• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Studi Mengenai Konflik Antara Masyarakat Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Muara Batang Toru Dengan PT Agincourt Resources Martabe di Kecamatan Batang Toru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Studi Mengenai Konflik Antara Masyarakat Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Muara Batang Toru Dengan PT Agincourt Resources Martabe di Kecamatan Batang Toru"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang memiliki sumber daya alam

yang sangat melimpah khususnya sumber daya Mineral dan Batubara yang didapatkan

melalui proses pertambangan. Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka

upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan

bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas). Sektor pertambangan diharapkan

bisa meningkatkan kesejahteraan Masyarakat tapi tidak sedikit usaha Pertambangan

menimbulkan konflik bagi masyarakat.

Penelitian ini akan mengkaji mengenai konflik antara Masyarakat Kecamatan

Batang Toru dan Kecamatan Muara Batang Toru dengan PT Agincourt Resources

Martabe (PT AR Martabe) di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan,

Provinsi Sumatera Utara. Konflik antara Masyarakat dengan PT AR Martabe terjadi

karena rencana pembuangan limbah sisa hasil produksi PT AR Martabe ke Sungai Batang

Toru. Sungai Batang Toru merupakan sungai yang terpanjang di Kabupaten Tapanuli

Selatan . Masyarakat memanfaatkan Sungai Batang Toru untuk air minum, mandi dan

mencuci, sumber mata pencaharian Masyarakat melalui hasil tangkap ikan, pengairan

sawah, dan sebagai tempat wisata Arung Jeram.

Fokus tulisan ini akan menjelaskan terjadinya protes masyarakat terhadap PT AR

(2)

khawatir sungai Batang Toru akan tercemar oleh limbah PT AR Martabe. Bentuk dari

protes masyarakat pertama kali adalah dengan melakukan aksi demo yang berujung

pengrusakan sarana pemerintahan dan pembakaran peralatan – peralatan perusahaan

tambang AR Martabe oleh masyarakat.

Konflik masyarakat dengan pertambangan bukan suatu hal baru terjadi di

Indonesia. Kerusakan lingkungan oleh perusahaan tambang, dipakainya tanah adat

masyarakat untuk pembangunan tambang, tidak adanya keberpihakan pemerintah

terhadap tuntutan masyarakat, yang menjadi pemicu terjadinya konflik antara Masyarakat

dengan perusahaan tambang. Kasus konflik terjadi yang ditulis Maimunah (2012,12-15)

“Buruk Freeport, Papua Dikorbankan” mengenai ketidakpuasan rakyat Papua terhadap

tambang emas dan tembaga Freeport-Rio. Pembuangan limbah Freeport telah merusak

36.000 hektar kawasan sungai Ajkwa, sepanjang 60 km kearah laut.

Selain itu pengambilan paksa dan pembongkaran tanah adat Suku Amungme1.

Bagi Suku Amungme tanah adat digambarkan sebagai seorang ibu yang memberi makan,

memelihara, mendidik dan membesarkan dari bayi hingga lanjut usia dan akhirnya mati.

Tanah dengan lingkungan dipandang sebagai tempat tinggal, berkebun, berburu dan

pemakaman juga tempat kediaman roh halus dan arwah para leluhur. Beberapa lokasi

tanah seperti gua, gunung, air terjun dan kuburan dianggap sebagai tempat keramat.

Perusahaan tambang Freeport-Rio bagai duri dalam daging. Freeport memberikan royalti

      

1 Suku Amungme adalah bagian dari suku bangsa di Papua yang mendiami beberapa lembah luas di

(3)

dan pajak kepada Negara tapi banyak kejahatan kemanusiaan dan lingkungan yang terjadi

disekitar perusahaan Tambang Freeport.

Konflik masyarakat dengan perusahaan tambang terjadi juga di Kabupaten

Donggala, Sulawesi Tengah, masyarakat menolak adanya tambang didaerah mereka yang

sudah disahkan DPRD Donggala. Masyarakat khawatir wilayah mereka akan tercemar

setelah hadirnya PT CMA. Penolakan masyarakat tidak dihiraukan oleh pemerintah

sehingga masyarakat menyandera tetua adat yang menyetujui adanya tambang didaerah

mereka dan membakar peralatan-peralatan tambang PT CMA.2

Provinsi Sumatera Utara selain di Kecamatan Batang Toru konflik pertambangan

juga terjadi di Kabupaten Mandailing Natal. Konflik terjadi dipicu perebutan seluas 30

hektar lahan tambang emas yang menjadi lokasi tambang milik PT Sorik Mas Mining

(PT SSM). Lokasi lahan itu sebetulnya lahan tanah ulayat milik warga Kecamatan Naga

Juang, tapi kontrak kerja PT SSM dengan pemerintah pusat itu merenggut hak rakyat atas

tanah ulayatnya.3

Kasus-kasus tersebut memperlihatkan banyaknya konflik yang terjadi antara

masyarakat dengan perusahaan tambang di Indonesia. Kasus konflik masyarakat dengan

PT AR Martabe di Kabupaten Tapanuli Selatan bermula dari penolakan masyarakat akan

dibuangnya limbah sisa hasil produksi dari PT AR Martabe ke sungai Batang Toru.

Masyarakat menolak pembuangan limbah ke Sungai Batang Toru karena takut Sungai

Batang Toru akan tercemari dan tidak bisa dimanfaatan.

      

2 Sengketa Berdarah Lahan dan Tambang, http://www.portalkbr.com/berita/saga/2414043_4216.html,

(diakses tanggal 25 maret 2013, pukul 00.51 wib)

3 http://www.analisadaily.com/news/2013/6308/polri-di-tengah-konflik-warga-investor/ (diakses tanggal 4

(4)

Konflik terjadi karena aksi protes masyarakat kepada tambang AR Martabe yang

tidak diacuhkan oleh pihak PT AR Martabe. Masyarakat juga melakukan protes kepada

camat Batang Toru agar tuntutan masyarakat dipenuhi. Protes yang tidak dipedulikan

membuat kemarahan masyarakat semakin bertambah. Masyarakat yang terlibat konflik

tergabung dari beberapa desa di Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Muara Batang

Toru. Desa-desa yang ikut terlibat dalam demo ini adalah Desa Telo, Desa Hutaraja,

Wek 1, Wek 2, Wek 3, Wek 4. Desa-desa yang tergabung dalam aksi demo merupakan

desa-desa yang sebagian besar masyarakatnya mempunyai kepentingan di Sungai Batang

Toru.

Pembuangan limbah di Sungai Batang Toru sudah mendapatkan izin dari

pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan sudah mendapatkan surat dari AMDAL

(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Isi dokumen AMDAL (analisis mengenai

dampak lingkungan) yang menyebutkan pipa pembuangan air limbah milik PT. AR akan

ditanam dan diarahkan ke sungai Batang Toru. Rencana pembuangan limbah tersebut

disahkan melalui Keputusan Bupati Tapanuli Selatan No. 53/KPTS/2007 dan disetujui

oleh Komisi Penilai Amdal Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan berdasarkan persetujuan

Nomor: 53/KPTS/2008 tanggal 13 Maret 2008 tentang AMDAL PT. AR Martabe serta

Surat Bupati Tapanuli Selatan Nomor: 540/4337/2010 tertanggal 29 Juni 2010 tentang

revisi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan

Lingkungan Hidup (RPL) PT. AR Martabe.4

      

4

 Masyarakat, Sungai Batang Toru dan Limbah Tambang Emas,

http://ina-has.blogspot.com/2013/01/tambang-emas-pt-agincourt-resources-dan.html (diakses tanggal 22 maret 2013,

(5)

Setelah mengetahui pembuangan limbah ke sungai Batang Toru, masyarakat

melakukan aksi demo. Aksi demo damai yang dilakukan masyarakat tidak dihiraukan

oleh PT AR Martabe. Permintan yang tidak diacuhkan oleh perusahaan AR Martabe

masyarakat pergi ke kantor Polsek Batang toru untuk melakukan aksi demo agar pihak

polisi mau membantu bicara kepada PT AR Martabe agar pembuangan limbah kesungai

Batang Toru tidak dilanjutkan.

Aksi protes yang tidak dipedulikan oleh perusahaan tambang AR Martabe dan

pemerintah membuat masyarakat semakin marah. Aksi protes damai yang dilakukan

masyarakat berubah menjadi aksi anarkis. Masyarakat membakar pipa dari perusahaan

tambang AR, membakar mobil keamanan Perusahaan AR Martabe, perusakan Kantor

Mapolsek Batang Toru, pembakaran Kantor Camat Batang Toru dan Kantor Camat

Muara Batang Toru. Aksi anarkis masyarakat membuat suasana di Batang Toru sangat

mencekam. Banyak orang yang ditangkap dan dijadikan tersangka, banyak kepala

keluarga yang melarikan diri dan menjadi buron.

Hal inilah yang mendasari peneliti untuk meneliti konflik antara masyarakat dari

Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Muara Batang Toru dengan perusahaan

Tambang Martabe dan pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan. Tambang Martabe yang

sudah mendapatkan izin dan menjelaskan bahwa limbah yang dibuang ke sungai Batang

Toru tidak akan merusak ekosistem sungai Batang Toru tapi masih mendapat penolakan

dari masyarakat bahkan sampai menimbulkan kerusakan dan kekerasan. Peneliti juga

ingin mengetahui apakah ada faktor-faktor lain yang menyebabkan masyarakat

(6)

peneliti member judul skripsi “Studi Mengenai Konflik Masyarakat Kecamatan Batang

Toru dan Kecamatan Muara Batang Toru dengan PT Agincourt Resources Martabe di

Kecamatan Batang Toru.

1.2. Tinjauan Pustaka

Masyarakat adalah mahluk sosial yang selalu berinteraksi. Interaksi Masyarakat

sering dihadapkan pada situasi konflik (sengketa). Konflik merupakan suatu proses sosial

dimana orang-perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya

dengan jalan menentang pihak lawan disertai dengan ancaman dan kekerasan

(Soekanto,1990). Hobbes 1962 (dalam Saifuddin 2005) ketika manusia terancam, mereka

merasa khawatir dan takut, ketika mereka merasa bisa menghindarinya mereka melawan,

mereka memiliki keberanian sehingga menimbulkan konflik.

Konflik merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindarkan dari kehidupan

masyarakat. Konflik sering juga disebut dengan pertentangan, sengketa antara orang –

perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan

menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan konflik merupakan

suatu proses sosial yang terjadi diantara masyarakat. Konflik yang terjadi antara

masyarakat kecamatan Batang Toru dan kecamatan Muara Batang Toru dengan

perusahaan tambang AR Martabe merupakan suatu konflik untuk memenuhi tujuan dan

menentang pihak lawan serta menyebabkan terjadinya kekerasan.

Konflik yang terjadi ditandai oleh adanya berbagai motivasi yang saling

(7)

maka akan terjadi kebimbangan dalam individu tersebut, lain halnya dengan motivasi

yang terjadi antara kelompok dengan kelompok lain akan saling bertengkar atau

berkelahi. Motivasi adalah suatu dorongan dalam diri individu dalam melakukan sesuatu.

Motivasi ditumbuhkan oleh adanya keinginan atau kebutuhan yang sebelumnya

ditimbulkan oleh suatu situasi didalam maupun diluar individu (Sarwono,1987).

Konflik yang terjadi diantara masyarakat Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan

Muara Batang Toru dengan PT Agincourt Resources Martabe merupakan konflik yang

terjadi antara masyarakat dengan perusahaan pertambangan. Masyarakat yang terlibat

dalam konflik terdiri dari banyak orang yang tergabung mempunyai tuntutan yang sama.

Le bon (dalam Sarwono 1987:33) kelompok individu tergabung dalam massa kehilangan

kepribadiannya sendiri dan jiwanya berada di bawah pengaruh satu jiwa bersama

(collective mind). Jiwa bersama mengatur perilaku individu. Dalam kesamaan itu mereka

cenderung bertindak irrasional, emosional, agresif. F.H.Allport melanjutkan (dalam

Sarwono,1987) dalam kesamaan itu setiap orang memiliki motivasi sendiri-sendiri yang

mempunyai tujuan tertentu misalnya, menggulingkan pemerintah, melampiaskan

kejengkelan, mencari identitas diri atau hanya menonton dan bersenang-senang.

Secara teoritis konflik atau sengketa dapat menimbulakan dampak negatif

(maridjo 1996:66). Dampak negatif adanya konflik atau sengketa antara lain

terganggungya keserasian hubungan sosial, merusak tujuan bersama, menimbulkan

kebencian dan kebingungan, dan mengurangi kepercayaan serta membangkitkan emosi.

Tahap pra – konflik atau tahap keluhan, mengacu kepada keadaan atau kondisi yang oleh

(8)

alasan-alasan atau dasar – dasar dari adanya perasaan itu. Pelanggaran terhadap rasa keadilannya

itu dapat bersifat nyata atau imajinasi saja, tergantung pada persespsi dari pihak yang

merasakan ketidakadilan bersangkutan. Dalam hal ini yang penting adalah itu merasakan

bahwa haknya dilanggar atau mereka diperlakukan dengan salah.

Simon Fisher,dkk (dalam Salim, 2011) mengemukakan teori yang menyebabkan

terjadinya konflik dalam masyarakat antara lain: Teori hubungan masyarakat

menyebabkan adannya kelompok yang berlawanan sehingga muncul permusuhan, dan

teori kebutuhan manusia menyebabkan terjadinya konflik karena tidak terpenuhi atau

terhalanginya kebutuhan dasar manusia baik fisik maupun mental. Konflik masyarakat

dengan pertambangan tidak hal yang baru di Indonesia.

Pertambangan merupakan kegiatan untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi dan

memilih mineral, menyuling, dan operasi lainnya dibawah tanah. Pengertian

pertambangan di jumpai dalam Undang-Undang no 4 tahun 2009, pertambangan adalah

sebagian atau seluruh tahapan pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang

meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi , penambangan,

pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.5

Konflik (sengketa) pertambangan adalah konflik yang terjadi dalam pelaksanaan

kegiatan pertambangan. Kegiatan pertambangan tidak selalu dapat dilaksanakan dengan

baik oleh kontraktor yang ditunjuk atau pemegang izin pertambangan. Dalam

melaksanakan kegiatan tambang, kontraktor yang ditunjuk selalu menimbulkan masalah.

Masalah itu tidak hanya terjadi antara masyarakat dengan kontraktor atau pemegang izin

      

5

(9)

pertambangan tapi juga antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah (Salim

2012). Kesenjangan penerimaan penghasilan juga diperoleh pada level pemerintah, antara

pemerintah daerah penghasil tambang dengan penerimaan pemerintah pusat serta

kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan (Rosadi, 2012:29)

Kegiatan pertambangan banyak menimbulkan ketimpangan. Ketimpangan

pendapatan (kemakmuran) antara pengusaha pertambangan dengan kesejahteraan

masyarakat sekitar wilayah pertambangan. Ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam

setiap tahap kegiatan pertambangan:

1. Tahap Penyelidikan Umum

a. Lahirkan pro dan kontra yang memicu benih perpecahan antar

masyarakat,

b. Beredar janji-jani ‘surga’ seperti masyarakat akan sejahtera, jalan di

perbakiki, listrik terang benderang, menjadi kota ramai, sehingga gaya

hidup masyarakat mulai berubah,

c. Beredar informasi yang simpang siur dan membingungkan

2. Tahap Eksplorasi

a. Konflik antar pemilik kepentingan mulai terbuka. Pada posisi ini

biasanya Pemerintah mulai menujukan keberpihakan pada perusahaan,

b. Bujuk rayu, intimidasi, hingga teror dan ancaman makin meningkat

3. Tahap Eksploitasi

(10)

b. Dimulainya proses pembuangan limbah Tailing yang akan meracuni

sumber air dan pangan, Limbah Tailing dan batuan akan menjadi

masalah dari hulu hingga hilir.

c. Dimulainya kerja-kerja akademisi dan konsultan bayaran untuk

membuktikan bahwa tidak ada pencemaran

d. Meningkatnya konflik antar masyarakat dan masyarakat dengan

pejabat Negara

e. Penguasaan sumberdaya alam, pencemaran lingkungan dan proses

pemiskinan

f. Meningkatnya pelanggaran Hak Asasi Manusia, kasus korupsi dan

suap

g. Meningkatnya kasus asusila karena akan terbukanya fasilitasi judi dan

tempat prostitusi

4. Tahapan Tutup Tambang

a. Makin terpuruknya ekonomi lokal dan menigkatnya jumlah

pengangguran

b. Terbentuknya danau-danau asam dan beracun yang akan terus ada

dalam jangka waktu yang panjang, Tidak pulihnya ekosistem yang

(11)

c. APBD banyak terkuras untuk menutupi protes rakyat sementara

perusahaan telah pergi meninggalkan berbagai masalah.6

Menurut Salim (2012:9) konflik atau sengketa yang sering terjadi dalam

pertambangan antara lain :

1. Konflik antara (masyarakat adat) dengan perusahaan tambang

2. Konflik karena Pencemaran lingkungan disekitar wilayah pertambangan

3. Konflik antara pemilik tanah dengan perusahaan tambang (pertanahan)

4. Konflik antara pemerintah (Negara) dengan perusahaan tambang

5. Konflik perburuhan

6. Konflik pengembangan masyarakat

Konflik yang terjadi diantara masyarakat Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan

Muara Batang Toru dengan PT AR Martabe merupakan konflik yang terjadi karena

konflik Sumber Daya Alam (SDA). Engel dan Korf (2005) menyebutkan ada 4 penyebab

konflik SDA yaitu: (1) persaingan yang ketat akan pemanfaatan SDA; (2) pertentangan

antara hukum adat dan hukum positif; (3) perubahan terkait dengan perubahan

kepentingan dan kebutuhan penggunaan SDA, (4) kebijakan, program, kegiatan

pengelolaan SDA sering menjadi sumber konflik, karena kebijakan sering ditentukan

tanpa partisipasi dari masyarakat.

      

6

 Pengertian pertambangan dan contoh masalah pertambangan.

http://pabrisianturi.blogspot.com/2012/11/pengertian-pertambangan-dan-contoh.html, (diakses 19032013,

21.56 wib) 

(12)

Konflik yang terjadi antara masyarakat dengan pertambangan menurut Maimunah

(2012:23-25) antara lain karena :

1. Salah urus terhadap pengelolaan bahan tambang yang hanya dipandang

sebagai komoditas penghasil devisa dan PAD ( Pendapatan Asli Daerah).

Sehingga seluruh upaya diserahkan mengeluarkan izin pertambangan

sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan dampak yang terjadi akibat pemberian

izin tersebut.

2. Pengingkaran hak rakyat atas penguasaan dan pengelolaan tanah. Tidak ada

satupun Kontrak Karya Pertambangan yang mendaptkan izin persetujuan

rakyat terlebih dahulu sebelum berdirinya perusahaan tambang.

3. Daya rusak sektor tambang tidak bisa dikelola dengan baik oleh perusahaan

dan Negara

Ketakutan masyarakat Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Muara Batang

Toru terhadap dibuangnya limbah sisa hasil produksi PT AR Martabe akan menyebabkan

pencemaran air. Abiodun Alao menjelaskan (dalam Sobirin 2010) air dan tanah dalam

kategori sumber daya yang vital bagi kelangsungan hidup manusia. Sedangkan sumber

daya alam yang lain seperti minyak bumi, batu bara dan gas bumi dikategorikan sebagai

sumber daya yang digunakan untuk mendukung pencapaian kenyamanan hidup manusia.

Maka tak urung air menempati posisi yang berbeda dibandingkan sumber daya alam yang

lainnya karena air menjadi sumber daya yang esensial dalam kelangsungan hidup

manusia sehingga cara apapun dilakukan untuk mengamankan pasokan air, baik dengan

(13)

Pada saat sekarang ini pencemaran air di Indonesia sudah sangat banyak, baik

pencemaran melalui limbah rumah tangga maupun limbah industri. Sungai-sungai di

Indonesia sebanyak kurang lebih dari 35 sungai mempunyai status mutu air yang sedang

tercemar berat. Sungai yang tercemar akan mempunyai dampak bagi kesehatan dan

kualitas hidup manusia yang sangat besar (Keraf, 2010: 42-44). Yurdi Yasmi dalam

(Salim, 2010:222) menjelaskan pengaruh pencemaran air terhadap penduduk lokal, antara

lain:

1. Dirty water for bath (Kotornya air yang digunakan untuk mandi);

2. Dirty water for washing (kotornya air untuk mencuci);

3. Dirty water for drinking (kotornya air untuk minum);

4. Kids can no longer swim on clean river (anak-anak tidak dapat berenang pada

waktu lama disungai);

5. Many fish die (banyak ikan mati).

Sebagai contoh Sobirin (2010) menjelaskan mengenai penolakan warga di

kabupaten Pati terhadap akan dibangunnya PT Semen Gresik Tbk. di empat kecamatan

(Sukolilo, Kayen, Gabus dan Margorejo) dan 13 desa dengan luas 1.560 hektar. Bekerja

sama dengan Pusat Penelitian dan Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro (PPLH

UNDIP), PT. Semen Gresik Tbk. melakukan studi Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL) sebagai prasyarat pembangunan pabrik yang nantinya

berkapasitas produksi 2,5 juta ton perhari. Hasil penelitian ini menyimpulkan rencana

(14)

Walaupun sudah mendapatkan surat AMDAL warga yang tergabung dalam

Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kandeng (JM-PPK) pada awal gerakannya pada

tahun 2006 mengatakan bahwa pegunungan sangat berguna bagi mereka dan

dikhawatirkan penambangan akan mengakibatkan mengurangi air yang ada di

sumber-sumber air di Pegunungan Kandeng Utara. Selain mengurangi debit air pembangunan PT.

Semen Gresik Tbk. dikhawatirkan menimbulkan bise menyebabkan bencana banjir.

Sampai pada tahun 2010 warga masih gencar melakukan berbagai upaya untuk menolak

rencana penambangan dan pembangunan PT Semen Gresik Tbk. persediaan air dan

antisipasi bencana menjadi dua hal yang akan terus menjadi motivasi utama bagi gerakan

ini.

Marzali (2012) dalam kasus-kasus konflik yang terjadi antara masyarakat dengan

perusahaan tambang, pemerintah sebagai pihak yang mengeluarkan hak konsesi kepada

perusahaan dengan imbalan rente tertentu, hanya berpangku tangan saja. Pemerintah

membiarkan konflik itu diselesaikan oleh pihak yang berkonflik. Biasanya kalau konflik

seperti ini terjadi, maka penyelesaian dilakukan melalui jalur berikut:

 Perusahaan membayar tuntutan penduduk desa setelah tawar menawar.

 Konflik diteruskan ke pengadilan.

 Konflik berlanjut dengan serbuan penduduk desa ke base camp

perusahaan.

Dari banyaknya konflik yang terjadi antara masyarakat dengan perusaan tambang

pada umumnya cara yang dilakukan masyarakat untuk melakukan perlawanan terhadap

(15)

pembakaran. Demonstrasi ini dilakukan oleh masyarakat dengan maksud untuk

menghalangi atau merintangi kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh perusahaan

tambang. Cara ini dilakukan dengan mengumpulkan masyarakat sebanyak-banyaknya

untuk menghalangi kegiatan eksplorasi perusahaan tambang. Sementara itu, cara lain

yang dilakukan adalah membakar base camp yang telah dibangun oleh perusahaan

tambang (Salim, 2012:47-48). Hal tersebut yang dilakukan masyarakat Kecamatan

Batang Toru dan Kecamatan Muara Batang Toru untuk melawan PT AR Martabe.

Nader dan todd (ihromi,1993:194-213) berdasarkan para ahli antropologi

merumuskan perkembangan dalam kebudayaan-kebudayaan manusia untuk menampung

dan mengatasi atau menyelesaikan sengketa antara lain:

1. Membiarkan saja (lumping it) atau menurut felstiner pihak yang

merasakan perlakuan yang tidak adil, gagal dalam upaya menenkankan tuntutannya dan

ia meneruskan hubungan-hubungannya dengan pihak yang dirasakannya merugikan. Ini

dilakukan karena berbagai kemungkinan seperti kurangnya informasi mengenai

bagaimana proses pengajuan keluhan itu kepengadilan, kurangnya akses ke lembaga

peradilan atau sengaja tidak diproses ke peradilan karena perkiraan bahwa kerugiannya

lebih besar darn keuntungannya.

2. Mengelak (avoidance). Pihak yang merasa dirugikan memilih untuk

mengurangi hubungan-hubungan dengan pihak yang merugikan atau untuk sama kali

(16)

3. Paksaan (coercion) satu pihak yang memaksakan pemecahan kepada pihak

lain, bersifat memaksakan atau ancaman untuk menggunakan kekerasan, pada umumnya

mengurangi kemungkinan penyelesaian secara damai

4. Perundingan (negotiation) yaitu dua pihak berhadapan sepakat pemecahan

masalah dilakukan tanpa adanya pihak ketiga yang mencampurinya

5. Mediasi (mediation) pihak ketiga membantu kedua belah pihak yang

berselisih paham untuk menemukan kesepakatan. Pihak ketiga ini dapat ditentukan pihak

yang bersengketa atau ditunjuk oleh pihak yang berwenang.

6. Arbitrase (arbitration) dua belah pihak yang bersengketa sepakat meminta

pihak yang ketiga untuk member keputusan dan telah setuju menerima keputusan yang

telah dibuat.

7. Peradilan (adjudication). Pihak ketiga mempunyai wewenang untuk

mencampuri pemecahan masalah, lepas keinginan pihak yang bersengketa. Pihak ketiga

itu juga berhak membuat keputusan dan menegakkan keputusan. Itu artinya upaya

keputusan dilaksanakan.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka masalah dalam penelitian

ini adalah mengapa terjadi penolakan masyarakat Kecamatan Batang Toru dan

Kecamatan Muara Batang Toru terhadap pembuangan limbah PT AR Martabe ke Sungai

Batang Batang Toru. Rumusan masalah tersebut diuraikan dalam pertanyaan penelitian

(17)

1. Faktor-faktor apa yang melatar belakangi terjadinya konflik antara

Masyarakat dengan PT AR Martabe?

2. Tindakan apa yang dilakukan Masyarakat, PT AR Martabe dalam

menyelesaikan konflik?

3. Bagaimana tanggapan Masyarakat mengenai konflik yang terjadi?

1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimana proses

terjadinya konflik antara masyarakat Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Muara

Batang Toru dengan PT AR Martabe. Penelitian ini juga menitik beratkan untuk

mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya konflik antara masyarakat Batang Toru dan

Kecamatan Muara Batang Toru dengan PT AR Martabe.

Manfaat dari penelitian ini secara akademis diharapkan akan menambah wawasan

keilmuan dalam bidang Antropologi. Khususnya untuk memperkaya literatur mengenai

konflik yang terjadi antara masyarakat dengan pihak tambang di Indonesia. Secara praktis

penelitian ini akan memperoleh informasi mengenai konflik yang terjadi antara

masyarakat dengan PT AR Martabe. Selain itu manfaat penelitian ini diharapkan

memberikan pengetahuan kepada masyarakat umum tentang konflik yang terjadi antara

perusahaan tambang dengan masyarakat.

1.5.Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif. Menurut Moleong (2006:6) Penelitian kualitatif adalah metode yang

(18)

penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik

dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus

yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode kualitatif yaitu berupa

pengamatan, wawancara, dan studi kepustakaan. Penelitian ini akan menggunakan

native’s point of view7 mengenai kejadian-kejadian yang berkaitan dengan konflik

masyarakat Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Muara Batang Toru deng PT AR

Martabe di desa Batang Toru.

Peneliti melakukan penelitian mulai bulan juni hingga bulan agustus 2013.

Sebelum melakukan penelitian ini peneliti sudah melakukan observasi pada aksi demo

yang dilakukan oleh masyarakat yang menolak aksi pembuangan limbah oleh PT AR

Martabe pada saat itu masyarakat masih belum melakukan aksi anarkis hanya melakukan

aksi demo di halaman PT AR Martabe di Desa Aek Pining. Pada saat itu peneliti hanya

melakukan wawancara sepintas lalu kepada bapak-bapak dan ibu-ibu yang melakukan

aksi demo yang menolak pembuangan limbah ke Sungai Batang Toru.

Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang digunakan, yaitu data primer dan

data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek

penelitian melalui observasi dan wawancara. Data sekunder digunakan untuk melengkapi

data primer yang diperoleh dari berbai buku ilmiah, jurnal, media massa serta internet.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan

data primer antara lain adalah:

      

(19)

1.5.1. Teknik Wawancara

Teknik wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan pihak yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu (Moleong,1998:135). Dalam pengumpulan data dilapangan peneliti

melakukan wawancara dengan cara berkomunikasi langsung dengan para informan.

Wawancara dilakukan dengan masyarakat.

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam

(indepth interview). Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka dengan informan.

Wawancara dalam penelitian ini menggunakan pedoman wawancara (interview guide)

yang berfungsi sebagai panduan bagi peneliti agar pertanyaan yang diajukan tidak lari

dari pokok permasalahan.

Dalam melakukan wawancara peneliti menentukan beberapa informan sebagai

sumber informasi yang terkait dengan topik penelitian yaitu: Kepala Desa yang

memberikan izin masyarakatnya melakukan aksi demo, tokoh pemuda yang paling

banyak melakukan aksi demo adalah tokoh pemuda dan setiap orang yang mengetahui

konflik tersebut. Peneliti sebenarnya juga ingin mewawancari pihak PT AR Martabe

perusahaan yang menyebabkan terjadinya konflik tapi setelah mengajukan surat izin

penelitian pihak PT AR Martabe tidak bersedia memberikan izin kepada peneliti untuk

(20)

Pada saat melakukan wawancara peneliti mengatakan tujuan peneliti untuk

mengetahui mengenai konflik yang terjadi diantara masyarakat, ada bebera informan

yang peneliti tanyakan merasa takut apakah peneliti adalah salah satu “mata-mata” dari

perusahaan AR Martabe karena mereka takut akan terjadi sesuatu apabila bercerita

mengenai konflik yang terjadi, mereka takut ditangkap kembali. Peneliti tidak begitu sulit

untuk melakukan kepada masyarakat dan meyakinkan bahwa peneliti bukanlah bagian

dari “mata-mata” dari PT AR Martabe.

Setelah melakukan wawancara kepada beberapa informan bahwa sebenarnya

Desa-desa yang terlibat konflik pada saat itu tidak sebanyak yang telah diberitakan, saat

iru beberapa informan yang ada merasa media pemberitaan telah melebih-lebihkan. Desa

yang terlibat pada saat itu adalah Desa Telo. Kelurahan Wek 1, Kelurahan Wek 2,

Kelurahan Wek 3, Kelurahan Wek 4 dan Kelurahan Hutaraja. Wawancara peneliti

lakukan lebih sering pada hari selasa dan hari jumat pada hari tersebut lah masyarakat

berkumpul karena hari Selasa dan hari Jumat merupakan hari istirahat atau hari pekan di

Batang Toru.

Wawancara yang paling menarik adalah saat peneliti melakukan wawancara di

Kedai Kopi bersama beberapa informan karena Kedai Kopi adalah tempat berkumpulnya

baik pemuda maupun orang tua. Saat melakukan Wawancara mereka menceritakan

semua yang terjadi pada hari itu, dan menertawakan tindakan mereka yang hanya

merugikan meraka. Ekspresi mereka saat mbercerita berubah-ubah terkadang mereka

merasa lucu atas aksi yang mereka lakukan tak ada hasilnya, geram terhadap perusahaan

(21)

1.5.2. Teknik Observasi

Observasi adalah pengamatan langsung terhadap berbagai gejala yang tampak

pada saat penelitian. Observasi dilakukan peneliti untuk melihat langsung,

mendengarkan, dan mencatat kegiatan–kegiatan masyarakat di sungai Batang Toru dan

juga mencatat kegiatan masyarakat yang berlangsung di sungai Batang Toru. Observasi

berguna untuk mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan,

perhatian dan sebagainya. Peneliti akan mengamati aliran pipa PT AR Martabe apakah

mempunyai pengaruh terhadap kegiatan masyarakat, kegiatan masyarakat di aliran sungai

Batang Toru, PT AR Martabe, aktifitas masyarakat disungai Batang Toru. Observasi ini

berguna untuk mendapatkan data yang benar tanpa adanya rekayasa. Hasil observasi ini

kemudian dituangkan dalam bentuk catatan lapangan. Teknik obervasi dilakukan untuk

mendukung teknik wawancara karena konflik yang terjadi telah berlangsung.

1.6.Lokasi penelitian

Penelitian ini akan berlokasi di Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Muara

Batang Toru. Dua Kecamatan tersebut terdapat Desa yang akan menjadi lokasi

penelitian. Desa-desa yang menjadi lokasi penelitian adalah Desa Telo, Kelurahan

Hutaraja, Kelurahan Wek 1, Kelurahan Wek 2, Desa Wek 3, Desa Wek 4, Desa Napa

Alasan pemilihan daerah ini karena Desa-desa tersebut adalah Desa-desa yang

masyarakatnya lebih banyak terlibat konflik dengan PT AR Martabe.

1.7. Analisis data

Dalam penelitian ini teknik analisis data kualitatif, identifikasi kasus-kasus

(22)

terjadi. Dengan alternatif apa untuk menyelesaikan kasus konflik yang terjadi antara

masyarakat yang berkonflik dengan PT AT Martabe. Analisis data yang akan peneliti

lakukan adalah memeriksa kembali data-data yang telah didapat pada saat dilapangan

kemudian menganalisis data tersebut secara kualitatif dan disusun sesuai

kategori-kategori tertentu berdasarkan apa yang dijelaskan oleh informan.

Sebagai tahap akhir adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data

kedalam pola, kategori dan satuan dasar sehingga dapat ditemukan tema. Dalam analisis

data dilakukan pemeriksaan tentang keabsahan data yang diperoleh dilapangan. apakah

ada data yang perlu diperbaiki, data yang tidak mendukung akan dibuang. Setelah

dilakukan pemeriksaan maka selanjutnya akan dilakukan penafsiran data dan penulisan

ditentukan sesuai dengan bagian-bagian yang sudah ditentukan dan yang sudah

dikelompokkan sebelumnya, sehingga menghasilkan sebuah karya ilmiah. Dengan cara

ini diharapkan akan ditemukan kesimpulan yang menjelaskan laporan atau hasil

penelitian yang disusun secara sistematis.

1.8.Pengalaman Lapangan

Penelitian ini dilakukan peneliti pada bulan juni hingga agustus 2013. Saya

melakukan penelitian sendiri, hal pertama yang saya lakukan adalah mengajukan surat

izin penelitian kepada pihak PT AR Martabe, hal itu saya lakukan karena

sebelum-sebelumnya saya sudah pernah berbicara dengan pihak PT AR Martabe kalau saya ingin

melakukan penelitian di PT AR Martabe.

Pihak PT AR Martabe menuturkan kalau saya mempunyai surat izin dari

(23)

Aek Pining saya langsung menuju perusahaan besar itu. Tiba di pos satpam saya

langsung menemui satpam dan menjelaskan maksud dan tujuan saya datang. Satpam

mengangguk dan segera menghubungi orang yang akan menerima surat saya. Saya

disuruh menunggu dan saya menunggu sampai dua jam dan tak ada satu orang pun yang

datang menemui saya.

Setelah menunggu selama dua jam akhirnya satpam mengatakan kalau pihak yang

bersangkutan saat ini tidak ada di kantor, mereka semua dilapangan karena mereka

bekerja dilapangan dan sangat jarang ada dikantor. Saya disuruh untuk datang besok pagi

pada jam 08.00, dan saya menyanggupinya. Keesokan harinya saya datang dan saya juga

disuruh menuggu lama, satpam yang sebelumnya mengatakan kalau surat itu di titipkan

saja dan akan mereka sampaikan dan menunggu balasan dari surat pengajuan penelitian

saya.

Seteleh mendengar kabar mengecewakan saya pun kembali dan memutuskan

untuk mengurus surat izin penelitian di Kantor Camat Batang Toru yang berada di Wek 1

Batang Toru. Saya tiba di Kantor Camat pada pukul 09.45 tapi saya hanya mendapati

kalau kantor camat Batang Toru kosong tidak ada orang. Tidak ada orang yang bisa saya

jumpai di kantor camat tersebut. Saya menunggu hingga pukul 12.35 seseorang datang

dari arah belakang dan mengatakan apa maksud tujuan saya, dia mengatakan kalau saya

harusnya berbicara dengan Sekcam (Sekretaris Camat) tapi Sekcam belum datang

sehingga saya disuruh untuk pulang dan datang keesokan harinya karena hari sudah siang

(24)

Sihombing apakah Camat tidak datang juga dia mengatakan kalau bapak Camat sedang

berada di Medan mengikuti pelatihan.

Keesokan harinya saya datang dan menjumpai bapak Sekcam dan memberikan

surat izin penelitian saya kepada bapak Sekcam dan bapak Sekcam menyuruh saya

datang dua hari lagi karena surat akan siap dua hari lagi. Akhirnya saya pergi dan

memutuskan untuk memulai penelitian saya di Kecamatan Batang Toru tanpa surat izin

dari Kecamatan. Saya memulai di Desa Wek 2 dan bertemu dengan teman saya yang ikut

berpartisipasi juga dalam kericuhan yang terjadi pada hari Selasa 30 Oktober 2012

tersebut. Teman saya itu membawa saya ke Kedai Kopi dan banyak bercerita dengan

orang-orang dari Desa Telo, Wek 3, Wek 4.

Orang- orang yang saya wawancarai berjumlah lima orang, topik pembicaraan

terasa begitu hangat karena bapak-bapak dan pemuda-pemuda tersebut menerima saya

dengan terbuka dengan senang hati bercerita, bahkan saya hanya bertanya bagaimana

awal konflik terjadi dan mereka terus bercerita mengenai konflik tersebut dan

faktor-faktor lain yang menyebabkan konflik tersebut terjadi. Abang UT (30) menceritakan

bagaimana mereka memulai konflik dari Desa Telo. Hal ini sangat menarik buat saya

karena saya menemukan salah satu pelaku utama yang ikut berkonflik tersebut.

Dia juga yang menceritakan kepada saya bahwa desa-desa yang sebenarnya ikut

tidak semua desa tapi berhubung pada saat itu hari pekan di Batang Toru sehingga

menjadi terkesan ramai dan orang-orang mulai panik. Saya mendatangi desa-desa yang

disebutkan yang sebenarnya menjadi pelaku utama dalam konflik yang terjadi dan

(25)

yang sama. Tidak ada yang berbeda dari jawaban setiap informan yang saya temui.

Akhirnya saya memutuskan untuk berhenti di Kecamatan Batang Toru dan melanjutkan

ke Kecamatan Muara Batang Toru.

Pengalaman saya di Kecamatan Muara Batang Toru tidak jauh berbeda dengan

Kecamatan Muara Batang Toru. setiba di Kantor Camat Muara Batang Toru saya

berjumpa langsung dengan bapak Camat Muara Batang Toru dan mengatakan kalau hari

ini bapak Camat sedang sibuk mengurus banyak hal terkait semua berkas-berkas dan

peralatan dan perlengkapan yang ada dikantor camat semuanya tidak ada yang tersisa dan

bangunan baru selesai dibangun. Bapak camat menyerahkan sayah kepada bapak

Sekretaris camat. Bapak Sekcam melihat ketus kearah saya dan mengatakan kalau saya

sudah bisa melakukan penelitian tanpa harus pakai surat-surat, saya sempat mersa jengkel

dan saya ingin menanyakan mengenai konflik tersebut kepada bapak Sekcam langsung.

Tapi bapak Sekcam bilang saya menemui bapak Lurah saja mengenai informasi tersebut

karena bapak Lurah lebih tau mengenai konflik tersebut.

Pengalaman saya saat itu hampir membuat saya menangis saya jauh-jauh datang

ke Kelurahan Huta Raja untuk mengajukan surat penelitian yang saya dapatkan adalah

sifat ketus. Saya memutuskan untuk pulang dan akan melanjutkan penelitian tanpa

menggunakan surat-surat izin. Seminggu kemudian saya datang ke Huta Raja kembali

dengan mental yang lebih kuat dan persiapan yang lebih baik. Setelah melewati

perjalanan dua jam akhirnya saya sampai di Hutaraja dan langsung bertemu dengan

bapak Lurah Bapak (Abu Akhir, 53). Saya menceritakan dan melakukan wawancara

(26)

selama 2 jam dan melanjutkan ke tokoh adat dan tokoh pemuda. Saya tidak mengalami

kesulitan dalam melakukan wawancara dan memutuskan melakukan penelitian tanpa

surat izit dari kecamatan.

Beberapa minggu setelah menunggu surat yang saya kirimkan kepada PT AR

Martabe saya mendapatkan balasan yang tidak mengenakkan. Surat yang saya kirimkan

mendapat balasan yang ditujukan langsung kepada bapak Zakaria selaku pembantu dekan

I. Saya dipanggil menghadap beliau saya langsung berangkat dari kampung saya menuju

medan setelah mengetahui informasi tersebut. Saya kembali ke Medan dan menjumpai

bapak Zakaria saya diberikan semangat dan lebih berhati-hati dalam melakukan

penelitian, dan saya menghubungi dosen Pembimbing saya Bapak R. Hamdani Harahap

apa yang harus saya lakukan bapak Hamdani mengatakan untuk mewawancarai karyawan

PT AR Martabe saja. Saya merasa lega dan melanjutkan penelitian kembali ke kampung

halaman saya. Di kecamatan Batang Toru saya pun memulai penelitian tidak

menggunakan surat izin dari Kecamatan karena sangat berbelit-belit dan prosesnya sangat

lama. Saya melakukan penelitian dibantu oleh kawan saya yang tinggal di Batang Toru

sehingga lebih mudah untuk melakukan penelitian. Penelitian yang saya lakukan di

Batang Toru masyarakat sudah tidak terlalu mengingatnya karena konflik sudah terjadi

satu tahun yang berlalu, dan tidak ada perubahan yang dirasakan masyarakat mengenai

pembuangan limbah PT AR Martabe. Menurut salah satu informan saya mungkin

masyarakat akan melakukan aksi demo lagi karena pengakuan masyarakat yang menjala

di sungai Batang Toru bahwa sebenarnya limbah yang dibuang ke sungai Batang Toru

(27)

Karena kejadian yang sudah terjadi beberapa bulan yang lalu dan sudah lama

terjadi membuat susah mendapatkan informasi dari sebagian masyarakat. masyarakat

menganggap kejadian itu sudah berlangsung lama, dan tidak ada gunanya dibahas lagi.

Selain itu masyarakat banyak yang curiga kepada peneliti karena dianggap sebagai

orang-orang nya PT AR Martabe yang akan memata-matai mereka. Mereka takut akan terjadi

penangkapan lagi kepada mereka. Tapi karena peneliti meminta dan menjelaskan kembali

bahwa tujuan peneliti untuk keperluan akademis mereka mulai terbuka. Ketika peneliti

meminta foto mereka yang diwawancarai mereka tidak mau, dan mengatakan kalau

Referensi

Dokumen terkait

Pada pertemuan ke 10 ini saya akan membahas bagaimana membuat report ke dalam excel , banyak metode yang dapat kita gunakan untuk men-generate suatu repot

[r]

[r]

3* Haya paaballanpun aungkln akan bargarak dangan koaynntu* , la aangkln akan nalk dangan ayunan yang unua* akan ta ta pl apabila la tlda k nalk dangan oukup

Biasanya pada pasien vertigo aktivitasnya kurang, klien sering mengalami Letih, lemah, Keterbatasan gerak, Ketegangan mata, kesulitan membaca, Insomnia, bangun

Responden lembaga perrnodalan meliputi delapan kelompok yaitu Bank Pemerintah, Bank Swasta, Modal Ventura, BPR, Kopindag (Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan), Pemda

Berdasarkan pengalaman praktek ada beberapa akseptor kb yang mengeluh pelayanan yang diterima kurang memuaskan karena ada beberapa akseptor yang mengalami abses

Pelaksanaan MBS melalui kegiatan PDS dapat memberikan dampak positif bagi peningkatan peran serta masyarakat di lingkungan kelurahan Kenep dan PAKEM di SDN Kenep 02