• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelakasanaan Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelakasanaan Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kredit dalam kegiatan perbankan merupakan kegiatan usaha yang paling utama,

karena pendapatan terbesar dari usaha bank berasal dari pendapatan kegiatan usaha

kredit yaitu berupa bunga dan provisi. Ruang lingkup dari kredit sebagai kegiatan

perbankan, tidaklah semata-mata berupa kegiatan peminjaman kepada nasabah

melainkan sangatlah kompleks karena menyangkut keterikatan unsur-unsur yang

cukup banyak diantaranya meliputi: sumber-sumber dana kredit, alokasi dana,

organisasi dan manajemen perkreditan, kebijakan perkreditan, dokumentasi dan

administrasi kredit, pengawasan kredit serta penyelesaian kredit bermasalah.1

Kredit yang diberikan oleh bank tentu saja mengandung resiko (risk), sehingga

dalam pelaksaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.

Untuk mengurangi resiko (risk) tersebut jaminan pemberian kredit dalam arti

keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi kewajibanya

sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan

oleh bank, dimana untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan

kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan,

modal agunan, dan prospek usaha dari debitur. Apabila unsur-unsur yang ada telah

1

(2)

dapat meyakinkan kreditur atas kemampuan debitur maka jaminan cukup hanya

berupa jaminan pokok saja dan bank tidak wajib meminta jaminan tambahan.2

Pelaksanaan kegiatan perjanjian kredit sudah begitu banyak dilakukan oleh

masyarakat pada saat ini. Perjanjian kredit tersebut dilakukan oleh masyarakat oleh

karena adanya suatu kebutuhan tertentu misalnya seperti pinjaman untuk membuka

atau menjalankan suatu usaha tersentu.

Sebagai bantuan untuk masyarakat yang membutuhkan pinjaman kredit untuk

menjalankan usahanya bank adalah sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai

peran yang penting dalam masyarakat dengan memberikan kredit, dan jasa-jasa

keuangan. Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank, salah satunya dengan

memberikan fasilitas-fasilitas kredit bagi peningkatan usaha nasabahnya.

Untuk memberikan pinjaman terhadap masyarakat dalam hal ini selanjutnya akan

disebut sebagai debitur, bank tidak dapat memberikan pinjaman kredit tersebut begitu

saja. Bank dalam hal ini harus terlebih dahulu mengetahui tentang asal-usul si

debiturnya, tentang objek yang akan dijadikan sebagai jaminan dalam Perjanjian

Kredit tersebut, dimana letak lokasi objek tersebut, semua data-data tersebut harus

diketahui terlebih dahulu oleh pihak banknya sebelum nantinya akan dilakukannya

Perjanjian Kredit tersebut.

Berdasarkan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UUP)

antara lain dinyatakan bahwa untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum

2

(3)

memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap watak,

kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur.3 Untuk

memperoleh keyakinan yang dimaksud, bank harus melakukan penilaian yang

saksama terhadap hal-hal berikut ini:4

a. Watak (Character)

Watak (Character) adalah pribadi, kelakuan sikap, tingkah laku, dan nilai-nilai dari debitur yang dapat dilihat dari track record, yaitu sejarah hidup dan curriculum

vitae dari debitur. Data-data dan sumber ini dapat dilihat dari beberapa sumber dan informasi, antara lain informasi tersebut dapat diminta kepada Bank Indonesia.

b. Kemampuan (Capacity)

Kemampuan adalah kemampuan debitur untuk mengelola fasilitas kredit yang

diberikan sehingga dapat memberikan nilai tambah, yang akhirnya dapat

mengembalikan fasilitas kredit sesuai dengan waktu yang diperjanjikan. Oleh karena

itu, dalam pemberian kredit harus dianalisis, antara lain mengenai kondisi keuangan

yang bersangkutan, untuk meyakini tentang jumlah fasilitas yang dibutuhkan dan

kondisi perusahaan yang sebenarnya. Kemampuan juga mencakup mengenai

kecakapan. Oleh karena itu, kecakapan dan profesionalisme debitur/ pengurus perlu

mendapatkan perhatian.

3

Try Widiyono, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, (Bogor: Ghalia Indonesia,Cetakan Pertama Mei 2009), hal 26.

4

(4)

c. Modal (Capital)

Modal adalah yang dimiliki oleh debitur, yaitu apa yang dijadikan modal debitur

dalam melakukan usahanya. Pengertian modal adalah termasuk juga modal dasar,

modal yang ditempatkan, dan modal yang disetor. Termasuk dalam cakupan modal

adalah sharing pembiayaan, yaitu jumlah tertentu yang harus disedikan sendiri oleh debitur dalam suatu pembiayaan terhadap objek kredit.

d. Agunan (Collateral)

Agunan adalah benda bergerak dan benda tidak bergerak yang diserahkan debitur

kepada kreditur, untuk menjamin apabila fasilitas kredit tidak dibayar kembali sesuai

waktu yang ditetapkan. Jika hal demikian terjadi, maka benda tersebut dapat dijual

untuk pelunasan fasilitas kredit tersebut. Jaminan tersebut dapat berupa jaminan

umum, di mana kreditur tidak mempunyai hak preferent dan jaminan khusus, dimana

kreditur mempuyai hak preferent.

e. Prospek Usaha (Condition of Economy)

Prospek Usaha adalah dukungan lingkungan, baik keadaan ekonomi maupun

peraturan perundang-undangan yang berlaku serta keadaan daerah setempat yang

memungkinkan suatu usaha yang dibiayai dapat berjalan dengan baik dan

menguntungkan.

Pengertian otentik perjanjian dapat dijumpai dalam Pasal 1313 KUHPerdata.

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

(5)

Perjanjian adalah suatu peristiwa yang mana seorang berjanji kepada seorang

lain atau dimana para pihak tersebut saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal

yang kemudian dari peristiwa tersebut timbulah suatu hubungan antara dua orang

tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara

dua orang yang membuatnya dan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya. Bentuk perjanjian tersebut dapat berupa rangkaian kata-kata yang

diucapkan secara lisan atau yang sering disebut dengan janji atau dapat berupa

kesanggupan yang dibuat secara tertulis, dengan demikian hubungan antara perikatan

dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan dan perjanjian

adalah sumber perikatan disamping sumber-sumber lainnya seperti misalnya

undang-undang.5 Ini dapat juga disebut sebagai aliran progresif yaitu adanya hubungan

hukum antara 2 (dua) orang atau lebih yang didasarkan untuk mengikat mengenai

objek tertentu dengan tujuan untuk dapat menimbulkan suatu akibat hukum.

Perjanjian merupakan sumber yang melahirkan perikatan disamping sumber lain

yaitu undang-undang hubungan demikian berdasarkan adanya kata sepakat antara

kedua belah pihak untuk melakukan suatu perbuatan hukum kemudian timbul

hubungan hukum diantara para pihak yang dinamakan perikatan.6

Intinya istilah “ perikatan” tersebut diatas adalah hubungan hukum antara dua

pihak atau lebih yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang saling

5

Aspek Hukum Mengenai Perjanjian Dan Electronic Bill Presentment And Payment, http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/395/jbptunikompp-gdl-veraferdya-19719-7-babiia-c.pdf, diakses tanggal 05 Oktober 2015.

6

(6)

terikat didalamnya. Suatu perjanjian yang mana dapat dikatakan sah menurut hukum

jika memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian. Sebagaimana yang ditentukan menurut

Pasal 1320 KUHPerdata yaitu:7

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.

3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.

Dalam pelaksanaan perjanjian kredit Pasal 1320 KUHPerdata juga menjadi

soroton, oleh karena dalam pelaksanaan perjanjian kredit tersebut haruslah dilakukan

secara sukarela tanpa adanya paksaan dan memang dikehendaki bersama oleh kedua

belah pihak, sesorang yang melakukan perjanjian kredit tersebut adalah orang yang

dinyatakan memang sudah cakap hukum sesuai Pasal 1330 KUHPerdata, adanya

suatu hal tertentu yakni bahwa harus disebutkan suatu perjanjian mempunyai suatu

syarat pokok terhadap barangnya, terhadap jenis barang/ objek yang nantinya akan

digunakan sebagai jaminan untuk perjanjian, suatu sebab yang halal dalam hal ini

maksudnya adalah mengapa seseorang itu sampai melakukan perjanjian, apa sebab

yang membuatnya untuk melakukan perjanjian.

Pelaksanaan dalam perjanjian kredit, yang umunya digunakan sebagai jaminan

adalah tanah dan bangunan/ rumah. Kedua hal ini adalah yang umumnya digunakan

sebagai jaminan kredit atau sebagai agunan kredit mereka, jaminan terhadap

(7)

perjanjian antara debitur dengan bank. Agunan merupakan jaminan tambahan yang

diperlukan dalam hal pemberian fasilitas kredit.8

Perlu diketahui bahwa tidak semua objek hak atas tanah dapat dijadikan sebagai

agunan atau dibebani sebagai hak tanggungan. Hanya ada 3 objek hak atas tanah yang

dapat dibebani sebagai hak tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak

Guna Bangunan. Dimana mengenai hal ini terdapat dalam Pasal 4 ayat (1)

Undang-Undang Hak Tanggungan. Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib

didaftar dan menurut sifatnya dapat dipidahtangankan dapat juga dibebani Hak

Tanggugan.9

Memberi pinjaman/kredit pemilikan rumah kepada debitur, bank terikat dengan

ketentuan dalan Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah,

yang disingkat Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT). Lembaga Hak

Tanggungan yang diatur oleh Undang-Undang ini adalah dimaksudkan sebagai

pengganti dari hypotheek (selanjutnya disebut dengan hipotik) sebagaimana diatur dalam buku II KUHPerdata Indonesia sepanjang mengenai tanah, dan credietverband

yang diatur dalam staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan staatsblad

1937-190, yang berdasarkan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

8

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan ke III 2000), hal 396.

9

(8)

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), masih diberlakukan sementara

sampai dengan terbentuknya Undang-Undang tentang Hak Tanggungan tersebut.10

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) adalah surat kuasa yang

diberikan pemberi hak tanggungan kepada kreditur sebagai penerima hak tanggungan

untuk membebankan Hak Tanggungan atas objek hak tanggungan. SKMHT

merupakan surat kuasa khusus yang memberikan kuasa kepada kreditur khusus untuk

membebankan hak tanggungan saja. Dengan membuat SKMHT berarti pemberi hak

tanggungan tidak melakukan sendiri dalam pembebanan hak tanggungan yang tetapi

memberi kuasa kepada penerima hak tanggungan untuk sewaktu-waktu

membebankan Hak Tanggungan sesuai dengan kehendak bank. Kebiasaan pembuatan

SKMHT yang tidak segera diikuti pembebanan hak tanggungan tidak memberi

keamanan bagi kreditur karena hanya dengan membuat SKMHT berarti hak

tanggungan belum lahir sehingga kreditur belum memiliki hak preference terhadap jaminan tersebut11

Dalam UUHT menyatakan bahwa setiap kredit yang bentuk jaminannya berupa

tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah wajib dipasang/dibebani hak

tanggungan. Sedangkan proses pembuatan pembebanan hak tangggungan menurut

Undang-Undang tidak selalu secara langsung dengan pembuatan dalam bentuk akta

10

Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tangungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan, Cet.1,(Bandung : Alumni, 1999), hal 1.

11

(9)

yaitu Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), melainkan didahului dengan

pembuatan SKMHT sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UUHT.12

Pasal 15 ayat (3) UUHT menyatakan bahwa untuk hak atas tanah yang sudah

terdaftar, SKMHT wajib diikuti dengan APHT paling lambat 1 (satu) bulan setelah

SKMHT ditandatangani. Sedangkan Pasal 15 ayat (4) UUHT menyatakan bahwa

untuk hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan APHT paling lambat

3 (tiga) bulan setelah SKMHT ditandatangani. Batas atas tanah yang bersangkutan

sudah bersertifikat tetapi belum tercatat atas nama pemberi hak tanggungan sebagai

pemegang haknya yang baru.13

Didalam pemasangan dan pendaftaran hak tanggungan dalam kondisi tertentu

diperlukan terlebih dahulu pembuatan SKMHT, terkait dengan kondisi objek hak

tanggungan. Rutinitas yang sangat beragam berimplikasi pada kemungkinan

berhalangan hadir pada saat seharusnya penandatanganan APHT dilakukan, memberi

sinyalemen bahwa tidak mungkin untuk dilakukan penandatanganan akta secara

langsung pada saat itu. Dalam kondisi demikian hukum memberikan solusi dengan

cara pemberian kuasa membebankan hak tanggungan dalam bentuk SKMHT yang

bentuknya telah ditetapkan.14

12

Imil Fitra, Aspek Yuridis Dalam Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (Studi Di Pt. Bank Tabungan Negara Cabang Harmoni Jakarta), http://eprints.undip. ac.id/24112/1/IMIL_FITRA.pdf, diakses tanggal 11 Maret 2015.

13

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia,Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya, Cet 8,( Jakarta: Djambatan, 2007), hal 443

14

(10)

Fungsi dan kegunaan dari SKMHT adalah sebagai alat untuk mengatasi apabila

pemberi hak tanggungan tidak dapat hadir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT) dan surat kuasa tersebut harus diberikan langsung oleh pemberi hak

tanggungan SKMHT yang dibuat oleh Notaris atau Pejabat Pembuat Surat Kuasa

Membebankan Hak Tanggungan memiliki batas waktu berlaku dan wajib untuk

segera diikuti pembuatan APHT.15

Tetapi terkadang dalam melakukan Perjanjian Kredit tersebut terkadang tidak

diikuti dengan pembuatan APHT, hanya diikuti dengan SKMHT saja. Pasal 15 ayat

(6) UUHT menyatakan bahwa dalam jangka waktu seperti yang dimaksud Pasal 15

ayat (3) dan (4), SKMHT tersebut wajib diikuti dengan pembuatan APHT.

Sebenarnya tidak juga dapat menjadi batal walau hanya pakai SKMHT saja,

karena pada dasarnya jaminan tersebut diikuti hanya dengan SKMHT saja oleh

karena nilai pinjaman dia terhadap bank tidaklah terlalu besar, sehingga

memungkinkan untuk tidak diikuti dengan APHT lagi, tetapi jika pun seandainya ada

hal yang menyebabkan menjadi batal, hal tersebut adalah karena dibatalkan oleh

hukum. Dan apabila ternyata jangka waktu terhadap SKMHT tersebut telah habis dan

belum juga dilanjuti dengan pembuatan APHT tidak juga dapat batal, karena terhadap

SKMHT tersebut nantinya dapat diperpanjang lagi jangka waktunya. Yang kemudian

dapat dilanjutkan dengan APHT sehingga nantinya dapatlah terbit Hak Tanggunan

atas sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

(11)

Terhadap jaminan yang hanya diikuti dengan pembuatan SKMHT saja tidak akan

memiliki kekuatan hukum yang kuat, karena tidak diikat dengan hak tanggungan.

Terhadap jaminannya tersebut nantinya tidak dapat didaftarkan ke BPN. Tidak akan

ada penyebutan bahwa jaminan tersebut adalah sudah diikat dengan hak tanggungan,

sehingga tidak terdaftarlah terhadap jaminan tersebut.

B. Perumusan Masalah.

Adapun permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut dalam proposal tesis ini

adalah:

1. Bagaimana kekuatan hukum terhadap jaminan yang hanya diikuti dengan

SKMHT?

2. Bagaimanakah terhadap suatu pelaksanaan perjanjian kredit yang mengalami

kredit macet atau jatuh waktu pada saat SKMHT tersebut juga sudah lewat masa

berlakunya?

3. Bagaimana pelaksanaan eksekusi yang dilakukan apabila jaminan hanya diikuti

dengan pembuatan SKMHT?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan diatas, maka tujuan yang

(12)

1. Untuk mengetahui bagaimanakah kekauatan hukum terhadap jaminan kredit

tersebut nantinya, apabila dalam perjanjian tersebut hanya diikuti dengan

pembuatan SKMHT.

2. Untuk mengetahui bagaimana terhadap SKMHT yang sudah jatuh waktu tersebut

yang diikuti dengan adanya perjanjian kredit macet.

3. Untuk mengetahui bagaimana cara melakukan pengeksekusian terhadap jaminan

yang hanya diikuti dengan pembuatan SKMHT saja tidak ada ditingkatkan ke

HT.

D. Manfaat Peneilitan

Tujuan dan manfaat penelitian merupakan suatu rangkaian yang hendak dicapai

bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai berikut:

1. Secara teoritis, diharapkan penilitian ini dapat menambah bahan pustaka/literatur

mengenai perjanjian kredit yang hanya diikuti dengan SKMHT

2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapaat memberikan

sumbangan pemikiran bagi calon Notaris untuk lebih memahami tentang

bagaimana bila dalam suatu perjanjian kredit yang dalam kegiatannya hanya

diikuti dengan pembuatan SKMHT saja yang pada suatu waktu dalam perjanjian

(13)

E.Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada sepanjang penelusuran kepustakaan yang ada

dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian sebelumnya yang

berjudul “ Pelaksanaan Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya

Diikuti Oleh Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT).”

Dengan demikian penelitian ini asli baik dari segi substansi maupun dari segi

permasalahan sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Adapun penelitian yang berkaitan dengan Surat Kuasa Membebankan Hak

Tanggugan antara lain:

1. EGAWATI SIREGAR, Nim 087011169, Mahasiswa Program Pasca Sarjana

Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan

judul “ Analisis Yuridis Atas Eksistensi Kuasa Membebankan Hak

Tanggungan Yang Diingkari Debitur”, dengan rumusan masalah sebagai

berikut:

a. Bagaimana ketentuan hukum pemberian Surat Kuasa Membebankan Hak

Tanggungan?

b. Bagaimana tata cara pemberian Surat Kuasa Membebankan Hak

Tanggungan?

c. Bagaimana eksistensi Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang

(14)

2. SYARI RAMADHANI, Nim 077011067, Mahasiswa Program Pasca Sarjana

Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan

judul “ Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan

Sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa Debitur Yang Wanprestasi Pada Bank

Sumut”, dengan rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana proses pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan hak

tanggungan pada Bank SUMUT ?

b. Bagaimana pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan apabila debitur

wanprestasi ?

c. Apakah hambatan-hambatan yang muncul dalam pelaksanaan eksekusi Hak

Tanggungan ?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam penelitian hukum, adanya kerangka konsepsional dan landasan atau

kerangka teori menjadi syarat yang penting. Dalam kerangka konsepsional

diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai

dasar penelitian hukum, dan didalam landasan/kerangka teoritis diuraikan segala

sesuatu yang terdapat dalam teori sebagai suatu sistem aneka “theorema” atau ajaran.

16

16

(15)

Setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran yang teoritis.

Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi

satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasikan

pengetahuan tentang dunia.17 Karangan teori adalah merupakan teori yang dibuat

untuk memberikan gambaran yang sistematis mengenai masalah yang akan diteliti.

Teori ini masih berifat sementara dan akan dibuktikan kebenarannya dengan cara

meniliti secara realitas. Kerangka teoritis lazimnya dipergunakan dalam penelitian

ilmu-ilmu sosial dan juga dapat dipergunakan dalam penelitian hukum, yaitu pada

penelitian hukum sosiologis atau empiris.

Kerangka teori adalah menyajikan cara-cara untuk bagaimana

mengorganisasikan dan menginterprestasikan hasil-hasil penelitian dan

menghubungkanya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu. Dalam penelitian ini

teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah teori hukum positivime.

Pemikir positivisme hukum yang terkemuka adalah Jhon Austin yang

berpendirian bahwa hukum adalah perintah dari penguasa. Hakikat hukum sendiri

menurut Austin terletak pada unsur perintah “command”. Positivisme bukan hanya muncul dalam bidang masyarakat, melainkan juga dalam bidang hukum. Aliran ini

diberi nama positivisme yuridis untuk membedakannya dengan positivisme

17

(16)

sosiologis.18 Jhon Austin mengartikan bahwa hukum itu sebagai a command of the lawgiver, yang artinya bahwa hukum adalah perintah dari penguasa, yaitu perintah

dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau dari yang memegang

kedaulatan, hukum dianggap sebagai sesuatu yang logis, tetap dan bersifat tertutup.19

Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan

pada penilaian baik buruk. Sebagai sebuah aliran, secara konsepsional dikenal dua

sub aliran positivisme hukum, yakni aliran hukum yang analisis yang digagas oleh

Jhon Austin dan aliran hukum positif yang murni yang dipelopori oleh Hans Kelsen.

Dalam konteks Austin mengartikan hukum itu adalah sekelompok tanda-tanda (signs)

yang mencerminkan kehendak (wish) dan disusun atau diadopsi ooleh pemegang kedaulatan (the sovereign) , hal itu tidak dapat dipisahkan dari pandangan Austin sendiri sebagai penganut positivisme hukum. Bagaimana konsepsi Austin tentang

hukum berkorelasi dengan pandangannya terhadap hukum positif yakni sebagai

ungkapan tentang aturan berkehendak (the expression of an act of wishing). Dalam

hukum positivisme, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan

kepastian hukum

Sementara menurut Hans Kelsen, hukum adalah suatu sistem norma. Norma

adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das solen dengan menyertakan beberapa aturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-noma adalah

18

Dunia Hukum dan Sistem Hukum, Positivisme hukum di Indonesia dan Perkembangannya http://www.boyyendratamin.com/2011/08/positivisme-hukum-di-indonesia-dan.html, diakses tanggal 05 Oktober 2015.

19

(17)

produk dari aksi manusia yang deliberatif. Kelsen merupakan salah satu tokoh yang mempelopori munculnya teori positivisme, dalam kajian ilmu negara teori ini

menyatakan bahwa sebaiknya kita tidak usah mempersolakan asal mula negara, sifat

serta hakekat negara dan sebagainya, karena kita tidak mengalami sendiri. Pandangan

Kelsen itulah yang kemudian melatarbelakangi lahirnya madzhab positivisme hukum,

banyak dikenal sebagai sistem hukum kontinental, atau aliran legisme. Berdasarkan

dari teori hukum positivisme yuridis ini dapat dikemukakan bahwa adalah suatu

sistem hukum yang harus meliputi unsur yuridis yaitu pengertian dan asas hukum

sehingga dalam hal ini dikemukanlah adanya suatu asas keseimbangan.

Kesepakatan yang dibuat oleh para pihak harus memiliki keseimbangan hak

dan kewajiban dengan berdasar pada asas keseimbangan. Asas keseimbangan

menurut Herlien Budiono adalah asas yang dimaksudkan untuk menyelaraskan

pranata-pranata hukum dan asas-asas pokok hukum perjanjian yang dikenal dalam

KUHPerdata dengan mendasarkan pada pemikiran dan latar belakang individualisme

pada satu pihak dan di lain pihak pada cara pikir bangsa Indonesia. Keseimbangan

dalam membuat perjanjian sangat penting agar terjadi keseimbangan hak dan

kewajiban diantara para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Dengan demikian

terjadi keselarasan dalam pelaksanaan perjanjian tersebut.20

Asas keseimbangan ini dikemukakan oleh Kranenburg. Menurut Kranenburg,

beliau berusaha mencari dalil yang menjadi dasar berfungsinya kesadaran hukum

20

(18)

orang, bahwa kesadaran hukum orang itu menjadi sumber hukum. Dalil yang menjadi

dasar berfungsinya kesadaran hukum orang dirumuskan sebagai berikut :21 Tiap

orang menerima keuntungan atau mendapat kerugian sebanyak dasar-dasar yang telah

ditetapkan atau diletakkan terlebih dahulu. Bahwa tiap-tiap anggota masyarakat

hukum sederajat dan sama, hukum atau dalil ini oleh Kranenburg dinamakan Asas

Keseimbangan, berlaku dimana-mana dan pada waktu apapun.

Pemahaman terhadap daya kerja asas keseimbangan yang menekankan

keseimbangan posisi para pihak yang berkontrak terasa dominan dalam kaitannya

dengan kontrak konsumen. Hal ini didasari pemikiran bahwa dalam perspektif

perlindungan konsumen ,dalam hal ini debitur,terdapat ketidakseimbangan posisi

tawar para pihak.22 Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata menyebutkan bahwa setiap

perjanjian harus memperhatikan kepentingan pihak debitur dalam situasi tertentu.

Jika kreditur ,dalam hal ini adalah bank,menuntut haknya pada saat yang paling sulit

bagi pihak debitur mungkin bank dapat dianggap melaksanakan kontrak tidak dengan

iktikad baik.

Asas ini menghendaki kedua pihak untuk memenuhi dan melaksanakan

perjanjian itu, asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan,

kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan

debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu

21

Mazhab, Teori dan Aliran Hukum, http://pelajargawl.blogspot.com/2014/02/mazhab-teori-dan-aliran-hukum-oleh.html, diakses tanggal 10 September 2015.

22

(19)

dengan itikad baik, dapat dilihat di sini bahwa kedudukan kreditor yang kuat

diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga

kedudukan kreditur dan debitur seimbang.23

2. Kerangka Konsepsi

Kerangka konsepsi mengugkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang

akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.24 Konsep diartikan sebagai kata

yang menyatakan abstrak yang digenarasikan dari hal-hal khusus yang disebut

definisi operasional. Konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan

antara konsep-konsep khusus yang ingin untuk diteliti. Suatu konsep bukan

merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala

tersebut. Pada bagian kerangka konsepsi ini akan dijelaskan hal-hal yang berkenaan

dengan konsep yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yang

merupakan definisi operasional untuk memberikan pegangan bagi penulis, sebagai

berikut:

a. Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit menurut Hukum Perdata Indonesia merupakan salah satu bentuk

perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga KUH Perdata. Dalam

bentuk apa pun juga pemberian kredit itu diadakan pada hakikatnya merupakan salah

23

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Alumni: Bandung. 1994), hal 42. 24

(20)

satu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 sampai

dengan 1769 KUHPerdata.25

b. Jaminan Kredit

Yang dimaksud dengan jaminan kredit adalah penyerahan kekayaan atau

pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu

utang.26 Dalam praktek perbankan dikenal pembagian jaminan kredit atas : jaminan

pokok dan jaminan tambahan. Yang dimaksud dengan jaminan pokok adalah jaminan

yang terdiri dari benda-benda bergerak atau benda-benda tidak bergerak, yang secara

langsung berhubungan dengan aktivitas usaha yang dibiayai dengan kredit.27

Sementara yang dimaksud dengan jaminan tambahan adalah jaminan yang dapat berupa jaminan pribadi atau jaminan perusahaan yang dibuat secara notariel.

c. Hak Tanggungan

Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah,

yang selanjutnya disebut hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada

hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut

benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang

25

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia,Cet 3, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal 385.

26

Thomas Suyatno et.al., Dasar-Dasar Perkreditan, (Jakarta: Gramedua Pustaka Utama, 1991), hal 84.

(21)

tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu

terhadap kreditur-kreditur lain.28

d. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT).

SKMHT merupakan surat kuasa yang diberikan pemberi hak tanggungan kepada

kreditur sebagai penerima hak tanggungan untuk membebankan hak tanggungan atas

objek hak tanggungan. SKMHT merupakan surat kuasa khusus yang memberikan

kuasa kepada kreditur khusus untuk membebankan hak tanggungan saja.

G.Spesifikasi penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah hukum normatif (yuridis normatief),

yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder yang dimulai dengan

analisis terhadap permasalahan hukum yang baik berasal dari literatur maupun

peraturan perundang-undangan.29 Jenis penelitian yang digunakan adalah hukum

normatif dengan mempertimbangkan bahwa fokus penelitian adalah melakukan

kajian terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terkait dengan

pelaksanaan perjanjian bank, jaminan yang hanya diikuti dengan SKMHT.

28

Pasal 1 angka 1, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

29

(22)

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk

menggambarkan tentang fakta dan kondisi serta gejala yang terjadi dilapangan.

Mengingat bahwa penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan metode

pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum doktriner yang mengacu kepada

norma-norma hukum,30 yang terdapat dalam Undang-Undang Hak Tanggungan,

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka penelitian ini menekankan kepada

sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa peraturan-peraturan maupun teori-teori

hukum, disamping menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku dimasyarakat,

sehingga ditemukan suatu asas-asas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum

yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan

yang dibahas,31 yang dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan

dalam penulisan tesis ini, yaitu mengenai Pelaksanaan Perjanjian Kredit Bank

Dengan Jaminan Kredit Yang Hanya Diikuti Dengan Pembuatan Surat Kuasa

Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Selanjutnya dilakukan analisis kritis

dalam arti memberikan penjelasan-penjelasan terhadap fakta dan gejala yang terjadi

baik dalam kerangka sistematis maupun sinkronisasi yang merujuk pada aspek

yuridis.

30

Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, (Semarang: Ghalia Indonesia,1996), hal.13. 31

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(23)

3. Metode Pendekatan

Untuk membahas permasalahan yang terdapat dalam tesis ini pendekatan yang

digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan

yuridis normatif adalah pendekatan masalah dengan melihat, menelaah dan

menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum

yang berupa konsepsi, peraturan perundang-undangan, pandangan, doktrin hukum

dan sistem hukum yang berkaitan. Jenis pendekatan ini menekankan pada

diperolehnya keterangan berupa naskah hukum yang berkaitan dengan objek yang

diteliti. Sedangkan pendekatan yuridis empiris yatu cara prosedur yang dipergunakan

untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu

untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di

lapangan.32

Penggunaan dari metode yuridis empiris dalam penelitian tesis ini, yaitu dari

hasil pengumpulan dan penemuan data serta informasi melalui studi lapangan di

Bank, dan Kantor Notaris terhadap asumsi atau anggapan dasar yang dipergunakan

dalam menjawab permasalahan pada penelitian tesis ini, kemudian dilakukan

pengujian secara induktif–verifikatif pada fakta mutakhir yang terdapat di dalam

masyarakat. Secara oprasional penelitian yuridis normatif dilakukan dengan

penelitian kepustakaan. Sedangkan pendekatan secara yuridis empiris dilakukan

32

(24)

dengan mewawancara beberapa narasumber yang berkompeten dan berhubungan

dengan penulisan skripsi ini, untuk mendapatkan data secara oprasional penelitian

empiris dilakukan dengan penelitian lapangan.

4. Sumber data

Sumber bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder melalui studi dokumen-dokumen, untuk memperoleh data yang diambil dari

bahan kepustakaan, diantaranya adalah:

a. Bahan hukum primer,33 yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat

sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini yakni Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan

Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa

Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit

Tertentu, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan

Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,

Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.

33

(25)

b. Bahan hukum sekunder34, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan

bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan

hukum preimer, seperti hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalagan

hukum dari literatur-literatur.

c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, yaitu bahan-bahan yang

memberikan petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan sekunder, misalanya: kamus, ensiklopedia, dan lain sebagainya.35

5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data. a. Teknik Pengumpulan data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui

studi kepustakaan (Library Research), studi kepustakaan ini dilakukan untuk

mendapat atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil

pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

b. Alat Pengumpulan Data.

Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang

dipergunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

(26)

1. Studi kepustakaan

Dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data yang berasal dari hasil

inventarisasi survey lapangan dari instansi yang berhubungan dengan topik penelitian

yang dilakukan.

2. Wawancara.

Wawancara dilakukan terhadap informan melalui metode wawancara terhadap

pihak yang terkait dalam pembahasan ini yaitu Notaris sebanyak 3 (tiga) orang,

Karyawan Notaris sebanyak 3 (tiga) orang, Pegawai Perbankan sebanyak 3 (tiga)

orang, wawancara dilakukan dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun

terlebih dahulu sehingga diperoleh data yang diperlukan untuk mendukung dalam

penelitian ini.

4. Analisis Data

Data sekunder yang diperoleh dari penelitian tersebut dianalisis dengan

menggunakan metode kualitatif. Data yang diperoleh berasal dari peraturan

perundang-undangan di bidang hukum pertanahan, perundang-undangan tentang

perbankan, warga masyarakat , badan hukum yang disusun secara sistematis untuk

memperoleh gambaran mengenai tentang kedudukan SKMHT dalam perjanjian kredit

bank.

Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi

(27)

terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).36

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan

kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.37 Sedangkan metode kualitatif

merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berapa kata-kata

tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.38

36

Bungi Burhan, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Midal Aplikasi, (Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003), hal.53.

37

Lexy J.Moleong, Metode Kualitatif, Remaja Rosdakarya,( Bandung, 2004), hal. 103. 38Ibid,

Referensi

Dokumen terkait

Buku ini disusun dalam rangka revisi buku Pedoman Pelayanan Rumah Sakit kelas B 1, B2, C 1, C2 dan D yang diterbitkan tahun 1986 dan buku Standar Peralatan, Ruang

Apa saja yang telah direncanakan untuk mencegah masalah ini atau untuk mengurangi dampak negatif yang Apa saja yang telah direncanakan untuk mencegah masalah ini atau untuk

Based on the graph composed of two rounds of minimum spanning trees (MST), the proposed method (2-MSTClus) classifies cluster problems into two groups, i.e.. separated cluster

Data loss material yang diakibatkan oleh pengambilan sampel pada tahapan dilution untuk produk alkyd dan melamin dapat dilihat pada Lampiran 6. Resin yang terbuang untuk

Sukun dapat terjadi sepanjang musim, saat bahan pangan lainnya dalam keadaan paceklik karena baru melalui periode musim kemarau, namun pohon sukun tetap berbuah

Untuk kendala yang muncul dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di SDIT Menara Fitrah dengan mengacu kepada delapan standar pendidikan nasional secara umum

[r]

Indeks Kinerja Ekonomi Kabupaten Induk Tapanuli Utara dan Kabupaten Pemekaran Toba Samosir Tahun 1998-2015. Dari Gambar 4.7 dapat dilihat indeks kinerja ekonomi