8 BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang digunakan pada penelitian di kelas I SDN Polobogo 02 kecamatann Getasan diantaranya pengertian pembelajaran bahasa Indonesia di SD yang mencakup tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dan kompetensi pembelajaran bahasa Indonesia menurut Permendiknas. Selain itu juga akan dijelaskan juga tentang pengertian pembelajaran kooperatif yang memuat tentang langkah-langkah pembelajaran kooperatif dan dilanjutkan dengan pengertian model take and give dan sintak dari model take and give. Setelah itu akan dibahas mengenai teori media pembelajaran dengan menggunakan flash card, dan hasil belajar yang mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar.
2.1.1. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
Ahmad Susanto (2013:242-245), menyatakan pembelajaran bahasa Indonesia, terutama di sekolah dasar tidak akan lepas dari empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Menurut Permendiknas Nomor 20 tahun 2006 pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Demikaian halnya Sehata Tugiman (dalam Mohamad Syarif Sumantri, 2006) pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan. Sedangkan menurut Akhadiah (dalam Andri W dan Ahmad S.R ,1991:1) pembelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu materi pembelajaran yang sangat penting di sekolah. Dalam permendikbud mata pelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
(1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis; (2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara; (3) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan; (4)Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial; (5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; (6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indoesia.
Menurut Santoso (dalam Rita Kurnia, 2007: 3-19) pembelajaran membaca di sekolah dasar terdiri atas dua bagian yakni membaca permulaan yang dilaksanakan di kelas I dan II. Melalui membaca permulaan ini, diharapkan siswa mampu mengenal huruf, suku kata, kata, kalimat dan mampu membaca dalam berbagai konteks. Sedangkan membaca lanjut dilaksanakan dikelas tinggi atau dikelas III, IV, V dan VI. Sama halnya Darmiyati dan Budiasih (dalam Rita Kurnia, 2001: 57) pembelajaran membaca di kelas I dan kelas II merupakan pembelajaran membaca tahap awal. Kemampuan membaca diperoleh siswa di kelas I dan kelas II tersebut akan menjadi dasar pembelajaran membaca di kelas berikutnya. Sedangkan Andayani (2015) membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal.
Dalam Permendiknas standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia ini diharapkan sebagai berikut:
1. Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
2. Guru dapat menciptakan sumber belajar dengan lebih kereatif dalam pengembangan kompetensi bahasa peserta didik.
3. Guru lebih mandiri dalam menciptakan suasana belajar seseuai kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya.
4. Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program dalam upaya mengembangkan potensi anak.
5. Sekolah dapat menyusun program pendidikan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia.
6. Daerah dapat menentukan sumber belajar sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dalam memperhatikan kepentingan nasional.
Sesuai dengan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari pembelajaran bahasa Indonesia di SD mengacu pada kecakapan untuk menguasai alfabetik yang harus dikuasai pembaca yang berada dalam tahap membaca permulaan. Membaca permulaan juga merupakan suatu proses kognitif. Proses keterampilan yang menunjuk pada pengenalan huruf untuk memahami suatu kata atau kalimat.
2.1.2 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif menurut Suprijono (2010:54) adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkoan oleh guru. Belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok Sugandi (2002: 14). Lain halnya Slavin (2007), pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok.
Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam suatu kelompok kecil untuk saling berinteraksi Nurulhayati dalam Sugandi, 2002:25). Demikian Abdulhak (dalam Miftahul Huda, 2001:19-20) menjelaskan bahwa “pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui proses diskusi antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama diantara peserta belajar itu sendiri.” Pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Pembelajaran kooperatif adalah upaya yang dilakukan oleh seorang pendidik untuk membelajarkan peserta didik
melalui jalinan kerjasama/ gotong royong antar berbagai komponen, baik kerja sama antar sesama peserta didik (belajar secara berkelompok di kelas), kerjasama dengan pihak sekolah (tenaga kependidikan yang ada di sekolah/ madrasah), kerja sama dengan anggota keluarga, kerja sama dengan masyarakat (tokoh masyarakat, organisasi sosial kemasyarakatan, para ulama dan lainnya) Fatah Yasin (dalam miftahul Huda, 2008: 176-177). Beberapa ahli menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu peserta didik memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuh kemampuan berpikir kritis, bekerjasama, dan membantu teman. Dalam pembelajaran kooperatif, peserta didik terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi peserta didik untuk meningkatkan prestasi belajarnya (Isjoni, 2010:18).
Melihat beberapa pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa, pembelajaran kooperatif merupakan Sistem pembelajaran gotong royong atau pembelajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. pembelajaran yang didasari oleh adanya kerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran serta setiap siswa bertanggung jawab atas kelompoknya dan menuntut siswa untuk aktif mengikuti kegiatan pembelajaran.
Agus Suprijono (dalam Miftahul Huda, 2009) memaparkan sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari enam fase sebagai berikut:
Tabel 2.1
Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Sintaks Pembelajaran
Kooperatif
Perilaku
Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa dalam pelajaran yang ingin dicapai.
Fase 2 Menyampaikan informasi kepada siswa lewat bahan bacaan.
Fase 3
Mengelompokkan siswa ke dalam kelompok- kelompok belajar menjelaskan bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase 5
Mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6 Memberikan penghargaan baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
2.1.3 Model Take and Give
Maftahul Huda (2013:241) istilah take and give sering diartikan “memberi dan menerima”. Prinsip ini juga menjadi intisari dari model pembelajaran take and give.
Sedangkan menurut Siti Amaliah (dalam W Gulo, 2011: 6) take and give merupakan model yang memiliki tujuan untuk membangun proses pembelajaran yang dinamis, penuh semangat, dan antusiasme yang penuh dari peserta didik, serta dapat memberikan keleluasaan siswa untuk mengekpresikan dirinya dan berinteraksi secara baik terhadap teman-temannya, siswa juga di tantang untuk lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung, dan juga melatih siswa untuk bekerja sama sehinggga pada akhirnya siswa dapat menghargai kemampuan orang lain. Sementara menurut Slavin (dalam W Gulo, 1997:269) take and give pada dasarnya mengacu pada konstruktivisme, yaitu pembelajaran yang dapat membuat siswa itu sendiri aktif dan
membangun pengetahuan yang akan menjadi miliknya. Demikian halnya Suyatno (2009:58) Take and give mempunyai arti menerima dan memberi, maksud take and give dalam model ini adalah dimana siswa menerima dan memberi pelajaran pada siswa yang lainnya. Mengajar teman sebaya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari sesuatu yang baik pada waktu yang sama saat ia menjadi narasumber bagi yang lain. Adapun menurut Hanafiah dan Suhana (dalam Agus Wibowo, 2012:56) take and give bertujuan agar peserta didik saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangannya dalam waktu singkat. Lain halnya menurut Diah Widyatun (dalam Agus Wibowo, 2012) take and give merupakan model yang memiliki sintaks, menuntut siswa mampu memahami materi pembelajaran yang diberikan guru dan teman sebayanya. Adapun menurut Maftahul Huda (2013:242) take and give merupakan strategi pembelajaran yang didukung oleh penyajian data yang diawali dengan pemberian kartu kepada siswa.
Sesuai pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa, model take and give merupakan proses pembelajaran yang menuntut siswa untuk lebih aktif dan saling membagi informasi yang tidak diketahui temannya dalam proses belajar mengajar.
Selain itu juga model ini memiliki sintak yang menggunakan media kartu, sehingga membuat siswa lebih semangat dengan kartu-kartu yang bervariasi tersebut.
2.1.4 Media Pembelajaran
Nandang Kosasih dan Dede Sumarta (2013:215) tujuan proses belajar- mengajar dapat dicapai dengan baik ditunjang oleh berbagai faktor, antara lain media pendidikan, media merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan pengajaran karena ia membantu siswa dan guru menyampaikan materi pelajaran sehubungan dengan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan dalam perencanaan pengajaran. Sedangkan Briggs (dalam Rita Kurnia, 2009:222) berpendapat bahwa media merupakan alat untuk memberi perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar. Demikian menurut Gagne (dalam Rita Kurnia, 2009) media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.
Lain halnya menurut Heinich (dalam Nandang Kosasih dan Dede Sumarta, 1993)
media merupakan alat saluran komunikasi. Sementara menurut Miarso (dalam Syaiful B.D dan Aswan Zain, 1989) media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk belajar. Media pembelajaran merupakan teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran Schramm (dalam daryanto, 1892). Media pembelajaran selalu terdiri atas dua unsur penting, yaitu unsur peralatan dan unsur pesan yang dibawanya Rudi susilana dan Cepi Riyana dalam Daryaanto (2009).
Melihat berbagai pendapat diatas disimpulkan, bahwa (a) media pembelajaran merupakan wadah dan pesan, (b) materi yang ingin disampaikan adalah media pembelajaran, (c) tujuan yang ingin dicapai adalah proses pembelajaran.
2.1.5 Flash Card
Flash card di sini dipahami sebagai media (alat) dalam pengajaran, yang mana melaluinya simulasi dari inti pengajaran disampaikan baik secara deskriptif maupun demonstratif, yang tentunya ini menandaskan pada fungsinya sebagai penyampai pesan Gagne (dalam Rita Kurnia, 2009:222). Menurut Rose dan Roe (dalam Sri Wahyuni (1990), flash card tersebut digunakan sebagai media dalam permainan menemukan kata. Siswa diajak bermain dengan menyusun huruf-huruf menjadi sebuah kata yang berdasarkan teka-teki atau soal-soal yang dibuat oleh guru. Titik berat latihan menyusun huruf ini adalah keterampilan mengeja suatu kata. Sedangkan Cucu Zakariyya (dalam Eviline Siregar, 2010) mengatakan bahwa flash card adalah abjad-abjad yang dituliskan pada potongan-potongan suatu media (kertas, karton, triplek).
Sesuai pendapat di atas penulis mengintegrasikan model take and give dengan media kartu dalam kegiatan pembelajaran. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut.
1. Guru mempersiapkan kartu huruf sebanyak 26 kartu yang terdiri dari A sampai Z . 2. Guru menyusun bangku menjadi huruf U.
3. Guru menjelaskan kegiatan – kegiatan yang akan dilakukan siswa pada kartu huruf tersebut.
4. Satu siswa mewakili satu huruf, masing – masing berjumlah lima kartu.
5. Siswa disuruh mencari pasangan untuk membentuk kata sesuai gambar yang ditempel di papan tulis.
6. Kegiatan dilakukan sampai semua siswa berhasil menyusun kata.
7. Penulis secara spontan menyuruh siswa menyusun huruf menjadi sebuah kata yang telah diucapkan oleh penulis.
8. Untuk mengetahui kemampuan siswa, penulis menyuruh siswa untuk menempel kartu huruf tersebut secara berurutan dipapan tulis, tetapi secara acak penulis menunjukan kartu tersebut untuk mengetahui apakah siswa benar – benar sudah mengetahui huruf tersebut. Setelah itu siswa dibagi kedalam kelompok untuk mengerjakan soal yang telah disiapkan oleh guru.
9. Penulis menutup pembelajaran
Membaca permulaan yang menjadi acuan adalah yang merupakan proses recoding dan decoding. Melalui proses recoding, pembaca mengasosiasikan gambar- gambar bunyi beserta kombinasi dan bunyi-bunyinya. Dengan proses ini, rangkaian tulisan yang dibaca menjelma menjadi rangkaian bunyi bahasa dan kombinasi kata, kelompok kata, dan kalimat yang bermakna, sedangkan proses decoding, gambar- gambar bunyi dan kombinasinya diidentifikasi, diuraikan, kemudian diberi makna.
Berdasarkan pemahaman atas klasifikasi media kartu huruf tersebut, penulis menyimpulkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, guru dapat melakukan simulasi pembelajaran dengan menggunakan kartu berseri flash card. Kartu tersebut berupa kartu bergambar, kartu huruf, kartu kata dan kartu kalimat. Dalam pembelajaran membaca permulaan guru dapat menggunakan sintak take and give dengan menggunakan kartu – kartu huruf, kartu huruf tersebut digunakan sebagai media dalam permainan menemukan kata. Siswa diajak menyusun huruf – huruf menjadi sebuah kata yang di bagi kepada setiap siswa.
2.1.6 Hasil Belajar
Menurut Ahmad Susanto (2003:5) hasil belajar yaitu perubahan – perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Nana Sudjana, 1999) hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesainya bahan pelajaran. Lain halnya Oemar Hamalik (dalam Rusman, 2006) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hasil belajar adalah kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi .
Secara sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh sesuatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar.
Anak yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan – tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional.
Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar:
Menurut teori gestalt, hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu sendiri dan lingkungannya. Pertama, siswa; dalam arti kemampuan berpikir atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan siswa, baik jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru, kereativitas
guru, sumber – sumber belajar, metode serta dukungan lingkungan, keluarga, dan lingkungan. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Wasliman (dalam Oemar Hamalik, 2007:158), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi anatara berbagai faktor yang memengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal. Secara perinci, uraian mengenai faktor internal dan eksternal, sebagai berikut:
1. Faktor internal; merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang memengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi:
kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.
2. Faktor eksternal; faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
Selanjutnya, dikemukakan oleh Wasliman (dalam Nana Sudjana, 2007:159) bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar siswa.
Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah, maka semakin tinggi pula hasil belajar siswa. Sebagaimana dikemukakan oleh Wina Sanjaya (dalam Nana Sudjana, 2006:50), bahwa guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Berdasarkan pendapat ini dapat ditegaskan bahwa salah satu faktor eksternal yang sangat berperan memengaruhi hasil belajar siswa adalah guru.
Sesuai dengan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.
Sesuai dengan uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa terdapat berbagai masalah kegiatan pembelajaran yang mempengaruhi hasil belajar siswa, dengan
melihat permasalahan tersebut penulis akan menggunakan model pembelajaran kooperatif model take and give berbantuan media flash card.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang sejenis dengan penelitian ini sebelumnya telah dilaksanakan oleh Sri Mawarti (2012) “Peningkatan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Dalam Membaca Suku Kata, Kata – Kata, dan Kalimat Sederhana Dengan Menggunakan Media Kartu Kata Pada Kelas I SDN Tambahrejo 03 Bandar Semester 1 Tahun Ajaran 2011/2012”. Dari hasil pra siklus anak yang tuntas hanya 31,82% setelah diadakan penelitian tindakan kelas naik menjadi 80%. Oleh Wahyu Widi Astuti (2012) “Peningkatan Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Media Benda Kongret dan Peraga Kartu Huruf pada Siswa Kelas I SDN Kebolampang Kecamatan Winong Kabupaten Pati Semester I Tahun 2011/2012”. Dari membaca permulaan siswa pada kondisi awal adalah 59. Setelah diberikan tindakan perbaiakkan pada siklus I, meningkat menjadi 72. Ketuntasan secara klasikal tercatat 63%. Penelitian dilanjut pada siklus II. Hasil tes keterampilan membaca permualaan siswa pada siklus II sebesar 78. Jadi , nilai tes keterampialan membaca permulaan siswa siklus II telah mencapai batas tuntas yang telah ditetapkan dengan tingkat ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 86%. Oleh Dasilah (2011) “upaya meningkatkan hasil belajar membaca dan menulis dengan menggunakan media kartu huruf dalam metode sas pada siswa kelas I SD Negeri 1 Kedungrejo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Gerobongan Tahun 2011/2012” pada kondisi awal hanya 15 siswa atau 41%. pada siklus 1 telah terjadi peningkatan jumlah siswa yang mencapai KKM menjadi 24 siswa atau sebesar 65%. sedangkan pada siklus 2 jumlah siswa yang telah mencapai KKM 36 siswa atau 97%. Penelitian tindakan kelas yang dilakukan sebanyak dua siklus diperoleh hasil bahwa rerata hasil observasi terhadap aktivitas siswa pada siklus I sebesar 75 % pada siklus II meningkat menjadi sebesar 88%. Rerata tes keterampilan membaca permulaan siswa pada kondisi awal 59 tingkat ketuntasan klasikal 45%. Pada siklus I nilai rerata 72 tingkat ketuntasan klasikal 63%. Pada siklus II, nilai rerata 78, tingkat ketuntasan klasikal 86%.
Penelitian diatas membuktikan bahwa media kartu huruf dapat membantu proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar membaca permulaan.
Mengacu pada penelitian terdahulu, maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan menggunakan media kartu huruf. Meskipun demikian, terdapat beberapa perbedaan antara penelitian yang dilakukan kali ini dari penelitian-penelitian terdahulu.
Perbedaan tersebut pertama model pembelajaran yang digunakan oleh penulis.
Artinya bahwa dengan menggunakan model take and give, penulis menduga dapat meningkatkan kemampuan membaca yang berimplikasi pada hasil belajar siswa.
Kedua, subyek penelitian. Pada penelitian terdahulu subyek penelitiannya adalah sekolah yang berbeda. Penulis berasumsi bahwa perbedaan subyek didik, merupakan faktor lain yang akan mempengaruhi kemampuan membaca siswa. Situasi sekolah yang berbeda, fasilitas yang berbeda, tantangan masyarakat yang berbeda, demikian pula pola asuh orang tua. Karena itu, dengan memilih subyek penelitian yaitu siswa kelas I SDN Polobogo 02 Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang, penulis bermaksud dengan menerapkan model take and give dapat meningkatkan hasil belajar membaca siswa dengan menggunakan media flash card memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil belajar siswa, melatih siswa dalam mengenal huruf, dan mengeja, sehingga dengan menggunakan flash card kegiatan pembelajaran lebih efektif.
2.3 Kerangka Pikir
Keberhasilan proses pembelajaran juga didukung oleh penggunaan metode pembelajaran yang tepat, sesuai mata pelajaran, materi dan kondisi siswa secara keseluruhan, selain oleh kemampuan siswa itu sendiri. Salah satu wujud pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa adalah dengan model pembelajaran take and give melalui media flash card. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, bahasa merupakan pembelajaran pokok manusia untuk berinteraksi dengan baik dengan manusia lainnya oleh karena itu saya memilih model take and give melalui media flash card supaya siswa lebih mudah untuk menggabungkan huruf menjadi sebuah kata.
Gambar 2.2 Kerangka Pikir
Bagan diatas menunjukan bahwa dari kondisi awal guru belum menerapkan model take and give melalui media flash card. Sedangkan tindakannya guru akan melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif melalui model take and give melalui media flash card. Model ini adalah suatu model pembelajaran kooperatif dengan belajar kelompok untuk saling bertukar pengetahuan,
Kondisi awal
Tindakan
Kondisi akhir
Guru
Guru belum menerapkan model take and give melalui media flash card
Siswa Kemampuan membaca dalam pembelajaran bahasaIndonesia masih rendah Guru
Menerapkan model take and give melalui media flash card dalam
pembelajaran
Siklus I
Menerapkan model take and give melalui media flash card didukung dengan kerja kelompok
Diduga dengan menerapkan model take and give melalui media flash card dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa kelas I SDN Polobogo 02 kecamatan Getasan kab. Semarang semester 1 Th. pelajaran 2016/2017
Siklus II Menerapkan model take and give melalui media flash card dengan melakukan
perbaikan di siklus I, maka dibagi kedalam kerja kelompok yang lebih kecil.
saling ketergantungan antara teman satu dengan teman yang lainnya, dalam menerima suatu materi ataupun kartu yang berbeda dan setiap siswa harus bertanggung jawab untuk dapat menyampaikan materi yang dipelajarinya kepada orang lain. Dari siklus I dapat dijelaskan bahwa guru akan membentuk siswa kedalam 4 kelompok 1 kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, setiap kelompok mendapat tugas untuk menyusun huruf sesuai gambar, sedangkan siklus II dijelaskan bahwa dengan melihat hasil dari siklus I guru akan membagi siswa kedalam kelompok kecil yang terdiri dari 2 orang.
Sehingga, dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model take and give melalui media flash card diduga dapat meningkatkan kemampuan membaca dan hasil belajar siswa karena siswa dapat lebih aktif serta lebih mudah memahami materi pembelajaran.
2.4 Hipotesis Tindakan
Tindakan kerangka pikir diatas telah dikemukakan, bahwa hipotesis dengan menggunakan penerapan model take and give melalui media flash card sebagai berikut.
1. Pembelajaran bahasa Indonesia dengan menerapkan model take and give melalui media flash card dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia siswa dalam kegiatan pembelajaran.
2. Pembelajaran bahasa Indonesia dengan menerapkan model take and give melalui media flash card dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa kelas I SDN Polobogo 02.
3. Pembelajaran bahasa Indonesia melalui media flash card dapat meningkatkan suasana kelas yang menyenangkan, sehingga melalui kelas yang aktif dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas I SDN Polobogo 02.