• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dampak Pembuangan Limbah TailingsPT Freeport Papua Terhadap Kehidupan Sosial di Kampung Waa Distrik Tembagapura Kabupaten Mimika T2 092013023 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dampak Pembuangan Limbah TailingsPT Freeport Papua Terhadap Kehidupan Sosial di Kampung Waa Distrik Tembagapura Kabupaten Mimika T2 092013023 BAB IV"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

47

BAB IV

DAMPAK LIMBAH TAILINGS TERHADAP

KEHIDUPAN MASYARAKAT DI

PEMUKIMAN SUNGAI WANAGON

KAMPUNG WAA

Persepsi Masyarakat di Kampung Waa Terhadap Limbah

Tailings

PT Freeport Indonesia

Bab ini sebagai temuan lapangan, kebanyakan menyoroti tentang persepsi masyarakat terhadap limbah tailings yang dilihat dalam konteks ekonomi masyarakat dan konteks sosiologi masyarakat di kampung Waa. Selain itu juga dilihat melalui interaksi masyarakat di sungai Wanagon kampung Waa terhadap limbah tailings dan pola imigrasi masyarakat masuk menguasai pemukiman sungai Wanagon kampung Waa.

Persepsi Masyarakat Terhadap Limbah

Tailings

dari

Pendekatan Ekonomi dan Sosiologi

(2)

48

dan mencemari lingkungan alam sekitarnya yang berimplikasi terhadap kehidupan masyarakat yang tergantung pada lingkungan tersebut. Sedangkan dampak positif, yaitu limbah tailings yang dibuang oleh PTFI, mengandung sisa dari emas dan tembaga yang memiliki nilai ekonomi. Materi ekologi ini, kemudian dapat mengundang aktivitas masyarakat di sungai Wanagon untuk mendulang emas agar memperoleh penghidupan ekonomi bagi masyarakat tersebut. Hal ini dapat diketahui melalui wawancara dengan Bapak Elewi Waker, bahwa96;

“Masyarakat disini sudah menetap dari tahun 1997, kami masuk menguasai wilayah disini dan membuka area disini untuk mendulang emas. Pertama kali kami masuk, sehingga masyarakat yang lain masuk secara perlahan-lahan sampai sepanjang sungai ini menjadi tempat pendulangan yang besar. Masalah limbah itu sudah menjadi lahan dan bank bagi kami, karena kami mendulang emas dan tinggal disini karena adanya emas. Dengan kita mendulang emas disini kita bisa memperoleh hidup dari situ untuk melakukan kegiatan apa saja seperti; membantu keluarga, sahabat, kerabat dan suku dalam hal berbagai kesusahan dan penyelesai masalah seperti; penyelesaian perang suku, pembayaran maskawin, peresmian gereja dan upacara adat lainnya. Dengan itu maka kami suda terbiasa tinggal disini untuk mendulang emas. Namun dampak dari limbah tersebut apabila masuk melalui tangan, kaki dan penghirupan dengan udara melalui hidung biasanya dapat menyebabkan gejala keracunan seperti; kerusakan hati, kerusakan kulit, Diare, dan lama kelamaan menyebabkan kelumpuhan dan kematian. Pak Elewi juga menjelaskan jumlah korban akibat keracunan logam berat semenjak masyarakat masuk pada tahun 1997 adalah 1000 orang yang telah meninggal dunia.

Dari penjelasan diatas ini menunjukkan, bahwa limbah tailings

memiliki dampak negative terhadap kesehatan masyarakat di pemukiman sungai Wanagon, namun masyarakat tetap dapat bertahan untuk mendulang emas. Masyarakat juga mengetahui dan menjelaskan tentang dampak limbah tailings terhadap kesehatan mereka, namun dari penjelasan ini menunjukkan bahwa mereka tidak menghindari dampak limbah tersebut terhadap kesehatannya, karena masyarakat

(3)

49

memiliki ketergantungan terhadap limbah tailings yang dapat diolah menjadi emas untuk mereka dapat bertahan hidup (live survive). Hal ini Menurut Greertz, dalam pandangan antropologi mengatakan sebagai pemaknaan tingkah laku manusia atau hubungan sebab akibat, kebudayaan yang dipelajarinya terkait dengan cara pandang masyarakat, cara merasakan, dan berfikir masyarakat terhadap segala sesuatu yang ada di kelilingnya. Sedangkan menurut Notoatmodjo, S., (2003), mengatakan bahwa manusia dengan pengetahuannya dapat mengubah, mempengaruhi dan membentuk lingkungan yang dapat memberikan sumber kehidupan sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Seringkali manusia mendayagunakan alam lingkungannya dan berusaha melakukannya dengan cermat dan penuh kehati-hatian, namun disisi lain manusia kadang tidak menyadari bahwa lingkungan dapat menyebabkan sumber penyakit bagi mereka97. Demikian pula kehidupan masyarakat di kampung Waa, disisi lain mereka memanfaatkan lingkungan berlimbah tailings untuk mendulang emas, namun disisi lain mereka menjadi korban akibat karacunan limbah tailings. Dari segi keuntungan ekonomi yang diperoleh ini juga dapat dijelasksan menurut Bapak Tadius Magai sebagai salah satu karyawan PT Freeport di Tembagapura, bahwa98;

“Masyarakat mereka tetap mendulang tanpa mepedulikan

bahayanya terhadap kesehatan, karena memperoleh

penghasilan yang besar sebesar

Rp.5000.000,00-7000.000,00/hari. Hal inilah yang membuat masyarakat disana tetap dapat bertahan hidup, tanpa melihat dampak dan efek buruk bagi kesehatan mereka. Selain itu sebagian besar masyarakat disini, karena berasal dari masyarakat golongan bawah, maka mereka masuk disini untuk mendulang emas dan menempati wilayah tersebut untuk

menjadi tempat pemukiman bagi mereka”

Penjelasan Bapak Tadius Magai ini, menunjukan bahwa ada kondisi ekonomi dengan keuntungan yang diperolehnya berpengaruh terhadap strategi bertahan hidup masyarakat di kampung Waa. Selain

97. Soekidjo, N., 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.

98. Wawancara dengan Bapak Tadius Magai Pada Tagal 1 Februari tahun 2015 sebagai

(4)

50

itu sebagian besar masyarakat pendulang emas di pemukiman sungai Wanagon, adalah berasal dari masyarakat kelas bawah, sehingga mereka tidak bisa dapat mengakses pekerjaan lain yang layak untuk menunjang kehidupan ekonominya, dengan demikian kondisi ini juga kemungkinan berpengaruh terhadap strategi bertahan hidup pada masyarakat sebagai suatu kontrol dan tujuan hidup masyarakat dalam menghadapi lingkungan berlimbah tailings yang mengandung bahan berbahaya beracun. Terkait dengan dampak lingkungan, menurut kajian yang dilakukan oleh Walhi 2006 menunjukan bahwa;

“Dampak limbah tailings tersebut, dari berbagai studi tentang dampak limbah PT Freeport Indonesia, telah menunjukan status waspada bagi masyarakat secara khusus masyarakat yang berada di pemukiman sungai Wanagon kampung Waa. H al ini diketahui dari kajian Walhi pada tahun 2006, menunjukan masih banyak penduduk yang mencari emas di sungai sampai hulu sungai Desa Banti dan Waa yang dekat dengan pabrik pengolahan. Hal ini lebih jauh didukung dengan fakta bahwa terdapat ketidak pastian yang tinggi terhadap perkiraan resiko bahaya bagi kesehatan manusia akibat bahan-bahan kimia berbahaya yang digunakannya. Dari hasil kajian ini diharapkan agar diperlukan larangan, petunjuk dan peringatan kepada masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai”

Di kondisi lingkungan yang memprihatinkan ini, tetap menjadi lingkungan yang menghidupkan bagi masyarakat dengan memproses limbah tailings di kali kabur (sungai Wanagon) menjadi emas untuk dapat dipertukarkan dengan uang dalam memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat. Wawancara dengan salah seorang Ibu yang bernama Jorina Tabuni, yang sudah lama menetap disana, mengatakan bahwa99;

“Kita tau bahwa limbah tailing yang dibuang itu ada kimia yang membahayakan bagi kesehatan kita, begitu tetapi kita sudah terbiasa mendulang disini, karena kami memperoleh penghidupan dari limbah tersebut, kalo tidak kami mau kemana dan makan apa? oleh karena itu dengan adanya emas disini kami bisa mendulang untuk memperoleh penghidupan dan membantu anak-anak kami yang sekolah dan kuliah.

(5)

51

Bahkan banyak orang kami dari luar biasanya untuk menyelesaikan berbagai permasalahan seperti; penyelesaian perang suku, pembayaran maskawin, peresmian gereja dan permasalahan lainnya, maka mereka akan mengharapkan bantuan kepada kami disini untuk dibantunya. Karena disini orang mendulang dengan bau kimia yang berbahaya tetapi bisa memperoleh penghasilan perhari sebesar 6-7 juta keatas, kalo sebulan 50-100. Oleh karena itu untuk menyelesaikan semuanya, kami tidak susah selagi emas ini masih ada”

(6)

52

suku, toko masyarakat, dan orang-orang yang berpengaruh di masyarakat di kampung Waa.

Hubungan solidaritas ini sudah menjadi budaya yang terpola pada masyarakat di kampung Waa. Sehingga dengan masyarakat mengandalkan sumberdaya ekologi yang diperolehnya melalui emas yang didulang, maka sumberdaya tersebut menjadi kekuatan ekonomi pada masyarakat, namun disisi lain juga menjadi kekuatan sosial dalam membangun peran masyarakat melalui hubungan interaksi sosial yang berlangsungnya dalam hal saling membantu dan menolong yang dilakukannya.

Sedangkan dari konteksi ekonomi, cara produksi emas kemudian emas tersebut dapat dijual oleh masyarakat untuk memperoleh uang, kemudian uang tersebut digunakan untuk membeli beras, garam dan bahan konsumen pokok lainnya. Kemudian juga mereka dapat menafkai keluarga dan membantu keluarga dan kerabat lainnya dalam penyelesaiaan berbagai masalah yang dilakukan secara adat. Mekanisme pertukaran ini digolongkan oleh Damsar & Indrayani, (2009), menjadi tipe U-K-U, yaitu komoditi dikonversikan ke dalam uang, kemudian uang dikonversikan lagi ke dalam komoditi untuk menunjang berbagai kehidupan pada masyarakat.

(7)

53

limbah talings, juga menurut wawancara dengan salah seorang pendulang emas yang bernama Tinus Tinal, mengatakan bahwa100;

“Limbah tersebut mengandung kimia yang berbahaya bagi kesehatan kami, tetapi kami disini sudah terbiasa dalam hal mendulang dan berhubungan dengan kimia. Selain itu kimia pada area kami itu sudah menjadi uang atau bank kami, karena untuk memperoleh segala sesuatu kami akan

memperoleh sumber penghidupan dari sana”

Pandangan ini mengambarkan masyarakat dipemukiman sungai Wanagon kampung Waa, bahwa limbah tailings pada area penambangan masyarakat merupakan uang dan bank mereka. Dengan adanya emas inilah yang kemudian dapat mengundang masyarakat masuk untuk menguasai wilayah pemukiman sungai Wanagon kampung Waa untuk dapat survive dengan lingkungan. Sebagian besar masyarakat dipemukiman sungai Wanagon berasal dari luar, namun dengan adanya aktivitas penambangan PT Freeport Indonesia, maka dapat mengundang aktivitas masyarakat untuk masuk menguasai wilayah pemukiman tersebut menjadi tempat tinggal. Hal ini dapat dijelaskan menurut wawancara dengan Bapak Militer murib sebagai salah satu pendulang emas, mengatakan bahwa101;

“Kami dari dahulu masuk dan menguasai tempat disini, karena adanya emas. Dengan adanya emas inilah yang kemudian kami menguasai area mendulang supanjang sungai disini untuk menjadi tempat dulang. Jikalau emas ini habis maka kami mungkin akan berpindah ke tempat lain untuk mendapatkan pekerjaan lain. Sedangkan disini kami tinggal di hutan yang memberikan ketenangan tersediri, dan kami memperoleh kayu bakar dan kayu untuk membuat pagar, buat rumah dan juga dapat bercocok tanam disini. Dengan lingkungan alam yang menyediakan ini dapat membuat kami

nyaman untuk tinggal disini dan mendulang emas”

Lingkungan yang ditempati masyarakat, sebagai lingkungan subsisten yang dapat memungkinkan bagi aktivitas masyarakat dalam mendulang emas. Lingkungan subsisten yang mendukung ini dapat

(8)

54

dilihat dari cara bercocok tanam masyarakat, melalui berkebun, mencari kayu bakar, membuat honai atau kem sebagai tempat tinggal masyarakat dan juga memperoleh pangan langsung secara subsisten pada masyarakat di pemukiman sungai Wanagon kampung Waa. Dengan demikian interaksi masyarakat kampung Waa dengan lingkungan tidak hanya terjadi pada pemanfaatan emas saja, namun masyarakat dapat memanfaatkan lingkungan alam sekitarnya secara subsisten untuk dapat bertahan hidup. Hal ini sudah menjadi sistem yang terpolah pada masyarakat dan yang merupakan budaya mula-mula pada masyarakat di pemukiman sungai Wanagon yang dapat mendukung aktivitas masyarakat dalam mendulang emas. Menurut Arya Hadi Dharmawan, (2007), dari sudut pandang ekologi, manusia memerlukan energi, materi dan informasi dari alam untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan sebagai kebutuhan dasar manusia. Sedangkan sistem sosial masyarakat dibangun berdasarkan; organisasi sosial atau sistem pengendali, kelembagaan, teknologi, populasi

(demografi), norma dan nilai yang dibangun pada masyarakat. Hal ini dapat dikatakan juga menurut wawancara dengan Bapak Teltius Klabetme sebagai salah seorang pendulang emas yang menetap lama di kali kabur (kali kabur sebagai sapaan masyarakat sehari-hari untuk menyebut sungai Wanagon). mengatakan bahwa102;

“Kehidupan masyarakat disini sudah biasa dengan alam, sehingga dengan adanya emas sini mereka dapat menguasi sumua area sepanjang pemukiman sungai disini menjadi tempat tinggal mereka. Mereka sangat kaya dengan emas, setiap hari mereka mendulang mereka memperoleh hasil yang jauh lebih besar dibanding gaji buru atau karyawan untuk per harinya penghasilan mereka, sebesar Rp 5-7 juta keatas. Oleh kerena itu mereka bertahan disini, dengan tujuan untuk mereka mendulang emas. Sedangkan masalah limbah bagi masyarakat disini itu sudah menjadi emas bagi mereka, sehingga anggapan masyarakat disini setiap kali jika ada limbah tailing yang terbuang baru, maka mereka akan menantikan limbah baru tersebut untuk mendulangnya, karena didalam limbah tersebut terbawa dengan emas”

102. Wawancara Dengan Bapak Angga, Propesi sebagai pedagang dari laur Pada Tangal 4

(9)

55

Versi ini mengambarkan cara mendulang masyarakat, melalui area yang sudah dibuat oleh masyarakat setelah habis diproses menjadi emas, maka mereka akan mengharapkan limbah baru dari sisa pengolahan tambang Freeport yang dibuang melalui sistem sungai Wanagon yang masuk menggenangi area dulang masyarakat untuk kemudian dapat didulang oleh masyarakat untuk dapat bertahan hidup. Sedangkan masyarakat yang masuk di pemukiman sungai Wanagon, yaitu mereka mengikuti hubungan keluarga dan kerabat mereka sehingga secara perlahan-lahan mereka dapat menguasai sepanjang sungai Wanagon untu menjadi pendulang emas. Hal ini dapat dijelaskan menurut wawancara dengan Bapak Dimas Alom sebagai salah seorang pendulang emas, bahwa103;

“Kami masuk disini mengikuti keluarga dan kerabat kami yang masuk diluan disini, dan mereka memberikan tempat area disini untuk mendulangnya. Kami memperoleh sumber kehidupan ekonomi dengan adanya emas. Dengan mendulang dan tinggal disini, maka kami bisa memenuhi kehidupan kami dan menyelesaian berbagai masalah dengan membantu keluarga dan kerabat kami yang susah dan anak-anak kami yang sekolah dan kuliah. Pandangan masyarakat kami dari luar, biasa menganggap kami hidup dari emas dengan banyak uang, sehinga apabila ada masalah, maka mereka akan datang kepada kami disini. Jika mereka datang, maka kami biasanya mendulang dengan mengajak kerabat dan keluarga kami disini secara gotong-royong untuk memulangkan dan membantunya. Dengan kami tingal seperti ini, kami sudah terbiasa dengan limbah dan setiap hari kehidupan kami berasal dari sana, oleh karena itu kita tidak peduli dampak racun yang biasa menyebabkan kerusakan hati, iritasi, kerusakan kulit, saraf bahkan pada tahap yang lebih tinggi menyebabkan kelumpuhan dan kematian”

Pandangan ini memberikan gambaran bahwa masyarakat di pemukiman sungai Wanagon kampung Waa melakukan imigrasi dari luar seperti dari kabupaten Mimika kota dan distrik Tembagapura kota untuk masuk di wilayah pemukiman sungai Wanagon, menjadi pendulang emas. Wilayah sungai Wanagon yang dari dahulu hutan

(10)

56

rimbah tersebut, dengan adanya emas dari hasil penambangan Freeport, maka wilayah tersebut menjadi tempat penambangan oleh penduduk lokal sekitarnya pada tahun 1996. Sebagian besar masyarakat di pemukiman sungai Wanagon menjadi pendulang emas, karena mereka tidak memiliki pekerjaan dan berasal dari masyarakat golongan bawah. Sehingga dengan adanya tekanan ekonomi, membuat masyarakat survive menjadi pendulang emas. Dengan mendulang emas, mereka memperoleh keuntungan ekonomi yang besar, namun dari faktor sosial budaya masyarakat dikampung Waa ada relasi saling membantu dan menolong yang dilakukan dalam berbagai hal. Kondisi sosial ekonomi ini memainkan peran penting dalam ruang lingkup sosial masyarakat di kampung Waa. Sedangkan interaksi masyarakat dengan lingkungan, memberikan ruang yang menguntungkan melalui sumberdaya ekologi yang diperolehnya, namun interaksi dengan lingkungan yang merugikan bagi masyarakat kampung Waa, yaitu implikasi dari keracunan limbah tailings terhadap kesehatan masyarakat di kampung Waa. Menurut wawancara dengan bapak Tomi sebagai salah seorang pedagang pembeli emas, menjelaskan bahwa104;

“Masyarakat mereka tetap bertahan untuk mendulang tanpa mepedulikan bahayanya terhadap kesehatan, karena mereka

memperoleh penghasilan sebesar

Rp.5000.000,00-7000.000,00/hari sedangkan per bulan penghasilan bisa mencapai 50-100 juta keatas. Hal inilah yang membuat masyarakat disana dapat bertahan hidup, tanpa melihat dampak dan efek buruk bagi kesehatan mereka karena adanya emas yang membuat masyarakat disini tetap bertahan untuk mendulang dengan tanpa mempedulikan masalahnya terhadap kesehatannya. Mereka memeperoleh keuntungan dari situ, kemudian membantu anak-anak mereka yang sekolah atu keluarga mereka yang datang berkunjung kepadanya dalam hal kesusahan yang memerlukan bantuan dan dalam hal ada masalah pribadi dan keluarga yang membelitnya”

Hal ini menunjukan bahwa peran sosial masyarakat juga dapat ditentukan melalui pola hubungan saling memberi yang dilakukan antar masyarakat. Peran sosial masyarakat ini dapat berjalan dengan

(11)

57

mereka dapat mengandalkan sumberdaya ekologinya, maka sumberdaya ekologi ini juga menjadi sumber ekonomi sebagai mobilitas pengerak dalam menjalin relasi kebersamaan pada masyarakat di kampung Waa. Hal ini juga dapat dijelaskan melalui wawancara dengan salah satu Bapak Katagame sebagai pendulang emas, mengatakan bahwa105;

“Limbah kimia yang dibuang itu, dapat membahayakan bagi kesehatan tetapi limbah tersebut terkandung emas yang menguntungkan bagi kami. Limbah itu sudah menjadi lahan ekonomi bagi kami. Dengan tinggal disini, kami biasa membantu keluarga, sababat, kerabat dan suku yang datang dari luar dan disini dalam berbagai penyelesaian masalah”

Hal yang demikian juga dikatakan menurut wawancara dengan Ibu Mina Magai sebagai salah seorang pendulang emas di pemukiman sungai Wanagon menjelaskan bahwa106;

“Dengan mendulang emas disini, kami dapat memperoleh penghidupan dari sana untuk memenuhi kebutuhan kami, selain itu kami juga membantu keluarga, kerabat dan sebahabat kami yang dalam keadaan kesulitan atau dalam keadaan masalah”

Wawancara dengan Bapak Kalis Omaleng sebagai salah seorang pendulang emas juga mengataka, bahwa107;

“Masyarakat disini berada karena adanya emas yang mereka peroleh dengan keuntungan yang berlipat ganda. Hal inilah yang membuat masyarakat tidak bisa tinggalkan tempat ini, semenjak dari dahulu mereka masuk tetap bertahan disini untuk mendulang emas. Meskipun ada dampak kimia itu berbahaya bagi kesehatannya”

Wawancara dengan Bapak Tiken Beanal sebagai penduduk asli di Tembagapura, menjelaskan bahwa108;

105 . Wawancara pada Tangal 1 Februari Tahun 2015 106 . Wawancara Pada Tangal 5 Maret 2015

(12)

58

“Masyarakat disini tidak mempedulikan bahaya kimia, meskipun bahaya kamia tersebut juga menelan banyak korban jiwa di sini melalui tanah longsor dan dengan adanya keracunan logam berat berbahaya yang masuk melalui tubuh. Jika dampak kimia berkontak langsung pada bagian kaki atau tangan dan penghirupan pada hidung, mengakibatkan gajala keracunan pada tubuh. Demikian juga dari cara makan dan minum yang dilakukan tanpa mencuci tangan yang dilakukan saat mendulang emas dan habis pulang dari tempat mendulang”

Di kondisi lingkungan yang tercemar ini juga selain dari segi keuntungan ekonomi yang diperolehnya, maka pola perilaku yang terdapat pada kebiasaan masyarakat dalam mendulang kemudian pola makan dan minum yang tidak higenis juga dapat berpengaruh terhadap kemungkinan resiko yang akan ditimbulkan terhadap permasalahan kesehatan. Permasalahan kesehatan merupakan permasalahan yang berhubungan dengan manusia yang lebih lebih lanjut dikaji dalam antropologi kesehatan (medical anthropology) untuk menstudi manusia melalui perilaku dan kebudayaannya. Menurut Foster dan Anderson, (1978), menjelaskan antropologi kesehatan sebagai suatu disiplin biobudaya yang mempengaruhi aspek biologi dan budaya berkenaan dengan perilaku manusia, khususnya bagaimana cara kedua aspek ini berinteraksi sehingga berpengaruh terhadap kesehatan dan penyakit. Aspek biologi pada masyarakat di kampung Waa, implikasi dari logam berat terhadap kesehatan masyarakat di kampung Waa, sedangkan aspek kebudayaan berhubungan dengan perilaku dan pengetahuan masyarakat tentang limbah tailings. Pengetahuan masyarakat di kampung tentang limbah tailings juga berhubungan dengan penghayatan dan sikap masyarakat terhadap usaha dalam bertahan hidup. Hal juga dijelaskan menurut Sarwono, S., (2010), bahwa antropologi kehesehatan berhubungan dengan studi tentang pengaruh unsur-unsur terhadap penghayatan masyarakat tentang penyakit dan kesehatan, maka antropologi lebih luas lagi mengkaji dari aspek fisik, sosial, dan budaya.

(13)

59

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, maka tidak salah, bahwa golongan Ahlus Sunnah merupakan golongan yang selamat yang tetap berpegang pada al-Quran dan as-Sunnah (hadits) dan apa yang diikuti oleh

Peserta yang memasukkan penawaran dapat menyampaikan sanggahan secara elektronik melalui aplikasi SPSE atas penetapan pemenang kepada Pokja ULP Kegiatan Pencegahan

They will not be printed in your test book, so you must listen carefully to understand what the speakers are saying.. After you hear the monologue and

Henry and Rodney Wilson, (Eds.), The Politics of Islamic Finance (pp. 17-36), Edinburgh: Edinburgh University Press Ltd.. Stakeholders Model of Governance in Islamic

Kelompok Kerja Pengadaan (Pokja Pengadaan ) pada pekerjaan Pengadaan Meja Rapat Pejabat dan Pengadaan Meja Kerja Pejabat di Sekretariat DPRD Kota Tegal akan melaksanakan

Unlike the case of Bank Kerjasama Rakyat Malaysia Bhd v PSC Naval Dockyard Sdn Bhd that upheld the earlier decisions on the validity of the BBA contract, the 54-page

338.220.000,- (Tiga ratus tiga puluh delapan juta dua ratus dua puluh ribu rupiah) dinyatakan sebagai pemenang paket pekerjaan Penyusunan Rancangan Rencana Detail Tata

Di antara ketujuh rekomendasi yang dihasilkan itu, Fordek FE PTM merekomendasikan kepada Majelis Tarjih agar dalam proses pemberian fatwa atas suatu masalah ekonomi, melibatkan