• Tidak ada hasil yang ditemukan

Th. Van den End, Menjembatani Jurang Menembus Batas, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), hlm Th. Van den End, Menjembatani Jurang, hlm 274.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Th. Van den End, Menjembatani Jurang Menembus Batas, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), hlm Th. Van den End, Menjembatani Jurang, hlm 274."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

1 1. Pendahuluan

Kekristenan di Toraja dibawa oleh para zending pada tahun 1913-1917 dipelopori oleh tokoh A.A van de Loosdrecht yang awalnya ditolak oleh masyarakat Toraja karena budaya mereka yang masih sangat melekat.1 Namun, para zending yang membawa masuk kekristenan di Toraja ingin mempertahankan dan berjalan berdampingan bersama kebudayaan orang Toraja.2 Ketika para zending mulai memberitakan injil dan berkembangnya kekristenan di Toraja, sekitar 23 pemuda Toraja dibaptis. Akhirnya, persidangan sinode I tanggal 25 Maret 1947 di Rantepao memutuskan bahwa masyarakat Toraja yang menganut agama Kristen disatukan dalam satu institusi gereja yaitu Gereja Toraja.3 Gereja Toraja merupakan salah satu gereja suku yang berada di Sulawesi Selatan karena terbentuk atas persekutuan kesukuan yaitu suku Toraja.4 Dr. Van der Veen yakin bahwa tidak hanya bahasa Toraja yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengungkapkan iman Kristen tetapi juga dapat melalui tari-tarian, nyanyian, pesta-pesta, dan bahkan pola berhias.5

Orang Toraja sendiri memahami bahwa mereka harus mengikuti ritual-ritual kebudayaan Toraja agar dapat memelihara jati dirinya.6 Kebudayaan yang tetap dipertahankan bahkan dilakukan oleh orang Kristen di Tana Toraja hingga saat ini yaitu Rambu Solo’ (upacara kedukaan) dan Rambu Tuka’ (upacara ungkapan syukur).7 Dalam upacara-upacara kebudayaan terdapat beberapa tradisi. Tradisi yang terdapat dalam Rambu Solo’ seperti ma’ pasilaga tedong (adu kerbau), ma’

passonglo’ (arak-arak mayat), mantaa duku’ (pembagian daging), ma’ badong (nyanyian kedukaan)8, sedangkan tradisi dalam Rambu Tuka’ seperti ma’ toding

1 Th. Van den End, Menjembatani Jurang Menembus Batas, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), hlm 97.

2 Th. Van den End, Menjembatani Jurang, hlm 274.

3 Th. Van den End, Sumber-sumber Zending tentang Sejarah Gereja Toraja 1901-1961, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1994) hlm 23.

4 Th. Van den End and Weitjens J, Ragi Carita 2: Sejarah Gereja Di Indonesia 1860.an – Sekarang (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hlm 161.

5 Th. Van den End and Weitjens J, Ragi Carita 2, hlm 165.

6 Theodorus Kobong, Injil dan Tongkonan: Inkarnasi, Kontekstualisasi, Transformasi, (Jakarta, BPK Gunung Mulia 2008), hlm 265.

7 Theodorus Kobong, Injil dan Tongkonan, hlm 47-48.

8 Mei Nurul Hidayah, “Tradisi Pemakaman Rambu Solo di Tana Toraja Dalam Novel Puya ke Puya Karya Faisal Oddang”, Vol 01 Nomor 01 (Tahun 2018), hlm 7-8, diakses tanggal 15 Februari 2021.

(2)

2

(sawer), ma’ gellu’ (tarian), ma’ bugi’ (pengobatan untuk menolak bala), ma’

lambuk (menumbuk padi secara beramai-ramai), dan lain-lain.9

Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman agama dan budaya dari Sabang sampai Merauke. Keragaman itu membuat setiap daerah memiliki adat dan budaya yang berbeda-beda. Menurut E.B Taylor kebudayaan merupakan kompleksitas yang mencakup mulai dari pengetahuan, kesenian, kepercayaan, hukum, moral dan adat-istiadat serta kemampuan dan kebiasaan berulang-ulang yang sudah lazim didapatkan sebagai anggota masyarakat.10 Menurut WJS Poewardaminta adat merupakan salah satu aspek dari kebudayaan.11 Kemajemukan di Negara Indonesia membuat setiap daerah memiliki ciri khas adat dan budaya yang melekat dengan masyarakat daerah tersebut. Salah satu daerah di Indonesia yang terkenal dengan adat dan budayanya adalah Tana Toraja.

Permainan tradisional merupakan salah satu dari unsur kebudayaan di Indonesia. Masing-masing daerah memiliki permainan tradisional tersendiri.

Namun, saat ini keberadaan permainan tradisional berangsur-angsur mengalami kepunahan terutama bagi yang tinggal di daerah perkotaan.12 Permainan tradisional adalah salah satu aktivitas permainan yang tumbuh di daerah tertentu dan penuh dengan nilai-nilai budaya dan kehidupan yang diajarkan secara turun temurun.13 Permainan tradisional juga merupakan permainan yang diwariskan dari generasi ke generasi yang sesuai dengan ketentuan dan memiliki dampak positif serta memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam permainan tersebut.14 Permainan tradisional merupakan permainan yang telah diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan tetap mengandung nilai baik, positif, bernilai, dan diinginkan.15Sudah diketahui bahwa permainan tradisional merupakan warisan

9 Ignes Sarto, “Rambu Tuka’ sebagai Pemersatu Empat Kasta di Toraja”, Volume 1 Nomor 4 (Tahun 2020), hlm 309-311, diakses tanggal 15 Februari 2021.

10 Soerjono Soekanto, Sosiologi suatu pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm 150.

11 W.J.S Poerwardaminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai apustaka, 1954) hlm 3.

12 Euis Kurniati, Permainan Tradisional dan perannya dalam mengembangkan keterampilan sosial anak, (Jakarta: PRENADAMEDIA, 2016), hlm 2.

13 Euis Kurniati, Permainan Tradisional, hlm 2.

14 Hasruddin Nur dan Muhammad Ferdhy Asdana, “Pergeseran permainan Tradisional di kota Makassar”, Vol. 3, No. 1, (Februari 2020) hlm 21, diakses tanggal 7 Maret 2021.

15 Iswinarti, Permainan Tradisional Prosedur dan Analisah manfaat Psikologis, (Malang:

UMM Press, 2017), hlm 35.

(3)

3

budaya bangsa yang wajib dilestarikan. Bukan hanya sekedar permainan, terdapat juga unsur budaya yang sudah melekat di dalamnya. Oleh karena itu, perlu adanya sosialisasi atau konservasi permainan tradisional agar sarana bagi anak untuk memperoleh pengalaman gerak yang berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik anak dapat tersalurkan.16

Sisemba’ merupakan salah satu bentuk tradisi dan permainan tradisional yang dilakukan sebagai rangkaian dalam pengucapan syukur dan Rambu Solo’. Awalnya, sisemba’ merupakan permainan yang dilakoni oleh anak-anak gembala kerbau pada waktu mereka beristirahat. Sedangkan, saat ini sisemba’ diadakan/dilakukan ketika syukuran pasca panen padi, rangkaian Rambu Solo’ dan Ma’ Nene’. Sisemba’

sebagai rangkaian syukur pasca panen padi diperankan oleh jemaat yang menjadi tuan rumah penyelenggaraan pesta.

Permainan ini melibatkan kaki dari para petarung, maka setiap kubu wajib berpasangan dengan bergandengan tangan baik ketika menyerang maupun dalam posisi bertahan dan tidak diperbolehkan menyerang selain menggunakan kaki.

Positifnya dari permainan ini adalah sangat menjunjung sportifitas bahkan ketika lawan terjatuh tidak boleh diserang oleh lawan. Setelah berakhirnya permainan ini juga diharapkan tidak ada saling dendam diantara kedua kubu meskipun beberapa orang mengalami cedera ringan hingga berat.17

Meskipun permainan ini menjunjung sportifitas yang tinggi, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa dalam realitanya seringkali permainan ini berakhir dengan dendam. Bahkan ketika permainan berlangsung pun ada yang menyembunyikan batu di dalam sarung sehingga lawan yang diserang mengalami cedera. Ketika ada warga kampung lain yang mengikuti permainan ini tidak jarang mengalami konflik karena tidak terima dengan luka atau cedera yang menimpanya.18

Salah satu masyarakat yang penulis hubungi untuk meminta kesediaannya sebagai narasumber tentang sisemba’ mengatakan bahwa beliau pernah mengikuti tradisi ini 10 tahun yang lalu di daerah Pangala’ tetapi berakhir dengan ricuh karena

16 Gustiana M Anggita.Siti B Mukkaromah. M Arif Ali, “Eksistensi Permainan

Tradisional Sebagai Warisan Budaya Bangsa”, Journal of sport science and education, Vol 3, No 2, (Oktober 2018), hlm 10, diakses tanggal 7 Maret 2021.

17 Wawancara Bapak PG melalui WhatsApp tanggal 31 Agustus 2020.

18 Wawancawa kakek O di Toraja melalui telepon tanggal 23 Agustus 2020.

(4)

4

ada dendam antara satu pihak. Beliau mengatakan juga bahwa yang beliau tahu beberapa waktu tradisi ini sudah tidak dilaksanakan.19

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, tidak hanya adat dan budaya yang plural atau multikultur. Menurut Ebenhaizer Nuban Timo, Gereja merupakan persekutuan multikultur sebagai sebuah realitas bergereja. Hal ini terdeteksi dari percaya Tuhan yang satu, merayakan baptisan dan perjamuan yang sama, memiliki common vision akan satu kehidupan baru untuk semua, tetapi anggota-anggotanya berasal dari berbagai bangsa.20 Gereja diperhadapkan dengan tugas yang berat yaitu bagaimana gereja menanamkan injil di dalam budaya, supaya warga masyarakat yang merupakan pemilik dari budaya dapat percaya kepada Tuhan dan hidup sesuai dengan nilai-nilai oleh injil dan nilai-nilai dalam budaya bermasyarakat.21

Dalam hal ini, penulis ingin mengetahui sikap Gereja terhadap tradisi/permainan Sisemba’. Pada awalnya, permainan Sisemba’ dimaknai sebagai ungkapan syukur dan kebahagiaan pasca panen ternyata juga memiliki hal negatif yaitu menjadi sesuatu yang memicu konflik terjadi hingga adanya cedera fisik.

Penulis melihat bahwa ini merupakan hal yang sangat serius akan tetapi Gereja sendiri belum pernah berbicara soal ini. Menurut salah seorang pendeta jemaat Rante Tombang, bahwa gereja belum sampai berbicara tentang sisemba’ ini karena sejauh ini gereja hanya sampai pada menjaga keamanan saja.22

Banyak penelitian yang dilakukan dalam budaya Toraja, akan tetapi masih sedikit yang mengangkat tema tentang tradisi sisemba’ hal ini juga bertolak dari berbagai tulisan-tulisan tentang keanekaragaman budaya Toraja, oleh sebab itulah penulis ingin mengangkat tradisi sisemba’ ini. Tradisi ini sangatlah unik dalam kehidupan bermasyarakat di Toraja.

Sisemba’ merupakan salah satu permainan tradisional asal daerah Toraja.

Dalam salah satu jurnal Sosiologi Agama penelitian yang dilakukan tentang Tranformasi Sosial pada upacara Rambu Solo’ Dirapai di Rantepao Toraja Utara, tidak ada penelitian yang lebih mendalam terhadap sisemba’. Dalam jurnal tersebut hanya sebatas memasukan sisemba’ sebagai salah satu atraksi kesenian dalam

19 Wawancawa kakek O di Toraja melalui telepon tanggal 23 Agustus 2020.

20 E. Nuban Timo, “Gereja dan Budaya-budaya”, PENUNTUN Vol.14, No. 25, (2013), hlm 59, diakses tanggal 7 Maret 2021.

21 E. Nuban Timo, “Gereja dan Budaya-budaya”, hlm 60, diakses tanggal 7 Maret 2021.

22 Wawancara Pdt. Yulianto Bala Padang, melalui WhatsApp tanggal 19 Januari 2020.

(5)

5

upacara adat Rambu Solo Diparai 23 dan yang diketahui oleh penulis adalah belum ada yang melakukan penelitian terhadap sisemba’ yang lebih mendalam, sehingga membuat penulis ingin meneliti tentang hal ini serta dapat melihat lebih mendalam bagaimana orang Toraja memahami makna dari tradisi sisemba’.

Penulis tertarik meneliti tentang budaya sisemba’ ini karena yang penulis lihat dan telah mendengar dari beberapa orang yang telah diwawancarai adalah ketika permainan atau tradisi ini selesai biasanya diakhiri dengan kericuhan atau dendam yang mengakibatkan terjadinya konflik dan banyak yang mengalami cedera. Satu hal lagi yang menarik bagi penulis adalah permainan atau tradisi sisemba’ ini biasanya dilakukan setelah pengucapan syukur pasca panen yang penulis bisa katakan bahwa kegiatan pengucapan syukur identik dengan kebahagiaan tetapi diakhiri dengan permainan atau tradisi yang mengandung unsur

“kekerasan”.

Dalam tulisan ini, penulis ingin mengetahui bagaimana hubungan sosial suatu kelompok dan memberikan sebuah refleksi teologis. Dalam hal ini mengkaji sisemba’ secara sosiologis dan sekaligus memasukan refleksi teologis dari analisis sosiologis. Dalam tulisan ini, penulis mengkaji sisemba’ dan pemaknaannya secara sosiologis dengan menggunakan teori permainan tradisional. Selain itu, penulis juga akan menelaah sikap gereja Rante Tombang terhadap sisemba’ dalam perspektif sosiologi agama, khususnya teori tentang fungsi agama bagi masyarakat.

Pada gilirannya kemudian semua itu akan direfleksikan secara teologis.

Dari latar belakang di atas penulis mengajukan pertanyaan sebagai rumusan masalah: pertama, bagaimana jemaat Rante Tombang memaknai budaya sisemba’, kedua, bagaimana sikap Gereja Rante Tombang terhadap budaya sisemba’, dan ketiga, bagaimana analisis sosiologi agama terhadap sikap Gereja Rante Tombang tentang budaya sisemba’.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Jemaat Rante Tombang dalam memaknai budaya sisemba’, mendeskripsikan sikap Gereja Rante Tombang terhadap budaya sisemba’, dan mendeskripsikan analisis sosiologi agama terhadap sikap Gereja Rante Tombang tentang budaya sisemba’.

23 Rahleda, “Transformasi Sosial pada Upacara Rambu Solo Dirapai di Rantepao Toraja Utara”, Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama dan Perubahan Sosial, Vol.10, No. 1, (Januari-Juni 2016), hlm 43-64, diakses tanggal 9 Maret 2021.

(6)

6

Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi, referensi dan pemahaman baru terkait budaya sisemba’ di Gereja Toraja Jemaat Rante Tombang. Dengan penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti yang melakukan penelitian selanjutnya.

Selain itu diharapkan juga melalui penelitian ini dapat memberikan sumbangsih ilmiah bagi perkembangan ilmu teologi dalam memahami adat istiadat dan budaya yang ada di masyarakat.

Secara praktis penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih kepada Gereja Toraja Jemaat Rante Tombang dalam menjelaskan tentang pemahaman mereka terhadap sisemba’. Selain itu hal ini membuka wawasan pengetahuan warga gereja tentang sisemba’ dalam penghayatan kehidupan beragama, sehingga dapat dijelaskan kepada anak cucu, generasi berikutnya secara jelas tentang sisemba’

yang sampai sekarang ini dilakukan oleh warga Gereja Toraja Jemaat Rante Tombang.

2. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang dipakai adalah metode deskriptif dengan pendekatan penelitian kualitatif. Memahami hal-hal alamiah seperti persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara menyeluruh dengan cara mendeskripsikannya adalah penelitian kualitatif.24 Dipakainya metode penelitian kualitatif ini karena sangat sesuai dengan hal yang hendak dicapai dari penelitian ini.

Teknik analisa data kualitatif terdapat tiga jalar yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Miles dan Haberman, 1992). Reduksi data adalah upaya menyimpulkan data yang kemudian memilah-milah data dalam satuan konsep tertentu dan kemudian hasil dari reduksi diolah sedemikian rupa sehingga dapat terbentuk sketsa atau sinopsis, sehingga dapat dengan mudah dalam penegasan kesimpulan.25

24 Lexy J. Maloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Rosdakarya: Bandung, 2012), hlm 6.

25 Ahmad Rijali, “Analisis data Kualitatif”, Jurnal Alhadhara, Vol.17 No. 33 (Januari- Juni 2018) hlm 81-95, diakses tanggal 7 Maret 2021.

(7)

7

Dengan metode penelitian kualitatif penulis dapat mendeskripsikan secara mendalam mengenai pemahaman Gereja Toraja Jemaat Rante Tombang terhadap sisemba’. Selain itu informasi yang didapat jauh lebih mendalam, dan memudahkan peneliti dalam memahami secara dekat tentang budaya sisemba’ dalam kajian Sosiologi-agama, serta mampu memberikan sebuah kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pengambilan sampling dilakukan berdasarkan purposive sampling, hal ini merupakan subjek atau objek yang sudah ditentukan sesuai tujuan, yakni sudah ditetapkan sesuai dengan topik penelitian. Purposive sampling peneliti memilih subjek atau objek sebagai unit analisis berdasarkan kebutuhannya.26 Dalam penelitian ini yang menjadi kriteria informan adalah orang-orang yang paham atau mengetahui tentang topik penelitian dan dapat memberikan informasi tentang apa yang akan diteliti. Dalam penelitian ini yang akan menjadi informan adalah anggota jemaat Gereja Toraja Rante Tombang yang tahu dan pernah memainkan permainan tradisional sisemba’, tokoh-tokoh adat dan juga Pendeta atau Majelis jemaat yang menjadi informan untuk mengetahui tanggapan gereja tentang permainan tradisional sisemba’.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara. Wawancara adalah kegiatan mengonstruksi makna dalam suatu topik penelitian dengan pertukaran informasi dan ide antara dua orang melalui tanya jawab.27 Adapun wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah in-depth interview. Dalam pendekatan ini peneliti menyiapkan garis besar pokok-pokok pembicaraan, namun akan bertanya secara bebas kepada narasumber.28 Dalam wawancara nanti akan diambil 5 orang sebagai narasumber kunci, yakni pendeta, majelis, tetua-tetua adat, dan 2 dari warga jemaat terkhususnya yang mengikuti sisemba’. Narasumber ini akan ditanyai secara bebas dan berkembang berdasarkan situasi terkait dengan topik penelitian ini. Hasil dari wawancara narasumber ini akan dianalisis dan dijadikan data untuk mendeskripsikan hal yang hendak dicapai dalam penelitian ini.

26 Djam’an Satori and Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Alfabeta:

Bandung, 2010), hlm 47.

27Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, (Alfabeta: Bandung, 2017), hlm 114.

28 Djam’an Satori and Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm 135.

(8)

8

Metode pengumpulan data lain yang digunakan adalah pengamatan atau observasi. Metode ini merupakan pengamatan atau penginderaan langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses, atau perilaku.29 Dengan metode observasi ini, penulis akan langsung melakukan pengamatan terhadap situasi ketika permainan sisemba’ dimainkan dan juga kepada jemaat Rante Tombang.

Penelitian ini akan dilakukan di Gereja Toraja Jemaat Rante Tombang Klasis Sasi, Keluruhan Bori Rante Letok, Kecamatan Sesean, Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini hanya akan berpusat di Gereja Toraja Jemaat Rante Tombang. Dengan demikian dan sekitarnya akan menjadi tempat melakukan pengumpulan data.

3. Kajian Pustaka 3.1 Sosiologi Agama

Sosiologi agama erat kaitannya antara agama dan masyarakat. Hubungan kedua elemen ini bersifat timbal balik. Pertama, agama memengaruhi masyarakat dengan memberi motivasi kepada penganutnya dalam mengatur kehidupan bersama. Kedua, masyarakat memengaruhi agama dari segi praktik-praktik kehidupan keagamaan. Contoh, adanya perbedaan praktik-praktik keagamaan disetiap konteks kelompok masyarakat.30 Jadi, agama dan masyarakat akan selalu bersinggungan saat berbicara tentang sosiologi agama.

Kajian sosiologi agama lahir dari bagian ilmu sosiologi yang membahas tentang agama. Secara garis besar, sosiologi agama merupakan ilmu yang mempelajari fenomena agama dengan menggunakan pendekatan atau perspektif sosiologis. Kajian sosiologi agama berfokus pada organisasi keagamaan yang di dalamnya mempelajari perilaku individu di dalam organisasi tersebut. Lebih jauh lagi ingin melihat bagaimana agama berkaitan dengan organisasi sosial lain.31 Menurut Haryanto, kajian sosiologi agama dapat menilik tingkat religiusitas atau kepercayaan terhadap suatu agama tertentu, guna menilai seseorang secara objektif terhadap aspek-aspek keagamaannya dan mempelajari tingkat religiusitas

29 Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2003), hlm 52.

30 Bernard Raho, Sosiologi Agama, (Maumere: Penerbit Ledalero), hlm 1-2.

31 Sindung Haryanto, Sosiologi Agama Dari Klasik Hingga Postmodern, (Jakarta: AR- RUZZ MEDIA 2015), hlm 31.

(9)

9

kelompok keagamaan dalam skala yang lebih luas (termasuk di dalamnya masyarakat secara keseluruhan).32

3.1.1 Agama dan Masyarakat

Menurut Durkheim, relasi antara agama dan masyarakat sangat dekat karena terbentuk dari proses collective effervescence menjadi collective consciousness ketika masyarakat melakukan ritual keagamaan dan menyucikan totem. 33 Durkheim memandang agama sebagai pedoman norma dalam hidup bermasyarakat. Jadi, masyarakat membutuhkan agama untuk menjadi pembentuk nilai-nilai moral sosial.

Durkheim menilai agama sebagai pemujaan masyarakat karena agama dapat mengubah suatu perilaku menyimpang dari sisi yang lain. Agama merupakan sistem kepercayaan terhadap sesuatu dan praktik-praktikk ritual yang sakral.

Agama dinilai sebagai wadah untuk menyatukan masyarakat.34 Agama menjadi sebuah bentuk ekspresi dari masyarakat karena secara sadar masyarakat memiliki kekuatan yang lebih besar dari dirinya yaitu kehidupan sosial dan mempunyai anggapan bersifat supernatural.

Hasil penelitian Durkheim terhadap suku Arunta adalah suku yang terbentuk dari ritual-ritual yang ada di dalam peribadahan yang memiliki hubungan solidaritas yang tinggi.35 Dari ritual keagamaan yang dilakukan terbentuklah sebuah agama. Agama merupakan hal yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk meningkatkan nilai moralitas masyarakat. Kesadaran individu dalam ritual suci keagamaan menjadi perhatian masyarakat yang merupakan bentuk interaksi dan saling merangsang dalam psikologi kerumunan.36 Ketika individu berkumpul dalam suatu upacara ritual keagamaan menjadi tempat bertemunya individu dan menghasilkan interaksi yang intens dengan fokus pada satu objek yang sama

32 Sindung Haryanto, Sosiologi Agama, hlm 34.

33 Hanifa Maulidia, “Relasi Agama dan Masyarakat Dalam Perspektif Emile Durkheim dan Karl Marx”, Jurnal Sosiologi USK Vol 13, No. 2 2019, (14 Juni 2022), hlm 189, diakses tanggal 7 Juni 2022.

34 Djuretna A. Imam Muhni, Moral & Religi Menurut Emile Durkheim & Henri Bergson,(Yogyakarta: Kanisius 1994), hlm 59.

35 Hanifa Maulidia, “Relasi Agama dan Masyarakat” hlm 189, diakses tanggal 7 Juni 2022.

36 Hanifa Maulidia, “Relasi Agama dan Masyarakat", hlm 192, diakses tanggal 7 Juni 2022.

(10)

10

sehingga terbentuklah peningkatan sisi emosional. Dalam kegiatan ritus totemik terdapat religious effervescence dalam collective consciousness yaitu keadaan meluap-luap yang berasal dari ritual dan keyakinan tersebut.37

3.1.2 Kelembagaan Agama

Seiring dengan kehidupan manusia yang berkembang, maka kelembagaan agama pun ikut mengalami perkembangan. Perkembangan masyarakat selalu berkaitan dengan empat subsistem diantaranya kultural (pendidikan), kehakiman (integrasi), pemerintah (pencapaian tujuan), dan ekonomi (adaptasi).38 Dari keempat subsistem, mereka bekerja secara sendiri dan melakukan adaptasi dengan lingkungan. Konsep Parsons melihat masyarakat sebagai wadah untuk membentuk sistem interaksi sosial, perilaku hidup bersama dan struktur sosial yang memiliki fungsi integratif.39 Fungsi integratif yaitu memberikan identitas keanggotaan dalam sistem sosial dan norma sosial yang mengatur hubungan individu dan kelompok.

Pada kondisi Indonesia saat ini, terdapat setidaknya dua pemimpin yaitu pemimpin tradisional dan pemerintahan. Adanya adaptasi yang lambat dari seorang pemimpin tradisional, maka sikap yang ditunjukkan terhadap perubahan merupakan sikap reaktif. Konsekuensi yang lebih besar dampaknya adalah masyarakat akan kehilangan patokan atau arahan dalam memulai kehidupan interaksi sosial.40 Hal ini merupakan awal mula dari rusaknya sistem sosial masyarakat seperti memudarnya arti kebebasan dan kesetaraan, penyalahgunaan obat-obatan serta menurunnya tingkat disiplin sosial. Melalui kacamata sosiologis, perkembangan fungsi agama menunjukkan semakin meningkatnya konflik sosial dan semakin melemahnya wibawa pemimpin keagamaan.41

37Hanifa Maulidia, “Relasi Agama dan Masyarakat”, hlm 193, diakses tanggal 7 Juni 2022.

38 Ridwan Lubis, Sosiologi Agama: Memahami perkembangan Agama Dalam Interaksi Sosial, (Jakarta: KENCANA 2015) hlm 105.

39 Ridwan Lubis, Sosiologi Agama: Memahami perkembangan Agama, hlm 106.

40 Ridwan Lubis, Sosiologi Agama: Memahami perkembangan Agama, hlm 107.

41 Ridwan Lubis, Sosiologi Agama: Memahami perkembangan Agama, hlm 109.

(11)

11 3.2 Permainan Tradisional

Menurut Schaefer & Raid ada perbedaan antara bermain dan permainan.

Bermain merupakan suatu tindakan atau aktivitas yang terjadi dan dilakukan secara alamiah yang dapat ditemukan pada manusia maupun pada binatang. Sedangkan, permainan merupakan salah satu bentuk dari bermain yang lebih serius, memiliki tujuan, memiliki aturan, memiliki peran yang jelas terhadap pemainnya dan memiliki gambaran tentang berlangsungnya permainan itu.42 Ada juga permainan outdoor yang memiliki aturan yaitu permainan tradisional. Di seluruh penjuru Indonesia, setiap daerah memiliki permainan tradisional yang menjadi ciri khas daerah tersebut. Permainan tradisional merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia, setiap permainan tradisional terdapat ciri khas dan nilai kearifan lokal dari setiap daerah yang ada di Indonesia. Selain itu, permainan tradisional merupakan sarana bagi anak untuk memperoleh pengalaman gerak yang berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik anak.43 Dikarenakan tumbuh di daerah tertentu, keberadaan permainan tradisional saat ini berangsur-angur mengalami kepunahan, terutama yang tinggal di daerah perkotaan.44 Sudah diketahui bahwa permainan tradisional merupakan warisan budaya yang diajarkan secara turun temurun sehingga ada nilai-nilai baik dan nilai positif yang diturunkan ke generasi berikutnya. Menurut Lavega, permainan tradisional merupakan hasil kreatif dari budaya dan sejarah yang didalamnya terdapat kesenangan sekaligus dapat merefleksikan nilai-nilai sosial yang mendalam.45

Menurut Wardani, permainan tradisional memiliki karakteristik tersendiri yang dapat membedakan dari karakteristik yang lain. Pertama, permainan itu cenderung menggunakan alat atau fasilitas di lingkungan tanpa membelinya. Karakteristik kedua, permainan tradisional dominan melibatkan pemain yang relatif banyak atau berorientasi komunal. Tidak mengherankan, hampir setiap permainan rakyat begitu banyak anggotanya. Sebab, selain mendahulukan faktor kegembiraan bersama,

42 Iswinarti, Permainan Tradisional, hlm 3.

43 Gustiana Anggita.Siti Mukarroma.Arif Ali, “Eksistensi permainan tradisional sebagai warisan budaya”, Journal of Sport Science and Education, Vol.3, No.2, (2018) hlm 55-59, diakses tanggal 11 Maret 2021.

44 Euis kurniati, permainan tradisional dan perannya, hlm 3.

45 Iswinarti, Permainan Tradisional, hlm 6.

(12)

12

permainan ini juga mempunyai maksud lebih pada pendalaman kemampuan interaksi antar pemain.46

Menurut Lavega dalam Swinarti, ada 4 kategori dalam permainan tradisional.47 Pertama, permainan psikomotor yang tidak menggunakan komunikasi tetapi hanya membutuhkan gerakan untuk bermain, misalnya bermain layangan, yoyo dan lompat-lompatan. Kedua, permainan kerja sama yang memerlukan kekompakan dan kerja sama para pemain, misalnya lompat tali. Ketiga, permainan yang mempunyai lawan yang membutuhkan teman atau lawan bermain baik itu satu lawan semua, satu lawan satu dan semua lawan semua. Keempat, permainan kerja sama-perlawanan seperti tim lawan tim (perlawanan antar dua tim), satu lawan semua/semua lawan satu, semua lawan semua (perlawanan beberapa tim terhadap tim lain), dan permainan ambivalen (semua pemain bisa menjadi teman ataupun lawan).

3.2.1 Manfaat Permainan Tradisional

Permainan tradisional juga memiliki manfaat, yaitu permainan tradisional menjadi bagian dari berbagai jenis pendorong yang kuat bagi perkembangan anak.

Selain itu, ditemukan pula bahwa pada permainan tradisional yang ada di masyarakat memiliki nilai-nilai kearifan lokal yang perlu dijaga keberadaannya.

Misalnya, jenis permainan tradisional yang dapat melatih ketangkasan, kekuatan fisik, keberanian, kegesitan, keterampilan, dan lain sebagainya.48 Selain itu permainan tradisional juga bermanfaat bagi perkembangan anak, seperti mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, daya kreatif, kecerdasan majemuk serta sebagai terapi pada anak.49

Selain itu nyatanya permainan tradisional tersebut memiliki nilai kearifan lokal, seperti keberanian, ketangkasan, keterampilan, kelincahan gerak, berfikir strategis, feeling (naluri) yang terasah, persahabatan, kerja sama, gotong royong,

46 Rina Wijayanti, “Permainan Tradisional”, Cakrawala Dini, Vol.5 No.1, (Mei 2014) hlm 54, diakses tanggal 11 September 2021.

47 Swinarti Permainan Tradisional:Prosedur, hlm 9-10.

48 Ismatul Khasanah, Agung Prasetyo, “Permainan Tradisional sebagai media stimulasi aspek perkembangan anak usia dini”, Jurnal Penelitian PAUDIA, Vol.1, No.1, (2011) hlm 101, diakses tanggal 11 September 2021.

49 Lis Nurhayati, “Peran permainan tradisional dalam pembelajaran anak usia dini”, Jurnal EMPOWERTMAN, Vol, No.2, (September 2012) hlm 44, diakses tanggal 12 September 2021.

(13)

13

kasih sayang, menghargai orang lain, sportif, kepatuhan, kesabaran, kehati-hatian, mengukur, membandingkan, menafsirkan, berfantasi, dan lain sebagainya.50

Sesuai dengan penjelasan diatas, tiap daerah memiliki permainan tradisional khas daerah tersebut. Salah satu permainan tradisional adalah sisemba’ yang berasal dari daerah Toraja. Permainan ini termasuk permainan yang bisa dimainkan pada acara-acara tertentu dan termasuk dalam acara tahunan yang paling ditunggu- tunggu oleh masyarakat Toraja.

Jadi, melalui uraian di atas penulis akan menganilisis data dengan menggunkan dua pendekatan yaitu, pendekatan sosiologi agama dan pendekatan permainan tradisional.

4. Pembahasan

4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Gereja Toraja Jemaat Rante Tombang terletak di Jalan poros Pangli-Pangala’, Lembang Bori’ Ranteletok, Kecamatan Sesean, Kabupaten Toraja Utara. Jemaat Rante Tombang memiliki 315 Kepala Keluarga dan sebagian besar jemaat bekerja sebagai petani.51Sejarah singkat jemaat ini berawal sejak berdirinya cabang kebaktian Rante Tombang dengan gedung darurat tahun 1958 yang merupakan cabang dari Jemaat Bori’ dengan jumlah anggota 20 Kepala Keluarga yang dilayani oleh D. Tangkebua, Y.B. Rompon, dan P.R. Kondolele. Beberapa tahun kemudian setelah anggota semakin bertambah maka gedung darurat diganti dengan bangunan permanen pada tahun 1963. Pada tahun 1968, dalam sidang Klasis Tikala di Jemaat Bori’ Cabang Kebaktian Rante Tombang diubah menjadi jemaat Rante Tombang.

Setelah melihat situasi dan perkembangan pembangunan bangunan permanen tersebut diganti sesuai dengan keinginan bersama melalui kesepakatan semua Majelis Gereja dan tua-tua jemaat maka diambillah sebuah keputusan untuk membangun gedung gereja permanen.

Pembangunan gereja diawali oleh pembentukan panitia pada tanggal 11 Juli 1993. Pada 20 Agustus 1994 telah dilaksanakan peletakan batu pertama oleh Bapak Pdt. Yunus Tapingkuh, S.Th selaku ketua BPK Klasis Sasi saat itu. Lalu, pada

50 Ismatul Khasanah, Agung Prasetyo, Permainan Tradisional, hlm 103, diakses tanggal 11 September 2021.

51 Wawancara Jemaat B (Sekretaris Jemaat), 14 Maret 2022.

(14)

14

tanggal 22 Desember 2012 telah dilakukan penahbisan Gereja Toraja Jemaat Rante Tombang.52 Dalam pelaksanaan pembangunan gereja ini, panitia senantiasa menghadapi masalah-masalah terutama yang berkaitan dengan keuangan dan koordinasi. Masalah-masalah yang terjadi selalu dibicarakan kembali dan digumuli bersama panitia pelaksana dan tokoh masyarakat yang pada akhirnya Tuhan memberikan jalan yang terbaik untuk pergumulan yang dialami.

Selama kurang lebih 18 tahun, pelaksanaan pembangunan gedung gereja ini, panitia sudah sudah bekerja keras untuk mengumpulkan dana terutama dari anggota jemaat Rante Tombang juga dari anggota yang berada di perantauan (Papua, Kalimantan, Sulawesi, Malaysia dan di tempat-tempat lain). Panitia bersyukur bahwa partisipasi yang diwujudkan oleh anggota jemaat cukup signifikan dalam pembangunan gedung gereja. Jumlah dana yang digunakan dalam pembangunan gedung gereja sebesar Rp. 745.300.000 (Tujuh ratus empat puluh lima juta tiga ratus ribu rupiah) yang bersumber dari sumbangan jemaat, keluarga yang ada di perantauan serta simpatisan gereja.53

4.2. Pemahaman Umum Sisemba’

Menurut dari cerita orang tua turun temurun, sisemba’ merupakan salah satu bagian kearifan lokal di Toraja.54 Sisemba’ adalah tradisi masyarakat Toraja yang dipercaya sebagai bentuk kesenangan dan kegembiraan. Sisemba’ sebagai salah satu olahraga tradisional masyarakat lokal Toraja yang telah dilaksanakan sejak lama dan diduga sisemba’ telah ada pada saat datangnya manusia pertama di mitologi Toraja.55 Permainan tradisional sisemba’ merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setelah ibadah pengucapan syukur pasca panen.56 Kegiatan sisemba’

dilaksanakan atas dasar rasa syukur pada Tuhan yang telah melimpahkan hasil panen. Kegiatan sisemba’ tidak hanya dilakukan pada saat pengucapan syukur saja melainkan dalam beberapa acara adat, salah satunya pada saat pesta rambu solo’.57 Sisemba’ dalam adat Rambu solo’ sebagai bentuk ungkapan syukur karena dengan

52 Dokumen dan liturgi pentahbisan Gedung Gereja Rante Tombang 22 Desember 2012.

53 Dokumen dan liturgi pentahbisan Gedung Gereja Rante Tombang 22 Desember 2012.

54 Wawancara Nek K Pemerhati adat Bori’ (pernah mengikuti sisemba’), 21 Desember 2021.

55 Wawancara jemaat RK (partisipan sisemba’), 21 Desember 2021.

56 Wawancara Majelis Nek A (pernah mengikuti sisemba’), 21 Desember 2021.

57 Wawancara Jemaat BR (partisipan sisemba’), 21 Desember 2021.

(15)

15

adanya berkat yang diberikan oleh Tuhan kepada anak cucu dari orang yang meninggal dapat membeli kerbau yang baik. Sisemba’ diartikan sebagai latihan perang untuk membuat mental seseorang menjadi kuat melawan musuh.58 Tradisi sisemba’ bukan hanya berupa permainan adu kaki atau hanya hiburan, tetapi masyarakat percaya kegiatan sisemba’ dapat membuat hasil panen yang melimpah untuk tahun-tahun berikutnya.59 Berikut empat tradisi masyarakat Toraja yang di dalam rangkaian acaranya terdapat kegiatan sisemba’60:

a. Ritual To Mangngika’ adalah tradisi orang Toraja yang sudah lama meninggal dan telah dikubur tapi tidak mengadakan acara karena keluarga belum sukses.

Ketika keluarga atau dalam hal ini anak sudah mencapai titik kesuksesan, maka akan dilakukan ritual kembali untuk mensyukuri kasih sayang yang pernah orang tua berikan selama hidupnya. Di dalam ritual ini masyarakat Toraja melakukan sisemba’.

b. Rambu Solo’ adalah ritual orang Toraja untuk orang yang meninggal. Diantara rangkaian adat rambu solo’, orang Toraja akan melakukan sisemba’.

c. Ritual Mangrara Kalo’ adalah ritual yang dilakukan orang Toraja untuk berdoa memohon kepada Yang Maha Kuasa agar penanaman padi membuahkan hasil yang baik. Ritual ini dilakukan pada saat penaburan benih padi. Setelah semua ritual selesai akan dilakukan sisemba’.

d. Syukuran Panen adalah kegiatan yang dilakukan orang Toraja setelah memanen padi dan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas hasil panen yang melimpah. Dalam acara ini dilakukan sisemba’.

Melalui empat tradisi di atas, menunjukkan bahwa kegiatan sisemba’ dimaknai sebagai hiburan dalam keempat rangkaian tradisi.61 Hiburan yang dimaksud adalah bentuk ucapan syukur atas hasil panen dan keluarga yang ditinggalkan (konteks orang meninggal).

58 Wawancara Bapak KS Ketua Adat (pernah mengikuti sisemba’), 21 Desember 2021.

59 Wawancara Majelis Bapak R, 21 Desember 2021.

60 Berdasarkan wawancara yang telah diproses dari analisis data terhadap narasumber BR, Nek K, GP, KS dan RK.

61 Berdasarkan wawancara yang telah diproses dari analisis data terhadap narasumber Nek A, KS, RK, OB dan Nek K.

(16)

16

4.3. Pemahaman Khusus Jemaat Rante Tombang tentang Sisemba’

Terdapat beberapa pemahaman Jemaat Rante Tombang terhadap Sisemba’, diantaranya:

a. Permainan sisemba’ sebagai hiburan

Sisemba’ dimaksudkan sebagai sarana hiburan setelah acara ritual selesai dilakukan.62 Dikatakan sebagai hiburan karena kegiatan sisemba’

merupakan kegiatan yang paling ditunggu oleh masyarakat sekitar terkhususnya setelah syukuran pasca panen. Selain banyaknya partisipan yang mengikuti kegiatan ini bahkan lapangan tempat dilaksanakannya bisa penuh oleh penonton yang menyaksikan kegiatan sisemba’. Antusias dari para partisipan sangat tinggi terhadap kegiatan sisemba’ yang dilakukan setiap tahunnya oleh Jemaat Rante Tombang dan mengajak masyarakat yang ingin mengikuti sisemba’. Bukan hanya partisipan yang datang berbondong-bondong untuk memenuhi lapangan arena permainan, tetapi penonton yang merupakan jemaat serta masyarakat sekitar datang dan menyaksikan kegiatan sisemba’. Antusias mesyarakat untuk datang menonton sisemba’ begitu luar biasa sehingga penonton membludak dan membuat kegiatan sisemba’ ini menjadi lebih meriah dan seru. Masyarakat setempat juga menyiapkan konsumsi untuk para penonton yang datang diantaranya Pa’piong dan nasi yang di masak dalam bambu dan akan dibagikan kepada masyarakat.63

b. Sisemba’ sebagai kegiatan mempererat tali persaudaraan

Acara yang dihadiri beratus-ratus warga merupakan wadah bersilaturahmi untuk warga kampung mempererat tali persaudaraan sekaligus untuk mengcegah adanya permusuhan. 64 Partisipan sisemba’

bukan hanya dari jemaat yang mengadakan kegiatan ini, melainkan ada juga warga dari berbagai kampung yang ikut serta dalam memeriahkan sisemba’.

Tidak hanya jemaat, bahkan seluruh masyrakat Toraja memahami bahwa sisemba’ dapat menjadi wadah untuk mempererat rasa persaudaraan antar

62 Wawancara Jemaat OB (partisipan sisemba’), 21 Desember 2021.

63 Wawancara Majelis Bapak GP, 21 Desember 2021.

64 Wawancara Majelis Bapak R, 21 Desember 2021.

(17)

17

partisipan bahkan seluruh masyarakat Toraja. 65 Meskipun kegiatan sisemba’ merupakan kegiatan yang dinilai sebagai kegiatan yang kasar, tetapi jemaat dan masyarakat justru sangat menyambut dengan baik dan memanfaatkan kegiatan ini sebagai tempat bertemunya masyarakat dari berbagai kampung yang tujuannya untuk memainkan sisemba’ dalam hal positif.66

c. Sisemba’ sebagai ritual syukur

Kegiatan sisemba’ dalam perayaan pesta panen bukan hanya dimaknai sebagai permainan adu kaki antar kelompok atau sebagai hiburan saja, tetapi juga jemaat dan masyarakat meyakini bahwa kegiatan sisemba’ dapat mencegah gagal panen serta dapat meningkatkan hasilnya dari tahun ke tahun.67 Kegiatan sisemba’ dikatakan sebagai kegiatan wajib yang diadakan tiap tahun pasca panen padi karena jika tidak dilakukan, dipercaya bahwa panen padi selanjutnya akan mengalami penurunan dari hasil serta kualitasnya. Jemaat memaknai sisemba’ sebagai suatu kegiatan yang sangat unik dan tidak pernah dilakukan di luar Toraja. Sisemba’ merupakan suatu kegiatan yang positif maka dari itu, sebaiknya kegiatan ini terus berjalan dalam rangkaian acara syukuran panen dan Rambu Solo’. Sisemba’ adalah salah satu budaya tradisional orang Toraja yang harus dimodernkan yang dilakukan secara berkelanjutan tanpa halangan apapun.68 Maknanya, bahwa suatu adat tradisional menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Toraja yang merupakan tradisi turun temurun dan harus dilestarikan.

d. Sisemba’ sebagai produk wisata

Toraja sudah sangat terkenal dengan adat istiadat serta tempat wisata yang mendunia. Jadi, tidak heran jika banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Toraja. Meskipun sisemba’ dilakukan hanya di daerah-

65 Berdasarkan wawancara yang telah diproses dari analisis data terhadap narasumber Nek A, Nek K KS, RK, dan OB.

66 Wawancara Jemaat RK (partisipan sisemba’), 21 Desember 2021.

67 Wawancara Jemaat OB (partisipan sisemba’), 21 Desember 2021.

68 Wawancara Bapak KS Ketua Adat Bori’ (pernah mengikuti sisemba’), 21 Desember 2021.

(18)

18

daerah tertentu di Toraja, tetapi banyak wisatawan yang datang hanya untuk menyaksikan kegiatan sisemba’. Kegiatan sisemba’ bisa dikatakan sebagai kegiatan tahunan yang besar sehingga orang-orang memiliki keinginan yang tinggi untuk datang dan ikut bermain serta tidak jarang juga hanya datang untuk ibadah syukur dan menonton kegiatan sisemba’. Jemaat dan masyarakat sekitar bahkan dari berbagai kampung pun sangat menyambut dengan baik kegiatan sisemba’, juga para wisatawan dari berbagai tempat berdatangan untuk menyaksikan sisemba’.69 Kegiatan sisemba’ ini pun menjadi momen yang sangat di tunggu-tunggu oleh masyarakat Toraja dan juga para wisatawan lokal serta mancanegara.70 Hal ini merupakan nilai yang sangat tinggi bagi produk wisata di Tana Toraja.

e. Sisemba’ sebagai penyembuh kaki gemetar

Cara bermain sisemba’ adalah dengan cara saling beradu kaki dengan lawan. Ketika orang yang ikut bermain sudah terbiasa atau sering mengikuti sisemba’, lalu memutuskan untuk tidak mengikuti sisemba’, maka secara langsung kaki orang tersebut akan mengalami gemetar. Jika orang tersebut ingin kaki gemetarnya sembuh, maka harus masuk ke dalam arena permainan.71 Harus ikut merasakan adu kaki bersama lawan dan dengan adanya sisemba’ ini juga dipercaya dapat menghilangkan rasa gemetar pada kaki. Orang yang mengalami gemetar lalu ikut bermain maka itu akan hilang begitu saja.72 Orang Toraja betul-betul menyambut dengan sangat baik karena ini merupakan adat.

69 Wawancara Nek K Pemerhati Adat Bori’ (pernah mengikuti sisemba’), 21 Desember 2021.

70 Wawancara Jemaat Ob (partisipan sisemba’), 21 Desember 2021.

71 Berdasarkan wawancara yang telah diproses dari analisis data terhadap narasumber KS, R dan Nek K.

72 Wawancara BR (partisipan sisemba’ yang mengalami hal ini), 21 Desember 2021.

(19)

19 4.4. Pelaksanaan Sisemba’

Kegiatan sisemba’ dilakukan setelah pengucapan syukur pasca panen.

Sisemba’ dilakukan dengan tiga cara yaitu simanuk (satu lawan satu), siduanan (dua lawan dua) dan sikambanan (kelompok lawan kelompok) yang biasanya dilakukan di lapangan yang luas.73 Cara memainkannya yaitu partisipan akan memasuki lapangan dan akan berlari untuk menghampiri lawan lalu saling beradu kekuatan kaki atau menendang.74 Permainan sisemba’ dimainkan oleh dua kubu atau dua kelompok petarung yang berbeda secara berlawanan. Partisipan sisemba’ yaitu penyelenggara pesta panen dan diikuti oleh warga kampung dari beberapa daerah di Toraja. Pada dasarnya permainan ini menggunakan kaki maka, partisipan akan berpasangan dan saling bergandeng tangan ketika menyerang lawan.75 Sisemba’

tidak mengizinkan partisipan untuk menyerang menggunakan tangan karena seperti aturannya yaitu menyerang menggunakan kaki. Partisipan sisemba’ hanya boleh mengandalkan kekuatan kaki ketika menendang lawan dan mempersiapkan fisik ketika mendapat serangan balik dari pihak lawan.

Permainan sisemba’ yang kasar membuat orang-orang ingin memiliki kekuatan atau stamina yang lebih kuat. Dalam hal inilah ada yang menggunakan mantra- mantra atau yang dikenal dengan panimbolo' yang dapat berupa bacaan bahkan benda76 Biasanya panimbolo’ digunakan untuk memberikan efek kebal terhadap rasa sakit. Melalui data yang penulis dapatkan, penggunaan panimbolo’ mengalami transisi. Transisi tersebut terlihat dari yang dahulunya masih sangat sering digunakan dan pada konteks saat ini cenderung tidak digunakan karena sebagai partisipan yang menjunjung tinggi sikap sportif, tidak membutuhkan mantra dalam bentuk apapun tetapi hanya menggunakan kekuatan kaki mereka saja. Namun, rasa persaudaraan tetap terjaga meskipun mereka merasakan sakit pada kaki.

Terdapat perbedaan antara permainan sisemba’ dulu dan saat ini. Waktu dulu, sisemba’ dilakukan 2 orang saling berpasangan dan jika lawan terjatuh, tidak akan diserang melainkan hanya dilewati begitu saja. Ketika bermain tidak pernah

73 Wawancara Jemaat RK (partisipan sisemba’), 21 Desember 2021.

74 Wawancara Nek K Pemerhati Adat Bori’ (pernah mengikuti sisemba’), 21 Desember 2021.

75 Hasil observasi penulis pada tanggal 29 Oktober 2021.

76 Wawancara KS Ketua Adat Bori’ (pernah mengikuti sisemba’), 14 April 2022

(20)

20

menggunakan siku atau tangan tapi sekarang sangat sering didapati banyak yang menggunakan siku dan tangan untuk memukul lawan bahkan tidak jarang ada yang terkena pukulan pada bagian mata.77 Sekarang juga sebenarnya tidak ada dendam, tapi kebanyakan orang belum memahami arti sisemba’ sehingga ketika orang terkena tendangan lawan dia akan marah. Padahal jika dipahami arti sisemba’ yang merupakan sebuah tali persaudaraan dia tidak akan marah dan tidak memiliki rasa dendam. Orang Toraja ketika melakukan sisemba’ akan mengatakan “Sisemba’- semba’ sangmane” artinya bermain kaki lewat persaudaraan. Sisemba’ juga berarti kiat solidaritas orang Toraja. 78

Gambar 1

Sisemba’ dalam Ritual Rambu Solo’

4.5. Sikap Gereja Terhadap Sisemba’

Pada tahun-tahun sebelumnya karena sistem sisemba’ yang lalu berbeda dengan saat sekarang. Ada suatu kebencian yang dibawa secara personal oleh partisipan sisemba’ ketika akan ikut bermain. Maka dari itu, sebelum memulai kegiatan ini, gereja khususnya jemaat Rante Tombang membuatkan surat izin keramaian. Awalnya, gereja sudah tidak mau membuat kegiatan ini tapi rasa kemauan dari masyarakat yang tinggi maka, gereja mengizinkan kegiatan tersebut

77 Wawancara Majelis Nek A (pernah mengikuti sisemba’), 21 Desember 2021.

78 Wawancara KS Ketua Adat Bori’ (pernah mengikuti sisemba’) 21 Desember 2021.

(21)

21

dilaksanakan dengan membuatkan surat izin.79 Gereja juga melihat bahwa jemaat serta masyarakat tidak bisa dilarang dalam hal kegiatan sisemba’ ini.

Gereja khususnya Jemaat Rante Tombang memilih sikap akomodasi terhadap permainan sisemba’ yang berarti gereja menyadari bahwa dilakukannya kegiatan ini tidak akan menjadi masalah. Sebelum kegiatan sisemba’ ini dilakukan, akan ada penyampaian terlebih dahulu bahwa setelah sisemba’ berakhir, tidak ada persoalan ataupun permasalahan setelah itu.80 Gereja memaknai permainan tradisional ini sungguh baik karena masyarakat dulu mempercayai bahwa dengan adanya adat ini dapat menjadi suatu bentuk ungkapan kegembiraan dan ungkapan syukur kepada Yang Maha Kuasa. Masyarakat menyambut dengan semangat kegiatan sisemba’

dan menilai sisemba’ sebagai tontonan yang sangat indah karena menghibur masyarakat.

Gereja, pemerintah dan tokoh-tokoh adat tentu berperan penting dalam upacara-upacara adat di Toraja terkhususnya sisemba’. 81 Ketika ada yang mengalami konflik, gereja akan mempertemukan partisipan yang memiliki persoalan pribadi dan mendiskusikan hal-hal apa saja yang membuat konflik.

Sebelum mereka meninggalkan arena permainan, pihak gereja akan mengajak partisipan untuk saling berdamai, sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan ketika sudah berada di jalan pulang. Tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa ketika telah didamaikan pada saat kejadian, mereka bertemu di tempat lain dan masih menyimpan dendam pribadi.

Gereja mendukung sepenuhnya kegiatan sisemba’ karena berfokus pada dampak positif. 82 Dengan adanya sisemba’ juga dapat memperkuat tali persaudaraan dan persahabatan antar masyarakat dengan kampung tetangga sekitar.

Sehingga, dari pihak gereja sangat mendukung jika diadakan kegiatan ini. Tetapi, dengan banyak pertimbangan bahwa sisemba’ harus dilestarikan dengan baik dan tetap menghindari dampak-dampak negatif.83

79 Wawancara Majelis Nek A (pernah mengikuti sisemba’), 21 Desember 2021.

80 Wawancara Majelis Bapak R, 21 Desember 2021.

81 Wawancara Pendeta YB Jemaat Rante Tombang,14 Maret 2022.

82 Wawancara Majelis Bapak GP, 14 Maret 2022.

83 Wawancara Majelis Nek A (pernah mengikuti sisemba’), 21 Desember 2021.

(22)

22

4.6. Analisa Permainan Tradisional Sisemba’ di Jemaat Rante Tombang Masyarakat dan jemaat memahami permainan tradisional sisemba’ adalah sebuah warisan budaya yang harus dilestarikan. Pemahaman jemaat ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sshaefer & Raid tentang permainan tradisional yang mengatakan bahwa permainan tradisioal merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia karena terdapat ciri khas dan nilai kearifan lokal.

Masyarakat menganggap permainan tradisional sisemba’ merupakan salah satu bagian dari adat dan budaya Toraja yang perlu untuk dilestarikan karena banyak nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sisemba’ merupakan warisan budaya dari dahulu kala yang selalu dimainkan ketika adanya ibadah pengucapan syukur pasca panen. Dengan demikian, permainan tradisional sisemba’ merupakan warisan budaya di Toraja yang memiliki ciri khasnya tersendiri dan dilakukan hanya pada saat-saat tertentu.

Saat ini permainan tradisional berangsur-angur mengalami kepunahan, terutama masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Pada beberapa daerah di Tana Toraja memang tidak mengadakan kegiatan sisemba’. Toraja Utara yang sampai saat ini masih tetap melalukan sisemba’ tetapi daerah yang masih melakukan sekarang pun sudah mulai berkurang. Beda halnya di Gereja Toraja Jemaat Rante Tombang tiap tahun kegiatan ini masih dilakukan kecuali beberapa waktu terakhir dikarenakan covid.

Diketahui bahwa permainan tradisional merupakan warisan budaya yang diwariskan secara turun temurun yang mempunyai nilai-nilai baik dan positif dan diturunkan ke generasi berikutnya. Hal ini sejalan dengan data yang penulis dapatkan, permainan tradisional sisemba’ adalah permainan yang menjunjung tinggi nilai-nilai sportifitas dan dipahami masyarakat sebagai sesuatu yang baik.

Permainan sisemba’ dipahami jemaat sebagai sesuatu yang baik karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sekaligus membuatnya masih dimainkan sampai sekarang. Oleh karena itu, jemaat memahami sisemba’ bukan hanya sebagai sebuah pemainan tetapi juga ada hal-hal baik yang ada didalamnya.

Menurut Lavega, permainan tradisional adalah sesuatu yang lahir dari sejarah budaya lokal yang memiliki nilai sosial dan dapat menimbulkan rasa senang.

Sisemba’ adalah tradisi masyarakat suku Toraja yang unik dan telah diwariskan

(23)

23

sebagai bentuk kegembiraan, kesenangan dan rasa syukur. Sisemba’ juga adalah olahraga tradisional yang telah dilaksanakan oleh masyarakat Toraja sejak lama bahkan dipercaya tercipta bersamaan dengan datangnya manusia pertama dalam legenda orang Toraja. Dengan demikian, teori permainan tradisional Lavega sejalan dengan hasil penelitian penulis bahwa sisemba’ merupakan hasil sejarah yang dilakukan dengan penuh kegembiraan.

Menurut Wardani, permainan tradisional memiliki karakteristik yang dapat membedakan dari karakteristik yang lain. Pertama, permainan itu cenderung menggunakan alat atau fasilitas di lingkungan tanpa membelinya. Karakteristik kedua, permainan tradisional dominan melibatkan pemain yang relatif banyak atau berorientasi komunal. Dilihat dari teori Wardani tentang permainan tradisional, sisemba’ juga merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk mempererat tali persaudaraan karena acara yang dihadiri oleh ratusan warga dan dilakukan di lapangan luas. Partisipan yang mengikuti sisemba’ bukan hanya warga atau jemaat setempat tetapi juga dari kampung-kampung lain.

Menurut Lavega dan Wardani ada lima kategori dalam permainan tradisional yaitu permainan psikomotor, permainan kerja sama, permainan yang mempunyai lawan yang membutuhkan teman atau lawan, permainan kerja sama-perlawanan, dan permainan ambivalen. Jika permainan sisemba’ dikategorikan menurut klasifikasi dari Lavega dan Wardani, sisemba’ termasuk dalam kategori pertama, permainan kerja sama karena dilakukan secara tim untuk menyerang lawan. Kedua, permainan yang mempunyai lawan karena merupakan permainan adu kaki yang melibatkan lawan bermain. Ketiga, permainan kerja sama-perlawanan karena dibutuhkan kerja sama antar tim untuk tetap bertahan melawan tim lawan.

Pada umumnya, permainan tradisional mempunyai nilai-nilai kearifan lokal dan tentunya memiliki banyak manfaat. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh penulis bahwa permainan sisemba’ yang dimainkan dengan cara saling menendang lawan dengan menggunakan kaki yang kuat. Setiap partisipan sama-sama mengandalkan kekuatan kaki, kerja sama, saling membantu dan menguatkan serta menggunakan kelincahan tubuh ketika akan menghindari serangan dari lawan.

(24)

24

4.7 Analisa Sisemba’ dalam Ruang Sosiologi Agama

Hubungan antar masyarakat dan agama dapat dilihat melalui pengaruh masyarakat terhadap agama dari segi praktik-praktik kehidupan keagamaan. Lebih jauh ingin melihat keterkaitan antara agama dan organisasi sosial lain. Dalam konteks permainan sisemba’, Gereja sudah tidak ingin melaksanakan kegiatan ini tapi rasa kemauan dari masyarakat yang tinggi maka, gereja mengizinkan kegiatan tersebut dilaksanakan dengan membuatkan surat izin. Dengan demikian, hubungan antar masyarakat dan agama saling mempengaruhi jika dilihat dari segi praktik kehidupan keagamaan. Selanjutnya dapat dilihat melalui kaitan antara gereja dan persekutuan orang Toraja yang memainkan sisemba’ menunjukkan posisi agama dan organisasi masyarakat saling mempengaruhi satu sama lain.

Durkheim menilai agama dapat mengubah suatu perilaku menyimpang.

Dari data yang penulis dapatkan, permainan sisemba’ tidak jarang menimbulkan konflik antar pemain. Konflik yang terjadi dalam permainan sisemba’ merupakan perilaku menyimpang yang dimaksud oleh Durkheim. Pada umumnya, agama mengajarkan nilai-nilai tentang kebaikan terlebih agama kristen yang mengajarkan nilai kasih dan persaudaraan antar sesama. Agama yang dalam konteks ini adalah agama kristen (Gereja Toraja Jemaat Rante Tombang) berperan sebagai alat untuk menciptakan serta merubah perilaku menyimpang menjadi perilaku tidak menyimpang di dalam kelompok masyarakat.

Sisemba’ merupakan permainan yang dimainkan setelah ibadah pengucapan syukur pasca panen. Permainan ini melibatkan banyak partisipan dan masyarakat yang ikut menonton serta bekerja sama dalam menyiapkan konsumsi, maka fenomena yang terjadi sama seperti yang dikemukakan oleh Durkheim bahwa ritual-ritual berperan sebagai media yang menghasilkan interaksi sosial dan memiliki tingkat solidaritas tinggi.

Sisemba’ menjadi momen individu dapat menciptakan interaksi sosial karena diikuti oleh banyak masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaan sisemba’, tidak hanya partisipan dan penonton yang menghadiri permainan itu terdapat juga aparat keamanan, majelis dan pendeta jemaat serta tokoh-tokoh agama dan masyarakat.

Sebelum permainan sisemba’ dimulai, ada penyampaian yang dilakukan oleh gereja yang menjadi aturan norma di dalam permainan sisemba’. Data yang penulis

(25)

25

dapatkan sesuai dengan konsep Parsons yang mengangap masyarakat sebagai wadah untuk berinteraksi dan memiliki fungsi integratif yang memberikan identitas keanggotaan dan norma yang mengatur kehidupan individu maupun kelompok.

4.8. Dampak Negatif dan Positif Sisemba’

Permainan sisemba’ memiliki dampak yang dapat muncul ketika melakukan kegiatan tersebut yaitu dampak negatif dan juga dampak positif. Dampak negatif dapat mengakibatkan partisipan atau orang yang memainkan permainan sisemba’

mengalami cidera fisik akibat saling tendang dengan lawan. Permainan sisemba’

terlihat keras dan brutal sehingga resiko cedera fisik sanggat tinggi untuk dialami partisipan atau pemain. Dalam permainan sisemba’, jika terjadi cedera fisik tidak akan dimintai pertanggungjawaban atau tidak ada pihak yang bertanggung jawab bahkan jika ada yang meninggal dunia, maka kematiannya akan dianggap sia-sia atau biasa disebut mate na lese tedong yang berarti mati karena diinjak kerbau.

Dampak negatif lain dari permainan sisemba’ adalah konflik yang terjadi antara partisipan atau pemain. Menurut data yang terkumpul bahwa dalam permainan sisemba’ harus dipersiapkan dengan baik terkhususnya pihak pemerintah, tokoh-tokoh adat dan masyarakat, pemuka-pemuka agama dan pihak- pihak keamanan harus saling berkerjasama agar permainan sisemba’ ini dapat berjalan dengan baik. Dengan demikian semua pihak dapat berkerjasama maka konflik yang terjadi dapat dihindari. Dari fenomena ini sejalan dengan teori Durkheim yang memandang agama sebagai pedoman norma dalam hidup bermasyarakat. Jadi, masyarakat membutuhkan agama untuk menjadi pembentuk nilai-nilai moral sosial. Menghindari konflik sisemba’ dibutuhkan norma sosial yang mengatur dan menjadi pedoman ketika mengikuti permainan sisemba’.

Dampak positif dari permainan sisemba’ ini adalah masyarakat yang mengungkapkan rasa syukur kepada yang Maha Kuasa atas berkat yang diterima karena merupakan suatu keharusan demi mendapatkan hasil yang lebih baik untuk tahun mendatang. Dampak positif lainnya yaitu adanya tali silaturahmi yang dibangun antar warga yang menghadiri kegiatan tersebut dan wisatawan yang berkunjung untuk melihat permainan sisemba’ dan membuat peningkatan pemasukan bagi warga setempat. Berdasarkan dampak yang telah dikemukakan di

(26)

26

atas, sosiologi agama melihat perilaku individu yang berada di dalam organisasi keagamaan.

Seperti yang sudah dikemukakan bahwa bukan hanya partisipan yang perlu bekerja sama, tetapi juga unsur-unsur yang terlibat di dalamnya, seperti gereja yang turut serta mengambil bagian dalam permainan sisemba’ ini. Pihak gereja pun mendukung adanya kegiatan ini, karena Gereja Toraja hidup bersama-sama dengan budaya tersebut dan anggota jemaat pun ikut serta menjadi partisipan dalam permainan tradisional sisemba’. Sebagai anggota gereja mendukung sepenuhnya kegiatan sisemba’ karena lebih berfokus pada dampak positifnya, seperti sikap akomodatif (kristus dari kebudayaan) yang mana sikap ini lebih terbuka dan berupaya mengakomodasi atau menampung kebudayaan kepercayaan kristiani.

Seperti yang dikemukakan oleh Ebenhaizer Nuban Timo bahwa gereja merupakan persekutuan multikultural sebagai sebuah realitas bergereja. Gereja diperhadapkan dengan tugas yang berat yaitu gereja menanamkan injil di dalam budaya supaya warga masyarakat dapat percaya kepada Tuhan dan hidup sesuai dengan nilai-nilai injil dan nilai-nilai budaya. Gereja yang mengizinkan kegiatan ini dilaksanakan dengan mengeluarkan surat izin dan memberikan pemberitahuan sesaat sebelum kegiatan sisemba’ dilakukan bahwa setelah sisemba’ berakhir tidak ada persoalan atau permasalahan.

4.9. Slogan Sisemba’-semba’ sangmane

Dalam permainan tradisional sisemba’ terdapat slogan yaitu sisemba’-semba’

sangmane yang secara harfiah dapat diartikan sisemba’ adalah beradu kaki dan sangmane adalah bersaudara. Jadi, sisemba’-semba’ sangmane berarti permainan adu kaki antar saudara. Jika ada yang terjatuh atau luka tidak dapat menyalahkan teman atau lawan karena mengingat makna dari permainan sisemba’ merupakan permainan kaki bersama saudara.

Dalam permaianan sisemba’ ini pun terdapat refleksi teologis yaitu kasih dan nilai persaudaraan yang diambil melalui slogan sisemba’-semba’ sangmane dan bahkan ada rasa ungkapan syukur atas berkat yang didapatkan melalui hasil panen.

Niali-nilai persaudaraan yang diajarkan oleh agama seperti dalam kehidupan bergereja adalah untuk hidup dalam persahabatan dan persaudaraan dengan semua orang dan menjauhkan diri dari permusuhan ataupun konflik. Sikap hidup

(27)

27

bersahabat ataupun bersaudara terwujud juga dalam permainan sisemba’. Lewat slogan yang dikemukakan di atas walaupun terjadi adu kaki bahkan menimbulkan cedera fisik tetapi hal ini merupakan permainan persaudaraan sehingga para partisipan tetap menjunjung tinggi sportifitas saat dalam arena permainan. Dalam kehidupan beragamapun kita diajarkan untuk selalu bersyukur atas berkat yang telah kita terima dari yang Maha Kuasa, ini terwujud dalam permainan tradisional sisemba’ yang dilasanakan karena adanya ungkapan syukur yang dilakukan oleh masyarakat.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan Gereja Toraja Jemaat Rante Tombang memaknai budaya permainan tradisional sebagai wujud ungkapan syukur atas berkat yang telah diterima lewat ritual kebudayaan dan dimaknai sebagai budaya yang perlu dilestarikan karena merupakan suatu warisan turun temurun para leluhur. Di dalam sisemba’ terkandung nilai-nilai yang dapat meningkatkan hubungan baik dengan sesama manusia dan kepada Yang Maha Kuasa. Melalui permainan tradisional sisemba’, dapat memperkuat relasi antar masyarakat tetapi tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya konflik oleh oknum yang merasa sakit hati karena mengalami kesakitan akibat permainan sisemba’ atau oknum yang kurang memahami sisemba’ sebagai permainan tradisional yang bermakna sebagai ungkapan syukur atas berkat yang sudah diterima.

Gereja Toraja Jemaat Rante Tombang pun memiliki sikap yang mendukung terhadap permainan tradisional sisemba’ dan mengambil bagian atau berpartiipasi jika ada konflik yang terjadi antar masyarakat dalam hal ini gereja berperan sebagai media pendamai. Jemaat Rante Tombang pun berkontribusi melalui sosialisasi bahwa permainan tradisional sisemba’ adalah permainan yang dilandasi rasa persaudaraan dan rasa syukur sehingga dapat menghindari terjadinya konflik

Dari hasil penelitian yang sudah dikemukakan sebelumnya, ada beberapa hal yang menjadi rekomendasi yaitu :

Untuk Gereja Toraja lebih memperkuat untuk memberikan pemahaman kepada anggota jemaat sebagai pertisipan sisemba’ bahwa permainan ini untuk meningkatkan solidaritas atau mempererat hubungan antar sesama dan terlebih

(28)

28

kepada Yang Maha Kuasa bukan untuk menciptakan konflik. Gereja dapat menjadi media pendamai jika terjadi perselisihan atau konflik antara jemaat yang berpartisipasi dalam permainan sisemba’.

Untuk masyarakat atau jemaat yang menjadi partisipan permainan tradisional sisemba’ yang belum memaknai permainan sisemba dengan benar sehingga masih menimbulkan konflik perlu dipahami lagi dengan baik sehingga ketika mengikuti sisemba’, partisipan tidak akan mengalami konflik.

Untuk Fakultas lebih sering mendorong mahasiswa untuk melakukan penelitian atau kajian yang berhubungan dengan masyarakat Toraja atau budaya sisemba’ karena minimnya informasi atau data tentang permainan tradisional sisemba’.

Referensi

Dokumen terkait

Diketahuinya pola aliran bahan tata letak awal yang merupakan petunjuk utama dalam perencanaan tata letak usulan dan tata letak usulan dalam pola aliran bahan disesuaikan dengan

Tiada untaian kata yang patut diucapkan kecuali rasa syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas limpahan taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Amir (2015) tentang analisis kesalahan dalam pembelajaran matematika, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kesalahan,

Pembuatan tas tersebut bisa dilakukan dengan proses tradisional melalui beberapa tahap yaitutahap pembersihan, tahap pengeringan, tahap pemilihan, tahap pembelahan, dan

The indicators of teacher’s wield of power over the learners during classroom interaction were the amount of speech, frequency of directive acts, initiative of interaction, control

[r]

Diterimanya Ho dibuktikan melalui uji statistik Kruskkal-Walls One Way Anova dan dilihat dari nilai asymptotic significance dari perguruan tinggi yang masing- masing nilainya

Berdasarkan analisa data dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa bahaya yang paling besar pada keempat node boiler, terjadi pada level