• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebebasan kehendak dari pemerintah di limitasi oleh suatu kehendak hukum.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebebasan kehendak dari pemerintah di limitasi oleh suatu kehendak hukum."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

15 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Negara Hukum

1. Konsep Negara Hukum

Pendapat negara hukum menurut F.R Bothlingk yaitu suatu negara yang kebebasan kehendak dari pemerintah di limitasi oleh suatu kehendak hukum.

oleh karena itu dalam rangka mewujudkan limitasi pemegang kekuasaan tersebut maka dilakukanlah suatu keterikatan pemerintah dengan hakim terhadap suatu undang-undang, dan dilain sisi pembatasan kewenangan oleh legislator.17 Hal tersebut dijustifikasi oleh A. Hamid S. Attamini yang mengutip pendapat dari Burkens, bahwa suatu negara yang memosisikan hukum sebagai fondasi kekuasaan dari negara dan penyelenggaraannya, maka hal tersebut dilakukan di bawah kekuasaan hukum sebagai norma tertinggi.18 Oleh karena hal tersebut dapat ditarik sebuah pemahaman secara sederhana bahwa negara hukum adalah segala penyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan berdasarkan hukum sebagai dasar serta norma tertinggi yang berupa asas-asas yang akan menjadi suatu pedoman dan indikator penilaian dari pemerintahan.

Makna dari negara hukum pada hakikatnya bersumber dari konsep dan teori kedaulatan hukum, yang pada pokoknya menegaskan bahwa konsep dari kekuasaan tertinggi yang berada dalam suatu negara adalah hukum itu sendiri.

Oleh karena hal tersebut seluruh komponen yang ada di dalam negara tersebut

17 Ridwan HR, 2014, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali Pers, hlm, 21.

18 Ibid., hlm, 8.

(2)

16 wajib untuk tunduk dan patuh serta menjunjung tinggi hukum tanpa ada pengecualian.19 Berdasarkan pengertian dari negara hukum diatas maka konsep dari negara hukum kesejahteraan menjadi fondasi fungsi dan kedudukan pemerintah dalam negara yang modern. Lebih lanjut mengenai negara kesejahteraan merupakan suatu antitesis dari konsep negara hukum formal, yang berlandaskan pemikiran-pemikiran untuk dilakukannya pengawasan yang sangat ketat terhadap penyelenggaraan kekuasaan atau pemerintahan negara tersebut.20

Negara hukum juga merupakan suatu komponen yang sangat penting dari kontrak sosial yang dijalankan dalam negara hukum tersebut. Oleh karena itu dalam kontrak sosial mencantumkan kewajiban-kewajiban terhadap hukum untuk mematuhi, memelihara, dan mengembangkan dalam suatu pembangunan hukum. di Indonesia itu sendiri, pelaksanaan negara hukum telah mengalami suatu problematik yang pasang surut, karena terhitung selama tahun 1950-1957 negara hukum menjadi suatu alat ideologi untuk mengabsahkan negara konstitusional, namun banyak diantaranya simbol-simbol yang secara konservatif erat kaitannya dengan prosedur, lembaga dan berbagai produk hukum belanda yang tetap dilestarikan sampai era kemerdekaan. Dan dalam kurun waktu 1958-1965 negara hukum seakan-akan tenggelam di bawah intimidasi petrimonialisme rezim dan ideologi yang secara radikal-populis yang memprioritaskan keadilan substantif dari pada keadilan prosedur. Dan pada era orde baru barulah pemikiran-pemikiran tentang negara hukum bangkit

19 B. Hestu Cipto Handayono, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia Menuju Konsolidasi Sistem Demokrasi, Jakarta: Universitas Atma Jaya, hlm, 17.

20 Usep Ranawijaya, 1983, Hukum Tata Negara Dasar-Dasarnya,Jakarta: Ghalia Indonesia,hlm, 181.

(3)

17 kembali dengan pesat, sehingga mengakibatkan para pendukung negara hukum bisa dikatakan lebih optimistis.21

Pada era reformasi sekarang perjuangan untuk mewujudkan negara hukum lebih tampak daripada era-era sebelumnya, hal tersebut dapat dilihat dari lahirnya berbagai produk hukum yang lebih responsif yang mewujudkan aspirasi masyarakat. Akan tetapi yang akan menjadi catatan, hal tersebut belum tentu akan menjadi suatu jaminan pengimplementasian negara hukum yang lebih substansial, karena kembali kepada pandangan para ahli yang dijelaskan diatas, yang apabila seluruh komponen dari suatu negara hukum tersebut mau dan mampu untuk menjalankan prinsip-prinsip negara hukum, barulah dapat dikatakan bahwa negara tersebut memang benar-benar negara hukum.22 B. Tinjauan Umum Tentang Konstitusi dan Hak Konstitusional

1. Teori Konstitusi

Konstitualisme adalah suatu pemikiran yang hingga saat ini mengalami suatu perkembangan yang tiada hentinya. Tujuan utama dari pemikiran ini ialah untuk menghendaki adanya suatu pembatasan kekuasaan, karena pada era-era sebelumnya tampak bahwa kekuasaan seakan-akan sangat luas dan tanpa batas.

Pembatasan tersebut tentunya diimplementasikan melalui sebuah hukum yang dinamakan konstitusi.23 Dapat dikatakan bahwa hampir semua negara-negara didunia dalam kehidupan bernegaranya mengacu atau berlandaskan konstitusi negara tersebut. Oleh karena itu negara yang menganut sistem negara hukum dan

21 Daniel S. Lev, 1990, Hukum dan Politik Indonesia, Jakarta: LP3ES, hlm, 384-385.

22 Mohammad kusnadi, hukum tata negara Indonesia. Op.cit. hlm 153

23 Novendri M. Nggilu, 2015, Hukum dan Teori Konstitusi (Perubahan Konstitusi yang partisipatif dan populis), Yogyakarta: UII Press, hlm.17

(4)

18 negara kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahannya dapat dipastikan menggunakan konstitusi atau UUD sebagai norma tertinggi. Dalam perkembangan pengertian dari konstitusi dalam arti sempit tidak dapat menggambarkan seluruh aspek-aspek penting dalam peraturan, baik yang tertulis maupun tidak, maupun yang dicatatkan dalam suatu dokumen khusus, seperti yang berlaku di Amerika Serikat.24

Secara bahasa pengertian konstitusi memiliki arti pembentukan. Kata konstitusi itu sendiri berasal dari bahasa Perancis yakni constituir yang mempunyai arti membentuk. Dan dalam bahasa latin yakni constitusiones yang mempunyai arti segala sesuatu yang telah ditetapkan. Dan menurut pendapat James Bryce, konstitusi adalah suatu konstitusi yang mengatur segala institusi baik itu dari kekuasaan institusi tersebut dan cara kekuasaan institusi dijalankan.

Oleh karena itu dapat ditarik sebuah pemahaman secara sederhana bahwa objek dari konstitusi itu sendiri adalah kekuasaan dari institusi atau pemerintahan. Hal tersebut dijalankan agar mendapatkan suatu jaminan terhadap hak-hak warga negara yang sudah dijamin oleh suatu hukum tertinggi suatu negara. terkait dengan peran dari konstitusi, C.F Strong menganalogikan konstitusi seperti tubuh manusia dan negara, dan badan politik sebagai organ dari tubuh itu. Maka organ tubuh akan berjalan dengan ideal apabila tubuh dalam kondisi yang sehat, begitu pun sebaliknya. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa konsep konstitusionalisme adalah suatu konsep yang mengatur tentang supremasi konstitusi.25

24 Ibid.

25 Rusma Dwiyana, Konsep Konstitusionalisme, Pemisahan Kekuasaan, dan Checks and Balance System, Pusat Kajian Hukum Administrasi Negara. hlm.3

(5)

19 Dalam praktiknya pengertian dari konstitusi lebih luas daripada UUD, namun tidak sedikit yang mengartikan bahwa UUD merupakan konstitusi. Bagi para sarjana hukum maupun politik, konstitusi itu sendiri merupakan sesuatu yang lebih luas objek pemaknaannya. Yakni semua peraturan-peraturan baik tertulis maupun tidak yang mengatur dan mengikat serta mengatur mengenai bagaimana cara pemerintahan dilakukan dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat.26

Hal tersebut selaras dengan pendapat Adnan Buyung Nasution yang menyatakan bahwa konstitusi merupakan suatu aturan tertinggi dalam suatu negara dan semua komponen dalam negara tersebut wajib hukumnya untuk mematuhi tanpa terkecuali. Sebagaimana pendapat Louis Henkin yang menjelaskan elemen-elemen dalam konstitusional, sebagai berikut:27

1. Pemerintah berdasarkan konstitusi (government according to the constitution);

2. Pemisahan kekuasaan (separation of power);

3. Kedaulatan rakyat dan pemerintahan yang demokratis (sovereignty of the people and democratic government);

4. Riview atas konstitusi (constitutional review);

5. Independensi kekuasaan kehakiman (independent judiciary);

6. Pemerintah yang dibatasi oleh hak-hak individu (limited government subject to a bill of individual rights);

7. Pengawasan atas kepolisian (controlling the police);

26 Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni‟matul Huda, 2008, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta:

Rajawali Pers, hlm.7

27 Rusma Dwiyana, Konsep Konstitusionalisme, Pemisahan Kekuasaan, dan Checks and Balance System, Pusat Kajian Hukum Administrasi Negara. hlm.3

(6)

20 8. Kontrol sipil atas militer (civilian control of the military); and

9. Kekuasaan negara yang dibatasi oleh konstitusi (no state power, or very limited and strictly circumscribed state power, to suspend the operation of some parts of, or the entire, constitution)

Kesembilan elemen dari konstitusi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yang berkaitan dengan fungsi konstitusi sebagai berikut:28

1. Membagi kekuasaan dalam negara yakni antar cabang kekuasaan negara (terutama kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif) sehingga terwujud sistem checks and balances dalam penyelenggaraan negara.

2. membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam negara.

Pembatasan kekuasaan itu mencakup dua hal: isi kekuasaan dan waktu pelaksanaan kekuasaan. Pembatasan isi kekuasaan mengandung arti bahwa dalam konstitusi ditentukan tugas serta wewenang lembaga- lembaga negara.

Kemudian konstitusi diklasifikasikan oleh K.C. Wheare sebagai berikut:29

1. Konstitusi yang tertulis dan yang tidak : muatan isi dari konstitusi berisi aturan yang fundamental mengenai kerangkan utama untuk menegakkan suatu negara. dan konstitusi tertulis di sini berarti hukum tersebut dituliskan dalam suatu dokumen, dan yang tidak tertulis berarti berdasarkan adat kebiasaan.

28 Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni‟matul Huda, Op.Cit, hlm.8

29 Mirza Nasution, Negara dan Konstitusi, USU digital library, dikutip dari, http://library.usu.ac.id/downlad/fh/tatanegar-mirza.pdf

(7)

21 2. Konstitusi yang rigid dan fleksibel : rigid berarti memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan undang-undang atau peraturan lainya, dapat diubah dengan cara yang khusus/istimewa. Dan fleksibel berarti bersifat elastis atau dapat disesuaikan dengan mudah berdasarkan kebutuhan, dan pengubahannya mudah seperti mengubah undang- undang

3. Konstitusi berderajat tinggi dan yang tidak : sebagaimana dalam penyebutan tersebut konstitusi derajat tinggi memosisikan konstitusi dalam tingkat tertinggi dalam sebuah negara, dan yang tidak berderajat tinggi adalah kebalikan dari hal tersebut.

4. Konstitusi negara kesatuan dan serikat : hal tersebut berarti menggambarkan bentuk negara yang diatur dalam konstitusi.

Pembeda dari kedua konstitusi tersebut mengatur mengenai bagaimana bentuk negara, negara kesatuan berarti semua kekuasaan diatur oleh pemerintah pusat, sedangkan negara serikat membagi kekuasaan antara pemerintah pusat dengan negara-negara bagian.

5. Konstitusi pemerintah parlementer dan presidensial : dalam konstitusi pemerintahan presidensial terdapat ciri-ciri sistem pemerintahan seperti, presiden mempunyai kekuasaan sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, presiden dipilih langsung oleh rakyatnya atau dewan perwakilan, terdapat lembaga legislatif dan lembaga pemilihan umum tersendiri yang terpisah dengan kekuasaan presiden, dan presiden tidak dapat mengangkat atau membubarkan legislatif, karena legislatif juga dipilih oleh rakyat secara langsung. Sedangkan dalam

(8)

22 konstitusi parlementer mempunyai ciri-ciri sebagai berikut, kabinet ditunjuk langsung dan diangkat oleh Perdana Menteri, pertanggungjawaban parlemen berada ditangan perdana menteri dan kabinet, parlemen dapat dibubarkan oleh kepala negara dengan nasihat atau saran Perdana Menteri.

Berdasarkan uraian kalsifikasi dari konstitusi yang telah penulis uraikan diatas, maka dapat dilihat bahwa UUD NRI 1945 sebagai konstitusi termasuk dalam kalsifikasi konstitusi yang rigid, tertulis, berderajat tinggi, konstitusi kesatuan dan konstitusi yang mengimplementasikan sistem pemerintahan campuran dari presidensial dan parlemen. Sebab dalam muatan materi dari UUD NRI 1945 tidak hanya memiliki ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial, namun juga memiliki ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer.30

Dalam membentuk suatu konstitusi haruslah memenuhi 2 syarat yakni dilihat dari bentuk dan muatan isi dari konstitusi tersebut, dalam syarat tentang bentuknya, berarti konstitusi tersebut haruslah berbentuk naskah tertulis yang nantinya akan berlaku sebagai Undang-Undang yang mempunyai kedudukan tertinggi dari undang-undang lainya. Dan mengenai syarat isi dari konstitusi tersebut, hanyalah mengatur mengenai norma-norma yang sangat fundamental, sehingga tidak semua norma yang konkret dimasukkan ke dalam konstitusi tersebut, melainkan hal-hal yang bersifat pokok, dasar, dan asas-asas.

Alasan kenapa dalam suatu konstitusi hanyalah memuat isi yang fundamental saja dikarenakan menurut paham kodifikasi, apabila terjadi sebuah perkembangan zaman dan kebutuhan akan hukum dinegara tersebut juga

30 Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni‟matul Huda, Teori dan Hukum,Op.Cit

(9)

23 mengalami perkembangan dan perubahan, maka tidak perlu harus sering diubah konstitusi tersebut, karena peraturan lebih lanjut dari konstitusi akan diatur ke dalam suatu Udang-undang yang nantinya undang-undang tersebut akan mengatur norma yang lebih konkret terkait norma dalam konstitusi. Oleh karena itu untuk mencegah hal tersebut Undang-undang Dasar atau konstitusi hanyalah memuat norma-norma dasar saja.31

Perihal penyamaan penyebutan konstitusi dengan Undang-Undang Dasar berawal sejak tahun 1649-1660 oleh Oliver Cromwell (Lord Protector Republik Inggris) yang menamakan Undang-Undang Dasar sebagai “Instrument of Government” yang artinya bahwa undang-undang dasar tersebut menjadi suatu pedoman untuk memerintah. Dari hal itulah muncul identifikasi pertama terkait dengan persamaan pengertian konstitusi dan Undang-Undang Dasar. Kemudian pengertian konstitusi oleh Oliver Cromwell dibawa oleh Lafayette ke prancis pada tahun 1789.32 Berdasarkan paham modern mengenai konstitusi, penyamaan arti konstitusi dengan Undang-Undang Dasar dipelopori oleh Lasalle. Hal tersebut dapat ditemui dalam karangan Lasalle yang berjudul “Uber Vertassungswesen”. Dalam karangan tersebut menjelaskan bahwa konstitusi yang sebenarnya adalah menggambarkan hubungan antara kekuasaan yang ada di masyarakat, seperti halnya golongan yang mendapatkan suatu pengakuan dan kedudukan nyata oleh masyarakat misalnya Kepala negara, Angkatan Perang, Partai politik, Buruh, Tani, Pegawai dll. Sehingga menurut Lesalle penting kiranya untuk dituliskan hal-hal tersebut dalam suatu konstitusi (in einer

31 Ibid.

32 Ibid. hlm.66

(10)

24 Urkunde auf einern Blatt Papier alle Instltutionen und Regierings prinzipien des landes).

Hal yang sama juga dijustifikasi oleh Struycken, seorang yang juga menganut paham modern, yang juga menyatakan bahwa konstitusi adalah Undang-Undang Dasar, dan konstitusi memuat garis-garis besar serta asas terkait dengan organisasi atau pemerintahan dalam sebuah negara.33 Oleh karena itu, sebuah konstitusi tidak perlu memuat seluruh hal karena nantinya konstitusi akan mengalami kesulitan-kesulitan dalam mengikuti perkembangan zaman.

Hanya undang-undang saja yang dibuat tetap fleksibel, sehingga dapat mengatur secara konkret norma-norma, agar dapat diubah-ubah mengikuti perkembangan zaman, sedangkan konstitusi itu tetap tidak berubah.34

2. Hak Konstitusional

Dari berbagai literasi, baik literasi ilmu politik maupun hukum tata negara, kajian dari ruang lingkup paham konstitusi atau konstitusionalisme mempunyai ciri sebagai berikut : kekuasaan politik tunduk pada hukum, perlindungan serta adanya jaminan atas hak-hak dasar atau asasi manusia, peradilan yang bebas dan mandiri, dan akuntabilitas publik sebagai corong utama kedaulatan rakyat.35

Ketentuan mengenai hak asasi manusia yang termuat dalam konstitusi Indonesia mengalami perubahan yang signifikan setelah dilakukannya perubahan kedua UUD 1945. Ketentuan baru yang dimuat dalam UUD 1945 dimuat dalam pasal 28A hingga Pasal 28J, dan terlebih juga dimuat dalam

33 Ibid, hlm 67

34 Ibid.

35 Dahlan Thaib, 2008, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta, PT Rajawali Pers, hlm. 2.

(11)

25 beberapa pasal lainya. Hal tersebut menjadikan UUD NRI 1945 sebagai suatu konstitusi yang paling lengkap dalam melindungi dan menjamin hak-hak asasi manusia. Dari pasal-pasal yang memuat ketentuan mengenai hak asasi manusia, yang dalam hal ini pasal 28A-28J berasal dari rumusan TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Yang kemudian dari hal tersebut dibentuklah suatu Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang mengatur secara lebih lengkap mengenai hak asasi manusia. Oleh karena hal tersebut, dalam memahami mengenai hak asasi manusia, baik secara konsep maupun historis, ketiga instrumen diatas haruslah dipelajari secara tuntas.36

Penegakan dan perlindungan hak-hak konstitusional merupakan kewajiban semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Oleh karena itu dalam memahami hak konstitusional tidak hanya mencakup hak, namun juga kewajiban. Kewajiban tersebut diataranya adalah kewajiban untuk saling menghormati dan menghargai hak konstitusional orang lainya. Sehingga dalam hal tersebut akan menimbulkan suatu batasan dan larangan dalam melaksanakan perlindungan atas hak konstitusional yang telah ditetapkan oleh undang-undang.

Adanya pembatasan tersebut bertujuan untuk melindungi serta menjamin pengakuan dan penghormatan atas kebebasan masyarakat, agar dapat memenuhi suatu tuntutan yang adil, dengan mempertimbangkan moral, keamanan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa.

Hak konstitusional (constitutional rights) mempunyai arti yakni suatu hak asasi manusia yang sudah dimuat secara tegas dalam suatu konstitusi, hal

36 Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia., Op.Cit.,. hlm. 21-30.

(12)

26 tersebut juga sebagaimana dalam UUD NRI 1945 yang telah memuat hak asasi manusia, oleh sebab itu hak tersebut dapat disebut sebagai hak konstitusional setiap warga negara. perbedaan hak konstitusi dengan hak hukum lainya adalah apabila suatu hak konstitusional telah dijamin oleh konstitusi atau UUD NRI 1945 dan hak hukum lainya baru akan muncul apabila sudah ada suatu peraturan perundang-undangan yang telah dibuat untuk mengatur hak tersebut (subordinate legislations).37 Secara tegas UUD NRI 1945 dan Undang-undang tentang hak asasi manusia telah secara tegas mengatur serta memerintahkan bahwa negara haruslah memenuhi hak konstitusional warga negara, baik dari hak asasi serta hak politik dan lebih khususnya hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum. Oleh sebab itu seharusnya negara membuka ruang yang seluas-luasnya untuk memberikan hak tersebut terlebih lagi hak pilih warga negara, sebab apabila hal tersebut dibatasi, maka hal tersebut dapat dikatakan sebuah pelanggaran hak konstitusional warga negara.

Jimly Assidiqie menyebutkan bahwa hak konstitusional yang telah dimuat dalam UUD NRI 1945 dibagi dalam beberapa kelompok sebagai berikut: 38

1. Kelompok yang pertama adalah kelompok ketentuan yang menyangkut hak- hak sipil

2. Kelompok hak-hak politik, ekonomi, sosial dan budaya 3. Kelompok hak-hak khusus dan hak atas pembangunan

4. Kelompok yang mengatur mengenai tanggung jawab negara dan kewajiban asasi manusia.

37 Jimly Asshidiqie, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid 2, Jakarta, Konstitusi Press, hlm. 134

38 Jimly Assidiqie, 2005, Hukum Tata Negara dan Pilar Demokrasi, Serpihan Pemikiran Hukum dan HAM , Cetakan kedua, Jakarta: Konstitusi Press, hlm. 220-223.

(13)

27 Hak-hak dan kebebasan yang telah disebutkan oleh Jimly Assidiqie tersebut sejatinya telah tercantum baik di dalam UUD NRI 1945 dan juga dalam berbagai undang-undang, yang mana hal tersebut mempunyai kualitas yang sama pentingnya secara konstitusional (constitutional importance). Oleh karena itu sebagaimana prinsip dari kontrak sosial, maka negara dan juga setiap warga negara wajib untuk saling melindungi hak-hak konstitusional yang telah dimuat dalam konstitusi.

C. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum

Satjipto Raharjo berpendapat bahwa hukum lahir dalam masyarakat bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengintegrasikan kepentingan-kepentingan agar tidak saling bertubrukan satu sama lain. Pengintegrasian serta pengoordinasian tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan suatu batasan agar dapat melindungi kepentingan-kepentingan tersebut.39 Oleh karena itu dalam memenuhi kepentingan tersebut hukum hadir untuk melindungi kepentingan tersebut dengan memberikan kekuasaan kepadanya. Pemberian kekuasaan atau biasa yang disebut dengan hak ini, haruslah dilakukan secara terukur, baik keluasan serta kedalamannya..40 Sebagaimana yang dikemukakan oleh Paton, bahwa suatu kepentingan adalah sasaran dari suatu hak, tidak hanya karena ia dilindungi oleh hukum, namun juga terdapat suatu pengakuan terhadap hal tersebut. Maka dari itu suatu hak tidak hanya berbicara mengenai unsur perlindungan dan kepentingan, namun juga kehendak.41

Hal tersebut juga dijustifikasi oleh Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta, terkait dengan fungsi dari hukum itu sendiri adalah hukum itu dibutuhkan dan

39 Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 53.

40 Ibid.

41 Ibid, hlm. 54.

(14)

28 ditumbuhkan manusia dengan berpedoman dengan produk penilaian manusia agar dapat menciptakan suatu kondisi yang dapat melindungi serta memajukan martabat manusia itu sendiri, serta agar manusia dapat menjalani suatu kehidupan yang bermartabat.42 Dalam bahasa Inggris, perlindungan hukum disebut Legal Protection, sedangkan dalam bahasa belanda disebut rechtsbecherming. Harjono mencoba memperluas arti dari perlindungan hukum yakni suatu upaya untuk melindungi kepentingan-kepentingan tertentu dengan menggunakan sarana hukum, sehingga menjadikan kepentingan yang harus dilindungi tersebut menjadi sebuah hak hukum.43

Dari berbagai pengertian yang dikemukakan oleh para ahli diatas, maka dapat ditarik suatu pemahaman, yakni perlindungan hukum merupakan suatu perlindungan yang diberikan oleh suatu hukum dan peraturan perundang- undangan. Atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah suatu tindakan untuk melindungi masyarakat dari tindakan yang sewenang-wenang yang dilakukan oleh pemerintah yang tidak sesuai dengan kaidah hukum, untuk menciptakan suatu ketertiban serta ketenteraman sehingga menciptakan suatu kenyamanan dalam hidup manusia. Perlindungan hukum di Indonesia dapat ditemukan dalam UUD NRI 1945 serta berbagai peraturan perundang-undangan yang melindungi hak dari setiap warga negara. oleh karena itu diharapkan segala produk legislatif yang telah dibuat harus senantiasa menangkap aspirasi-aspirasi masyarakat, agar produk hukum tersebut mampu menjadi suatu jaminan

42 Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta, 1994, Filsafat Hukum Madzab dan Refleksi, Bandung, PT.

Remaja Rosda Karya, hlm. 64.

43 Harjono, 2008, Konstitusi sebagai Rumah Bangsa, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, hlm. 357.

(15)

29 perlindungan hukum bagi semua orang.44 Di Indonesia sendiri, konsep dari perlindungan hukum erat kaitannya dengan konsep perlindungan HAM, yang mana hal tersebut juga merupakan suatu bagian dari konsep Negara Hukum yang merupakan suatu istilah dari rechstaat dan rule of law yang mana telah penulis jelaskan pada bab sebelumnya

Teori negara hukum secara substansial mempunyai suatu makna bahwa kewajiban bagi setiap penyelenggara negara atau pemerintah untuk tunduk kepada hukum. hukum ditempatkan pada posisi yang paling tinggi, oleh karena itu tidak boleh ada suatu kekuasaan yang sewenang-wenang atau penyalahgunaan kekuasaan.45 Konsepsi dari suatu negara hukum, berawal dari Plato, yang kemudian dilanjutkan oleh Aristoteles, yang dalam pandangannya menjelaskan bahwa suatu negara yang baik adalah negara yang diperintah oleh kedaulatan hukum dan konstitusi. Terdapat 3 unsur terkait dengan pemerintahan yang berkonstitusi, yakni:

(1) pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum,

(2) pemerintah dilaksanakan menurut hukum yang berdasar ketentuan- ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang mengesampingkan konvensi dan konstitusi,

(3) pemerintah berkonstitusi, berarti pemerintah yang dilaksanakan atas kehendak rakyat. 46

44 Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), 2004, Tesis Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, hlm.3.

45 Muh. Hasrul, 2013, Eksistensi Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah Dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Efektif, Disertasi, Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makasar, hlm. 15.

46 Ibid.

(16)

30 Sedangkan, konsep negara hukum atau yang dikenal dengan

‘rechtsstaat’ menurut Julius Stahl, itu mencakup empat elemen penting, yaitu:

b. Perlindungan hak asasi manusia.

c. Pembagian kekuasaan.

d. Pemerintahan berdasarkan undang-undang.

e. Peradilan tata usaha Negara.

Kemudian, oleh A.V. Dicey diuraikan adanya 3 ciri penting dalam setiap Negara Hukum atau yang ia sebut dengan istilah “The Rule of Law”, yaitu:47

a. Supremacy of Law (supremasi hukum).

b. Equality before the law (persamaan di depan hukum).

c. Due Process of Law (proses hukum yang adil).

Konsep rechtsstaat berfokus pada sistem hukum kontinental, atau yang biasa disebut “civil law” atau “modern Roman Law” sedangkan konsep “the rule of law” berfokus pada sistem hukum yang biasa disebut “common law”.

Karakteristik “civil law” adalah “administratif” dan karakteristik “common law” adalah “judicial”. Di Indonesia itu sendiri latar belakang negara hukum dapat dilihat dari Tap MPRS Nomor XXXVII/MPRS/1967 yang menyebutkan terkait dengan “Demokrasi Pancasila”. Yang mana hal tersebut menjadikan Indonesia tidak hanya menjadi negara hukum “rechtsstaat” atau “rule of law”, namun Indonesia dikenal dengan Negara Hukum Pancasila.48

Dalam Pancasila itu sendiri, setidaknya terdapat 4 kaidah yang menjadi suatu pedoman dalam pembentukan dan penegakan hukum di Indonesia, yakni :

47 A.V. Dicey, 2007, Pengantar Studi Hukum Konstitusi, Terjemahan dari Introduction to the Study of the Law of the Constitution, Nusamedia, Bandung, hlm. 254-259.

48 Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, hlm. 72-74.

(17)

31 1. hukum harus menjamin dan melindungi segenap bangsa Indonesia, sehingga tidak diperkenankan adanya produk-produk hukum dan mempunyai benih diintegrasi.

2. hukum haruslah dapat menjamin keadilan sosial, khususnya dalam melindungi kaum yang lemah dari golongan-golongan yang kuat agar terhindar dari eksploitasi.

3. hukum harus membangun dan dibangun dengan demokrasi yang sejalan dengan negara hukum.

4. hukum tidak diperbolehkan menjadi suatu hal yang diskriminatif, sehingga dapat menciptakan toleransi beragama berdasarkan keberadaan dan kemanusiaan.49

Jimly Assiddiqie menjustifikasi mengenai negara hukum, yakni diperlukan pilar-pilar utama, sehingga dapat disebut sebagai Negara Hukum (The Rule of Law, ataupun Rechtsstaat) dalam arti yang sebenarnya, antara lain:50

a. Supremasi Hukum (Supremacy of Law):

b. Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law c. Asas Legalitas (Due Process of Law

Berdasarkan uraian yang telah penulis jabarkan diatas dan sesuai dengan prinsip NKRI sebagai negara hukum yang secara tegas disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI RI 1945, oleh karena itu prinsip-prinsip dari Negara Hukum Pancasila tersebut harus ditegakkan.

49 Mahfud MD, Op., Cit., hlm. 56.

50 Ibid, hlm, 167.

(18)

32 D. Tinjauan Umum Tentang Kewenangan Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi RI adalah salah satu dari lembaga negara yang menjalankan kekuasaan kehakiman atau lebih tepatnya peradilan konstitusi yang independen guna menegakkan hukum dan keadilan.51 Mahkamah Konstitusi RI juga merupakan suatu lembaga yang secara aktif melakukan kewenangannya dalam melindungi hak asasi manusia yang secara konstitusional dijamin oleh UUD NRI 1945 melalui Judicial Review. Sehingga apabila terdapat suatu ketentuan Undang-undang yang bertentangan dengan UUD NRI 1945, maka Mahkamah Konstitusi RI akan menguji Undang-undang tersebut untuk memutuskan bertentangan atau tidak undang-undang tersebut dengan konstitusi.52

Tujuan dibentuknya Mahkamah Konstitusi RI adalah sebagai wujud dari implementasi gagasan negara hukum, yang mana salah satu ciri khasnya adalah memosisikan konstitusi sebagai hukum tertinggi.53 Melalui Mahkamah Konstitusi RI bentuk dan arah dari kekuasaan politik di Indonesia tidak hanya menjadi suatu kalimat simbolik atau aspirasional saja, namun juga telah menjadikan konstitusi sebagai (a living document). Oleh karena itu Mahkamah Konstitusi RI telah memberikan kontribusi yang tidak sedikit agar terciptanya kehidupan negara yang berlandaskan hukum dan demokrasi.54

Mahkamah Konstitusi RI memiliki kedudukan yang sederajat dengan Mahkamah Agung RI, yang mana kedudukan tersebut memiliki posisi yang kuat

51 Marwan Mas.2018. Hukum Konstitusi dan Kelembagaan Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm 141

52 Ibid.

53 I Dewa Gede Palguna, Op.Cit., Hlm 188.

54 Ibid.,

(19)

33 dan tinggi dalam sistem hukum ketatanegaraan Indonesia, karena dalam pembentukan Mahkamah Konstitusi RI itu sendiri memiliki kedudukan hukum yang telah diatur secara tegas dalam UUD NRI 1945 sebagai salah satu lembaga negara dan lembaga kehakiman yang merdeka.55 Terdapat perbedaan antara Mahkamah Agung RI dengan Mahkamah Konstitusi RI sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang sederajat, yakni keduanya mempunyai yurisdiksi, kewenangan dan kompetensi yang berbeda.

Perbedaan yang mengeksklusifkan kewenangan Mahkamah Konstitusi RI dengan lembaga negara lainya dapat dilihat dalam Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945, dengan 4 kewenangan dan 1 kewajiban sebagai berikut :56

(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum

(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.

Berdasarkan kewenangan diatas, maka Mahkamah Konstitusi RI diberikan kewenangan untuk melakukan Judicial Review untuk menguji suatu undang-undang yang bertentangan dengan UUD baik secara formil maupun materill. Akan tetapi untuk kewenangan menguji peraturan dibawah undang-

55 Ibid.,

56 Titik Triwulan Tutik, Op. Cit., hlm 223.

(20)

34 undang dilakukan oleh Mahkamah Agung RI sebagaimana ketentuan dari Pasal 24A ayat (1) UUD NRI 1945.

Pengertian dari pengujian secara formil adalah untuk menguji, apakah pembentukan dari suatu undang-undang tersebut telah memenuhi prosedur hukum yang berlaku sebagaimana ketentuan UUD NRI 1945, sedangkan pengujian secara materil mempunyai pengertian untuk menguji atau memeriksa apakah muatan materi dari suatu undang-undang yang telah dibentuk memiliki suatu pertentangan dengan UUD NRI 1945.57

Selain itu putusan yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi RI memiliki sifat yang final dan mengikat, yang mana dalam hal ini berarti tidak dapat dilakukan upaya hukum apa pun terhadap putusan tersebut. Pun lebih lanjut, putusan yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi RI tidak berlaku surut, yang mana dalam hal ini berarti suatu keadaan hukum baru telah dimulai sejak pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi RI dalam rapat pleno yang terbuka untuk umum dibacakan. Maka dari itu adalah suatu kewajiban bagi setiap elemen masyarakat, baik pemerintah, lembaga negara lain serta masyarakat yang mempunyai kaitan dalam putusan tersebut untuk menghormati dan melaksanakan putusan tersebut.58

Mahkamah Konstitusi RI mempunyai fungsi sebagai negative legislator dalam rangka melakukan judicial review, yang artinya, Mahkamah Konstitusi RI berwenang untuk mengesampingkan bahkan dapat membatalkan suatu pasal maupun seluruh undang-undang yang telah terbukti bertentangan dengan konstitusi. Serta putusan tersebut akan mengikat semua pihak (erga omnes),

57 Firman Freaddy Busroh dan Fatria Khairo, Op.Cit., hlm 139.

58 Munafrizal Manan, Op.Cit., hlm 54.

(21)

35 meskipun permohonan atas judicial review tersebut dimohonkan hanya oleh satu atau beberapa orang saja.59

Oleh karena itu dengan kewenangan yang dimiliki Mahkamah Konstitusi RI, diharapkan dapat mengawal nilai-nilai konstitusi dan demokrasi, sehingga fungsi dan tugasnya yang diposisikan sebagai pengawal konstitusi (the guardian of constitution), penafsir akhir konstitusi (the final interpreter of constitution), pengawal demokrasi (the guardian of democracy), pelindung hak-hak konstitusional warga negara (the protector of citizen’s constitutional rights) dan pelindung hak-hak asasi manusia (the protector of human rights) dapat terlaksana.60

E. Tinjauan Umum Tentang Constitutional Complaint

Berdasarkan Bahasa Indonesia, istilah constitutional complaint memiliki arti sebagai “pengaduan konstitusional”. Pengistilahan dari pengaduan konstitusional tersebut sebenarnya belum mempunyai istilah yang baku secara resmi, oleh karena itu penting kiranya untuk meresmikan istilah dari pengaduan konstitusional di Indonesia sehingga kiranya akan menjadi angin segar untuk dapat menyebarluaskan istilah pengaduan konstitusi kepada masyarakat, demi pembangunan hukum di Indonesia. Dan istilah dari pengaduan konstitusional dalam Bahasa inggris mempunyai istilah constitutional complaint, sedangkan dalam Bahasa Jerman dikenal dengan istilah Verfassungsbeshwerde yang mana

59 ibid., hlm 39.

60 M. Luthfi Chakim, Loc. Cit.

(22)

36 kedua negara tersebut telah secara resmi mengakui serta mengatur tentang istilah dari pengaduan konstitusional.61

Menurut para ahli, constitutional complaint itu sendiri merupakan suatu pengaduan atau gugatan yang diajukan oleh individu atau warga negara ke mahkamah konstitusi, perihal suatu perbuatan pejabat publik atau Lembaga negara yang mengakibatkan terlanggarnya hak konstitusional warga negara yang bersangkutan.62 Constitutional complaint juga mempunyai arti dalam pengajuan perkara-perkara ke mahkamah konstitusi atas pelanggaran konstitusional yang dilakukan oleh pejabat publik kepadanya karena tidak ada lagi suatu upaya hukum untuk menyelesaikan masalah yang dialami tersebut.

Constitutional complaint sejatinya merupakan salah satu dari bagian constitutional review yang dilakukan oleh mahkamah konstitusi untuk menguji suatu Tindakan pejabat publik yang bertentangan dengan konstitusi. Da pada umumnya di negara-negara lain seperti Jerman dan Korea Selatan.

Constitutional complaint baru dapat diterima apabila sudah tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh lagi.63 Tugas atau fungsi utama dalam pengujian konstitusional sejatinya baru akan terlaksana secara maksimal manakala hak konstitusional warga negara dapat terlindungi secara maksimal pula.

Perlindungan maksimal tersebut mengacu terhadap hak konstitusional yang akan tercapai, apabila setiap warga negara yang merasa hak konstitusionalnya dilanggar oleh lembaga-lembaga negara di ketiga cabang kekuasaan tersebut tersedia upaya hukum (legal remedy) untuk mengadukan

61 Asmaeni aziz dan izlindawati, 2018, Contitutional complaint dan constitutional question dalam negara hukum. Jakarta : kencana, hlm 95.

62 I Dewa Gede Palguna, Op.Cit, hlm 35.

63 Ibid.

(23)

37 pelanggaran tersebut melalui suatu pengadilan.64 Di Indonesia sendiri, constitutional complaint, belum diatur, baik dalam hukum maupun dalam sistem ketatanegaraan. Padahal dalam praktik constitutional complaint tersebut sangatlah diperlukan, karena akan menjadi suatu mekanisme dalam melindungi dan menjamin hak konstitusional warga negara. Yang mana hal tersebut selaras dengan rumusan tujuan negara dalam alinea keempat pembukaan UUD NRI 1945 yaitu “untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”.

Terkait dengan perlindungan hak konstitusional warga negara yang dilanggar oleh perbuatan pejabat publik tidak diatur secara tegas di Indonesia, baik dalam peraturan perundang-undangan, maupun dalam UUD NRI 1945. Hal tersebut sesuai dengan konsep yang pernah dikemukakan oleh Lord Acton yang menyatakan “the power thens to corrupt, absolutely powers corrupt absolutely”.

yang dengan sederhana dapat diartikan bahwa kekuasaan cenderung menyimpang dan kekuasaan yang absolut pasti menyimpang dalam hal ini lembaga publik sebagai suatu kekuasaan yang memiliki kewenangan yang berbeda-beda dengan lembaga lainnya.65

Konsep yang dikemukakan oleh Lord Acton tersebut dapat diprediksikan dan mungkin sudah terjadi manakala tidak ada suatu Batasan terhadap kewenangan pejabat publik yang melanggar hak konstitusional warga negara.

Oleh karena itu potensi pelanggaran hak konstitusional warga negara oleh Lembaga negara atau pejabat publik akan semakin besar apabila, tidak

64 Ibid,. hlm 274

65 Heru Setiawan. “Mempertimbangkan Constitutional Complaint Sebagai Kewenangan Mahkamah Konstitusi”. dalam Lex Jurnalica Vol. 14 No. 1 April 2017, hlm 16.

(24)

38 diimplementasikannya constitutional complaint oleh Mahkamah Konstitusi dalam hukum ketatanegaraan.66

Sepanjang sejarah berdirinya Mahkamah Konstitusi RI, dalam menjalankan tugas dan fungsinya, banyak sekali permohonan yang diajukan diluar dari lingkup kewenangannya. Yang mana meskipun permohonan tersebut memiliki kaitannya dengan hak konstitusional, namun mahkamah konstitusi tidak dapat menerima, bahkan menyelesaikan permasalahan tersebut, karena permohonan tersebut secara substansial merupakan constitutional complaint, yang tidak diatur dalam UUD NRI 1945. Sehingga permohonan tersebut oleh mahkamah konstitusi RI dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklard).67

Oleh karena itu, salah satu cara untuk dapat mengajukan perkara yang secara substansial adalah perkara constitutional complaint saat ini adalah dengan cara judicial review, meskipun cara tersebut tidak selalu berjalan dengan mudah.68 Meski permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan mengakalinya melalui jalur judicial review, namun yang menjadi pokok permasalahannya adalah banyak perkara yang ditolak oleh Mahkamah Konstitusi RI karena pokok permohonannya bukan terkait dengan pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar, akan tetapi pelaksanaan dari undang-undang tersebut yang menyebabkan terlanggarnya hak konstitusional warga negara.69

Dengan tidak adanya mekanisme atau upaya hukum dalam menguji serta mengadili perkara constitutional complain, serta banyaknya perkara yang

66 Ibid.

67 Asmaeni Aziz dan Izlindawati, Op.Cit, hlm 97.

68 Ibid.

69 Heru Setiawan, Op.Cit, hlm 15

(25)

39 dimohonkan adalah perkara constitutional complaint, maka tujuan dari diadopsinya gagasan dari constitutional complaint menjadi salah satu kewenangan dari Mahkamah Konstitusi RI diharapkan akan menjadi tujuan dari wujud konkret dalam upaya penghormatan dan perlindungan maksimal terhadap hak-hak konstitusional warga negara.70

Perbandingan Praktik Constitutional Complaint Di Negara Lain

Model constitutional complaint pada beberapa negara memiliki bentuknya masing-masing. Masing-masing negara memperoleh kewenangan untuk pengaduan konstitusional berdasarkan amanat Konstitusi. Tujuan pengaduan konstitusional rata-rata sama yaitu untuk menjamin hak-hak konstitusional rakyatnya. Dan berikut beberapa model dari constitutional complaint dibeberapa negara lain :

a. Spanyol

Di negara Spanyol, kewenangan pengujian pengaduan konstitusional (constitutional complaint) mengenal upaya perlindungan konstitusional bagi para warganya, yang lazim dikenal dengan penamaan Recurso de Amparo.

Recurso de Amparo tidak termasuk kewenangan mahkamah yang dimuat secara expressis verbis dalam konstitusi, namun tatkala peradilan biasa tidak mampu menyelesaikan hal perlindungan hak asasi yang diadukan para warga, maka the Spanish Constitutional Court berwenang menangani kasus demikian.

Kewenangan Mahkamah Konstitusi Spanyol tersebut diberikan oleh Konstitusi Spanyol pada Section 53 (2) dan Section 161 (1) b):71

70 Ibid.

71 Spanish Constitution, diakses dari

http://www.congreso.es/portal/page/portal/Congreso/Congreso/Hist_Normas/Norm/const_espa_te xto_ingles_0.pdf hlm. 28 dan 79. pada 2 januari 2020.

(26)

40 Section 53 (2) Any citizen may assert a claim to protect the freedoms and rights recognised in section 14 and in division 1 of Chapter 2, by means of a preferential and summary procedure before the ordinary courts and, when appropriate, by lodging an individual appeal for protection (recurso de amparo) to the Constitutional Court. This latter procedure shall be applicable to conscientious objection as recognised in section 30.

Section 161 (1) b) The Constitutional Court has jurisdiction over the whole Spanish territory and is entitled to hear: b) Individual appeals for protection (recursos de amparo) against violation of the rights and freedoms contained in section 53(2) of the Constitution, in the circumstances and manner to be laid down by law.

Berdasarkan ketentuan tersebut, Mahkamah Konstitusi Spanyol memiliki kewenangan untuk melakukan pengujian atas perkara pengaduan konstitusional oleh individu yang dilanggar hak dan kebebasannya sebagaimana diatur oleh hukum.

b. Bavaria

Di negara Bavaria, hak untuk melakukan pengaduan konstitusional juga di akomodasi oleh Konstitusi Bavaria. Beberapa pasal dalam Constitution of The State of Bavaria yang berhubungan satu sama lain dalam memberikan memberikan kewenangan constitutional complaint kepada Mahkamah Konstitusi Bavaria yaitu:72

Article 66 Complaints of infringement of Constitutional rights The Constitutional Court shall rule on complaints of infringement of Constitutional rights by an Administrative Body (Article 48 section 3, Article 120)

Article 120 Constitutional complaints Every resident of Bavaria who feels that his constitutional rights have been violated by an Administrative Body is entitled to call upon the protection of the Bavarian Constitutional Court.

72 Constitution of the Free State of Bavaria, diakses dari

https://www.bayern.landtag.de/fileadmin/scripts/get_file/Bavarian_Const_2003_BF.pdf hlm. 8 dan 15. pada 3 januari 2020.

(27)

41 Berdasarkan ketentuan tersebut orang-orang yang merasa hak-hak konstitusional miliknya dilanggar oleh badan administratif dapat meminta perlindungan kepada Mahkamah Konstitusi Bavaria alias melakukan pengaduan konstitusional.

c. Jerman

Di negara Jerman, kewenangan Mahkamah Konstitusi Federal Jerman untuk menguji pengaduan konstitusional diberikan berdasarkan Konstitusi Federal Jerman atau Basic Law for the Federal Republic of Germany, Article 93 [Jurisdiction of the Federal Constitutional Court] yaitu:73

(1) The Federal Constitutional Court shall rule:

4a. on constitutional complaints, which may be filed by any person alleging that one of his basic rights or one of his rights under paragraph (4) of Article 20 or under Article 33, 38, 101, 103 or 104 has been infringed by public authority;

4b. on constitutional complaints filed by municipalities or associations of municipalities on the ground that their right to self- government under Article 28 has been infringed by a law; in the case of infringement by a Land law, however, only if the law cannot be challenged in the constitutional court of the Land;

4c. on constitutional complaints filed by associations concerning their non-recognition as political parties for an election to the Bundestag;

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, Mahkamah Konstitusi Federal Jerman dapat menguji pengaduan konstitusional yang berkaitan dengan pelanggaran hak-hak konstitusional yang dilanggar oleh pejabat publik, dilanggar oleh produk hukum tertentu, dan tidak adanya pengakuan atas partai politik yang mengikuti pemilihan Bundestag.

73 Basic Law for the Federal Republic of Germany, diakses dari

https://www.btgbestellservice.de/pdf/80201000.pdf hlm. 84-85. pada 3 januari 2020.

(28)

42 d. Korea Selatan

Kewenangan yang dimiliki Mahkamah Konstitusi Korea Selatan sangat mirip dengan dengan Mahkamah Konstitusi RI, namun Mahkamah Konstitusi Korea Selatan memiliki kewenangan mengadili constitutional complaint sedangkan Mahkamah Konstitusi RI tidak. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Korea Selatan untuk mengadili perkara constitutional complaint diatur dalam Pasal 68 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Korea (The Constitutional Court Act of Korea).74

Pasal 68 ayat (1) The Constitutional Court Act of Korea menegaskan bahwa “ any person who claims that his basic rights which is guarantee by the constitution has been violated by an exercise or non-exercise of governmental right power may file a constitutional complaint, except the judgements of the ordinary courts, with the constitutional court : provided, that if any relief process is provided by othr laws, no one may file a constitutional complaint without having exhausted all such processes.”

Sementara pasal 68 ayat (2) The Constitutional Court Act of Korea menegaskan bahwa “If the motion made under article 41 (1) for adjudication on constitutionality of statutes rejected, the party may file a constitutional complaint with the constitutional court.”

Berkenaan dengan kewenangan untuk menguji konstitusionalitas undang- undang, MK Korea Selatan hanya dapat melaksanakan kewenangan itu melalui perkara atau kasus konkret dan satu-satunya pihak yang mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukannya adalah Pengadilan. Pengadilan dapat mengajukan permohonan melalui putusan atau mosi atau permintaan yang diajukan oleh pihak dalam perkara yang sedang diadili berdasarkan undangundang yang hendak diuji konstitusionalitasnya itu. Namun pihak yang mosinya ditolak itu dapat mengajukan undang-undang yang bersangkutan

74 H.M. Arsyad Sanusi, Op.Cit., hlm 840.

(29)

43 sebagai perkara constitutional complaint, sebagaimana diatur dalam Pasal 68 ayat (2) UU MK Korea Selatan.75

Mahkamah Konstitusi Korea juga hanya dapat menerima constitutional complaint ini setelah menempuh upaya hukum biasa guna memperoleh hak- haknya (remedies).

75 I Dewa Gede Palguna, Op.Cit., hlm 463-464.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Akuntansi pada Gundoz Craft dengan Metode Rapid Application

Penguasaan buruh-buruh India dalam pekerjaan di ladang-ladang getah adalah disebabkan kaum-kaum lain iaitu orang Melayu dan Cina yang tidak berminat untuk bekerja di ladang-ladang

Berbelanja online sangat menguntungkan antara kedua belah pihak baik penjual dan pembeli Selain keuntungan utama ada juga keuntungan tambahan dengan belanja

Menunjukkan perkataan yang mengandungi suku kata tertutup ‘ng’ dan meminta murid membaca perkataan yang ditunjukkan.. Menunjukkan perkataan yang mengandungi diftong dan meminta

[47] Nurdin Bukit.“Pengolahan Zeolit Alam Sebagai Bahan Pengisi Nano Komposit Polipropilena dan Karet Alam SIR - 20 dengan Kompatibiliser Anhidrida Maleat -

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi belajar bahasa Indonesia pada materi menceritakan kembali legenda daerah setempat yang dibaca

Ciri khas berikut yang menjadi penanda struktur iklan kecik adalah berupa pengekalan dua huruf pertama pada kata, seperti contoh berikut:.. (2) Hi Wnt2,YgSndr Yg g

b. Garis Bayangan: Berupa garis putus-putus dengan ketebalan garis 1/2 tebal garis biasa. Garis ini digunakan untuk membuat batas sesuatu benda yang tidak tampak langsung