PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkebunan kelapa sawit sudah dikenalkan di Indonesia pada tahun 1848
yang pertama kali ditanam di Kebun raya Bogor (Corley,2003) dan merupakan tanaman tropik yang penting dan berkembang pesat di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Perkembangan perkebunan kelapa sawit tiap tahunnya meluas dan
menurut data Kementrian Pertanian (2013), luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia berkisar 8,91 jt Ha, yang mendominasi terdapat di Provinsi Riau
berkisar 2,2 jt Ha, sedangkan di Sumatera Utara berkisar 1,240.934 Ha.
Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu perkebunan yang memiliki potensi yang dapat meningkatkan potensi bagi sektor peternakan salah satu
caranya adalah dengan cara mengintegrasikan perkebunan kelapa sawit dengan peternakan khususnya ternak ruminansia dengan memanfaatkan limbah
perkebunan kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Sistem integrasi ini selain menguntungkan bagi pihak perkebunan, sistem integrasi ini juga menguntungkan bagi sektor peternakan.
Lahan perkebunan kelapa sawit dapat menghasilkan multi produk antara lain crude palm oil (CPO) yang merupakan produk utama. Selain produk utama
ada beberapa produk ikutan yang dihasilkan yaitu bungkil inti sawit, lumpur minyak sawit, serah buah sawit dan tandan buah kosong. Perkebunan kelapa sawit menyebabkan peningkatan produk sampingan limbah yang berpotensi
mengganggu lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Limbah ini mengandung bahan kering, protein kasar dan serat kasar yang nilai nutrisinya dapat
Sebagai hasil sampingan kelapa sawit, hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas perlu dilakukan beberapa perlakuan. Menurut yang dikemukakan Sudaryanto (1999) ada empat macam perlakuan yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kualitas limbah sawit yaitu perlakuan fisik, kimia, fisik dan kimia, serta biologis. Perlakuan fisik berupa pemotongan, penggilingan,
perendaman, perebusan, dibuat pelet atau penjemuran/pengeringan yang bertujuan untuk menjadikan ukuran yang lebih kecil sehingga layak untuk dikonsumsi ternak. Perlakuan kimia yaitu menggunakan bahan kimia misalnya sodium
hidroksida, kalium hidroksida, amonium hiroksida, urea, sodium bikarbonat, sodium klorida dan lain-lain. Perlakuan biologi dilakukan dengan menambah
enzim, jamur, bakteri atau lainnya secara fermentasi. Penambahan probiotik diharapkan dapat memanipulasi fermentasi di rumen ataupun pencernaan dan penyerapan di ileum.
Mikroba lokal yang berasal dari limbah sawit dan cairan rumen dapat berpotensi sebagai sumber probiotik untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pakan yang berasal dari limbah sawit. Hasil isolasi dan identifikasi yang diperoleh
dari limbah sawit adalah isolat Bacillus YL B1 yang berpotensi mendegradasi lignoselulosa yang dapat digunakan sebagai inokulen fermentasi untuk pakan
berserat tinggi (Yunilas et al., 2013).
Mengacu hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti kecernaan bahan kering dan bahan organik pakan hasil samping perkebunan kelapa sawit yang
Tujuan Penelitian
Menganalisis kecernaan bahan kering dan bahan organik hasil samping limbah kelapa sawit yang difermentassi dengan probiotik lokal dalam ransum pada domba hair sheep jantan
Hipotesis penelitian
Pemanfaatan hasil samping limbah sawit fermentasi dengan probiotik lokal dalam ransum berpengaruh positif terhadap kecernaan bahan kering dan
bahan organik pada domba hair sheep jantan.
Kegunaan Penelitian
Untuk memperoleh teknologi pemanfaatan limbah perkebunan kelapa