• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dengan BTA Positif Sputum pada Penderita TB Paru Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dengan BTA Positif Sputum pada Penderita TB Paru Chapter III VI"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN

(2)

3.2. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

3.3. Hipotesis

Terdapat hubungan bermakna antara luas lesi foto toraks dengan BTA positif

sputum pada penderita TB paru. Luas Lesi pada Foto

Toraks Penderita TB

paru

BTA Positif Sputum Penderita

(3)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik cross-sectional dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medik.26

4.2. Tempat penelitian dan periode penelitian

Tempat pelaksanaan dilakukan di poli paru rawat jalan RSUP Haji Adam

Malik, beberapa puskesmas, dan praktik dokter swasta di kota Medan dan

dilakukan selama Maret sampai dengan Desember 2016.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi Target : Pasien dengan gejala klinis TB paru yang berobat di

tempat pelayanan kesehatan di Medan.

Populasi terjangkau : Pasien TB paru yang rawat jalan di RSUP Haji

Adam Malik, beberapa puskesmas, dan praktik dokter swasta selama

Maret-Desember 2016.

Estimasi besar sampling

Dengan ketetapan absolut (d) = 0,1

= � � �

Maka,

=

�� 2� � 2

=

,9 2. , . ,

, 2

=

76

Jadi penelitian cross sectional ini membutuhkan paling sedikit 76 sampel.

Kriteria Inklusi :

- Pasien dengan umur 18-65 tahun

(4)

- Pasien TB paru dengan gambaran foto toraks positif berupa bayangan

berawan/nodular, kavitas, bercak Milier, dan efusi.

- Pasien TB paru yang bersedia mengikuti penelitian dan telah

menandatangani informed consent. Kriteria Eksklusi :

- Pasien TB dengan kondisi penyakit DM ataupun HIV.

- Pasien TB dengan penyakit berat lainnya yang sedang mengikuti

kemoterapi.

- Pasien TB yang sedang mengkonsumsi obat immunosupresive, misalnya kortikosteroid.

4.4. Teknik pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data

yang diperoleh dari rekam medik.

Teknik pengambilan sampel adalah consecutive sampling. Pada teknik ini semua subjek yang datanya memenuhi kriteria pemilihan dan berurutan

dimasukan ke dalam penelitian sampai jumlah subjek terpenuhi. Kriteria subjek

adalah pasien TB paru yang berobat jalan di Medan yang termasuk kriteria inklusi

dan tidak didapati kriteria eksklusi.

4.5. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Untuk mengetahui adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara

variable dependen dan variable independen mengunakan analisis bivariat dengan

uji Chi-square. Uji Chi-square dilakukan untuk mengetahui hubungan variable bebas dan variable terikat yang mana kedua variable bersifat kategorik. Melalui

uji statistic Chi-square akan diperoleh nilai p (p-value) dengan tingkat kemaknaan

0,05. Jika nilai p ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan kata lain

terdapat hubungan yang bermakna antara dua variabel yang diujikan. Namun,

apabila p > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain tidak terdapat

(5)

4.6. Variabel

Variabel Independen = Kepositifan BTA sputum pada hapusan langsung

Variabel Dependen = Luas Lesi pada foto toraks pada penderita TB paru

Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur

Baca Klasifikasi ATA:

(6)

kedua dan prosesus

spinosus dari vertebra

torakalis IV & tidak ada

disertai kavitas, maka

diameter semua kavitas

tidak boleh lebih dari 4

Kegiatan dimulai dari pencarian literatur, pemilihan

masalah, pembuatan proposal sampai dengan penyusunan hasil

penelitian skripsi ini direncanakan selama 10 bulan mulai dari

Maret 2016 hingga Desember 2016. Tahapan penyusunan skripsi

(7)

Tabel 4.7.1. Rencana Waktu dan Tahapan Kegiatan Penelitian

Kegiatan Bulan ke

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Persiapan (Pemilihan

masalah dan pencarian

literatur)

X

Bimbingan dan

pembuatan proposal

X X X X

Seminar proposal X

Penelitian lapangan X x X

Bimbingan, pengolahan

data dan penyusunan hasil

penelitian

(8)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan RSUP Haji Adam Malik dengan menggunakan rekam

medik yang diperoleh dari poli paru, beberapa puskesmas, dan praktik dokter

swasta. RSUP Haji Adam Malik berlokasi di Jalan Bunga Lau No.17, Kelurahan

Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi

Sumatera Utara, Indonesia yang telah ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan

bagi mahasiswa dimulai sejak tanggal 6 September 1991 berdasarkan Keputusan

Menteri Kesehatan RI No. 502/Menkes/IX/1991. RSUP Haji Adam Malik Medan

memiliki fasilitas pelayanan yang terdiri atas pelayanan medis dan non medis.

Selain itu, RSUP Haji Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A sesuai

dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 yang merupakan rumah sakit

rujukan untuk wilayan pembangunan A meliputi Provinsi Sumatera Utara,

Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau.

Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan salah

satu sarana pelayanan kesehatan primer untuk masyarakat di Indonesia dan

berperan sebagai ujung tombak kesehatan masyarakat. Puskesmas adalah unit

pelaksana teknis dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di suatau wilayah kerja.

5.1.2. Karakteristik Sampel

Sampel yang digunakan untuk penelitian adalah sebanyak 90 penderita TB

paru kategori 1 atau kasus baru dengan karakteristik yang berbeda-beda. Pasien

TB paru yang menjadi sampel telah diseleksi melalui kriteria inklusi dan eksklusi

sebelumnya.Semua data sampel diambil dari data sekunder berupa rekam medik.

Adapun karakteristik demografi pasien yang diteliti dalam penelitian ini

(9)

A. Karakteristik Pasien Berdasarkan Umur

Usia pasien dinyatakan dalam tahun berdasarkan tanggal lahir,dihitung sampai

ulang tahun terakhir. Distribusi responden berdasarkan kategori usia dapat dilihat

dalam tabel dibawah.

Tabel 5.1. Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia

Kategori Usia Frekuensi (orang) Persentase (%)

18 – 25 26 28,9

orang (12,2%) sampel penelitian berusia di antara 56-65 tahun.

B. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Pasien yang menjadi sampel penelitian terbagi menjadi dua, yaitu laki-laki dan

perempuan.Distribusi responden berdasarkan kategori jenis kelamin dapat dilihat

di tabel bawah.

Tabel 5.2. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (orang) Persentase (%)

Laki-Laki 62 68,9

Perempuan 28 21,1

Jumlah 90 100

Berdasarkan tabel 5.2.diketahui bahwa 90 responden yang mengikuti

(10)

C. Karakteristik Pasien Berdasarkan Status Gizi

Status gizi pasien penelitian diukur melalui Indeks Massa Tubuh

(IMT).Adapun IMT terdiri dari beberapa kategori yaitu underweight, normal, overweight.Distribusi responden berdasarkan kategori IMT dapat dilihat di tabel bawah.

Tabel 5.3. Karakteristik Pasien Berdasarkan Indeks Massa Tubuh

IMT Frekuensi (orang) Persentase (%)

Underweight 40 44,4

Normal 50 55,6

Jumlah 90 100

Berdasarkan tabel 5.3.diketahui bahwa 40 orang (44,4%) responden penelitian

memiliki indeks massa tubuh underweight atau kurus dan 50 orang (55,6%) responden penelitian memiliki indeks massa tubuh normal. Tidak dijumpai

responden penelitian yang memiliki indeks massa tubuh overweight dan obesitas.

5.1.3. Luas Lesi Foto Toraks Pasien

Luas lesi foto toraks pasien yang didapatkan berupa gambaran aktif TB paru

dan dikategorikan sesuai dengan klasifikasi ATA (American Thoracic Society) yaitu minimal, sedang, dan luas. Distribusi frekuensi luas lesi foto toraks pada

responden penelitian dapat dilihat dalam tabel dibawah.

Tabel 5.4. Distribusi Luas Lesi Foto Toraks Responden

Klasifikasi ATS Frekuensi

(orang)

Persentase (%)

Lesi Minimal 17 18,9

Lesi Sedang 47 52,2

Lesi Luas 26 28,9

Jumlah 90 100

Dari tabel 5.4.diketahui bahwa sebagian besar responden penelitian memiliki

lesi sedang yaitu 47 orang (52,2%), diikuti dengan lesi luas sebanyak 26 orang

(11)

5.1.4. Kepositifan BTA pada Penderita TB Paru

Kepositifan BTA responden yang didapatkan dikategorikan dengan skala

IULTD sesuai dengan rekomendasi WHO.Distribusi frekuensi kepositifan BTA

pada responden penelitian dapat dilihat dalam tabel di bawah.

Tabel 5.5. Distribusi Kepositifan Basil Tahan Asam Responden

Skala IULTD Frekuensi

(orang)

Persentase (%)

1+ 30 33,3

2+ 29 32,2

3+ 31 34,3

Jumlah 90 100

Dari tabel 5.5. diketahui 30 responden (33,3%) memiliki BTA dengan skala

1+, 29 responden (32,2%) memiliki BTA dengan skala 2+, dan 31 responden

(34,3%) memiliki BTA dengan skala 3+.

5.1.5. Uji Bivariat

Uji bivariat yang dilakukan adalah mencari hubungan faktor umur dengan

kepositifan BTA dan luas lesi foto toraks, hubungan faktor IMT dengan

kepositifan BTA dan luas lesi foto toraks, dan hubungan luas lesi foto toraks

dengan BTA positif sputum pada responden.

A. Hubungan Faktor Usia dengan Kepositifan BTA

Berdasarkan tabel 5.6., jumlah pasien TB dengan BTA 3+ paling banyak

(12)

Tabel 5.6. Hubungan Faktor Usia dengan Kepositifan Basil Tahan Asam

Jumlah pasien TB dengan BTA 2+ paling banyak berusia antara 18-25 tahun

juga, dan jumlah pasien TB dengan BTA 1+ paling banyak berusia antara 26-35

tahun. Hasil analisis data ini juga menunjukkan p-value sebesar 0,651 (p>0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain, tidak ada hubungan

bermakna antara faktor usia dengan kepositifan BTA.

B. Hubungan Faktor Usia dengan Luas Lesi Foto Toraks

Hasil analisis data yang diperoleh dari tabel 5.7.ialah jumlah pasien TB

dengan luas lesi luas antara pasien yang berumur 18-25 tahun dan pasien yang

berusia 26-35 tahun sama, yaitu 7 orang,

(13)

Jumlah pasien TB dengan luas lesi sedang paling banyak berusia antara 18-25

tahun yaitu 15 orang dan jumlah pasien TB dengan luas lesi minimal paling

banyak berusia antara 26-35 tahun yaitu 6 orang. Hasil analisis data ini juga

menunjukkan p-value sebesar 0,835(p>0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor

usia dengan luas lesi foto toraks.

C. Hubungan Faktor IMT dengan Kepositifan BTA

Hasil analisis data yang diperoleh dari tabel 5.8.ialah pasien TB dengan IMT

underweight paling banyak memiliki luas lesi luas yaitu 20 orang dan pasien TB dengan IMT normal paling banyak memiliki luas lesi sedang yaitu 21 orang.

Tabel 5.8. Hubungan Faktor Indeks Massa Tubuh dengan Kepositifan Basil Tahan Asam Responden

BMI BTA

1+ 2+ 3+ Total

Jumlah (orang)

Jumlah (orang)

Jumlah (orang)

Jumlah

(orang) p

Underweight 12 8 20 40

0,013

Normal 18 21 11 50

Total 30 29 31 90

Hasil analisis data ini juga menunjukkan p-value sebesar 0,013 (p≤0,05) yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan kata lain terdapat hubungan bermakna

antara faktor IMT dan kepositifan BTA.

D. Hubungan Faktor IMT dengan Luas Lesi Foto Toraks

Hasil analisis data dapat dilihat dari tabel 5.9.yaitu pasien TB dengan IMT

(14)

Tabel 5.9. Hubungan Faktor Indeks Massa Tubuhdengan Luas Lesi Foto Toraks Responden

IMT Luas Lesi Foto Toraks

Minimal Sedang Luas Total

bermakna antara faktor IMT dan luas lesi foto toraks.

E. Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dan BTA Positif

Dari tabel 5.10.dapat dilihat hasil analisa data hubungan luas lesi foto toraks

dengan BTA positif responden dan didapat nilai p-value sebesar 0,972 (p > 0,05).

Tabel 5.10.Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dengan Basil Tahan Asam Positif Responden.

bermakna antara luas lesi foto toraks dengan BTA positif.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Karakteristik Responden Penelitian

Menurut data Riskesdas 2007, 75% dari kasus TB adalah kelompok umur

(15)

pasien TB terbanyak pada kelompok umur 18-25 tahun yaitu 26 orang (28,9%)

dan diikuti dengan kelompok umur 26-35 tahun yaitu 24 orang (26,7%). Hasil

penelitian ini sesuai dengan penelitian Merryani Girsang dkk yang menyatakan

bahwa kelompok umur antara 15 hingga 44 tahun atau usia produktifas memiliki

angka kejadian TB lebih tinggi dibandingkan kelompok umur yang lebih tua dan

besar kemungkinan disebabkan karena lebih banyak aktifitas pada kelompok umur

yang muda sehingga lingkungan rumah dan tempat kerja ada pengaruhnya

terhadap kejadian TB. Hal ini juga berpengaruh terhadap tingkat keproduktifitas

pasien TB dan mempengaruhi ekonomi dari pasien.26 Sedangkan untuk jumlah

pasien TB paling sedikit pada kelompok umur 56-65 tahun yaitu 11

orang(12,2%). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang

dilakukan Wang dkk yang mengatakan bahwa frekuensi orang tua untuk terkena

TB lebih rendah dibandingkan dengan kelompok umur produktif karena lebih

sering terkena penyakit kronik lainnya. Beberapa penelitian mengungkapkan

bahwa hal ini bisa jadi karena keterlambatan diagnosis yang disebabkan oleh

karena gejala klinis yang tidak pasti dan kurangnya kesadaran akan penyakit ini

dikalangan orangtua.27

Pada penelitian ini didapati bahwa jumlah pasien TB laki-laki yaitu 62 orang

(68,9%) lebih banyak dibandingkan pasien TB perempuan yaitu 28 orang(21,1%).

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Merryani Girsang dkk

yang mengatakan bahwa kelompok perempuan lebih tinggi insidensi TB

dibandingkan kelompok laki-laki.26Hal ini mungkin juga disebabkan karena

perbedaan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini dan penelitian

Merryani dkk.Sedangkan laporan WHO menyatakan tidak ada perbedaan

kemungkinan timbulnya kasus tuberkulosis paru antara laki-laki dan perempuan,

diperkirakan jumlah penderita laki-laki sama banyak dengan perempuan. Jumlah

kasus yang selama ini dilaporkan bahwa perempuan lebih sedikit mungkin

disebabkan karena tidak terdiagnosis sebagaimana mestinya. Hal ini bisa

disebabkan karena berbagai hal seperti mungkin karena perempuan lebih lama

(16)

perempuan juga lebih sibuk akan pekerjaan rumahnya sehingga tidak ada waktu

untuk memeriksakan, dan juga berbagai faktor lainnya.26

Menurut hasil analisa data dari tabel 5.2.didapati bahwa jumlah pasien dengan

indeks massa tubuh normal lebih banyak yaitu 50 orang (55,6%) dibandingkan

dengan jumlah pasien dengan indeks massa tubuh underweight atau kurus yaitu 40 orang (44,4%). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Van Lettow dkk yang menyatakan bahwa orang dengan indeks massa tubuh

dibawah normal akan lebih beresiko terkena TB dibandingkan indeks massa tubuh

normal.28

Foto toraks merupakan pemeriksaan penting dalam menegakkan diagnosis

TB, akan tetapi foto toraks bukan metode emas dalam menegakkan diagnosis TB.

Dengan penggunaan yang tepat, foto toraks dapat mendeteksi TB paru dini Luas

lesi pada pasien TB ditentukan berdasarkan luas infiltrat pada paru. Hal ini

diklasifikasikan oleh ATS. Hasil penelitian yang digambarkan di tabel

5.4.menunjukkan bahwa jumlah pasien TB terbanyak dengan luas lesi sedang

yaitu 47 orang (52,2%) dibandingkan dengan jumlah pasien TB paling sedikit

dengan luas lesi minimal yaitu 17 orang (18,9%). Hasil penelitian ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution dkk yang mengatakan bahwa

gambaran luas lesi sedang paling banyak ditemukan.29

Kultur atau biakan dahak merupakan metode baku emas (gold standard) dalam menegakkan diagnosis TB. Tingkat kepositifan BTA pada sputum pasien TB

menggunakan skala IULTD berdasarkan rekomendasi WHO.Pada tabel

5.5.distribusi pasien TB dengan BTA 3+ terbanyak yaitu 31 orang (34,3%). Hasil

penelitian ini juga menunjukkan bahwa perbandingan diantara jumlah pasien TB

dengan BTA 1+, 2+, dan 3+ hampir sebanding. Hasil analisa pada tabel 5.5. tidak

sesuai dengan hasil penelitian Mulyadi dkk yang mengatakan bahwa jumlah

pasien TB terbanyak adalah pasien TB dengan BTA 1+ (44,4%).25 Hal ini juga

disebabkan oleh karena resiko penularan setiap tahun atau Annual Risk of Tuberculosis Infection di Indonesia cukup tinggi dan bervariasi yaitu 1-3%.5Kepositifan BTA sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor

(17)

5.2.2. Hubungan Faktor Usia dengan Kepositifan BTA

Dari tabel 5.6.dengan menggunakan metode Kruskal-Wallis Test didapatkan

p-value sebesar 0,651 (p>0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain tidak ada hubungan bermakna antara faktor usia dengan kepositifan BTA

pada pasien TB. Penelitian yang dilakukan oleh Perez-Guzman dkk juga

menunjukkan hasil yang sama bahwa tidak ada perbedaan hasil BTA sputum pada

pasien TB berusia muda dan berusia tua, sehingga tidak ada hubungan bermakna

antara faktor usia dan kepositifan BTA.30

5.2.3. Hubungan Faktor Usia dengan Luas Lesi Foto Toraks

Dari tabel 5.7.dengan menggunakan metode Kruskal-Wallis Test didapatkan

p-value sebesar 0,835 (p>0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain tidak ada hubungan bermakna antara fakto usia dengan kepositifan BTA

pada pasien TB. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Van den Brande dkk yang menyatakan tidak ada hubungan antara hasil

radiologi pasien TB usia tua dengan usia muda.31

5.2.4. Hubungan Faktor IMT dengan Kepositifan BTA

Dari tabel 5.8.dengan menggunakan metode chi square didapatkan p-value

sebesar 0,013 (p≤0,05) yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan kata lain terdapat hubungan bermakna antara faktor IMT dengan luas lesi foto toraks. Hasil

analisa data ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Wokas dkk yang

menggunakan uji Spearman dan mendapatkan tidak adanya hubungan antara status gizi dengan hasil pemeriksaan sputum BTA.32

Secara teori, pasien dengan status gizi yang buruk dapat menyebabkan

penurunan daya tahan tubuh sehingga dapat lebih memudahkan untuk terinfeksi

kuman tuberkulosis. Malnutrisi menyebabkan sistem imun menurun. Hal ini juga

menyebabkan penurunan dari kadar IFN-γ dan IL-2, peningkatan TGF-ß, dan

(18)

kuman TB menginfeksi pasien, semakin banyak dijumpai kuman TB pada sputum

pasien dan risiko diseminasi. Hal ini dapat dilihat dari pemeriksaan SPS.33

5.2.5. Hubungan Faktor IMT dengan Luas Lesi Foto Toraks

Dari tabel 5.9.dengan menggunakan metode chi square didapatkan p-value

sebesar 0,373 (p>0,05) yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain

tidak ada hubungan bermakna antara faktor IMT dengan luas lesi foto toraks.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wokas dkkyang juga

mendapatkan p-value sebesar 0,348 (p>0,05) yang telah dianalisa dengan uji

Spearman.32

Secara teori, status gizi yang buruk akan menyebabkan penurunan sistem imun

sehingga infeksi kuman TB akan semakin parah dan bermanifestasi dalam

keparahan luas lesi foto toraks. Beberapa hasil penelitian juga mendukung teori

tersebut, seperti yang dilakukan Van Lettow dkk.28

Menurut Cegielsky dkk sulit untuk menentukan dengan tepat apakah status

nutrisi dari pasien TB itu sebelum atau sesudah onset penyakit. Hal ini membuat

sulit menentukan apakah malnutrisi yang mengakibatkan TB atau TB yang

mengakibatkan malnutrisi.34 Seorang pasien bisa terinfeksi TB juga merupakan

kombinasi daripada faktor-faktor lain seperti menurunnya nafsu makan sehingga

respon imun juga terganggu.

5.2.6. Hubungan Luas Lesi Foto Toraks dan Kepositifan BTA

Pada penelitian ini telah didapatkan data luas lesi foto toraks dan hasil sputum

responden yang TB aktif dari rekam medik yang berada di poli paru rawat jalan

RSUP H. Adam Malik, beberapa puskesmas, dan praktik dokter swasta di Medan.

Hasil untuk luas lesi foto toraks menunjukkan bahwa perbandingan jumlah pasien

dengan luas lesi foto sedang dan sputum 1+ sama dengan jumlah pasien dengan

luas lesi foto sedang dan sputum 3+ yaitu 17,8%. Mencari hubungan antara luas

lesi foto toraks dan kepositifan sputum dapat menggunakan metode chi-square

(19)

ada hubungan bermakna antara luas lesi foto toraks dan kepositifan BTA. Hasil

penelitian ini sesuai dengan penelitian di Banda Aceh yang dilakukan oleh

Mulyadi dkk yang menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara tingkat

kepositifan BTA dengan gambaran luas lesi radiologi toraksdan juga penelitian di

Surakarta yang dilakukan oleh Khair dkk yang menyatakan bahwa tidak terdapat

hubungan bermakna antara hasil pemeriksaan sputum BTAdengan gambaran foto

toraks pada penderita TB paru.25,35

Secara teori apabila secara pemeriksaan radiologi dijumpai lesi luas

seharusnya secara pemeriksaan bakteriologi yaitu SPS ditemukan BTA yang lebih

banyak dan lebih berpotensi menyebar sehingga menimbulkan infiltrat pada paru.

Teori ini didukung oleh penelitian yang dilakukan di Yogyakarta oleh Suganda

dkk yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara gambaran foto

toraks dengan pemeriksaan BTA pada sputum (p=0,000). Penelitian Gomes dkk

juga mendukung teori ini dengan hasil p-value sebesar 0,003.

Perbedaan hasil penelitian ini mungkin juga disebabkan karena banyak faktor

lain yang mempengaruhi luas lesi foto toraks selain kepositifan BTA.36,37Seperti

penelitian yang dilakukan oleh Saragih dkk yang mengatakan bahwa ada

hubungan antara vitamin D dengan luas lesi foto toraks, akan tetapi belum ada

variabel yang dapat menjelaskan hubungan tersebut.38 Faktor lain yang

mempengaruhi ialah dalam pengambilan sputum. Hal-hal yang mempengaruhi

ditemukannya BTA dalam pemeriksaan SPS antara lain kondisi bahan sputum

yang diambil apakah yang diambil sputum atau saliva, jumlah atau konsentrasi

kuman dan luas lesi di paru, dan cara pemeriksaan. Sputum BTA positif baru akan

ditemukan apabila di dalam sediaan sebanyak 1 mL dahak terkandung 5.000

kuman. Pada pemeriksaan sering pasien mengalami kesulitan saat mengeluarkan

sputum sehingga jumlah sediaan sputum tidak sesuai dengan ketentuan

pemeriksaan sediaan hapusan langsung.39 Selain itu, kondisi laboratorium dan

keahlian laboran juga dapat mempengaruhi nilai kepositifan. Pada penelitian ini,

subjek penelitian berasal dari berbagai pusat kesehatan sehingga penelitian ini

dilakukan oleh masing-masing laboratorium dan hasil pembacaan foto juga dapat

(20)

mempengaruhi juga ialah dalam pembaca foto toraks. Faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi kualitas foto toraks antara lain faktor ekposi atau faktor

penyinaran yang terdiri dari kV (kilovolt), mA (mili ampere), dan s (second) dan posisi inspirasi pasien saat sedang melakukan foto toraks. Adapun hal-hal yang

dapat mempengaruhi faktor eksposi adalah filter yang digunakan, jarak

pemotretan, film, dan lain-lain. Hal yang perlu juga diperhatikan pada interpretasi

TB paru melalui foto toraks ialah pengetahuan mengenai gambaran TB paru yang

(21)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Tidak ada hubungan bermakna antara luas lesi foto toraks dengan

kepositifan BTA pada pasien TB paru.

2. Berdasarkan usia, pada pasien TB paru lebih banyak didapati pada

kelompok usia 18-25 tahun.Berdasarkan jenis kelamin, pada pasien TB

paru lebih banyak didapati pasien dengan jenis kelamin laki-laki

dibandingkan perempuan.Berdasarkan status gizi, pada pasien TB paru

lebih banyak didapati pasien dengan IMT normal dibandingkan

underweight dan pasien TB paru dengan IMT overweight tidak dijumpai. 3. Berdasarkan luas lesi foto toraks, didapati bahwa pasien TB paru

umumnya memiliki gambaran foto toraks dengan luas lesi sedang.

4. Berdasarkan kepositifan BTA, lebih banyak didapati pasien TB paru

dengan BTA 3+.

5. Tidak ada hubungan bermakna antara faktor usia dengan luas lesi foto

toraks.

6. Tidak ada hubungan bermakna antara faktor usia dengan kepositifan BTA.

7. Tidak ada hubungan bermakna antara faktor IMT dengan luas lesi foto

toraks.

8. Terdapat hubungan bermakna antara faktor IMT dengan kepositifan BTA.

6.2. Saran

Dalam proses penulisan penelitian ini, ada beberapa saran yang akan

disampaikan oleh peneliti dengan harapan saran tersebut akan bermanfaat bagi

(22)

1. Bagi Instansi Terkait

Dapat memperlengkapi data rekam medik pasien sehingga semua

data-data yang dapat dipakai untuk penelitian dapat dijadikan sebagai bahan

penelitian lebih lanjut.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai tambahan wawasan untuk

penelitian sejenis selanjutnya. Dan pemeriksaan untuk diagnosis dapat

dilakukan dengan tehnik dan cara yang benar sehingga hasilnya adalah

valid.

3. Bagi Dokter

Dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai pembanding untuk

menegakkan diagnosis TB tidak hanya melalui satu pemeriksaan, tetapi

Gambar

Tabel 4.7.1. Rencana Waktu dan Tahapan Kegiatan Penelitian
Tabel 5.2. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.3. Karakteristik Pasien Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
Tabel 5.5. Distribusi Kepositifan Basil Tahan Asam Responden
+4

Referensi

Dokumen terkait

Masukan Nomer Pendaftaran Peserta Yang Mengundurkan

Uraikan secara kuantitatif per tahun dan kumulatif semua fasilitasi yang telah dilaksanakan oleh sentra KI, seperti sosialisasi KI dan/atau tata cara pengusulan KI, pelatihan

Lumbung Masyarakat Suku Dayak Mali Desa Kualan Hilir Kecamatan. Simpang Hulu Kabupaten Ketapang Propinsi

Sehingga hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa sikap berpengaruh positif terhadap niat keikutsertaan ber-KB (H1), norma subjektif

Metode pengumpul data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah melalui studi dokumen dan metode studi pustaka ( library research ). Analisis data

pelaksanaan upacara tradisi Suran sendang Sidukun tahun 2016, bulan Oktober. ini juga dimana bulan ketika warga masyarakat Desa Traji yang

“Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,

The cultural dimension of science is helpful to put science in a broader context of human knowledge. Meaning is deeply rooted in metaphysical realms: the worldview of