BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya, dengan tahapan penyiapan sampel, identifikasi sampel, pembuatan ekstrak, pemeriksan karakterisasi simplisia, pemeriksaan skrinning fitokimia serbuk simplisia, analisis dengan KLT dan KKt, dan pengujian kadar logam menggunakan spektrofotometer serapan atom.
3.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia (Oktober – Desember 2015) dan Laboratorium Penelitian (Januari 2016) Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3.2 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel berupa tumbuhan segar kubis ungu dari kecamatan Berastagi dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain.
3.3 Alat-Alat
Timbangan, neraca analitik (Vibra Al), lemari pengering, perkolator, rotary
Spektrofotometer Serapan Atom (Shimadzu AA-6300) dengan nyala campuran Udara-Asetilen lengkap dengan Lampu Katoda Timbal (Pb), Lampu Katoda Kadmium (Cd), tanur (Nabertherm), penjepit tabung, bola karet, hotplate, kurs porselen, spatula, botol kaca dan kertas saring Whatmann no.42.
3.4 Bahan-Bahan
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia kubis ungu (Brassica oleracea L.). Semua bahan kimia yang digunakan dalm penelitian ini mempunyai kualitas pro analisis E. Merek kecuali disebutkan lain yaitu larutan baku etanol 96% v/v, HCl 2 N, H SO-, HgCl , KI, α-naftol, Bi(NO) , asam asetat anhidrat, FeCl , amil alcohol, akuades demineralisata, kloroform pa, methanol pa,
n-heksan pa, etil asetat pa, HCl 1%, asam asetat 50%, butanol pa, asam nitrat 65% v/v, larutan standar timbal 1000 ppm Pb(NO3)2, larutan standar kadmium 1000 ppm Cd(NO3)2,. plat silika gel F 1-.
3.5 Identifikasi Sampel
Identifikasi sampel dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia – Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, Bogor, jalan Raya Jakarta.
3.6 Pembuatan Pereaksi 3.6.1 Larutan pereaksi Mayer
dalam 10 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan dengan air suling hingga volume larutan 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.6.2 Larutan pereaksi Molisch
Sebanyak 3 g α-naftol P, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.6.3 Larutan asam klorida 2 N
Larutan asam klorida pekat sebanyak 17 ml ditambahkan air suling sampai 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.6.4 Larutan asam nitrat 0,5 N
Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga volume 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.6.5 Larutan timbal (II) asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat P dilarutkan dalam air bebas karbon dioksida hingga 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.6.6 Larutan pereaksi kloralhidrat
Sebanyak 50 g kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 71,43 ml air suling (Ditjen POM RI, 1995).
3.6.7 Larutan pereaksi Dragendorff
3.6.8 Larutan pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 20 ml air suling, ditambahkan iodium sebanyak 2 g dan diencerkan dengan air suling hingga volume larutan 100 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.6.9 Larutan pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 5 bagian volume asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50 bagian volume etanol 96%, kemudian ditambahkan dengan hati-hati 5 bagian volume asam asetat anhidrida dalam campuran tersebut dan didinginkan (Ditjen POM RI, 1995).
3.6.10 Larutan air-kloroform
Sebanyak 2,5 ml kloroform dicampur dengan air suling secukupnya hingga diperoleh larutan 1000 ml (Ditjen POM RI, 1995).
3.6.11 Larutan asam nitrat (1:1)
Sebanyak 500 mL larutan HNO3 65% b/v diencerkan dengan 500 mL akuabides (Isaac, 1975).
3.7 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia
3.7.1 Pemeriksaan organoleptis dan makroskopik
Pemeriksaan organoleptis dilakukan terhadap simplisia meliputi pemeriksaan warna, bau dan rasa. Pemeriksaan makroskopik terhadap simplisia meliputi pemeriksaan bentuk, diameter, ketebalan dan tekstur.
3.7.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia dilakukan dengan cara meneteskan larutan kloral hidrat di atas kaca objek, kemudian di atasnya diletakkan serbuk simplisia, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop.
3.7.3 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung, dan tabung penerima 5 ml.
terdapat pada dinding tabung penerima. Setelah air dan toluen memisah sempurna, dibaca volume air dengan ketelitian 0,05 ml (volume I). Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa, dan destilasi dilanjutkan lagi sebagai volume II. Lakukan pengulangan sekali lagi (volume III). Hitung kadar air dalam persen (Depkes RI, 2000).
3.7.4 Penetapan kadar abu total
Dilakukan dengan cara sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus porselen dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).
3.7.5 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam
Dilakukan dengan cara abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijar sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).
3.7.6 Penetapan kadar sari larut air
Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105o C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).
3.7.7 Penetapan kadar sari larut etanol
Dilakukan dengan cara sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari larut dalam etanol 96 % dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).
3.8 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia dari serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloida, steroida/triterpenoida, tannin, saponin, flavonoida, glikosida dan glikosida antrakuinon.
3.8.1 Pemeriksaan alkaloida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambah 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit. Ditunggu dingin dan disaring. Filtrat digunakan untuk percobaan berikut:
b. filtrat sebanyak 3 tetes ditambah pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna cokelat sampai hitam.
c. filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan terbentuk warna merah atau jingga.
Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari ketiga percobaan di atas (Depkes RI, 1995).
3.8.2 Pemeriksaan flavonoida
Sebanyak 0,5 g simplisia disari dengan 10 ml metanol, lalu direfluks selama 10 menit. Kemudian disaring panas-panas melalui kertas saring kecil berlipat. Filtrat diencerkan dengan 10 ml air. Setelah dingin ditambahkan 5 ml eter, dikocok hati-hati dan didiamkan. Lapisan metanol diambil, lalu diuapkan pada suhu 40oC, sisanya dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, disaring. Filtrat digunakan untuk uji flavonoida dengan cara berikut :
a. Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisa dilarutkan dalam 1 sampai 2 ml etanol 96%, lalu ditambahkan 0,5 g serbuk seng dan 2 ml asam klorida 2 N, didiamkan selama 1 menit. Ditambahkan 10 ml asam klorida pekat, dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah intensif, menunjukkan adanya flavonoida.
3.8.3 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk buih yang mantap setinggi 1 sampai 10 cm tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).
3.8.4 Pemeriksaan glikosida
Disari 3 g serbuk simplisia dengan 30 ml campuran etanol 95% dengan air (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N. Direfluks selama 1 jam, didinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok dan didiamkan selama 5 menit, disaring. Disaring filtrat 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran kloroform-isopropanol (3:2). Sari air digunakan untuk percobaaan berikutnys yaitu 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di atas penangas air, sisa ditambahkan 2 m air dan 5 tetes pereaksi Molish. Tambahkan 2 ml dengan hati-hati asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin ungu pada kedua batas cairan menunjukkan adanya glikosida (Depkes RI, 1995).
3.8.5 Pemeriksaan tanin
3.8.6 Pemeriksaan steroida dan triterpenoida
Sejumlah 1 g serbuk dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan di cawan penguap. Sisanya ditambahkan asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat (pereaksi Liebermann-Burchard). Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau menunjukan adanya steroida/triterpenoida (Depkes RI, 1995).
3.9 Pembuatan Ekstrak Etanol Kubis Ungu (Brassica oleracea L.)
Pembuatan ekstrak etanol kubis ungu (EEKU) dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 96%. Sebanyak 350 g serbuk simplisia kubis ungu dimasukkan ke dalam wadah kaca, ditambahkan etanol 96% sebanyak 3,5 L, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 4 L. Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlidung dari cahaya selama 2 hari. Dienaptuangkan atau disaring. Hasil yang diperoleh dipekatkan dengan alat penguap vakum putar (rotary evaporator) sampai sebagian besar pelarutnya menguap dan dilanjutkan proses penguapan di atas penangas air sampai diperoleh ekstrak kental (Depkes RI, 1979).
3.10 Pemeriksaaan Karakterisasi Ekstrak
Pemeriksaan karakterisasi ekstrak meliputi penetapan kadar air, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam (Depkes RI, 2000).
3.11 Pembuatan Profil Kromatografi
3.11.1 Pembuatan profil kromatografi kertas
Pembuatan profil kromatografi kertas (KKt) dari EEKU dilakukan menggunakan masing-masing 20 ml fase gerak CH COOH 5%, HCl 1%, dan butanol: asetat: air (BAW)(4:1:5) dengan fase diam kertas saring Whatmann dan sebagai penampak bercak pereaksi AlCl3, NH3, dan FeCl3 (Harbone, 1987).
Pembuatan profil KKt dilakukan dengan menotoltan larutan EEKU pada kertas Whatmann, kemudian dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh dengan uap pengembang dan ditutup rapat, setelah elusi selesai kertas saring Whatmann dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan di udara, kemudian disemprot dengan perekasi AlCl3, NH3, dan FeCl3.Warna bercak yang terjadi diamati dan dihitung harga Rf-nya.
3.11.2 Pembuatan profil kromatografi lapis tipis
Pembuatan profil kromatografi lapis tipis (KLT) dari EEKU dilakukan dengan menggunakan masing-masing 5 ml fase gerak n-heksan- etilasetat dan kloroform-metanol dengan berbagai perbandingan, fase diam digunakan plat pra lapis silika gel 60 F254 dan sebagai penampak bercak digunakan pereaksi Lieberman-Burchard dan anilin sulfat (Wagner, dkk., 1984).
3.12 Analisis Kuantitatif
3.12.1 Pembuatan larutan sampel
Sebanyak 5 g sampel EEKU diencerkan dengan akua dimineralisata sebanyak 100 ml di dalam erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 20 ml asam nitrat 65% v/v, didiamkan selama 24 jam, dan kemudian dipanaskan diatas hotplate sampai jernih. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, Erlenmeyer dibilas tiga kali dengan akua dimineralisata, dimasukkan ke dalam labu tentukur. Kemudian dicukupkan dengan akua dimineralisata sampai garis tanda. Disaring dengan kertas saring Whattman No.42 dan ±10 ml larutan pertama dibuang untuk menjenuhkan kertas saring. Kemudian larutan selanjutnya disaring ditampung ke dalam botol. Larutan ini digunakan untuk analisis kuantitatif terhadap logam kadmium dan timbal di dalamnya. Perlakuan yang sama diulang sebanyak 6 kali untuk sampel.
3.12.2 Pembuatan larutan standar 3.12.2.1 Larutan standar timbal (Pb)
Larutan standar Pb (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml kemudian diencerkan hingga garis tanda dengan akua dimineralisata disebut Larutan Induk Baku (LIB I) konsentrasi 10 µg/ml. Dari LIB I (10 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml kemudian diencerkan hingga garis tanda dengan akua dimineralisata (konsentrasi 0,1 µg/ml) .
3.12.2.2 Penentuan linearitas kurva kalibrasi timbal (Pb)
tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua dimineralisata sehingga larutan ini mengandung 50; 100; 150; 200; dan 250 ng/ml dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 283,3 nm dengan graphite furnace, atomisasi dilakukan dengan nyala udara-asetilen.
3.12.2.3 Larutan standar kadmium (Cd)
Larutan standar Cd (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml kemudian diencerkan hingga garis tanda dengan akua dimineralisata disebut LIB I konsentrasi 10 µg/ml. Dari LIB I (10 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml kemudian diencerkan hingga garis tanda dengan akua dimineralisata (konsentrasi 0,1 µg/ml).
3.12.2.4 Penentuan linearitas kurva kalibrasi kadmium (Cd)
Larutan untuk kurva kalibrasi Cd dibuat dengan memipet 0,3; 0,6; 0,9; 1,2; dan 1,5 ml dari larutan standar 0,1 µg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua dimineralisata sehingga larutan ini mengandung 3; 6; 9; 12; dan 15 ng/ml dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 228,8 nm, atomisasi dilakukan dengan nyala udara-asetilen.
3.12.3 Penetapan kadar Pb dan Cd
Kadar (ppm) = X x V x FP Vs
terhadap sampel yang telah didestruksi. Nilai absorbansi yang diperoleh berada dalam rentang kalibrasi.
3.12.4 Pengukuran serapan deretan larutan standar dan sampel dengan spektrofotometer serapan atom
Persiapkan spektrofotometer serapan atom dengan baik. Pasang lampu katoda Pb untuk penentuan kadar Pb dan lampu katoda Cd untuk penentuan kadar Cd. Kemudian ukur absorbansi sampel dengan masing-masing kurva kalibrasi kedua logam.
3.12.5 Penghitungan kadar Pb dan Cd
Data yang diperoleh dari pengukuran serapan larutan standar dibuat kurva kalibrasinya. Konsentrasi larutan sampel dihitung berdasarkan kurva kalibrasi larutan standar. Menurut Gandjar dan Rohman (2009), kadar logam kadar Pb dan Cd dalam sampel dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Keterangan:
X = konsentrasi analit dalam sampel (ppm)
V = volume total larutan sampel yang diperiksa (mL) FP = faktor pengenceran dari larutan sampel
Vs = volume sampel yang diambil dari larutan sampel (mL) 3.12.6 Penolakan hasil pengamatan
SD =
(
)
Untuk mencari t hitung digunakan rumus:t hitung =
n SD/
X Xi −
dan untuk menentukan kadar logam di dalam sampel dengan interval kepercayaan
99%, α = 0.01, dk = n-1, dapat digunakan rumus:
Uji perolehan kembali dilakukan dengan metode penambahan larutan
standar (standard addition method). Pertama-tama dilakukan penentuan kadar
logam dalam sampel, selanjutnya dilakukan penentuan kadar logam dalam sampel
Sampel ditimbang 5 gram secara teliti dimasukkan ke dalam kurs porselen lalu ditambahkan 0,6 ml larutan standar Cd (konsentrasi 0,1 mcg/ml) untuk penetapan kadar Cd dan 1,2 ml larutan standar Pb (konsentrasi 0,1 mcg/ml) untuk penetapan kadar Pb. Selanjutnya, dihitung persentase uji perolehan kembali dengan rumus:
%Recovery = 6 7 " (#"#* ' !" $8 ' 8 &96 7 " (#8#*&$ !" $8 ' 8 &
6 8 & !" $8 ' x100%
3.12.7.2 Simpangan baku relatif
Menurut Harmita (2004), keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan.
Menurut Harmita (2004), rumus untuk menghitung simpangan baku relatif sebagai berikut:
RSD = 100%
X SD
×
Keterangan:
X = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi
RSD = Relative Standard Deviation 3.12.7.3 Penentuan batas deteksi dan batas kuantitasi
merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.
Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Simpangan Baku (
X
SY ) =
(
)
2
2
− −
∑
n Yi Y
Batas deteksi (LOD) =
slope X SY x 3
Batas kuantitasi (LOQ) =
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Dalam kubis ungu terdapat beberapa senyawa fitokimia yaitu saponin, tanin, glikosida, flavonoida, dan terpenoid.
b. Hasil kromatografi kertas menunjukkan fase gerak BAW memberikan hasil terbaik dengan memperoleh 4 senyawa dan metode kromatografi lapis tipis menggunakan 2 fase gerak diantaranya n-heksan- etilasetat (70:30) menghasilkan 6 senyawa dan fase gerak kloroform- metanol (90:10) menghasilkan 7 senyawa.
c. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada EEKU diperoleh kadar Cd sebesar 0,0526675 ± 0,0082935 mg/kg dan kadar Pb sebesar 0,1863148 ± 0,0386178 mg/kg dan masih berada dalam kadar toleransi menurut SNI yaitu 0,2 mg/kg untuk Cd dan 0,5 mg/kg untuk Pb.
5.2 Saran