• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) 2.1.1 Definisi

Demam dengue/DHF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik.

Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Saragih et al., 2019).

2.1.2 Klasifikasi

Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Alisa Alda, 2019):

a. Derajat I

demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi.

b. Derajat II yaitu seperti derajat I,

disertai dengan perdarahan spontan pada kulit atau perdarahan di tempat lain.

c. Derajat III

ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi disertai dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.

d. Derajat IV

syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur.

(2)

6

2.1.3 Etiologi

Menurut Soedarto (2012), yang dikutip dari penelitian yang dilakukan oleh (Alisa Alda, 2019), demam haemorrhagic fever (DHF) disebabkan oleh :

a. Virus Dengue.

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbvirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virs dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdpat di Indonesia dn dapat dibedakan satu dari yg lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam gensfla virus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baaik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kiney) maupun sel – sel Arthrpoda misalnya sel Aedes Albopictuus.

b. Vektor.

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkn antibodi seumur hidup terhadap serootipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya.

2.1.4 Anatomi Fisiologi a. Anatomi fisiologi darah 1) Eritrosit atau sel darah merah

Sel darah merah atau eritrosit berupa cakram kecil bikonkaf, cekung pada kedua sisinya, sehingga dilihat dari samping tampak seperti dua buah bulan sabit yang saling bertolak belakang. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 5.000.000 sel darah, kalau dilihat satu per satu warnanya kuning tua pucat, tetapi dalam jumlah besar kelihatan merah dan memberi warna pada darah. Strukturnya terdiri atas pembungkus luar atau stroma, berisi masa hemoglobin.

Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya terbentuk dari asam amino. Sel darah merah juga memerlukan zat besi, sehingga untuk membentuk penggantinya diperlukan diet seimbang yang berisi zat besi. Sel darah merah

(3)

7

dibentuk dalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih, dan tak beraturan, dari jaringan kanselus pada ujung tulang pipa, dari sumsum dalam batang iga-iga, dan dari sternum. Perkembangan sel darah dalam sumsum tulang melalui berbagai tahap: mula-mula besar dan berisi nukleus, tetapi tidak ada hemoglobin, kemudian dimuati hemoglobin dan akhirnya kehilangan nukleusnya, kemudian baru diedarkan kedalam sirkulasi darah (Vinet & Zhedanov, 2020).

2) Lekosit atau sel darah putih

Sel darah putih rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar daripada sel darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 6.000 sampai 10.000 (rata-rata 8.000) sel darah putih (Pearce, 2011). Granulosit atau sel polimorfonuklear merupakan hampir 75% dari seluruh jumlah sel darah putih. Granulosit terbentuk dalam sumsum merah tulang. Sel ini berisi sebuah nukleus yang berbelah banyak dan protoplasmanya berbulir, sehingga disebut sel berbulir atau granulosit. Limfosit membentuk 25% dari seluruh jumlah sel darah putih. Sel ini dibentuk didalam kelenjar limfe dan dalam sumsum tulang.

Sel ini nongranuler dan tidak memiliki kemampuan bergerak seperti amuba. Sel ini dibagi lagi dalam limfosit kecil dan besar. Selain itu ada sejumlah kecil sel yang berukuran lebih besar (kira-kira sebanyak 5%) yang disebut monosit. Sel ini mampu mengadakan gerakan amuboid dan mempunyai sifat fagosit (pemakan).

3) Trombosit atau butir pembeku

Trombosit adalah sel kecil kira-kira sepertiga ukuran sel darah merah.

Terdapat 300.000 trombosit dalam setiap milimeter kubik darah. Peranannya penting dalam penggumpalan darah (Pearce, 2011). Plasma darah adalah cairan berwarna kuning yang dalam reaksi bersifat sedikit alkali. Fungsi plasma bekerja sebagai medium (perantara) untuk penyaluran makanan, mineral, lemak, glukosa, dan asam amino ke jaringan dan merupakan medium untuk mengangkat bahan buangan: urea, asam urat, dan sebagian dari karbon dioksida. Protein plasma Albumin dalam keadaan normal terdapat 3 sampai 5g albumin dalam setiap 100ml darah.

Apabila ditumpahkan, darah cepat menjadi lekat dan segera mengendap sebagai zat kental berwarna merah. Jeli atau gumpalan itu mengerut dan keluarlah cairan bening berwarna kuning jerami. Cairan ini disebut serum. Apabila darah

(4)

8

yang tumpah diperiksa dengan mikroskop, akan kelihatan benang-benang fibrin yang tak dapat larut. Benang-benang ini terbentuk dari fibrinogen dalam plasma oleh kerja trombin. Benang-benang ini menjerat sel darah dan bersama-sama dengannya membentuk gumpalan. Apabila darah yang tumpah dikumpulkan dalam tabung reaksi, gumpalan itu akan terapung-apung dalam serum.

Penggumpalan darah adalah proses yang majemuk, dan berbagai faktor diperlukan untuk melaksanakan itu. Trombin adalah alat dalam mengubah fibrinogen menjadi benang fibrin. Trombin tidak ada dalam darah normal yang masih dalam pembuluh, yang ada adalah zat pendahulunya, protrombin, yang kemudian diubah menjadi zat aktif trombin oleh kerja trombokinase. Trombokinase atau tromboplastin adalah zat penggerak yang dilepaskan ke darah di tempat yang luka, terutama tromboplastin terbentuk karena terjadinya kerusakan pada trombosit, yang selama ada garam kalsium dalam darah, akan mengubah protrombin menjadi trombin sehingga terjadi penggumpalan darah.

Untuk menghasilkan penggumpalan, diperlukan empat faktor: garam kalsium yang dalam keadaan normal ada dalam darah, sel yang terluka yang membebaskan trombokinase, trombin yang terbentuk dari protrombin apabila ada trombokinase, dan fibrin yang terbentuk dari fibrinogen disamping trombin. Secara klinis trombus adalah penggumpalan yang terbentuk dalam sirkulasi darah. Keadaan adanya trombus disebut trombosis. Apabila sebagian gumpalan itu lepas dan masuk sirkulasi darah disebut embolus.

2.1.5 Patofisiologi

Virus dengue yang pertama kali masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk aedes beredar dalam aliran darah dan menginfeksi, sehingga mengaktivasi system komplemen, yang berakibat dilepasnya anafilatoksin C3a dan C5a yang kemudian merangsang PGE hipotalamus dan menimbulkan hipertermi.

Hipertermi yang terjadi menyebabkan peningkatan reabsorbsi Na + dan H2O membuat permeabilitas membrane meningkat sehingga timbulnya agregasi trombosit yang melepas ADP akan mengalami metamorphosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorphosis akan dimusnahkan oleh system retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat dan perdarahan yang

(5)

9

berlanjut terjadinya perfusi jaringan tidak efektif, hipoksia jaringan, asidosis metabolik hingga syok hipovolemik (Kusuma.H, 2015). Renjatan hipovolemik dan hipotensi menimbulkan kebocoran plasma yang berakibat terjadinya kekurangan volume cairan di jaringan, selain itu kebocoran plasma yang terjadi di ektravaskuler seperti pada paru-paru dapat menyebabkan efusi pleura kemudian terjadi ketidakefektifan pola nafas, jika mengenai organ hepar akan terjadi hepatomegali kemudian intra abdomen akan mengalami penekanan yang berakibat timbulnya nyeri,kebocoran plasma yang terjadi pada abdomen maka akan menyebabkan asites, mual muntah sehingga menimbulkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Kusuma.H, 2016).

(6)

10

2.1.6 Pathway DHF

Gambar 2.1 Pathway DHF

(7)

11

2.1.7 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Kusuma.H, 2015) : a. Demam dengue

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:

1) Nyeri kepala 2) Nyeri retro-orbital 3) Myalgia atau arthralgia 4) Ruam kulit

5) Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif 6) Leukopenia

7) Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang sudah di konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama

b. Demam berdarah dengue Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi :

1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifastik 2) Manifestasi perdarahan yang berupa :

a) Uji tourniquet positif

b) Petekie, ekimosis, atau purpura

c) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat bekas suntikan

d) Hematemesis atau melena 3) Trombositopenia <100.00/ul

4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan

a) peningkatan nilai hematokrit >20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin

b) penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang adekuat 5) tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura c. Sindrom syok dengue

seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu : 1) Penurunan kesadaran, gelisah

2) Nadi cepat, lemah

(8)

12

3) Hipotensi

4) Tekanan darah turun <20 mmHg 5) Perfusi perifer menurun

6) Kulit dingin lembab

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk memperkuat diagnosis. Pemeriksaan penunjang ini digunakan untuk mengetahui secara pasti strok dan sub-tipenya, untuk mengidentifikasikan penyebab utamanya dan penyakit penyerta, selain itu juga dapat untuk menentukan strategi pemilihan terapi dan memantau kemajuan dalam pengobatan (Pranata, 2017)

a. Pemeriksaan Darah lengkap

b. Hemoglobin biasanya meningkat, apabila sudah terjadi perdarahan yang banyak dan hebat Hb biasanya menurun Nilai normal: Hb: 10-16 gr/dL c. Hematokrit Hematokrit meningkat 20% karena darah mengental dan terjadi

kebocoran plasma Nilai normal: 33- 38%.

d. Trombosit Trombositnya biasa nya menurun akan mengakibat trombositopenia kurang dari 100.000/ml Nilai normal: 200.000-400.000/ml.

e. Leukosit Leukosit mengalami penurunan dibawah normal Nilai normal:

9.000- 12.000/mm3

f. Pemeriksaan kimia darah akan menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan hyponatremia

2.1.9 Penatalaksanaan

Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang hilang sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga diberikan obat penurun panas (Pranata, 2017).

Penatalaksanaan DHF yaitu :

a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase, dan untuk diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan bahwa anak mengalami DHF tanpa syok

(9)

13

sedangkan pada derajat III dan derajat IV maka anak mengalami DHF disertai dengan syok.

Tatalaksana untuk anak yang dirawat di rumah sakit meliputi:

1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah, dan diare.

2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.

3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:

a) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat.

b) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam.

c) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.

4) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai dengan tatalaksana syok terkompensasi.

b. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2016), meliputi:

1) Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara nasal.

2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan secepatnya.

3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.

4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan transfusi darah atau komponen.

5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis laboratorium.

(10)

14

6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36- 48 jam.

Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.

2.1.10 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah dengue yaitu perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau sindrom syok dengue (SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Syok ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tidak teraba, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau sampai nol, tekanan darah menurun dibawah 80 mmHg atau sampai nol, terjadi penurunan kesadaran, sianosis di sekitar mulut dan kulit ujung jari, hidung, telinga, dan kaki teraba dingin dan lembab, pucat dan oliguria atau anuria (Alisa Alda, 2019).

2.2 Kebutuhan Cairan 2.2.1 Definisi

Cairan adalah volume air bisa berupa kekurangan atau kelebihan air. Air tubuh lebih banyak meningkat tonisitus adalah terminologi guna perbandingan osmolalitas dari salah satu cairan tubuh yang normal. Cairan tubuh terdiri dari cairan eksternal dan cairan internal. Sedangkan Elektrolit adalah substansi yang menyebabkan ion kation (+) dan anion (-) (Prabowo et al., 2020).

2.2.2 Fungsi

Mempertahankan panas tubuh dan pengaturan temperature tubuh, Transport nutrient ke sel, Transport hasil sisa metabolism, Transport hormone, Pelumas antar organ, Memperthanakan tekanan hidrostatik dalam system kardiovaskuler(Prabowo et al., 2020).

2.2.3 Keseimbangan Cairan

Keseimbangan cairan ditentukan oleh intake dan output cairan. Intake cairan berasal dari minuman dan makanan. Kebutuhan cairan setiap hari antara 1.800 – 2.500 ml/hari. Sekitar 1.200ml berasal dari minuman dan 1.000 ml dari makanan. Sedangkan

(11)

15

pengeluaran cairan melalui ginjal dalambentuk urine 1.200-1.500 ml/hari, paru-paru 300-500 ml, dan kulit 600-800 ml (Tarwoto, 2017).

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan

Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit, diantaranya adalah usia, temperatur lingkungan, diet, stres, dan sakit.

1. Usia

Variasi usia berkaitan dengan luas perkembangan tubuh, metabolism yang diperlukan dan berat badan.

2. Temperatur Lingkungan

Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat kehilangan NaCl melalui keringat sebanyak 15-30 g/hari.

3. Diet

Pada saat tubuh kekurangan niutrisi, tubuh akan memecah cadangan energi, proses ini menimbulkan pergerakan carian dari interstitial ke intraseluler.

4. Stres

Stres dapat menimbulkan paningkatan metabolism sel, konsentrasi darah dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air.

Proses ini dapat meningkatkan produksi ADH dan menurunkan produksi urine.

5. Sakit

Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjaldan jantung, gangguan hormon akan mengganggu keseimbangan cairan. (Tarwoto, 2017).

2.2.5 Kebutuhan Cairan Menurut Usia dan Berat Badan No. Umur BB(Kg) Cairan(ml/24jam)

1. 3 hari 3,0 250 ─ 300

2. 1 tahun 9,5 1150 ─ 3000

3. 2 tahun 11,8 1350 ─ 1500

4. 6 tahun 20 1800 ─ 2000

5. 10 tahun 28,7 2000 ─ 2500

6. 14 tahun 45 2200 ─ 2700

(12)

16

7. 16 tahun (adult) 54 2200 ─ 2700

2.2.6 Masalah Keseimbangan Cairan 1. Hipovolemik

Kondisi akibat kekurangan volume Cairan Ekstraseluler (CES), dan dapat terjadi karena kehilangan melalui kulit, ginjal, gastrointestinal, pendarahan sehingga menimbulkan syok hipovolemik. Mekanisme kompensasi pada hipovolemik adalah peningkatan rangsangan saraf simpatis (peningkatan frekuensi jantung, kontraksi jantung, dan tekanan vaskuler), rassa haus, pelepasan hormone ADH dan adosteron.

Hipovolemik yang berlangsung lama dapat menimbulkan gagal ginjal akut. Gejala : pusing, lemah, letih, anoreksia, mual, muntah, rasa haus, gangguan mental, konstipasi dan oliguri, penurunan tekanan darah, HR meningkat, suhu meningkat, turgor kulit menurun, lidah kering dan kasar, mukosa mulut kering. Tanda – tanda penurunan berat badan akut , mata cekung pengosongan vena jugularis. Pada bayi dan anak – anak adanya penurunana jumlah air mata.

2. Hipervolemia

Penambahan/kelebihan volume cairan CES dapat terjadi pada saat:

a. Stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air

b. Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air c. Kelebihan pemberian cairan

d. Perpindahan CIT ke plasma. Gejala : sesak nafas, peningkatan dan penurunan tekanan darah, nadi kuat, asites, edema, adanya ronchi, kulit lembab, distensi vena leher dan irama gallop (Tarwoto, 2017).

2.3 Konsep Tumbuh dan Berkembang 2.3.1 Definisi Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan perubahan yang bersifat kuantitatif (dapat diukur) perubahan ukuran tubuh dan bagiannya seperti peningkatan jumlah sel, jaringan, struktur, dan sistem. Sebagai contoh pertumbuhan fisik seseorang dengan bertambahnya tinggi badan, berat badan, kepadatan tulang, dan struktur gigi dan polanya dapat diprediksikan. Tahap pertumbuhan yang paling cepat terjadi pada usia prenatal, bayi dan usia remaja (Prastiwi, 2019). Pertumbuhan normal adalah

(13)

17

perkembangan dari perubahan tinggi, berat, dan lingkar kepala yang sesuai dengan standar yang ditetapkan untuk populasi tertentu.

Pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara teratur, berurutan, terus menerus dan kompleks. Semua manusia mengalami pola pertumbuhan dan tingkat perkembangan yang sama, tetapi karena pola dan tingkat ini bersifat individual, variasi yang luas dalam perubahan biologis dan perilaku dianggap normal. Meskipun pertumbuhan dan pengembangan terjadi secara individual untuk orang yang berbeda, generalisasi tertentu dapat dibuat tentang sifat pengembangan manusia untuk semua orang. Pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan fungsi pematangan intelektual dan emosional individu (Prastiwi, 2019).

Tujuan dari perawatan anak adalah untuk memaksimalkan potensi setiap anak.

Kita perlu memahami tahap pertumbuhan, perkembangan, dan perilaku normal untuk memantau perkembangan anak-anak, untuk mengidentifikasi keterlambatan atau kelainan dalam perkembangan, dan untuk menasihati orang tua. Selain pengalaman klinis dan pengetahuan pribadi, praktik yang efektif membutuhkan pengetahuan dengan perspektif teoretis utama dan strategi berbasis bukti untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan. Pemahaman bagaimana kekuatan biologis dan sosial berinteraksi dalam hubungan orangtua-anak, dalam keluarga, dan antara keluarga dan masyarakat yang lebih besar. Pertumbuhan adalah indikator untuk kesejahteraan secara keseluruhan, penyakit kronis, dan stres interpersonal dan psikologis. Dengan memantau anak-anak dan keluarga dari masa ke masa, kita dapat mengamati hubungan timbal balik antara pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif, motorik, dan emosional. Memahami model perkembangan akan membantu menjelaskan pola perilaku normal dan membantu dengan pencegahan masalah perilaku (Prastiwi, 2019).

2.3.2 Definisi Perkembangan

Perkembangan merupakan suatu pola yang teratur terkait perubahan struktur, pikiran, perasaan, atau perilaku yang dihasilkan dari proses pematangan, pengalaman, dan pembelajaran. Perkembangan adalah sebuah proses yang dinamis dan berkesinambungan seiring berjalannya kehidupan, ditandai dengan serangkaian kenaikan, kondisi konstan, dan penurunan.

(14)

18

Proses pertumbuhan dan perkembangan manusia berasal dari efek yang saling terkait dari faktor keturunan dan lingkungan. Manusia secara bersamaan mengalami proses tumbuh dan berkembang secara fisik, kognitif, psikososial, dimensi moral, dan spiritual, dengan masing-masing dimensi menjadi bagian penting dari keseluruhan pribadi (Prastiwi, 2019). Perkembangan merupakan sebuah proses yang dinamis dan berkesinambungan seiring berjalannya kehidupan, ditandai dengan serangkaian tahap kenaikan, konstan dan juga tahap penurunan. Proses pertumbuhan dan perkembangan manusia berasal dari berbagai efek yang saling terkait dari faktor keturunan dan lingkungan. Manusia secara bersamaan tumbuh dan berkembang secara fisik, kognitif, psikososial, dimensi moral, dan spiritual, dengan masing-masing dimensi menjadi bagian penting dari keseluruhan pribadi Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, termasuk aspek sosial atau emosional akibat pengaruh lingkungan (Prastiwi, 2019).

Pertumbuhan dan perkembangan manusia ditopang oleh proses perubahan.

Perubahan pada aspek fisik dapat terjadi sebagai pembentukan jaringan, pembesaran struktur, dan organ serta otot mencapai tingkat penuh kekuatan dan fungsi mereka.

Perubahan perkembangan terjadi pada individu baik secara kognitif, keterampilan bahasa, dan sosial. Teori membantu menjelaskan banyak faktor yang membentuk kepribadian kita dan proses yang mempengaruhi pertumbuhan kita. Perkembangan mengacu pada perubahan kualitatif yang dipandang sebagai individu memperoleh keterampilan baru. Proses bahasa dan pemikiran, kapasitas untuk mengembangkan hubungan sosial, dan munculnya kepribadian yang unik adalah semua produk perkembangan manusia. Alat penilaian perkembangan berkemampuan kognitif, dan penilaian psikologis dapat diukur seiring berubah seiring waktu di area ini (Prastiwi, 2019).

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan

Perdebatan tentang pengaruh lingkungan dengan pengasuhan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak sudah berlangsung lama.

1. Warisan Genetik

Pada saat pembuahan sel telur oleh sel sperma, setiap manusia menerima jumlah

(15)

19

kromosom yang sama dari masing-masing orangtua. Karakteristik yang diwarisi dari setiap orang tua dibawa gen pada 23 pasang kromosom, yang membawa informasi genetik yang menentukan diferensiasi, pertumbuhan, dan fungsi seluler orang tersebut.

Sebagai hasil, karakteristik fisik seperti tinggi, ukuran tulang, dan warna mata dan rambut diwariskan dari keturunan keluarganya. Karakteristik lain, seperti kepribadian, tidak begitu jelas diidentifikasi dengan warisan genetik, tetapi penelitian sedang berlangsung pada area ini. Faktor keturunan mempengaruhi perkembangan banyak penyakit, seperti kanker dan diabetes.

Pengaruh biologis pada perkembangan termasuk genetika, paparan dalam rahim terhadap teratogen, penyakit pascanatal, paparan zat berbahaya, dan pematangan.

Adopsi dan studi kembar secara konsisten menunjukkan bahwa hereditas menyumbang sekitar ½ dari varians dalam IQ dan dalam sifat kepribadian lainnya, seperti keramahan dan keinginan untuk hal-hal baru. Gen spesifik yang mendasari sifat-sifat ini sudah mulai diidentifikasi. Efek pada pengembangan paparan teratogen pranatal, seperti merkuri dan alkohol, dan infeksi postnatal seperti meningitis dan cedera otak traumatis, telah dipelajari secara luas. Setiap penyakit kronis dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, baik secara langsung atau melalui perubahan nutrisi, pengasuhan, atau interaksi teman sebaya (Puspita & Umar, 2020).

2. Pengalaman Hidup

Pengalaman seseorang juga dapat memengaruhi laju pertumbuhan dan pengembangan. Misalnya, bandingkan tingkat pertumbuhan fisik anak yang keluarganya mampu membeli makanan, tempat tinggal, dan perawatan kesehatan dengan anak-anak yang keluarganya mengalami kemiskinan atau mengalami kekurangan sumber daya. Anak yang keluarganya kurang beruntung secara ekonomi memiliki risiko lebih tinggi mengalami fisik dan keterlambatan mental dalam pertumbuhan dan perkembangan. Contoh lain dari pengaruh pengalaman hidup adalah orang dewasa ketika berusia lebih tua yang sedang menikmati masa pensiun dan keduanya memiliki pendapatan yang memadai dan sistem pendukung aktif. Jika individu mengalami penurunan dalam salah satu variabel ini, kemungkinan akan mengalami perkembangan psikologis yang negative (Puspita & Umar, 2020).

(16)

20

3. Status Kesehatan

Anak yang mengalami kesehatan berkembang secara normal sepanjang siklus hidupnya. Namun, apabila anak sakit atau mengalami kecacatan dapat mengganggu pencapaian tahap perkembangan. Individu dengan kondisi kronis akan sering mengalami keterlambatan dalam tahap perkembangan. Sakit atau cacat dapat mengganggu pencapaian tahap perkembangan. Individu dengan kondisi kronis akan sering mengalami penundaan dalam memenuhi tahapan perkembangannya (Puspita &

Umar, 2020).

4. Faktor Prenatal, Individu dan Pengasuh

Perkembangan janin dapat dipengaruhi oleh usia ibu. Sebagai contoh ibu yang melahirkan pada usia kurang dari 15 tahun (terlalu muda) atau lebih dari 35 tahun (terlalu tua) memiliki risiko yang lebih besar. Penyalahgunaan zat, perawatan prenatal dan gizi ibu hamil yang tidak adekuat dan penyalahgunaan obat-obatan. Faktor individu yang mungkin timbul dalam perkembangan diubah dari lahir sampai remaja termasuk bawaan atau gangguan genetik, kerusakan otak akibat kecelakaan atau penyalahgunaan, visi dan gangguan pendengaran, penyakit kronis, nutrisi yang tidak memadai, kemoterapi atau terapi radiasi, keracunan timbal, kemiskinan, dan penyalahgunaan zat. Faktor pengasuh yang melakukan pengabaian dan kekerasan pada anak dapat berpengaruh negatif terhadap perkembangan yang mengabaikan dan melanggar, keterbelakangan mental atau ketidakmampuan belajar. (Puspita & Umar, 2020).

5. Lingkungan

Kualitas tumbuh kembang anak tergantung interaksi antara faktor genetik (heredokonstitusional) dan faktor lingkungan (ekosistem). Faktor genetik merupakan faktor bawaan anak, yaitu potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Faktor lingkungan yang sering disebut milieu merupakan tempat anak tersebut hidup, dan berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak. Fungsi lingkungan sebagai penyedia (provider) kebutuhan dasar anak. Lingkungan dapat dikelompokkan ke dalam 4 macam lingkungan, yaitu: lingkungan keluarga, lingkungan perlindungan kesehatan anak, lingkungan masyarakat, dan lingkungan stimulasi atau pendidikan.

Lingkungan diharapkan mampu menyediakan ketiga kebutuhan dasar anak. faktor lingkungan dapat mengubah proses perkembangan anak seperti kemiskinan dan

(17)

21

kekerasan.

6. Pengaruh Kebudayaan

Masyarakat mengharapkan orang untuk menguasai keterampilan tertentu dalam setiap periode perkembangan. Seorang individu pada usia tertentu menguasai tugas tertentu yang ditentukan oleh budaya. Sebagai contoh, waktu untuk penguasaan pelatihan toilet sangat dipengaruhi oleh norma budaya. Berikut ini adalah contoh bagaimana sosialnya harapan menghambat pertumbuhan dan perkembangan seseorang: • Seorang anak yang tumbuh di rumah tangga yang miskin secara ekonomi mungkin menerima makanan yang tidak memadai, tempat tinggal, pengasuhan emosional, dan stimulasi intelektual dengan gangguan yang diakibatkan pada perkembangan fisik, psikososial, dan kognitif. • Seorang wanita mungkin tidak diharapkan untuk sepenuhnya menggunakan kemampuan intelektualnya dengan demikian, dia telah mengubah perkembangan kognitif. • Seorang pria mungkin berkecil hati untuk menunjukkan kelembutan dan perilaku memelihara; Keputusasaan seperti itu menyebabkan disfungsional perkembangan psikososial.

7. Pertemanan

Anak usia prasekolah juga membutuhkan interaksi dengan teman-temannya.

Mempelajari cara berteman dan berteman adalah bagian penting dari sosial perkembangan. Teman mungkin anak-anak lain di lingkungan itu atau mereka yang berada di taman kanak-kanak atau tempat penitipan anak. Teman istimewa adalah seseorang itu anak prasekolah dapat peduli, berbicara, dan bermain. Anak usia prasekolah lebih cenderung untuk menyetujui aturan dan ingin menyenangkan teman dan menjadi seperti mereka. Anak prasekolah suka menyanyi, menari, dan berakting dan akan menikmati kegiatan ini bersama teman-teman. Perbedaan pendapat mungkin terjadi, tetapi orang tua dapat mendorong anak-anak untuk mengekspresikan pandangan mereka, mendiskusikan dan menyelesaikan konflik, dan terus menjadi teman. Anak-anak dapat belajar prasangka di rumah sebelum memasuki sekolah atau penitipan anak. Cara-cara keluarga melihat ras atau budaya lain dapat ditunjukkan secara halus atau terang-terangan dalam kegiatan rutin sehari-hari. Anak usia prasekolah sedang mengembangkan hati nurani, jadi sikap toleransi dapat memengaruhi nilai-nilai anak. Seperti pada masa Todler, nilai yang diberikan keluarga pada kemandirian akan memengaruhi perkembangan anak dari konsep-diri yang sehat.

(18)

22

Beberapa budaya lebih menghargai membaca dan mendidik daripada yang lain. Jika membaca tidak dihargai di rumah, maka anak prasekolahlah juga tidak suka membaca di sekolah. Makanan yang disajikan di rumah seringkali sangat spesifik dengan latar belakang etnis keluarga. Sebagai anak prasekolah terkena orang budaya lain di sekolah, dia mungkin suka atau tidak suka makanan yang disajikan. Menjelajahi kebiasaan atau praktik budaya yang dilakukan keluarga berpartisipasi dalam adalah penting agar praktik-praktik ini dapat dimasukkan dengan aman ke dalam rencana perawatan anak. (Puspita & Umar, 2020).

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan DHF 2.4.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. Oleh karena itu, pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan cermat, sehingga seluruh kebutuhan perawatan pada klien dapat diidentifikasi. (Rohman, Nikmatur dan Saiful Walid, 2009) Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi :

a. Pengumpulan Data 1) Identitas

Identitas klien mencangkup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, suku bangsa, status, alamat, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nomor rekam medik, diagnosa medis. Selain identitas pasien juga mencangkup identitas penanggung jawab dalam hal ini : nama, usia, jenis kelamin, pendidikana, agama, pekerjaan serta hubungan dengan pasien seperti : ayah, ibu, atau hubungan keluarga lainnya.

2) Riwayat Kesehatan a) Keluhan Utama

Merupakan keluhan pada saat dikaji bersifat subjektif. Pada pasien Dengue Hemoragic Fever keluhan utama biasanya muncul demam tinggi, sakit kepala, lemah, nyeri ulu ahti, mual, nafsu makan menurun, nyeri sendi. (Desmawati 2013)

b) Riwayat Keluhan Sekarang

Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang dirasakan klien

(19)

23

melalui metode PQRST yaitu paliatif (penyebab keluhan utama), Qulitatif (sampai dimana), Region (daerah mana saja yang dikeluhkan), Skala (yang dapat memperberat dan meringnkan keluhan utama) dan Time (kapan terjadinya keluhan utama) dala bentuk narasi. Kekurangan cairan tubuh yang diakibatkan oleh penurunan kadar trombosit hingga menimbulkan demam dan terjadinya perdarahan baik yang terlihat maupun tidak, sehingga jika keadaan tidak tertangani dan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh tidak terjaga, maka dapat terjadi komplikasi berupa terjadinya DSS (Dengue Shock Syndrome) sampai terjadinya kematian.

c) Riwayat Kesehatan Lalu

Pada kasus ini dikaji riwayat kesehatan lalu pasien apakah punya riwayat penyakit yang sama sebelumnya atau penyakit yang pernah diderita.

d) Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat adanya penyakit DHF didalam keluarga lain (yang tinggal di dalam satu rumah atau beda rumah dengan jarak rumah yang berdekatan) sangat menentukan karena ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty.

e) Riwayat Kesehatan Lingkungan

Daerah atau tempat yang sering di jadikan tempat tinggal nyamuk ini adalah lingkunagn yang kurang pencahayaan dan sinar matahari, banyak genangan air, vas bunga yang jarang diganti airnya, kaleng bekas tempat penampungan air, botol dan ban bekas. Tempat-tempat seperti ini banyak dibuat sarang nyamuk seperti ini. Perlu ditanyakan pula apakah didaerah itu ada riwayat wabah DHF karena ini pun juga dapat terulang kapan-kapan.

3) Data Hygiene

Kaji apakah kebersihan rumah, lingkungan dan sekitar tempat tinggal keluarga apakah sudah memenuhi syarat kebersihan.

4) Data Biologis a) Pola nutrisi

(20)

24

Kaji kebiasaan makanan dan minuman yang sering dikonsumsi sehari-hari, adakah pantangan, jumlah minuman, masakan apa saja yang dikonsusmsi serta frekuensinya dalam satu hari. Pada klien DHF biasanya akan ditemukan perubahan pola makan atau nutrisi kurang dari kebutuhan.

b) Pola eliminasi

Kaji kebiasaan BAB dan BAK, frekuensi, jumla, konsistensi, warna dan masalah yang berhubungan dengan pola eliminasi. Biasanya akan ditemukan pola eliminasi BAB, yaitu diare atau konstipasi.

c) Pola istirahat / Tidur

Kaji kebiasaan tidur sehari-hari, lamanya tidur siang dan malam serta masalah yang berhubungan dengan kebiasaan tidur. Akan ditemukan pola tidur akibat dari manifestasi DHF seperti nyeri otot, demam, dam lain-lain.

d) Pola Personal Hygiene

Kaji kebiasaan mandi, gosok gigi, cuci rambut dan memotong kuku, mencangkup frekuensi. Pada klien DHF akan dianjurkan untuk tirah baring sehingga memerlukan bantuan dalam kebersihan diri.

e) Pola Aktifitas

Kaji kebiasaan aktifitas yang dilakukan di lingkungan keluarga dan masyarakat : mandiri / tergantung. Pada klien DHF akan dianjurkan untuk tirah baring sehingga memerlukan bantuan ADL.

5) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dipergunakan untuk memperoleh data objektif dan riwayat perawatan klien. Adapun tujuan dari pemeriksaan fisik dalam keperawatan adalah untuk menentukan status kesehatan klien, mengidentifikasi kesehatan dan mengambil data dasar untuk menentukan rencana keperawatan

a) Sitem Pernafasan

Respon imobilisasi / tirah baring dapat terjadi penumpukan lendir pada bronkhi dan bronkhiolus, perhatikan bila asien tidak bisa batuk dan mengeluarkan lendir lakukan auskultasi untuk mengetahui

(21)

25

kelembaban dalam paru-paru. Dapat juga ditemukan sesak, epistaksis, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengan ronchi.

b) Sistem Kardiovaskular

Akan ditemukan nadi lemah, cepat disertai penurunan tekanan nadi (menjadi 20mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (sistolik sampai 80mmHg atau kurang), disertai teraba dingin dikulit dan sianosis merupakan respon terjadinya syok, CRT mungkin lambat karena terjadinya syok hipovolemik akibat perdarahan hebat. Pada derajat I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositpenia. Pada derajat III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi, sianosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari.

Pada derajat IV nadi tidak teraba, tekanan darah tidak dapat diukur c) Sistem Hematologi

Pasien dengan DHF disertai renjatan yang berlangsung lama akana mengalami perdarahan hebat yang dihubungkan dengan trombositpenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi. Akibatnya akan ditemukan perdarahan sehingga akan menyebabkan syok hipovolemik.

d) Sistem Pencernaan

Akan ditemukan rasa mual, muntah dapat terjadi sebagai respon dari infeksi dengue sehingga dapat menyebabkan penurunan nafsu makan.

Selain itu diare atau konstipasi juga dapat terjadi akibatnya pasien akan mengalami asupan tidak adekuat dan perubahan eliminasi BAB.

e) Sistem Persyarafan

Akan ditemukan nyeri yang terjadi pada otot atau persendian, perubahan kesadaran sampai timbulnya kejang, spastisitas dan enselofati perlu pula dikaji fungsi Nervus Cranil lainnya. Pada derajat III dapat terjadi penurunan kesadaran serta pada derajat IV dapat terjadi DSS.

f) Sistem Integumen

Kebocoran plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler

(22)

26

salah satunya akan berdampak pada perdarahan dibawah kulit berupa ptikie, purpura serta akan terjadi peningkatan suhu tubuh (hipertermi).

g) Sistem Muskuloskeletal

Biasanya akan ditemukan keluhan nyeri otot atau persendian terutama bila sendi dan otot perut ditekan, kepala dan pegal-pegal seluruh tubuh, akibatnya akan ditemukan gangguan rasa nyaman.

h) Sistem Perkemihan

Dipalpasi bagaimana keadaan blas serta apakah terdapat pembesaran ginjal dan perkusi apakah pasien merasa sakit serta tanyakan apakah ada gangguan saat BAK.

6) Data Psikologis Yang perlu dikaji dalam hal psikologis pasien adalah : a) Body Image

Sikap ini mencangkup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk serta penampilan.

b) Ideal Diri

Persepsi individu tentang bagaimana dia harus berperilaku berdasarkan standa, tujuan, keinginan, atau nilai pribadi.

c) Identitas Diri

Kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian diri sendiri.

d) Peran Diri

Seperangkat perilaku yang diharapkan secara sosial yang berhubungan dengan fungsi individu pada berbagai kelompok.

7) Data Sosial dan Budaya

Pada spek ini perlu dikaji pola komunikasi, hubungan sosial, gaya hidup, faktor sosiokultural serta keadaan lingkungan sekitar dan rumah.

8) Data Spiritual

Menyangkut agama serta aktifitas spiritual, dan juga menyangkut keyakinan, penolakan, atau penerimaan terhadap tindakan medis.

Misalnya, Agama dan kepercayaan tertentu melarang dengan keras penganutnya untuk melakukan transfusi darah

(23)

27

9) Pemeriksaan Penunjang

Pada penderita DHF perlu dilakukan pemeriksaan penunjang meliputi : 1. Darah rutin meliputi hemoglobin, Hematokrit, Leukosit, Leukosit dan

Trombosit.

2. Darah lengkap yaitu henokonsentrasi (hematokrit meningkat ≥20% atau lebih), trombositpenia (100.000/mm2) atau kurang)

3. Rontgen Thorax

2.4.2 Diagnosis

Adapun perencanaan pengambilan diagnosis keperawatan, luaran, dan intervensi berdasarkan buku Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016), buku Standart Luaran Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2016), dan buku Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2016). berikut diagnosa berserta rencana intervensi yang dapat diambil pada diagnosa medis anak dengan gastroenteritis.

(24)

28

Diagnosa Luaran Intervensi

Hipovolemia : D.0023

(Penurunan volume cairan intravaskular, interstisial, dan / atau intraselular)

Penyebab

1. Kehilangan cairan aktif

2. Kegagalan mekanisme regulasi 3. Peningkatan

permeabilitas kapiler

4. Kekurangan intake cairan

5. Evaporasi

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif (tidak tersedia) Objektif

1. Frekuensi nadi meningkat

2. Nadi teraba lemah 3. Tekanan darah

menurun

4. Tekanan Nadi menyempit

5. Turgor kulit menyempit

6. Membran mukosa kering

7. Voluem urin menurun

8. Hemtokrit

Status Cairan : L.03028

(kondisi volume cairan intravaskuler, interstisiel, dan/atau intraseluler)

Ekspetasi : Membaik Kriteria Hasil

1. Kekuatan nadi 2. Turgor kulit 3. Output urin 4. Pengisian vena 5. Ortopnea 6. Dispnea 7. Paroxymal

nocturnal dyspnea (PND) 8. Edema anarsarka 9. Edema perifer 10. Berat badan 11. Distensi vena

jugularis 12. Suara nafas

tambahan 13. Kongesti paru 14. Perasaan lemah 15. Keluhan haus 16. Konsentrasi

urin

17. Frekuensi nadi 18. Tekanan darah 19. Tekanan nadi 20. Membran

mukosa

21. Jugular venous pressure (JVP) 22. Kadar Hb 23. Kadar Ht 24. Central venous

pressure (CVP) 25. Rufluks

hepatojugular 26. Berat badan 27. Hepatomegali 28. Oliguria 29. Intake cairan

Intervensi Utama

Manajemen Hipovolemia (I.03116)

Observasi

1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urine menurun, hematokrit meningkat, haus dan lemah) 2. Monitor intake dan output

cairan Terapeutik

1. Hitung kebutuhan cairan 2. Berikan posisi modified

trendelenburg

3. Berikan asupan cairan oral Edukasi

1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis (mis. cairan NaCl, RL)

2. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)

3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)

4. Kolaborasi pemberian

(25)

29

meningkat

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

1. Merasa lemah 2. Mengeluh haus

Objektif

1. Pengisian vena menurun

2. Status mental berubah

3. Suhu tubuh meningkat

4. Konsentrasi urin meningkat

5. Berat badan turun tiba-tiba

Kondisi Klinis Terkait 1. Penyakit Addison 2. Trauma/pendarahan 3. Luka bakar

4. AIDS

5. Penyakit Crohn 6. Muntah

7. Diare

8. Kolitis ulseratif 9. Hipoalbuminemia

30. Status mental 31. Suhu tubuh

produk darah

Manajemen Syok Hipovolemik (I.02050)

Observasi

1. Monitor status

kardiopulmonal

2. Monitor status oksigenasi 3. Monitor status cairan 4. Periksa tingkat kesadaran 5. Periksa seluruh permukaan

tubuh terhadap adanya DOTS (deformity, open wound, tenderness, swelling)

Terapeutik

1. Pertahankan jalan napas paten

2. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%

3. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu 4. Lakukan penekanan langsung pada pendarahan eksternal

5. Berikan posisi modified trendelenburg

6. Pasang jalur IV berukuran besar

7. Pasang kateter uriin untuk menilai produksi urin 8. Pasang selang nasogastrik

untuk dekompresi lambung 9. Ambil sampel darah untuk

pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 1-2 L pada

(26)

30

dewasa, 20mL/kgBB pada anak

2. Kolaborasi pemberian tranfusi darah, jika perlu Intervensi Pendukung a. Balut Tekan

b. Dukungan Kepatuhan Program Pengobatan

c. Edukasi Pengukuran Nadi Radialis

d. Insersi Intravena

e. Insersi Selang Nasogastrik f. Konsultasi Via Telepon g. Manajemen Akses Vena

Sentral

h. Manajemen Aritmia i. Manajemen Diare j. Manajemen Elektrolit

k. Manajemen Elektrolit:

Hiperkalemia

l. Manajemen Elektrolit:

Hiperkalsemia

m. Manajemen Perdarahan Antepartum Dipertahankan n. Manajemen Perdarahan

Antepartum Tidak Dipertahankan

o. Manajemen Perdarahan Pervaginam

p. Manajemen Perdarahan Pervaginam

q. Pascapersalinan r. Manajemen Syok

s. Manajemen Spesimen Darah t. Pemantauan Cairan

u. Pemantauan Elektrolit v. Pemantauan Hemodinamik

Invasif Hipertermia :

D.0130 (Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh)

Termoregulasi : L.14134

(pengaturan suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal)

Intervensi utama Hipertermia (I. 15506) Observasi

1. Identifikasi penyebab hipertermia

(27)

31

Penyebab 1. Dehidrasi 2. Terpapar

lingkungan panas 3. Proses penyakit

(mis. infeksi, kanker)

4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan 5. Peningkatan laju

metabolisme 6. Respon trauma 7. Aktivitas

berlebihan 8. Penggunaan

inkubator

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

1. (tidak tersedia) Objektif

1. Suhu tubuh diatas nilai normal

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

1. (tidak tersedia) Objektif

1. Kulit merah 2. Kejang 3. Takikardi

Ekspetasi : Membaik Kriteria hasil : 1. Menggigil 2. Kulit merah 3. Kejang 4. Akrosianosis 5. Konsumsi oksigen 6. Piloreksi

7. Vasokonstriksi perifer

8. Kutis memorata 9. Pucat

10. Takikardi 11. Takipnea 12. Bradikardi 13. Dasar kuku sianotik

14. Hipoksia 15. Suhu tubuh 16. Suhu kulit

17. Kadar glukosa darah

18. Pengisian kapiler 19. Ventilasi

Tekanan darah

2. Monitor suhu tubuh 3. Monitor kadar elektrolit 4. Monitor haluaran urin 5. Monitor komplikasi akibat

hipertermia Terapeutik

1. Sediakan lingkungan yang dingin

2. Longgarkan atau lepaskan pakaianbasahi dan kipasi permukaan tubuh

3. Berikan cairan oral

4. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosiis

5. Lakukan pendinginan eksternal

6. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin 7. Berikan oksigen Edukasi

1. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena

Intervensi pendukung

a. Edukasi analgesia terkontrol b. Edukasi dehidrasi

c. Edukasi pengukuran suhu tubuh

d. Edukasi program

pengobatan

e. Edukasi terapi cairan f. Edukasi termoregulasi g. Kompres dingin h. Manajemen cairan i. Manajemen kejang j. Pemantauan cairan k. Pemberian obat

l. Pemberian obat intravena m. Pemberian obat oral

n. Pencegahan hipertermi

(28)

32

4. Takipnea

5. Kulit terasa hangat Kondisi Klinis Terkait 1. Proses infeksi 2. Hipertiroid 3. Stroke 4. Dehidrasi 5. Trauma 6. Prematuritas

keganasan

o. Perawatan sirkulasi

p. Promosi teknik kulit ke kulit

Nyeri Akut : D.0077 (Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset

mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan) Penyebab

1. Agen pencedera fisiologis (mis.

infarmasi, lakemia, neoplasma)

2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan) 3. Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

Tingkat nyeri : L.08066

(pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau

fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan

berintensitas ringan hinga berat dan konstan) Ekspektasi : Menurun Kriteria hasil : 1. Kemampuan menuntaskan aktivitas

2. Keluhan nyeri 3. Meringis 4. Sikap protektif 5. Gelisah

6. Kesulitan tidur 7. Menarik diri 8. Berfokus pada diri sendiri

9. Diaforesis

10. Perasaan depresi (teterkan)

11. Perasaan takut mengalami cidera berulang

Intervensi Utama

Manajemen Nyeri (I. 08238) Observasi

1. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non

verbal

4. Identifikasi faktor yang

memperberat dan

memperingan nyeri

5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri 6. Identifikasi pengaruh

budaya terhadap respon nyeri

7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan

9. Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik

1. Berikan teknik

nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.

TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback,

(29)

33

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif (tidak tersedia)

Objektif

1. Tampak meringis 2. Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri) 3. Gelisah

4. Frekuensi nadi meningkat

5. Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif (tidak tersedia)

Objektif

1. Tekanan darah meningkat

2. Pola nafas berubah 3. Nafsu makan

berubah

4. Proses berpikir terganggu

5. Menatik diri

6. Berfokus pada diri sendiri

7. diaforesis

12. Anoreksia

13. Perineum terasa tertekan

14. Uterus teraba membulat

15. Ketegangan otot 16. Pupil dilatasi 17. Muntah 18. Mual

19. Frekuensi nadi 20. Pola nafas 21. Tekanan darah 22. Proses berpikir 23. Fokus

24. Fungsi berkemih 25. Perilaku

26. Nafsu makan 27. Pola tidur

terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)

2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) 3. Fasilitasi istirahat dan tidur 4. Pertimbangkan jenis dan

sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

2. Jelaskan strategi meredakan nyeri

3. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri

4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

5. Ajarkan teknik

nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Intervensi pendukung a. Aromaterapi

b. Dukungan hipnsis diri c. Dukungan pengungkapan

kebutuhan

d. Edukasi efek samping obat e. Edukasi manajemen nyeri f. Edukasi proses penyakit g. Edukasi teknik napas h. Kompres dingin i. Kompres hangat j. Konsultasi

k. Latihan pernapasan

l. Manajemen efek samping

(30)

34

Kondisi Klinis Terkait 1. Kondisi

pembedahan 2. Cedera traumatis 3. Infeksi

4. Sindrom koroner akut

5. Glaukoma

obat

m. Manajemen kenyamanan lingkungan

n. Manajemen medikasi o. Manajemen sedasi p. Manajemen terapi radiasi q. Pemantauan nyeri

r. Pemberian obat

s. Pemberian obat intravena t. Pemberian obat oral u. Pemberian obat itopikal v. Pengaturan posisi w. Perawatan amputasi x. Perawatan kenyamanan y. Teknik distraksi

z. Teknik imajinasi terbimbing aa. Terapi akupresur

bb. Terapi akupuntur cc. Terapi bantuan hewan dd. Terapi humor

ee. Terapi murottal ff. Terapi musik gg. Terapi pemijatan hh. Terapi relaksasi ii. Terapi sentuhan

jj. Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS)

Risiko Pendarahan:

D.0012

(beresiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi di dalam tubuh) maupun eksternal (terjadi diluar tubuh) Faktor Risiko 8. Aneurisma 9. Gangguan

gastrointestinal 10. Gangguan fungsi

hati

11. Komplikasi kehamilan

12. Komplikasi pasca partum

Tingkat

Pendarahan: L.

02017

(kehilangan darah baik internal (terjadi di dalam tubuh) maupun eksternal (terjadi hingga keluar tubuh)

Ekspektasi:

Menurun Kriteria Hasil 1. Kelembaban

membrane mukosa 2. Kelembapan

kulit

Intervensi Utama

Pencegahan Pendarahan (I.02067)

Observasi

1. Monitor tanda dan gejala pendarahan

2. Monitor nilai

hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan darah

3. Monitor tanda-tanda vital ortostatik

4. Monitor koagulasi(mis.

Prothrombin time (PT), partial trhromboplastin time (PTT), fibrinogen, degradasi

(31)

35

13. Gangguan koagulasi 14. Efek agen

farmakologis 15. Tindakan

pembedahan 16. Trauma

17. Kurang terpapar informasi tentang pencegahan pendarahan 18. Proses keganasan

Kondisi Klinis Terkait 1. Aneurisma

2. Koagulopati intravaskuler diseminata 3. Sirosis hepatis 4. Ulkus lambung 5. Varises

6. Trombositopenia 7. Ketuban pecah

sebelum waktunya 8. Plasenta

previa/abrupsio 9. Atonia uterus 10. Retensi plasenta 11. Tindakan

pembedahan 12. Kanker 13. Trauma

3. Kognitif 4. Hemoptisis 5. Hematemesis 6. Hematuria 7. Pendarahan

anus 8. Distensi

abdomen 9. Pendarahan

vagina 10. Pendarahan

pasca operasi 11. Hemoglobin 12. Hematokrit 13. Tekanan darah 14. Denyut nadi

apical 15. Suhu tubuh

fibrin dan/atau platelet) Terapeutik

1. Pertahankan bed rest selama pendarahan

2. Batasi Tindakan invasive, jika perlu

3. Gunakan kasur pencegah decubitus

4. Hindari pengukuran suhu rektal

Edukasi

1. Jelaskan tanda dan gejala pendarahan

2. Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi

3. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi 4. Anjurkan menghindari aspirin

atau anti koagulan

5. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K

6. Anjurkan segera melapor jika terjadi pendarahan

Kolaborasi

1. Kolaborasi obat pengontrol pendarahan, jika perlu

2. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu

3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

Intervensi Pendukung 1. Balut tekan

2. Edukasi kemanan anak 3. Edukasi keamanan bayi 4. Edukasi kemoterapi 5. Edukasi proses penyakit 6. Identifikasi resiko

7. Manajmene kemoterapi

(32)

36

8. Manajmene keselamatan lngkungan

9. Manajemen medikasi 10. Manajemen trombolik 11. Pemantauan cairan 12. Pemantauan tanda vital 13. Pemberian obat

14. Pencegahan cedera

15. Pencegahan jatuh pencegahan syok

16. Perawatan area insisi 17. Perawatan pasca persalinan 18. Perawatan persalinan 19. Perawatan sirkumsisi

20. Promosi keamanan berkendara 21. Surveilens keamanan dan

keselamatan

Risiko Syok : D.0039 (Beresiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa) Faktor Risiko 1. Hipoksemia 2. Hipoksia 3. Hipotensi

4. Kekurangan volume cairan

5. Sepsis

6. Sindrom respons inflamasi sismetik (systemic inflamatory response syndrome [SIRS])

Kondisi Klinis Terkait 1. Pendarahan

2. Trauma multipel 3. Pheumothoraks

Tingkat syok : L.03032

(ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa)

Ekspetasi : Menurun Kriteria hasil : 1. Kekuatan nadi 2. Output urin 3. Tingkat kesadaran

4. Saturasi oksigen 5. Akral dingin 6. Pucat

7. Haus 8. Konfusi 9. Letargi 10. Asidosis metabolik

11. Mean atrial pressure (MAP) 12. Tekanan darah sistolik

13. Tekanan darah

Intervensi utama

Pencegahan Syok (1.14545) Observasi:

1. Monitor status

kardiopulmonal

2. Monitor status oksigenasi 3. Monitor status cairan

4. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil

5. Periksa riwayat alergi Terapeutik:

1. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%

2. Persiapan intubasi dan ventilasi mekanik, jika perlu 3. Pasang jalur IV, jika perlu 4. Pasang kateter urine untuk

menilai produksi urine

5. Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi Edukasi

1. Jelaskan penyebab/faktor

(33)

37

4. Infark miokard 5. Kardiomiopati 6. Cedera medula spinalis

7. Anafilaksis 8. Sepsis 9. Koagulasi intravaskuler diseminata

10. Sindrom respons inflamasi sistemik (systemic inflamatory response syndrome [SIRS])

diastolik

14. Tekanan nadi 15. Pengisian kapiler

16. Frekuensi nadi 17. Frekuensi napas

risiko syok

2. Jelaskan tanda dan gejala awal syok

3. Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda dan gejala syok

4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

5. Anjurkan menghindari alergen Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu

2. Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu 3. Kolaborasi pemberian

antiinflamasi, jika perlu Intervensi Pendukung : a. Edukasi dehidrasi b. Edukasi reaksi alergi c. Edukasi terapi cairan d. Indentifikasi resiko e. Insersi intravena f. Konsultasi via telepon

g. Manajemen akses vena sentral h. Manajemen anafilaksis

i. Manajemen cairan

j. Manajemen hipoglikemia k. Manajemen pendarahan l. Manajemen pendarahan akhir

masa kehamilan

m. Manajemen pendarahan antepartum dipertahankan n. Manajemen pendarahan

antepartum tidak

dipertahankan

o. Manajemen pendarahan pervaginam

p. Manajemen pendarahan pervaginam pascapersalinan q. Manajemen reaksi alergi r. Pemantauan hemodinamik

invasif

s. Pemantuan tanda tanda vital t. Pemberian obat

u. Pemberian obat intravena

(34)

38

v. Pencegahan alergi w. Pencegahan infeksi x. Pencegahan pendarahan y. Pengontrolan infeksi z. Perawatan emboli paru aa. Perawatan jantung bb. Perawatan sirkulasi cc. Perawatan cairan dd. Surveilens ee. Terapi intravena ff. Terapi oksigen gg. Tranfusi darah2 Nausea : D.0076

(Perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorokan atau lambung yang dapat mengakibatkan muntah)

Penyebab 1. Gangguan

biokimiawi (mis.

uremia, ketoasidosis diabetik)

2. Gangguan pada esofagus

3. distensi lambung 4. Iritasi lambung 5. Gangguan

pamkreas

6. Peregangan kapsul limpa

7. Tumor terlolisasi (mis. neuroma akustik, tumor otak primer atau sekunder,

metastasis tulang di dasr tengkorak) 8. peningkatan

tekanan

intraabdominal (mis. keganasan intraabdomen) 9. Peningkatan

Tingkat nausea : L.08065

(perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorok atau lambung yang dapat

mengakibatkan muntah) Ekspektasi : menurun Kriteria hasil : 1. Nafsu makan 2. Keluhan mual 3. Perasaan ingin muntah

4. Perasaan asam di mulut

5. Sensasi panas 6. Sensasi dingin 7. Frekuensi menelan 8. Diaforesis 9. Jumlah saliva 10. Pucat 11. Takikardia Dilatasi pupil

Intervensi utama

Manajemen Muntah (I. 03118) Observasi

1. Identifikasi karakteristik muntah

(mis. warna, konsistensi, adanya darah, waktu, frekuensi dan durasi)

2. Periksa volume muntah

3. Identifikasi riwayat diet (mis:

makanan yang disuka, tidak disuka, dan budaya)

4. Identifikasi factor penyebab muntah (mis: pengobatan dan prosedur)

5. Identifikasi kerusakan esofagus dan faring posterior jika muntah terlalu lama

6. Monitor efek manajemen muntah secara menyeluruh 7. Monitor keseimbangan cairan

dan elektrolit

Terapeutik

1. control factor lingkungan penyebab muntah(mis. Bau tak sedap, suara dan stimulasi visual yang tidak menyenangkan) 2. kurangi atau hilangkan

penyebab muntah(mis.

Keecemasan, ketakutan)

3. Atur posisi untuk mencegah aspirasi

(35)

39

tekanan intrakranial 10. Peningkatan

tekanan intraorbital (mis. glaukoma) 11. Mabuk perjalanan 12. Kehamilan

13. Aroma tidak sedap 14. Rasa

makanan/minuman yang tidak enak 15. Stimulus

penglihatan tidak menyenangkan 16. Faktor psikologis

(mis. kecemasan, ketakutan, stres) 17. Efek agen

farmakologis 18. Efek toksin

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

1. Mengeluh mual 2. Merasa ingin

muntah

3. Tidak berminat makan

Objektif (tidak tersedia)

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

4. Pertahankan kepatenan jalan nafas

5. Bersihkan mulut dan hidung 6. Berikan dukungan fisik saat

muntah (mis. Membantu

membungkuk atau

menundukkan kepala)

7. Berikan kenyamanan selama muntah (mis. Kompres dingin di dahi atau sediakan pakaian kering dan bersih)

8.Berikan cairan yang tidak mengandung karbonasi minimal 30 menit setelah muntah

Edukasi

1. Anjurkan membawa kantong plastic untuk menampung muntah

2. Anjurkan memperbanyak istirahat

3. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengelola muntah (mis.

Biofeedback, hypnosis, relaksasi, terapi music, akupresur)

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu Intervensi pendukung a. Dukungan hipnosis diri b. Edukasi efek samping obat c. Eduaksi kemoterapi d. Edukasi manajemen nyeri e. Edukasi perawatan kehamilan f. Edukasi teknik napas

g. Manajemen efek samping obat h. Manajemen kemoterapi i. Manajemen nyeri j. Manajemen stress k. Pemberian obat

l. Pemberian obat intravena m. Pemberian obat oral n. Terapi akupresur o. Terapi akupuntur

(36)

40

2.4.3 Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi yang telah di susun untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi telah terbentuk dan ditujukan pada tindakan keperawatan untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diinginkan (Siregar, 2021).

2.4.4 Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk mengetahui hasil dari perumusan diagnosa, perencanaan intervensi dan pengambilan aksi atau implementasi yang telah

1. Merasa asam di mulut

2. Sensasi panas/dingin 3. Sering menelan

Objektif

1. Salva meningkat 2. Pucat

3. Diaforesis 4. Takikardia 5. Pupil dilatasi

Kondisi Klinis Terkait 1. Meningitis

2. Labrinitis 3. Uremia 4. Ketoasidosis

diabetik 5. Ulkus petikum 6. Penyakit esofagus 7. Tumor

intaabdomen 8. Penyakit meniere 9. Neuroma akustik 10. Tumor otak 11. Kanker 12. Glaukoma

p. Terapi relaksasi

(37)

41

dilakukan. Tahapan evaluasi memungkinkan perawat untuk mengetahui tujuan intervensi tersebut dapat mengatasi masalah yang muncul atau tidak (Siregar, 2021).

Referensi

Dokumen terkait

Neobium ditemukan pada 33 percontoh yang dianalisa kimia dengan kandungan antara 0,06 ppm - 15,3 ppm dalam sedimen permukaan dasar laut perairan Kuala Kampar.dengan

Stasioneritas berarti bahwa tidak terjadinya pertumbuhan dan penurunan data. Suatu data dapat dikatakan stasioner apabila pola data tersebut berada pada kesetimbangan disekitar nilai

A Statement From the Ad Hoc Committee on Guidelines for the Management of Transient Ischemic Attacks, Stroke Council, American Heart Association.. National

Hasil sekuensing fragmen DNA yang menunjukkan panjang 720 bp yang tramplifikasi primer forward (Gambar 8) dan 780 bp (Gambar 9) untuk yang teramplifikasi primer reverse

1 DIENA NURUL HIKMAH, S.I.Kom... 2 DIENA NURUL

Peran Jaksa Penuntut Umum dalam Peradilan Pidana Anak... Pengertian Peradilan Pidana

Pemeriksaan gas darah menunjukkan terjadi peningkatan pH bermakna disertai peningkatan HCO3 — dan pCO2 yang rendah, hal ini menunjukkan bahwa terjadi dua kondisi alkalosis

nomor rekam medis berbeda untuk satu pasien, sulitnya membuat laporan pasien. masuk, laporan pasien keluar dan laporan jumlah