BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Perspektif/Paradigma Kajian
II.1.1 Perspektif Dalam Komunikasi
Perubahan terjadi dari masa ke masa secara terus menerus sama seperti objek
pemikiran manusia yang selalu mengalami perubahan mengikuti perubahan
zaman. Hal ini tentunya memberi pengaruh terhadap apa yang difikirkan oleh
manusia terhadap objek tertentu sehingga timbullah persepsi dan paradigma dalam
menanggapi objek ataupun non materi. Cara manusia menanggapi suatu masalah
dan objek ilmu juga senantiasa mengalami perubahan sebab tidak ada yang mutlak
di dunia ini, begitupun ilmu pengetahuan.
Perspektif merupakan sudut pandang atau cara pandang seseorang terhadap
sesuatu. Cara memandang yang kita gunakan dalam mengamati kenyataan akan
menentukan pengetahuan yang kita peroleh. Perspektif selalu mendahului
observasi kita, kita bisa saja mengamati suatu peristiwa dengan pikiran kita yang
terbuka dan netral, namun begitu kita harus mengobservasi suatu hal, kita akan
melakukannya dengan cara tertentu. Nilai persepektif kita tidak terletak dalam
nilai kebenarannya atau seberapa baik ia mencerminkan realitas yang ada. Semua
perspektif yang dapat diperoleh adalah benar dan realitas, walaupun setiap
persepektif ada tahap tertentu kurang lengkap serta distorsi. Jadi yang menjadi
inti adalah upaya mencari perspektif yang dapat memberikan konseptualisasi
realitas yang paling bermanfaat bagi pencarian tujuan kita.
Menurut
ciri utama:
1. Aturan pada dasarnya merefleksikan fungsi-fungsi perilaku dan kognitif
yang kompleks dari kehidupan manusia.
2. Aturan menunjukan sifat-sifat dari keberaturan yang berbeda dari
Perspektif memiliki tujuh unsur dimana masing-masing mempunyai
penekanaan yang berbeda dalam pengamatanya diantaranya:
1. Memfokuskan perhatiannya pada pengamatan tingkah laku sebagai
aturan
2. Mengamati tingkah laku yang menjadi kebiasaan
3. Menitikberatkan perhatiannya pada aturan yang menentukan tingkah laku
4. Mengamati aturan – aturan yang menyesuaikan diri dengan tingkah laku
5. Memfokuskan pengamatannya pada aturan yang mengikuti tingkah laku
6. Mengikuti atuaran – aturan yang menerapkan tingkah laku
7. Memfokuskan perhatiannya pada tingkah laku yang merefleksikan aturan
II.1.2 Paradigma Dalam Komunikasi
Paradigma adalah cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya
yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan
berperilaku (konatif). Paradigma adalah sikap mental. Sikap mental ini dilahirkan
dari sudut pandang atau posisi dimana kita berdiri/berada.
Usaha untuk mengelompokkan teori–teori dan pendekatan kedalam sejumlah
paradigma yang dilakukan sejauh ini telah menghasilkan pengelompokan yang
sangat bervariasi. Burrel dan Morgan (1979), telah mengelompokkan teori–teori
dan pendekatan dalam ilmu–ilmu sosial ke dalam 4 paradigma : Radical Humanist
Paradigm, Radical Structuralis Paradigm, Interpretive Paradigm, dan
Functionalist Paradigm. Namun bahasan mereka tidak secara jelas menunjukkan
implikasi metodologi dari masing – masing paradigma. Sementara itu Guba dan
Lincoln (1994) mengajukan tipologi yang mencakup 4 paradigma : Positivism,
Postpositivism, Critical Theories et al, dan Constructivism, masig – masing
dengan implikasi metodologi tersendiri ( Saduarsa, 2011 ).
Menurut Saduarsa dalam blognya (2011), untuk mempermudah kepentingan
bahasan tentang implikasi metodologi dari suatu paradigma, maka teori – teori
dan penelitian ilmiah komunikasi cukup dikelompokkan ke dalam 3 paradigma,
1. Paradigma Klasik (yang mencakup positivism dan postpositivism)
Menempatkan ilmu sosial seperti halnya ilmu-ilmu alam dan fisika, dan
sebagai metode yang terorganisir untuk mengkombinasikan deductivelogic
dengan pengamatan empiris, guna secara probabilistik menemukan – atau
memperoleh konfirmasi tentang – hukum sebab akibat yang bisa digunakan
memprediksi pola-pola umum gejala sosial tertentu.
2. Paradigma Konstruktisvisme
Memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially
meaningful action melalui pengamatan langsung dan rinci terhadap pelaku
sosial dalam setting keseharian yang alamiah, agar mampu memahami dan
menafsirkan bagaimana para pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan
dan mengelola serta memelihara dunia sosial mereka.
3. Paradigma Teori – Teori Kritis
Mendefinisikan ilmu sosial sebagai suatu proses yang secara kritis berusaha
mengungkap ”the real structures” dibalik ilusi, false needs, yang
dinampakkan dunia materi, dengan tujuan membantu membentuk suatu
kesadaran sosial agar memperbaiki dan merubah kondisi kehidupan manusia
II.1.3 Persepektif - Paradigma dalam Ilmu Komunikasi
Perspektif adalah cara pandang untuk melihat sesuatu objek, sedangkan
paradigma adalah suatu spirit d
ari prinsip-prinsip yang dianut dalam suatu sistem. Paradigma adalah model
atau pola pikir menghadapi suatu hal atau masalah. Dalam konteks keyakinan,
paradigma sangat memungkinkan untuk dipersepektifkan, tergantung cara
pandang dan kedalaman informasi yang dimiliki.
Namun demikian suatu paradigma yang diyakini baik belum tentu akan
diperspektifkan baik juga. Hal terpenting yang harus dilakukan adalah upaya
konsisten untuk melakukan interaksi dan komunikasi yang logis, sehingga
perbedaan perspektif tersebut mencair dan fokus menuju targetnya. Pengukuran
teori pada realitas sambil menyatakan bahwa apa yang ditemukan adalah apa
adanya, tanpa intervensi dari subjek pengamat. Dengan menggunakan perspektif
berarti menyadari bahwa suatu pemahaman selalu dibangun antara apa yang
diamati dan apa yang menjadi konsep pengamat.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma positivisme yang
bebas nilai dalam melakukan interview dengang informan dan menyelaraskan
pemahaman peneliti bedasarkan kejadian – kejadian yang diamati di lapangan,
kemudian menganalisa data yang ditemukan semasa penelitian.
II.1.4. Pengertian Teori
Teori adalah abstraksi dari realitas. Teori terdiri dari sekumpulan prinsip dan
definisi yang secara konseptual mengorganisasikan aspek-aspek dunia empiris
secara sistematis. Sedangkan Little John and Foss (2005: 4) mengatakan “ A
Theory is a system of thought, a way of looking”. Jadi dapat disimpulkan teori
merupakan konseptualisasi mengenai aspek dunia empirik tentang suatu
fenomena, peristiwa atau gejala yang telah tersusun secara sistematis dengan
penjelasan yang logis.
Di dalam dunia akademisi teori dijadikan alat berpikir untuk mempelajari
peristiwa-peristiwa atau gejala-gejala yang ada disekitar. Peristiwa atau gejala
tersebut disebut dengan data atau fakta. Dalam proses pembuatan teori, Little John
dan Foss (2005) memberikan gambaran sederhana yang mencakup tiga hal
sebagai berikut:
1. Mengembangkan pertanyaan.
Ketika kita menemukan suatu fenomena dalam lingkungan sekitar kita,
maka kita akan mulai mengembangkan pertanyaan tentang fenomena apa
yang sedang terjadi.
2. Pengamatan.
Pengamatan yaitu tahapan berikutnya setelah kita menemukan suatu
fenomena yang sedang terjadi, kita juga mengamati dan mencari informasi
lebih lanjut untuk mendapat kejelasan tentang penyebab fenomena tersebut
3. Mengkonstruksi jawaban.
Tahapan ini kita mulai menyusun jawaban – jawaban dari setiap pertanyaan
secara sistematis dan logis. Tahapan - tahapan inilah yang disebut menyusun
teori.
Menurut Little John (2005) penjelasan dalam teori berdasarkan prinsip
keperluan (The Principal of Necessity) terbagi menjadi tiga macam yaitu:
1. Causal Necessity (keperluan kausal), yaitu penjelasan yang menerangkan
hubungan sebab akibat.
2. Practical Necessity (keperluan praktis), yaitu penjelasn yang menunjukkan
kondisi hubungan tindakan-konsekuensi.
3. Logical Necessity (keperluan logis), yaitu x dan y secara konsisten akan
selalu menghasilkan x.
Karena teori adalah konstruksi ciptaan manusia secara individual, maka
sifatnya relatif, dalam arti tergantung pada cara pandang si pencipta teori, sifat
dan aspek yang diamati, serta kondisi-kondisi lain yang mengikat seperti waktu,
tempat, dan lingkungan sekitar diamana teori tersebut di buat.
Menurut Abraham Kaplan (1964) sifat dan tujuan teori bukan semata-mata
untuk menemukan fakta yang tersembunyi, tetapi juga suatu cara untuk melihat
fakta, mengorganisasikan serta merepresentasikan fakta tersebut. Dengan
demikian teori yang baik adalah teori yang sesuai dengan realitas kehidupan.
Apabila konsep dan pejelasan tidak sesuai dengan relaitas, maka teori demikian
dinamakan teori semu. Jadi teori yang baik harus memenuhu kedua unsur
tersebut:
1. Teori yang sesuai dengan reallitas kehidupan
2. Teori yang konseptualisasi dan penjelasannya didukung oleh fakta serta diterapkan kedalam kehidupan nyata.
Fungsi teori menurut Little John (dalam Jalaludin, 2000:6) ada sembilan: 1. Mengorganisasikan dan menyimpulkan pengetahuan tentang suatu hal.
2. Memfokuskan. Pada dasarnya teori hanya menjelaskan suatu hal bukan
3. Menjelaskan. Maksudnya teori harus mampu membuat suatu penjelasan
tentang hal yang diamati.
4. Pengamatan. Teori tidak saja menjelaskan tentang apa yang sebaiknya
diamati tetapi juga memberikan petunjuk bagaimana “cara” mengamatinya.
5. Prediksi atau perkiraan. Fungsi ini penting sekali bagi bidang-bidang kajian
ilmu komunikasi terapan seperti persuasi dan perubahan sikap, komunikasi
dalam organisasi, dinamika kelompok kecil, periklanan, public relations dan
media massa.
6. Heuristik. Fungsi ini harus mampu menstimuli penelitian selanjutnya, bila
konsep-konsepnya jelas dan memiliki penjelasan operasional sehingga dapat
dijadikan pegangan bagi penellitian-penelitian selanjutnya.
7. Komunikasi. Teori ini harus dipublikasikan, didiskusikan dan terbuka
terhadap kritik-kritik, sehingga penyempurnaan teori dapat dilakukan.
8. Normatif. Mampu mengontrol kehidupan manusia atau masyarakat, karena
teori ini sangat berpotensi berkembang menjadi norma-norma atau
nilai-nilai yang dipegang dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
9. Generatif. Mampu menjadi sarana perubahan sosial dan kultural serta
sarana untuk menciptakan pola dan cara kehidupan baru. Fungsi ini
terutama menonjol dikalangan pendukung teori kritis.
II.1.5. TIPOLOGI TEORI KOMUNIKASI
Untuk memahami konteks teori komunikasi dapat dilihat dari luas cakupan
orang yang terlibat dalam suatu gejala komunikasi. Berikut ini merupakan tipologi
atau pengelompokkan teori komunikasi, diantaranya:
1. Intrapersonal Communication
Teori tentang bagaimana seseorang individu mengubah pesan atau gejala
komunikasi atau peristiwa komunikasi dengan dirinya. Pada teori ini, model
komunikasi yang digunakan adalah model komunikasi yang dibuat oleh
Aristoteles. Dimana teori ini mencakup tiga hal, yakni unsur sumber, pesan dan
2. Interpersonal Communication
Komunikasi yang terjadi antara dua orang yang mengolah pesan atau
peristiwa komunikasi untuk meningkatkan atau menurunkan intensitas atau
kualitas hubungan, yang biasanya bersifat pribadi. Salah satu model yang
digunakan untuk menggambarkan proses komunikasi adalah model sirkular yang
dibuat oleh Osgood bersama Schramm. Model ini menggambarkan komunikasi
sebagai proses yang dinamis, dimana pesan ditrasmit melalui proses encoding dan
decoding. Encoding adalah translasi yang dilakukan oleh sumber atas sebuah
pesan, dan decoding adalah hubungan antar sumber dan penerima secara simultan
dan mempengaruhi satu sama lain. Kemudian interpreter pada model sirkular ini
bisa berfungsi ganda sebagai pengirim dan penerima pesan.
3. Groups Communication
Komunikasi yang terjadi dalam suatu kelompok kecil. Komunikasi kelompok
mengamati interaksi yang terjadi antar anggota kelompok. Biasanya melibatkan
lebih dari dua orang dan komunikasi dilakukan secara bergantian. Pada tipologi
teori komunikasi ini, digunakan model komunikasi partisipasi yang dibuat oleh D.
Lawrence Kincaid dan Everett M. Rogers. Model ini mngembangkan sebuah
model komunikasi berdasarkan prinsip pemusatan yang dikembangkan dari teori
informasi dan sibernetik. Dalam model komunikasi menjelaskan bahwa
komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih saling menukar
informasi untuk mencapai kebersamaan pengertian satu sama lainnya dalam
situasi dimana mereka berkomunikasi. Saling pengertian ini adalah kombinasi
estimasi seseorang dengan orang lain terhadap pesan.
4. Public Communication
Komunikasi ini dilakukan antara satu orang (nara sumber) kepada
sekelompok orang. Komunikasi dilakukan untuk suatu tujuan atau konteks
tertentu sesuai kepentingan kelompok orang tersebut. Pesan ditujukan kepada
sejumlah (atau sejumlah besar) orang. Khalayak terhimpun pada suatu tempat atau
5. Mass communication
Komunikasi massa ditujukan untuk menyampaikan informasi tertentu kepada
sejumlah besar orang. Adapun karakteristik komunikasi massa melibatkan
sejumlah besar khalayak, Khalayak tidak terhimpun, Khalayak heterogen,
Khalayak anonim (tidak saling mengenal), komunikasi dilakukan dengan
menggunakan media (media massa) seperti: televisi, surat kabar, radio film, musik
dll.
II.2 Komunikasi
II.2.1 Pengertian Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa Inggris communication dan berhubungan
dengan bahasa latin communis, communico, communicare yang kesemuanya itu
memiliki pengertian “membuat sama (to make common)”. Komunikasi
menyatakan bahwa suatu pikiran, makna, atau pesan dianut secara sama. Jadi
komunikasi dapat terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan
yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan (Onong
Effendy, 2000:9)
Istilah komunikasi semula merupakan fenomena sosial yang kemudian
menjadi ilmu yang secara akademik berdisiplin mandiri. Ilmu komunikasi
dianggap penting sehubungan dengan dampak dan manfaat yang dibutuhkan
masyarakat. Secara sederhana komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari
seorang komunikator (pengiriman pesan) kepada komunikan (penerima pesan)
dimana penyampaian pesan ini memerlukan media.
Menurut Carl I Hovland (dalam Dedy Mulyana, 2005:62) ilmu komunikasi
adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas – asas
penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Defenisi Hovland
di atas menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan
saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum
(public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial
defenisinya secara khusus mengenai pengertian komunikasinya sendiri, Hovland
mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah prilaku orang lain
(communication is the process to modify the behavior of other individuals).
Sedangkan menurut Gray Croonnkhite (dalam Ruslan, 2003: 86) untuk
memahami proses komunikasi ini, ada empat pendekatan untuk membagi tahapan
komunikasi yaitu:
1. Komunikasi merupakan suatu proses
2. Komunikasi adalah suatu pertukaran
3. Komunikasi merupakan interaksi yang bersifat multidimensi, yaitu
berkaitan dengan karakter komunikator, pesan yang disampaikan, media
yang akan dipergunakan, komunikan yang menjadi sasaran komunikasi, dan
dampak yang akan ditimbulkan.
4. Komunikasi merupakan interaksi yang mempunyai tujuan – tujuan atau
maksud ganda.
Komunikasi apabila diaplikasikan dengan benar akan mampu mencegah dan
memperbaiki hubungan sekaligus menciptakan suasana ynag menyenangkan dan
menciptakan hubungan yang harmonis baik antarpribadi, antar kelompok, dan
antar bangsa dan sebagainya. Selanjutnya komunikasi juga berkaitan dengan
komunitas (community) atau perkumpulan yang juga menekankan pada
kebersamaan dan kesamaan. Dimana dalam sebuah komunitas tertentu tentu
terbangun karena adanya kesamaa, baik itu kesamaan pendapat, agama, bangsa,
ataupun tujuan. Dan mereka dapat terus-menerus berjalan bersama karena adanya
komunikasi di antara mereka.
II.2.2. Komponen Komunikasi
Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa
berlangsung baik. Menurut Laswell komponen-komponen komunikasi adalah:
1. Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan
kepada pihak lain.
2. Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu
3. Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada
komunikan. dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat
berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara.
4. Penerima atau komunikan (receiver) adalah pihak yang menerima pesan
dari pihak lain
5. Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi
pesan yang disampaikannya.
6. Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana
komunikasi itu akan dijalankan ("Protokol")
II.2.3. Proses Komunikasi
Secara ringkas, proses berlangsungnya komunikasi bisa digambarkan seperti
berikut:
1. Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan
orang lain mengirimkan suatu pesan kepada orang yang dimaksud. Pesan
yang disampaikan itu bisa berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun
lewat simbol-simbol yang bisa dimengerti kedua pihak.
2. Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media atau
saluran baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya berbicara
langsung melalui telepon, surat, e-mail, atau media lainnya. Media
(channel) alat yang menjadi penyampai pesan dari komunikator ke
komunikan.
1. Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan
menerjemahkan isi pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang
dimengerti oleh komunikan itu sendiri.
2. Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan
atas pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami
II.2.4. Tujuan Komunikasi
Menurut Carl I. Hovland ilmu komunikasi didefinisikan sebagai upaya yang
sistematis untuk merumuskan secara tegas asas – asas penyampaian informasi
serta pembentukan pendapat sikap. Adapun tujuan komunikasi adalah:
1. Perubahan Sikap (Attitude Change)
Seorang komunikan setelah menerima pesan kemudian sikapnya berubah,
baik positif maupun negatif. Dalam berbagai situasi kita berusaha
mempengaruhi sikap orang lain dan berusaha agar orang lain bersikap
positif sesuai dengan keinginan kita.
2. Perubahan Pendapat (Opinion Change)
Dalam komunikasi berusaha menciptakan pemahaman. Pemahaman ialah
kemampuan memahami pesan secara cermat sebagaimana dimaksudkan
oleh komunikator. Setelah memahami apa yang dimaksudkan komunikator
maka akan tercipta pendapat yang berbeda – beda bagi komunikan.
3. Perubahan Prilaku (Behavior Change)
Komunikasi bertujuan untuk mengubah perilaku maupun tindakan
seseorang
4. Perubahan Sosial (Sosial Change)
Membangun dan memelihara ikatan hubungan dengan orang lain sehingga
menjadi hubungan yang makin baik. Dalam proses komunikasi yang efektif
secara tidak sengaja meningkatkan kadar hubungan antarpribadi.
II.2.5. Fungsi Komunikasi
Proses komunikasi tidak terlepas dari bentuk dan fungsi komunikasi, dimana
komunikasi yang baik, tidak jauh dari fungsi yang mendukung keefektifan
komunikasi. Adapun fungsi komunikasi itu sendiri menurut Effendy (2003:55)
adalah sebagai berikut:
1. Menginformasikan (to inform)
Kegiatan komunikasi itu memberikan penjelasan, penerangan, mengenai
komunikan. Informasi yang akurat diperkukan oleh beberapa bagian
masyrakat untuk bahan dalam pembuatan keputusan.
2. Mendidik (to educate)
Penyebaran informasi tersebut sifatnya memberi pendidikan atau
penganjuran suatu pengetahuan, memperluakan kreativitas untuk membuka
wawasan dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara luas, baik
untuk pendidikan formal di sekolah maupun di luar sekolah.
3. Menghibur (to entertaint)
Menyebarkan informasi yang disajikan kepada komunikan untuk
memberikan hiburan. Menyampaikan informasi dalam lagu, lirik, dan bunyi,
maupun gambar dan bahasa, membawa setiap orang pada situasi menikmati
hiburan.
4. Mempengaruhi (to influence)
Komunikasi sebagai sarana untuk mempengaruhi khalayak untuk sumber
motivasi, mendorong dan mengikuti kemajuan orang lain melalui apa yang
dilihat, dibaca dan didengar. Serta memperkenalkan nilai – nilai baru untuk
mengubah sikap dan perilaku kearah yang baik dan modernisasi.
Dalam keseluruhan komunikasi akan memberikan manfaat yang mendalam
jika komunikasi berlangsung dengan baik. Dapat memberikan keuntungan dan
mampu mencapai tujuan yang baik, dan komunikasi menjadi lebih efektif.
Pentingnya komunikasi untuk membina hubungan yang baik, bahwa kebutuhan
utama manusia yang sehat secara rohaniah adalah kebutuhan akan hubungan
sosial yang ramah, yang hanya bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang
baik dengan orang lain.
II.3 Komunikasi Kelompok Kecil
II.3.1. Pengertian Komunikasi Kelompok Kecil
Kelompok kecil seperti kelompok diskusi atau belajar merupakan kelompok
yang belum terorganisir misalnya, tiga atau empat orang berdiskusi atau, sepuluh
orang yang mengadakan rapat juga merupakan kelompok kecil tetapi bukan
berbicara, berpakaian, bekerja dan juga mempengaruhi emosi seseorang suka dan
duka. Komunikasi kelompok telah digunakan untuk saling bertukar informasi,
menambah pengetahuan, memperteguh atau mengubah sikap dan perilaku,
mengembangkan kesehatan jiwa, dan meningkatkan kesadaran (Jalaludin, 2010).
Komunikasi kelompok kecil merupakan salah satu tipe komunikasi
antarpribadi, dimana beberapa orang terlibat dalam suatu pembicaraan,
percakapan, diskusi dan musyawarah dan sebagainya. Istilah “kelompok kecil”
memiliki tiga makna: (1) jumlah anggota kelompok terdiri dari beberapa orang,
(2) antar kelompok itu saling mengenal dengan baik dan (3) pesan yang
dikomunikasikan bersifat unik, khusus dan terbatas bagi anggota sehingga tidak
sembarangan orang bergabung dalam kelompok itu (Suranto AW, 2011).
Sedangkan Jalalludin Rahmat (2010:141) menyatakan kelompok mempunyai dua
tanda psikologi yaitu: (1) anggota – anggota kelompok merasa terikat dengan
kelompok (2) nasib anggota –anggota kelompok saling bergantungan sehingga
hasil setiap orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil yang lain. Kelompok
kecil terdiri atas beberapa orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan
bersama. Anggota-anggota kelompok bekerjasama untuk mencapai dua tujuan
yaitu: melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggota-anggotanya.
Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok – disebut prestasi (performance).
Tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfaction). Jadi, bila kelompok
dimaksudkan untuk saling berbagi informasi, misalnya kelompok belajar, maka
keefektifannya dapat dilihat dari berapa banyak informasi yang diperoleh anggota
kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam
kegiatan kelompok (Jalaludin, 2010).
Dan B. Curtis, James J.Floyd, dan Jerril L. Winsor (2005) menjabarkan
sifat-sifat komunikasi kelompok sebagai berikut:
1. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka.
2. Kelompok memiliki sedikit partisipan
3. Kelompok bekerja di bawah arahan seseorang pemimpin (guru)
4. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama
II.3.2. Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya.
Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan
sosiologi. Secara umum dapat terbagi tiga klasifikasi kelompok.
1. Kelompok Primer dan Sekunder
Charles Horton Cooley (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) mengatakan
bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya
berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja
sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang
anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh
hati kita. Berdasarkan karakteristik komunikasinya, kelompok dibagi
sebagai berikut:
a. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana private saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
b. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.
c. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya.
d. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.
e. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.
2. Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan.
Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan
(membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok
keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara
administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok
rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard)
3. Kelompok Deskriptif dan Kelompok Preskriptif
John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi
dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi
kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah.
Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif
dibedakan menjadi tiga: a. kelompok tugas; b. kelompok pertemuan; dan c.
kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah,
misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik.
Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka
sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih
banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh
kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama
menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok preskriptif,
mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok
dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan
enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium,
diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.
II.3.3. Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi 1. Konformitas
Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma)
kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang real atau dibayangkan.
Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu,
ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang
sama. Sebagai contoh: kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua
kelompok,aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok.
Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan anda
secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota
kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya
2. Fasilitasi sosial.
Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran
atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok
mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Dijelaskan bahwa
kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada
perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya
didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan
mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon
dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu
adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu
adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah,
respon yang dominan adalah respon yang benar, karena itu peneliti-peneliti
melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.
3. Polarisasi.
Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum
diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan
tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan
itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak
menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih
keras.
II.3.4. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok `Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a.
melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggota-anggotanya.
Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi
(performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation).
Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya
kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak
informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat
memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok. Jalaluddin Rakhmat
(2004) meyakini bahwa faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada
1. Faktor situasional karakteristik kelompok:
a. Ukuran kelompok.
Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja
kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh
kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas
koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing anggota
bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas
interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara
teroganisasi untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau
penilaian tunggal. Pada kelompok tugas koatif, jumlah anggota
berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak
anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misal satu
orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10
jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut
dalam satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi,
keluaran secara keseluruhan akan berkurang.
Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan
ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok
memerlukan kegiatan konvergen (mencapai suatu pemecahan yang
benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama
bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber,
keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan
kegiatan yang divergen (seperti menghasilkan gagasan berbagai
gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih
besar. Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam
Rakmat, 2004) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok
makin berkurang kepuasan anggota-anggotanya. Slater menyarankan
lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan
manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap
kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu
b. Jaringan komunikasi.
Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah
sebagai berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam
hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk
kelompok tercepat dan terorganisir.
c. Kohesi kelompok.
Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong
anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan
mencegahnya meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari (dalam
Jalaluddin Rakmat, 2004) menyarankam bahwa kohesi diukur dari
beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara
antarpribadi pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan
dan fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok
sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal. Kohesi
kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok,
makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota
kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan
terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan
lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para
anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin
mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin
mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan
makin tidak toleran pada anggota yang devian.
d. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif
mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok.
Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan kefektifan
komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya kepemimpinan yang klasik
dilakukan oleh White danLippit (1960). Mereka mengklasifikasikan
tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez faire.
Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan
demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu
anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua
kebijakan. Kepemimpinan laissez faire memberikan kebebasan
penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan
partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal.
2. Faktor personal karakteristik kelompok:
a. Kebutuhan antarpribadi
William C. Schultz (1966) merumuskan Teori FIRO (Fundamental
Antarpribadi Relations Orientatation), menurutnya orang menjadi
anggota kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan intepersonal
sebagai berikut:
Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion).
Ingin mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis (control).
Ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain.
b. Tindak komunikasi
Mana kala kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi.
Setiap anggota berusaha menyampaikan atau menerima informasi
(secara verbal maupun nonverbal).
c. Peranan
Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota
kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok,
memelihara suasana emosional yang lebih baik, atau hanya
menampilkan kepentingan individu saja (yang tidak jarang
menghambat kemajuan kelompok). Beal, Bohlen, dan audabaugh
(dalam Rakhmat, 2004: 171) meyakini peranan-peranan
anggota-anggota kelompok terkategorikan sebagai berikut:
Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan
berhubungan dengan upaya memudahkan dan mengkoordinasi
kegiatan yang menunjang tercapainya tujuan kelompok.
Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok
berkenaan dengan usaha-usaha untuk memelihara emosional
anggota-anggota kelompok.
Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota
kelompokuntuk memuaskan kebutuhan individual yang tidak
relevan dengantugas kelompok.
II.4 Groupthink
Teori groupthink dikembangkan oleh Irvin L. Janis dan teman-temannya
yang diangkat dari sebuah pengujian secara mendetil mengenai efektifitas
pengambilan keputusan dalam kelompok. Irving Janis dalam bukunya Victims of
Groupthink (1972) mejelaskan apa yang terjadi di kelompok kecil dimana anggota
– anggotanya memiliki hubungan baik satu sama lain. Janis menggunakan istilah
groupthink untuk menunjukkan suatu mode berpikir sekelompok orang yang
sifatnya kohesif (terpadu) ketika usaha-usaha keras yang dilakukan
anggota-anggota kelompok untuk mencapai kata mufakat telah mengesampingkan
motivasinya untuk menilai alternatif-alternatif tindakan secara realistis.
Groupthink didefenisikan sebagai suatu cara pertimbangan yang digunakan
kelompok ketika keinginan mereka akan kesepakatan melampaui motivasi mereka
untuk menilai rencana tindakan yang ada. Kesepakatan antar anggota kelompok
atau kesepakatan kelompok dalam keinginan mereka akan kekompakan dan
kesepakatan serta mencapai sebuah tujuan atau keputusan lebih besar motivasinya
dibandingkan menilai akan kebenaran keputusan tersebut terhadap moral dan etis
II.4.1. Asumsi – Asumsi dalam Groupthink
Groupthink merupakan teori yang siasumsikan dengan komunikasi
kelompok kecil. Dalam hal ini Irving Janis (1972) memfokuskan penelitiannya
pada Problem-Solving Group dan Task-Oriented Group, yang mempunyai tujuan
utamanya yaitu untuk mengambil keputusan dan memberikan rekomendasi
kebijakan akan solusi-solusi yang ada. Berikut merupakan tiga asumsi penting
dalam teori groupthink (dalam West & Turner, 2008:276) :
1. Terdapat kondisi-kondisi di dalam kelompok yang mempromosikan kohesivitas tinggi.
2. Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang terpadu.
3. Kelompok dan pengambilan keputusan oleh kelompok seringkali bersifat kompleks.
Asumsi pertama dari groupthink berhubungan dengan karakteristik
kehidupan kelompok yaitu kohensivitas. Kohensivitas merupakan rasa
kebersamaan dari suatu kelompok. Ernest Boornmann (dalam West dan Turner,
2008:276) mengamati bahwa anggota kelompok sering kali memiliki perasaan
yang sama atau investasi emosional dan sebagai akibatnya mereka cenderung
untuk mempertahankan identitas kelompok.
Asumsi kedua berkaitan dengan proses pemecahan masalah dalam kelompok
kecil hal ini biasanya merupakan kegiatan yang menyatu. Dennis Gouran (dalam
West & Turner, 2008: 277) mengamati bahwa kelompok-kelompok rentan
terhadap batas afiliatif yang berarti bahwa anggota kelompok lebih memilih untuk
menahan masukan mereka daripada mengalami resiko ditolak. Sifat sementara
asusmsi ketiga menggaris bawahi sifat dasar dari kebanyakan kelompok dalam
pengambilan keputusan dan kelompok yang berorientasi pada tugas-tugas dimana
orang biasanya tergabung bersifat kompleks.
Asumsi ini melihat pada kompleksitas dari kelompok kecil dan kemudian
pada keputusan yang muncul dari kelompok.
Secara teori, kesemuanya itu disebabkan kurangnya pemikiran kritis dalam
kelompok yang kohesif dan kepercayaan diri yang berlebih dari kelompok. Hal ini
(illusion of invulnerability) dimana menciptakan sebuah udara optimisme yang
tidak semestinya. Yang kedua adalah kelompok menciptakan usaha kolektif untuk
merasionalisasikan serangkaian tindakan yang telah ditetapkan. Ketiga adalah
kelompok menjaga sebuah kepercayaan yang tidak terpatahkan dalam moralitas
yang inherent, melihat dirinya sendiri yang termotivasi dan bekerja untuk hasil
yang terbaik. Gejala yang keempat adalah pemimpin yang berasal dari luar
kelompok di-stereotype-kan sebagai jahat, lemah, dan bodoh. Kelima adalah
tekanan langsung mendesak anggota untuk tidak mengungkapkan pendapat yang
berlawanan. Perselisihan akan cepat padam yang akan membawa pada gejala ke
enam yaitu sensor diri (self cencorship) dari pertentangan, dimana anggota enggan
menyampaikan pendapat yang berlawanan dan menekan mereka untuk mengambil
posisi yang sama. Gejala yang ketujuh adalah adanya ilusi kesepakatan (ilusi
unanimity) bersama dalam kelompok. Jika keputusan telah diambil maka muncul
pemikiran waspada (mind guards) untuk melindungi kelompok dan pemimpin
dari opini yang berlawanan dan informasi yang tidak diinginkan. Janis (dalam
blog
1. Mendorong semua anggota kelompok untuk mengevaluasi secara kritis dalam setiap kegiatan pengambilan keputusan.
mengusulkan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kritis
groupthink, yakni:
2. Pemimpin kelompok tidak menyatakan pendapatnya dimuka umum pada awal kegiatan sebelum pengambilan keputusan.
3. Menyusun pembuatan kebijakan kelompok yang independent dan bebas dari pengaruh dominasi segelintir individu.
4. Membagi dalam kelompok kecil
5. Berdiskusi dengan kelompok lain untuk mengumpulkan pendapat atau mendapatkan alternatif pemecahan masalah
6. Mengundang pihak lain (akademisi, peniliti atau konsultan) untuk mendapatkan ide-ide baru
7. Menghargai individu yang memiliki ide berbeda dengan anggota kelompok pada umumnya
8. Lebih peka terhadap lingkungan kelompok secara internal dan eksternal 9. Selalu mengevaluasi dan mengkaji kembali kebijakan yang akan dibuat,
II.5 Komunikasi Antarpribadi
II.5.1. Pengertian Komunikasi Antarpribadi
Selama manusia hidup akan selalu berusaha memenuhi kebutuhannya,
dengan komunikasi sebagai dasar dalam kegiatan tersebut. Dalam pergaulannya
manusia melakukan interaksi kepada orang – orang sekitarnya demi memenuhi
kebutuhan ataupun kepentingannya pribadi maupun kelompok. Sebagain besar
aktifitas yang dilakukakn untuk berkomunikisi dan berinteraksi berlangsung
dalam situasi komunikasi antarpribadi (interpersonal). Situasi komunikasi
antarpribadi ini dapat kita temui dalam konteks dua orang, keluarga, kelompok
ataupun organisasi. Melalui komunikasi antarpribadi kita dapat mengenal diri kita
sendiri dan orang lain, mengetahui dan belajar tentang sekitar kita dan dunia luar.
Melalui komunikasi antarpribadi kita bisa menjalin hubungan yang lebih
bermakna dan melepaskan ketegangan. Melalui komunikasi antarpribadi kita juga
bisa mengubah nilai-nilai dan sikap hidup seseorang. Kesimpulannnya,
komunikasi antarpribadi dapat mempunyai berbagai macam kegunaan.
Trenholm dan Jansen mendefenisikan komunikasi antarpribadi sebagai
komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka (komunikasi
diadik). Sifat komunikasi ini adalah: (a) spontan dan informal; (b) saling
menerima feedback secara maksimal; (c) partisipan berperan secara fleksibel. Hal
senada juga dikemukan Deddy Mulyana (2008:85) bahwa komunikasi
antarpribadi atau komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang
secara tatap muka, baik secara verbal maupun nonverbal.
Menurut Joseph De Vito (1976) komunikasi antarpribadi merupakan
pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau juga
sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. Dari inti
ungkapan itu De Vito berpendapat bahwa komunikasi antarpribadi sebenarnya
merupakan suatu proses sosial (Liliweri, 1991:12).
Sedangkan menurut Willian C. Schultz (1958) orang memasuki kelompok
karena didorong oleh tiga kebutuhan antarpribadi:
1. Inclusion (ingin masuk menjadi bagian kelompok)
3. Effection (ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok
yang lain.
II.5.2. Bentuk Hubungan dalam Komunikasi Antarpribadi
Menurut LaFollette (1996) hubungan – hubungan kita berbeda mengenai
intensitasny dari yang tidak bersifat pribadi (impersonal) ke yang bersifat pribadi
(personal). Hubungan yang tidak bersifat pribadi ialah dimana seseorang
berhubungan dengan orang lain semata – mata karena orang itu dapat mengisi
peran atau memenuhi kebutuhan segera. Dalam keadaan ini tidak satu pihak pun
peduli siapa yang memegang peran atau memenuhi kebutuhan selama segala
sesuatu berjalan baik. Sedangkan hubungan bersifat pribadi ialah dimana
seseorang mengungkapkan informasi terhadap satu sama lain dan berusaha untuk
memenuhi kebutuhan pribadi satu sama lain. (Muhammad Budyatna dan Leila
Mona, 2011: 36). Kita juga dapat menggolongkan orang dengan siapa kita
berhubungan sebagai kenalan, teman, dan sahabat kental atau teman akrab
(Verderber et al, 2007)
1. Kenalan
Kenalan adalah orang yang kita kenal melalui namanya dan berbicara bila
ada kesempatan, tetapi interaksi kita dengan mereka terbatas. Banyak
hubungan dengan kenalan tumbuh atau berkembang pada konteks khusus.
Misalnya, tetangga di dekat rumah kita bila bertemu saling memberi hormat
atau mengangguk tetapi tidak ada usaha untuk menyampaikan gagasan –
gagasan pribadi atau untuk saling berkunjung
2. Teman
Karena perjalanan waktu beberapa kenalan kita bisa menjadi teman kita.
Teman adalah mereka dengan siapa kita telah mengasakan hubungan yang
lebih pribadi secara sukarela (Muhammad Budyatna dan Leila Mona,
2011:37). Agar persahabatan berkembang dan berkesinambungan, beberapa
prilaku kunci harus. Samter (2003), menjelaskan lima kompetensi penting
perlu untuk hubungan persahabatan:
a. Inisiasi (initiation). Dimana seseorang harus berhubungan atau
dan menyenangkan. Sebuah persahabatan tidak akan terjalin antara dua
orang yang jarang berinteraksi atau interaksinya tidak memuaskan
b. Sifat mau mendengarkan (responsiveness). Masing – masing harus
mendengarkan kepada yang lain, fokus kepada mitranya, dan
merespons pembicaraan mitranya. Adalah sulit untuk menjalin
persahabatan kepada orang yang hanya fokus pada dirinya sendiri atau
masalahnya sendiri.
c. Pengungkapa diri (self-disclosure). Kedua belah pihak mampu
mengungkapkan perasaan pribadinya terhadap satu sama lain.
Persahabatan tidak akan terjalin jika masing – masing hanya
mendiskusikan hal – hal yang abstrak saja atau membicarakan masalah
– masalah yang dangkal sifatnya.
d. Dukungan emosional (emotional support). Orang berharap
mendapatkan kenyamanan dan dukungan dari temannya. Kita berharap
mendapatkan teman dengan sifat – sifat seperti ini.
e. Pengolaan Konflik (conflict management). Suatu hal yang tak
terelakkan bahwa teman – teman akan tidak setuju mengenai gagasan
atau prilaku kita. Persahabatan bergantung pada keberhasilan
menangani hal – hal yang tidak disetujui ini. Pada kenyataannya,
dengan mengelola konflik secara kompeten, maka orang dapat
mempererat persahabatannya.
3. Sahabat Kental atau Teman Akrab
Sahabat kental atau teman akrab adalah mereka yang jumlahnya sedikit
dengan siapa seseorang secara bersama – sama mempunyai komitmen
tingkat tinggi, saling ketergantungan, kepercayaan, pengungkapan,
kesenangan di dalam persahabatan. Walaupun hubungan dengan kenalan
dapat menyenangkan, kebanyakan orang mengalami kesenangan dan
Ciri-ciri komunikasi antarpribadi yang berkualitas menurut Devito dalam
komunikasi antar manusia (1997:259) ialah:
1. Keterbukaan (openness)
Kedua belah pihak baik komunikator maupun komunikan saling
mengungkapkan ide, gagasan, secara terbuka tanpa rasa takut atau malu.
Keduanya saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing.
2. Positif (positiveness)
Apabila pembicaraan antara komunikator dan komunikan mendapat
tanggapan positif dari keduanya, maka percakapan selanjutnya akan lebih
mudah dan lancar. Rasa positif menjadikan orang-orang yang
berkomunikasi tidak berprasangka curiga yang dapat mengganggu
komunikasi.
3. Kesamaan (Equality)
Adanya kesamaan baik dalam hal pandangan, sikap, usia, dan lain-lain
mengakibatkan suatu komunikasi akan lebih akrab dan jalinan antar
pribadi pun akan lebih kuat.
4. Empati (Empathy)
Komunikator dan komunikan merasakan situasi dan kondisi yang dialami
mereka tanpa berpura-pura. Dan keduanya menanggapi apa-apa yang
dikomunikasikan dengan penuh perhatian. Empati menurut Rogers dan
Bhownik, ada kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya
kepada peranan orang lain. Apabila komunikator atau komunikan atau
kedua-duanya (dalam situasi heteophily) mempunyai kemampuan untuk
melakukan empati satu sama lain. Kemungkinan besar akan terdapat
komunikasi yang efektif.
5. Dukungan (Supportiviness)
Baik komunikator maupun komunikan saling memberikan dukungan
begitu keinginan yang ada dimotivasi untuk mencapainya. Dukungan
menjadikan orang lebih semangat untuk melaksanakan aktivitas dan
meraih tujuan yang diharapkan.
II.5.3. Proses Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi Antar Pribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan
antara dua orang, atau diantara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa
efek dan beberapa umpan balik seketika. Apabila kita perhatikan batasan
Komunikasi Antar Pribadi dari Devito, maka kita dapat melihat elemen-elemen
apa saja yang terkandung di dalamnya. Dengan menguraikan elemen-elemen yang
ada itu, dapatlah diuraikan proses-proses Komunikasi Antar Pribadi, yaitu:
1. Adanya Pesan
Yang dimaksud dengan pesan adalah semua bentuk komunikasi baik verbal maupun non verbal. Bentuk pesan dapat bersifat:
a. Informatif: Memberi keterangan dan komunikan membuat persepsi sendiri.
b. Persuasif: Bujukan untuk membangkitkan pengertian, kesadaran, sehingga terjadi perubahan pada perdapat atau sikap.
c. Koersif: Memaksa dengan ancaman sanksi, biasanya berbentuk perintah.
2. Adanya Orang-Orang atau Sekelompok Kecil Orang-Orang
Yang dimaksud disini adalah bahwa apabila seseorang berkomunikasi, paling sedikit akan melibatkan dua orang, tapi mungkin juga akan melibatkan sekelompok kecil orang.
3. Adanya Penerimaan Pesan (komunikan)
4. Adanya Efek
Dalam suatu komunikasi tentu akan terjadi beberapa efek. Efek mungkin berupa suatu persetujuan mutlak atau ketidak setujuan mutlak, atau mungkin berupa pengertian mutlak atau ketidak-mengertian mutlak pula. Dengan demikian sipenerima tentu akan terpengaruh pula oleh pengiriman pesan oleh komunikator.
5. Adanya Umpan Balik
Yang dimaksud dengan umpan balik adalah pesan yang dikirim kembali oleh si penerima, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Apabila komunikasi itu tatap muka, maka umpan balik bisa berupa kata-kata, kalimat, gerakan mata, senyum, anggukan kepala atau gelengan kepala. Konsep umpan balik ini dalam proses Komunikasi Antar Pribadi amat penting, karena dengan terjadinya umpan balik, komunikator mengetahui apakah komunikasinya berhasil atau gagal, dengan kata lain apakah umpan baliknya itu positif atau negatif.
Kelima hal diatas saling berhubungan dan bila salah satu diantaranya
terlupakan, maka dapat mengakibatkan komunikasi berjalan lambat. Dengan
begitu, tujuan pesan terhambat atau bahkan dapat mengakibatkan tidak
tercapainya sasaran seperti yang diharapkan komunikator.
Jalaludin Rahmat (2010) dalam buku Psikologi Komunikasi meyakini bahwa
komunikasi antarpribadi dipengaruhi oleh persepsi antarpribadi, konsep diri,
atraksi antarpribadi dan hubungan antarpribadi. Komunikasi antarpribadi yang
effektif yang terjalin diantara anggota kelompok akan membantu menghantarkan
proses belajar yang lebih hidup dan menarik. Satu anggota yang ingin mentransfer
pengetahuan, ide atau gagasannya kepada teman sekelompoknya dapat ditentukan
dengan bagaimana dia berkomunikasi dengan teman-teman kelompoknya.
Demikian juga sebaliknya yang terjadi terhadap guru dan anak didiknya.
II.6 Teori AIDDA
Onong Uchajana Effendi (2003: 304) mengatakan bahwa pendekatan yang
disebut A-A Procedure atau From Attention to Action Procedure, merupakan
sebuah penyederhanaan dari proses yang disingkat AIDDA. Konsep ini
menjelaskan mengenai suatu proses psikologi yang terjadi pada khalayak dalam
menerima pesan komunikasi. Adapun singkatan AIDDA yaitu:
I Interest (Minat)
D Desire (Hasrat atau Keinginan)
D Decision (Keputusan)
A Action (Tindakan)
Konsep AIDDA sering dipadankan dengan rumusan think fell do, yaitu tahap “tahu” ke tahap “merasakan” dan akhirnya ke tahap “melakukan”. Tahapan
proses ini dapat dilihat terhadap proses dimana seorang anak yang mulai tertarik
pada suatu kelompok. Ketika seseorang mulai memberi perhatian cukup besar
kepada suatu kelompok maka timbul keinginan untuk mencari tahu apa dan
bagaimana kelompok tersebut, yang pada akhirnya terjadi tahapan pengambilan
keputusan dan tindakan untuk bergabung dalam kelompok tersebut. Ketertarikan
akan semakin kuat ketika anak tersebut menjalin komunikasi dan berinteraksi di
dalam kelompok itu.
Konsep AIDDA ini juga merupakan suatu proses psikolog pada diri komunikan.
Komunikasi persuasif didahului dengan upaya membangkitkan perhatian. Upaya ini
tidak hanya dilakukan dalam gaya bicara dengan kata-kata yang merangsang tetapi
juga dalam penampilan (appearance) ketika menghadapi komunikan, tentu saja
dalam hal ini perhatian anak – anak yang tergabung dalam kelompok belajar.
Membangkitkan perhatian tersebut bisa saja dengan mimik wajah, gerakan tubuh atau
hal lainnya yang dapat menarik perhatian anak - anak. Apabila perhatian sudah
berhasil dibangkitkan maka menyusul upaya membangkitkan minat dalam belajar.
Berhasil atau tidaknya menarik perhatian tersebut sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor:
1. Kemampuan komunikator dalam menguasai pesan 2. Mampu berempati
3. Komunikator adalah orang yang ahli dibidangnya
Apabila ditinjau dari segi psikologisnya maka komponen perubahan yang terjadi
pada model AIDDA juga bisa ditinjau dari komponen perubahan sikap yang terjadi
pada diri manusia akibat terpaan pesan (Rakhmat, 2002) yaitu:
1. Cognitive : Pesan yang disampaikan ditujukan pada pikiran komunikan. Hal ini
dilakukan agar komunikan tahu dan paham akan pesan yang disampaikan. Hal
2. Affektive : Pada tahap ini tujuan komunikator tidak hanya supaya komunikan tergerak hatinya sehingga timbul perasaan tertentu seperti minat yang muncul
akibat adanya perhatian.
3. Behavioral : Dampak yang timbul adalah berupa tindakan atau kegiatan. Hal ini sudah mulai bisa dilihat pada proses pengambilan keputusan.
II.7 Minat Belajar
II.7.1. Pengertian Minat Belajar
Kata minat mengandung pengertian yaitu kecendrungan jiwa yang tetap
untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas atau kegiatan (Nasution,
1995: 23). Artinya bahwa seseorang yang berminat terhadap suatu aktvitas dan
memperhatikan itu secara konsisten dengan rasa senang. Dalam Kamus Besar
Indonesia (KBBI) (2007: 744), minat adalah kecendrungan hati yang tinggi
terhadap sesuatu.
Minat belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi dalam diri yang
disebabkan dalam diri seseorang melalui perubahan tingkah laku. Minat belajar
dapat diingatkan melalui latihan konsentrasi. Konsentrasi merupakan aktivitas
jiwa untuk memperhatikan suatu objek secara mendalam. Dapat dikatakan bahwa
konsentrasi itu muncul jika seseorang yang menaruh minat pada suatu objek.
Demikian pula sebaliknya merupakan kondisi psikologi yang sangat dibutuhkan
dalam proses belajar mengajar di sekolah. Kondisi tersebut amat penting sehingga
konsentrasi yang baik akan melahirkan sikap.
Guna memperoleh prestasi, selain kecerdasaan dan perhatian juga terdapat
minat. pemusatan perhatian yang tinggi pada objek yang sedang dipelajari. Minat
besar pengaruhnya terhadap hasil belajar, siswa yang berminat terhadap pelajaran
yang disenangi akan mempelajari dengan sungguh-sungguh seperti rajin belajar,
merasa senang mengikuti penyajian pelajaran dan bahkan dapat menemukan
kesulitan-kesulitan dalam belajar. Apabila segala kegiatan dilakukan tanpa minat,
maka kurang efektif dan efisien. Minat seperti yang dipahami dan dipakai orang
selama ini dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas pencapaian hasil belajr
II.7.2. Unsur – Unsur Minat
Adapun unsur – unsur minat (dalam
adalah sebagai berikut:
1. Perhatian
Perhatian sangat penting dalam mengikuti kegiatan dengan baik, dan
hal ini akan berpengaruh pula terhadap minat belajar anak (siswa). Menurut
Gazali (dalam Slameto, 2010: 56) perhatian adalah keaktifan jiwa yang
dipertinggi. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa perhatian merupkan
kegiatan yang dilakukan seseorang dengan pemilihan rangsangan yang
datang dari lingkungannya (Slameto, 2010: 105) Ada beberapa prinsip
penting yang berkaitan dengan perhatian:
a. Perhatian seseorang tertuju pada hal yang baru, hal –hal yang berlawanan dengan pengalaman yang baru saja diperoleh dan pengalaman yang didapat selama hidupnya.
b. Perhatian seseorang tertuju dan tetap berada dan diarahkan pada hal – hal yang dianggap rumit, selama kerumitan tersebut tidak melampaui batas kemampuan orang tersebut
c. Orang mengarahkan perhatiaannya pasa hal yang dikehendakinya, yaitu hal – hal yang sesuai dengan minat, pengalaman, dan kebutuhannya (Slameto, 2010: 106)
2. Perasan
Setiap kegiatan dan pengalaman yang dilakukan akan selalu diliputi
oleh perasaan, baik perasaan senang maupun perasaan tidak senang. Pada
umumnya perasaan bersangkutan dengan fungsi mengenal, maksudnya
bahwa perasaan dapat timbul karena mengamati, menganggap, mengingat –
ingat atau memikirkan sesuatu. Yang dimaksud dengan perasaan di sini
adalah perasaan tertarik, suka/senang, bangga dan puas. Perasaan
merupakan aktivitas psikis yang didalamnya subjek menghayati nilai – nilai
dari suatu objek (Winkell, 1983: 30)
3. Motivasi
Menurut Mohibin Syah (2003: 151) motivasi adalah keadaan internal
organism baik manusia atau hewan yang mendorongnya berbuat sesuatu.
Motivasi merupakan dasar penggerak yang mendorong aktivitas belajar
aladalah alat motivasi dalam belajar. Motivasi terdiri dari 3 (tiga) komponen
yaitu:
a. Dorongan kognitif adalah kebutuhan untuk mengetahui, untuk mengerti, dan untuk memecahkan masalah.
b. Harga diri adalah ketekunan melaksanakan tugas – tugas bukan hanya karena untuk memperoleh pengetahuan atau kecakapan, melainkan untuk memperoleh status dari orang lain.
c. Kebutuhan berafiliasi yaitu suatu usaha yang dilakukan untuk memperoleh pembenaran atau penerimaan dari teman – teman atau orang lain yang memberi status kepadanya (Slameto, 2010: 26)
Apeace dalam blognya
mengartikan penting minat dalam kaitannya dengan pelaksanaan studi adalah
sebagai berikut:
1. Minat melahirkan perhatian yang serta merta. 2. Minat memudahkan terciptanya konsentrasi.
3. Minat mencegah gangguan dari luar.
4. Minat memperkuat melekatnya bahan pelajaran dalam ingatan.
5. Minat memperkecil
6. kebosanan belajar diri sendiri
II.7.3. Pendidikan Sebagai Proses Komunikasi
Komunikasi dan pendidikan merupakan unsur terpenting karena komunikasi
menentukan keberhasilan pendidikan. Orang sering berkata tinggi rendahnya
suatu pencapaian unsur pendidikan dipengaruhi oleh faktor komunikasi khususnya
komunikasi pendidikan dan pencapaian komunikasi pendidikan dirasionalkan
melaui komunikasi antarpribadi. Apabila ditinjau dari prosesnya, pendidikan
adalah komunikasi dalam arti kata bahwa dalam proses tersebut terlibat dua
komponen yang terdiri atas manusia yakni pengajar sebagai komunikator dan
pelajar sebagai komunikan. Secara sederhan pendidikan menurut Pawit M. Yusuf
(1990) dapat diartikan sebagai komunikasi yang terjadi dalam suasana pendidikan.
Dengan demikian, komunikasi pendidikan adalah proses perjalanan pesan atau
hal ini komunikasi tidak lagi bebas atau netral tetapi dikendalikan dan
dikondisikan untuk tujuan pendidikan.
Menurut Ngainun Naim (2010) Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah
proses komunikasi penyampaian pesan dari penghantar ke penerima. Pesan yang
disampaikan berupa isi atau ajaran yang dituangkan ke dalam simbol – simbol
komunikasi baik verbal (kata-kata dan tulisan) maupun nonverbal. Proses ini
dinamakan encoding. Penafsiran simbol – simbol komunikasi tersebut oleh siswa
kemudian dinamakan decoding. Dalam dunia pendidikan, komunikasi menjadi
kunci yang cukup determinan dalam mencapai tujuan. Seorang guru betapa pun
pandai dan luas pengetahuannya, apabila tidak mampu mengkomunikasikan
pikiran, pengetahuan dan wawasannya tentu tidak akan mampu memberikan
transformasi pengetahuannya kepada para siswanya. Oleh karena itu kemampuan
komunikasi dalam dunia pendidikan sangat penting artinya (Dipa, 2012:14)
Menurut Yusuf (1990) komunikasi antar pribadi yang terjadi dalam proses
belajar mengajar berlangsung antara pengajar dengan pengajar maupun diantara
para pelajar, jadi jelas bahwa komunikasi antar pribadi melibatkan guru sebagai
komunikator, siswa sebagai komunikan dan materi sebagai pesan. Oleh karenanya
dalam perkembangan pendidikan selanjutnya komunikasi antar pribadi lebih
ditekankan pada pengertian komunikasi yang edukatif. Komunikasi ini berfungsi
sebagai alat yang digunakan untuk mencapai komunikasi antar pribadi. Kegiatan
komunikasi antar pribadi merupakan bagian inti dari semua proses pendidikan itu
sendiri. Kegiatan ini dapat dikatakan sebagai motor penggerak untuk pencapaian
tujuan pendidikan, karena pada dasarnya komunikasi antar pribadi melibatkan
interaksi langsung antara guru dengan anak didik dalam berlangsungnya proses
belajar mengajar (Dipa, 2012:15)
II.8 Model Teoritik
II.8.1. Self Disclosure (Johari Window Model)
Teori Self Disclosure pertama kali ditemukan oleh Sydney Marshall Jouard,
yang kemudian dikembangkan oleh Joseph Luft dan Harry Ingham (1955).
dan membuka diri dalam sebuah model yang mereka namakan Jendela Johari
(Johari Window).
Dalam penelitian ini menggunakan model teori Jendela Johari dalam melihat
hubungan yang terjadi diantar peserta (anak) kelompok belajar. Konsep Jendela
Johari sebagai perwujudan bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain
yang digambarkan dalam sebuah jendela. Jendela Johari dibagi atas 4
jendela/kuadran yakni, daerah terbuka (open area), daerah tersembunyi (hidden
area), daerah buta (blind area), dan daerah tak dikenal (unknown area). Seperti
terlihat pada gambar di bawah ini (dalam
http://www.original-art-studio.com/2010/01/johari-window.html)
Bagian Jendela Public Self (aku tahu-orang lain tahu). Dalam bagian ini
seseorang tidak menyembunyikan apa-apa dan dapat bergerak sangat bebas atau
merasa leluasa. Disini seseorang mengekspresikan pikiran emosi dan tingkah laku
dengan bebas.
Bagian Jendela Blind Self atau buta (orang lain tahu-aku tidak tahu). Dalam hal
ini orang lebih mengenali atau mengetahui diri seseorang. Pada bagian ini
tercakup semua perasaan, kebiasaan, prasangka dan kecenderungan yang tidak
disadari oleh diri seorang tersebut. Seseorang itu sering merasa terheran jika ada
orang lain yang menceritakan dirinya dimana hal itu tidak diketahui dan tidak
disadari oleh diri orang tersebut.
Bagian Jendela Private Self atau pribadi (aku tahu orang lain tidak tahu). Inilah
bagian dari pemikiran dan tingkah laku seseorang yang secara sadar isembunyikan
dari orang lain. Misalnya keinginan-keinginan rahasia, titik lemah, atau hal-hal
yang dianggap tidak disukai orang lain.
Bagian Jendela Unknown Self atau ketidaksadaran (aku tidak tahu-orang lain
juga tidak tahu). Bagian ini sama sekali tidak dipahami oleh diri seseorang atau
orang lain. Dalam bagian ini terdapat potensi individu yang belum berkembang.
Keempat jendela tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Jika yang
satu jendela menyempit pasti yang lain akan melebar dan begitu sebaliknya, jika
ada yang melebar pasti ada sisi jendela yang menyempit. Tergantung dari
bagaimana seseorang itu mengadakan hubungan komunikasi dengan orang lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa teknik Johari Window adalah teknik yang
mengkondisikan seseorang untuk mau berinteraksi dengan orang lain dengan
menerima umpan balik dan berbagi dengan apa yang diinginkan agar seseorang
mendapatkan informasi tentang dirinya, sehingga seesorang itu dapat memahami