinyatakan dalam IU/ml

 Respon terhadap pengobatan bila nilai HBV DNA menjadi tidak terdeteksi setelah diberi pengobatan

 Tidak respon terhadap pengobatan bila nilai HBV DNA tidak mencapai kadar tidak terdeteksi

Skala ukur : Numerik

6. HBsAg adalah kadar HBsAg serum pada hasil pemeriksaan laboratorium pasien penderita hepatitis B kronik.

Cara ukur : Observasi

Alat Ukur : Data Rekam Medik Hasil Ukur : Positif atau negatif Skala ukur : Ordinal

(33)

19

7. ALT adalah kadar alanine aminotransferase (ALT) serum pada pasien penderita hepatitis B kronik yang dinyatakan dalam U/L.

Cara Ukur : Observasi

Alat Ukur : Data Rekam Medik

Hasil Ukur : Kadar ALT yang dinyatakan dalam U/L Skala Ukur : Numerik

(34)

20

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 . Hasil Penelitian

5.1.1. Karakteristik individu

Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik total sampling, di mana peneliti mengambil seluruh rekam medik pasien-pasien hepatitis B kronik. Peneliti mendapatkan 241 pasien yang pada bagian pendataan / komputer rekam medik menderita hepatitis B kronik. Dan dari 241 pasien itu, ternyata hanya ada 39 pasien hepatitis B kronik pengguna telbivudin yang memiliki data yang lengkap. Sedangkan sisanya terdiri dari 67 pasien hepatitis B kronik pengguna telbivudin yang datanya tidak lengkap, 79 pasien hepatitis B kronik pengguna terapi antiviral selain telbivudin, dan 56 pasien hepatitis B kronik yang tidak mendapat terapi antiviral diakibatkan oleh belum cukupnya indikasi pemberian antiviral pada pasien atau pasien yang tidak datang kembali untuk berobat ke RSUP Haji Adam Malik Medan. Dari 39 rekam medik pasien hepatitis B kronik tersebut, peneliti mendapatkan data yang diperlukan untuk penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, nilai HBV DNA, HBeAg, HBsAg, dan ALT.

Jumlah populasi adalah jumlah seluruh pasien hepatitis B kronik di RSUP Haji Adam Malik Medan periode 2014 – 2015 yaiutu sejumlah 241 pasien.

(35)

21

Gambar 5.1 Alur pengambilan sampel

241 Rekam medik hepatitis B kronik

106 Pengguna telbivudin

39 Sampel Penelitian

67 Data Tidak Lengkap

79 Pengguna

bukan telbivudin 56 Tidak mendapat terapi

(36)

22

5.1.2. Karakteristik dasar sampel penelitian

Karakteristik dasar sampel penelitian ini ditampilkan pada table berikut ini.

Tabel 5.1 Karakteristik dasar sampel penelitian

Variabel Hepatitis B Kronik

(n = 39 sampel) Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

28 (71.8 %) 11 (28.2 %)

Usia (Tahun) 42.62 ± 12.842

HBeAg

Positif 26 (66.7 %)

Negatif 13 (33.3 %)

ALT (U/L) 149.77 ± 231.357

HBV DNA (IU/ML) 2.3 x 107 ± 6.0 x 107

Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa pada penelitian ini terdapat 39 sampel yang terdiri dari 71.8 % laki-laki dan 28.1 % perempuan dengan rata-rata usia 43 tahun dimana usia minimum 19 tahun dan maksimum 65 tahun. Sampel penelitian terdiri dari 66.7 % pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg positif dan 33.3 % pasien dengan HBeAg negatif dengan rata-rata nilai ALT dan HBV DNA masing- masing adalah 149.77 dan 2,3 x 107.

(37)

23

5.1.3. Karakteristik penderita hepatitis B kronik berdasarkan HBeAg

Karakteristik penderita hepatitis B kronik berdasarkan HBeAg disajikan dalam bentuk tabel berikut ini.

Tabel 5.2 Karakteristik penderita hepatitis B kronik berdasarkan HBeAg

Variabel HBeAg +

(n = 26)

HBeAg - (n = 13)

Usia 40.62 ± 12.659 46.62 ± 12.745

ALT Sebelum (U/L) 154.46 ± 257.38 140.38 ± 177.045 HBV DNA (IU/ML)

Sebelum Pengobatan 3.07 x 107 ± 7.105 x 107 8.0 x 106 ± 2.26 x 107 Sesudah Pengobatan 2.4 x 103 ± 8.463 x 103 8.46 x 106 ±3.052 x 107 Durasi Pengobatan (Bulan) 10.81 ± 5.238 10.54 ± 4.892

Tabel 5.2 di atas memperlihatkan bahwa 66.7 % dari sampel penelitian merupakan pasien HBsAg positif dengan HBeAg negatif sisanya 33.7 % adalah pasien HBsAg positif dengan HBeAg negatif. Pasien HBsAg positif dengan HBeAg positif rata-rata berusia sekitar 41 tahunan dengan rata-rata nilai ALT sebesar 154.46 U/L. Dengan rata-rata durasi pengobatan 10.8 bulan menurunkan nilai HBV DNA dari rata-rata 3.07 x 107 IU/L menjadi rata-rata 2.4 x 103 IU/L.

Sementara, pada pasien HBsAg positif dengan HBeAg negatif usia rata-rata sekitar 47 tahun dengan nilai ALT rata-rata adalah 140.38 U/L. Pada pasien ini rata-rata nilai HBV DNA sebelum pengobatan adalah 7.9 x 106 IU/ML dan nilai HBV DNA setelah pengobatan rata-rata 8.46 x 106.

(38)

24

5.1.4. Efektivitas telbivudin pada hepatitis B kronik dengan HBeAg positif

Efektivitas telbivudin sebagai pilihan pengobatan hepatitis B kronik dengan HBeAg positif disajikan dalam bentuk tabel berikut ini.

Tabel 5.3. Efektivitas telbivudin pada hepatitis B kronik dengan HBeAg positif

Efektifvitas Telbivudin Hepatitis B Kronik dengan HBeAg + (n = 26 )

Respon 13 (50%)

Tidak Respon 13 (50%)

Dari tabel 5.3 di atas dapat dilihat bahwa 50 % dari 26 pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg positif, efektif (HBV DNA menjadi tidak terdeteksi) dengan pemberian telbivudin sebagai pengobatan. Sementara, sisanya tidak efektif terhadap telbivudin.

5.1.5. Efektivitas telbivudin pada hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif Efektivitas telbivudin sebagai pilihan pengobatan hepatitis B kronik dengan HBeAg positif disajikan dalam bentuk tabel berikut ini.

Tabel 5.4. Efektivitas telbivudin pada hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif

Efektivitas Telbivudin Hepatitis B Kronik dengan HBeAg – (n = 13)

Respon 10 (76.9 %)

Tidak Respon 3 (23.1 %)

Dari tabel 5.4 di atas dapat dilihat bahwa 76.9 % dari 13 pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif efektif (HBV DNA menjadi tidak terdeteksi) menggunakan telbivudin sebagai pilihan pengobatan sedangkan 23.1 % sisanya tidak efektif menggunakan telbivudin.

(39)

25

5.2 Pembahasan

5.2.1. Karakter dasar sampel penelitian

Berdasarkan data CDC (Centers for Disease Control and Prevention) bahwa pada tahun 2005 di United State insiden hepatitis B terbanyak adalah pada usia 20-45 tahun dan sampai saat ini insiden tertinggi infeksi hepatitis B tetap pada usia di atas 20 tahun dan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar 2013) bahwa insiden hepatitis B terbanyak pada usia di atas 15 tahun dapat disimpulkan bahwa hepatitis B banyak menimpa orang dewasa seperti data penelitian pada tabel 5.1 di atas usia rata-rata pasien ialah 43 tahun.4,24

Beberapa penelitian lain mengenai efektivitas suatu antiviral terhadap hepatitis B kronik tidak ada disebutkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi efektivitas antiviral termasuk telbivudin.1,5,6,9 Namun nilai ALT sebelum pengobatan dan HBeAg dikatakan mempengaruhi efektivitas antiviral golongan analog nukleotida.25,26

5.2.2. Karakteristik penderita hepatitis B kronik berdasarkan HBeAg

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 di atas kita dapatkan bahwa pasien HBsAg positif dengan HBeAg positif lebih banyak (66.7 %) dibanding pasien HBsAg positif dengan HBeAg negatif (33.7 %). Begitu juga dengan nilai ALT, pasien HBsAg positif dengan HBeAg positif nilai ALT rata-ratanya ialah 154.46 dengan simpangan baku 257.38 sementara nilai ALT pasien HBsAg positif dengan HBeAg negatif ialah 140.38 dengan simpangan baku 177.045. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pasien dengan HBeAg positif menandakan replikasi virus lebih aktif dibanding dengan pasien dengan HBeAg negatif kecuali bila terjadi mutasi pada virus sehingga, HBeAg tidak terdeteksi namun replikasi virus tetap aktif.26 Artikel yang ditulis oleh Saikia, Talukdar, Mazumder, dll dalam Postgraduate Medical Journal menyatakan bahwa pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif akibat mutasi memiliki waktu pengobatan yang lebih lama untuk meniadakan HBV DNA oleh karena tendensi virus untuk berintegrasi dengan genom pejamu serta nilai ALT yang cenderung berfluktuasi.27

(40)

26

Nilai ALT sebelum pengobatan dikatakan mempengaruhi efektivitas antiviral golongan analog nukleotida. Nilai ALT sebelum pengobatan yang semakin tinggi meningkatkan efektivitas telbivudin dan sebaliknya, nilai ALT sebelum pengobatan yang semakin rendah menunjukkan penurunan efektivitas telbivudin.26 Hal ini sesuai dengan teori ini yaitu saat pasien pasien hepatitis B kronik diberi telbivudin dalam jangka lebih kurang 11 bulan, pasien dengan HBeAg positif mencapai nilai HBV DNA rata-rata 2.4 x 103 IU/L sedangkan pasien dengan HBeAg negatif mencapai nilai HBV DNA rata-rata 8.4 x 106.

5.2.3. Efektivitas telbivudin hepatitis B kronik dengan HBeAg positif

Sebuah penelitian yang menilai efektivitas antiviral pada pasien hepatitis B kronik didapatkan bahwa diperlukan waktu yang lebih panjang dari 12 – 13 bulan untuk meningkatkan persentase tidak terdeteksinya nilai HBV DNA pada pasien HBeAg positif. Pada saat diterapi dengan telbivudin selama 12 – 13 bulan, nilai HBV DNA menjadi tidak terdeteksi sebanyak 60 % pasien dengan HBeAg positif dan saat lama terapi telbivudin diperpanjang menjadi 4 tahun nilai HBV DNA pasien yang menjadi tidak terdeteksi adalah 79 %.25 Pada tabel 5.3 dapat dilihat bahwa antara persentase pasien yang efektif (HBV DNA menjadi tidak terdeteksi) dengan telbivudin dan persentase pasien yang tidak efektif dengan telbivudin adalah sama yaitu masing-masing 50% dan 50 %. Hal ini terjadi bisa akibat jumlah sampel yang sedikit atau membutuhkan waktu pengobatan yang lebih lama.

5.2.4. Efektivitas telbivudin pada hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif Dari data di atas diketahui bahwa 76.9 % dari 13 pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif, efektif (HBV DNA menjadi tidak terdeteksi) diterapi dengan telbivudin dan 23.1 % pasien lainnya tidak efektif dengan menggunakan telbivudin. Bila dibandingkan dengan penelitian lain yaitu pada saat diterapi dengan telbivudin selama 12 – 13 bulan, nilai HBV DNA menjadi tidak terdeteksi sebanyak 67 % pasien dengan HBeAg negatif dan saat lama terapi telbivudin

(41)

27

diperpanjang menjadi 4 tahun nilai HBV DNA pasien yang menjadi tidak terdeteksi adalah 84 %.25 Hal ini terjadi bisa akibat jumlah sampel yang sedikit atau membutuhkan waktu pengobatan yang lebih lama.

(42)

28

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelititan yang telah saya lakukan, maka kesimpulan yang dapat diperoleh adalah :

1. Pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg positif di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berespon terhadap telbivudin adalah 50 %.

2. Pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif RSUP Haji Adam Malik Medan yang berespon terhadap telbivudin adalah 76.9 %.

6.2 Saran

Dari serangkaian proses yang telah dijalani peneliti sewaktu melakukan penelitian ini, maka dapat diutarakan saran yang mungkin bermanfaat untuk semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini. Saran itu adalah :

1. Bagi pasien infeksi hepatitis B kronik agar taat dalam menjalani terapi yang memerlukan jangka waktu yang lama sampai benar-benar tuntas.

2. Bagi dokter agar tetap mempertimbangkan antiviral selain telbivudin sebagai pilihan terapi bila perlu karena dari hasil penelitian ini cukup banyak yang tidak respon pada pengobatan hepatitis B kronik.

3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) harus menanggung lebih banyak lagi pilihan terapi antiviral untuk pengobatan hepatitis B kronik terutama antiviral yang high potential seperti tenofovir dan entecavir.

4. Bagi dokter agar terus memperbaiki sistem pencatatan rekam medis pasien hepatitis B kronik sehingga rekam medis dapat menjadi sumber informasi yang baik.

(43)

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Sanityoso A. Hepatitis virus akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Ilmu penyakit dalam. Jakarta:

InternaPublishing; 2009. hal. 644-52.

2. Kementerian Kesehatan RI. Pusat data dan informasi kementerian

kesehatan RI: Situasi dan analisis hepatitis. Jakarta Selatan: Kementerian Kesehatan RI; 2014.

3. World Health Organization. Hepatitis b. World Health Organization; 2015 4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan

RI. Laporan riset kesehatan dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI; 2013.

5. Terrault NA, Bzowej NH, Chang KM, Hwang JP, Jonas MM, Murad MH.

Practice guideline: AASLD guidelines for treatment of chronic hepatitis b.

J AASLD. 2015 Aug 0(0): 1-23.

6. Dienstag JL. Chronic hepatitis. In: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al., editors. Harrison’s

gastroenterology and hepatology 17th ed. New York: McGraw Hill; 2010.

p. 390-414.

7. Soemohardjo S, Gunawan S. Hepatitis B kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. p. 653-61.

8. Zheng Y, Huang Z, Chen X, Tian Y, Tang J, Zhang Y, et al. Research article : Effects of telbivudine treatment on the circulating cd4+ t-cell subpopulations in chronic hepatitis b patients. Mediators of Inflammation.

2012 Feb 0(0): 1-9.

9. Lai CL, Gane E, Liaw YF, Hsu CW, Thongsawat S, Wang Y, et al.

Telbivudine versus lamivudine in patients with chronic hepatitis b. N ENGL J MED. 2007 Dec 357(25): 2576-88.

10. Dienstag JL. Acute viral hepatitis. In: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al., editors. Harrison’s

gastroenterology and hepatology 17th ed. New York: McGraw Hill; 2010.

p. 349-77.

11. Busch K, Thimme R. Natural history of chronic hepatitis B virus infection.

Med Microbiol Immunol. 2014 Des (204): 5-10

12. Bailen LS. Hepatitis b: Clinical outcomes of acute hbv infections. TUFTS UNIVERSITY [Internet]. 2007 [cited 2016 May 16]. Available from:

www.ocw.tufts.edu/Content/48.lecturenotes/595117/595146.

13. Yapali S, Talaat N, Lok AS. Management of hepatitis b: Our practice and how it relates to the guidelines. Clinical Gastroenterology and Hepatology.

2014 Jan 12(1): 16-26.

14. [Guideline] Papatheodoridis G, Buti M, Comberg M, Janssen H, Mutimer D, Pol S, et al, for the European Association for the Study of the Liver.

EASL clinical practice guidelines: Management of chronic hepatitis B virus infection. J Hepatol. 2012 Jul 57(1):167-85.

(44)

30

15. Keam SJ. Drugs: Telbivudin. PubMed [Internet]. 2007 [cited 2016 May 15]. 67(13):1917-1929. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17722961.

16. [Guideline] Sherman M, Shafran S, Burak K, Doucette K, Wong W, Girgrah N, et al. Management of chronic hepatitis B: Consensus guidelines. Can J Gastroenterol. 2007 Jun 21 (Suppl C): 5C-24C.

17. [Guideline] Liaw YF, Leung N, Kao JH, Piratvisuth T, Gane E, Han KH, et al. Asian-Pacific consensus statement on the management of chronic hepatitis B: a 2008 update. Hepatol Int. 2008 Sep 2(3): 263-83.

18. Dusheiko G, Danta M. Telbivudine for the treatment of chronic hepatitis B. Drugs Today [Internet]. 2007 [cited 2016 Jun 18]; 43(5): 293. Available from:

https://journals.prous.com/journals/servlet/xmlxsl/pk_journals.xml_summ ary_pr?p_JournalId=4&p_RefId=1062671&p_IsPs=N.

19. Han SHB. Telbivudine: a new nucleoside analogue for the treatment of chronic hepatitis B. Expert Opinion on Investigational Drugs [Internet].

2005 Apr [cited 2016 Jun 18]; 14(4). Available from:

http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1517/13543784.14.4.511.

20. Zhao S, Tang L, Fan X, Chen L, Zhou R, Dai X. Comparison of the

efficacy of lamivudine and telbivudine in the treatment of chronic hepatitis B: a systematic review. Virology Journal [Internet]. 2010 Sep [cited 2016 Jun 18]; 7(211). Available from:

http://virologyj.biomedcentral.com/articles/10.1186/1743-422X-7-211.

21. Liaw YF, Gane E, Leung N, Zeuzem S, Wang Y, Lai CL, et al. 2-year GLOBE trial results: telbivudine is superior to lamivudine in patients with chronic hepatitis b. Gastroenterology. 2009 Feb 136(2): 486-95.

22. Food and Drug Administration. Tyzeka. Food and Drug Administration;

2006

23. Zhou XJ, Marbury TC, Alcorn HW, Smith WB, Patrick GD, Chao GC, et al. Pharmacokinetics of telbivudine in subjects with various degrees of hepatic impairment. Antimicrob. Agents Chemother [Internet]. 2006 May [cited 2016 Jun 18]; 50(5). Available from:

http://aac.asm.org/content/50/5/1721.full.

24. Centers of Disease Control and Prevention. Hepatitis b. Centers of Disease Control and Prevention; 2016

25. Scaglione SJ, Lok ASF. Effectiveness of hepatitis b treatment in clinical practice. J Gastro. 2012 May 142(6): 1360-68.

26. World Health Organization. Guidelines for the prevention, care and treatment of persons with chronic hepatitis b infection. World Health Organization; 2015.

27. Saikia N, Talukdar R, Mazumder S, Khanna S, Tandon R. Management of patients with HBeAg negative chronic hepatitis B. Postgrad Med J. 2006 Apr 83: 32-9.

(45)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Darma Abdinta Sitepu

Tempat / Tanggal Lahir : Pamah Tambunan/ 19 Juni 1995

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Jamin Ginting, Gg. Maju No. 18 Medan Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Negeri 050638 Pamah Tambunan (2001-2007) 2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Salapian (2007-2010) 3. Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Binjai (2010-2013) RiwayatOrganisasi :

1. UKM KMK USU 2016 - sekarang

(46)

Lampiran 2

Persetujuan Pelaksanaan Penelitian dari Komisi Etik

(47)

Lampiran 3

(48)
(49)
(50)

Lampiran 4

Data Induk Penelitian

No. Urut Jenis Kelamin

HBeAg (-/+) HBsAg Sebelum Pengobatan

Durasi Pengobatan ALT Sebelum Pengobatan (U/L)

ALT Sesudah Pengobatan (U/L)

1. Laki-laki Positif Positif 7 Bulan 1168 36

2. Laki-laki Positif Positif 14 Bulan 100 30

3. Laki-laki Negatif Positif 23

4. Laki-laki Positif Positif 18 Bulan 72 64

5. Laki-laki Positif Positif 5 Bulan 59 27

6. Perempuan Positif Positif 24

7. Laki-laki Positif Positif 7 Bulan 52 36

8. Perempuan Negatif Positif 27

9. Perempuan Negatif Positif 6 Bulan 590 19

10. Laki-laki Positif Positif 34 Bulan 154 54

11. Laki-laki Positif Positif 1 Bulan 122 23

12. Perempuan Positif Positif 10 Bulan 70 100

13. Perempuan Positif Positif 52

14. Laki-laki Positif Positif 1 Bulan 62 122

15. Laki-laki Negatif Positif 4 Bulan 402 22

16. Perempuan Positif Positif 10

17. Laki-laki Positif Positif 24

18. Laki-laki Negatif Positif 8 Bulan 43 17

19. Laki-laki Negatif Positif 13 Bulan 60 56

20. Laki-laki Positif Positif 7 Bulan 86 22

21. Laki-laki Positif Positif 11 Bulan 35 25

22. Laki-laki Negatif Positif 17 Bulan 48 29

23. Perempuan Negatif Positif 21 Bulan 40 190

(51)

24. Perempuan Positif Positif 10 Bulan 45 290

25. Laki-laki Positif Positif 2 Bulan 140 22

26. Laki-laki Positif Positif 5 Bulan 70 28

27. Laki-laki Positif Positif 5 Bulan 34 154

28. Laki-laki Negatif Positif 7 Bulan 100 49

29. Perempuan Positif Positif 79

30. Perempuan Negatif Positif 18 Bulan 23 18

31. Laki-laki Positif Positif 16 Bulan 320 42

32. Laki-laki Positif Positif 98

33. Perempuan Positif Positif 351

34. Laki-laki Positif Positif 27 Bulan 21 16

35. Laki-laki Negatif Positif 2 Bulan 97 55

36. Laki-laki Negatif Positif 4 Bulan 293 27

37. Laki-laki Positif Positif 6 Bulan 749 26

38. Laki-laki Negatif Positif 21 Bulan 79 42

39. Laki-laki Positif Positif 19

No. Urut Jenis Kelamin

Usia (Tahun) HBeAg (-/+) Durasi Pengobatan HBV DNA Sebelum Pengobatan (IU/L)

HBV DNA Sesudah Pengobatan (IU/L)

1. Laki-laki 32 Positif 6 Bulan 233 Tidak Terdeteksi

2. Laki-laki 37 Positif 13 Bulan 7340000 <29

3. Laki-laki 65 Negatif 10 Bulan 104 Tidak Terdeteksi

4. Laki-laki 44 Positif 16 Bulan 43000 Tidak Terdeteksi

5. Laki-laki 39 Positif 11 Bulan 463 Tidak Terdeteksi

6. Perempuan 49 Positif 5 Bulan 4440 Tidak Terdeteksi

(52)

7. Laki-laki 28 Positif 7 Bulan >110000000 227

8. Perempuan 54 Negatif 12 Bulan 3130 20

9. Perempuan 64 Negatif 25 Bulan 40900 Tidak Terdeteksi

10. Laki-laki 51 Positif 12 Bulan 310000 Tidak Terdeteksi

11. Laki-laki 58 Positif 19 Bulan 69600000 49.4

12. Perempuan 30 Positif 10 Bulan 17200000 81.4

13. Perempuan 45 Positif 24 Bulan 58700000 58.5

14. Laki-laki 41 Positif 14 Bulan 1670000 Tidak Terdeteksi

15. Laki-laki 30 Negatif 10 Bulan 7820000 Tidak Terdeteksi

16. Perempuan 19 Positif 8 Bulan 11000000 981

17. Laki-laki 57 Positif 7 Bulan 33700000 <6

18. Laki-laki 47 Negatif 8 Bulan 168000 Tidak Terdeteksi

19. Laki-laki 32 Negatif 10 Bulan 971 <29

20. Laki-laki 27 Positif 13 Bulan 1440000 Tidak Terdeteksi

21. Laki-laki 55 Positif 11 Bulan 8790 Tidak Terdeteksi

22. Laki-laki 51 Negatif 10 Bulan 4810 Tidak Terdeteksi

23. Perempuan 59 Negatif 8 Bulan 13500000 Tidak Terdeteksi

24. Perempuan 43 Positif 3 Bulan 391000 53.3

25. Laki-laki 51 Positif 12 Bulan 6940000 Tidak Terdeteksi

26. Laki-laki 26 Positif 23 Bulan >110000000 42600

27. Laki-laki 61 Positif 8 Bulan 161 Tidak Terdeteksi

28. Laki-laki 31 Negatif 6 Bulan 2890 Tidak Terdeteksi

29. Perempuan 52 Positif 9 Bulan 26700 Tidak Terdeteksi

30. Perempuan 52 Negatif 7 Bulan 121000 Tidak Terdeteksi

31. Laki-laki 58 Positif 12 Bulan 7030000 5180

32. Laki-laki 44 Positif 6 Bulan 8320 Tidak Terdeteksi

33. Perempuan 25 Positif 8 Bulan 4200 <29

(53)

34. Laki-laki 21 Positif 6 Bulan 11000000 8910

35. Laki-laki 30 Negatif 6 Bulan 37000 Tidak Terdeteksi

36. Laki-laki 50 Negatif 12 Bulan 443 Tidak Terdeteksi

37. Laki-laki 28 Positif 12 Bulan >11000000 Tidak Terdeteksi

38. Laki-laki 41 Negatif 13 Bulan 82200000 >110000000

39. Laki-laki 35 Positif 6 Bulan 341000000 4420

(54)

Lampiran 5

Hasil Pengolahan Data

1. Analisa Deskriptif Secara Keseluruhan

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Usia 39 19 65 42.62 12.842

Durasi Pengobatan Dalam Bulan

39 3 25 10.72 5.062

HBV DNA Sebelum 39 104 341000000 23136321.92 6.001E7

ALT Sebelum 39 10 1168 149.77 231.357

Valid N (listwise) 39

Statistics

Jenis Kelamin HBeAg

N Valid 39 39

Missing 0 0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 28 71.8 71.8 71.8

Perempuan 11 28.2 28.2 100.0

Total 39 100.0 100.0

HBeAg

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Negatif 13 33.3 33.3 33.3

Positif 26 66.7 66.7 100.0

Total 39 100.0 100.0

Gambar

Gambar 2.1. Perjalanan infeksi hepatitis B. 12  2.1.3.  Manifestasi klinis
Gambar 2.2. Algoritma kriteria pengobatan pasien hepatitis B kronik  dengan HBeAg positif
Gambar 2.3. Algoritma kriteria pengobatan pasien hepatitis B kronik  dengan HBeAg negatif
Tabel    2.2.Data  antiviral  yang  sensitif  dan  resisten  pada  masing-masing  varian virus hepatitis B : S (sensitif), I (Intermediat), dan R (Resisten)
+3

Referensi

Dokumen terkait

karena beberapa hal yaitu mahasiswa masih terbiasa memperoleh umpan balik dari luar dirinya, praktik penilaian diri untuk menilai kompetensi klinik baru sekali ini dilakukan

Dalam perkembangannya, masyarakat telah menunjukkan kepedulian terhadap masalah pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan anak usia dini untuk usia 0 sampai dengan 6 tahun

Direct Obstetric deaths, yaitu kematian ibu yang langsung disebabkan oleh komplikasi obstetric pada masa hamil, bersalin dan nifas atau kematian yang disebabkan oleh

Balai Hidrologi dan Tata Air, Pusat Litbang Sumber Daya Air... Jan

Sebagian besar dari diare akut disebabkan oleh karena infeksi. Banyak dampak  Sebagian besar dari diare akut disebabkan oleh karena infeksi. Banyak dampak  yang dapat terjadi karena

Radiasi elektromagnetik dalam rongga hampa bervolume    pada temperature keseimbangan    dapat dipandang sebagai sistem gas foton dengan energi yang

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Timur Nomor 22 Tahun 2005 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah

Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan. Semua makhluk hidup memerlukan air. Tanpa air tak akan ada kehidupan. Demikian pula manusia tak dapat hidup tanpa