• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN LEKTOR KEPALA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN AKHIR PENELITIAN LEKTOR KEPALA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN LEKTOR KEPALA

EKSPLORASI, IDENTIFIKASI DAN ANALISIS TINGKAT SERANGAN HAMA PADA TANAMAN KOPI

ARABIKA ORGANIK DAN NON ORGANIK DI KABUPATEN ACEH TENGAH

Dr. Ir. Husni, M.Agric.Sc. NIP. 196502041992031002 Dr. Ir. Sapdi, M.Si. NIP. 196411151993031003 Ir. M. Abduh Ulim, M.P. NIP. 195308051980031006

Dibiayai oleh : Universitas Syiah Kuala

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan

Pelaksanaan Penelitian Lektor Kepala Tahun Anggaran 2018 Nomor: 288/ UN11/ SP/ PNBP/ tanggal 29 Januari 2018

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

Oktober, 2018

(2)
(3)

iii DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN………ii

DAFTAR ISI……….iii

RINGKASAN……….. ……... iv

DAFTAR GAMBAR……….v

PRAKATA………vi

BAB I. PENDAHULUAN………..….…………..1

1.1. Latar Belakang ……… . …...1

1.2. Permasalahan ……….2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……….………..…..…………..2

2.1. Kopi Arabika ……….3

2.2. Teknik Budidaya Kopi Organik ………4

2.3. Hama-hama Berbahaya pada Tanaman Kopi ………...4

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN……….7

3.1. Tujuan Penelitian ………..7

3.2. Manfaat Penelitian ………7

BAB IV. METODE PENELITIAN………...……...………8

4.1. Pelaksanaan Survei Awal ……….8

4.2. Penentuan Lokasi Plot Percobaan ………8

4.3. Pengamatan ………...8

BAB V. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI………...……….12

5.1. Tingkat Serangan Hama PBKo ………..……….12

BAB VI. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA…..………...…….…….18

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ……….……….15

DAFTAR PUSTAKA……… ………….16

(4)

iv

RINGKASAN

Salah satu kendala utama dalam budidaya tanaman kopi arabika adalah adanya serangan berbagai hama serangga. Akibat serangan hama ini telah menyebabkan menurunnya produksi kopi baik secara kuantitas maupun kualitas. Perkembangan budidaya tanaman kopi secara organik di Kabupaten Aceh Tengah dari tahun ketahun terus terjadi peningkatan, seiring dengan adanya permintaan dan minat pasar dunia yang semakin tinggi terhadap produk kopi organik ini. Walaupun adanya permintaan pasar dunia yang cukup besar dengan tawaran harga yang lebih tinggi terhadap kopi organik, namun sebahagian besar para petani masih ragu-ragu untuk membudidayakan kopi secara organik ini. Hal ini karena petani umumnya masih khawatir terhadap serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), karena ada satu keyakinan bahwa tanpa penggunaan pestisida sintetis tanaman akan lebih peka terhadap serangan OPT. Melalui penelitian ini diharapkan akan mampu menjawab benar atau tidaknya hipotesis yang mengatakan bahwa pada sistem pertanian organik tingkat serangan hama lebih tinggi dibandingkan dengan sistem pertanian konvensional (anorganik).

Melalui penelitian yang berkelanjutan dan terus terfokus diharapkan pada akhirnya akan mampu mengungkapkan ada tidaknya kontribusi sistem pertanian organik dalam menjaga kelestarian sumber daya hayati, khususnya terhadap kelestarian berbagai spesies musuh alami hama. Selanjutnya juga akan mampu mengungkapkan untuk ruginya sistem pertanian organik terhadap peningkatan produktivitas biji kopi baik secara kuantitas maupun kualitas. Karena itu penelitian terhadap keberadaan berbagai spesies musuh alami yang berasosiasi dengan berbagai spesies hama pada perkebunan kopi organik dan anorganik juga perlu dilakukan di masa yang akan datang. Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah untuk merubah persepsi masyarakat petani kopi yang selama ini menganggap bahwa pestisida sintetis adalah satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi serangan OPT. Seandainya para petani kopi sudah memahami berbagai dampak negatif senyawa kimia sintetis, khususnya bahan aktif pestisida terhadap lingkungan maupun kesehatan konsumen, maka diharapkan minat para petani untuk menamam kopi secara organik juga akan meningkat. Dengan terbebasnya biji kopi dari cemaran senyawa kimia berbahaya, maka nilai jual biji kopi di pasar dunia juga akan meningkat pula.

Kata-kata kunci: kopi arabika, organisme pengganggu tanaman (OPT)budidaya kopi secara organik, budidaya kopi secara anorganik.

(5)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Pengaruh sistem pertanian (organic dan konvensional) dan elevasi terhadap

tingkat serangan hama PBKo (Pengamatan I)……….………14 Gambar 2.Pengaruh sistem pertanian (organic dan konvensional) dan elevasi terhadap

tingkat serangan hama PBKo (Pengamatan II)...……….………15 Gambar 3.Pengaruh sistem pertanian (organic dan konvensional) dan elevasi terhadap

tingkat serangan hama PBKo (Pengamatan III)……….……… 15 Gambar 4.Pengaruh sistem pertanian (organic dan konvensional) dan elevasi terhadap

tingkat serangan hama PBKo (Pengamatan IV)……….……… 16 Gambar 5.Pengaruh sistem pertanian (organic dan konvensional) dan elevasi terhadap

tingkat serangan hama PBKo (Pengamatan V)……….………. 16 Gambar 6.Pengaruh sistem pertanian (organic dan konvensional) dan elevasi terhadap

tingkat serangan hama PBKo (Data rata-rata Pengamatan I-V)……….…17

(6)

vi Prakata

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala karena atas izin Allah jualah penelitian Skema Lektor Kepala yang berjudul: “Eksplorasi, Identifikasi dan Analisis Tingkat Serangan Hama pada Tanaman Kopi Arabika Organik dan Non Organik di Kabupaten Aceh Tengah” sudah selesai dilaksanakan. Harapan yang sangat besar dari kami mudah-mudahan hasil yang diperoleh dari penelitian ini bermanfaat bagi kemajuan bangsa, khususnya di bidang pertanian. Semoga informasi dari penelitian ini menjadi informasi dan referensi penting bagi pihak-pihak terkait, seperti Dinas Pertanian, peneliti, pemerhati lingkungan, dan sebagainya. Harapan kami semoga penelitian ini akan terus berlanjut sampai tahap akhir, sehingga hasil penelitian ini dapat diaplikasikan di tengah-tengah masyarakat.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah agar permasalahan serangan hama pada kopi arabika di Indonesia dapat teratasi, sehingga produksi kopi terus dapat ditingkatkan baik secara kuantitas maupun kualitas dengan tetap mengedepankan standar keamanan bagi petani, konsumen dan lingkungan.

(7)

1 BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kopi sebagai salah satu komoditi non migas, memiliki pasar yang cukup baik di pasaran dunia. Bagi Indonesia kopi (Coffea sp) merupakan salah satu komoditas yang sangat diharapkan peranannya sebagai penghasil devisa negara dan sangat berperan penting bagi perekonomian rakyat, karena lebih 90 % dari total luas areal perkopian di Indonesia merupakan perkebunan rakyat.

Daerah penghasil kopi arabika utama di Indonesia adalah kawasan Dataran Tinggi Gayo.

Kawasan ini meliputi beberapa wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues. Menurut GAEKI (Gabungan Eksportir Kopi Indonesia) pada tahun 2011, Dataran Tinggi Gayo menghasilkan 30.000-40.000 ton kopi arabika, jauh lebih tinggi dibandingkan daerah lain di Indonesia. Adapun areal penanaman kopi arabika terluas terdapat di Kabupaten Aceh Tengah. Data tahun 2015 menunjukkan bahwa luas areal penanaman kopi di Kabupaten Aceh Tengah telah mencapai 49.030 Ha (Disbunhut Kab. Aceh Tengah, 2015).

Para petani kopi di Kabupaten Aceh Tengah umumnya masih melakukan budidaya kopi secara konvensional (anorganik). Mereka masih menggunakan berbagai jenis pestisida sintetis untuk mengendalikan berbagai jenis organisme pengganggu tanaman (OPT) dan menggunakan berbagai pupuk sintetis untuk meningkatkan produksi tanaman kopi.

Walaupun harga jual biji kopi organik di pasaran jauh lebih tinggi dari harga biji yang ditanam secara anorganik, namun kebanyakan petani kopi arabika di Dataran Tinggi Gayo masih enggan melakukan budidaya kopi secara organik. Salah satu alasan mereka adalah karena dengan sistem budidaya secara organik tanaman kopi lebih rentan terhadap serangan berbagai hama dan penyakit. Sedangkan pada sistem budidaya secara anorganik, hama dan penyakit selalu dikendalikan dengan menggunakan berbagai pestisida sintetis.

Akhir-akhir ini para petani di Aceh Tengah sudah mulai membudidayakan tanaman kopi secara organik, dan areal penanamannya semakin luas. Data tahun 2015 menunjukkan bahwa luas perkebunan kopi arabika yang dikelola secara organik sudah mencapai 27% dari total luasan areal perkebunan kopi di Kabupaten Aceh Tengah, atau lebih kurang 13.200 Ha (Disbunhut Kab.

Aceh Tengah, 2015). Budidaya tanaman kopi secara organik ini dilakukan oleh petani yang

(8)

2 dibina oleh beberapa pihak swasta yang terhimpun dalam koperasi kopi. Salah satu pihak swasta yang telah melakukan pembinaan terhadap petani untuk melakukan pengeloalaan kebun kopi secara organik adalah CV. Baburrayyan.

1.2. Permasalahan

Sampai saat ini terdapat berbagai kendala dalam budidaya tanaman kopi, terutama adanya serangan berbagai hama serangga. Akibat serangan berbagai hama serangga ini telah menyebabkan menurunnya produksi kopi baik secara kuantitas maupun kualitas. Permasalahan serangan hama serangga yang paling berat adalah pada sistem budidaya kopi secara organik.

Sementara itu, dari sisi lain permintaan pasar internasional terhadap produk kopi organik semakin hari semakin meningkat.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Permintaan konsumen (khususnya pasar dunia) terhadap produk kopi organik dari tahun ke tahun terus meningkat. Di sisi lain luas areal penanaman kopi organik di Kabupaten Aceh Tengah masih terbatas walaupun ada kecenderungan terjadi peningkatan dari tahun ke tahun.

Data tahun 2015 menunjukkan bahwa luas perkebunan kopi arabika yang dikelola secara organik masih dibawah 30% dari total luasan areal perkebunan kopi arabika di Kabupaten Aceh Tengah (49.030 Ha) (Disbunhut Kab. Aceh Tengah, 2015).

Salah satu faktor yang menyebabkan masih rendahnya minat petani untuk melakukan budidaya kopi secara organik adalah karena adanya kekhawatiran akan terjadinya serangan besar-besaran Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), karena masih ada satu keyakinan pada mereka bahwa hanya dengan pestisidalah satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama. Disamping itu petani umumnya masih mengandalkan berbagai pupuk sintetis untuk meningkatkan produksi buah kopi. Para petani di Indonesia umumnya belum menyadari bahayanya berbagai senyawa kimia (khususnya pestisida sintetis), terhadap lingkungan, terhadap organisme non sasaran maupun terhadap konsumen. Sudah cukup banyak laporan yang menjelaskan tentang bahaya pestisida sintetis terhadap lingkungan, termasuk terhadap keberadaan berbagai musuh alami hama di lapangan (Bommarco et al., 2011; Cloyd, 2012; Zhao et al., 2015; Beers et al, 2016).

(9)

3 Sistem pertanian organik pada sisi lain telah memberikan andil yang cukup besar dalam menjaga keanekaragaman berbagai sumberdaya hayati, salah satunya adalah menjamin keberadaan berbagai spesies musuh alami (Bengtsson et al., 2005; Garratt et al., 2012; Puech et al., 2014). Hasil penelitian Bengtsson et al. (2005) menunjukkan bahwa sistem pertanian organik mampu meningkatkan kekayaan berbagai spesies organisme dengan rata-rata 30% lebih tinggi dibandingkan system pertanian konvensional. Berbagai jenis burung, serangga predator, organisme tanah dan berbagai jenis tumbuhan menunjukkan respon positif terhadap sistem pertanian organik.

Berdasarkan beberapa referensi di atas, Tim Peneliti ingin melakukan investigasi apakah terdapat keragaman spesies hama maupun tingkat serangannya antara pertanaman kopi arabika yang dibudidaya secara organik dan anorganik. Seandainya hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui apakah benar musuh alami telah berperan dalam menekan populasi hama di dalam ekosistem perkebunan kopi organik. Akhirnya harapan Tim Peneliti, melalui beberapa tahapan kegiatan penelitian yang berkelanjutan akan mampu menjawab tentang besar kecilnya kontribusi sistem pertanian organik dalam menekan tingkat serangan hama pada tanaman kopi, yang secara tidak langsung juga akan menjawab tentang untung ruginya sistem pertanian organik dalam meningkatkan produksi dan kualitas buah kopi.

2.1. Kopi Arabika

Pertumbuhan dan produksi tanaman kopi sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim dan tanah, bibit unggul yang produksinya tinggi dan tahan terhadap hama dan penyakit (AAK, 2009).

Suhu merupakan salah satu unsur iklim yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi kopi. Setiap jenis kopi menghendaki suhu atau ketinggian tempat yang berbeda.

Misalnya, kopi robusta dapat tumbuh optimum pada ketinggian 400 - 700 m dpl dengan temperatur rata-rata tahunan 20 - 24°C, tetapi beberapa diantaranya juga masih tumbuh baik dan ekonomis pada ketinggian 0 - 1000 m dpl. Kopi arabika menghendaki ketinggian tempat antara 500 - 1700 m dpl dengan temperatur rata-rata tahunan 17 - 21°C. Bila kopi arabika ditanam di dataran rendah (kurang dari 500 m dpl), biasanya produksi dan mutunya rendah serta mudah terserang penyakit karat daun yang disebabkan oleh cendawan Hemmileia vastatrix (HV) (AAK, 2009).

(10)

4 2.2. Teknik Budidaya Kopi Organik

Menurut batasan yang ditetapkan oleh EEC (Junker, 1991), teknik budidaya kopi organik tidak banyak berbeda dengan budidaya kopi pada umumnya, kecuali hal-hal sebagai berikut :

a. Lingkungan Kebun

Lokasi kebun harus bebas dari kontaminasi atau pengaruh bahan kimia buatan. Oleh sebab itu, pertanaman kopi organik hendaknya tidak berdekatan dengan pertanaman yang menggunakan pupuk kimia dan melakukan penyemprotan pestisida.

b. Bahan tanaman

Varietas kopi yang ditanam sejauh mungkin dapat beradaptasi dengan kondisi tanah tanpa pupuk dan iklim setempat, tahan terhadap hama dan penyakit, serta mempunyai keragaman genetik. Varietas yang diperoleh hanya diizinkan jika dampak ekologinya tidak bertentangan dengan tujuan pertanian organik.

c. Pola Tanam

Pola tanam dikombinasikan dengan tanaman leguminosa, pupuk hijau, dan tanaman yang dapat berfungsi sebagai penambat unsur nitrogen.

d. Pemupukan

Pupuk organik yang berasal dari kebun yang bersangkutan atau dari kebun lain yang diusahakan secara organik. Umumnya menggunakan kompos kotoran ternak, sisa tanaman dan pupuk hijau, pupuk cair dari ternak dan lain-lain.

e. Pengelolaan Organisme Pengganggu

Pengelolaan OPT tidak menggunakan pestisida, namun menggunakan pengendalian biologi dan biopestisida.

2.3. Hama-hama Berbahaya pada Tanaman Kopi 2.3.1. Hama Bubuk Buah Kopi ( Hypothenemus hampei )

Hama penggerek buah kopi (PBKo) yaitu Hypothenemus hampei, merupakan serangga yang berasal dari Famili Scolytidae, Ordo Coleoptera. PBKo sangat merugikan, karena mampu merusak biji kopi dan sering mencapai populasi yang tinggi. Hama PBKo ini menjadi hama yang sangat merusak pada buah kopi sehingga mengakibatkan penurunan produksi dan kualitas hasil secara nyata karena menyebabkan banyak biji kopi yang berlubang.

(11)

5 Kehilangan hasil oleh hama PBKo dapat mencapai lebih dari 50% apabila serangannya tinggi dan tidak dilakukan tindakan pengendalian secara tepat. Tingkat serangan sebesar 20%

dapat mengakibatkan penurunan produksi sekitar 10% (Puslitkoka, 2006). Bahkan menurut Untung (1993) akibat serangan hama ini dapat menurunkan hasil kopi hingga 85%. Serangan pada buah-buah muda dapat menyebabkan buah gugur dan busuk. Serangan pada saat buah mulai mengeras menyebabkan biji menjadi berlubang-lubang, cacat dan busuk. Hama ini ditemukan dalam stadia larva di dalam bagian dalam buah kopi. Buah yang terserang akan berwarna coklat dan selanjutnya berwarna hitam.

2.3.2. Penggerek Cabang Kopi (Xylosandrus spp)

Hama penggerek cabang termasuk Famili Scolytidae, Ordo Coleoptera. Larvanya menggerek cabang tanaman kopi. Tampaknya bahwa kumbang kecil ini lebih senang menyerang cabang atau ranting yang tua atau sakit. Ia juga menyerang ranting muda yang masih lunak.

Kumbang kecil ini termasuk ke dalam golongan serangga yang mengembangbiakkan makanan untuk anak-anaknya, yaitu jamur Ambrosia. Kumbang ini membuat lubang masuk ke dalam ranting pohon kopi sehingga ranting atau cabang itu tidak berbuah (DPP, 2004).

Hama penggerek cabang menyerang sejak pembibitan sampai tanaman dewasa dengan cara menggerek cabang atau wiwilan, lubang gerekan dengan garis tengah sekitar 1 mm.

serangga yang menyerang tanaman yang masih bibit dengan cara menggerek batang dekat permukaan tanah, kemudian gerekan diperluas ke atas dan ke bawah pada jaringan empelur sehingga daun layu dan akhirnya mati. Serangan pada tanaman produktif menyebabkan mengeringnya cabang primer bagian ujung tanaman di atas lubang gerekan.

Cara pengendalian dengan menutup lubang gerekan, dan ulat yang ditemukan dimusnahkan. Cara lain adalah memotong batang/cabang terserang 10 cm di bawah lubang gerekan, kemudian ulatnya dimusnahkan/ dibakar. Cara hayati bisa dipakai, misalnya dengan Beauveria bassiana, atau agens hayati lain (DPP, 2004).

2.3.3. Penggerek Batang/ Cabang (Zeuzera coffeae)

Hama ini merupakan serangga yang berasal dari Lepidoptera, Famili Cossidae. Larva merusak bagian batang atau cabang dengan cara menggerek empulur (xylem), selanjutnya gerekan membelok kea arah atas. Umumnya menyerang tanaman muda. Pada permukaan

(12)

6 lubang gerekan sering terdapat campuran kotoran dengan serpihan jaringan. Akibat gerekan larva, bagian tanaman diatas lubang gerekan akan merana, layu, kering dan mati. Larva serangga ini berwarna merah cerah sampai ungu, sawo matang. Panjang larva 3-5 cm. kepompong terbentuk dalam lubang gerekan. Sayap depan ngengat berbintik hitam dengan dasar putih tembus pandang.

2.3.4. Kutu Dompolan (Pseudococus sp)

Menurut Kalshoven (1981) kutu dompolan atau Pseudococcus sp. menyerang tanaman dengan cara mengisap, mengisap cairan kuncup bunga, buah muda, ranting dan daun muda . Kuncup bunga dan buah yang diserang menjadi kering, karena kehabisan cairan. Buah tua yang diserang akan menimbulkan salah bentuk pada buah sehingga kualitasnya menurun. Akibat serangan hama ini, pertumbuhan tanaman terhenti, daun-daun menguning, calon bunga gagal menjadi bunga dan buah rontok. Bila buah yang diserang tidak rontok maka perkembangan akan terhambat dan kulit keriput sehingga kualitas buah rendah. Ciri-ciri kutu dompolan adalah berbentuk bulat lonjong agak pipih. Tubuh larva dan betina ditutupi oleh lilin berwarna putih.

Kutu jantan tidak ditutupi oleh lilin dan bersayap.

2.3.5. Kutu Hijau = Kutu Sisik Hijau (Coccus viridis)

Hama ini merupakan pemakan segala tanaman (polifag) dan tersebar didaerah tropis dan subtropis, diantaranya Indonesia terutama di dataran rendah dan udara kering. Hama ini berbentuk bulat dan datar. Panjang tubuhnya ± 3 – 5 mm. Kutu yang hidup pada tunas muda badannya lebih besar dan lebih cembung daripada yang hidup pada daun. Sementara itu, kutu yang hidup pada tanaman kurus biasanya berukuran kecil.

Kutu hijau biasanya menyerang bagian ujung pucuk dan bagian tulang daun dari daun muda dengan cara menghisap cairan dari pembuluh floem . Bila pada populasi rendah, serangan tidak menimbulkan gejala yang tampak jelas. Secara keseluruhan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan buah gugur (Kalshoven 1981).

Kutu hijau, sebagaimana kutu berperisai lunak lainnya, menghasilkan sekresi berupa cairan madu pada permukaan bagian tanaman yang diserangnya.

(13)

7 BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian

Untuk mengatasi berbagai permasalahan serangan hama tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi berbagai hama serangga baik pada pertanaman kopi organik maupun pertanaman kopi anorganik, serta menghitung tingkat serangan dari berbagai spesies hama tersebut. Penelitian ini sangat penting dilaksanakan sebelum suatu teknologi pengendalian hama diaplikasikan di lapangan. Pada akhir penelitian diharapkan telah terdokumentasikan spesies-spesies hama pada tanaman kopi arabika di Kabupaten Aceh Tengah. Dengan adanya hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat menjadi informasi awal untuk penelitian selanjutnya, misalnya tentang keaneka ragaman berbagai musuh alami (predator, parasitoid, entomopatogen) yang berasosiasi dengan berbagai spesies hama pada pertanaman kopi.

3.2. Manfaat Penelitian

Informasi ilmiah tentang jenis atau kelompok hama serangga yang saling berasosiasi dengan lingkungannya belum banyak didokumentasikan dan sangat penting untuk diinventarisasi (Tuck et al., 2003). Menurut Rohrig et al. (2008) sangat penting untuk diketahui hubungan khusus antara serangga dan habitatnya, serta implikasinya terhadap aktivitas merusak tanaman.

Pada umumnya hama serangga sangat selektif dan berbeda daya ataptasinya dalam memilih tempat yang ketesediaan tanaman inang melimpah, termasuk juga terhadap pola pengelolaan lingkungan. Hal ini memberikan implikasi yang besar terhadap populasinya di lapangan (Coley dan Luna, 2000).

Dengan diketahuinya hama-hama utama pada tanaman kopi, maka dapat dirancang strategi pengendalian yang lebih efektif dan efisien. Disamping itu melalui penelitian ini telah diketahui peranan budidaya tanaman kopi secara organik dalam menekan perkembangan hama pada tanaman kopi.

(14)

8 BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1. Pelaksanaan Survei Awal

Penelitian ini menggunakan metode survey dengan pola purposive sampling. Penelitian ini diawali dengan melakukan survei di dua kecamatan yang terdapat perkebunan kopi arabika organik maupun anorganik, yaitu Kecamatan Atu Lintang dan Kute Panang, Kabupaten Aceh Tengah. Survey tahap pertama bertujuan untuk menghomogenkan seluruh lokasi penelitian, meliputi : a) kondisi umum lokasi penelitian, meliputi letak geografis lokasi penelitian, luas, sistem pengelolaan dan batas-batas wilayah lokasi penelitian, b) faktor lingkungan, yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman seperti varietas, umur tanaman, jenis dan kerapatan naungan, dan lain-lain.

4.2. Penentuan Lokasi Plot Percobaan

Dalam menentukan plot percobaan kondisi umum lokasi penelitian dan faktor lingkungan seperti, ketinggian tempat, jenis tanaman naungan, dan umur tanaman sampel diupayakan sehomogen mungkin. Oleh karena itu dilakukan pemetaan wilayah dengan mengukur ketinggian tempat tiap-tiap lokasi penelitian menggunakan GPS. Dari setiap kecamatan tersebar 6 plot sampling, yang terdiri dari 3 plot kopi organik dan 3 plot kopi anorganik. Luas masing-masing plot adalah 1 Ha dengan jumlah 20 tanaman sampel/plot yang diacak secara zig-zag, maka di setiap kecamatan terdapat masing-masing 60 tanaman sampel kopi organik dan anorganik. Dengan demikian jumlah keseluruhan tanaman sampel kopi organik dan anorganik masing-masing adalah 120 tanaman. Untuk menentukan homogenitas semua pohon sampel, pada setiap plot diambil pohon sampel yang berumur 5 – 7 tahun.

4.3. Pengamatan

Periode pengamatan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali yaitu sebelum masa panen raya, saat panen raya dan sesudah panen raya, dengan jumah pengamatan setiap priode sebanyak 2 (dua) kali. Setiap gejala serangan hama pada tanaman sampel diamati, dicatat dan dihitung tingkat serangannya. Untuk menghitung tingkat serangan hama serangga pada tanaman, formula yang digunakan sangat tergantung pada spesies hama yang menyerang, dan ini selalu dikaitkan dengan gejala serangan pada tanaman.

(15)

9 Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah tingkat serangan hama utama pada tanaman kopi meliputi: 1) Penggerek Buah Kopi Hypothenemus hampei, 2) Penggerek Cabang Xylosandrus compactus, 3) Kutu Putih Ferrisia virgata dan Kutu Hijau Coccus viridis, serta 5) korelasi pola pengelolaan kebun kopi terhadap masing-masing serangan hama.

Tingkat serangan serangga hama merupakan jumlah keseluruhan intensitas serangga yang dikumpulkan pada lokasi pengambilan sampel. Formulasi yang digunakan untuk menghitung tingkat serangan disesuaikan dengan jenis hama dominan.

4.3.1. Tingkat serangan penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei)

Luas areal pengambilan sampel di lahan pengamatan pada setiap lokasi seluas ±1 ha dengan 20 tanaman sampel yang diambil secara zig-zag berdasarkan arah mata angin yaitu : Timur, Barat, Utara, Selatan dan Tengah.

Dari masing-masing areal pertanaman kopi dilakukan beberapa metode pengambilan sampel buah kopi yaitu :

B1 = 100 buah masak (berwarna merah) dari 1 pohon sampel B2 = 100 buah muda (matang susu) dari 1 pohon sampel

B3 = 50 buah masak + 50 buah muda (bercampur) dari 1 pohon sampel

Pengambilan sampel dilakukan dari masing-masing plot berdasarkan pola budidayanya.

Pengamatan persentase buah terserang dilakukan dengan cara mengamati ada atau tidaknya serangan hama PBKo pada buah sampel yang ditandai dengan adanya lubang bekas gerekan hama PBKo pada buah kopi (discus). Menurut Syahnen at al., (2008) persentase buah terserang dihitung dengan rumus:

S =

Dimana :

S : Persentase buah terserang a : Jumlah buah terserang b : Jumlah buah seluruhnya

4.3.2. Tingkat serangan hama penggerek cabang (Xylosandrus spp) a. Persentase cabang terserang

(16)

10 Menurut Subekti at al., (2006) intensitas serangan atau berat ringannya serangan hama dihitung dengan menggunakan rumus:

S

b =

Dimana:

Sb = Persentase cabang terserang

n = Jumlah ranting kopi yang terserang penggerek pada tiap-tiap pohon Nb = Jumlah total cabang kopi pada tiap-tiap pohon

Intensitas serangan diklasifikasikan sebagai berikut: Ringan (< 25 %), Sedang (25 % - 50%), Berat (>50%)

b. Persentase sebaran serangan

Persentase sebaran serangan dengan rumus:

S

=

Dimana:

S = Persentase sebaran serangan

n = Jumlah pohon kopi yang terserang penggerek pada tiap-tiap plot N = Jumlah pohon kopi dalam tiap-tiap plot

4.3.3. Tingkat serangan kutu hijau (Coccus viridis) dan kutu putih (Ferrisia virgata)

Pengamatan kutu tanaman dilakukan secara ekstensif yaitu khususnya kutu hijau (Coccus viridis) pada setiap tanaman sampel. Serangan kutu dibedakan menjadi serangan pada pucuk tanaman, daun dan pada buah kopi. Menurut Rismayani at al., (2013) intensitas serangan kutu hijau dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

S

k = Dimana :

Sk = Persentase serangan kutu Na = Serangan pada pucuk tanaman Nb = Serangan pada daun

Nc = Serangan pada buah kopi

(17)

11 Tingkat serangan hama kutu tanaman di kelompokkan menjadi:

a. tanaman sehat yaitu tanaman yang mengalami serangan 0 %

b. tanaman terserang ringan yaitu yang mengalami serangan 1 – 25 % c. tanaman terserang sedang yaitu yang mengalami serangan 26 – 50 % d. tanaman terserang berat yaitu yang mengalami serangan > 50 %.

(18)

18 BAB VI. RENCANA DAN TAHAPAN BERIKUTNYA

Selanjutnya dari hasil penelitian ini akan dilakukan penulisan draft untuk dipublikasikan pada jurnal ilmiah internasional.

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan

a. Serangan hama tanaman kopi, termasuk hama Penggerek Buah Kopi (PBKo) disamping sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya tanaman kopi, juga dipengaruhi oleh letak kebun kopi dari permukaan laut

b. pada perkebunan kopi organic diduga ada musuh alami yang berperan menekan populasi hama PBKo, sehingga tingkat serangan hama PBKo pada perkebunan kopi organic lebih rendah disbanding perkebunan kopi anorganik

pada ketinggian di atas 1.300 m di atas permukaan laut tingkat serangan hama PBKo lebih rendah dibandingkat ketinggian di bawah 1.300 m dpl, karena pada ketinggian di atas 1.300 m dpl keadaan iklim terutama keadaan suhunya kurang ideal untuk perkembangan hama PBKo.

7.2. Saran

Perlu ada penelitian lanjutan untuk melihat biodiversitas Arthropoda antara perkebunan kopi organic dan anorganik pada berabagai elevasi.

(19)

19 DAFTAR PUSTAKA

1. Bengtsson, J., Ahnstrom, J. dan Weibull, Ann-C. 2005. The Effects of Organic Agriculture on Biodiversity and Abundance: a Meta-Analysis. Appl. Ecol. 42 (2): 261-269.

2. Garratt, M.P.D., Wright, D.J. dan Leather, S.R. 2012. The Effects of Farming System and Fertilizers on Pests and Natural Enemies: a Synthesis of Current Research. Organic Agriculture of Centre of Canada. Dalhousie University.

3. Puech, C., Baudry, J., Joannon, A., Poggi, S. dan Aviron, S. 2014. Organic vs Conventional Dichotomy: Doest it Make Sense for Natural Enemies?. Agr. Ecos. Env. 194: 48-57.

4. Hamdi, S., Sapdi, Husni. 2015. Komposisi dan Struktur Komunitas Parasitoid Hymenoptera antara Kebun Kopi yang Dikelola Secara Organik dan Konvensional di Kabupaten Aceh Tengah. Floratek. 10 (2).

5. Bommarco, R., Miranda, F., Bylund, H. dan Bjorkman, C. 2011. Insecticides Suppress Natural Enemies and Increase Pest Damage in Cabbage. Econ. Entomol. 104 (3): 782- 791.

6. Cloyd, R. A. 2012. Indirect Effects of Pesticides on Natural Enemies. Pesticides – Advances in Chemical and Botanical Pesticides. http://dx.doi.org/10.5772/47244.

7. Zhao, Z.H., Hui, C., He, D.H. and Li, B.L. 2015. Effects of Agricultural Intensification on Ability of Natural Enemies to Control Aphids. Scientific Reports 5. No. 8024.

doi:10.1038/srep08024.

8. Beers, E. H., Mills, N.J., Shearer, P.W., Horton, D.R., Milickzy, E.R., Amarasekare, K.G. dan Gontijo, L.M. 2016. Nontarget Effects of Orchard Pesticides on Natural Enemies:

Lessons from the Field and Laboratory. Biol. Control. 102: 44-52.

9. Zacharia, J.T. 2011. Ecological effects of pesticides. Pesticide in modern world risks and benefits (Stoydcheva, M. Edt.). InTech. www.intechopen.com.

10. Abrol, D. P. & U. Shankar. 2014. Pesticide, food safety and pest management.

ResearchGate. https://www.researchgate.net/publication/269338615.

11. Hill, M.P., S. Macfadyen & M.A. Nash. 2017. Broad spectrum pesticides application alters natural enemy communities and may facilitate secondary pest outbreaks. PeerJ.

https://dx.doi.org/10.7717/peerj.4179.

12. Hu, R., X. Huang, J. Huang, Y. Li, C. Zhang, Y. Yin, Z. Chen, Y. Jin, J. Cai & F. Cui. 2015.

Long- and short-term health effect on pesticide exposure: a cohort study from China.

PLoS One. https://dx.doi.org/10.1371%2Fjournal.pone.0128766

13. Mahmood, I., S.R. Imadi, K. Shazadi, A. Gul & K.R. Hakeem. 2015. Effects of Pesticides on environment. ResearchGate. https://www.researchgate.net/publication286042190

(20)

20 14. Nicolopoulou-Stamati, P., S. Maipas, C. Kotampasi, P. Stamatis & L. Hens. 2016.

Chemical Pesticides and Human Health: the urgent need for a new concept in agriculture.

Front Public Health. https://dx.doi.org/10.3389%2Ffpubh.2016.00148

15. Savopaolo-Soltani, M., N.T. Papadopoulos, P. Milonas & P. Moyal. 2012. Abiotic Factors and Insect Abundance. Psyche a Journal of Entomology. Doi: 10.1155/2012/167420.

(21)

18

Coffee berry borer (Hypothenemus hampei Ferr.) attacks in organic and conventional Arabica coffee plantations

Husni1 Sapdi2 Jauharlina3 Elka Mulyadi4

1, 2, 3, 4

Plant Protection Department, Agriculture Faculty

Syiah Kuala University, Banda Aceh, Indonesia. Email:proteksi.tanaman@unsyiah.ac.id

Key words: Arabica coffee, organic and conventional coffee plantation, Hypothenemus hampei

We have conducted a series of studies on Arabica coffee plantations in Aceh Tengah Regency, Aceh Province, Indonesia to study the effect of organic and conventional coffee plantation systems on the level of attack by coffee berry borer (CBB), Hypothenemus hampei. The results showed that at each observation the level of CBB attacks on coffee plants cultivated organically was lower than those cultivated conventionally. The level of CBB attack on organic and conventional coffee plantations is between 7.9 - 12.1% and 13.2 - 22.2% respectively. From the results of this study it is suspected that in coffee plantations that are cultured organically there are more diverse or more abundant organisms that act as natural enemies, so they can suppress CBB population development. Meanwhile, conventional coffee cultivation is suspected to have decreased the natural enemy population of CBB, because on these lands synthetic pesticides have been used continuously to control various disturbing organisms in coffee plants. The results of this study indicate that organic coffee farming systems have played an important role in maintaining the biodiversity of various organisms in coffee plantations, so that the population development of various coffee plant pests, i.e. CBB can be balanced by the development of their natural enemy population.

Introduction

Coffee berry borer (CCB) is the most dangerous insect pest in coffee plants (Kalshoven, 1981;

Burbano et al., 2011; Messing, 2012; Vijayalakshmi et al., 2013; Aristizabal et al., 2017). The coffee berry borer (CBB), Hypothenemus hampei, is the most significant insect pest of coffee worldwide.

CCB (Hypothenemus hampei) originated in Central Africa, was first discovered in a coffee plantation on the island of Java in 1909 (Kalshoven, 1981). As a result of this pest attack has caused a decrease in the production of coffee beans both in quantity and quality. Due to this pest attack coffee

production can decrease by up to 50% (Indonesia Coffee and Cacao Research Institute, 2006).

Barrera (2008) reports that loss of results due to CCB attacks can reach 30-35%, even in the harvest season can reach 100%.

This pest attack from year to year continues to increase, even these pests are reported to have attacked coffee plants planted at an altitude of 1500 m above sea level. The effects of global warming are thought to have triggered an increase in insect pest attacks on various crops grown in the highlands, including coffee plants. The use of synthetic insecticides to control these pests is not

(22)

19 recommended, because in addition to being

ineffective it can also adversely affect humans and the surrounding environment. Therefore, it is necessary to look for other alternatives to control these pests.

One alternative that is very possible is to empower the natural enemies of CCB pests that are inside the coffee plantation area. These domestic natural enemies can be predators, parasitoid insects, or entomopathogens. These biocontrol agents will be able to suppress the development of pest populations, if supported by good environmental conditions, namely the environment that is free from the contamination of harmful chemical compounds, especially those derived from pesticides. The only system that allows for the preservation of biocontrol agents on agricultural land is the organic farming system. Organic farming system is an agricultural system that does not use harmful chemicals at all, either from pesticides or synthetic fertilizers. Human awareness of the importance of applying organic farming systems is triggered by their awareness of the dangers of synthetic chemical compounds to humans and the environment. Now there are several agricultural commodities that apply organic farming systems, one of which is coffee plants.

One area of organic coffee plantation that is quite extensive is in Aceh Tengah District, Aceh Province, Indonesia. In the area it has been cultivated more than 13,000 Ha of Arabica coffee plants organically (Disbunhut Kabupaten Aceh Tengah, 2015). One reason farmers in this area grow coffee organically is because the selling price of organic coffee beans is much higher than conventional ones. Arabica coffee is the main export commodity from this region. The reason for the higher selling price of organic coffee is because organic coffee is considered safer to consume, especially by consumers abroad.

Organic coffee cultivation is not only economically beneficial, but also ecologically, because the organic farming system does not negatively affect the environment. Conversely, conventional farming systems are thought to have triggered environmental damage, both biotic and abiotic. Quite a lot of research reports on the occurrence of pest explosion cases that occur more often in agricultural areas that are routinely sprayed with pesticides, because of the occurrence of pest resurgence and resistance.

In connection with this, we have conducted a series of observations to see a comparison of the level of CBB pest attacks between Arabica coffee plantations that are managed organically with conventional ones.

Material and Methods

Selection of Research Plot Location

In determining the research plot, the general conditions of the research location and environmental factors, such as the altitude of the sea level, shade plants, and the age of the sample plants are as homogeneous as possible. Therefore, mapping of the area was carried out by measuring the altitude of each research location using GPS. The sampling location was selected for coffee plantations that were managed conventionally and organically at an altitude of 1,100 - 1,300 m above sea level with an area of at least 10 Ha. Generally the coffee plantation area in Aceh Tengah Regency is at this altitude, which is the most ideal condition for the growth of Gayo arabica coffee. The area of each research plot is 1 Ha with a total of 20 sample plants per plots randomly zigzagged, so there are 20 organic and 20 non-organic sample plants respectively.

Observation

The observation period is carried out 3 (three) times, namely before the harvest period, during the harvest and after the harvest, with a number of observations each period of 2 (two) times. To calculate the level of CBB attack from each sample tree 200 pieces of coffee were taken randomly from each sample tree. The level (percentage) of an attack is calculated using the formula:

P: Percentage of infected fruit

a: The amount of sample fruit attacked b: The total number of samples

Results and Discussion

The results showed that in general the percentage of coffee berry attacked by CBB on organic coffee plantations was lower than conventional ones. The level of CBB attack on organic and conventional

(23)

20 coffee plantations is between 7.9 - 12.1% and 13.2 -

22.2% respectively (Fig. 1). In organically managed coffee plantations, it is suspected that there are many organisms that act as biological control agents that

can suppress CBB pest populations, so that the level of CBB attacks is lower than conventional coffee plantations. Research conducted by Hamdi et al.

Fig. 1. Coffee berry borer attack in conventional and organic coffee plantation

(2015) on Arabica coffee plantations in Aceh Tengah Regency, also showed that the level of diversity of various species of Hymenoptera parasitoid was much higher in coffee plantations that were managed organically than coffee plantations that were managed inorganically. Individual abundance, number of families and higher wealth of Hymenoptera species are found in coffee cultivation practices organically compared to conventional coffee plantations. The composition of Hymenoptera parasitoid in coffee plantations that are managed organically consists of 13 families, while in coffee gardens conventionally managed only consists of 7 families (Hamdi et al., 2015). Various studies reviewed by related to the influence of organic and conventional farming systems on insect populations. The results of the review show that in organic farmland species richness and abundance of insect populations are higher compared to conventional agricultural land (Montanez and Suarez, 2014). The research conducted by Chau and Heong (2005) on rice plants also shows that organically grown rice plants have a lower rate of pest and disease attack than rice plants grown

conventionally, and their productivity was not significantly different from those planted conventionally.

. In our preliminary experiments also shows that in coffee plantations that are managed organically the level of diversity and number of Arthropod species that act as predators and parasitoids is much higher than conventional coffee plantations (Husni et al., Unpublished). This indicates that the application of various synthetic pesticides in conventional coffee plantations has a negative impact on Arthropods which acts as a natural enemy in coffee plants. Quite a lot of broad spectrum pesticides such as organophospate have disrupted the existence of various beneficial species, such as natural enemies and have also caused secondary pest outbreaks (Hill et al., 2017). In our previous study (Husni et al., Unpublished) we found a parasitoid species that was once released in a coffee plantation in Aceh Tengah Regency, namely Phoropo nasuta (Hymenoptera:

Bethylidae). This parasitoid was released by the Aceh Tengah Regency Plantation and Forestry Service (Disbunhut Aceh Tengah) several years ago to control CBB pests. It is suspected that the 0

5 10 15 20 25

I II III IV V

CBB Attack (%)

Observation

Conventional Coffee Plantation Organic Coffee Plantation

(24)

21 presence of this parasitoid in coffee plantations in

Aceh Tengah Regency has helped suppress CBB pest population. Of course, further research is needed to find the most potential domestic natural enemies to control this CBB pest. The results of this study have also been able to answer the benefits of organic coffee cultivation, which is in addition to ensuring the avoidance of coffee beans from the contamination of harmful chemical compounds, is also able to reduce the level of CBB pest attacks.

References

Abrol, D.P. and U. Shankar. 2014. Pesticide, Food Safety and Pest Management. ResearchGate.

https://www.researchgate.net/publication/269338615.

Aristizabal, L.F., M. Johnson, S. Shriner, R.

Hollingsworth, N.C. Manoukis, R. Myers, P. Bayman, and S.P. Arthurs. 2017. Integrated Pest Management of Coffee Berry Borer in Hawaii and Puerto Rico: Current Status and Prospects. Insects.

http://dx.doi.org/10.3390/insects8040123.

Burbano, E., M. Wright, D.E. Bright, and F.E. Vaga. 2011.

New Record for the Coffee Berry Borer, Hypothenemus hampei, in Hawaii. Insect Sciences. 11(1).

https://doi.org/10.1673/031.011.11701.

Chau, L.M. and K.L. Heong. 2005. Effect of Organic Fertilizers on Insect Pest and Diseases of Rice.

Ommonrice. 13;26-33.

Disbunhut Kab.Aceh Tengah. 2015. Data perkembangan luas areal dan produksi tanaman tahunan dan semusim komoditi perkebunan 7 tahun terakhir (2009-2015) Kabupaten Aceh Tengah. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Aceh Tengah.

Hill, M.P., S. Macfadyen, and M.A. Nash. 2017. Broad Spectrum Pesticides Application Alters Natural Enemy

Communities and May Facilitate Secondary Pest

Outbreaks. PeerJ.

https://dx.doi.org/10.7717/peerj.4179.

Hamdi, S., Sapdi, and Husni. 2015. Komposisi dan Struktur Komunitas Parasitoid Hymenoptera antara Kebun Kopi yang Dikelola Secara Organik dan Konvensional di Kabupaten Aceh Tengah. Floratek. 10 (2).

Hu, R., X. Huang, J. Huang, Y. Li, C. Zhang, Y. Yin, Z.

Chen, Y. Jin, J. Cai, and F. Cui. 2015. Long- And Short-Term Health Effect on Pesticide Exposure: A Cohort Study from China. PLoS One.

https://dx.doi.org/10.1371%2Fjournal.pone.0128766.

Indonesia Coffee and Cacao Research Institute, 2006.

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia.

P. T. Ichtiar Baru - van Hoeve, Jakarta, 701pp.

Mahmood, I., S.R. Imadi, K. Shazadi, A. Gul, and K.R.

Hakeem. 2015. Effects of Pesticides on Environment.

ResearchGate.

https://www.researchgate.net/publication286042190.

Messing, R.H. 2012. The Coffee Berry Borer Invades Hawaii: Preliminary Investigations on Trap Response and Alternate Hosts. Insects. 3(3): 440-453.

http://dx.doi.org/10.3390/insects3030640.

Montanez, M.N. and A.A. Suares 2014 Impact of Organic Crop on the Diversity of Insects: A Review of Recent Research. Revista Colombiana de Entomologia. 40 131-142.

Nicolopoulou-Stamati, P., S. Maipas, C. Kotampasi, P.

Stamatis, and L. Hens. 2016. Chemical Pesticides and Human Health: the Urgent Need for A New Concept in Agriculture. Front Public Health.

https://dx.doi.org/10.3389%2Ffpubh.2016.00148 Vijayalakshmi, C.K., K. Tintumol, and U. Saibu. 2013.

Coffee Berry Borer, Hypothenemus hampei (Ferrarri):

A Review. Int. J. Innovative Research and Development. 2(13): 358-361. www.ijird.com.

Zacharia, J.T. 2011. Ecological Effects of Pesticides.

Pesticide in Modern World Risks and Benefits (Stoydcheva, M. Edt.). InTech. www.intechopen.com.

(25)

Catatan:

Bertemu dengan tokoh masyarakat

Catatan :

Pemasangan label pada pohon sampel

Catatan :

Pengamatan serangan hama kopi Periode I

Catatan:

Pengamatan serangan hama kopi Periode II

(26)

Catatan:

Pengamatan serangan hama kopi Periode III

Catatan:

Pengamatan serangan hama kopi Periode IV

(27)

Catatan:

Pengamatan serangan hama kopi Periode V

Catatan:

Pengamatan serangan hama kopi Periode VI

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa metode kecerdasan kinestetis dalam upaya perbaikan teknik pernapasan dan

Berdasarkan sejarah, Sekolah Menengah Kejuruan Nahdlatul Ulama‟ 1 Karanggeneng Lamongan ini merupakan salah satu sekolah yang terkenal di daerah Lamongan area tengah lebih

Pelaksanaan penelitian ini didasari oleh pembelajaran yang masih berpola teacher center sehingga berpengaruh pada rendahnya aktivitas dan perolehan nilai siswa kelas IV di SDN

Penelitian dilaksanakan pada April hingga Oktober 2012 dengan mengambil tanaman terinfeksi bulai dari Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa

[r]

Pada dasarnya pembelajaran IPS berupaya mengembangkan kesadaran siswa dalam berhubungan dengan orang lain disekitarnya. Siswa diharapkan mampu memahami kondisi sosial

Atas limpahan nikmat serta kasih sayang dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala akhirnya penulis dapat menyelesaikan kaya tulis ini dengan tepat waktu, dengan judul:

Sementara itu, perubahan indeks harga yang dibayar petani (Ib) yang mengalami kenaikan sebesar 1 ,1 5 persen diakibatkan oleh naiknya indeks subkelompok konsumsi