• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Remaja 2.1.1 Defenisi Remaja - Tingkat Pengetahuan Siswa SMA Dan Remaja Putus Sekolah Terhadap Bahaya Merokok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Remaja 2.1.1 Defenisi Remaja - Tingkat Pengetahuan Siswa SMA Dan Remaja Putus Sekolah Terhadap Bahaya Merokok"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Remaja

2.1.1 Defenisi Remaja

Remaja adalah aset sumber daya manusia yang merupakan tulang punggung penerus generasi bangsa di masa mendatang. Remaja adalah mereka yang berusia 10-20 tahun, dan ditandai dengan perubahan dalam bentuk dan ukuran tubuh, fungsi tubuh, psikologi dan aspek fungsional. Dari segi umur remaja dapat dibagi menjadi remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle adolescence (14-16 tahun) dan remaja akhir/late adolescence (17-20 tahun) (Behrman, Kliegman & Jenson, 2004).

Menurut Depkes RI (2005), masa remaja merupakan suatu proses tumbuh kembang yang berkesinambungan, yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa muda. Masa remaja atau adolescence diartikan sebagai perubahan emosi dan perubahan sosial pada masa remaja. Masa remaja menggambarkan dampak perubahan fisik, dan pengalaman emosi yang mendalam. Masa remaja adalah masa yang penuh dengan gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal manusia untuk mengisi kehidupan mereka kelak (Nugraha & Windy, 1997). Menurut Pardede (2002), masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial yang berlangsung pada dekade kedua kehidupan.

(2)

fisik, psikis, maupun sosial dari masa kanak-kanak menuju dewasa (Arma, 2007).

(3)

2.1.2 Tahapan Remaja

Masa remaja merupakan masa yang sulit, dimana terjadi pertumbuhan fisik yang pesat dalam ukuran dan bentuk, dan perbedaan antara laki-laki dan perempuan mulai terlihat, sehingga masa remaja sering disebut masa kritis (critical phasse) bagi kehidupan seseorang (WHO,1997). Terdapat banyak pendapat mengenai batasan usia remaja tetapi pada umumnya bervariasi antara 10 sampai 24 tahun. WHO membaginya dalam 3 kategori yaitu :

a. Remaja awal(early adolescence)

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dengan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti dan dimengerti orang dewasa. Usia pada tahap ini antara 10 sampai 14 tahun. b. Remaja madya (middle adolescence)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan narsistis yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang mana yang peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari oedipus complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa anak-anak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan. Usia pada tahap ini antara 15 sampai 17 tahun.

c. Remaja akhir (late adolescence)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa yang ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu :

(4)

• Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan

dalam pengalaman-pengalaman baru.

• Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

• Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

• Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan

masyarakat umum. Pada tahap ini usia antara 18 sampai 21 tahun.

Sedangkan BKKBN (2001) membagi remaja berdasarkan tahapan usia sebagai berikut :

a. Remaja sehat usia antara 11-13 tahun yang ditandai dengan adanya masa akil baligh/pubertas.

b. Remaja sehat usia 14-18 tahun yang ditandai dengan dimulainya hubungan dengan lawan jenis/pacaran.

c. Remaja sehat usia antara 19-21 yang ditandai dengan kematangan fisik, mental dan sosial.

2.1.3 Perubahan-Perubahan pada Masa Remaja

Pada umunya perubahan remaja baik laki-laki maupun perempuan terjadi pada saat memasuki masa pubertas yaitu sekitar usia 9-15 tahun (BKKBN & Yayasan Mitra Inti, 2001). Pubertas dalam hal ini diartikan sebagai masa akhir masa anak-anak dan awal masa remaja yang ditandai dengan munculnya tanda seks sekunder (Konseng, 1995). Sesungguhnya masa yang tepat kapan dimulainya pubertas tidak sama pada setiap individu, terlebih bila dikaitkan dengan faktor sosial budaya setempat.

Menurut BKKBN (2001), bahwa remaja akan mengalami beberapa perubahan yang terjadi pada masa remaja yaitu :

1. Fisik

a. Pertumbuhan berat badan dan tinggi badan masih berlangsung. b. Organ seks (alat kelamin) makin matang.

(5)

3. Perkembangan kecerdasan/kognitif.

a. Daya pikir kritis yang ditujukan terhadap lingkungan sekitar.

b. Rasa ingin tahu makin meningkat dan mencari informasi tentang seks. c. Daya pikir abstrak sehingga kurang berpegang pada kenyataan. 4. Perkembangan sosial

a. Jangkauan pergaulan lebih luas dan pergaulan dengan teman lain jenis. b. Hubungan dengan senasib lebih diutamakan.

5. Perkembangan afektif/emosi.

a. Perasaan masih belum stabil, cepat berubah dan sulit konsentrasi. b. Ada rasa bersaing serta merasa banyak masalah.

6. Perubahan sikap dan tingkah laku.

a. Mulai menyadari kekuatan diri sendiri dan menemukan hal yang baru. b. Merasakan diri mampu melakukan sesuatu dan ingin menikmati hal

yang baru.

c. Memperoleh pengalaman yang baru.

d. Berpegang teguh pada pendirian sehingga sering mengabaikan kewibawaan orang tua dan guru.

(6)

2.2. Rokok

2.2.1 Defenisi Rokok

Rokok biasanya berbentuk silinder terdiri dari kertas yang berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm, berwarna putih dan coklat. Biasanya berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah, ditambah sedikit racikan seperti cengkeh, saus rokok, serta racikan lainya untuk menikmati sebatang rokok, perlu dilakukan pembakaran pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujungnya yang lain.

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Asap rokok yang dihisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen: komponen yang lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi komponen partikurat. Asap rokok yang dihisap melalui mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok

yang terbakar serta asap rokok yang diembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke dapat mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif. (Sitepoe. Mangku.2000).

2.2.2 Kandungan dalam Rokok

Racun utama di dalam rokok, diantaranya: a. Tar

(7)

b. Nikotin

Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf, juga menyebabkan tekanan darah sistolik dan distolik mengalami peningkatan, denyut jantung bertambah, dan kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian oksigen bertambah, aliran darah pada pembuluh koroner bertambah, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Nikotin juga meningkatkan kadar gula darah, kadar asam lemak bebas kolesterol LDL, dan meningkatkan agregasi sel pembekuan darah. Nikotin juga mengakibatkan seseorang ketagihan rokok. (Sitepoe, 2000).

Akibat adanya nikotin seseorang menjadi perokok dan selalu ingin merokok lagi atau ketagihan terhadap rokok. Sebaliknya, merokok yang hanya sekali-sekali belum tentu akan terganggu kesehatannya. Benowitz NL (1994) menyatakan kadar nikotin 5 mg perhari dari rokok yang dihisap akan menimbulkan ketagihan.

c. Gas Karbon monoksida (CO)

Menurut Guidotti Te et al (1989), CO adalah gas yang bersifat toksik dan bertolak belakang dengan gas oksigen dalam transport haemoglobin. Dalam rokok terdapat 2-6% gas CO pada saat merokok, sedangkan gas CO yang dihisap oleh perokok paling rendah 400 ppn (part permillion) sudah dapat meningkatkan kadar karboksi-haemoglobin dalam darah sejumlah 2-16%. Kadar normal karboksi-haemoglobin hanya 1% pada bukan perokok. Apabila keadaan terus berjalan maka terjadi policitemia yang akan memepengaruhi fungsi syaraf pusat. Kandungan kadar karbon monoksida didalam rokok kretek lebih rendah daripada kandungan kadar karbon monoksida dalam rokok putih. (Sitepoe, 2000).

d. Timah Hitam (Pb)

(8)

batang perhari maka kadar Pb dalam tubuh mencapai 20 mikrogram perhari. (Sitepoe, 2000).

e. Phenol

Merupakan campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat organik seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun dan membahayakan, karena phenol ini terikat ke protein dan menghalangi aktivitas enzim.

f. Eugenol

Seperti yang dikatakan oleh Guidotti (1989), eugenol hanya dijumpai di dalam rokok kretek dan tidak dijumpai pada rokok putih. Eugenol dapat ditemukan dalam cengkeh yang dapat memberikan bintik minyak pada rokok kretek sehingga memberikan pandangan yang kurang menyenangkan. Eugenol dapat dijumpai baik didalam rokok yang sedang dihisap, didalam asap rokok yang dihisap, maupun di dalam rokok kretek yang tidak dihisap. Eugenol atau minyak cengkeh adalah cairan yang tidak berwarna atau juga berwarna kekuning-kuningan dan tidak larut dalam air. Eugenol digunakan sebagai antiseptik, anastetik, dan juga sebagai antipiretik. Zat ini belum diketahui efek

karsinogeniknya. (Sitepoe, 2000).

2.2.3. Bahaya Rokok

Kebiasaan merokok telah terbukti berhubungan dengan sedikitnya 25 jenis penyakit dari berbagai alat tubuh manusia, seperti kanker paru, bronkitis kronik, emfisema dan berbagai penyakit paru lainnya. Selain itu adalah kanker mulut, tenggorokan, pankreas, dan kandung kemih, penyakit pembuluh darah, ulkus peptikum dan lain-lain. Satu-satunya penyakit yang menunjukkan

(9)

menurut Aditama, Doll dan Hill, dua orang peneliti dari Inggris membagi hubungan antara penyakit dan kebiasaan merokok sebagai berikut: Penyakit yang disebabkan oleh merokok adalah: kanker paru, kanker kerongkongan, kanker saluran nafas lainnya, bronkitis kronik, dan emfisema. Penyakit yang mungkin seluruhnya atau sebagian disebabkan oleh merokok yaitu: penyakit jantung iskemik, aneurisma atau pelebaran aorta, kerusakan miokard jantung, trombosis pembuluh darah otak, arteriosklerosis, tuberkulosis, pneumonia, ulkus peptikum, hernia, dan kanker kandung kemih. (Aditama, 1997).

a. Penyakit kardiovaskular

Merokok adalah salah satu faktor resiko utama timbulnya morbiditas dan mortalitas kardiovaskular yaitu meningkatnya kadar kolesterol serum, penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah perifer. (Sitepoe, 2000).

b. Kanker paru

Penyakit kanker paru ini lebih berbahaya dari pada penyakit TBC paru, apalagi kalau kanker sudah dalam keadaan lanjut. Penyakit ini banyak ditemukan pada kaum pria. Di Amerika Serikat diperkirakan bahwa 80-90% kanker paru pada pria dan 70% pada wanita disebabkan oleh kebiasaan merokok. Penelitian di Inggris menunjukkan bahwa sekitar 87% kematian akibat kanker paru. Sementara itu, paparan asap rokok pada mereka yang tidak merokok atau perokok pasif ternyata meningkatkan terjadinya kanker paru 30% lebih tinggi. Penyakit kanker paru ini sering dihubungkan dengan kebiasaan merokok sebagai penyebab utamanya. Hal ini telah dibuktikan pada berbagai penelitian di dalam dan di luar negeri. (Aditama, 1997).

c. Penyakit gangguan perkembangbiakan

(10)

bukan perokok. Merokok juga dapat menimbulkan impotensi. (Sitepoe,2000).

d. Gangguan alat pencernaan

Seperti yang dikatakan Harisson (1987), sakit maag atau gastritis lebih banyak dijumpai pada mereka yang merokok, dibandingkan dengan yang bukan perokok. Merokok mengakibatkan penurunan tekanan pada ujung atas dan ujung bawah lambung sehingga mempercepat terjadinya sakit maag. Pencernaan protein terhambat bagi mereka yang merokok, merokok juga mengurangi rasa lapar atau nafsu makan. (Sitepoe,2000).

2.3. Faktor yang Mempengaruhi Remaja Merokok 1. Pengaruh Orangtua

Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam Atkinson,Pengantar psikologi, 1999:294).

2. Pengaruh teman.

(11)

3. Faktor Kepribadian.

Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah (Atkinson,1999).

4. Pengaruh Iklan.

Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut. (Mari Juniarti, Buletin RSKO, tahun IX,1991).

2.4. Perilaku Merokok Anak Putus Sekolah

Anak putus sekolah merupakan sebuah masalah sosial yang perlu mendapat perhatian. Anak adalah generasi penerus estafet bangsa, yang perlu mendapatkan pendidikan memadai sehingga tumbuh menjadi generasi yang berguna bagi masyarakat dan negara. Jika banyak anak yang mengalami putus sekolah tentu akan menurunkan kualitas bangsa di kemudian hari. Fenomena anak putus sekolah seringkali berkaitan dengan kebiasaan merokok. Waktu luang dan lingkungan pergaulan membuat mereka dekat dengan kebiasaan merokok. (Yunindyawati, 2008).

(12)

anak. Faktor keluarga yang bisa mempengaruhi merokok antara lain; siapa anggota keluarga yang merokok, jumlah anggota keluarga yang merokok, tahu tidaknya orang tua, ada tidaknya sanksi dari orang tua, pendidikan orang tua. Faktor lingkungan pergaulan meliputi; informasi tentang merokok, bagaimana aktifitas perilaku merokok anak.

a. Faktor individu

Anak-anak putus sekolah memiliki alasan pribadi untuk merokok. Biasanya merokok di kalangan anak-anak menunjuk pada sifat macho, keren, jantan, tidak banci dan biar dianggap dewasa. Kondisi ini membentuk sistem nilai pada diri anak yang akhirnya akan menentukan keputusan anak untuk memilih merokok. Namun sering kali keputusan anak ini tidak didasari pertimbangan yang kuat dan matang.

Ada semacam ketakutan anak kehilangan lingkungan pergaulan jika mereka tidak berperilaku merokok seperti yang dilakukan teman-teman sebaya mereka yang merokok. Peran teman sebaya sebagai acuan (reference group) yang secara langsung maupun tidak dijadikan perantara (agen) proses sosialisasi merokok anak.

Di kalangan anak putus sekolah ternyata pengaruh teman yang paling menonjol mempengaruhi perilaku merokok mereka. Hal ini bisa dipahami karena mereka memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk bertemu karena sudah tidak terikat waktu sekolah.

Selain faktor pengaruh teman, faktor iseng dan ingin mencoba menjadi alasan mereka merokok. Anak putus sekolah memiliki tipe kepribadian yang rentan dipengaruhi lingkungan pergaulan mereka. Keterbukaan mereka memberi peluang untuk terlibat interaksi lebih luas, sehingga mereka lebih cepat meniru (imitasi) perilaku teman mereka.

(13)

b. Faktor keluarga

Keluarga merupakan unit sosial terkecil, seperangkat peran dan fungsi melekat dalam keluarga. Fungsi keluarga tersebut antara lain; biologis atau reproduksi, proteksi/perlindungan, ekonomi, edukasi, sosialisasi, afeksi, religi, rekreasi dan pengendalian sosial.

Orang tua memiliki peran besar dalam melaksanakan fungsi keluarga. Orang tua dijadikan figure yang banyak dicontoh oleh anak-anaknya. Artinya, anak-anak melakukan proses imitasi terhadap orang tua mereka. Selain itu keluarga merupakan agen sosialisasi dan internalisasi yang pertama dan utama bagi anak-anaknya. Oleh kerena itu, perilaku merokok anak bisa terjadi karena mencontoh perilaku orang tuanya. Perilaku ayah merokok dijadikan panutan dalam aktivitas peniruan perilaku anak. Anak merupakan kelompok umur yang masih dan sedang mencari jati diri. Unsur coba-coba dan keingintahuan yang tinggi membuat anak lebih cepat meniru apa yang ada didekat mereka. Celakanya jika mereka mempunyai persepsi bahwa orang tua dan saudaranya merokok jadi dia juga boleh merokok dan merokok menjadi kebiasaan “gaya hidup” keluarga mereka.

Selain itu ada yang berbeda tentang pengaruh ayah dan saudara merokok, seperti hasil penelitiannya di kecamatan Lempuing ada semacam nilai tradisi atau budaya yang masih mereka anut. Hal ini dapat terlihat dari kebiasaan mereka mengajari anak merokok pada saat anak laki-laki mereka sirkumsisi. Alasan tradisi merokok pada sunat ini untuk membuat luka bekas sirkumsisi lebih cepat mengering. Sunat dan merokok juga dianggap sebagai fase kedewasaan anak laki-laki.

(14)

menyebabkan anak putus sekolah cenderung berperilaku untuk merokok, yakni pendidikan orang tua mereka. Tingkat pendidikan ayah juga bisa dikaitkan dengan keingintahuan ayah sebagai kepala rumah tangga untuk memperhatikan anak mereka. Asumsinya, semakin tinggi tingkat pendidikan, pola asuh yang diterapkan adalah lebih memperhatikan,mengontrol, dan melindungi anak sebagai bagian dari keluarga. Dapat terlihat dari penelitiannya tersebut mayoritas orang tua yang melarang anaknya merokok adalah yang memiliki pendidikan tamat SMA, sementara yang tidak melarang anaknya merokok adalah berpendidikan tamat SD, SMP, dan tidak tamat SMA.

Kesimpulannya semakin rendah tingkat pendidikan maka ada kecenderungan semakin besar orang tua membiarkan anak merokok. Hal ini terkait dengan pengetahuan, pengalaman, serta pola asuh dalam keluarga yang tentunya berbeda berdasarkan tingkat pendidikan yang mereka miliki.

c. Faktor lingkungan

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, anak putus sekolah cenderung memiliki waktu luang yang banyak daripada anak sekolahan, itu dikarenakan mereka sudah tidak terkait waktu belajar secara formal yang memungkinkan mereka merokok lebih tinggi dari anak sekolahan. Anak putus sekolah juga memiliki pergaulan yang bebeda, mereka lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, di tempat kerja, atau tempat nongkrong mereka. Selain itu mereka memilih beraktivitas merokok bersama teman-temannya dari pada sendirian. Ada keuntungan sendiri ketika merokok bersama teman-teman, antara lain bisa sambil mengobrol dan jika tidak punya uang untuk beli rokok mereka akan mendapatkan rokok dari temannya atau melakukan apapun. Lingkungan mereka itu lah yang memungkinkan mereka untuk melakukan perilaku menyimpang seperti mabuk-mabukan, mencopet, perkelahian dan lainnya.

(15)

ke arah kemajuan. Jika banyak anak putus sekolah memiliki lingkungan yang tidak baik, maka kemungkinan anak akan mengalami tumbuh kembang yang tidak baik juga. Karenanya perlu diperhatikan bagaimana menciptakan lingkungan yang layak bagi anak sehingga bisa mengoptimalkan proses tumbuh kembang mereka.

Informasi awal tentang rokok bagi anak putus sekolah banyak diperoleh dari teman sebaya mereka yang sering bertemu dan berkumpul di tempat kerja maupun ditempat nongkrong mereka atau dalam arti dari pergaulan mencapai 62%, sedangkan informasi lain tentang merokok mereka dapatkan dari iklan rokok yang mencapai 36%.

2.5. Upaya untuk Mengatasi Perilaku Merokok

Menurut Rogers (Adams & Gullota, 1983) yang dikutip oleh Sarwono (2001) ada 5 ketentuan yang harus dipenuhi dalam menangani perilaku negatif remaja seperti halnya merokok, yaitu :

a. Kepercayaan

Remaja harus percaya kepada orang yang mau membantunya (orang tua, guru, psikolog, ulama, dan sebagainya), harus yakin bahwa penolong ini tidak akan membohonginya dan kata-kata penolong ini memang benar adanya.

b. Kemurnian Hati

(16)

c. Kemampuan mengerti dan menghayati (emphaty) perasaan remaja

Dalam posisi yang berbeda antara anak dengan orang dewasa (perbedaan usia, perbedaan status, perbedaan cara berpikir dan sebagainya) sulit bagi orang dewasa khususnya orang tua untuk ber-emphaty pada remaja karena setiap orang (khususnya yang tidak terlatih) akan cenderung untuk melihat segala persoalan dari sudut pandangnya sendiri dan mendasarkan penilaian dan reaksinya pada pandangan sendiri.

d. Kejujuran

Remaja mengharapkan penolongnya menyampaikan informasi apa adanya termasuk hal-hal yang kurang menyenangkan. Apa yang salah dikatakan salah, apa yang benar dikatakan benar. Yang tidak biasa diterimanya adalah jika hal-hal yang dia salahkan, tetapi pada orang lain atau pada orang tuanya sendiri dianggap benar.

e. Mengutamakan persepsi remaja sendiri

Terlepas dari kenyataan atau pandangan orang lain, menurut remaja pandangannya sendiri itulah yang merupakan kenyataan dan akan bereaksi terhadap hal itu. Kemampuan untuk mengerti pandangan remaja berikut seluruh perasaan yang ada di balik pandangan remaja merupakan modal untuk membangun emphaty pada remaja.

Terdapat juga beberapa cara lain yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mencegah semakin meningkatnya masalah yang terjadi pada remaja, yaitu antara lain :

Peran Orangtua :

 Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal dan balita.  Membekali anak dengan dasar moral dan agama.

 Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orang tua – anak.  Menjalin kerjasama yang baik dengan guru.

 Menjadi tokoh panutan bagi anak baik dalam perilaku maupun dalam

(17)

 Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak.

 Hindarkan anak dari rokok dan juga hal-hal buruk yang lain

Peran Guru :

 Bersahabat dengan siswa.

 Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman.

 Memberikan keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada

kegiatan ekstrakurikuler.

 Menyediakan sarana dan prasarana bermain dan olahraga.  Meningkatkan peran dan pemberdayaan guru BP.

 Meningkatkan disiplin sekolah dan sangsi yang tegas.

 Meningkatkan kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah

lain.

 Meningkatkan keamanan terpadu sekolah bekerjasama dengan Polsek

setempat.

 Mewaspadai adanya provokator.

 Mengadakan kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah.  Menciptakan kondisi sekolah yang memungkinkan anak berkembang

secara sehat dalam hal fisik, mental, spiritual dan sosial.

 Meningkatkan deteksi dini penggunaan rokok dan obat-obatan

terlarang.

Peran Pemerintah dan masyarakat :

 Menghidupkan kembali kurikulum budi pekerti.

 Menyediakan sarana/prasarana yang dapat menampung agresifitas

anak melalui olahraga dan bermain, baik untuk anak sekolah dan anak putus sekolah.

 Menegakkan hukum, sangsi dan disiplin yang tegas.  Memberikan keteladanan.

 Menanggulangi perilaku merokok bagi anak-anak ataupun remaja,

dengan menerapkan peraturan dan hukumnya secara tegas.

 Lokasi sekolah dijauhkan dari pusat perbelanjaan, pusat hiburan, dan

(18)

Peran Media :

 Sajikan tayangan atau berita yang baik tanpa kekerasan, dan jangan

mengajarkan anak remaja untuk berperilaku merokok dan hal-hal buruk lainnya (jam tayang sesuai usia).

 Sampaikan berita dengan kalimat benar dan tepat (tidak provokatif).  Adanya rubrik khusus dalam media masa (cetak, elektronik) yang

bebas.

 Perlunya penayangan ataupun berita yang berisi nasehat terhadap

bahaya merokok.

2.6. Remaja dan Perilaku Hidup Sehat

Remaja yang bersikap hidup sehat adalah remaja: 1. Mengerti tujuan hidup.

2. Memahami faktor penghambat maupun pendukung perkembangan kematangannya.

3. Bergaul dengan bijaksana. 4. Terus menerus memperbaiki diri

Dengan demikian remaja dapat diharapkan menjaga remaja yang handal dan sehat. Remaja harus mengetahui dirinya memiliki kekhawatiran dan harapan, dengan kata lain remaja harus mengerti dirinya sendiri.

Faktor yang berkembang pada setiap remaja antara lain fisik, intelektual, emosional, spiritual. Kecepatan perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Fisik 35% 2. Intelektual 20% 3. Emosional 30% 4. Spiritual 15%

Faktor fisik berkembang secara tepat sedangkan faktor lainnya berkembang tidak sama besar. Perkembangan yang tidak seimbang inilah yang menimbulkan kejanggalan dan berpengaruh terhadap perilaku remaja.

(19)

hubungannya dengan orang lain termasuk orang tua dan pembina? Terkadang ia ingin dianggap sebagai anak-anak, orang dewasa, orang lain dianggap sebagai orang tua, teman.

Hubungan dirinya dengan orang lain dianggap bersifat: 1. Otoriter --- demokratis

2. Tertutup --- terbuka 3. Formal --- informal

Semua tersebut di atas dalam keadaan "dalam perjalanan menuju" Sehingga dapat dilihat segalanya masih dalam proses dan tidak berada dalam kutub atau masa anak-anak ataupun kutub atau masa dewasa.

"Dalam perjalanan menuju" ini yang menonjol adalah: 1. Fisik yang kuat.

2. Emosi yang cepat tersinggung.

3. Sering mengambil keputusan tanpa berfikir panjang.

4. Pertimbangan agama, falsafah, ataupun tatakrama yang hanya terkadang saja yang dicapai.

Dan "Dalam perjalanan menuju" yang paling penting diketahui oleh remaja adalah bagaimana remaja dapat berproses :

1. Menuju fisik yang ideal.

2. Menuju emosi kelakian ataupun kewanitaan yang utuh. 3. Menuju cara berfikir dewasa.

Referensi

Dokumen terkait

Također Gantterova osnovna verzija prostorom je ograničena na manji broj dostupnih GB, nego što je to slučaj u Gantterovoj verziji za Google disk, pa samim time veliki

Tahapan metodologi yang digunakan terdiri dari tahap perumusan masalah, tahap tinjauan pustaka, tahap pengumpulan data, tahap evaluasi (mengevaluasi indikator green

Dari hasil penelitian yang hendak dicapai oleh peneliti/penulis diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan yang lebih mendalam bagi mahasiswa-mahasiswa atau

DALAM USAHA MENGATISIPASI TERJADINYAKREDIT BERMASALAH (Studi Pada PT.. Bank Tabungan Negara(Persero) Tbk. Kantor

Biogas production from anaerobic codigestion of cowdung and elephant grass (Pennisetum Purpureum) using batch digester1. To cite this article: Agus Haryanto et al 2018

Rekomendasi Tim Nomor UM.002/33/KAD-HND/09 tentang Hasil Pelaksanaan Tugas Tim Pengkajian Teknis Angkutan Darat di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, yang

Dalam penelitian ini prestasi belajar sebagai variabel penelitian adalah hasil belajar siswa pada jenjang sekolah sebelumnya yaitu SMP atau MTs terutama berupa