• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERHITUNGAN BEBAN PENCEMARAN DARI PARAMETER TOTAL SUSPENDED SOLID

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERHITUNGAN BEBAN PENCEMARAN DARI PARAMETER TOTAL SUSPENDED SOLID"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

PERHITUNGAN BEBAN PENCEMARAN DARI PARAMETER TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN TOTAL COLIFORM SERTA

PENGARUH PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI PERCUT

TUGAS AKHIR

Oleh

ANNISYA MAYA SARI SIREGAR 140407011

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

Dr. Amir Husin, S.T, M.T. Ivan Indrawan, S.T., M.T.

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

TA/TL-USU/2019/102

(2)

PERHITUNGAN BEBAN PENCEMARAN DARI PARAMETER TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN TOTAL COLIFORM SERTA

PENGARUH PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI PERCUT

TUGAS AKHIR

Oleh

ANNISYA MAYA SARI SIREGAR 140407011

TUGAS AKHIR INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, serta dukungan dari berbagai pihak, maka penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Perhitungan Beban Pencemaran dari Parameter Total Suspended Solid (TSS) dan Total Coliform serta Pengaruh Perilaku Masyarakat Terhadap Kualitas Air Sungai Percut”. Penyelesaian laporan Tugas Akhir ini merupakan suatu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana I Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, penulis menerima bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Maka pada kesempatan ini, penulis sampaikankan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Amir Husin, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Ivan Indrawan, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dari mulai penentuan judul hingga selesainya Tugas Akhir ini.

2. Ibu Ir. Netti Herlina, M.T., selaku Dosen Penguji I dan Ibu Ir. Lies Setyowati, M.T., selaku Dosen Penguji II, yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Ibu Ir. Netti Herlina, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Isra Suryati, S.T., M. Si., selaku Koordinator Tugas Akhir yang telah memberikan arahan dan membantu proses penyelesaian administrasi terkait Tugas Akhir dari awal hingga akhir.

5. Bapak Muhammad Faisal, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahannya.

6. Seluruh Dosen/Staf Pengajar Teknik Lingkungan USU yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis sejak awal memasuki bangku perkuliahan di Teknik Lingkungan.

7. Seluruh Staf Administrasi/Tata Usaha Teknik Lingkungan USU yang banyak membantu penulis dalam proses penyelesaian administrasi terkait Tugas Akhir dari awal hingga akhir.

(6)

8. Ayah saya Drs. H. Soritua Siregar, ST., MMA., QIA., dan Ibu saya Hj. Masdiani S., yang telah mengasuh, mendidik, memberi bantuan baik doa restu, materil, dan semangatnya untuk penulis sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.

9. Abang saya Risat Muda Pandasoran, S.Kom., dan Kakak saya Astrid Febrina Ramadhani Siregar, S.Kom., yang telah memberi bantuan, doa, dan semangatnya untuk penyelesaian Tugas Akhir ini.

10. Teman-teman seangkatan Jurusan Teknik Lingkungan USU stambuk 2014 yang sama-sama berjuang dan saling memberi semangatnya hingga penyelesaian Tugas Akhir masing-masing.

11. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam mendukung dan membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Disini penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Akhir ini belumlah sempurna, baik dari segi isi, bahasa, cara penyusunannya, serta dari segi teori dan analisisnya. Maka dari itu penulis sebagai peneliti bersedia menerima kritikan dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Medan, Januari 2019 Penulis,

Annisya Maya Sari Siregar

(7)

ABSTRAK

Sungai Percut merupakan salah satu sungai di Sumatera Utara yang digunakan sebagai sumber air baku instalasi pengolahan air PDAM Tirtanadi, irigasi, serta keperluan manusia sehari-hari.

Hulu Sungai Percut berada di Tanah Karo melintasi Kabupaten Deli Serdang dan hilirnya terletak di Bagan Percut, sehingga kualitas airnya dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan kegiatan disekitarnya. Saat ini belum ada informasi mengenai beban pencemar terhadap Sungai Percut. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini pada minggu ketiga bulan Agustus tahun 2018 dengan tujuan untuk menghitung beban pencemar (TSS dan Total Coliform) serta mengetahui pengaruh perilaku masyarakat terhadap kualitas air Sungai Percut. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa untuk parameter TSS memiliki beban pencemar tertinggi pada Titik 2 (6.413,90 kg/hari) dan terendah pada Titik 1 (3.893,18 kg/hari), sedangkan untuk parameter Total Coliform memiliki beban pencemar tertinggi pada Titik 1 (4,06 x 1012 jumlah/hari) dan terendah pada Titik 2 (2,90 x 1011 jumlah/hari). Perilaku masyarakat Kecamatan Medan Denai mempengaruhi kualitas air Sungai Percut, hal ini diketahui dari hasil kuesioner bahwa sebanyak 62% responden mengalirkan limbah cair rumah tangga ke sungai, 41% responden membuang sampah ke sungai, 13% responden mencuci di sungai, 13%

responden melakukan kegiatan mandi, buang air besar dan buang air kecil di sungai, 16%

responden membuang pestisida ke sungai, 30% responden membuang hewan yang mati ke sungai, 18% responden membuang limbah hewan ke sungai, 36% responden mengalirkan limbah tinja langsung ke sungai, dan diketahui pula bahwa 11% responden masih menggunakan air Sungai Percut sebagai sumber air bersih.

Kata kunci: beban pencemar, perilaku masyarakat, Sungai Percut

(8)

ABSTRACT

Percut river is one of the rivers in North Sumatera which is used as a raw water for the PDAM Tirtanadi water treatment plant, irrigations, and everyday human needs. The upstream of Percut River is in Tanah Karo passes through Kabupaten Deli Serdang and the downstream is in Bagan Percut, so the water quality of Percut River is affected by human behaviors and activities around it. There’s no information about the pollutant load on Percut River before.

Having this condition, this research was conducted in third week of August 2018 to calculating the pollutant loads (TSS and Total Coliform) and knowing the affect of human behaviors on water quality of Percut River. The result showed that TSS has the highest pollutant load at Point 2 (6.413,90 kg/day) and the lowest at Point 1 (3.893,18 kg/day), while Total Coliform has the highest pollutant load at Point 1 (4,06 x 1012 number/day) and the lowest at Point 2 (2,90 x 1011 number/day). The human behaviors in Kecamatan Medan Denai are affected the water quality of Percut River, it’s known from the results of the questionnaire that 62% of respondents flow their household wastewater into the river, 41% of respondents throw their garbage into the river, 13% of respondents wash in the river, 13% of respondents do bathing, defecating and urinating in the river, 16% of respondents throw pesticides into the river, 30% of respondents dispose of dead animals into the river, 18% of respondents throw animal waste into the river, 36% of respondents flow feces directly into the river, and 11% of respondents still use water from the Percut River as a clean water source.

Keywords: pollutant load, human behavior, Percut River

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR RUMUS ix

BAB I PENDAHULUAN I-1

1.1 Latar Belakang I-1

1.2 Rumusan Masalah I-9

1.3 Tujuan Penelitian I-9

1.4 Ruang Lingkup I-9

1.5 Manfaat Penelitian I-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sungai II-1

2.1.1 Pengertian Sungai II-1

2.1.2 Fungsi Sungai II-1

2.1.3 Jenis Sungai II-2

2.2 Debit Aliran II-3

2.3 Air II-4

2.4 Kualitas Air II-5

2.5 Kriteria Baku Mutu Air II-6

2.6 Pencemaran Air II-7

2.7 Beban Pencemaran Air II-8

2.8 Daya Tampung Beban Pencemaran Air II-8

2.9 Total Suspended Solid (TSS) II-9

2.10 Total Coliform II-9

2.11 Perilaku Masyarakat II-10

2.12 Kuesioner II-11

BAB III MEDOTE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian III-1

3.2 Prosedur Pelaksanaan III-3

(10)

3.3 Metode Penelitian III-3

3.4 Alat dan Bahan III-4

3.5 Diagram Alir Penelitian III-5

3.6 Pengumpulan Data III-6

3.7 Analisis Data III-8

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Lokasi Penelitian dan Data Hidrolis Sungai Percut IV-1

4.2 Aktivitas di Kecamatan Medan Denai IV-4

4.2.1 Titik 1 IV-4

4.2.2 Titik 2 IV-4

4.2.3 Titik 3 IV-4

4.2.4 Titik 4 IV-5

4.3 Kualitas Air Sungai Percut IV-5

4.3.1 pH IV-5

4.3.2 Temperatur IV-6

4.3.3 Dissolved Oxygen (DO) IV-7

4.3.4 Total Suspended Solid (TSS) IV-9

4.3.5 Total Coliform IV-10

4.4 Beban Pencemar IV-12

4.4.1 Beban Pencemar Total Suspended Solid (TSS) IV-12

4.4.2 Beban Pencemar Total Coliform IV-15

4.5 Hasil Kuisioner IV-18

4.4.1 Umum IV-19

4.4.2 Perilaku Masyarakat IV-22

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan V-1

5.2 Saran V-1

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penelitian Sebelumnya I-4

Tabel 2.1 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas II-5

Tabel 4.1 Data Hidrolis Sungai Percut IV-2

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran DO IV-7

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran TSS IV-9

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Total Coliform IV-10

Tabel 4.5 Beban Pencemar Maksimum TSS IV-13

Tabel 4.6 Beban Pencemar Aktual TSS IV-14

Tabel 4.7 Beban Pencemar Maksimum Total Coliform IV-16

Tabel 4.8 Beban Pencemar Aktual Total Coliform IV-17

Tabel 4.9 Usia Responden IV-19

Tabel 4.10 Jenis Kelamin Responden IV-19

Tabel 4.11 Pendidikan Terakhir Responden IV-20

Tabel 4.12 Pekerjaan Responden IV-20

Tabel 4.13 Pendapatan Responden IV-21

Tabel 4.14 Lama Waktu Tinggal Responden IV-21

Tabel 4.15 Jumlah Jawaban Kuesioner IV-22

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Peta Kecamatan Medan Denai III-1

Gambar 3.2 Lokasi Penelitian dan Aliran Sungai Percut III-2

Gambar 3.3 Sketsa Titik Lokasi Penelitian III-2

Gambar 3.4 Diagram Alir Penelitian III-5

Gambar 4.1 Sketsa Titik Lokasi Penelitian IV-1

Gambar 4.2 Debit Air Sungai Percut IV-3

Gambar 4.3 Grafik Nilai Hasil Uji pH di Sungai Percut IV-6 Gambar 4.4 Grafik Nilai Hasil Uji Temperatur di Sungai Percut IV-6 Gambar 4.5 Grafik Nilai Hasil Uji DO di Sungai Percut IV-8 Gambar 4.6 Grafik Nilai Hasil Uji TSS di Sungai Percut IV-10 Gambar 4.7 Grafik Nilai Hasil Uji Total Coliform di Sungai Percut IV-11

Gambar 4.8 Beban Pencemar TSS di Sungai Percut IV-15

Gambar 4.9 Beban Pencemar Total Coliform di Sungai Percut IV-18

Gambar 4.10 Persentase Jawaban Kuesioner IV-23

(13)

DAFTAR RUMUS

Rumus 2.1 Rumus menghitung debit II-3

Rumus 2.2 Rumus luas penampang II-4

Rumus 2.3 Rumus kecepatan aliran II-4

Rumus 2.4 Rumus total waktu II-4

Rumus 2.5 Rumus BPM II-8

Rumus 2.6 Rumus BPA II-8

(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sungai adalah sumber air alami berupa aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara) (Syarifuddin, 2000). Salah satu fungsi utama dari sungai adalah sebagai pemasok air dengan kuantitas dan kualitas yang baik (Wahid, 2009). Sungai sebagai sumber air tawar merupakan kebutuhan yang paling penting dalam kehidupan manusia. Pemanfaatan sungai meliputi pemanfaatan untuk rumah tangga, pertanian, sanitasi lingkungan, industri, pariwisata, olahraga, pertahanan, perikanan, pembangkit tenaga listrik, dan transportasi (PP No. 38 tahun 2011 tentang Sungai). Secara umum manusia menggunakan air sungai yang dimanfaatkan untuk keperluan masak dan minum, mencuci, mengairi tanaman, untuk keperluan industri dan lain sebagainya (Wiryono, 2013).

Sungai Percut adalah salah satu sungai di Sumatera Utara yang merupakan sungai lintas kabupaten/kota dengan hulu berpangkal di Tanah Karo melintasi Kabupaten Deli Serdang dan bermuara di Bagan Percut. Dari hasil perhitungan status mutu air pada tahun 2017, Sungai Percut pada titik koordinat 3°37'33.99"U 98°44'35.26"T masih memenuhi baku mutu kelas II berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 (Balai Wilayah Sungai Sumatera II, 2017).

Bagian hulu Sungai Percut digunakan sebagai sumber air baku yaitu pada Waduk Lau Simeme. Sungai Percut juga digunakan sebagai alur pelayaran untuk kegiatan angkutan sungai di Kawasan Perkotaan Mebidangro dalam pengembangan jaringan angkutan sungai dan danau serta angkutan penyeberangan, serta ditetapkan sebagai saluran drainase primer dalam rangka mengurangi genangan air dan mendukung pengendalian banjir, terutama di kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan perdagangan, kawasan perkantoran, kawasan pertanian, dan kawasan pariwisata (PPRI No. 62, 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo).

(15)

Sungai Percut memiliki peranan penting bagi kehidupan masyarakat sekitarnya. Air Sungai Percut digunakan untuk memenuhi kebutuhan irigasi pertanian (bendungan), bahan baku air instalasi pengolahan air (WTP Mini) PDAM Tirtanadi, keperluan mandi cuci kakus (MCK) serta sebagai daerah pendaratan kapal nelayan Percut Sei Tuan. Adapun limbah yang masuk ke sungai Percut seperti limbah industri, limbah domestik, limbah pertanian, serta limbah perikanan menambah jumlah limbah yang masuk ke dalam badan perairan tersebut (Situmorang, 2014).

Kualitas air sungai dipengaruhi oleh kondisi alami sungai maupun kegiatan manusia (Siregar, 2004). Salah satu penyebab terjadinya penurunan kualitas air sungai adalah adanya limbah domestik di dalam air sungai. Salah satu bagian yang paling berbahaya dari limbah domestik adalah mikroorganisme patogen yang terkandung di dalam tinja karena dapat menularkan berbagai macam penyakit apabila masuk kedalam tubuh manusia.

Keanekaragaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu tanda adanya pencemaran.

Kondisi saat ini, banyak air sungai yang tidak dapat digunakan begitu saja baik itu sebagai air baku maupun keperluan lain karena banyak mengandung kotoran yang dibuang manusia seperti limbah rumah tangga, detergen, pestisida, kotoran manusia dan sisa-sisa bahan kimia lain yang dapat mengubah kualitas perairan tersebut (Fathoni, 2016).

Dari hasil pengukuran status mutu air, Sungai Percut dinyatakan kedalam kategori tercemar ringan (Balai Wilayah Sungai Sumatera II, 2017). Menurut Husainy (2014), berdasarkan tingkat kandungan logam berat Pb dalam air, status kualitas air Sungai Percut digolongkan kedalam kelas II sesuai dengan PP RI No 82 Tahun 2001. Logam Pb dalam sedimen berdasarkan baku mutu IACD/CEDA dan kualitas sedimen masih tergolong rendah, belum melebihi baku mutu. Sedangkan menurut Situmorang (2014), kategori kualitas air Sungai Percut sudah sangat buruk berdasarkan Family Biotic Indeks (FBI) pada Desa Bandar Desa Saentis, serta agak buruk pada Desa Pematang Lalang (TPI) dilihat dari komposisi makrozoobentos yang ditemukan di Sungai Percut yang terdiri atas 12 genus.

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam World Bank (1990), bahwa pengelolaan sumber daya alam terutama sumber daya lahan dan air mempunyai peranan penting, terutama

(16)

dalam upaya pemanfaatannya secara berkelanjutan. Kedua sumber daya alam tersebut mudah mengalami degradasi atau penurunan kualitas. Adanya masukan beban cemaran yang dihasilkan kegiatan penduduk di sekitar sampai batas–batas tertentu tidak akan menurunkan kualitas air sungai. Namun apabila beban masukan beban cemaran melebihi standar baku mutu yang sudah ditetapkan akan menimbulkan pencemaran air (Utama, 2012). Sungai yang pemanfaatannya digunakan setiap saat menjadi perhatian penting.

Perlindungan dan pelestarian sumber daya air harus menjadi salah satu prioritas utama manusia (Sulistyorini et al., 2016). Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan di atas, Sungai Percut sebagai sumber air bagi masyarakat disekitarnya menjadi perhatian penting untuk terus dilakukan pengelolaan agar dapat terus berfungsi sesuai peruntukannya, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai kualitas air Sungai Percut untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari perilaku masyarakat sekitar dan beban pencemaran kualitas air Sungai Percut, khususnya untuk parameter Total Suspended Solid (TSS) dan Total Coliform.

Analisis sebelumnya telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti, untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.1.

(17)

Tabel 1.1 Penelitian Sebelumnya

No. Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Nama dan

Tahun

1.

Kajian kualitas Air Sungai Ngringo Karanganyar dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kualitas air dan beban pencemaran sungai yang terjadi dalam upaya pengendalian pencemaran untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas air.

Untuk mengidentifikasi kualitas airnya, metode yang dilakukan dengan

melakukan uji terhadap parameter- parameter pencemaran air, yaitu: suhu, TSS, pH, DO, BOD, COD, N, P, Fe Cr, dan bakteri coliform total. Lalu

dilakukan penentuan status mutu air menggunakan IP yang dibandingkan dengan baku mutu air PP No. 82/2001.

Dari penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa kondisi kualitas air Sungai Ngringo mengalami penurunan kualitas yang

ditunjukkan adanya parameter-parameter yang diuji telah melenbihi baku mutu. Berdasarkan penentuan status mutu air, mengalami penurunan kualitas air dari hulu ke hilir yang ditandai dengan meningkatnya nilai IP dimana kualitas air pada daerah hilir telah tercemar ringan.

Yuliastuti, 2011

2.

Kajian kualitas Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi kualitas air sungai Blukar, menghitung beban pencemaran yang berasal dari aktivitas permukiman, pertanian dan industri, menganalisis kegiatan masyarakat yang menyebabkan penurunan kualitas air sungai serta memberikan rekomendasi strategi pengendalian pencemaran air sungai.

Dilakukan analisis penentuan status mutu air menggunakan metode indeks pencemaran, analisis kegiatan

masyarakat dengan deskriptif kualitatif, serta strategi pengendalian pencemaran dengan AHP.

Hasil analisis kualitas air sungai Blukar menunjukkan parameter BOD di titik 3,4,5,6 dan 7 serta parameter COD di titik 7 telah melebihi baku mutu. Telah terjadi penurunan kualitas air dari hulu ke hilir yang ditandai dengan nilai IP meningkat. Status mutu air sungai Blukar telah tercemar dengan status cemar ringan. Aktivitas permukiman merupakan penyumbang tertinggi beban pencemaran ke sungai Blukar. Aktivitas masyarakat yang menggunakan air sungai Blukar sebagai tempat mandi, cuci dan buang besar, kegiatan pertanian akibat penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan, serta industri yang belum mengolah air limbahnya secara tepat memberikan masukan beban pencemar organik ke sungai Blukar.

Agustiningsih, 2012

3.

Analisis Total Bakteri Coliform di Perairan Muara Kali Wiso Jepara

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui total bakteri coliform serta mengetahui adanya bakteri Escherichia coli.

Dilakukan penentuan titik dan pengambilan sampel air, diuji secara insitu dan di laboratorium. Dilakukan dengan metode MPN (Most Probable Number) dan dianalisis hasil yang diperoleh.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui kepadatan bakteri coliform dan Escherichia coli telah melebihi batas kriteria mutu air yang telah ditetapkan. Keberadaan bakteri patogen ini dapat mempengaruhi biota-biota yang ada di perairan.

Widyaningsih et all, 2016

(18)

Sambungan Tabel 1.1.

No. Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Nama dan

Tahun

4.

Kajian Total Daya Tampung Beban Pencemaran Harian Menggunakan Pemodelan Qual2K untuk Pencemar BOD, TSS, Ammonia, Fosfat dan Nitrat Di Sungai Kampung Bugis, Tarakan

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi daya tampung beban pencemar BOD, TSS, Ammonia, Fosfat dan Nitrat Di Sungai Kampung Bugis, Tarakan

Dilakukan penentuan lokasi dan diukur kadar BOD, TSS, Ammonia, Fosfat dan Nitrat, dilakukan analisis data sekunder.

Dilakukan pemodelan menggunakan Qual2K dalam 2 tahap, lalu dilakukan pendekatan TMDL untukmenghitung ketidakpastian pada pemodelan dengan mengalokasikan beban yang diijinkan.

Dari penelitian ini diketahui bahwa a pola persebaran pencemar untuk masing-masing pencemar di Sungai Kampung Bugis pada setiap ruas dari hulu menuju hilir tidak merata, kecuali pada PO4 dan NO3

Sugharto et all, 2014

5.

Penentuan Daya Tampung Beban Pencemaran BOD Dan Fecal Coliform Sungai Plumbon Kota Semarang dengan Software Qual2E

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi daya tampung beban cemaran BOD dan Fecal Coliform.

Dilakukan penentuan segmen dan titik, diukur kadar BOD, dilakukan analisis data sekunder, dilakukan pemodelan dari hasil kadar BOD menggunakan Qual2E, terakhir dihitung beban cemaran BOD untuk menentukan daya tampng.

Dari penelitian ini diketahui pada kondisi debit minimum, beban cemaran BOD tidak memenuhi beban cemaran yang diijinkan kelas 1 dan 2, sedangkan beban cemaran fecal coliform tidak memenuhi semua kelas Pada debit maksimum, beban cemaran BOD tidak memenuhi beban cemaran yang diijinkan kelas 1 dan 2, sedangkan beban cemaran fecal coliform tidak memenuhi semua kelas.

Utama et all, 2015

6.

Analisa Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid) di Perairan Sungai Musi, Sumatera Selatan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

kandungan TSS di perairan musi.

Dilakukan pengambilan sampel dengan menentukan titik stasiun yang memanjang dari hilir ke hulu. Pengamatan dilakukan dengan melakukan penyaringan sampel air menggunakan kertas saring dan di hisap oleh vacum pump untuk mempercepat proses penyaringan. Serta pengovenan sebagai tahapan untuk proses pengeringan.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa nilai TSS dari masing- masing stasiun nya berbeda. Dari stasiun 1 sampai tiga kandungan TSSnya meningkat kemudian dari stasiun 3 menurun hingga ke stasiun 9 dan naik kembali pada stasiun 10.

Mulyadi, 2015

(19)

Sambungan Tabel 1.1.

No. Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Nama dan

Tahun

7.

Pengaruh Aktivitas Warga di Sempadan Sungai terhadap Kualitas Air Sungai Winongo

Penelitian ini dilakukan untuk untuk mengetahui kualitas air Sungai Winongo dan pengaruh aktifitas masyarakat terhadap kualitas air sungainya.

Dilakukan survey lapangan dan wawancara.

Sampel air yang digunakan merupakan sampel air sesaat (Grab Sample) di 2 lokasi pengamatan. Wawancara dilakukan dengan metode indepth interview dengan pemangku dusun dan tokoh masyarakat di daerah tersebut. Data hasil survey dan wawancara tersebut kemudian diolah dan dianalisis.

Dari hasil analisis kualitas air sungai tersebut, ditemukan bahwa tingkat

pencemaran pada lokasi 2 secara umum lebih tinggi dibandingkan pada lokasi 1. Hal tersebut disebabkan oleh adanya aktifitas masyarakat sekitar yang tidak

memperhatikan kebersihan lingkungan sungai seperti menumpuk sampah di tepi sungai dan membuang air limbah langsung ke sungai.

Yogafanny, 2015

8.

Dampak Aktivitas Masyarakat terhadap Kualitas Air Sungai Babarsari Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang

Penelitian ini dilakukan sebagai kajian mengenai kualitas perairan sungai guna pemantauan akibat aktivitas dari masyarakat sekitar sungai.

Dilakukan pengukuran parameter perairan dilakukan secara langsung (insitu) dan secara tidak langsung (ex situ).

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dengan kuisioner dengan penentuan populasi dengan rumus Slovin.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling.

Dari penelitian yang dilakukan, diketahui bahwaaktivitas masyarakat yang berada disekitar Sungai Babarsi menyebabkan menurunnya kualitas air menurut baku mutu kualitas air PP No 82 Tahun 2001.

Simanjuntak et all, 2017

9.

Komunitas

Makrozoobentos di Sungai Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

komunitas makrozoobentos dan kualitas air Sungai Percut Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara berdasarkan komunitas makrozoobentos di Sungai Percut.

Dilakukan penentuan titik sampel di empat lokasi dengan metode purposive random sampling, pengambilan sampel air dilakukan di 4 stasiun dengan 3 kali pengulangan. Dilakukan pemeriksaan parameter fisika dan kimia kemudian dianalisis data yang diperoleh.

Dari penelitian yang dilakukan menunjukkan komposisi makrozoobentos yang ditemukan di Sungai Percut terdiri atas 12 genus yang termasuk ke dalam 4 kelas. Berdasarkan Family Biotic Indeks (FBI) kategori kualitas air Sungai Percut sangat buruk pada stasiun I (daerah industri besi dan pencucian jeans), stasiun II (daerah industri besi dan pencucian jeans) dan stasiun III (daerah pertanian) serta agak buruk pada stasiun IV (TPI).

Situmorang et all, 2014

(20)

Sambungan Tabel 1.1.

No. Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Nama dan

Tahun

10.

The Effect of Anthropogenic Activities to The Decrease of Water Quality

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aktivitas antropogenik di sepanjang tepi sungai kanal Tarum Barat, yaitu kegiatan domestik, membuang sampah sembarangan ke sungai, dan air buangan yang dibuang ke sungai.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan metode campuran. Dilakukan wawancara mendalam dengan masyarakat di sepanjang tepi sungai untuk mengetahui aktivitas sehari-hari mereka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa air di sepanjang tepi sungai tercemar oleh kegiatan antropogenik. Parameter yang diukur yaitu pH, suhu, DO, COD, TDS, TSS, dan Fecal coliform. Pada seg,men tersebut, ditunjukkan bahwa pH, DO, TDS dan Fecal coliform pada bagian hilir lebih buruk buruk daripada di bagian hulu.

Sidabutar et all, 2017

11.

Water Quality of The Cileungsi River Upstream Based on Physical-Chemical Conditions

Penelitian ini bertujuan menentukan status mutu kualitas air di bagian hulu Sungai Cileungsi serta membandingkan beberapa parameter kualitas air dengan baku mutu kelas II berdasarkan PP RI No.82 Tahun 2001.

Dilakukan pada empat stasiun

pengambilan contoh di bagian hulu sungai, data hasil penelitian dianalisis

mengggunakan Indeks Kualitas Air-NSF serta secara deskriptif dibandingkan dengan baku mutu kelas II menurut PP RI.

No.82 tahun 2001.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas perairan yang dianalisis dengan menggunakan IKA-NSF menunjukkan bahwa kualitas air di semua stasiun memiliki kualitas perairan yang baik dengan rentang skor 78 - 83.

Pasisingi et all, 2014

(21)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Permana (2012), dengan tujuan untuk mengetahui kondisi dan perubahan kualitas air Sungai Winongo dari tahun 2003 hingga 2012 serta parameter pencemar sesuai Pergub DIY No. 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air. Hasil dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa meningkatnya kualitas air Sungai Winongo ditandai dengan menurunnya kadar BOD, COD, Coliform Total, deterjen, dan minyak/lemak. Parameter kualitas air yang konsentrasinya meningkat adalah TSS, sulfida total, nitrat, fenol dan pestisida yang menyebabkan kualitas air Sungai Winongo menurun. Sungai Winongo mengalami pencemaran oleh TSS, BOD, sulfida total, nitrat, fenol, minyak/lemak dan pestisida (aldrin/dieldrin), karena konsentrasinya melebihi ambang batas baku mutu kualitas air kelas II menurut Pergub DIY No. 20 Tahun 2008.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yogafanny (2015), dengan tujuan untuk mengetahui kualitas air (parameter fisika, kimia, dan mikrobiologi) Sungai Winongo serta membandingkannya dengan Baku Mutu Air Provinsi DIY (Pergub no 20 tahun 2008) dan pengaruh aktivitas dan kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan sungai terhadap kualitas air sungainya. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa kualitas air Sungai Winongo berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya dinilai dari parameter fisika, kimia, dan biologinya. Rendahnya kualitas air sungai ini dapat dilihat dari nilai konsentrasinya yang melebihi baku mutu air kelas II (Pergub no 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air di Provinsi DIY). Rendahnya kualitas air tersebut dapat dilihat dari beberapa parameter seperti tingginya nilai BOD, COD, Nitrat, Detergen, dan Fenol pada lokasi 1 serta BOD, COD, Nitrat, Fenol, dan Coliform Total pada lokasi 2. Tingginya beberapa parameter kualitas air di Sungai Winongo disebabkan oleh aktivitas warga yang tidak memperhatikan kebersihan lingkungan dan kelestarian sungai yang berada dekat dengan permukimannya. Kegiatan warga tersebut diantaranya adalah membuang dan menumpuk sampah di tepi sungai, mandi cuci kakus di sungai, membuang air limbah industri tahu, limbah domestik, serta limbah peternakan ke sungai, dan didukung pula oleh sistem sanitasi yang kurang memadai.

(22)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini diantaranya:

1. Bagaimana beban pencemaran dari parameter Total Suspended Solid (TSS) dan Total Coliform di Sungai Percut?

2. Bagaimana pengaruh perilaku masyarakat di Kecamatan Medan Denai terhadap kualitas air Sungai Percut?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menghitung beban pencemaran dari parameter Total Suspended Solid (TSS) dan Total Coliform di Sungai Percut.

2. Mempelajari pengaruh perilaku masyarakat Kecamatan Medan Denai terhadap kualitas air Sungai Percut.

1.4 Ruang Lingkup

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini diantaranya:

1. Kajian dilaksanakan hanya di Sungai Percut untuk segmen Kecamatan Medan Denai.

2. Penelitian dilakukan pada empat titik di setiap titik yang dianggap mewakili lokasi penelitian.

3. Data primer yang dikumpulkan berupa data luas penampang sungai, kedalaman sungai, kualitas air sungai aktual, dan perilaku masyarakat. Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan berupa data jumlah penduduk Kecamatan Medan denai (2017) dan kualitas air Sungai Percut (2017).

4. Penelitian dilakukan pada minggu ketiga di bulan Agustus tahun 2018.

5. Pengambilan sampel air sungai dilakukan pada minggu ketiga bulan Agustus tahun 2018, sehingga beban pencemar yang dihitung merupakan beban pencemar pada saat tersebut.

6. Kuisioner diberikan kepada 100 Kepala Keluarga pada Kecamatan Medan Denai yang paling dekat dengan sisi sungai dengan jarak 15-25 meter dari sungai.

7. Pengujian Total Suspended Solid (TSS) dan Total Coliform dilakukan di Shafera Enviro Laboratorium.

(23)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, diantaranya:

1. Memberikan informasi mengenai kualitas air Sungai Percut, khususnya kandungan Total Suspended Solid (TSS) dan Total Coliform.

2. Memberikan informasi bahwa kebiasaan/perilaku masyarakat dalam pengelolaan lingkungan (kebersihan lingkungan) mempunyai pengaruh terhadap kualitas air Sungai Percut.

3. Memberikan informasi kepada masyarakat dan instansi mengenai seberapa besar beban pencemaran Total Suspended Solid (TSS) dan Total Coliform di Sungai Percut Kecamatan Medan Denai sehingga dapat ditentukan rekomendasi solusi yang tepat sasaran.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sungai

2.1.1 Pengertian Sungai

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai, Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilo meter persegi). Sungai merupakan tempat berkumpulnya air dari lingkungan sekitarnya yang mengalir menuju tempat yang lebih rendah. Daerah sekitar sungai yang mensuplai air ke sungai dikenal dengan daerah tangkapan air atau daerah penyangga sungai (Wiwoho, 2005). Dan menurut Asdak (1995), sungai merupakan salah satu ekosistem, yaitu sauatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berintegrasi sehingga membentuk suatu kesatuan.

Sungai mengalir dari hulu dalam kondisi kemiringan lahan yang curam berturut-turut menjadi agak curam, agak landai, landai, dan relatif rata. Arus kecepatan alir air sungai berbanding lurus dengan keiringan lahan. Arus relatif cepat di daerah hulu dan bergerak menjadi lebih lambat dan makin lambat di daerah hilir (Yuliastuti, 2011). Soemarwoto (1982) dalam Asdak (1995), menyebutkan bahwa sistem ekologi di daerah hulu pada umumnya dapat dipandang sebagai suatu ekosistem pedesaan. Pada bagian hulu, penggunaan lahan sebagian besar merupakan daerah yang digunakan untuk perkebunan, pertanian dan hutan (Asdak, 1995).

2.1.2 Fungsi Sungai

Pemanfaatan sungai meliputi pemanfaatan untuk (PP No. 82, 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air):

a. Rumah tangga b. Pertanian

c. Sanitasi lingkungan

(25)

e. Pariwisata f. Olahraga g. Pertahanan h. Perikanan

i. Pembangkit tenaga listrik j. Transportasi

Sungai merupakan badan air yang bersifat terbuka dan mudah menerima limbah berbagai aktivitas manusia dari daerah permukiman, pertanian dan industri di sekitar daerah aliran sungai sungai (DAS). Masukan pencemar yang masuk langsung ke sungai menimbulkan perubahan faktor fisika, kimia dan biologi sehingga terjadi penurunan kualitas air sungai dan rendahnya daya tampung beban cemaran (Utama, 2015).

2.1.3 Jenis Sungai

Menurut Syarifuddin dkk (2000), macam-macam sungai berdasarkan sumber airnya yaitu:

1) Sungai hujan, merpakan sungai yang airnya berasal dari air hujan atau sumber mata air.

2) Sungai gletser, merupakan sungai yang airnya berasal dari pencairan es.

3) Sungai campuran, merupakan sungai yang airnya berasal dari pencairan es (gletser),dari hujan, dan dari sumber mata air.

Berdasarkan debitnya sungai dibedakan menjadi 4 jenis yaitu:

1) Sungai permanen, merupakan sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap.

2) Sungai periodik, merupakan sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya sedikit.

3) Sungai episodik, merupakan sungai yang pada musim kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak.

4) Sungai ephemeral yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan.

Sungai sebagai sumber air yang terus digunakan haruslah dikelola agar dapat terus memenuhi kebutuhan dalam kehidupan. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara. Pengelolaan kualitas air adalah upaya

(26)

pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya (PP No. 82, 2001).

Pengelolaan sungai dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan dengan tujuan untuk mewujudkan kemanfaatan fungsi sungai yang berkelanjutan.

Pengelolaan sungai meliputi (PPRI No. 38, 2011):

a. Konservasi sungai b. Pengembangan sungai

c. Pengendalian daya rusak air sungai.

2.2 Debit Aliran

Debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt). Dalam laporan-laporan teknis, debit aliran biasanya ditunjukkan dalam bentuk hidrograf aliran. Hidrograf aliran adalah suatu perilaku debit sebagai respon adanya perubahan karakteristik biogeofisik yang berlangsung dalam suatu DAS (oleh adanya kegiatan pengelolaan DAS) dan atau adanya perubahan (fluktuasi musiman atau tahunan) iklim lokal (Asdak, 1995). Menurut Nugroho (2013), debit aliran merupakan jumlah air yang mengalir pada suatu titik keluaran (outlet) tertentu dalam satuan volume per waktu. Debit aliran dihasilkan dari data tinggi muka air (TMA) dan data kecepatan arus sungai pada suatu penampang di titik keluaran pada suatu daerah tangkapan air.

Pengukuran debit aliran sangat diperlukan untuk mengetahui potensi sumber daya air di suatu daerah aliran sungai. Hal ini dapat terkait dengan pengaruh fungsi guna lahan terhadap pemenuhan kebutuhan air, mengevaluasi ketersediaan air pada suatu daerah, serta pengawasan terhadap munculnya limpasan air yang berlebihan atau banjir (Kalpataru, 2015). Debit aliran sungai dapat diukur menggunakan rumus (Sugiharto, 2014):

Q = A x V………(2.1) Dimana:

Q = debit air sungai (m3/det) A = luas penampang (m2)

(27)

V = kecepatan aliran (m/det)

Untuk mendapatkan A dapat dihitung menggunakan rumus:

A = L x H……….(2.2) Dimana:

A = luas penampang (m2) L = lebar sungai (m) H = kedalaman sungai (m)

Sedangkan besar V diukur dengan rumus:

V = ……….(2.3)

Dimana:

V = kecepatan aliran (m/det) P = panjang saluran (m) T = waktu rata-rata (detik)

Dengan T adalah hasil pembagian antara jumlah total waktu pengukuran dengan jumlah pengulangan pengukuran.

T = ……….(2.4)

Dimana:

T = waktu rata-rata (detik)

n = jumlah pengulangan pengukuran 2.3 Air

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air laut dan air fosil. air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum,

(28)

sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara. Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Penggunaan air untuk berbagai manfaat dan kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi masa kini dan masa depan. Untuk itu air perlu dikelola agar tersedia dalam jumlah yang aman, baik kuantitas maupun kualitasnya, dan bermanfaat bagi kehidupan dan perikehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya agar tetap berfungsi secara ekologis, guna menunjang pembangunan yang berkelanjutan.

2.4 Kualitas Air

Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air. Kualitas air juga merupakan istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan tertentu, misalnya air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri, rekreasi, dan sebagainya (Yuliastuti, 2011). Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akan mempengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta kehidupan makhluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya alam (natural resources depletion) (PP No. 82, 2001).

Khusus dari segi kualitas, air bersih yang digunakan harus memenuhi syarat secara fisik, kimia, mikrobiologi (Athena dkk, 2004). Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990, dijelaskan bahwa kualitas air harus memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan mikrobiologi, fisika, kimia, dan radioaktif. Parameter fisika kualitas air menggambarkan kondisi yang dapat dilihat secara visual/kasat mata yang meliputi kekeruhan, suhu, kandungan padatan terlarut, rasa, bau, warna dan sebagainya.

Parameter kimia meliputi derajat keasaman (pH), oksigen terlarut DO, BOD, COD, kandungan logam, kesadahan dan sebagainya. Parameter biologi meliputi kandungan mikroorganisme dalam air. Parameter-parameter kualitas air sungai dapat berubah berdasarkan kondisi alami maupun adanya aktivitas antropogenik. Aktivitas

(29)

antropogenik yang mempengaruhi kualitas air sungai berasal dari perubahan pola pemanfaatan lahan, kegiatan pertanian, permukiman serta industri. Kegiatan pertanian dan permukiman pada dasarnya merubah bentang alam melalui pengolahan tanah, sehingga akan mempengaruhi kualitas air sungai (Asdak, 2010).

Kualitas air sungai dipengaruhi oleh kondisi kondisi sungai dan kondisi suplai air dari daerah penyangga. Kondisi suplai air dari daerah penyangga dipengaruhi aktivitas dan perilaku penghuninya. Pada umumnya daerah hulu mempunyai kualitas air yang lebih baik daripada daerah hilir. Dari sudut pemanfaatan lahan, daerah hulu relatif sederhana dan bersifat alami seperti hutan dan perkampungan kecil. Semakin kearah hilir keragaman pemanfaatan lahan menjadi meningkat. sejalan dengan hal tersebut suplai limbah cair dari daerah hulu yang menuju daerah hilirpun menjadi meningkat. pada akhirnya daerah hilir merupakan tempat akumulasi dari proses pembuangan limbah cair yang dimulai dari hulu (Wiwoho, 2005).

Tingkat kualitas air yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan tertentu memiliki baku mutu yang berbeda oleh karena itu harus dilakukan pengujian untuk mengetahui kesesuaian kualitas dengan peruntukannya (Sulistyorini, 2016).

2.5 Kriteria Baku Mutu Air

Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air. Baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air (PP No. 82, 2001).

Tabel 2.1 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas

PARAMETER SATUAN KELAS

I II III IV

Temperatur oC deviasi 3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 5

pH 6-9 6-9 6-9 5-9

DO mg/L 6 4 3 0

TSS mg/L 50 50 400 400

Total coliform (MPN/100ml) 1000 5000 10000 10000

Sumber: Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82, 2001.

(30)

Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas, yaitu (PP No. 82, 2001):

a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2.6 Pencemaran Air

Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (PPRI No. 38, 2011). Suatu sungai dikatakan tercemar jika kualitas airnya sudah tidak sesuai dengan peruntukkannya. Kualitas air ini didasarkan pada baku mutu kualitas air sesuai kelas sungai berdasarkan PP No. 82 tahun 2001.

Sumber pencemar di sungai diklasifikasikan menjadi dua yaitu sumber titik dan non sumber titik. Sumber titik menunjukkan buangan polutan yang ditimbulkan oleh sumber spesifik atau lokasi tertentu. Sedangkan non sumber titik menunjukkan polusi yang dikoleksi, ditransportasi, serta dibuang lewat limpasan air pada suatu kawasan. Sering juga disebut sumber area atau sumber menyebar (James, 2003 dalam Nugraha, 2007).

Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air (PPRI No. 38, 2011).

(31)

2.7 Beban Pencemar Air

Beban pencemar adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah (KLH, 2003). Beban pencemar maksimum adalah beban pencemar yang diperbolehkan di suatu sungai berdasarkan peruntukannya. Perhitungan ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal sungai tanpa adanya masukan sumber pencemar, dengan rumus perhitungan sebagai berikut (Rahayu, 2018):

BPM = Q x CBM………(2.5)

dimana:

BPM = Beban pencemar maksimum (kg/hari) Q = Debit terukur (m3/detik)

CBM = Konsentrasi (Standar baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kelas II) (mg/liter).

Beban pencemar aktual adalah beban pencemar yang dihasilkan di suatu sungai pada saat kondisi eksisting, rumus yang digunakan dalam menghitung beban pencemar aktual adalah (Rahayu, 2018):

BPA = Q x CM………(2.6)

dimana:

BPA = Beban pencemar aktual (kg/hari) Q = Debit terukur (m3/detik)

CM = Konsentrasi terukur (mg/liter) 2.8 Daya Tampung Beban pencemar Air

Berdasarkan PPRI No. 38 tahun 2011, daya tampung beban pencemar adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemar tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar. Dan menurut Machbub (2010), daya tampung beban pencemar air adalah batas kemampuan sumber daya air untuk menerima masukan beban pencemar yang tidak melebihi batas syarat kualitas air untuk berbagai pemanfaatannya dan menemuhi baku mutu airnya.

Daya tampung beban pencemar air dapat digunakan untuk pemberian ijin lokasi, pengolahan air dan sumber air, penetapan rencana tata ruang, pemberian ijin

(32)

pembuangan air limbah, serta penetapan air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air. Hal ini dapat menjadi dasar dalam penentuan strategi pengendalian pencemaran air (PP 2001 dalam Hindriani, 2013).

2.9 Total Suspended Solid (TSS)

Total Suspended Solid (TSS) atau zat padat tersuspensi adalah semua zat padat (pasir, lumpur, dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) seperti detritus dan partikel-partikel anorganik.

(Mulyadi, 2015). TSS merupakan bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan. Penetrasi cahaya matahari ke permukaan dan bagian yang lebih dalam tidak berlangsung efektif akibat terhalang oleh zat padat tersuspensi, sehingga fotosintesa tidak berlangsung sempurna.

Menurut Tarigan dan Edward (2003), bahwa sebaran zat padat tersuspensi di laut antara lain dipengaruhi oleh masukan yang berasal dari darat melalui aliran sungai dan erosi (pengikisan) (Tarumingkeng dan Wilhelmina, 2010).

Senyawa residu tersuspensi lainnya berasal dari aktivitas penduduk yang menggunakan air. Limbah penduduk dan limbah industri biasanya banyak mengandung residu tersuspensi. Keberadaan residu tersuspensi dalam air tidak diinginkan karena alasan menurunnya estetika air disamping residu tersuspensi dapat menjadi tempat penyerapan bahan kimia atau biologi seperti mikroorganisme penyebab penyakit (Sunu, 2001).

2.10 Total Coliform

Coliform merupakan mikroba yang paling sering ditemukan di badan air yang telah tercemar. Hal ini dikarenakan sekitar 90% bakteri coliform dikeluarkan dari dalam tubuh setiap hari dan bakteri yang paling dominan ditemukan adalah Escherichia coli.

Sehingga pencemaran limbah domestik dapat dideteksi dengan cara menghitung kepadatan coliform yang terbawa oleh tinja manusia dan masuk ke dalam perairan (Khotimah, 2013).

Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform merupakan bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, bakteri coliform fecal adalah bakteri indikator adanya

(33)

pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fecal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain (Dad, 2000).

Bakteri Coliform dapat dibedakan atas 2 golongan yaitu (Fardiaz, 1989):

1) Coliform fecal adalah bakteri coliform yang berasal dari tinja manusia atau hewan berdarah panas lainnya. Misalnya Escherichia coli.

2) Coliform non-fecal adalah bakteri Coliform yang ditemukan pada hewan atau tanaman-tanaman yang telah mati. Misalnya Enterobacter aerogenes.

Makin sedikit kandungan coliform, artinya kualitas air semakin baik. Bakteri kelompok coliform meliputi semua bakteri berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora dan dapat memfermentasi laktosa dengan memproduksi gas dan asam pada suhu 37oC dalam waktu kurang dari 48 jam (Suharyono, 2008).

2.11 Perilaku Masyarakat

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mempunyai aktivitas masing-masing (Notoatmodjo, 2003).

Masyarakat adalah suatu kebulatan dari pada segala perkembangan dalam hidup bersama antar manusia dengan manusia. Sedangkan menurut Mayor Polak, masyarakat adalah wadah segenap antar hubungan sosial terdiri atas banyak sekali kolektiva- kolektiva serta kelompok dalam tiap-tiap kelompok terdiri atas kelompok-kelompok lebih baik atau sub kelompok (Ahmadi, 2003).

Sehingga perilaku masyarakat dapat diartikan sebagai semua kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang hidup bersama, baik dapat dilihat langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

(34)

2.12 Kuesioner

Menurut Ardianto (2011), kuesioner adalah serangkaian pertanyaan yang disusun secara sistematis untuk diisi oleh responden, dan kemudian setelah diisi dikembalikan ke peneliti (Mahendra, 2015). Sedangkan menurut Kasnadiharjo (1993), kuesioner atau daftar pertanyaan adalah suatu sarana dalam pengumpulan data untuk memperoleh gambaran yang sebenarnya tentang sesuatu keadaan. Kuesioner mempunyai peranan penting sebab di dalamnya mencakup semua tujuan dari survei/penelitian. Di samping sudah tercakupnya tujuan dari surveinya, suatu kuesioner yang baik harus juga memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Mudah ditanyakan 2. Mudah dijawab 3. Mudah diproses.

Macam-macam skala pengukuran kuesioner (Putra, 2006):

1) Skala Likert

Skala likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Skala ini menggunakan ukuran ordinal sehingga dapat membuat ranking walaupun tidak diketahui berapa kali satu responden lebih baik atau lebih buruk dari responden lainnya Contoh pilihan yang digunakan pada skala ini berupa “Sangat Tidak Setuju - Tidak Setuju - Ragu-Ragu - Setuju - Sangat Setuju”. Skala ini lebih mudah membuatnya dari pada skala thurstone.

Kelemahan skala likert:

a. Hanya dapat mengurutkan individu dalam skala, tetapi tidak dapat membandingkan berapakali individu lebih baik dari individu lainya.

b. Kadang kala total skor dari individu tidak memberikan arti yang jelas, banyak pola responsi terhadap beberapa item akan memberikan skor yang sama. Validitas dari skala linkert masih memerlukan penelitian empiris (Putra, 2006).

2) Skala Guttman

Skala guttman adalah skala yang didalamnya ingin mengukur satu dimensi saja dari satu variabel yang multidimensi. Pada skala ini terdapat beberapa pertanyaan yang diurutkan secara hierarkis untuk melihat sikap tertentu seseorang. Jika seseorang

(35)

akan menyatakan lebih dari tidak terhadap pertanyaan berikutnya. Dengan skala ini, akan diperoleh jawaban yang tegas yaitu “Ya – Tidak”, “Benar – Salah”. Penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan (Putra, 2006). Tujuan utama pembuatan skala model ini pada prinsipnya adalah untuk menentukan, jika sikap yang diteliti benar- benar mencakup satu dimensi. (Miller, 1977:89). Sikap dikatakan berdimensi tunggal bila sikap tersebut menghasilkan skala kumulatif (Sukardi, 2003).

3) Skala Thurstone

Skala thurstone adalah skala yang didalamnya meminta responden untuk memilih pertanyaan yang ia setujui dari beberapa pertanyaan yang menyajikan pandangan yang berbeda-beda.

Contoh skala model Thurstone:

Skala 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Skala 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Menurut Sukardi (2003), skala thurstone tidak terlalu banyak digunakan sebagai instrumen di bidang pendidikan karena model ini mempunyai beberapa kelemahan yang di antaranya seperti berikut:

a. Memerlukan terlalu banyak pekerjaan untuk membuat skala.

b. Nilai yang dibuat dipengaruhi oleh sikap para juri atau penilai.

c. Memerlukan tim penilai yang objektif.

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian yang dilakukan berada di Sungai Percut yaitu pada Kecamatan Medan Denai yang dibagi menjadi empat titik lokasi yang berada di Jl. M. Nawi Harahap, Jl. Menteng Raya, Jl. Denai, dan Jl. Pelikan Raya. Sedangkan pengujain parameter (TSS dan Total Coliform) dilakukan di laboratorium di Shafera Enviro Laboratoium yang terletak di Jalan Jamin Ginting, Medan Tuntungan, Kota Medan.

Gambar 3.1 Peta Kecamatan Medan Denai Sumber: BPS Kota Medan, 2018

(37)

Gambar 3.2 Lokasi Penelitian dan Aliran Sungai Percut di Kecamatan Medan Denai Sumber: Google Earth, 2018

Keterangan:

= batas kecamatan

= aliran sungai

= titik pengambilan sampel

= arah aliran sungai

Titik lokasi penelitian dimulai dari Titik 1 sampai Titik 4 sepanjang ± 6,5 km. Adapun sketsa titik lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 3.3.

Gambar 3.3 Sketsa Titik Lokasi Penelitian

B

A B

A A

B

A B

1 2 3 4

P

2,12 km

2,35 km 2,03 km

P

1

2

3

4

(38)

Keterangan:

= masukan limbah domestik = arah aliran air sungai = titik pengambilan sampel A = sisi kanan sungai

B = sisi kiri sungai = jarak

P = pemukiman

3.2 Prosedur Pelaksanaan

Proses pelaksanaan penelitian ini pada prinsipnya terbagi dalam tiga bagian yaitu pengumpulan data, pengolahan/perhitungan data dan keluaran yang berupa hasil analisis. Langkah-langkah yang diambil dalam prosedur penelitian ini adalah studi literatur, pengumpulan data, wawancara dan analisis laboratorium, analisis data, dan pengolahan data.

Adapun tahapan pada penelitian ini dimulai dari studi literatur, yaitu mencari beberapa jurnal sebagai referensi penelitian sebelumnya dengan topik yang serupa. Kemudian, dari referensi yang ada, diidentifikasi dan dirumuskan masalah yang akan diangkat dan dibahas melalui penelitian yang akan dilaksanakan. Setelah diketahui rumusan masalahnya, maka dilakukan pengumpulan data-data yaitu data sekunder untuk mendukung keberlangsungan penelitian, dan juga data primer yang didapat setelah penelitian dilaksanakan.Kemudian dilakukan wawancara dan uji di laboratorium untuk mendapatkan hasil data primer. Selanjutnya, dilakukan analisis dan pengolahan data sehingga didapatkan hasil dan pembahasan serta kesimpulan dan saran dari penelitian ini.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei lapangan dan wawancara. Survei lapangan dilakukan untuk mengetahui kandungan Total Suspended Solid (TSS) dan Total Coliform. Lokasi pengambilan sampel dibagi menjadi empat titik dan dilakukan menggunakan metode grab sampling yang merupakan sampel air sesaat.

Sampel diambil secara langsung dari badan air pada lokasi pengamatan. Sampel ini

(39)

lokasi pengambilan sampel ditentukan berdasarkan kondisi lapangan yang dapat mewakili karakteristik keseluruhan lokasi yang ditentukan.

Penentuan jarak antara titik satu ke titik berikutnya dilakukan dengan menggunakan Program Google Earth yang didalamnya terdapat fitur ‘ukur jarak’ untuk mengukur panjang jarak dari daerah yang telah ditentukan.

Data hidrolis sungai seperti luas penampang, kecapatan aliran, dan debit air sungai, diukur menggunakan metode pengukuran langsung. Pengukuran tersebut langsung dilakukan di lokasi penelitian pada masing-masing titik.

Pengujian TSS dan Total Coliform air sungai dilakukan di Shafera Enviro Laboratoium yang terletak di Jalan Jamin Ginting, Medan Tuntungan, Kota Medan. Hasil pengujian tersebut kemudian dibandingkan dengan hasil dari setiap titik yang ditentukan.

Wawancara dilakukan dengan melakukan dan memberikan kuesioner dengan masyarakat di daerah tersebut. Data hasil wawancara tersebut kemudian diolah dan dianalisis.

3.4 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a) Global Positioning System (GPS) untuk menentukan titik koordinat lokasi penelitian.

b) Botol plastik dan stopwatch untuk mengukur kecepatan aliran sungai.

c) Tongkat, tali pita, dan meteran gulung untuk mengukur kedalaman dan lebar sungai.

d) Kertas label, termometer, pH meter, coolbox untuk keperluan dalam uji parameter, serta peralatan uji parameter TSS dan Total Coliform pada laboratorium

e) Perangkat komputer dan software Microsoft Office.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel air Sungai Percut serta bahan dalam uji parameter TSS dan Total Coliform di laboratorium.

Gambar

Tabel 1.1 Penelitian Sebelumnya
Tabel 2.1 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas
Gambar 3.1 Peta Kecamatan Medan Denai  Sumber: BPS Kota Medan, 2018
Gambar 3.2 Lokasi Penelitian dan Aliran Sungai Percut di Kecamatan Medan Denai  Sumber: Google Earth, 2018
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel Hasil Pengukuran Proses Filtrasi Dengan Media Zeolit dan Karbon Aktif Terhadap Penurunan Kadar Total Suspended Solid (Tss) Limbah Cair Tahu. Perhitungan Kadar Total

ANALISA KADAR FOSFAT DAN TSS (TOTAL SUSPENDED SOLID) PADA AIR SUNGAI DENGAN.

Bagaimana pola perubahan sebaran konsentrasi Total Suspended Solid (TSS) di Danau Rawa Pening pada tahun 2002, 2007, dan 2013?.b.

Analisa kadar minyak lemak dipisahkan secara ekstraksi dengan menggunakan alat soklet melalui dua tahap ekstraksi dan destilasi, kadar TSS ( Total Suspended Solid

Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS) yang banyak terakumulasi di stasiun 5 diduga dipengaruhi oleh substrat sedimen (berupa pasir) dan kecepatan arus pada minggu

Menyatakan bahwa dengan penggunaan aluminium sulfat (Al 2 (SO 4 ) 3 ) dapat menurunkan kadar TSS (Total Suspended Solid) yang terdapat dalam limbah cair dari stockpile

Penurunan Kadar Total Suspended Solid (TSS) Limbah Cair Industri Pencucian Kendaraan Bermotor Dengan Menggunakan Pelepah Pisang; Kurnia Ardiansyah Akbar;

Hasil pendugaan sebaran Total Suspended Solid (TSS) berdasarkan data citra satelit Landsat terbagi atas tujuh kelas distribusi TSS berkisar antara 1- 2000 mg/L