• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS MANAJEMEN PERPAJAKAN SINTA AYU LES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUGAS MANAJEMEN PERPAJAKAN SINTA AYU LES"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS

MANAJEMEN PERPAJAKAN

SINTA AYU LESTARI

B1C1 11 017

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

(2)

TAX PLANNING

PPh PASAL 21/26

I

PENDAHULUAN

I.1

LATAR BELAKANG

Pajak merupakan salah satu alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan Negara untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari masyarakat ,guna membiayai pengeluaran rutin serta

pembangunan social dan ekonomi masyarakat.Pertimbangan dalam pemungutan pajak pada prinsipnya harus memperhatikan keadilan dan keabsahan dalam pelaksanaannya Untuk memenuhi tuntutan keadilan dan keabsahan tersebut,perlu diperhatikan asas-asas atau prinsip pemungutan pajak yang baik dan benar .Meskipun asas atau prinsip menyatakan bahwa jumlah pajak yang dipungut hendaklah memadai untuk menjalankan roda pemerintahan ,tetapi hendaknya dalam implementasinya tetap harus diperhatikan bahwa jumlah pajak yang dipungut jangan sampai terlalu tinggi sehingga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.Dengan demikian diperlukan adanya suatu kebijakan pemerintah untuk mempengaruhi produksi masyarakat ,kesempatan kerja dan inflasi,disamping itu juga untuk menentukan siapa-siapa yang berhak dan tidak berhak dikenakan pajak guna mewujudkan kelangsungan dan peningkatan pembangunan nasional

Upaya untuk melaksanakan kewajiban perpajakan harus dibarengi dengan langkah-langkah manajemen perpajakan yang baik. Manajemen perpajakan merupakan upaya sistemtis yang meliputi perencanaan. Pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian dibidang perpajakan untuk mencapai penemuan kewajiban perpajakan yang minimum. Jadi manajemen perpajakan merupakan upaya untuk mengimpletasikan fungsi menajemen agar dapat dicapai efektivitas dan efisiensi melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.

(3)

Untuk dapat melakukan penghematan terhadap pajak, terutama Pajak Penghasilan (PPh) perorangan dan badan dapat dilakukan dengan perencanaan pajak pada biaya-biaya yang berkaitan dengan kesejahteraan bagi karyawan, salah satunya adalah pada pemberian penghasilan kepada karyawan. Ada tiga metode yang dapat digunakan untuk melakukan pemungutan terhadap PPh Pasal 21 yaitu: Metode Net, Metode Gross, dan Metode Gross Up.

Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan yang dilakukan wajib pajak orang pribadi subjek pajak dalam negeri, yang selanjutnya disebut PPh Pasal 21, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain, dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Bila penerima penghasilan tersebut adalah WPOP sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN), maka akan dikenai PPh Pasal 21, sedangkan bila penerima penghasilan adalah orang pribadi dengan status sebagai Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) selain Bentuk Usaha Tetap (BUT), akan dikenai PPh Pasal 26.

1.2 MASALAH

1.Dari ketiga metode yang dapat digunakan untuk melakukan pemungutan PPh 21 manakah metode yang baik?

(4)

PEMBAHASAN

2.1 REVIEW PPh PASAL 21

PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji,upah,honorarium,tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.Subjek pajak dalam negeri,sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

1. Pemotong PPh Pasal 21

Yang termasuk pemotong pajak PPh Pasal 21 adalah:

1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang

2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah

3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain

4. Orang pribadi yang melakukan kegitan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar:

a. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk juga tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;

b. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri;

c. Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang

5. Penyelenggara kegiatan

Yang tidak termasuk sebagai pemeberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 21 adalah:

1. Kantor perwakilan negara asing

2. Organisasi-organisasi internasional yang telah diterapkan oleh Menteri Keuangan

3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

(5)

Ada pun dasar hukum pengenaan PPh Pasal 21 yang mulai berlaku umum tahun 2009 adalah:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 149 Tahun 2000 tentangPemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun Dan Tunjangan Hari Tua Atau Jaminan Hari Tua

2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyeroran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.

3. UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakn (KUP).

4. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh).

5. PMK No. 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau biaya Biaya Pensiun yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiun.

6. PMK No. 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

7. PMK. No. 254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.

8. PER-Dirjen Pajak Nomor: 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi, yang kemudian direvisi dengan PER-Dirjen Pajak Nomor: 57/PJ/2009.

9. PP No. 68 Tahun 2009 Pasal 4 tentang Tarif Pajak PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus

10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan secara sekaligus.

11. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Kena Pajak.

12. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

(6)

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.

Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).

3. Subjek Potongan PPh Pasal 21/26

Subjek pajak yang dipotong PPh Pasal 21 atau Pasal 26, atau disebut subjek pemotongan adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa atau kegitan, yang meliputi:

1. Pegawai;

2. Penerima uang pesangon, pensuin atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;

3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:

a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;

b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;

c. Olahragawan;

d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;

e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;

f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk tekhnik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;

g. Agen iklan;

h. Pengawas dan pengelola proyek;

i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;

(7)

k. Petugas dinas luar asuransi;

l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenisnya;

4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi:

a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olehraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan perlombaan lainnya;

b. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;

c. Peserta atau keanggotaan dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;

d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;

e. Peserta kegiatan lainnya.

4. Objek PPh Pasal 21

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26, adalah:

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur; penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;

2. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lein sejenis;

3. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;

4. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;

5. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah, atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, dan imbalan sejenis dengan nama apa pun;

6. Penerimaan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh:

a. bukan Wajib Pajak;

(8)

c. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).

5.Non Objek PPh Pasal 21

Yang tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPPh Pasal 21 adalah:

1. Pembayaran menfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa,dwiguna, dan asuransi beasiswa.

2. Penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan (benefit in kind) kecuali natura atau kenikmatan yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, atau diberikan oleh WP yang dikenakan PPh final atau dikenakan PPh berdasarkan Norma Perhitungan Khusus (

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan, dan iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.

4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah; atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima pelh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

5. Beasiswa, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf I UU PPh 2008.

Sesuai dengan PMK No.246/PMK.03/2008, penghasilan berupa beasiswa yang diterima atau diperoleh WNI dari WP pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan di dalam negeri pada tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, di kecualikan dari objek PPh, sepanjang penerima beasiswa tidak mempunyai hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris, direktur, atau pengurus dari wajib pajak pemberi beasiswa

6. Kenikmatan berupa pajak yang ditangguang oleh pemberi kerja.

“Pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja” adalah pajak terutang atas penghasilan keryawan tetap yang menjadi beban atau dibayarkan oleh pemberi pemberi kerja, sehingga termasuk kenikmatan. Pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja berbeda dengan pemberian tunjangan pajak.

2.2Kebijakan/Metode Pemotongan PPh Pasal 21

Dilihat dari siapa yang menenggung beban, maka kebijakan atau metode pemotongan PPh Pasal 21 dapat dipilih oleh Wajib Pajak, adalah:

(9)

Metode ini lazimnya disebut Metode Gross. Dalam hal ini jumlah PPh Pasal 21 yang terutang akan ditanggung oleh karyawan itu sendiri, sehingga benar-benar mengurangi penghasilan. Istilah yang sering digunakan adalah bahwa PPh Pasal 21 dipotong oleh perusahaan.

2. PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan (ditanggung)

Metode ini lazimnya disebut Metode Net. Dalam hal ini, jumlah PPh Pasal 21 yang terutang akan ditanggung oleh perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian, gaji yang diterima oleh karyawan tersebut tidak dikurangi dengan PPh Pasal 21 karena perusahaanlah yang menanggung biaya/beban PPh Pasal 21. Perhitungan PPh Pasal 21 tersebut dilakukan dengan cara gross up. PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan, karena tidak termasuk sebagai faktor penambahan pendapatan dalam SPT PPh Pasal 21.

3. PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan (ditunjangi)

Metode ini lazim disebut Metode Gross Up. Jika PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan, maka jumlah tunjangan tersebut akan menambah beban penghasilan keryawan dan dikenai PPh Pasal 21. Dalam hal ini perhitungan PPh dilakukan dengan cara gross up di mana besarnya tunjangan pajak sama dengan jumlah PPh Pasal 21 terutang untuk masing-masing karyawan.

Sepintas lalu kebijakan PPh Pasal 21 jenis ini terlihat memberatkan perusahaan, karena penghasilan karyawan akan bertambah besar sebagai akibat dari penambahan tunjangan pajak. Namun beban perusahaan tersebut akan tereleminasi, karena PPh Pasal 21-nya dapat dibiayakan.

Di samping memberi tunjangan PPh Pasal 21 yang besarnya sama dengan PPh terutang untuk masing-masing karyawan (metode gross up), perusahaan juga bisa memberikan tunjangan PPh Pasal 21 yang besarnya berbeda dengan PPh terutang.

Dalam hal besarnya PPh Pasal 21 yang terutang lebih besar daripada tunjangan PPh Pasal 21, maka kekurangannya bisa ditanggung karyawan (dipotong) atau ditanggung perusahaan. Jika kekurangannya ditanggung oleh perusahaan, maka perlakuan perpajakannya menjadi non deductible expenses

2.3 Terapan Tax Planning Terkait dengan PPh Pasal 21

(10)

Dalam beberapa kasus timbul konflik dalam bisnis, dimana kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 atau Pasal 26 yang dilakukan dari penghasilan orang pribadi penerima penghasialn, sewaktu dilaksanakan

pemotongannya pihak, yang dipotong pajak tidak menerima sehingga terjadinya dispate.

Secara normatif undang-undang perpajakan telah mewajibkan perusahaan pemilik proyek atau pemberi kerja melaksanakan pemungutan atau pemotongan PPh Pasal 21 dari pihak ketiga, sedangkan pihak pembri jasa (kontraktor) tidak bersedia dipotong pajaknya dengan alasan pada saat perjanjian atau kontrak kerja disepakati, masalah pajak tidak dibahas sehingga mereka bersikukuh bahwa harga kontrak yang disepakati sudah tidak dipotong pajak lagi (net)! Secara hukum, alasan pihak kontraktor memiliki justifikasi hukum yang kuat, sehingga bila pada akhirnya pemilik proyek atau pemb pemilik proyek eri kerja harus menanggung pajaknya, tentu ini menjadi tambahan beban yang seharusnya tidak perlu terjadi. Tambahan beban bagi pemilik proyek atau pemberi kerja tersebut adalah jumlah yang signifikan yang akan mengerus keuntungan perusahaan.

sebelum kontrak kerja ditandatangani harus pastikan:

 Pembuatan kalusal pajak dalam peerjanjian atau kontrak kerja, yang mensyaratkan pejak terutang harus dihitung berdasarkan nilai kontrak (di luar harga pokok barang), yakni dikenakan dari nlai bruto kontrak, dan untuk PPh Pasal 21 atau Pasal 26, pemberi kerja wajib memotong dari pembayarannya.

 Kalusal pajak eksplisit menyatakan siapa yang harus menaggung PPh Pasal 21/Pasal 26, sehingga pajak yang terutang dan pemotongannya didasarkan pada klausal tersebut.

Apabila perusahaan pemilik proyek tidak memotong PPh Pasal 21, dan transaksi ini ditemukan oleh fiskus pada saat pemeriksaan pajak,maka perusahaan akan dikenai kewajiban membeyar PPh Pasal 21yang terutang, ditambah denda keterlambatan penyetoran sebesar 2%sebulan dari pokok pajak.

Dari kasus ini jelas bahwa tax planning memerlukan dukungan dari beberapa divisi dalam perusahaan pemilik proyek atau pemberi kerja, antara lain divisi pengadaan atau logistik, divisi SDM, dan divisi hukum. Untuk menghindari timbulnya kerugian di kemudian hari di luar anggaran yang direncanakan, semua divisi yang terkait harus mempertimbangkan aspek perpajakan atau klausal perjanjian atau kontrak kerja yang hendak dibuat seperti beban pajak yang teruatang dan siapa yang akan menaggung pajaknya.

(11)

Seringkali di dalam kontrak kerja ditemukan klausal yang menyatakan bahwa nilai kontrak sudah “net”, tidak termasuk pajak, atau “pajak ditanggung perusahaan/pemberi kerja.” Istilah tersebut sebaiknya digunakan secara hati-hati, karena akan berdampak pada pemotongan pajak dan pmebebanan biaya di PPh Badan.

 Tidak termasuk pajak, artinya pajak akan menjadi beban pemberi kerja, atau ditanggung oleh perusahaan atau pemberi kerja. Hal ini akan mengkakibatkan PPh yang ditanggung perusahaan atau pemberi kerja tidak dapat dibayarkan di SPT PPh Badan (

expense)

 Agar PPh yang ditanggung oleh pemberi kerja dapat dibiayakan,maka penghitungan PPh harus menggunakan metode gross up.PPh hasil penghitungan gross up tersebut dimasukkan ke dalam nilai kontrak (termasuk invoice dan faktur pajak)atau menambah penghasilan dari pihak yang memperoleh penghasilan.Dengan kata lain diberikan “tunjangan pajak sebesar PPh yang terutang “

III

PENUTUP

3.1 .KESIMPULAN

Menyusun perencanaan pajak sesuai dengan kondisi perusahan dimulai dengan strategi mengefisiensikan beban pajak ( penghematan pajak ).Selain itu apa yang dilakukan perusahaan harus bersifat legal (tax avoidance ) supaya terhindar dari sanksi pajak dikemudian hari..Jadi metode yang baik bagi perusahaan untuk memugut PPh 21 menurut saya adalah Metode Gross Up karena dapat upaya penghematan pajak dalam mengefisiensikan beban pajak terutang,penghasilan kena pajak yang lebih rendah,dan PPh badan yang lebih efisien.

Penggunaan metode gross up adalah untuk memuaskan dan meningkatkan motivasi karyawan.Dengan menggunakan metode ini karyawan akan merasa puas karena PPh pasal 21 ditanggung seluruhnya oleh

(12)

perpajakan.Jadi tinggal pilih mau menggunakan metode mana yang paling efisien bagi perusahaan dan menguntungkan karyawan

3.2 SARAN

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara awal dan survey pendahuluan yang dilakukan pada tahap awal penelitian, beberapa permasalahan yang dihadapi perusahaan di dalam

Hasil perhitungan rataan bobot lahir sapih pedet pada tahun 2008 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (P<0,05) dalam penggunaan bangsa sapi pejantan yang

memberikan pelayanan kedokteran kepolisian dan kesehatan kepolisian sesuai dengan kebutuhan medik, standar pelayanan kesehatan kepolisian dan standar pelayanan

Pada tampi lan utama juga terdapac gambar simulasi untuk masing- masing kolimator dan dctck1or, keti ka kolima tor atau detektor dija lankan, gambar akan bergerak

Peserta didik diminta untuk bekerja secara berkelompok untuk menemukan pemecahan masalah terhadap permasalah yang yang telah diberikan baik melalui sumber internal

Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode pendampingan secara komprehensif kepada siswa SMK Muhammadiyah 2 Mertoyudan melalui sosialisasi aplikasi pembuatan e-book yang

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan) dan

b) Faktor psikologis : minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif. Namun, terkait dalam penelitian ini, faktor yang ingin diungkap atau dijadikan