• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Etnis Tionghoa Tentang Keluarga Berencana, Di Praktek Dr. Hotma Partogi Spog Medan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi Etnis Tionghoa Tentang Keluarga Berencana, Di Praktek Dr. Hotma Partogi Spog Medan Tahun 2012"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau

merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Upaya

peningkatan kepedulian masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia

sejahtera (undang-undang no.10/1992). Dari segi populasi, potret pola pemakaian

metode keluarga berencana saat ini tidak hanya mencerminkan popularitas atau

ketersediaan metode tertentu, tetapi juga mencerminkan ragam populasi wanita pada

tahap kehidupan yang berbeda (Glasier & Gebbie, 2006)

Populasi dunia diperkirakan akan stabil antara 10 milyar dan 11 milyar per

tahun 2010. Kira-kira 95% pertumbuhan akan terjadi di negara-negara yang sedang

berkembang, sehingga pada tahun 2010, 13% populasi akan bertempat tinggal di

negara maju (Speroff dan Darney. 2005). Di seluruh dunia 45% wanita usia subur

yang menggunakan alat kontrasepsi, meskipun demikian terdapat variasi yang

bermakna dari negara ke negara, sebagai contoh: di Asia Timur 69% dan 11% di

Afrika (Sperof, 2003).

Republik Rakyat Cina merupakan Negara dengan jumlah penduduk

terbanyak di dunia yaitu 1.306.148.035 jiwa (Wikipedia bahasa Indonesia, 2004, ¶

1)). Kontrasepsi yang paling umum digunakan adalah IUD dan kondom. Dua sampai

tiga persen dari 100 juta perempuan Cina yang berusia antara 21-29 tahun memilih

pil. Kesalahpahaman tentang pil dan cara memakainya mungkin menjadi penyebab

(2)

bisa menambah berat badan, merusak kesuburan perempuan atau menyebabkan

perubahan bentuk janin (Redaksi Indonesia, 2010, ¶10).

Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan bakal meledak hingga mencapai

angka 300 juta jiwa pada tahun 2015. Angka ini akan muncul jika pengendalian

penduduk tidak berjalan baik. Salah satu pengendalian jumlah penduduk ini adalah

dengan alat kontrasepsi (Tempo, 2011, ¶1). Hasil sementara Survey Demografi dan

kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menyebutkan, saat ini sebanyak 39 persen

wanita usia produktif yang tidak menggunakan kontrasepsi dengan sebaran 40 persen

di pedesaan dan 37 persen di perkotaan seedangkan yang menggunakan kontrasepsi

61 persen perempuan yang menikahdimana 57 persen diantaranya menggunakan

kontrasepsi modern dan 4% yang memilih kontrasepsi tradisional. Kontrasepsi

modern yang paling banyak digunakan saat ini adalah metode suntik sebanyak

32%(Indosiar.com, 2011, ¶1) .

Berdasarkan data dari BPS tahun 2007, penduduk Sumatera Utara berjumlah

mencapai 12.834.371 jiwa. Badan Kependudukan Berencana Nasional (BKKBN)

Sumut menargetkan penambahan jumlah pasangan usia subur (PUS) menjadi peserta

KB sebanyak 372.401 peserta tahun 2011. Humas BKKBN Sumut, Anthony

mengatakan, penambahan ini untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk dan

menurunkan angka kelahiran di Sumatera Utara. Rincian per mix kontrasepsi untuk

peserta KB terdiri dari: IUD 23.674 (6,36 %), medis operasi wanita 8.612 (2,31 %),

medis operasi pria 2.088 (0,56 %), kondom 60.000 (16,11 persen), Implant 33.050

(8,87 %), suntik 124.377 (33,40 %) dan pil 12.600 (32,8 %). Sementara rincian untuk

masing-masing per mix kontrasepsi yaitu IUD hingga Maret mencapai 4.876,

(3)

(Tribun-Dalam bidang kependudukan, pemerintah Indonesia menegaskan paradigma

baru Program KB yang telah disesuaikan dengan GBHN 1999. Visi Program KB

yang semula adalah Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) dengan

slogan dua anak cukup, laki-laki perempuan sama saja dikembangkan menjadi

keluarga berkualitas tahun 2015. Visi ini menekankan pentingnya upaya

menghormati hak-hak reproduksi sebagai upaya integral dalam meningkatkan

kualitas keluarga (Pinem, 2009).

Program keluarga berencana tentunya menggunakan metode dalam

penggunan alat kontrasepsi. Kecocokan antara suatu metode kontrasepsi dan setiap

klien bergantung pada sejumlah faktor. Dalam memutuskan metode mana yang akan

digunakan, klien dipengaruhi oleh kepentingan pribadi, pertimbangan kesehatan,

biaya, aksesibilitas, dan lingkungan budaya mereka. Faktor-faktor ini meliputi salah

pengertian dalam masyarakat mengenai berbagai metode, kepercayaan religious serta

budaya, tingkat pendidikan, persepsi mengenai resiko kehamilan, dan status wanita

(Pendit Brahm, et al. 2007).

Hasil sensus penduduk tahun 2000, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat

jumlah penduduk kota medan sebanyak 2.030.000 jiwa. Etnis Tionghoa menempati

urutan ketiga terbanyak dengan jumlah 216.195 jiwa (10,65 persen) setelah etnis

Jawa 670.509 jiwa (33,03 persen) dan etnis Batak (Simalungun, Tapanuli, Pakpak,

dan Nias) 428.879 jiwa (20,93 persen) (Waspada Online, 2011, ¶ 1).

Program KB yang dikelola BKKBN tidak menjangkau kalangan etnis

Tionghoa di kota Medan. Sebab jumlah penduduk etnis Tionghoa di ibukota Provinsi

Sumatera Utara ini bertambah pesat. Akibatnya muncul kesan bahwa program KB

(4)

KB diperuntukkan bagi seluruh masyarakat terutama yang kurang mampu tanpa

membeda-bedakan etnis (Waspada Online, 2011, ¶ 1).

Pada survey lapangan yang dilakukan peneliti di praktek dr. Hotma Partogi

SpOG Medan Area yang berada di komplek Asia Mega Mas dimana masyarakat

daerah tersebut mayoritas berasal dari suku Tionghoa, pada tahun 2011 jumlah

pasien di praktek dr.Hotma Partogi yaitu 3.688 pasien, setiap bulannya rata-rata 308

orang dimana ibu etnis Tionghoa yang datang berkisar 45 orang perbulannya, pasien

yang ber-KB sebanyak 2 orang, diantaranya menggunakan AKDR dan Suntik

DMPA. Dari penjelasan diatas masih sedikit ibu etnis Tionghoa yang menggunakan

alat kontrasepsi, sehingga program keluarga berencana masih perlu di tingkatkan.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik melakukan penelitian

tentang “Persepsi Etnis Tionghoa tentang Kelurga Berencana, di Praktek dr. Hotma

Partogi SpOG Medan Tahun 2012”.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan di dalam penelitian ini adalah “ Persepsi Etnis Tionghoa

tentang Keluarga Berencana, di Praktek dr. Hotma Partogi SpOG Medan Tahun

2012?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum yaitu untuk mengetahui “Persepsi Etnis Tionghoa

tentang Keluarga Berencana”.

(5)

b. Untuk mengetahui distribusi persepsi etnis Tionghoa tentang Keluarga Berencana

yaitu defenisi KB, tujuan KB, manfaat KB, jenis/metode KB, efek samping KB.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi atau masukan untuk dapat

meningkatkan mutu pelayanan di masyarakat dengan memperhatikan budaya

setempat.

2. Bagi Pendidikan Kebidanan

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi atau masukan dalam

menambah wawasan serta meningkatkan pemahaman persepsi etnis Tionghoa

tentang Keluarga Berencana.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan

pengetahuan dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai reverensi untuk pembuatan karya

Referensi

Dokumen terkait

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.4. Pengertian

Reaksi timbul akibat paparan terhadap bahan yang pada umumnya tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan, disebut alergen.3 Paparan berulang oleh alergen

Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, apakah engkau (nabi Muhammad saw.) beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah

Pada bab ini, Anda akan membuat suatu objek dan memadukannya dengan objek-objek lain hingga menjadi gambar vektor yang sederhana, namun bagus dan

Gambar 5. Hubungan kecepatan gelombang dan diameter agregat pada fas 0.6.. Dengan nilai fas yang sama, agregat dengan diameter agregat maksimum lebih besar mempunyai

BPMPK memiliki tantangan untuk mengembangkan model multimedia pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (ABK).. Kenyataan di lapangan banyak dijumpai

10,5 g/ha memiliki daya kendali yang berbeda dengan herbisida paraquat 900 g/ha dan penyiangan mekanis sehingga dapat diketahui bahwa herbisida 1,8-cineole tidak mampu menyamai

Formulasi pengelepasan terkendali I didapatkan dengan mencampurkan larutan shellak 2,5% dengan 10 mL karbofuran 5% (dari bahan aktif karbofuran dengan kemurnian 95%) lalu