• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bayam 2.1.1 Mengenal Tanaman Bayam - Studi Perbandingan Kandungan Besi Pada Beberapa Spesies Bayam Secara Spektrofotometri Serapan atom

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bayam 2.1.1 Mengenal Tanaman Bayam - Studi Perbandingan Kandungan Besi Pada Beberapa Spesies Bayam Secara Spektrofotometri Serapan atom"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bayam

2.1.1 Mengenal Tanaman Bayam

Bayam merupakan salah satu jenis sayuran komersial yang mudah di peroleh disetiap pasar, baik pasar tradisional maupun pasar swalayan. Harganya pun dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Tanaman ini awalnya berasal dari negara Amerika beriklim tropis, namun sekarang tersebar keseluruh dunia. Hampir semua orang mengenal dan menyukai kelezatan nya, karena lunak, dapat memberikan rasa dingin dalam perut dan memperlancar pencernaan. Umumnya yang dikonsumsi adalah bagian daun dan batangnya (Bandini dan Nurudin, 2001).

Tanaman bayam sangat mudah dikenali, yaitu berupa perdu yang tumbuh

tegak, batangnya tebal berserat dan ada beberapa jenis yang mempunyai duri.

Daunnya bisa tebal atau tipis, besar atau kecil, berwarna hijau atau ungu kemerahan

(pada jenis bayam merah). Bunganya berbentuk pecut, muncul di pucuk tanaman

atau pada ketiak daunnya. Bijinya berukuran sangat kecil berwarna hitam atau

coklat dan mengkilap. Tanaman bayam sangat toleran terhadap perubahan keadaan

iklim. Bayam banyak ditanam di dataran rendah hingga menengah, terutama pada

ketinggian antara 5-2000 meter dari atas permukaan laut. Kebutuhan sinar matahari

untuk tanaman bayam adalah tinggi, dimana pertumbuhan optimum dengan suhu

rata-rata 20-300C, curah hujan antara 1000-2000 mm, dan kelembaban di atas 60 %.

Oleh karena itu, bayam tumbuh baik bila ditanam di lahan terbuka dengan sinar

(2)

2.1.2 Taksonomi Tanaman Bayam

Menurut Bandini dan Nurudin (2001), dalam taksonomi tanaman, bayam diklasifikasikan sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Class : Dycotyledoneae Ordo : Chenopodiales Family : Amaranthaceae

Genus : Amaranthus L

Tanaman bayam digolongkan dalam keluarga Amaranthaceae. Sebagai

keluarga Amaranthaceae, bayam termasuk tanaman gulma yang tumbuh liar.

Namun karena perkembangannya, manusia memanfaatkan bayam sebagai tanaman

budidaya yang mengandung gizi tinggi.

2.1.3 Jenis-jenis Bayam

Menurut Bandini dan Nurudin (2001), secara ringkas bayam dapat di kelompokkan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Bayam Liar

Bayam ini tumbuh secara liar, dapat dijumpai di lahan-lahan kosong tak terurus, sebagai gulma di lahan pertanian atau di tempat-tempat yang lembap, seperti di tepi selokan. Tanaman ini tumbuh cepat dan semakin subur jika musim hujan tiba.

(3)

a. Bayam tanah (Amaranthus blitum L.), mempunyai ciri utamanya terletak pada batang yang berwarna merah. Daun nya berbentuk lancip dan kecil. Rasanya agak keras dan kasar.

b. Bayam berduri (Amaranthus spinosus L.), mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bayam tanah, yaitu daun kecil tetapi batangnya berwarna hijau. Namun pada batang nya terdapat duri yang keluar dari buku-bukunya. Bayam ini dapat di konsumsi, tetapi lebih banyak di gunakan obat atau bahan untuk kecantikan.

2. Bayam budi daya

Menurut Bandini dan Nurudin (2001), jenis bayam budi daya memang sengaja dibudidayakan untuk dikonsumsi karena rasa daunnya empuk dan mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Jenis bayam yang banyak di budidayakan adalah sebagai berikut:

a. Bayam cabut (Amaranthus tricolor L.)

Bayam cabut disebut juga bayam sekul atau bayam putih. Cirinya, daun agak bulat dengan daging yang tebal dan lemas. Bunga keluar dari ketiak cabang. Batang berwarna hijau keputih-putihan sampai merah. Adapun varietas dari bayam cabut adalah sebagai berikut:

1. Giti hijau

(4)

mencapai 20-25 cm. Bercabang sedikit, bentuk batang bulat langsing, halus dan berwarna keputih-putihan. Daun berwarna hijau keputih-putihan, berbentuk mirip delta, berukuran kecil, dan berurat halus (Bandini dan Nurudin, 2001).

2. Giti merah

Bayam ini juga merupakan tanaman introduksi dari Thailand. Ciri-ciri tanaman ini antara lain bercabang sedikit, tinggi tanaman pada waktu cabut yaitu 20-25 cm. Batang berwarna merah tua, bentuk bulat, langsing dan halus. Tanaman ini dipanen pada umur 30 hari (Bandini dan Nurudin, 2001) b. Bayam Petik/bayam tahunan (Amaranthus Hybridus L.)

Menurut Bandini dan Nurudin (2001), tanaman ini berdaun lebar, berbatang tegap. Daun diambil secara dipetik. Pemetikan ini dapat berlangsung hingga tahunan sehingga di sebut bayam tahunan. Tetapi sekarang bayam ini dipanen dengan cara dicabut saat masih muda karena kebutuhan pasar yang mendesak. Adapun varietas dari bayam petik ini adalah sebagai berikut:

a. Amaranthus hybridus varietas caudatus

Daun agak panjang dengan ujung runcing dan berwarna hijau. Bayam ini juga di sebut bayam ekor kucing.

(5)

Daun agak besar dan berwarna hijau. Perbanyakannya banyak di negara Asia Tenggara (Bandini dan Nurudin, 2001).

2.1.4 Kandungan Gizi bayam

Di dalam daun tanaman bayam terdapat cukup banyak kandungan protein,

mineral, kalsium, zat besi dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Pada

tabel di bawah ini diuraikan mengenai komposisi gizi yang terkandung tiap 100g

pada daun tanaman bayam, yaitu:

No Zat gizi Bayam hijau Bayam merah

1 Kalori (kal) 36 52

2 Karbohidrat 6,5 10

3 Lemak (g) 0,5 0,5

4 Protein (g) 3,5 4,6

5 Kalsium (mg) 267 368

6 Posfor (mg) 6,7 111

7 Besi (mg) 3,9 2,2

8 Vitamin A (SI) 6090 5800

9 Vitamin B 1 (mg) 0,08 0,08

10 Vitamin C (mg) 80 80

11 Air (g) 86,9 82

(Bandini dan Nurudin, 2001)

2.1.5 Manfaat Tanaman Bayam

Mengkonsumsi bayam dalam jumlah yang cukup memberikan manfaat yang

besar. Ditinjau dari kandungan gizinya, bayam merupakan jenis sayuran hijau yang

(6)

anak-anak dan para ibu yang sedang hamil. Di dalam daun bayam terdapat cukup banyak

kandungan protein, mineral, kalsium, zat besi dan vitamin yang dibutuhkan oleh

tubuh manusia. Kandungan vitamin A dalam daun bayam berguna untuk

memberikan ketahanan tubuh dalam menanggulangi penyakit mata, sakit

pernafasan, kesehatan kulit dan selaput lendir. Kandungan vitamin B dapat

mencegah penyakit beri-beri, memperkuat syaraf dan melenturkan otot rahim,

sehingga dianjurkan bagi ibu yang sedang hamil untuk memudahkan persalinan nya.

Vitamin C sangat membantu menyembuhkan sariawan atau gusi berdarah. Zat besi

dapat mencegah penyakit anemia dan sakit kuning serta memperkuat tulang dan

gigi. Manfaat lain dari bayam yaitu akarnya dapat menjadi obat untuk

menghilangkan panas (antipiretik), meluruhkan kencing (diuretik), menghilangkan

racun (antitoksik), menyembuhkan bengkak, obat diare dan membersihkan darah

(Bandini dan Nurudin, 2001).

2.2 Mineral

Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier, 2004).

(7)

sehingga unsur-unsur ini harus disediakan lewat makanan (Budianto, 2009).

2.3 Besi

Besi yang murni adalah logam berwarna putih perak, melebur pada 1535oC (Svehla, 1979). Sumber zat besi diantaranya adalah telur, daging, ikan, tepung, gandum, roti, sayuran hijau, hati, bayam, kacang-kacangan, kentang dan jagung. Fungsi besi diantaranya adalah:

- untuk pembentukan hemoglobin baru

- untuk mengimbangi sejumlah kecil zat besi yang secara konstan di keluarkan tubuh terutama lewat urine ,feses dan keringat

Kebutuhan akan zat besi untuk berbagai jenis kelamin dan golongan usia adalah sebagai berikut:

- untuk laki-laki dewasa 10 mg/hari - wanita yang mengalami haid 12 mg/hari - anak-anak 8-15 mg/hari

zat besi yang tidak mencukupi bagi pembentukan sel darah, akan mengakibatkan anemia, menurunkan kekebalan tubuh, sehingga sangat peka terhadap serangan penyakit (Budianto, 2009).

2.4 Keberadaan Besi di dalam tanaman bayam

(8)

dalam perkembangan kloroplas dengan cara mengaktifkan enzim sitokrom, katalase, peroksidase sehingga ada kolerasi antara ketersediaan besi dengan kadar klorofil dalam tanaman. Kekurangan besi menyebabkan terhambatnya pembentukan klorofil, sehingga produksi klorofil berkurang (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Defisiensi besi pada tanaman akan terlihat pada daun berwarna hijau pucat (klorosis) (Winarso, 2005).

2.5 Analisis Kuantitatif Besi

Analisis kuantitatif besi dapat dilakukan secara Kompleksometri, Gravimetri, Spektofotometri Sinar Tampak dan Spektrofotometri Serapan Atom (Basset, et al, 1991).

2.5.1 Kompleksometri

Penetapan besi secara kompleksometri dilakukan dengan cara masukkan larutan besi ke dalam labu erlenmeyer, kemudian sesuaikan pH menjadi 2-3, kemudian tambahkan 5 tetes indikator biru variamina, panaskan labu sampai suhu 40oC dan titrasi dengan larutan EDTA (0,05 M) standar sampai warna awal larutan yang biru berubah menjadi abu-abu tepat sebelum titik akhir, dan dengan tetes reagensia yang terakhir, berubah menjadi kuning (Basset, et al, 1991). 2.5.2 Gravimetri

(9)

klorida, kemudian endapan hasil saringan dipijar pada suhu 1000oC sehingga menghasilkan besi oksida atau panaskan pada tanur pada suhu 500-550oC dan timbang hasil pemijaran. Ulangi hasil pemijaran (10-15 menit) hingga diperoleh berat konstan (dengan batas selisih 0,0002 g) (Basset, et al, 1991).

2.5.3 Spektrofotometri Sinar Tampak

Penetapan besi dengan spektrofotometri sinar tampak dapat dilakukan dengan 3 metode, yaitu metode tiosianat, metode 1,10-fenantrolina dan metode asam tioglikolat (Basset, et al, 1991).

2.5.3.1 Metode tiosianat

Besi(III) bereaksi dengan tiosianat menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah tua [Fe(SCN)6]3- yang dapat diukur absorbansi nya dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 480 nm (Basset, et al, 1991).

2.5.3.2 Metode 1,10-fenantrolina

Besi(II) bereaksi dengan 1,10-fenantrolina membentuk kompleks jingga merah [C12H8N2)3Fe]2+ yang dapat diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 515 nm. Besi(III) dapat direduksi dengan hidroksilamonium klorida atau dengan hidrokuinon menjadi besi(II), apabila ingin direaksikan dengan 1,10- phenantrolina (Basset, et al, 1991).

(10)

Besi(III) bereaksi dengan asam tioglikolat memberikan warna ungu merah yang dapat diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 535 nm (Basset, et al, 1991).

2.5.4 Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi ( batas deteksi kurang dari 1 ppm ), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit. Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau ultraviolet. Dalam garis besarnya prinsip spektrofotometri serapan atom sama saja dengan spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaan nya terletak pada bentuk spektrum, cara pengerjaaan sampel dan peralatannya. Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) mendasarkan pada prinsip absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya (Gandjar dan Rohman, 2007).

(11)

atau dengan perkataan lain, dalam keadaan dasar. Jadi jika cahaya dengan panjang gelombang yang khas dengan logam tersebut dilewatkan nyala yang mengandung atom-atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Inilah asas yang mendasari spektrofotometri serapan atom (SSA) (Basset, et al, 1991).

2.5.4.1 Instrumentasi SSA

Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom (Gandjar dan Rohman, 2007)

1. Sumber sinar

(12)

Bila anoda dan katoda diberi suatu selisih tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memancarkan berkas-berkas elektron yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas-gas mulia yang bertabrakan tadi. Akibat dari tabrakan-tabrakan ini membuat unsur-unsur gas mulia akan kehilangan elektron dan menjadi ion bermuatan positif. Ion-ion gas mulia yang bermuatan positif ini selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi pula. Sebagaimana disebutkan diatas, pada katoda terdapat unsur-unsur yang sesuai dengan unsur yang akan dianalisis. Unsur-unsur ini akan ditabrak oleh ion-ion positif gas mulia. Akibat tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar ke luar dari permukaan katoda. Atom-atom unsur dari katoda ini kemudian akan mengalami eksitasi ke tingkat energi-energi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pancaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu: dengan nyala (flame) dan tanpa nyala

(flameless) (Gandjar dan Rohman, 2007).

(13)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang digunakan, misalkan untuk gas batubara-udara, suhunya kira-kira sebesar 1800oC; gas alam-udara: 1700oC; asetilen-udara: 2200oC; dan gas asetilen-dinitrogen oksida (N2O) sebesar 3000oC (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pemilihan bahan bakar dan bahan pengoksida serta komposisi perbandingannya sangat mempengaruhi suhu nyala. Sumber nyala yang paling banyak di gunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan bakar dan udara sebagai pengoksida (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Tanpa nyala (flameless)

Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena: atom gagal mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk ke dalam nyala terlalu besar, dan proses atomisasi kurang sempurna. Oleh karena itu muncullah suatu teknik atomisasi yang baru yakni atomisasi tanpa nyala. Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit seperti tungku yang dikembangkan oleh Masmann (Gandjar dan Rohman, 2007).

(14)

sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif. Sistem pemanasan dengan tanpa nyala ini dapat melalui 3 tahap yaitu: pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu yang relatif rendah, pengabuan (ashing) yang membutuhkan suhu yang lebih tinggi dan pengatoman

(atomising) (Gandjar dan Rohman, 2007).

3. Monokromator

Pada spektrofotometri serapan atom, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan untuk analisis (Gandjar dan Rohman, 2007).

4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton

(photomultiplier tube). Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi

yaitu: (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu; dan (b) yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi (Gandjar dan Rohman, 2007).

5. Readout

Readout merupakan suatu sistem pencatatan hasil yang berupa hasil pembacaan. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau kurva (Gandjar dan Rohman, 2007).

(15)

Menurut (Gandjar dan Rohman, 2007), yang dimaksud dengan gangguan-gangguan pada SSA adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel. Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam SSA adalah sebagai berikut:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala

Sifat – sifat tertentu matriks sampel dapat mengganggu analisis yakni matriks tersebut dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar gas pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut adalah viskositas, tegangan permukaan, berat jenis dan tekanan uap. Gangguan matriks yang lain adalah pengendapan unsur yang dianalisis sehingga jumlah atom yang mencapai nyala menjadi lebih sedikit dari konsentrasi yang seharusnya yang terdapat dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyak nya atom yang terjadi di dalam nyala

(16)

Dengan terbentuknya senyawa ini, maka akan mengurangi jumlah atom netral yang ada di dalam nyala. Ionisasi atom-atom di dalam nyala dapat terjadi jika suhu yang digunakan untuk atomisasi terlalu tinggi. Prinsip analisis dengan SSA adalah mengukur absorbansi atom-atom netral yang berada dalam keadaan azas. Jika terbentuk ion maka akan mengganggu pengukuan absorbansi atom netral karena atom-atom yang mengalami ionisasi tidak sama spektrum atom dalam keadaan netral (Gandjar dan Rohman, 2007).

3. Gangguan oleh penyerapan non-atomik (non atomic absorption)

Gangguan jenis ini berarti terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis. Penyerapan non atomik dapat disebabkan oleh adanya penyerapan cahaya oleh partikel-partikel padat yang berada di dalam nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.6 Validasi Metode Analisis

Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya

(Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), beberapa parameter analisis yang harus

dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:

1. Kecermatan (accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil

analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai

persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil

analis sangat tergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam keseluruhan

(17)

dapat dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik tersebut seperti

menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan

pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas

sesuai prosedur. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu:

Metode simulasi (spiked-placebo recovery)

Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke

dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran

tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang

ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004) .

Metode penambahan baku (standard addition method)

Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah

tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan

dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya

(hasil yang diharapkan) (Harmita, 2004).

Dalam kedua metode tersebut, persen peroleh kembali dinyatakan

sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. %

Perolehan kembali dapat ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo

(eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi

tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan),

kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi bila tidak

memungkinkan membuat sampel plasebo karena matriksnya tidak diketahui

seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya berupa suatu senyawa endogen

misalnya metabolit sekunder pada kultur kalus, maka dapat dipakai metode adisi.

Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan

konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode

tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa

persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004).

2. Keseksamaan (precision)

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian

(18)

rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil

dari campuran yang homogen (Harmita, 2004).

3. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang

hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya

komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (Harmita, 2004).

4. Linearitas dan Rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon

yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,

proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah

pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat

ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima

(Harmita, 2004).

5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan

blangko. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan

sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi

Gambar

tabel di bawah ini diuraikan mengenai komposisi gizi yang terkandung tiap 100g
gambar di bawah ini:

Referensi

Dokumen terkait

Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen

(1) allylation of vanillin, (2) HCl-catalyzed condensation allyl vanillin with resorcinol, (3) chloromethylation of C-4-allyloxy-3-methoxyphenylcalix[4] resorcinarene

From the discussion above it can be concluded that: (1) In the era of digital communication information technology, it turns out that the role of field

Budaya Kaizen Terhadap Komitmen Organisasi Melalui Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening Di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Kendal.

tanpa disadari adalah Kakrasana tersebut hanyalah seorang wasi. Penghinaan dari Prabu Salya tidak digubris o leh Kakrasana. Hingga akhirnya Narayana datang dan memberi

Dari hasil penelitian dan pengolahan data yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan antara pembelian secara online maupun secara langsung dan

Pasal 54 berbunyi: Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran

uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengambil judul tentang “ Analisis Perlakuan Akuntansi Atas Aset Bersejarah (Studi Kasus Pada Pengelolaan Museum Timah