• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Kerja dan Kebiasaan Merokok Tukang Parkir di Jalan Setiabudi Medan terhadap Arus Puncak Ekspirasi yang diukur dengan Peak Flow Meter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Kerja dan Kebiasaan Merokok Tukang Parkir di Jalan Setiabudi Medan terhadap Arus Puncak Ekspirasi yang diukur dengan Peak Flow Meter"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Sistem Pernapasan 2.1.1 Pengertian Sistem Pernapasan

Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah keseluruhan proses yang melaksanakan pemindahan pasif O2 dari atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pemindahan pasif terus-menerus CO2 yang dihasilkan oleh metabolisme dari jaringan ke atmosfer (Sherwood, 2011).

2.1.2 Anatomi Sistem Pernapasan

Secara anatomi fungsi pernapasan dimulai dari hidung sampai ke

parenkim paru. Secara fungsional saluran pernapasan dibagi atas bagian yang berfungsi sebagai konduksi (pengantar gas) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi (pertukaran gas). Pada bagian konduksi, udara seakan-akan bolak-balik diantara atmosfer dan jalan napas. Oleh karena itu, bagian ini seakan-akan tidak berfungsi dan disebut “dead space”. Akan tetapi fungsi tambahan dari konduksi, seperti proteksi dan pengaturan kelembaban udara, justru dilakukan pada bagian ini. Adapun yang termasuk ke dalam konduksi ini adalah rongga hidung, faring, laring, trakea, sinus bronkus dan bronkiolus non-respiratorius. Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difus) yang sering disebut unit paru (lung unit) yang terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakus alveolaris (Evelyn C, 2009).

Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang

(2)

mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke superior di dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju ke faring. Dari sini lapisan mukus akan tertelan atau dibatukkan keluar (Snell, 2011)

Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot yang mengandung pita suara. Diantara pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga yang bermuara di dalam trakea dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan bawah. Jika benda asing mampu melampaui glotis, maka laring yang mempunyai fungsi batuk akan membantu mengeluarkan benda dan sekret keluar dari saluran pernapasan bagian bawah. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan

(3)

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan Sumber : Price & Wilson, 2005

2.1.3 Histologi Sistem Pernapasan

Sistem pernapasan terdiri dari paru dan banyak saluran udara dengan berbagai ukuran yang masuk dan keluar dari masing-masing paru. Selain itu, sistem terdiri atas bagian konduksi dan bagian respirasi (Difiore, 2010).

Bagian konduksi sistem pernapasan terdiri atas saluran napas di luar

(4)

(Difiore, 2010).

Saluran pernapasan ekstrapulmonal, yang mencakup trakea, bronkus, dan bronkiolus besar, dilapisi oleh epitel bertingkat semu bersilia (epithelium pseudostratificatum ciliatum) yang mengandung banyak sel goblet. Sewaktu saluran ini masuk ke paru, bronkus membentuk banyak percabangan dan diameternya secara progresif mengecil. Demikian juga, tinggi epitel, jumlah silia, dan jumlah sel goblet berkurang secara bertahap di saluran ini. Bronkiolus merupakan bagian akhir dari saluran konduksi. Bronkiolus kemudian membentuk bronkiolus respiratorius (bronchiolus respiratorius), yaitu zona transisi antara bagian konduksi dan bagian respiratorik (Difiore, 2010).

Bagian respiratorik terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli. Pertukaran gas di paru-paru berlangsung di alveoli,

yaitu kantung udara terminal pada sistem pernapasan. Di alveoli, sel goblet tidak ada dan epitelnya adalah epitel selapis gepeng (Difiore, 2010).

2.1.4 Fisiologi Sistem Pernapasan

Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui, rangka toraks berfungsi sebagai pompa. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot. Otot yang paling penting yang mengangkat rangka iga adalah otot interkostalis eksterna tetapi otot-otot lain yang membantunya adalah

sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas, serratus anterior

mengangkat sebagian besar iga dan skalenus mengangkat dua iga pertama (Guyton, 2011). Toraks membesar ke tiga arah : anteroposterior, lateral dan vertikal. Peningkatan volume ini menyebabkan tekanan intrapleura, dari sekitar -4 mmHg menjadi sekitar -8 mmHg bila paru mengembang pada waktu inspirasi. Pada saat yang sama tekanan intrapulmonal atau tekanan jalan napas menurun

(5)

akhir inspirasi sama dengan tekanan atmosfer (Price & Wilson, 2005).

Situasi faal paru seseorang dikatakan normal jika hasil kerja proses ventilasi, distribusi, perfusi, difusi, serta hubungan antara ventilasi dengan perfusi pada orang tersebut dalam keadaan santai menghasilkan tekanan parsial gas darah arteri (PaO2 dan PaCO2) yang normal. Yang dimaksud keadaan santai adalah ketika jantung dan paru tanpa beban kerja yang berat (Djojodibroto R. D, 2009).

Tekanan parsial gas arteri yang normal adalah PaO2 sekitar 96 mmHg dan PaCO2 sekitar 40 mmHg. Tekanan parsial ini diupayakan dipertahankan tanpa memandang kebutuhan oksigen yang berbeda-beda, yaitu saat tidur kebutuhan oksigen 100mL/menit dibandingkan dengan saat ada beban kerja (exercise), 2000-3000 mL/menit (Djojodibroto R. D, 2009).

Respirasi adalah suatu proses pertukaran gas antara organisme dengan

lingkungan, yaitu pengambilan oksigen dan eliminasi karbondioksida. Respirasi eksternal adalah proses pertukaran gas (O2 dan CO2) antara darah dan atmosfer sedangkan respirasi internal adalah proses pertukaran gas (O2 dan CO2) antara darah sirkulasi dan sel jaringan (Djojodibroto R. D, 2009).

Pertukaran gas memerlukan 4 proses yang mempunyai ketergantungan satu sama lain :

∑ Proses yang berkaitan dengan volume udara napas dan distribusi ventilasi

∑ Proses yang berkaitan dengan volume darah di paru dan distribusi aliran darah

∑ Proses yang berkaitan dengan difusi O2 dan CO2 ∑ Proses yang berkaitan dengan regulasi pernapasan

2.1.4.1 Ventilasi

Istilah ventilasi menyangkut volume udara yang bergerak masuk dan keluar dari hidung atau mulut pada proses bernapas (Djojodibroto R. D, 2009). Ventilasi per menit, VE (Minute Ventilation) adalah volume udara yang keluar dari paru dalam satu menit diukur dalam liter.

(6)

inspirasi yang dapat mencapai alveoli dan dapat mengalami pertukaran gas dengan darah.

∑ Ventilasi percuma, VD (Wasted Ventilation, Dead Space Ventilation) adalah volume udara inspirasi yang tidak mengalami pertukaran gas dengan darah.

2.1.4.2 Distribusi

Setelah proses ventilasi, udara yang telah memasuki saluran napas didistribusikan ke seluruh paru; kemudian masuk ke dalam alveoli. Udara volume tidal (volume udara yang masuk dan kemudian keluar pada sekali bernapas) yang besarnya kira- kira 500 mL, dibagi menjadi volume kecil-kecil sebanyak alveoli yang ada, yaitu kira-kira 300 juta alveoli. Udara ini tidak terbagi rata ke semua alveoli. Udara pertama yang terhirup, masuk ke puncak paru, kemudian di susul oleh udara di belakangnya, masuk ke basis paru. Distribusi yang tidak merata ini mengakibatkan nilai ventilasi di puncak paru lebih besar dibandingkan nilai ventilasi di basis paru (Djojodibroto R. D, 2009).

2.1.4.3 Perfusi

Yang dimaksud dengan perfusi paru adalah sirkulasi darah di dalam pembuluh kapiler paru. Rangkaian pembuluh darah di paru sangat padat; terdapat kira kira 6 milyar kapiler yang mengelilingi 3 juta alveoli di kedua paru, sehingga terdapat 2000 kapiler untuk satu alveolus. Aliran darah di dalam paru mempunyai tekanan lebih rendah (15 mmHg) jika dibandingkan dengan tekanan darah

sistemik yang saat diastole 80 mmHg, tekanan di kapiler paru kira-kira seperlimanya (Djojodibroto R. D, 2009).

2.1.4.4 Difusi Gas O2 da CO2

(7)

molekul oksigen dari rongga alveoli melintasi membran kapiler alveolar, kemudian melintasi plasma darah, selanjutnya menembus dinding sel darah merah, dan akhirnya masuk ke interior sel darah merah sampai berikatan dengan hemoglobin. Membran kapiler alveolus sangat tipis yaitu 1/70 dari tebal butir darah merah sehingga molekul oksigen tidak mengalami kesulitan untuk menembusnya. Peristiwa difusi lain di dalam paru adalah perpindahan molekul karbondioksida dari darah ke udara alveolus dan kapiler pembuluh darah dengan cara difusi (Djojodibroto R. D, 2009).

2.1.4.5 Pusat Kontrol Pernapasan

Sel saraf pengontrol pernapasan terletak berpencar, yaitu di batang otak (pons dan medulla oblongata) serta di korteks. Sentrum pernapasan yang terdapat

pada medulla oblongata berperan untuk pernapasan spontan (involuntary). Sentrum pernapasan yang terdapat pada pons berupa apneustic center dan

pneumotaxic center. Apneustic center bekerja melalui mekanisme penghambatan inspirasi sedangkan pneumotaxic center mengatur kecepatan dan kedalaman napas (Guyton, 2011). Sentrum pernapasan yang terdapat di korteks berperan untuk

behavior related control of breathing. Pusat pernapasan ini penting untuk mengatur pernapasan selagi bicara, menyanyi, dan mengedan (Djojodibroto R. D, 2009).

2.2 Mekanisme Pertahanan Sistem Pernapasan

Paru merupakan organ di dalam tubuh yang berhubungan langsung dengan udara atmosfer. Dalam 24 jam, 300 juta alveoli yang memiliki luas total permukaan dinding seluas lapangan tenis, akan menampung udara sebanyak 11.520 liter (frekuensi napas 16 per menit, volume tidal 500 mL) sehingga paru mempunyai kemungkinan terpajan bahan atau benda yang berbahaya, seperti partikel debu, gas toksik, dan kuman penyakit yang terdapat di udara. Oleh karena

(8)

saluran napas tidak hanya berkaitan dengan infeksi (mikroorganisme) tetapi juga untuk melawan debu/partikel. gas berbahaya, serta suhu (Djojodibroto R. D, 2009).

Mekanisme pertahanan tubuh yang melindungi paru berupa : ∑ Deposisi partikel

∑ Refleks Batuk

∑ Mekanisme eskalasi mukus

∑ Mekanisme fagositik dan inflamasi ∑ Mekanisme respon imun

Untuk melindungi tubuh dari pengaruh partikel dan mikroorganisme yang masuk melalui sistem pernapasan, keempat mekanisme di atas saling berinteraksi (Djojodibroto R. D, 2009).

2.2.1 Deposisi Partikel

Perjalanan udara pernapasan mulai dari hidung sampai ke parenkim paru melalui struktur yang berbelok-belok sehingga memungkinkan terjadinya proses deposisi partikel. Partikel yang masuk ke dalam sistem pernapasan ukurannya sangat heterogen. Partikel berukuran > 10 μm tertangkap di dalam rongga hidung, yang berukuran di antara 5-10 μm tertangkap di bronkus dan percabangannya sedangkan yang berukuran < 3 μm dapat masuk ke dalam alveoli(Djojodibroto R. D, 2009).

2.2.2 Refleks Batuk dan Refleks Tekak (Gag Reflex)

(9)

2.2.3 Mekanisme Eskalasi Mukus

Eskalasi mukosiliar melibatkan peran silia dan mukus. Silia terdapat pada dinding saluran pernapasan mulai dari pernapasan mulai dari laring sampai bronkious terminal. Silia bergerak 14 kali per detik. Jumlah silia dan aktivitasnya dipengaruhi oleh asap rokok, toksin, dan asidosis; ketiganya menurunkan jumlah silia dan akivitasnya (Djojodibroto R. D, 2009).

2.2.4 Mekanisme Fagositik dan Inflamasi

Partikel dan mikroorganisme yang terdeposisi akan difagositosis oleh sel yang bertugas mempertahankan tubuh. Sel-sel tersebut adalah sel makrofag dan sel polimorfonuklear (PMN). Sel makrofag adalah sel berukuran besar yang berdiameter antara 15-50 μm; sel ini merupakan perkembangan dari sel monosit

(circulating monocyte) yang diproduksi di sumsum tulang (Djojodibroto R. D, 2009).

2.2.5 Mekanisme Respon Imun

Mekanisme berhubungan dengan pengenalan dan upaya merespon materi

antigen spesifik. Paru sangat sering atau berkali-kali berkontak dengan bakteri,

virus, partikel asing sehingga dapat mengenali benda-benda asing tersebut. Proses

untuk mengenali dan mengingat benda asing ini melalui mekanisme respon imun

(Djojodibroto R. D, 2009).

Ada 2 macam komponen di dalam sistem imun, yaitu:

∑ Mekanisme respon imun humoral yang melibatkan limfosit B ∑ Mekanisme respon imun seluler yang melibatkan limfosit T

2.3 Tanda-tanda dan Gejala Gangguan Fungsi Pernapasan

(10)

2.3.1 Batuk

Batuk merupakan mekanisme refleks yang sangat penting untuk menjaga jalan napas tetap terbuka dengan cara menyingkirkan hasil sekresi lendir yang menumpuk pada jalan napas. Mekanisme batuk memerlukan adanya penutupan glotis dan peningkatan tekanan intratoraks. Batuk merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada infeksi jalan napas atas. Jika batuk tidak hilang selama 3 minggu sebaiknya dilakukan pemeriksaan foto toraks. Batuk juga terjadi pada perokok yang biasanya menganggap batuknya sebagai ‘batuk normal’. Batuk termasuk elemen utama untuk membersihkan saluran napas dari dahak, dan dahak merupakan stimulus untuk terjadinya batuk (Djojodibroto R. D, 2009).

2.3.2 Sesak Napas atau dyspnea

Keadaan ini merupakan akibat kurang lancarnya pemasukan udara pada saat inspirasi atau pengeluaran udara saat ekspirasi, yang disebabkan oleh adanya penyempitan ataupun penyumbatan pada saluran pernapasan (Danusantoso, 2000).

2.3.3 Batuk darah atau hemoptisis

Adanya lesi saluran pernapasan dari hidung sampai paru yang juga mengenai pembuluh darah. Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa pendarahan tersebut berasal dari saluran pernapasan bawah, dan bukan berasal dari nasofaring atau gastrointestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita tersebut benar-benar batuk darah bukan muntah darah (Alsagaff, 2002).

2.3.4 Nyeri pleuritik

Nyeri pleuritik adalah salah satu dari dua jenis nyeri dada; nyeri dada yang lain adalah nyeri sentral. Nyeri pleuritik dapat ditentukan lokasinya dengan mudah, rasa nyeri ini intensitasnya bertambah jika batuk atau bernapas dalam

(11)

2.3.5 Mengi atau wheezing

Mengi adalah napas yang berbunyi seperti bunyi suling yang menunjukkan adanya penyempitan saluran napas, baik secara fisiologik (oleh karena dahak) maupun secara anatomik (oleh karena kontriksi) (Djojodibroto R. D, 2009).

2.4 Faktor-faktor Yang Menyebabkan Gangguan Fungsi Paru

Debu, aerosol dan gas iritan merupakan partikel yang menyebabkan gangguan saluran pernapasan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi gangguan saluran pernapasan akibat inhalasi aerosol, faktor aerosol itu sendiri yaitu ukuran partikel, konsentrasi dan kelarutan dan faktor manusia seperti kebiasaan merokok, kecepatan aliran udara, pernapasan, ukuran paru dan faktor familial (Alsagaff, 2002).

Selain gas dan aerosol, faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya gangguan paru akibat inhalasi debu yaitu (Rosbinawati, 2002):

∑ Ukuran partikelnya ∑ Konsentrasi

∑ Lama pajanan ∑ Kerentanan individu

Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap gangguan paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat memburuk dengan cepat. Menurut penelitian Juli Soemirat dan kawan-kawan dalam Rosbinawati (2002), mengungkapkan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru. Semakin bertambahnya umur maka terjadi penurunan fungsi paru di dalam tubuh.

Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang terpajan

dengan debu, aerosol dan gas iritan. Menurut hasil penelitian Rosbinawati (2002) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja seseorang semakin lama terpajan dengan debu, aerosol dan gas iritan sehingga semakin mengganggu kesehatan paru.

(12)

lingkungan kerja. Alat yang dipakai disini untuk melindungi sistem pernapasan dari partikel-partikel berbahaya yang ada di udara yang dapat membahayakan kesehatan. Perlindungan terhadap sistem pernafasan sangat diperlukan terutama bila tercemar partikel-partikel berbahaya, baik yang berbentuk gas, aerosol, cairan ataupun kimiawi. Alat yang dipakai adalah masker, baik yang terbuat dari kain atau kertas wol (Irga, 2009).

2.5 Merokok

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa.. Asap rokok yang diisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen yang lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang yang bersama gas terkondensasi menjadi partikel.

Dengan demikian, asap rokok yang diisap dapat berupa gas sejumlah 85% dan sisanya berupa partikel (Sitopoe M, 2000).

Asap rokok yang diisap melalui mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada hujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke menyebabkan seseorang menjadi perokok pasif. Asap rokok

mainstream mengandung 4000 jenis bahan kimia berbahaya dalam rokok dengan berbagai mekanisme kerja terhadap tubuh. Dibedakan atas fase partikel dan fase gas. Fase partikel terdiri daripada nikotin, nitrosamine, N nitrosonorktokin, poliskiklik hidrokarbon, logam berat dan karsinogenik amin. Sedangkan fase yang dapat menguap atau seperti gas adalah karbonmonoksid, karbondioksid, benzene, amonia, formaldehid, hidrosianida dan lain-lain (Sitopoe M, 2000).

2.5.1 Jenis Rokok

(13)

∑ Rokok Putih : rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

∑ Rokok Kretek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

∑ Rokok Klembak : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

Rokok berdasarkan penggunaan filter dibagi dua jenis :

∑ Rokok Filter (RF) : rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.

∑ Rokok Non Filter (RNF) : rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus.

2.5.2 Kandungan Rokok

Beberapa bahan kimia yang terdapat di dalam rokok dan mampu memberikan efek yang mengganggu kesehatan antara lain nikotin, tar, gas karbon monoksida dan berbagai logam berat seseorang akan terganggu kesehatan bila

merokok secara terus menerus (Sitopoe M, 2000).

2.5.2.1 Nikotin

(14)

semakin tinggi untuk mencapai tingkat kepuasan dan ketagihannya. Sifat nikotin yang adiktif ini dibuktikan dengan adanya jurang antara jumlah perokok yang ingin berhenti merokok dan jumlah yang berhasil berhenti (PDPI, 2006). Dalam setengah batang rokok yang terakhir mengandung zat yang jauh lebih berbahaya dibandingkan setengah batang yang pertama (Sugeng, 2007)

2.5.2.2 Karbon Monoksida (CO)

Gas karbon monoksida (CO) adalah sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan sangat mematikan. Karbon monoksida merupakan gas yang akan berbaur dengan darah dan menghambat asupan oksigen paru-paru. Saat karbon monoksida dihirup, ia akan terikat pada hemoglobin dalam darah yang disebut karboksilhemoglobin. Daya ikat karbon monoksida pada hemoglobin sekitar 200

kali lebih kuat dibanding oksigen. Kuatnya ikatan tersebut menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen yang diedarkan ke seluruh organ dan jaringan tubuh. Kadar oksigen tubuh bisa berkurang hingga 15% (Sugeng, 2007).

2.5.2.3 Tar

Tar dideskripsikan sebagai bahan partikular (bahan padat halus yang berukuran lebih kecil dari debu) yang bersifat karsinogenik. Dengan adanya kandungan tar yang beracun ini, sebagian dapat merusak sel paru karena dapat lengket dan menempel pada jalan nafas dan paru-paru sehingga mengakibatkan terjadinya kanker. Pada saat rokok dihisap, tar masuk kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap rokok. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernapasan dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar dalam rokok berkisar 24-45 mg. Sedangkan bagi rokok yang menggunakan filter dapat mengalami penurunan 5-15 mg. Walaupun rokok diberi filter, efek karsinogenik tetap bisa masuk dalam paru-paru, ketika pada saat merokok

(15)

2.5.2.4 Timah Hitam (Pb)

Timah Hitam (Pb) yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak 0,5 ug. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap dalam satu hari akan menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas bahaya timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari (Sitopoe M, 2000).

2.5.2.5 Amoniak

Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan hidrogen yang berbau seperti urine. Amoniak digunakan dalam rokok untuk mempercepat masuknya nikotin dalam aliran darah. Kelebihan amoniak dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa amoniaklah yang menyebabkan nikotin menjadi semakin

adiktif (Sugeng, 2007).

2.5.2.6 Hidrogen Sianida (HCN)

Hidrogen sianida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar dan sangat efisien untuk menghalangi pernapasan dan merusak saluran pernapasan. Sianida adalah salah satu zat yang mengandung racun yang sangat berbahaya. Sedikit saja sianida dimasukkan langsung ke dalam tubuh dapat mengakibatkan kematian (Sitopoe M, 2000)

2.5.2.7 Nitrous Oxide

Nitrous oxide merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terhisap dapat menyebabkan hilangnya pertimbangan dan menyebabkan rasa sakit (Sitopoe M, 2000).

2.5.3 Kategori Perokok ∑ Perokok Pasif

(16)

manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok aktif. Asap rokok yang dihembuskan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung tar dan nikotin (Wardoyo, 1996).

∑ Perokok Aktif

Menurut Bustan (1997) rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari hisapan perokok atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar.

2.5.4 Jumlah Rokok Yang Dihisap

Menurut Bustan (1997) jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari. Jenis rokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu :

∑ Perokok Ringan : Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang per hari.

∑ Perokok Sedang : Disebut perokok sedang jika menghisap 10-20 batang per hari.

∑ Perokok Berat : Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang.

2.5.5 Lama Menghisap Rokok

Menurut Bustan (1997) merokok dimulai sejak umur kurang dari 10 tahun

atau lebih dari 10 tahun. Semakin awal seseorang merokok makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok juga punya dose-response effect, artinya semakin muda

usia merokok, akan semakin besar pengaruhnya. Apabila perilaku merokok dimulai sejak usia remaja, merokok dapat berhubungan dengan tingkat

(17)

merokok dan umur awal merokok yang lebih dini (Smet, Bart, 1994). Lama merokok mempunyai hubungan yang signifikan dengan kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik (Machrina Y, 2014). Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10–25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit (Sitopoe M, 1997). Dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan.

2.5.6 Efek Rokok

Merokok bukanlah penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu jenis penyakit sehingga boleh dikatakan merokok tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat mendorong munculnya jenis penyakit yang dapat

mengakibatkan kematian. Berbagai jenis penyakit dapat dipicu karena merokok mulai dari penyakit di kepala sampai dengan penyakit di kaki. Penyakit yang bisa disebabkan oleh merokok adalah seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit

jantung koroner dan kanker seperti kanker paru-paru, kanker mulut, kanker

esophagus dan lain-lain (Sitopoe M, 2000

Faktor yang mempengaruhi tinggi risiko terkena kanker paru adalah usia perokok, usia perokok itu mulai merokok dan jumlah rokok yang diisap dalam satu hari. Risiko terkena kanker paru meningkat 3,62 kali lipat dengan peningkatan usia perokok sebanyak 10 tahun. Risiko terkena kanker paru meningkat 2,82 kali lipat dengan peningkatan jumlah rokok yang diisap dalam sehari. Risiko terkena kanker paru menurun 0.332 kali lipat dengan peningkatan usia sebanyak 10 tahun perokok mulai merokok (Situmeang, 2001).

Sekitar 85% penderita penyakit paru-paru yang bersifat kronis dan obstruktif misalnya bronkitis dan emfisema ini adalah perokok. Gejala yang ditimbulkan pada penyakit paru dan obstruktif berupa batuk kronis, berdahak dan gangguan pernapasan. Apabila diadakan uji fungsi paru maka pada perokok, fungsi parunya jauh lebih jelek dibandingkan dengan bukan perokok (Sitopoe M, 2000).

Rokok merupakan faktor risiko penyakit paru obstruktif menahun yang

(18)

mengakibatkan hipertrofi kelenjar mukosa. Mekanisme kerusakan paru akibat rokok adalah melalui radikal bebas yang dikeluarkan oleh asap rokok (Muhammad Amin, 1996).

Pada wanita hamil yang perokok, akan terjadi efek pada janin dalam kandungannya. Merokok pada wanita hamil memberi risiko yang tinggi untuk terjadinya keguguran, kematian janin, kematian bayi sesudah lahir dan kematian mendadak pada bayi (Sitepoe, 2000). Chanoine J.P (dalam Sitopoe M, 2000) mengatakan wanita hamil perokok juga akan mengganggu perkembangan kesehatan fisik maupun intelektual anak-anak yang akan bertumbuh.

Chainoine J.P (dalam Sitopoe M, 2000) juga mengatakan merokok bisa mengurangi peluang seseorang untuk memiliki anak. Fertilitas pria ataupun wanita perokok akan mengalami penurunan dibandingkan dengan bukan perokok.

Wanita perokok akan mengalami masa menopause lebih cepat dibandingkan wanita yang tidak merokok.

Rokok bisa mengakibatkan kulit menjadi mengerut, kering, pucat dan mengeriput terutama di daerah wajah. Mekanisme ini terjadi akibat bahan kimia yang dijumpai didalam rokok yang mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah tepi dan di daerah terbuka misalnya pada wajah. Bagi mereka yang berkulit putih, kulit menjadi pucat, kecoklatan, mengeriput terutama di bagian pipi dengan adanya penebalan di antara bagian yang mengeriput (Sitopoe M, 2000).

Selain itu, rokok juga bisa menjadi penyebab polusi udara dalam ruangan. Asap rokok menjadi penyebab paling dominan dalam polusi ruangan tertutup. Rokok memberikan polutan berupa gas dan logam-logam berat. Gangguan akut dari polusi ruangan dengan rokok adalah bau yang kurang mengeenakkan serta menyebabkan iritasi mata, hidung dan tenggorokan. Bau polusi rokok akan mempengaruhi rasa tidak enak badan. Bagi penderita asma, polusi ruangan akan memicu terjadinya asma (Sitopoe, M 2000).

Asap rokok juga bisa menyebabkan gangguan kesehatan terhadap perokok

(19)

berbanding dengan perempuan yang tidak mempunyai suami yang merokok (Taufik, 2000).

2.6 Polusi Udara 2.6.1 Definisi

Pencemaran udara atau polusi udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti (EPA, 2009). Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pasal 1, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara tidak dapat

memenuhi fungsinya.

Pencemaran udara dapat dibagi menjadi dua jenis, pencemaran udara primer dan pencemaran udara sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari pencemar udara primer karena CO merupakan hasil dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer (EPA, 2009).

2.6.2 Sumber Polusi Udara

Secara garis besar sumber polusi udara dapat dibagi dua kategori sebagai berikut (EPA, 2009):

a) Anthropogenic (aktivitas manusia) terutama yang berkaitan dengan pembakaran berbagai jenis bahan bakar, yaitu: Sumber stasioner (sumber yang diam) termasuk susunan asap dari pembangkit tenaga listrik, fasilitas manufaktur (pabrik) dan insinerator sampah, serta

furnaces dan jenis bahan bakar- pembakaran perangkat pemanas. ∑ Sumber yang mobile (bergerak) termasuk kendaraan bermotor,

kapal laut, pesawat terbang dan efek suara.

(20)

pengelolaan pertanian dan kehutanan.

∑ Uap dari cat, hair spray, semprot aerosol dan larutan ∑ Militer, seperti senjata nuklir dan gas beracun b) Sumber Alam

∑ Debu dari sumber-sumber alam, biasanya besar bidang tanah dengan sedikit atau tanpa vegetasi.

Methane, dikeluarkan dari pencernaan makanan oleh binatang misalnya sapi.

∑ Asap dan karbon monoksida dari kebakaran alami.

∑ Aktivitas gunung berapi, yang memproduksi belerang, klorin, dan partikel-partikel abu.

2.6.3 Polutan Udara Spesifik yang Berpengaruh terhadap Kesehatan

a) Particulate Matter (PM)

Penelitian epidemiologis pada manusia menunjukkan PM10 (termasuk di

dalamnya partikular yang berasal dari diesel/DEP) memiliki potensi besar merusak jaringan tubuh. Anak-anak dan orang tua sangat rentan terhadap pengaruh partikular/polutan ini, sehingga pada daerah dengan kepadatan lalu lintas/polusi udara yang tinggi biasanya morbiditas penyakit pernapasan (pada anak dan lanjut usia) dan penyakit jantung/kardiovaskular (pada lansia) meningkat signifikan. Pajanan lebih besar dalam jangka panjang juga dapat memicu terbentuknya kanker (paru ataupun leukemia) dan kematian pada janin. Penelitian terbaru dengan

follow up hampir 11 tahun menunjukan bahwa pajanan polutan (termasuk PM10) juga dapat mengurangi fungsi paru bahkan pada populasi normal di

mana belum terjadi gejala pernapasan yang mengganggu aktivitas (Goss et al., 2004).

b) Sulfur oxides(SOx)

Belerang dioksida, senyawa kimia dengan formula SO2 yang dihasilkan

(21)

dan minyak bumi sering mengandung senyawa belerang, mereka menghasilkan pembakaran belerang dioksida. Ini adalah salah satu penyebab untuk kekhawatiran atas dampak lingkungan dari penggunaan bahan bakar ini sebagai sumber daya (Holleman et al., 2005).

c) Nitrogen oxides(NOx)

Nitrogen dioksida adalah hasil emisi dari pembakaran suhu tinggi. Nitrogen dioksida merupakan senyawa kimia dengan rumus NO2. Salah satu dari beberapa nitrogen oxides. Berwarna coklat kemerahan dan merupakan gas beracun yang memiliki karakteristik tajam dan bau. NO2 adalah salah satu gas paling memberikan dampak polusi udara (WHO, 1997).

d) Karbon monoksida

Karbon monoksida memiliki sifat, tak berbau, tak berwarna dan sangat beracun. Gas ini merupakan gas hasil pembakaran yang tak sempurna dari batu bara atau kayu. Kendaraan bermotor merupakan sumber karbon monoksida (USEPA, 2009).

2.6.4 Mekanisme Polusi Mempengaruhi Fungsi Paru

Inhalasi bahan-bahan polutan berbahaya dapat menyebabkan berbagi efek terhadap paru. Penurunan fungsi paru diakibatkan berbagai peristiwa patofisiologis. Menurut Guyton (2011) inhalasi bahan-bahan yang mengiritasi bronkus dan bronkiolus dapat menyebabkan kekacauan mekanisme pertahanan saluran pernafasan normal sehingga terjadi kelumpuhan silia pernapasan dan terjadi sekresi mucus yang berlebihan. Hal tersebut selanjutnya diperparah dengan terjadinya oedema dan peradangan pada epitel bronkiolus. Selanjutnya terjadi obstruksi pada saluran pernafasan yang menyebabkan udara terperangkap di

(22)

Selain itu sistem imun juga berpengaruh terhadap fungsi paru seseorang. Pembentukan antibodi akibat paparan zat-zat polutan dapat menyebabkan teraktivasinya sistem imun. Terjadi pembentukan antibodi Ig E dalam jumlah yang abnormal saat manusia terpapar berbagai zat polutan. Pembentukan antibodi ini disebabkan oleh antigen yang melekat pada sel mast yang kemudian bereaksi sehingga terjadi sekresi berbagai zat, yaitu histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat, faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari faktor-faktor tersebut akan menghasilkan edema lokal pada bronkiolus dan sekresi mukus pada lumen bronkiolus. Selain itu juga terjadi spasme otot polos brokiolus yang kemudian berakibat terjadinya peningkatan tahanan saluran napas (Guyton, 2011).

Selain itu di udara karbon monoksida (CO) terdapat dalam jumlah yang

sangat sedikit, hanya sekitar 0,1 ppm. Di daerah perkotaan dengan lalu lintas yang padat konsentrasi gas CO berkisar antara 10-15 ppm. Sudah sejak lama diketahui bahwa gas CO dalam jumlah banyak (konsentrasi tinggi) dapat menyebabkan gangguan kesehatan bahkan juga dapat menimbulkan kematian (Dimas, 2009). Karbon monoksida (CO) apabila terhirup ke dalam paru-paru akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini dapat terjadi karena gas CO bersifat racun, ikut bereaksi secara metabolis dengan darah (hemoglobin) :

Hemoglobin + CO ———> COHb (Karboksihemoglobin)

Ikatan karbon monoksida dengan darah (karboksihemoglobin) lebih stabil daripada ikatan oksigen dengan darah (oksihemoglobin). Keadaan ini menyebabkan darah menjadi lebih mudah menangkap gas CO dan menyebabkan fungsi vital darah sebagai pengangkut oksigen terganggu. Dalam keadaan normal konsentrasi CO di dalam darah berkisar antara 0,2% sampai 1,0%, dan rata-rata sekitar 0,5%. Di samping itu kadar CO dalam darah dapat seimbang selama kadar CO di atmosfer tidak meningkat dan kecepatan pernapasan tetap konstan

(23)

2.7 Pengukuran Fungsi Paru

Pengukuran fungsi paru merupakan sebuah pengukuran untuk mengetahui fungsi paru dengan peralatan maupun teknik yang khusus.

Ada beberapa cara untuk mengukur fungsi paru di antaranya yaitu: ∑ Spirometri

∑ Analisa Gas Darah ∑ Tes Difusi Gas ∑ Peak Flow Meter

2.7.1 Spirometri

Spirometri merupakan suatu metode sederhana untuk mempelajari ventilasi paru dengan mencatat volume udara yang masuk dan keluar (Guyton, 2005). Pada waktu menggunakan spirometri, grafik akan terekam pada sebuah drum yang dapat berputar dengan sebuah pena pencatat (Price & Wilson, 2005).

2.7.2 Analisa Gas Darah Arteri

Pengukuran gas darah arteri sangat penting dalam menilai pertukaran gas di dalam paru. Upaya ini sekaligus mengukur keasaman darah dan kadar bikarbonat. Analisis gas darah arteri dilakukan untuk mengevaluasi status oksigen dan karbondioksida di dalam darah arteri dan mengukur pH-nya (Djojodibroto R. D, 2009).

2.7.3 Tes Difusi Gas

Seseorang dapat mengalami hipoksemia jika alveolus tidak mendapatkan cukup oksigen untuk berdifusi ke dalam darah atau juga alveolus cukup terisi oksigen tetapi sulit untuk menembus sawar alveolus – darah. Kapasitas difusi paru

(24)

10 detik, kemudian dengan cepat dihembuskan kembali. Dari gas yang dihembuskan, dihitung jumlah gas CO yang tertinggal sehingga didapatkan jumlah CO yang terabsorpsi. Sebelum dilakukan tes, pasien diminta untuk tidak makan terlalu kenyang, dan tidak merokok minimal 4-6 jam sebelum pemeriksaan. Hasil abnormal menunjukan bahwa gas tidak menembus membran dengan baik, seperti yang terjadi pada fibrosis interstisium, sarkoidosis, asbestosis, dan emfisema (Djojodibroto R. D, 2009).

2.7.4 Peak Flow Meter

Pemeriksaan faal paru bertujuan untuk mengukur kemampuan paru dalam tiga tahap respirasi meliputi pemeriksaan ventilasi, difusi, dan perfusi. Hasil pemeriksaan itu digunakan untuk menilai status kesehatan atau fungsi paru

individu yang diperiksa (Yunus, 2003)

Pada pemeriksaan penunjang faal paru, spirometer merupakan pemeriksaan gold standar. Bila spirometer tidak tersedia dapat digunakan APE (Daniel, 2004). Peralatan standar untuk mendiagnosis PPOK seperti spirometer hanya terdapat di rumah sakit besar saja, seringkali jauh dari jangkauan puskesmas (Yunus, 2001).

Pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi merupakan pengukuran jumlah aliran udara maksimal yang dapat dicapai saat ekspirasi paksa dalam waktu tertentu yang dilakukan dengan menggunakan peak flow meter atau spirometer. Tujuan pemeriksaan ini adalah mengukur secara objektif arus udara pada saluran napas besar (Rasmine M, 2001).

Dalam setiap pemeriksaan APE sebaiknya dilakukan 3 kali tiupan, kemudian diambil angka tertinggi. Tiupan dilakukan setelah inspirasi dalam, dilanjutkan tiupan dengan cepat dan kuat (Pradjnaparamita, 1997). Nilai yang dianggap reprodusibel ialah jika perbedaan antara 2 nilai yang didapat < 10% untuk 3 kali manuver atau < 15% untuk 4 kali maneuver dihitung dari nilai APE

(25)

Indikasi Pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi di antaranya :

∑ Menegakkan diagnosis asma termasuk asma kerja dan pengukuran harus dilakukan secara serial, pagi, dan sore hari setiap hari selama 2 minggu. ∑ Pasien asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dalam keadaan

stabil untuk mendapatkan nilai dasar.

∑ Evaluasi pengobatan pasien asma akut, PPOK, dan sindroma obstruksi pasca tuberculosis (SPOT) yang mengalami eksaserbasi akut, sesudah pemberian obat bronkodilator

∑ Evaluasi progresiviti penyakit

∑ Mendapatkan variasi harian arus udara pada saluran napas pasien asma dan nilai terbaik dengan cara pemeriksaan APE serial pagi dan sore hari setiap hari selama 2-3 minggu

∑ Monitor faal paru (Rasmine M, 2001)

Ada tiga macam cara pengukuran APE, yaitu: a. APE sesaat

1) Dapat dilakukan setiap waktu

2) Untuk mengetahui adanya obstruksi saluran napas

3) Untuk mengetahui seberapa berat obstruksi saat itu, terutama untuk yang sudah mengetahui standard normalnya.

4) Nilai APE sesaat selalu dibandingkan dengan nilai tertinggi untuk mendapatkan persentase.

b. APE tertinggi

1) Sebagai standard nilai normal seseorang 2) Sebagai pembanding untuk nilai persentase

(26)

c. APE variasi harian

1) Mengetahui nilai tertinggi / standard normal seseorang

2) Mengetahui stabilitas asma (asma yang terkontrol), asma yang terkontrol adalah yang memiliki variasi harian < 20% (GINA, 2002).

Harga normal nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) untuk laki-laki adalah 500-700 L/menit, sedangkan untuk perempuan 380-500 L/menit. Variasi dari nilai APE pada populasi umum ditentukan oleh umur, jenis kelamin, ras, tinggi badan, dan merokok (Jain, 1998).

Interpretasi pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi adalah : Menurut Menaldi (2001) :

1. Obstruksi : <80% dari nilai dugaan atau pada orang dewasa

jika didapatkan nilai APE < 200 L/menit 2. Obstruksi akut : < 80% dari nilai terbaik

3. – Nilai terendah x 100

Nilai Tertinggi

Jika didapat nilai >15%, maka dianggap obstruksi saluran napas yang ada belum terkontrol.

2.7.4.1 Cara Menggunakan Peak Flow Meter

Langkah 1: Pastikan tanda panah atau sliding marker (penunjuk yang bergeser) berada pada angka 0 atau angka terkecil dari peak flow meter.

Langkah 2: Berdirilah dengan tegak dan pastikan tidak mengunyah makanan apapun dalam mulut. Kemudian tarik napas dalam-dalam dan letakkan mouthpiece ke mulut. Tutup bibir sekuat mungkin dan jauhkan lidah dari mouthpiece. Tiupkan napas sekuat mungkin hingga dapat merasakan tidak ada lagi udara dalam paru-paru.

Langkah 3: Perhatikan pergeseran petunjuk angka pada peak flow meter.

(27)

angka di peak flow meter menunjukkan angka yang hampir sama.

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

Referensi

Dokumen terkait

Tuliskan dalam alajabar relasional dan dalam SQL : Daftar nama, alamat, dan kota supplier yang belum pernah mengirim barang warna merah dan jumlahnya &lt; 1000

Setelah dana didapatkan melalui perencanaan yang baik, maka manajer lembaga pendidikan islam harus berusaha mengembangkannya melalui usaha-usaha produktif agar

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis tentang pengaruh servicescape , fasilitas, dan potongan harga beserta dengan dimensinya terhadap

Figure 3: Automatic extraction of upper contour class The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLI-B3, 2016..

UNIT LAYANAN PENGADAAN KABUPATEN

Peserta e-Lelang Pemilihan Langsung yang memasukkan Dokumen Penawaran dapat menyampaikan sanggahan secara elektronik melalui aplikasi SPSE atas penetapan hasil

Specifically, dense point clouds which are generated with photogrammetric method using a lightweight thermal camera, are more noisy and sparse than the point clouds

Lingkungan kerja nonfisik yaitu hubungan karyawan dengan atasan dapat dilihat dari persentase jawaban responden yang menjawab baik sebesar 77,8% dan. yang menjawab kurang