BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang memiliki sumber daya alam
yang sangat melimpah khususnya sumber daya Mineral dan Batubara yang didapatkan
melalui proses pertambangan. Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka
upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan
bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas). Sektor pertambangan diharapkan
bisa meningkatkan kesejahteraan Masyarakat tapi tidak sedikit usaha Pertambangan
menimbulkan konflik bagi masyarakat.
Penelitian ini akan mengkaji mengenai konflik antara Masyarakat Kecamatan
Batang Toru dan Kecamatan Muara Batang Toru dengan PT Agincourt Resources
Martabe (PT AR Martabe) di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan,
Provinsi Sumatera Utara. Konflik antara Masyarakat dengan PT AR Martabe terjadi
karena rencana pembuangan limbah sisa hasil produksi PT AR Martabe ke Sungai Batang
Toru. Sungai Batang Toru merupakan sungai yang terpanjang di Kabupaten Tapanuli
Selatan . Masyarakat memanfaatkan Sungai Batang Toru untuk air minum, mandi dan
mencuci, sumber mata pencaharian Masyarakat melalui hasil tangkap ikan, pengairan
sawah, dan sebagai tempat wisata Arung Jeram.
Fokus tulisan ini akan menjelaskan terjadinya protes masyarakat terhadap PT AR
khawatir sungai Batang Toru akan tercemar oleh limbah PT AR Martabe. Bentuk dari
protes masyarakat pertama kali adalah dengan melakukan aksi demo yang berujung
pengrusakan sarana pemerintahan dan pembakaran peralatan – peralatan perusahaan
tambang AR Martabe oleh masyarakat.
Konflik masyarakat dengan pertambangan bukan suatu hal baru terjadi di
Indonesia. Kerusakan lingkungan oleh perusahaan tambang, dipakainya tanah adat
masyarakat untuk pembangunan tambang, tidak adanya keberpihakan pemerintah
terhadap tuntutan masyarakat, yang menjadi pemicu terjadinya konflik antara Masyarakat
dengan perusahaan tambang. Kasus konflik terjadi yang ditulis Maimunah (2012,12-15)
“Buruk Freeport, Papua Dikorbankan” mengenai ketidakpuasan rakyat Papua terhadap
tambang emas dan tembaga Freeport-Rio. Pembuangan limbah Freeport telah merusak
36.000 hektar kawasan sungai Ajkwa, sepanjang 60 km kearah laut.
Selain itu pengambilan paksa dan pembongkaran tanah adat Suku Amungme1.
Bagi Suku Amungme tanah adat digambarkan sebagai seorang ibu yang memberi makan,
memelihara, mendidik dan membesarkan dari bayi hingga lanjut usia dan akhirnya mati.
Tanah dengan lingkungan dipandang sebagai tempat tinggal, berkebun, berburu dan
pemakaman juga tempat kediaman roh halus dan arwah para leluhur. Beberapa lokasi
tanah seperti gua, gunung, air terjun dan kuburan dianggap sebagai tempat keramat.
Perusahaan tambang Freeport-Rio bagai duri dalam daging. Freeport memberikan royalti
1 Suku Amungme adalah bagian dari suku bangsa di Papua yang mendiami beberapa lembah luas di
dan pajak kepada Negara tapi banyak kejahatan kemanusiaan dan lingkungan yang terjadi
disekitar perusahaan Tambang Freeport.
Konflik masyarakat dengan perusahaan tambang terjadi juga di Kabupaten
Donggala, Sulawesi Tengah, masyarakat menolak adanya tambang didaerah mereka yang
sudah disahkan DPRD Donggala. Masyarakat khawatir wilayah mereka akan tercemar
setelah hadirnya PT CMA. Penolakan masyarakat tidak dihiraukan oleh pemerintah
sehingga masyarakat menyandera tetua adat yang menyetujui adanya tambang didaerah
mereka dan membakar peralatan-peralatan tambang PT CMA.2
Provinsi Sumatera Utara selain di Kecamatan Batang Toru konflik pertambangan
juga terjadi di Kabupaten Mandailing Natal. Konflik terjadi dipicu perebutan seluas 30
hektar lahan tambang emas yang menjadi lokasi tambang milik PT Sorik Mas Mining
(PT SSM). Lokasi lahan itu sebetulnya lahan tanah ulayat milik warga Kecamatan Naga
Juang, tapi kontrak kerja PT SSM dengan pemerintah pusat itu merenggut hak rakyat atas
tanah ulayatnya.3
Kasus-kasus tersebut memperlihatkan banyaknya konflik yang terjadi antara
masyarakat dengan perusahaan tambang di Indonesia. Kasus konflik masyarakat dengan
PT AR Martabe di Kabupaten Tapanuli Selatan bermula dari penolakan masyarakat akan
dibuangnya limbah sisa hasil produksi dari PT AR Martabe ke sungai Batang Toru.
Masyarakat menolak pembuangan limbah ke Sungai Batang Toru karena takut Sungai
Batang Toru akan tercemari dan tidak bisa dimanfaatan.
2 Sengketa Berdarah Lahan dan Tambang, http://www.portalkbr.com/berita/saga/2414043_4216.html,
(diakses tanggal 25 maret 2013, pukul 00.51 wib)
3 http://www.analisadaily.com/news/2013/6308/polri-di-tengah-konflik-warga-investor/ (diakses tanggal 4
Konflik terjadi karena aksi protes masyarakat kepada tambang AR Martabe yang
tidak diacuhkan oleh pihak PT AR Martabe. Masyarakat juga melakukan protes kepada
camat Batang Toru agar tuntutan masyarakat dipenuhi. Protes yang tidak dipedulikan
membuat kemarahan masyarakat semakin bertambah. Masyarakat yang terlibat konflik
tergabung dari beberapa desa di Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Muara Batang
Toru. Desa-desa yang ikut terlibat dalam demo ini adalah Desa Telo, Desa Hutaraja,
Wek 1, Wek 2, Wek 3, Wek 4. Desa-desa yang tergabung dalam aksi demo merupakan
desa-desa yang sebagian besar masyarakatnya mempunyai kepentingan di Sungai Batang
Toru.
Pembuangan limbah di Sungai Batang Toru sudah mendapatkan izin dari
pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan sudah mendapatkan surat dari AMDAL
(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Isi dokumen AMDAL (analisis mengenai
dampak lingkungan) yang menyebutkan pipa pembuangan air limbah milik PT. AR akan
ditanam dan diarahkan ke sungai Batang Toru. Rencana pembuangan limbah tersebut
disahkan melalui Keputusan Bupati Tapanuli Selatan No. 53/KPTS/2007 dan disetujui
oleh Komisi Penilai Amdal Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan berdasarkan persetujuan
Nomor: 53/KPTS/2008 tanggal 13 Maret 2008 tentang AMDAL PT. AR Martabe serta
Surat Bupati Tapanuli Selatan Nomor: 540/4337/2010 tertanggal 29 Juni 2010 tentang
revisi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan Hidup (RPL) PT. AR Martabe.4
4
Masyarakat, Sungai Batang Toru dan Limbah Tambang Emas,
http://ina-has.blogspot.com/2013/01/tambang-emas-pt-agincourt-resources-dan.html (diakses tanggal 22 maret 2013,
Setelah mengetahui pembuangan limbah ke sungai Batang Toru, masyarakat
melakukan aksi demo. Aksi demo damai yang dilakukan masyarakat tidak dihiraukan
oleh PT AR Martabe. Permintan yang tidak diacuhkan oleh perusahaan AR Martabe
masyarakat pergi ke kantor Polsek Batang toru untuk melakukan aksi demo agar pihak
polisi mau membantu bicara kepada PT AR Martabe agar pembuangan limbah kesungai
Batang Toru tidak dilanjutkan.
Aksi protes yang tidak dipedulikan oleh perusahaan tambang AR Martabe dan
pemerintah membuat masyarakat semakin marah. Aksi protes damai yang dilakukan
masyarakat berubah menjadi aksi anarkis. Masyarakat membakar pipa dari perusahaan
tambang AR, membakar mobil keamanan Perusahaan AR Martabe, perusakan Kantor
Mapolsek Batang Toru, pembakaran Kantor Camat Batang Toru dan Kantor Camat
Muara Batang Toru. Aksi anarkis masyarakat membuat suasana di Batang Toru sangat
mencekam. Banyak orang yang ditangkap dan dijadikan tersangka, banyak kepala
keluarga yang melarikan diri dan menjadi buron.
Hal inilah yang mendasari peneliti untuk meneliti konflik antara masyarakat dari
Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Muara Batang Toru dengan perusahaan
Tambang Martabe dan pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan. Tambang Martabe yang
sudah mendapatkan izin dan menjelaskan bahwa limbah yang dibuang ke sungai Batang
Toru tidak akan merusak ekosistem sungai Batang Toru tapi masih mendapat penolakan
dari masyarakat bahkan sampai menimbulkan kerusakan dan kekerasan. Peneliti juga
ingin mengetahui apakah ada faktor-faktor lain yang menyebabkan masyarakat
peneliti member judul skripsi “Studi Mengenai Konflik Masyarakat Kecamatan Batang
Toru dan Kecamatan Muara Batang Toru dengan PT Agincourt Resources Martabe di
Kecamatan Batang Toru.
1.2. Tinjauan Pustaka
Masyarakat adalah mahluk sosial yang selalu berinteraksi. Interaksi Masyarakat
sering dihadapkan pada situasi konflik (sengketa). Konflik merupakan suatu proses sosial
dimana orang-perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya
dengan jalan menentang pihak lawan disertai dengan ancaman dan kekerasan
(Soekanto,1990). Hobbes 1962 (dalam Saifuddin 2005) ketika manusia terancam, mereka
merasa khawatir dan takut, ketika mereka merasa bisa menghindarinya mereka melawan,
mereka memiliki keberanian sehingga menimbulkan konflik.
Konflik merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindarkan dari kehidupan
masyarakat. Konflik sering juga disebut dengan pertentangan, sengketa antara orang –
perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan
menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan konflik merupakan
suatu proses sosial yang terjadi diantara masyarakat. Konflik yang terjadi antara
masyarakat kecamatan Batang Toru dan kecamatan Muara Batang Toru dengan
perusahaan tambang AR Martabe merupakan suatu konflik untuk memenuhi tujuan dan
menentang pihak lawan serta menyebabkan terjadinya kekerasan.
Konflik yang terjadi ditandai oleh adanya berbagai motivasi yang saling
maka akan terjadi kebimbangan dalam individu tersebut, lain halnya dengan motivasi
yang terjadi antara kelompok dengan kelompok lain akan saling bertengkar atau
berkelahi. Motivasi adalah suatu dorongan dalam diri individu dalam melakukan sesuatu.
Motivasi ditumbuhkan oleh adanya keinginan atau kebutuhan yang sebelumnya
ditimbulkan oleh suatu situasi didalam maupun diluar individu (Sarwono,1987).
Konflik yang terjadi diantara masyarakat Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan
Muara Batang Toru dengan PT Agincourt Resources Martabe merupakan konflik yang
terjadi antara masyarakat dengan perusahaan pertambangan. Masyarakat yang terlibat
dalam konflik terdiri dari banyak orang yang tergabung mempunyai tuntutan yang sama.
Le bon (dalam Sarwono 1987:33) kelompok individu tergabung dalam massa kehilangan
kepribadiannya sendiri dan jiwanya berada di bawah pengaruh satu jiwa bersama
(collective mind). Jiwa bersama mengatur perilaku individu. Dalam kesamaan itu mereka
cenderung bertindak irrasional, emosional, agresif. F.H.Allport melanjutkan (dalam
Sarwono,1987) dalam kesamaan itu setiap orang memiliki motivasi sendiri-sendiri yang
mempunyai tujuan tertentu misalnya, menggulingkan pemerintah, melampiaskan
kejengkelan, mencari identitas diri atau hanya menonton dan bersenang-senang.
Secara teoritis konflik atau sengketa dapat menimbulakan dampak negatif
(maridjo 1996:66). Dampak negatif adanya konflik atau sengketa antara lain
terganggungya keserasian hubungan sosial, merusak tujuan bersama, menimbulkan
kebencian dan kebingungan, dan mengurangi kepercayaan serta membangkitkan emosi.
Tahap pra – konflik atau tahap keluhan, mengacu kepada keadaan atau kondisi yang oleh
alasan-alasan atau dasar – dasar dari adanya perasaan itu. Pelanggaran terhadap rasa keadilannya
itu dapat bersifat nyata atau imajinasi saja, tergantung pada persespsi dari pihak yang
merasakan ketidakadilan bersangkutan. Dalam hal ini yang penting adalah itu merasakan
bahwa haknya dilanggar atau mereka diperlakukan dengan salah.
Simon Fisher,dkk (dalam Salim, 2011) mengemukakan teori yang menyebabkan
terjadinya konflik dalam masyarakat antara lain: Teori hubungan masyarakat
menyebabkan adannya kelompok yang berlawanan sehingga muncul permusuhan, dan
teori kebutuhan manusia menyebabkan terjadinya konflik karena tidak terpenuhi atau
terhalanginya kebutuhan dasar manusia baik fisik maupun mental. Konflik masyarakat
dengan pertambangan tidak hal yang baru di Indonesia.
Pertambangan merupakan kegiatan untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi dan
memilih mineral, menyuling, dan operasi lainnya dibawah tanah. Pengertian
pertambangan di jumpai dalam Undang-Undang no 4 tahun 2009, pertambangan adalah
sebagian atau seluruh tahapan pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang
meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi , penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.5
Konflik (sengketa) pertambangan adalah konflik yang terjadi dalam pelaksanaan
kegiatan pertambangan. Kegiatan pertambangan tidak selalu dapat dilaksanakan dengan
baik oleh kontraktor yang ditunjuk atau pemegang izin pertambangan. Dalam
melaksanakan kegiatan tambang, kontraktor yang ditunjuk selalu menimbulkan masalah.
Masalah itu tidak hanya terjadi antara masyarakat dengan kontraktor atau pemegang izin
5
pertambangan tapi juga antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah (Salim
2012). Kesenjangan penerimaan penghasilan juga diperoleh pada level pemerintah, antara
pemerintah daerah penghasil tambang dengan penerimaan pemerintah pusat serta
kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan (Rosadi, 2012:29)
Kegiatan pertambangan banyak menimbulkan ketimpangan. Ketimpangan
pendapatan (kemakmuran) antara pengusaha pertambangan dengan kesejahteraan
masyarakat sekitar wilayah pertambangan. Ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam
setiap tahap kegiatan pertambangan:
1. Tahap Penyelidikan Umum
a. Lahirkan pro dan kontra yang memicu benih perpecahan antar
masyarakat,
b. Beredar janji-jani ‘surga’ seperti masyarakat akan sejahtera, jalan di
perbakiki, listrik terang benderang, menjadi kota ramai, sehingga gaya
hidup masyarakat mulai berubah,
c. Beredar informasi yang simpang siur dan membingungkan
2. Tahap Eksplorasi
a. Konflik antar pemilik kepentingan mulai terbuka. Pada posisi ini
biasanya Pemerintah mulai menujukan keberpihakan pada perusahaan,
b. Bujuk rayu, intimidasi, hingga teror dan ancaman makin meningkat
3. Tahap Eksploitasi
b. Dimulainya proses pembuangan limbah Tailing yang akan meracuni
sumber air dan pangan, Limbah Tailing dan batuan akan menjadi
masalah dari hulu hingga hilir.
c. Dimulainya kerja-kerja akademisi dan konsultan bayaran untuk
membuktikan bahwa tidak ada pencemaran
d. Meningkatnya konflik antar masyarakat dan masyarakat dengan
pejabat Negara
e. Penguasaan sumberdaya alam, pencemaran lingkungan dan proses
pemiskinan
f. Meningkatnya pelanggaran Hak Asasi Manusia, kasus korupsi dan
suap
g. Meningkatnya kasus asusila karena akan terbukanya fasilitasi judi dan
tempat prostitusi
4. Tahapan Tutup Tambang
a. Makin terpuruknya ekonomi lokal dan menigkatnya jumlah
pengangguran
b. Terbentuknya danau-danau asam dan beracun yang akan terus ada
dalam jangka waktu yang panjang, Tidak pulihnya ekosistem yang
c. APBD banyak terkuras untuk menutupi protes rakyat sementara
perusahaan telah pergi meninggalkan berbagai masalah.6
Menurut Salim (2012:9) konflik atau sengketa yang sering terjadi dalam
pertambangan antara lain :
1. Konflik antara (masyarakat adat) dengan perusahaan tambang
2. Konflik karena Pencemaran lingkungan disekitar wilayah pertambangan
3. Konflik antara pemilik tanah dengan perusahaan tambang (pertanahan)
4. Konflik antara pemerintah (Negara) dengan perusahaan tambang
5. Konflik perburuhan
6. Konflik pengembangan masyarakat
Konflik yang terjadi diantara masyarakat Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan
Muara Batang Toru dengan PT AR Martabe merupakan konflik yang terjadi karena
konflik Sumber Daya Alam (SDA). Engel dan Korf (2005) menyebutkan ada 4 penyebab
konflik SDA yaitu: (1) persaingan yang ketat akan pemanfaatan SDA; (2) pertentangan
antara hukum adat dan hukum positif; (3) perubahan terkait dengan perubahan
kepentingan dan kebutuhan penggunaan SDA, (4) kebijakan, program, kegiatan
pengelolaan SDA sering menjadi sumber konflik, karena kebijakan sering ditentukan
tanpa partisipasi dari masyarakat.
6
Pengertian pertambangan dan contoh masalah pertambangan.
http://pabrisianturi.blogspot.com/2012/11/pengertian-pertambangan-dan-contoh.html, (diakses 19032013,
21.56 wib)
Konflik yang terjadi antara masyarakat dengan pertambangan menurut Maimunah
(2012:23-25) antara lain karena :
1. Salah urus terhadap pengelolaan bahan tambang yang hanya dipandang
sebagai komoditas penghasil devisa dan PAD ( Pendapatan Asli Daerah).
Sehingga seluruh upaya diserahkan mengeluarkan izin pertambangan
sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan dampak yang terjadi akibat pemberian
izin tersebut.
2. Pengingkaran hak rakyat atas penguasaan dan pengelolaan tanah. Tidak ada
satupun Kontrak Karya Pertambangan yang mendaptkan izin persetujuan
rakyat terlebih dahulu sebelum berdirinya perusahaan tambang.
3. Daya rusak sektor tambang tidak bisa dikelola dengan baik oleh perusahaan
dan Negara
Ketakutan masyarakat Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Muara Batang
Toru terhadap dibuangnya limbah sisa hasil produksi PT AR Martabe akan menyebabkan
pencemaran air. Abiodun Alao menjelaskan (dalam Sobirin 2010) air dan tanah dalam
kategori sumber daya yang vital bagi kelangsungan hidup manusia. Sedangkan sumber
daya alam yang lain seperti minyak bumi, batu bara dan gas bumi dikategorikan sebagai
sumber daya yang digunakan untuk mendukung pencapaian kenyamanan hidup manusia.
Maka tak urung air menempati posisi yang berbeda dibandingkan sumber daya alam yang
lainnya karena air menjadi sumber daya yang esensial dalam kelangsungan hidup
manusia sehingga cara apapun dilakukan untuk mengamankan pasokan air, baik dengan
Pada saat sekarang ini pencemaran air di Indonesia sudah sangat banyak, baik
pencemaran melalui limbah rumah tangga maupun limbah industri. Sungai-sungai di
Indonesia sebanyak kurang lebih dari 35 sungai mempunyai status mutu air yang sedang
tercemar berat. Sungai yang tercemar akan mempunyai dampak bagi kesehatan dan
kualitas hidup manusia yang sangat besar (Keraf, 2010: 42-44). Yurdi Yasmi dalam
(Salim, 2010:222) menjelaskan pengaruh pencemaran air terhadap penduduk lokal, antara
lain:
1. Dirty water for bath (Kotornya air yang digunakan untuk mandi);
2. Dirty water for washing (kotornya air untuk mencuci);
3. Dirty water for drinking (kotornya air untuk minum);
4. Kids can no longer swim on clean river (anak-anak tidak dapat berenang pada
waktu lama disungai);
5. Many fish die (banyak ikan mati).
Sebagai contoh Sobirin (2010) menjelaskan mengenai penolakan warga di
kabupaten Pati terhadap akan dibangunnya PT Semen Gresik Tbk. di empat kecamatan
(Sukolilo, Kayen, Gabus dan Margorejo) dan 13 desa dengan luas 1.560 hektar. Bekerja
sama dengan Pusat Penelitian dan Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro (PPLH
UNDIP), PT. Semen Gresik Tbk. melakukan studi Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) sebagai prasyarat pembangunan pabrik yang nantinya
berkapasitas produksi 2,5 juta ton perhari. Hasil penelitian ini menyimpulkan rencana
Walaupun sudah mendapatkan surat AMDAL warga yang tergabung dalam
Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kandeng (JM-PPK) pada awal gerakannya pada
tahun 2006 mengatakan bahwa pegunungan sangat berguna bagi mereka dan
dikhawatirkan penambangan akan mengakibatkan mengurangi air yang ada di
sumber-sumber air di Pegunungan Kandeng Utara. Selain mengurangi debit air pembangunan PT.
Semen Gresik Tbk. dikhawatirkan menimbulkan bise menyebabkan bencana banjir.
Sampai pada tahun 2010 warga masih gencar melakukan berbagai upaya untuk menolak
rencana penambangan dan pembangunan PT Semen Gresik Tbk. persediaan air dan
antisipasi bencana menjadi dua hal yang akan terus menjadi motivasi utama bagi gerakan
ini.
Marzali (2012) dalam kasus-kasus konflik yang terjadi antara masyarakat dengan
perusahaan tambang, pemerintah sebagai pihak yang mengeluarkan hak konsesi kepada
perusahaan dengan imbalan rente tertentu, hanya berpangku tangan saja. Pemerintah
membiarkan konflik itu diselesaikan oleh pihak yang berkonflik. Biasanya kalau konflik
seperti ini terjadi, maka penyelesaian dilakukan melalui jalur berikut:
Perusahaan membayar tuntutan penduduk desa setelah tawar menawar.
Konflik diteruskan ke pengadilan.
Konflik berlanjut dengan serbuan penduduk desa ke base camp
perusahaan.
Dari banyaknya konflik yang terjadi antara masyarakat dengan perusaan tambang
pada umumnya cara yang dilakukan masyarakat untuk melakukan perlawanan terhadap
pembakaran. Demonstrasi ini dilakukan oleh masyarakat dengan maksud untuk
menghalangi atau merintangi kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh perusahaan
tambang. Cara ini dilakukan dengan mengumpulkan masyarakat sebanyak-banyaknya
untuk menghalangi kegiatan eksplorasi perusahaan tambang. Sementara itu, cara lain
yang dilakukan adalah membakar base camp yang telah dibangun oleh perusahaan
tambang (Salim, 2012:47-48). Hal tersebut yang dilakukan masyarakat Kecamatan
Batang Toru dan Kecamatan Muara Batang Toru untuk melawan PT AR Martabe.
Nader dan todd (ihromi,1993:194-213) berdasarkan para ahli antropologi
merumuskan perkembangan dalam kebudayaan-kebudayaan manusia untuk menampung
dan mengatasi atau menyelesaikan sengketa antara lain:
1. Membiarkan saja (lumping it) atau menurut felstiner pihak yang
merasakan perlakuan yang tidak adil, gagal dalam upaya menenkankan tuntutannya dan
ia meneruskan hubungan-hubungannya dengan pihak yang dirasakannya merugikan. Ini
dilakukan karena berbagai kemungkinan seperti kurangnya informasi mengenai
bagaimana proses pengajuan keluhan itu kepengadilan, kurangnya akses ke lembaga
peradilan atau sengaja tidak diproses ke peradilan karena perkiraan bahwa kerugiannya
lebih besar darn keuntungannya.
2. Mengelak (avoidance). Pihak yang merasa dirugikan memilih untuk
mengurangi hubungan-hubungan dengan pihak yang merugikan atau untuk sama kali
3. Paksaan (coercion) satu pihak yang memaksakan pemecahan kepada pihak
lain, bersifat memaksakan atau ancaman untuk menggunakan kekerasan, pada umumnya
mengurangi kemungkinan penyelesaian secara damai
4. Perundingan (negotiation) yaitu dua pihak berhadapan sepakat pemecahan
masalah dilakukan tanpa adanya pihak ketiga yang mencampurinya
5. Mediasi (mediation) pihak ketiga membantu kedua belah pihak yang
berselisih paham untuk menemukan kesepakatan. Pihak ketiga ini dapat ditentukan pihak
yang bersengketa atau ditunjuk oleh pihak yang berwenang.
6. Arbitrase (arbitration) dua belah pihak yang bersengketa sepakat meminta
pihak yang ketiga untuk member keputusan dan telah setuju menerima keputusan yang
telah dibuat.
7. Peradilan (adjudication). Pihak ketiga mempunyai wewenang untuk
mencampuri pemecahan masalah, lepas keinginan pihak yang bersengketa. Pihak ketiga
itu juga berhak membuat keputusan dan menegakkan keputusan. Itu artinya upaya
keputusan dilaksanakan.
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka masalah dalam penelitian
ini adalah mengapa terjadi penolakan masyarakat Kecamatan Batang Toru dan
Kecamatan Muara Batang Toru terhadap pembuangan limbah PT AR Martabe ke Sungai
Batang Batang Toru. Rumusan masalah tersebut diuraikan dalam pertanyaan penelitian
1. Faktor-faktor apa yang melatar belakangi terjadinya konflik antara
Masyarakat dengan PT AR Martabe?
2. Tindakan apa yang dilakukan Masyarakat, PT AR Martabe dalam
menyelesaikan konflik?
3. Bagaimana tanggapan Masyarakat mengenai konflik yang terjadi?
1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimana proses
terjadinya konflik antara masyarakat Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Muara
Batang Toru dengan PT AR Martabe. Penelitian ini juga menitik beratkan untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya konflik antara masyarakat Batang Toru dan
Kecamatan Muara Batang Toru dengan PT AR Martabe.
Manfaat dari penelitian ini secara akademis diharapkan akan menambah wawasan
keilmuan dalam bidang Antropologi. Khususnya untuk memperkaya literatur mengenai
konflik yang terjadi antara masyarakat dengan pihak tambang di Indonesia. Secara praktis
penelitian ini akan memperoleh informasi mengenai konflik yang terjadi antara
masyarakat dengan PT AR Martabe. Selain itu manfaat penelitian ini diharapkan
memberikan pengetahuan kepada masyarakat umum tentang konflik yang terjadi antara
perusahaan tambang dengan masyarakat.
1.5.Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif. Menurut Moleong (2006:6) Penelitian kualitatif adalah metode yang
penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode kualitatif yaitu berupa
pengamatan, wawancara, dan studi kepustakaan. Penelitian ini akan menggunakan
native’s point of view7 mengenai kejadian-kejadian yang berkaitan dengan konflik
masyarakat Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Muara Batang Toru deng PT AR
Martabe di desa Batang Toru.
Peneliti melakukan penelitian mulai bulan juni hingga bulan agustus 2013.
Sebelum melakukan penelitian ini peneliti sudah melakukan observasi pada aksi demo
yang dilakukan oleh masyarakat yang menolak aksi pembuangan limbah oleh PT AR
Martabe pada saat itu masyarakat masih belum melakukan aksi anarkis hanya melakukan
aksi demo di halaman PT AR Martabe di Desa Aek Pining. Pada saat itu peneliti hanya
melakukan wawancara sepintas lalu kepada bapak-bapak dan ibu-ibu yang melakukan
aksi demo yang menolak pembuangan limbah ke Sungai Batang Toru.
Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang digunakan, yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek
penelitian melalui observasi dan wawancara. Data sekunder digunakan untuk melengkapi
data primer yang diperoleh dari berbai buku ilmiah, jurnal, media massa serta internet.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan
data primer antara lain adalah:
1.5.1. Teknik Wawancara
Teknik wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan pihak yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu (Moleong,1998:135). Dalam pengumpulan data dilapangan peneliti
melakukan wawancara dengan cara berkomunikasi langsung dengan para informan.
Wawancara dilakukan dengan masyarakat.
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam
(indepth interview). Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka dengan informan.
Wawancara dalam penelitian ini menggunakan pedoman wawancara (interview guide)
yang berfungsi sebagai panduan bagi peneliti agar pertanyaan yang diajukan tidak lari
dari pokok permasalahan.
Dalam melakukan wawancara peneliti menentukan beberapa informan sebagai
sumber informasi yang terkait dengan topik penelitian yaitu: Kepala Desa yang
memberikan izin masyarakatnya melakukan aksi demo, tokoh pemuda yang paling
banyak melakukan aksi demo adalah tokoh pemuda dan setiap orang yang mengetahui
konflik tersebut. Peneliti sebenarnya juga ingin mewawancari pihak PT AR Martabe
perusahaan yang menyebabkan terjadinya konflik tapi setelah mengajukan surat izin
penelitian pihak PT AR Martabe tidak bersedia memberikan izin kepada peneliti untuk
Pada saat melakukan wawancara peneliti mengatakan tujuan peneliti untuk
mengetahui mengenai konflik yang terjadi diantara masyarakat, ada bebera informan
yang peneliti tanyakan merasa takut apakah peneliti adalah salah satu “mata-mata” dari
perusahaan AR Martabe karena mereka takut akan terjadi sesuatu apabila bercerita
mengenai konflik yang terjadi, mereka takut ditangkap kembali. Peneliti tidak begitu sulit
untuk melakukan kepada masyarakat dan meyakinkan bahwa peneliti bukanlah bagian
dari “mata-mata” dari PT AR Martabe.
Setelah melakukan wawancara kepada beberapa informan bahwa sebenarnya
Desa-desa yang terlibat konflik pada saat itu tidak sebanyak yang telah diberitakan, saat
iru beberapa informan yang ada merasa media pemberitaan telah melebih-lebihkan. Desa
yang terlibat pada saat itu adalah Desa Telo. Kelurahan Wek 1, Kelurahan Wek 2,
Kelurahan Wek 3, Kelurahan Wek 4 dan Kelurahan Hutaraja. Wawancara peneliti
lakukan lebih sering pada hari selasa dan hari jumat pada hari tersebut lah masyarakat
berkumpul karena hari Selasa dan hari Jumat merupakan hari istirahat atau hari pekan di
Batang Toru.
Wawancara yang paling menarik adalah saat peneliti melakukan wawancara di
Kedai Kopi bersama beberapa informan karena Kedai Kopi adalah tempat berkumpulnya
baik pemuda maupun orang tua. Saat melakukan Wawancara mereka menceritakan
semua yang terjadi pada hari itu, dan menertawakan tindakan mereka yang hanya
merugikan meraka. Ekspresi mereka saat mbercerita berubah-ubah terkadang mereka
merasa lucu atas aksi yang mereka lakukan tak ada hasilnya, geram terhadap perusahaan
1.5.2. Teknik Observasi
Observasi adalah pengamatan langsung terhadap berbagai gejala yang tampak
pada saat penelitian. Observasi dilakukan peneliti untuk melihat langsung,
mendengarkan, dan mencatat kegiatan–kegiatan masyarakat di sungai Batang Toru dan
juga mencatat kegiatan masyarakat yang berlangsung di sungai Batang Toru. Observasi
berguna untuk mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan,
perhatian dan sebagainya. Peneliti akan mengamati aliran pipa PT AR Martabe apakah
mempunyai pengaruh terhadap kegiatan masyarakat, kegiatan masyarakat di aliran sungai
Batang Toru, PT AR Martabe, aktifitas masyarakat disungai Batang Toru. Observasi ini
berguna untuk mendapatkan data yang benar tanpa adanya rekayasa. Hasil observasi ini
kemudian dituangkan dalam bentuk catatan lapangan. Teknik obervasi dilakukan untuk
mendukung teknik wawancara karena konflik yang terjadi telah berlangsung.
1.6.Lokasi penelitian
Penelitian ini akan berlokasi di Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Muara
Batang Toru. Dua Kecamatan tersebut terdapat Desa yang akan menjadi lokasi
penelitian. Desa-desa yang menjadi lokasi penelitian adalah Desa Telo, Kelurahan
Hutaraja, Kelurahan Wek 1, Kelurahan Wek 2, Desa Wek 3, Desa Wek 4, Desa Napa
Alasan pemilihan daerah ini karena Desa-desa tersebut adalah Desa-desa yang
masyarakatnya lebih banyak terlibat konflik dengan PT AR Martabe.
1.7. Analisis data
Dalam penelitian ini teknik analisis data kualitatif, identifikasi kasus-kasus
terjadi. Dengan alternatif apa untuk menyelesaikan kasus konflik yang terjadi antara
masyarakat yang berkonflik dengan PT AT Martabe. Analisis data yang akan peneliti
lakukan adalah memeriksa kembali data-data yang telah didapat pada saat dilapangan
kemudian menganalisis data tersebut secara kualitatif dan disusun sesuai
kategori-kategori tertentu berdasarkan apa yang dijelaskan oleh informan.
Sebagai tahap akhir adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data
kedalam pola, kategori dan satuan dasar sehingga dapat ditemukan tema. Dalam analisis
data dilakukan pemeriksaan tentang keabsahan data yang diperoleh dilapangan. apakah
ada data yang perlu diperbaiki, data yang tidak mendukung akan dibuang. Setelah
dilakukan pemeriksaan maka selanjutnya akan dilakukan penafsiran data dan penulisan
ditentukan sesuai dengan bagian-bagian yang sudah ditentukan dan yang sudah
dikelompokkan sebelumnya, sehingga menghasilkan sebuah karya ilmiah. Dengan cara
ini diharapkan akan ditemukan kesimpulan yang menjelaskan laporan atau hasil
penelitian yang disusun secara sistematis.
1.8.Pengalaman Lapangan
Penelitian ini dilakukan peneliti pada bulan juni hingga agustus 2013. Saya
melakukan penelitian sendiri, hal pertama yang saya lakukan adalah mengajukan surat
izin penelitian kepada pihak PT AR Martabe, hal itu saya lakukan karena
sebelum-sebelumnya saya sudah pernah berbicara dengan pihak PT AR Martabe kalau saya ingin
melakukan penelitian di PT AR Martabe.
Pihak PT AR Martabe menuturkan kalau saya mempunyai surat izin dari
Aek Pining saya langsung menuju perusahaan besar itu. Tiba di pos satpam saya
langsung menemui satpam dan menjelaskan maksud dan tujuan saya datang. Satpam
mengangguk dan segera menghubungi orang yang akan menerima surat saya. Saya
disuruh menunggu dan saya menunggu sampai dua jam dan tak ada satu orang pun yang
datang menemui saya.
Setelah menunggu selama dua jam akhirnya satpam mengatakan kalau pihak yang
bersangkutan saat ini tidak ada di kantor, mereka semua dilapangan karena mereka
bekerja dilapangan dan sangat jarang ada dikantor. Saya disuruh untuk datang besok pagi
pada jam 08.00, dan saya menyanggupinya. Keesokan harinya saya datang dan saya juga
disuruh menuggu lama, satpam yang sebelumnya mengatakan kalau surat itu di titipkan
saja dan akan mereka sampaikan dan menunggu balasan dari surat pengajuan penelitian
saya.
Seteleh mendengar kabar mengecewakan saya pun kembali dan memutuskan
untuk mengurus surat izin penelitian di Kantor Camat Batang Toru yang berada di Wek 1
Batang Toru. Saya tiba di Kantor Camat pada pukul 09.45 tapi saya hanya mendapati
kalau kantor camat Batang Toru kosong tidak ada orang. Tidak ada orang yang bisa saya
jumpai di kantor camat tersebut. Saya menunggu hingga pukul 12.35 seseorang datang
dari arah belakang dan mengatakan apa maksud tujuan saya, dia mengatakan kalau saya
harusnya berbicara dengan Sekcam (Sekretaris Camat) tapi Sekcam belum datang
sehingga saya disuruh untuk pulang dan datang keesokan harinya karena hari sudah siang
Sihombing apakah Camat tidak datang juga dia mengatakan kalau bapak Camat sedang
berada di Medan mengikuti pelatihan.
Keesokan harinya saya datang dan menjumpai bapak Sekcam dan memberikan
surat izin penelitian saya kepada bapak Sekcam dan bapak Sekcam menyuruh saya
datang dua hari lagi karena surat akan siap dua hari lagi. Akhirnya saya pergi dan
memutuskan untuk memulai penelitian saya di Kecamatan Batang Toru tanpa surat izin
dari Kecamatan. Saya memulai di Desa Wek 2 dan bertemu dengan teman saya yang ikut
berpartisipasi juga dalam kericuhan yang terjadi pada hari Selasa 30 Oktober 2012
tersebut. Teman saya itu membawa saya ke Kedai Kopi dan banyak bercerita dengan
orang-orang dari Desa Telo, Wek 3, Wek 4.
Orang- orang yang saya wawancarai berjumlah lima orang, topik pembicaraan
terasa begitu hangat karena bapak-bapak dan pemuda-pemuda tersebut menerima saya
dengan terbuka dengan senang hati bercerita, bahkan saya hanya bertanya bagaimana
awal konflik terjadi dan mereka terus bercerita mengenai konflik tersebut dan
faktor-faktor lain yang menyebabkan konflik tersebut terjadi. Abang UT (30) menceritakan
bagaimana mereka memulai konflik dari Desa Telo. Hal ini sangat menarik buat saya
karena saya menemukan salah satu pelaku utama yang ikut berkonflik tersebut.
Dia juga yang menceritakan kepada saya bahwa desa-desa yang sebenarnya ikut
tidak semua desa tapi berhubung pada saat itu hari pekan di Batang Toru sehingga
menjadi terkesan ramai dan orang-orang mulai panik. Saya mendatangi desa-desa yang
disebutkan yang sebenarnya menjadi pelaku utama dalam konflik yang terjadi dan
yang sama. Tidak ada yang berbeda dari jawaban setiap informan yang saya temui.
Akhirnya saya memutuskan untuk berhenti di Kecamatan Batang Toru dan melanjutkan
ke Kecamatan Muara Batang Toru.
Pengalaman saya di Kecamatan Muara Batang Toru tidak jauh berbeda dengan
Kecamatan Muara Batang Toru. setiba di Kantor Camat Muara Batang Toru saya
berjumpa langsung dengan bapak Camat Muara Batang Toru dan mengatakan kalau hari
ini bapak Camat sedang sibuk mengurus banyak hal terkait semua berkas-berkas dan
peralatan dan perlengkapan yang ada dikantor camat semuanya tidak ada yang tersisa dan
bangunan baru selesai dibangun. Bapak camat menyerahkan sayah kepada bapak
Sekretaris camat. Bapak Sekcam melihat ketus kearah saya dan mengatakan kalau saya
sudah bisa melakukan penelitian tanpa harus pakai surat-surat, saya sempat mersa jengkel
dan saya ingin menanyakan mengenai konflik tersebut kepada bapak Sekcam langsung.
Tapi bapak Sekcam bilang saya menemui bapak Lurah saja mengenai informasi tersebut
karena bapak Lurah lebih tau mengenai konflik tersebut.
Pengalaman saya saat itu hampir membuat saya menangis saya jauh-jauh datang
ke Kelurahan Huta Raja untuk mengajukan surat penelitian yang saya dapatkan adalah
sifat ketus. Saya memutuskan untuk pulang dan akan melanjutkan penelitian tanpa
menggunakan surat-surat izin. Seminggu kemudian saya datang ke Huta Raja kembali
dengan mental yang lebih kuat dan persiapan yang lebih baik. Setelah melewati
perjalanan dua jam akhirnya saya sampai di Hutaraja dan langsung bertemu dengan
bapak Lurah Bapak (Abu Akhir, 53). Saya menceritakan dan melakukan wawancara
selama 2 jam dan melanjutkan ke tokoh adat dan tokoh pemuda. Saya tidak mengalami
kesulitan dalam melakukan wawancara dan memutuskan melakukan penelitian tanpa
surat izit dari kecamatan.
Beberapa minggu setelah menunggu surat yang saya kirimkan kepada PT AR
Martabe saya mendapatkan balasan yang tidak mengenakkan. Surat yang saya kirimkan
mendapat balasan yang ditujukan langsung kepada bapak Zakaria selaku pembantu dekan
I. Saya dipanggil menghadap beliau saya langsung berangkat dari kampung saya menuju
medan setelah mengetahui informasi tersebut. Saya kembali ke Medan dan menjumpai
bapak Zakaria saya diberikan semangat dan lebih berhati-hati dalam melakukan
penelitian, dan saya menghubungi dosen Pembimbing saya Bapak R. Hamdani Harahap
apa yang harus saya lakukan bapak Hamdani mengatakan untuk mewawancarai karyawan
PT AR Martabe saja. Saya merasa lega dan melanjutkan penelitian kembali ke kampung
halaman saya. Di kecamatan Batang Toru saya pun memulai penelitian tidak
menggunakan surat izin dari Kecamatan karena sangat berbelit-belit dan prosesnya sangat
lama. Saya melakukan penelitian dibantu oleh kawan saya yang tinggal di Batang Toru
sehingga lebih mudah untuk melakukan penelitian. Penelitian yang saya lakukan di
Batang Toru masyarakat sudah tidak terlalu mengingatnya karena konflik sudah terjadi
satu tahun yang berlalu, dan tidak ada perubahan yang dirasakan masyarakat mengenai
pembuangan limbah PT AR Martabe. Menurut salah satu informan saya mungkin
masyarakat akan melakukan aksi demo lagi karena pengakuan masyarakat yang menjala
di sungai Batang Toru bahwa sebenarnya limbah yang dibuang ke sungai Batang Toru
Karena kejadian yang sudah terjadi beberapa bulan yang lalu dan sudah lama
terjadi membuat susah mendapatkan informasi dari sebagian masyarakat. masyarakat
menganggap kejadian itu sudah berlangsung lama, dan tidak ada gunanya dibahas lagi.
Selain itu masyarakat banyak yang curiga kepada peneliti karena dianggap sebagai
orang-orang nya PT AR Martabe yang akan memata-matai mereka. Mereka takut akan terjadi
penangkapan lagi kepada mereka. Tapi karena peneliti meminta dan menjelaskan kembali
bahwa tujuan peneliti untuk keperluan akademis mereka mulai terbuka. Ketika peneliti
meminta foto mereka yang diwawancarai mereka tidak mau, dan mengatakan kalau