Tugas Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Disertasi
Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. Erlyn Indarti, SH., MA., PhD
Disusun Oleh :
Nama : Nurul Ummi Rofiah
NPM : 16.1003.74001.0066
PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM (PDIH)
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG
SEMARANG
1. Paradigma Post Positivisme menurut Thomas Kuhn
Temuan-temuan Kuhn kemudian diterbitkan dalam karyanya The Structure of Scientific Revolutins, yang memang cukup mengguncang dominasi paradigma positivistik. Di dalam bukunya itu, ia menyatakan bahwa ilmuwan bukanlah para penjelajah berwatak pemberani yang menemukan kebeneran-kebneran baru. Mereka lebih mirip para pemecah teka-teki yang bekerja di dalam pandangan dunia yang sudah mapan. Kuhn memakai istilah “paradigma” untuk menggambarkan sistem keyakinan yang mendasari upaya pemecahan teka-teki di dala ilmu. Dengan memakai istilah “paradigma”, ia bermaksud mengajukan sejumlah contoh yang telah diterima tentang praktek ilmiah nyata, termasuk di dalamnya hukum, teori, aplikasi, dan instrumentasi, yang menyediakan model-model, yang menjadi sumber konsistensi dari tradisi riset ilmiah tertentu. Menurut Kuhn, tradisi-tradisi inilah yang oleh sjarah ditempatkan di dalam rubik-rubik seperti “Ptolemic Astronomy” (atau copernican), “Aristotelian dynamic” (atau Newtonian), “Corpuscular optics” (atau wave optics) dan sebagainya.
Pandangan Kuhn ini telah membuat dirinya tampil sebagai prototipe pemikir yang mendobrak keyakinan para ilmuwan yang bersifat positivistik. Pemikiran positivisme memang lebih mengarisbawahi validitas hukum-hukum alam dan hukum sosial yang bersifat universal , yang dapat dibangun oleh rasio. Mereka kurang begitu berminat untuk melihat faktor historis yang ikut berperan dalam aplikasi hukum-hukum yang dianggap sebagai unversal tersebut.
nya. Paradigma ilmu berfungsi sebagai lensa yang melaluinya ilmuwan dapat mengamati dan memahami masalah-masalah ilmiah dalam bidang masing-masing dan jawaban-jawaban ilmiah terhadap masalah-masalah tesebut.
Paradigma ilmu dapat dianggap sebagai suatu skema kognitif yang dimiliki bersama. Sebagaimana skema kognitif itu memberi kita, sebagai individu suatu cara untuk mengerti alam sekeliling, maka suatu paradigma ilmu memberi sekumpulan ilmuwan itu suatu cara memahami alam ilmiah. Bila seorang ilmuwan memperhatikan suatu fenomena dan menafsirkan apa makna pemerhatiannya itu, ilmuwan itu menggunakan suatu paradigma ilmu untuk membmberi makna bagi pemerhatiannya itu, ilmuwan itu menggunakan suatu paradigma ilmu untuk memberi makna bagi pemerhatiannya itu. Kuhn menamakan sekumpulan ilmuwan yang telah memilih pandang bersama tentang alam (yakni paradigma ilmu bersama) sebagai suatu komunitas ilmiah”. Istilah komunitas ilmiah bukan berarti sekumpulan ilmuwan yang bekerja dalam suatu tempat. Suatu komunitas ilmiah yang memiliki suatu paradigma bersama tentang alam ilmiah, memiliki kesamaan bahasa, nilai-nilai, asumsi-asumsi, tujuan-tujuan, norma-norma dan kepercayaan-kepercayaan.
disebut oleh kalangan positivis sebagai psychology of discovery, yang dibedakan dengan logic of discovery sebaimana positivis.
Konsekuensi lebih jauh dari pandangan Kuhn, bahwa metode ilmiah (dalam hal ini, proses observasi, eksperimeentasi, dedukasi dan konklusi yang diidealisikan) yang menjadi dasar kebanyakan klaim ilmu akan objektivitas dan universalitas , telah berubah hanya menjadi semacam illusi. Bagi Kuhn, paradigmalah yang menentukan jenis-jenis eksperimen yang dilakukan para ilmuwan, jenis-jenis pertayaan yang mereka ajukan, dan masalah yang mereka anggap penting. Tanpa paradigma tertentu, para ilmuwan bahkan tak bisa mengumpulkan “fakta”: dengan tiadanya paradigma atau cara paradigma tertentu, semua fakta yang mungkin sesuai dengan perkembangan ilmu tertentu tampak seakan sama-sama relevan. Akibatnya, pengumpulan fakta hampir semuanya merupaka aktivitas acak.
2. Immanuel Kant ( Paradigma Critical Teory )
Selanjutnya pemikiran kritis dikembangkan oleh Immanuel Kant dengan
pendapatnya yaitu das ding an sich yang menyatakan bahwa manusia sebagai subjek
tidak dapat menangkap realitas sebenarnya dari suatu objek. Teori Kant ini merupakan
suatu teori yang berusaha untuk menjembatani 2 paham yang besar yang sebelumnya
bertentangan yaitu antara rasionalisme dan empirisme. Kant menyatakan bahwa
sebenarnya yang ditangkap oleh manusia terhadap suatu objek hanyalah suatu
fenomena - yang bukan sebenarnya - dari realitas objek tersebut yang disebut Kant
sebagai noumena. Fenomena ini merupakan penampakan dari noumena. Penampakan
ini menurut Kant sudah dipengaruhi ruang dan waktu serta kualitas dan kuantitasnya. Hal ini menurut Kant sangat bergantung dari persepsi yang terdapat dalam
pikiran manusia tersebut dan manusia tersebut dalam membuat persepsinya sangat
dipengaruhi oleh kategori-kategori dalam menilai suatu objek yang dipersepsikan itu.
Kategoris imperatif adalah suatu keharusan dan kewajiban di dalam diri manusia yang