• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1. Kajian teori

2.1.1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Menurut H.W Fowler dalam Trianto (2010), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan yang berhubungan dengan gelaja-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi. Sedangkan Kardi dan Nur dalam Trianto (2010) mengatakan bahwa IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang diamati. Adapun menurut Wahana dalam Trianto (2010), IPA adalah suatu kumpulan pengetahuaan yang tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala- gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikapilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya.

2.1.2. Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

Mata pelajaran IPA SD/MI betujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut (Depdiknas Ditjen Manajemen Dikdasmen Ditjen Pembinaan TK dan SD, 2007: 13-14):

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya;

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat;

d. Mengembangkanketerampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan;

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam;

(2)

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan;

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Ruang lingkup Mata Pelajaran IPA SD/MI secara garis besar terinci menjadi empat (4) kelompok yaitu (Depdiknas Ditjen Manajemen Dikdasmen Ditjen Pembinaan TK dan SD, 2007: 14):

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan;

b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas;

c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana;

d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

2.1.3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA

Pencapaian tujuan IPA dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang secara rasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmuah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPA yang ditujukan untuk siswa kelas 4 SD disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini. (KTSP, 2006). Materi IPA kelas IV yang digunakan untuk penelitian adalah Perubahan Kenampakan Permukaan Bumi dan Benda Langit (Endang Susilowati dan Wijayanto, 2010:165-176).

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Ilmu Pengetahuan Alam

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

9. Memahami perubahan kenampakan permukaan bumi dan benda langit

9.1. Mendeskripsikan perubahan kenampakan bumi

9.2. Mendeskripsikan posisi bulan dan kenampakan bulan dari hari ke hari

(3)

2.1.4. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair and Share)

Model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kooperatif. Menurut Sugiyanto (2013;37) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran yang mana dalam pembelajaran tersebut siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggota dari kelompok tersebut terdiri dari 4 samapi 6 orang, dengan struktur kelompok bersifat heterogen (Slavin (1884); Solihatin, 2008;4).

Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Roger dan David Jhonson (1994) dalam Anita Lie (2005;31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsure model pembelajaran kooperatif harus diterapkan, lima unsur tersebut adalah: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatp muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahawa model pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang dilakukan siswa secara kelompok kcil untuk bekerja sama secara kolaboratif dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

TPS (Think Pairs Share) adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman, dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1981.

Menurut Frank Lyman dkk sesuai yang dikutip dari Arends (1997) dalam Trianto (2011;61) menyatakan bahwa think-pairs-share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunkaan dalam think-pairs-share dapat member siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon san saling membantu. Guru memperkirakan hanya

(4)

melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas atau situasi yang menjadi tanda tanya.

Think Pairs Share juga dikemukakan oleh Anita Lie (2005;57) menyatakan bahawa, Think-Pairs-Share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain. Dalam TPS siswa dituntut untuk berfikir secara individu ketika mendapatkan pertanyaan dari guru, tapi setelah itu mereka harus berdiskusi secara berasangan untuk menjawab pertanyaan dari guru.

Pendapat lain mengatakan bahwa Think Pairs Share merupakan metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara sharing pendapat antar siswa. Metode ini juga dapat digunakan sebagai umpan balik materi yang diajarkan guru. Pada awal pembelajaran, guru menyampaikan materi pelajaran seperti biasa. Guru kemudian dua orang peserta didik duduk berpasangan dan saling berdiskusi membahas materi yang disampaikan oleh guru. Pasangan peserta didik saling mengoreksi kesalahan masing- masing dan menjelaskan hasil diskusinya di kelas. Guru menambah materi yang belum dikuasai peserta didik berdasarkan penyajian hasil diskusi (Endang Mulyatiningsih, 2001;233).

Dari beberapa pendapat uyang sudah disebutkan diatas maka dapat disimpulkan model pembelajaran kooperatif tiper TPS adalah model pembelajaran yang dilakukan dengan siswa berfikir sendiri, kemudian berfikir dengan teman sebelah (metode diskusi berpasangan) dan diskusi bersama dalam kelas yang diadakan oleh guru.

Dengan penggunaan model pembelajaran TPS siswa dilatih bagaimana cara menyampaikan pendapat yang dimiliki siswa dan siswa juga dilatih untuk belajar menghargai pendapat orang lain terutama pendapat temannya dengan tetap mengacu pada materi/tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan.

2.1.5. Langkah-Langkah Pelaksanan Pembelajaran TPS (Think Pairs Share) Pembelajaran kooperatif tipe TPS memiliki tahapan-tahapan pelaksanaan sebagai berikut: (Trianto, 2011;61)

a. Berpikir (Thinking): Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunkan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa

(5)

membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.

b. Berpasangan (Pairing): selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang telah disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.

c. Berbagi (Sharing): pada langkah akhir ini guru meminta pasangan- pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melapor.

Langkah-langkah yang disampaikan Trianto adalah 3 langkah inti dari TPS, yaitu Berpikir (Thinking), Berpasangan (Pairing), Berbagi (Sharing). Dan langkah-langkah ini dilakukan di kegiatan inti dalam pembelajaran.

Sejalan dengan langkah-langkah yang dikemukakan oleh Trianto, langkah- langkah TPS menurut Endang Mulyatiningsih (2011;234) adalah sebagai berikut:

a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang akan dicapai. Pada tahap ini siswa menyimak langsung apa yang disampaikan guru, supaya ketika pembelajaran berlangsung siswa dapat tahu materi apa yang akan dipelajari dan kompetensi apa yang nantinya harus dicapai oleh siswa.

b. Peserta didik diminta untuk berpikir tentang materi yang disampaikan guru. Pada tahap ini siswa diberikan pertanyaan atau permasalahan mengenai materi dan masing-masing siswa diminta untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan atau permasalahan tersebut.

c. Peserta didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (satu kelompok 2 orang) dan mengutarakan persepsi masing-masing tentang apa yang telah disampaikan oleh guru. Setelah pada tahap sebelumnya siswa secara individu diminta untuk mencari penyelesaian dari pertanyaan

(6)

atau permasalahan yang diberikan guru, selanjutnya siswa berkelompok.

Tetapi setiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang. Maka disebut berpasangan. Dalam berpasangan kedua siswa berdiskusi dan bertukar pikiran untuk menyelesaikan pertanyaan atau permasalahan yang tadi telah diberikan oleh guru.

d. Guru memimpin pleno atau diskusi kecil, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya. Setelah semua pasangan selesai berdiskusi, kemudian guru meminta setiap pasangan untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka di depan kelas. Pasangan yang lain memberikan tanggapan terhadap pasangan yang sedang melakukan presentasi.

e. Guru melengkapi materi yang masih belum dipahami siswa dan menegaskan kembali pokok permasalahan yang harus dipahami. Pada tahap ini guru membimbing siswa melakukan kesimpulan tentang materi yang telah dipelajari dan guru meluruskan jika ada pemahaman siswa yang salah terhadap materi yang telah dipelajari

Sejalan dengan langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Trianto dan Endang Mulyatiningsih, Langkah-langkah pelaksanaan TPS dalam hasil penelitian Naniek Sulistya Wardani (2010;32) adalah sebagai berikut:

a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang dicapai. Di sini ketika guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai, siswa menyimak apa yang disampaikan guru. Ini dilakukan supaya ketika pembelajaran berlangsung siswa dapat tahu materi apa yang akan dipelajari dan kompetensi apa yang nantinya harus dicapai oleh siswa.

b. Siswa diminta untuk berpikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru.

c. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. Setelah masing-masing individu memiliki pemikiran masing-masing pada tahap ini siswa diminta berkelompok. Tetapi kelompok, siswa saling berdiskusi dan bertukar pikiran mengenai materi/permasalahan.

(7)

d. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya. Setelah setiap pasangan seleksi berdiskusi, setiap pasangan maju ke depan untuk mengemukakan hasil diskusinya. Kemudian kelompok yang lain menyimak dan menanggapi kelompok yang sedang mengemukakan pendapat.

e. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaran pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa.

Disini guru memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya jika ada yang belum memahami materi yang telah dipelajari.

f. Guru memberi kesimpulan. Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan dari materi yang telah dipelajari.

g. Penutup. Guru menutup pembelajaran dan memberikan Tugas atau PR perlu.

Berdasarkan uraian diatas, maka untuk menerapkan TPS dengan menggunakan langkah-langkah yang telah dimodifikasi sebagai berikut:

Tabel 2.2

Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS

No Komponen Langklah-langkah Pembelajaran

1. Menyimak materi pelajaran 1. Siswa menyimak inti materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.

2. Thinking (Berpikir) 1. Siswa menerima pertanyaan atau tugas atau permasalahan yang diberikan guru 2. Siswa secara individu berpikir (think)

untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru

3. Pairs (Berpasangan) 1. Siswa diminta berpasangan dengan teman kelompoknya (2 orang).

2. Secara berpasangan (pairs) siswa berdiskusi dan bertukar pikiran untuk menyelesaikan pertanyaan atau permasalahan yang tadi telah dipikirkan secara individu.

4. Share (Berbagi) 1. Siswa kembali duduk dengan kelompok awal tetapi tetap berpasangan dengan pasangannya.

2. Siswa (pasangan) berbagi (share) atau mempresentasikan hasil jawabannya di depan kelas.

(8)

5. Menanggapi hasil presentasi 1. Siswa (pasangan) lain memberikan tanggapan kepada hasil presentasi temannya.

6. Penegasan materi atau kesimpulan

1. Siswa melakukan penegasan terhadap materi yang telah dipelajari dengan bimbingan dari guru.

2.1.6. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Think Pair and Share Pembelajaran kooperatif tipe TPS mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya adalah (Trianto, 2011):

a. Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.

b. Lebih banyak kesempatan untuk konstribusi masing-masing anggota kelompok c. Interaksi lebih mudah.

d. Siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil.

e. Siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi.

f. Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan- pertanyaan mengenai materi yang diajarkan.

g. Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah.

h. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran.

i. Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.

Di samping mempunyai kelebihan, pembelajaran kooperatif tipe TPS juga mempunyai kelemahan, yaitu (Trianto, 2011):

a. Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas.

b. Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas.

c. Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang.Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.

d. Sejumlah siswa bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri, saling mengganggu antar siswa karena siswa baru tahu metode TPS.

2.1.7. Media Gambar

Media visual merupakan media yang paling familiar dan sering dipakai oleh guru dalam pembelajaran. Media berbasis visual (image atau perumpamaan) memegang peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Media jenis ini

(9)

berkaitan dengan indera penglihatan. Media visual dapat memperlancar pemahaman (misalnya melalui elaborasi struktur dan organisasi) dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna dan siswa harus berinteraksi dengan visual (image) itu untuk menyakinkan terjadinya proses informasi.

Ada beberapa prinsip umum yang perlu diketahui untuk penggunaan media berbasis visual, yaitu (Arsyad (2006:92-93):

a. Usahakan visual itu sederhana mungkin dengan menggunakan gambar garis, katon, bagan, dan diagram.

b. Visual digunakan untuk menekankan informasi sasaran (yang terdapat teks) sehingga pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.

c. Gunakan grafik untuk ikhtisar keseluruhan materi sebelum menyajikan unit demi unit pelajaran untuk digunakan oleh siswa dalam mengorganisasikan informasi.

d. Ulangi sajian visual dan libatkan siswa untuk meningkatkan daya ingat.

e. Gunakan gambar untuk melukiskan perbedaan konsep-konsep.

f. Hindari visual yang tidak berimbang.

g. Tekankan kejelasan dan ketepatan dalam semua visual.

h. Visual yang diproyeksikan harus mudah terbaca dan mudah dibaca.

i. Visual, khususnya diagram, amat membantu untuk mempelajari materi yang agak kompleks.

j. Unsur-unsur pesan dalam visual itu harus ditonjolkan dengan mudah dibedakan dari unsur-unsur latar belakang untuk mempermudah pengolahan informasi.

k. Warna harus digunakan secara realistic.

Media jenis visual ini paling banyak digunakan guru dalam pembelajaran, terutama media visual sederhana dan bersifat nonproyeksi. Selain mudah didapat media visual lebih mengakomodir kebanyakan modalitas belajar anak didik. Sebab anak lebih banyak belajar dari apa yang dilihat (Musfiqon, 2012:73).

Diantara media pembelajaran, gambar/foto adalah media yang paling umum dipakai. Dia merupakan bahasa yang umum yang dapat dimengerti dan dinikmati dimana-mana. Oleh karena itu, pepatah cina yang mengatakan bahwa sebuah gambar berbicara lebih banyak dari pada seribu kata (Sadiman, 2006:29).

Media gambar adalah media yang merupakan rerpoduksi bentuk asli dalam dua dimensi, yang berupa foto atau lukisan (Rohani, 1997:21). Tujuan utama penampilan berbagai jenis gambar ini adalah untuk memvisualisasikan konsep yang ingin disampaikan kepada siswa (Arsyad, 2006:113).

Dari pengertian yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa media gambar adalah perantara yang digunakan oleh pendidik kepada peserta didik untuk

(10)

menyampaikan pesan, menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilusi ide yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi.

Gambar fotografi merupakan salah satu media pengajaran yang amat dikenal di dalam setiap kegiatan pengajaran hal ini disebabkan kesederhanaannya, tanpa memerlukan perlengkapan dan tidak diproyeksikan untuk mengamatinya. Media gambar termasuk gambar tetap atau still picture yang terdiri dari dua kelompok, yaitu:

pertama flat opaque picture atau gambar datar tidak tembus pandang, misalnya gambar fotografi, gambar, dan lukisan cetak. Kedua adalah transparent picture atau gambar tembus pandang, misalnya film dlides, film strips, dan transparancies.

Namun yang termasuk media gambar, penulis maksudkan dalam pembahasan skripsi ini terdapat pada kelompok pertama yaitu flat opaque picture, karena gambar datar dan tidak tembus pandang ini mudah pengadaannya serta biasanya realtif murah. Jadi media gambar adalah media yang dipergunakan untuk memvisualisasikan atau menyalurkan pesan dari sumber penerima (siswa). Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam komunikasi visual, disamping itu media gambar berfungsi pula untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan.

Diantara media pendidikan, gambar/foto adalah media paling umum dipakai.

Dia merupaka bahasa yang umum, yang dapat dimengerti dan dinikmati dimana- mana. Oleh karena itu ada pepatah Cina mengatakan bahawa sebuah gambar berbicara labih banyak daripada seribu kata. Gambar ilustrasi fotografi adalah gambar yang tidak dapat diproyeksikan, dapat dipergunakan, baik dalam lingkungan anak-anak maupun dalam lingkungan orang dewasa. Gambar yang berwarna umumnya menarik perhatian. Semua gambar mempunyai arti, uraian, dan tafsiran sendiri.

2.1.8. Fungsi Media Gambar

Menurut Levie dan Lenz dalam bukunya Azhar Arsyad (2002:16) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual (gambar), yaitu:

a. Fungsi Atensi

Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsetrasi terhadap isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.

b. Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.

(11)

c. Fungsi Afektif

Media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambvang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial dan ras.

d. Fungsi Kompensatoris

Media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.

Dengan kata lain, media pembelajaran berfungsi mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dalam teks atau disajikan secara verbal.

Dalam proses pembelajaran, media gambar memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber (guru) menuju penerima (siswa). Sedangkan metode adalah prosedur untuk membantu peserta didik dalam menerima dan mengolah informasi guna mencapai tujuan pembelajaran.

Media gambar sebagai alat bantu yang digunakan pendidik untuk: memotivasi belajar peserta didik, memperjelas informasi/pesan pengajaran, memberi tekanan pada bagian-bagian yang penting, memberi variasi pengajaran, dan memperjelas struktur pengajaran.

Di sini media gambar memiliki fungsi yang jelas yaitu memperjelas, memudahkan, dan membuat menarik pesan kurikulum yang akan disampaikan oleh guru kepada peserta didik sehingga dapat memotivasi belajarnya dan mengefisienkan proses belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif dan mudah bila dibantu dengan saran visual, dimana 11% dari yang dipelajari terjadi lewat indera pendengaran, sedangkan 89% lewat indera penglihatan.

Di sampaing itu dikemukakan bahwa kita hanya dapat mengingat 20% dari apa yang kita dengar, namun dapat mengingat 50% dari apa yang dilihat dan didengar.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa media gambar merupakan alat yang dapat membantu dalam proses penyampaian pesan kepada pihak lain.

Sebuah pesan yang disampaikan tentunya akan lebih bermakna apabila pesan tersebut dapat dipahami dengan baik oleh penerima pesan tersebut. Peran media gambar dalam penyampaian pesan sangat besar, pesan yang disampaikan dengan media yang menarik penerima pesan akan lebih cepat memahami pesan tersebut.

Beberapa kelebihan media gambar atau foto adalah sebagai berikut (Musfiqon.

2012:74):

(12)

a. Sifatnya konkrit; gambar/foto lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata.

b. Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek, atau peristiwa dapat dibawa di kelas, dan tidak selalu bisa dibawa ke objek atau peristiwa tersebut. Gambar/foto dapat mengatasi hal tersebut. Air terjun Niagara dan Danau Toba dapat disajikan ke kelas lewat gambar/foto. Peristiwa-peritiwa yang terjadi dimasa lampau, kemarin, atau bahkan semenit yang lalu kadang-kadang tidak dapat kita lihat seperti apa adanya. Gambar/foto amat bermanfaat dalam hal ini.

c. Media gambar atau foto dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.

Sela atau penampang daun yang tidak mungkin kita lihat dengan mata telanjang dapat disajikan dengan jelas dalam bentuk gambar/foto.

d. Gambar/foto dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpahaman.

e. Gambar atau foto harganya murah dan gampang didapat serta diguankan tampa memerlukan perlatan khusus.

Selain kelebihan-kelebihan tersebut, gambar/foto juga mempunyai kelemahan- kelemahan sepeti (Musfiqon, 2012:75)

a. Gambar/foto hanya menekankan presepsi indera mata,

b. Gambar/foto benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran.

c. Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.

2.1.9. Jenis Media Gambar

Ada beberapa jenis media gambar atau foto, antara lain (Usman, 2002:51):

a. Gambar atau foto dokumentasi, yaitu gambar yang mempunyai nilai sejarah bagi individu maupun masyarakat.

b. Gambar atau foto aktual, yaitu menjelaskan sesuatu kejadian yang meliputi berbagai aspek kehidupan, misalnya: angina putting beliung, banjir, dan sebagainya.

c. Gambar atau foto pemandangan, yaitu gambar yang melakukan pemandangan sesuatu daerah atau lokasi.

(13)

d. Gambar atau foto iklan atau reklame, yaitu gambar yang digunakan untuk mempengaruhi orang atau masyarakat konsumen.

e. Gambar atau foto simbolis, yaitu gambar yang menggunakan bentuk simbol atau tanda yang mengungkapkan message (pesan) tertentu dan dapat mengungkapkan kehidupan masnusia yang mendalam serta gagasan- gagasan atau ide-ide anak didik.

Ketentuan pemilihan media gambar yang baik tentu saja adalah gambar atau foto yang cocok dengan tujuan pembelajaran. Selain itu, ada 6 syarat yang perlu dipenuhi oleh gambar atau foto yang baik sehingga dapat dijadikan sebagai media pembelajaran.

a. Otentik

Gambar tersebut harus secara jujur melukiskan situasi seperti kalau orang melihat benda sebenarnya.

b. Sederhana

Komposisi gambar hendaknya cukup jelas menunjukkan poin-poin pokok dalam gambar.

c. Ukuran relatif

Gambar atau foto dapat membesarkan atau memperkecil objek atau benda sebenarnya.

d. Gambar atau foto sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan

Gambar yang baik tidaklah menunjukkan objek dalam keadaan gambar diam tetapi memperlihatkan aktivitas tertentu.

e. Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Walaupun dari segi mutu gambar, gambar atau foto karya siswa sendiri lebih baik.

f. Tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus

Sebagai media yang baik, gambar hendaklah bagus dari sudut seni sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai (Sadiman, 2006:33)

2.1.10. Minat Belajar

Zakiah mengatakan titik permulaan dalam mengajar yang berhasil adalah membangkitkan minat belajar siswa karena rangsangan. Rangsangan tersebut, membawa kepada senangnya siswa terhadap pelajaran dan membangkitkan semangat

(14)

belajar mereka. “Selain itu, guru harus mampu memelihara minat belajar siswa dalam belajar, yaitu dengan memberikan kebebasan tertentu untuk pindah dari satu aspek kelain aspek pelajaran dalam situasi belajar” (Slameto, 2003:176)

Minat adalah satu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh (Djamarah, 2002:132). Minat pada dasarnya adalah penerimaan suatu hubungan antara diri sendiri dan sesuatu di luar diri. Semakn kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat.

Kajian dari beberapa definisi para ahli tentang minat, bahwa minat adalah rasa suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh ditandai dengan suatu pengubahan perilaku dari tidak mampu menjadi mampu, dari yang tidak tahu menjadi tahu dalam belajar yang terdiri dari kombinasi perpaduan dan campuran dari perasaan, harapan, prasangka, cemas, takut, dan kecenderungan- kecenderungan lainnya. Untuk mengukur minat belajar siswa peneliti menggunakan angket minat belajar.

Seorang siswa yang memiliki minat terhadap mata pelajaran bisa meningkatkan hasil belajar, sedangkan yang tidak mempunyai minat akan sulit meningkatkan hasil belajarnya sehingga prestasi belajar tidak berhasil diraih. Siswa mempunyai tugas untuk membangkitkan minat belajar siswa agar prestasinya meningkat dengan cara (Djamarah, 2002:133):

a. Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri siswa, sehingga dia rela belajar tanpa paksaan.

b. Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan pengalaman yang dimiliki siswa, sehingga siswa mudah menerima pelajaran.

c. Memberikan kesempatan pada anak didik untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif.

d. Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam konteks perbedaan individual siswa.

Ada beberapa indikator tentang minat belajar, yaitu (Safari, 2003:60):

a. Perasaan Senang

(15)

Seorang siswa yang memiliki perasaan senang atau suka terhadap pelajaran IPA misalnya, maka ia harus terus mempelajari ilmu yang berhubungan dengan IPA. Sama sekali tidak ada perasaan terpaksa untuk mempelajari bidang tersebut.

b. Ketertarikan Siswa

Berhubungan dengan daya gerak yang mendorong siswa untuk cenderung merasa tertarik pada orang, benda, kegiatan, atau bisa berupa pengalaman efektif yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.

c. Perhatian Siswa

Perhatian merupakan konsentrasi atau aktivitas jiwa terhadap pengamatan dan pengertian, dengan mengesampingkan yang lain daripada itu. Siswa yang memiliki minat pada objek tertentu, maka dengan sendirinya akan memperhatikan objek tersebut.

d. Keterlibatan Siswa

Ketertarikan seseorang akan sesuatu objek yang mengakibatkan orang tersebut senang dan tertarik untuk melakukan atau mengerjakan kegiatan dari objek tersebut.

2.1.11. Hasil Belajar Kognitif

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011:22)

Hasil belajar merupakan tolak ukur yang untuk mengetahui keberhasilan belajar seseorang. Selain itu proses pembelajaran juga harus seimbang dengan hasil belajar. Agar seseorang tak mengutamakan hasil belajar dan mengabaikan proses.

Seorang siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal.

Teori hasil belajar Bloom ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek (Sudjana, 2011:22) yaitu:

i. Pengetahuan atau ingatan, ii. Pemahaman,

iii. Aplikasi, iv. Analisis, v. Sintesis,

(16)

vi. Evaluasi.

Hasil belajar dalam bidang kognitif siswa bisa diukur dengan standar KKM sekolah. SD Gugus Abiyoso sebagai subjek penelitian menerapkan KKM IPA adalah 70.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi/hasil belajar kognitif adalah hasil yang dicapai dari suatu kejadian atau usahan yang dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisi, sintesis, evaluasi yang dapat diukur dengan tes tertentu. Yang diungkap dalam penelitian ini adalah keaktifan dan hasil belajar kognitif siswa kelas IV SD Gugus Abiyoso.

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Danang Oktarizal (2010/2011) dalam penelitiannya “Efektifitas Penggunaan Metode Cooperative Learning tipe TPS (Think Pair and Share) terhadap hasil belajar siswa pada pelajaran IPA kelas V SDN 3 Bangsari Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan”, menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan untuk pembelajaran dengan menggunakan metode cooperative learning tipe TPS dengan pembelajaran konvensional. Dengan melihat group stastistic, dari hasil nilai post-test, untuk kelas eksperimen memiliki means 69,71 dan pada kelompok control memiliki 59,00 sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai means kelas eksperimen lebih tinggi, oleh sebab itu penggunaan metode cooperative learning tipe TPS (Think Pair and Share) efektif terhadap hasil belajar siswa kelas V SDN 3 Bangsari tahun pelajaran 2010/2011.

Stevanus Oki Rudy Susanto (2009/2010) dalam penelitiannya “Upaya Peningkatan hasil Belajar IPS melalui Penggunaan Model Pembelajaran TPS (Think Pair and Share) bagi siswa kelas IV SDN Sinduagung Selomerto Wonosobo Semester II Tahun 2009/2010”, menyimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran TPS dan non TPS diperolwh hasil bahwa dari 31 siswa diperoleh hasil skor tes pada pembelajaran non TPS ada 18 siswa yang belum tuntas (58,06%), pada siklus I ada 26 ssiwa telah tuntas (83,72%), dan pada siklus II ada 30 siswa telah tuntas (96,78%). Jadi ada peningkatan belajar sebesar 28,72% dari kondisi pra siklus

(17)

(awal) ke siklus I dan 13,06% dari siklus I ke siklus II. Dilihat dari rata-rata kelas menunjukkan hasil belajar pada pra siklus, siklus I, siklus II berturut-turut 54,51;67,74;80,96 dengan KKM 60. Ada peningkatan rata-rata kelas dari pra siklus ke siklus I sebesar 13,23 dan dari siklus I ke siklus II sebesar 13,22 hal ini disebabkan adanya tindakan di dalam proses pembelajaran yaitu menggunakan model pembelajaran TPS. DIlihat dari skor minimal dan skor maksimal, maka hasil belajar pada pra siklus diperoleh skor 20 dan 80, siklus I diperoleh skor 30 dan 90, dan siklus II diperoleh skor 40-100. Ini berarti dari perolehan skor minimal mengalami kenaikan 50% dan 33,33%, dan skor maksimal mengalami kenaikan 12,5% dan 11,11%.

2.3. Kerangka Berfikir

Untuk memperoleh ketrampilan dan ilmu pengetahuan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya yaitu melalui pembelajaran, dimana pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditunjuk untuk membelajarkan peserta didik.

Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajarnya. Untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal diperlukan berbagai faktor yang mendukung. Diantaranya kurikulum, metode belajar, serta sarana dan prasarana yang mendukung proses belajar mengajar di sekolah.

Pembelajaran Kooperatif tipe TPS, siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyampaikan materi pelajaran, siswa menyimak materi pembelajaran, siswa secara individu berfikir (Think) untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, siswa berpasangan (Pairs) untuk menjawab pertanyaan, siswa berbagi (Sharing) jawaban, siswa (pasangan) lain memberikan tanggapan, dan siswa melakukan penegasan terhadap materi yang telah dipelajari dengan bimbingan dari guru.

Pembelajaran yang menggunakan media akan mengurangi kondisi yang monoton dan pembelajaran ini menarik beagi peserta didik. Salah satu media yang dapat digunakan oleh guru dalam pembelajaran IPA adalah dengan media gambar, karena IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang terdapat di alam, baik itu zat yang terkandung atau gejala yang terdapat di alam. Dan tidak

(18)

semua yang berkaitan dengan alam dapat dipelajari peserta didik dengan melihat benda nyatanya, sehingga dapoat diwakili dengan media gambar sehingga dapat membantu proses pembelajaran.

Dengan menggunakan media gambar dapat meningkatkan mint belajar pada siswa. Sehingga dalam kegiatan belajar tidak hanya monoton mendengarkan penjelasan dari guru saja, tetapi siswa yang dengan dibimbing guru dapat belajar dengan menggunakan media gambar sebagai pengganti benda nyata berkaitan dengan alam sehingga siswa benar-benar dapat mengamati gambar tanpa harus meraba-raba atau membayangkan bentuk dari benda yang tak bisa dilihat secara langsung. Dengan demikian pemahaman terhadap materi pelajaran dapat secara optimal, sehingga hasil belajar siswa pun menjadi optimal.

Model pembelajaran Kooperatif tipe TPS dalam pelaksanaan mata pelajaran IPA dengan media gambar diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar sesuai dengan kajian penelitian yang telah ada. Hasil belajar merupakan pemerolehan yang didapat setelah melakukan usaha dalam belajar atau bisa juga dikatakan sebuah perkembangan mental. Hasil belajar pada penelitian ini dapat dilihat dari dua ranah yaitu afektif dan kognitif. Hasil belajar dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu intern dan ekstern. Faktor intern meliputi: faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, dan faktor ektern meliputi: faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat. Faktor intern dan ekstern akan sangat mempengaruhi hasil belajar, dan untuk memperoleh hasil belajar yang baik akan memuaskan, maka siswa harus memperhatikan faktor-faktor intern dan ekstern dan berkebiasaan belajar yang baik.

Berdasarkan uraian di atas, maka pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe TPS dengan media gambar pada dasarnya adalah untuk mengetahui keefektifan penerapan metode Kooperatif tipe TPS terhadap minat belajar siswa dan hasil belajar kognitif IPA pada siswa kelas IV SD Gugus Abiyoso Semester 2 Tahun Pelajaran 2015/2015.

(19)

Skema 2.1 Penerapan Pembelajaran TPS (Think Pair Share) Pembelajaran

Kooperatif TPS (Think Pair Share)

6. Siswa melakukan penegasan terhadap materi Perubahan Kenampakan Bumi dan Benda Langit

5. Siswa (pasangan) lain memberi tanggapan

4. Siswa berpasangan (Pairs) untuk berdiskusi tentang Perubahan

Kenampakan Bumi dan Benda Langit 3. Siswa secara individu berpikir (Think) untuk menjawab pertanyaan tentang Perubahan Kenampakan Bumi dan Benda Langit

2. Siswa menyimak materi Perubahan Kenampakan Bumi dan Benda Langit

Media gambar

Kelebihan TPS:

a. Membangkitkan perhatian, ketertarikan, partisipasi, rasa percaya diri dan rasa senang dalam balajar

b. Secara langsung siswa dapat memecahkan masalah

c. Siswa lebih aktif d. Siswa terlatih

menerapkan konsep- konsep

Minat Belajar a. Menumbuhkan minat atau

keaktifan, memeperjelas suatu masalah

b. Sifatnya konkrit, murah c. Mengatasi batasan ruang

waktu, keterbatasan pengamat

Hasil Belajar

(20)

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dari rumusan masalah di atas, maka dapat dikemukakan hipotesisnya sebagai berikut:

a. Ho : Model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan pemanfaatan media gambar tidak efektif dalam meningkatkan minat belajar IPA pada siswa kelas IV SD Gugus Abiyoso Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang.

Ha : Model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan pemanfaatan media gambar efektif dalam meningkatkan minat belajar IPA pada siswa kelas IV SD Gugus Abiyoso Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang.

b. Ho : Model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan pemanfaatan media gambar tidak efektif dalam meningkatkan hasil belajar kognitif IPA pada siswa kelas IV SD Gugus Abiyoso Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang.

Ha : Model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan pemanfaatan media gambar efektif dalam meningkatkan hasil belajar kognitif IPA pada siswa kelas IV SD Gugus Abiyoso Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang.

Gambar

Gambar  fotografi  merupakan  salah  satu  media  pengajaran  yang  amat  dikenal  di  dalam  setiap  kegiatan  pengajaran  hal  ini  disebabkan  kesederhanaannya,  tanpa  memerlukan  perlengkapan  dan  tidak  diproyeksikan  untuk  mengamatinya
Gambar tersebut harus secara jujur melukiskan situasi seperti kalau orang  melihat benda sebenarnya

Referensi

Dokumen terkait

Pada media TSIA, hasil positif bakteri Salmonella sp yang tumbuh ditandai adanya warna slant yang terbentuk adalah merah karena tidak ada perubahan pada media

Tässä tutkielmassa tarkoitan puhujalla fiktiivistä tekstissä rakentuvaa hahmoa, joka on samalla myös lukijan rakentama tekstin ääni (vrt. Näin ollen väitän,

Standar Pelayanan Minimal pada PDAM Tirta Patriot adalah suatu ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar dengan batas-batas tertentu untuk mengukur kinerja

Demikian juga perkiraan luas panen padi Provinsi D.I Yogyakarta tahun 2008 merupakan penjumlahan perkiraan luas panen padi sawah dan luas panen padi ladang yaitu sebesar

Menimbang, bahwa yang menjadi pokok masalah dalam perkara ini adalah Penggugat mengajukan gugatan cerai terhadap Tergugat dengan alasan antara Penggugat dan

Isi liputan berita mencakup informasi terkait pihak-pihak yang terlibat dalam kolaborasi, apa tujuan kolaborasi, apa dampaknya, tindak lanjut yang akan dilakukan dan

Jadual 2.1 : Data teknikal mesin.. Mesin pengurai plastik dalam industri adalah adalah skala besar. Mesin ini berfungsi untuk mengurai plastik yang sampai ke indsutri

Kapasitas serap ipteks tersebut dapat ditingkatkan melalui, antara lain: (i) penelitian dan pengembangan ipteks secara kolaboratif antara perguruan tinggi dan